Video Game (Motion-Based Video Games) Untuk Rehabilitasi
Pasien Stroke 30 Desember 2013 19:52:00 Dibaca : 84 Abstrak Diperkirakan sekitar 80% yang hidup dengan stroke memiliki pengalaman gangguan pada pergerakan (motorik). Untuk pemulihannya, pasien stroke memerlukan terapi intensif dengan jumlah repetisi yang tinggi sehingga dapat membantu dalam memulihkan kemampuan pergerakan (fungsi motorik). Ironisnya, hanya 30.7% pasien yang berpartispasi aktif untuk menjalani outpatient therapy. Sehingga memerlukan sistem home-based. Salah satu terapi tersebut adalah dengan sistem video game home-based yakni motion-based video games. Terapi tersebut memiliki manfaat dapat memberikan fasilitas pergerakan reahabilitasi yang tidak monoton dan fun, memotivasi klien dalam melakukan pergerakan dan dapat merubah perilaku klien karena game dapat diintegrasikan ke dalam dunia nyata serta reward dan punishment dapat disisipkan dalam permainan, pasien tidak perlu pergi ke rumah sakit untuk melakukan rehabilitasi karena dapat dilakukan di rumah, meningkatkan self-care dan self-management, melibatkan keluarga dalam terapi dan menjadi pengontrol secara langsung. Kata Kunci: Stroke, sistem home-based, motion-based video games
Stroke merupakan penyakit yang diakibatkan oleh adanya iskemia (ketidakkuatan
aliran darah) pada bagian otak atau perdarahan yang terjadi di dalam otak yang dapat mengakibatkan kematian pada sel otak dan dapat menyebabkan hilangnya fungsi dalam pergerakan, sensasi dan emosi (Lewis, at al. 2007). Diperkirakan sekitar 80% yang hidup dengan stroke memiliki pengalaman gangguan pada pergerakan (motorik). Salah satu contoh hemiparesis: kelumpuhan sebagian satu sisi pada tubuh. Hemiparesis lebih sering menyebabkan kelumpuhan yang kronis pada ekstremitas atas dari pada ekstremitas bawah. Orang dengan hemiparesis akan mengalami hambatan dalam mengontrol motorik halus, kekutan dan range of motion yang akhirnya mengakibatkan pasien tidak mampu hidup mandiri, kembali kerja produktif, berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, rekreasi dan bahhkan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi dan berpakaian. Oleh sebab itu, pasien stroke memerlukan terapi intensif dengan jumlah repetisi yang tinggi sehingga dapat membantu dalam memulihkan kemampuan pergerakan (fungsi motorik). Pemulihan terjadi dengan cara pembelajaran untuk menggunakan saraf yang masih tidak terjadi kerusakan, sehingga terbentuk jalur persarafan yang baru (Selzer, M. et al. 2006). Hal tersebut tergantung pada proses dimana dapat membutuhkan pergerakan yang repetitif setiap hari dan mencapai perbaikan dalam pemulihan (Kwakkel, G. et al. 1997). Terapi dengan latihan repetitif mampu memberikan stimulus yang cukup pada otak untuk memperbaiki sendiri dan memberikan kontrol pergerakan yang lebih baik (Kleim, J.A. et al. 2003). Namun, ironisnya kebanyakan orang dengan penderita stroke jarang mendapatkan repetisi latihan yang cukup agar recovery tercapai dan banyak penderita stroke yang tidak memiki akses untuk terapi dan karena terapi yang digunakan tidak menghasilkan. Menurut survey yang dilakukan pada pasien stroke ditemukan bahwa hanya 30.7% pasien yang berpartispasi aktif untuk menjalani outpatient therapy. Di Indonesia, minimnya fasilitas rehabilitasi dan akses yang terbatas serta jauhnya akses menyebabkan banyak kendala tersendiri. Oleh sebab itu, penderita stroke membutuhkan latihan rehabilitasi di rumah secara mandiri untuk pemulihan gangguan motorik agar tercapai repetisi yang cukup atau jumlah latihan yang cukup. Salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan sistem home-based yang dapat memberikan latihan terapeutik sehari-hari dan dapat membantu penderita mencapai repetisi latihan yang diperlukan dan tidak monoton sehingga membuat pasien lebih antusias dalam latihan. Salah satu terapi tersebut adalah dengan sistem video game home-based yakni motion-based video games. Menurut penelitian yang sudah dilakukan oleh Chair et al., (2011), menyimpulkan bahwa motion-based video games dapat membantu untuk memotivasi penderita stroke dalam melakukan latihan terapi yang dibutuhkan dalam pemulihan pascastroke. Motion-Based Video Games untuk Rehabilitasi Stroke Motion-Based Video Games atau disebut juga dengan motion-controlled gaming system merupakan jenis game yang memfasilitasi pemainnya untuk berinteraksi dengan sistem melalui pergerakan tubuh, dikombinasi dengan perintah suara, natural real-world actions dan pengenalan