Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
10542058314
IDENTITAS PASIEN
Nama : MFKR
Umur : 9 Tahun
ANAMNESIS
Anamnesis Terpimpin :
Pasien anak laki-laki datang berobat ke poli kulit di Balai Kesehatan Kulit,
Kelamin dan Kosmetik dengan keluhan gatal disertai benjolan kecil berwarna
putih seperti lilin pada testisnya sejak 5 minggu yang lalu. Awalnya hanya muncul
seperti benjolan kecil, namun lama kelamaan makin bertambah dan menyebar ke
ke beberapa daerah tubuh seperti di sekitar sela paha, bokong punggung tangan
dan sela jari. Pasien mengeluh kadang-kadang nyeri. Demam (-), riwayat alergi
telur, riwayat penyakit sebelumnya (-), riwayat penyakit di keluarga (-) dan
riwayat lingkungan sekitar (-).
STATUS DERMATOLOGIS :
Lokasi :
Dibawah Testis
Sela Paha
Bokong
Sela Ibu Jari Kanan
Punggung Tangan Kiri
Effloresensi :
Ekstraksi
Terapi sistemik : -
Terapi topikal :
Cetirizine 10 mg
Gentamisin Cream
MOLUSKUM KONTAGIOSUM
Definisi
Moluskum kontagiosum adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus DNA genus Molluscipox (virus fox). Klinis berupa papul berbentuk kubah,
berkilat, dan pada permukaannya terdapat lekukan berisi massa yang mengandung
badan Moluskum.1
Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Pada umunya menyerang anak-anak
kadang-kadang juga pada orang dewasa, dan pasien imunokompromais. Pada
pasien anak, lesi biasanya ditemukan di wajah, badan, dan ekstremitas, pada
pasien dewasa biasanya disebarkan melalui transmisi seksual dan digolongkan
dalam penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS).1
Transmisinya dapat melalui kontak kulit langsung, otoinokulasi atau
melalui benda yang terkontaminasi, misalnya handuk, baju, kolam renang dan
mainan.2
Etiologi
Etiologi dari penyakit ini adalah virus DNA genus Molluscipox (virus fox)
Molluscum Contagiosum Virus (MCV) merupakan virus double stranded DNA,
berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. Terdapat 4 subtipe utama
Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV I, MCV II, MCV III dan MCV
IV. Keempat subtipe tersebut menimbulkan gejala klinis serupa berupa lesi papul
milier yang terbatas pada kulit dan membran mukosa. MCV I diketahui memiliki
prevalensi lebih besar dibandingkan ketiga subtipe lain.3
Gejala Klinis
Lokasi penyakit ini yaitu di daerah wajah, leher, ketiak, badan dan
ekstremitas (jarang di telapak tangan atau telapak kaki), sedangkan pada orang
dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna.1
Kelainan kulit berupa papul berbentuk bulat mirip kubah, berukuran miliar
sampai lentikular dari berwarna putih dan berkilat seperti lilin. Papul tersebut
setelah beberapa lama membesar kemudian ditengahnya terdapat lekukan (delle).
Jika dipijat akan tampak keluar massa yang berwarna putih mirip butiran nasi.
Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.1
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan histopatologik. Morfologi klinis
yang khas berupa papul bulat, keras, berkilat mirip lilin dan permukaan dapat
disertai IdelleI, biasanya tanpa inflamasi. Moluskum kontagiosum lebih banyak
ditegakkan melalui pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan histologik di daerah
epidermis dapat ditemukan badan moluskum (intracytoplasmic inclusion body)
yang mengandung virus. Badan inklusi tersebut dinamakan Handerson-Paterson
Bodies. Bada moluskum juga dapat dilihat dengan pulasan Gram, Wright atau
Giemsa.1
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan histopatologis akan ditemukan epidermis hipertropi dan
hiperplastik. Di atas lapisan basal, dapat dilihat sel yang membesar berisi inklusi
intrasitoplasmik besar (Henderson-Paterson bodies). Hal ini dapat meningkatkan
ukuran sel sehingga dapat menyentuh Horny layer.2
Diagnosis Banding
Milia, Folikulitis dan Lesi Awal Varicella2
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan adalah mengeluarkan massa yang mengandung badan
moluskum. Untuk mengeluarkan massa tersebut, dapat dipakai alat, antara lain
ekstraktor komedo, jarum suntik atau kuret.4
Bedah Beku (Cryosurgery) merupakan salah satu terapi yang umum dan
efisien digunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosum, terutama pada lesi
predileksi perianal dan perigenital. Bahan yang digunakan adalah nitrogen cair.
Aplikasi menggunakan lidi kapas pada masing-masing lesi selama 10-15 detik.
Pemberian terapi dapat diulang dengan interval 2-3 minggu. Efek samping
meliputi rasa nyeri saat pemberian terapi, erosi, ulserasi serta terbentuknya
jaringan parut hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi. Terapi lainnya berupa
eviserasi yang merupakan metode yang mudah untuk menghilangkan lesi dengan
cara mengeluarkan inti umbilikasi sentral melalui penggunaan instrumen seperti
skalpel, ekstraktor komedo dan jarum suntik. Penggunaan metode ini kebanyakan
tidak dapat ditoleransi oleh anak-anak Suspensi podofilin 25% dalam larutan
benzoin atau alkohol dapat diaplikasikan pada lesi dengan menggunakan lidi
kapas, dibiarkan selama 1-4 jam kemudian dilakukan pembilasan dengan
menggunakan air bersih. Pemberian terapi dapat diulang sekali seminggu. Terapi
ini membutuhkan perhatian khusus karena mengandung mutagen yaitu quercetin
dan kaempherol. Efek samping lokal akibat penggunaan bahan ini meliputi erosi
pada permukaan kulit normal serta timbulnya jaringan parut. Efek samping
sistemik akibat penggunaan secara luas pada permukaan mukosa berupa neuropati
saraf perifer, gangguan ginjal, ileus, leukopeni dan trombositopenia.
Podofilotoksin merupakan alternatif yang lebih aman dibandingkan podofilin.
Sebanyak 0,05 ml podofilotoksin 5% diaplikasikan pada lesi 2 kali sehari selama
hari. Kontraindikasi absolut kedua bahan ini pada wanita hamil.5
Sedangkan cantharidin merupakan agen keratolitik berupa larutan yang
mengandung 0,9% collodian dan acetone. Telah menunjukkan hasil memuaskan
pada penanganan infeksi Molluscum Contagiosum Virus (MCV). Pemberian
bahan ini terbatas pada puncak lesi serta didiamkan selama kurang lebih 4 jam
sebelum lesi dicuci. Cantharidin menginduksi lepuhan pada kulit sehingga perlu
dilakukan tes terlebih dahulu pada lesi sebelum digunakan. Bila pasien mampu
menoleransi bahan ini, terapi dapat diulang sekali seminggu sampai lesi hilang.
Efek samping pemberian terapi meliputi eritema, pruritus serta rasa nyeri dan
terbakar pada daerah lesi. Kontraindikasi penggunaan Cantharidin pada lesi
moluskum kontagiosum di daerah wajah.5
Medikamentosa lainnya adalah Cimetidine yang merupakan antagonis
reseptor histamin H2 yang menstimulasi reaksi hipersensitifitas tipe lambat.
Mekanisme kerja Cimetidine pada terapi moluskum kontagiosum masih belun
diketahui secara jelas. Sebuah studi menunjukkan keberhasilan penggunaan
cimetidine dosis 40 mg / kgBB / oral / hari dosis terbagi dua pada pengobatan
moluskum kontagiosum dengan lesi ekstensif. Cimetidine berinteraksi dengan
berbagai pengobatan sistemik lain, sehingga perlu dilakukan anamnesis riwayat
pengobatan pada pasien yang akan mendapat terapi obat ini.5
Prognosis
Pasien akan sembuh spontan, tapi biasanya setelah waktu yang lama,
berbulan-bulan sampai tahunan. Dengan menghilangkan semua lesi, penyakit ini
jarang atau tidak residif.5
Pencegahan
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Cetakan 1.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.
2. Tanto Chris. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1 Edisi IV. Jakarta: Penerbitan
Media Aesculapius FKUI; 2014.
4. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC; 2004.
5. Winda Arista Haeriyoko. Diagnosis Dan Tatalaksana Moluskum
Kontagiosum. 2013. Diakses https://www.google.com/search?
q=penatalaksanaan+moluscum+contagiosum&ie=utf-8&oe=utf-
8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&channel=sb 15 Mei
2018.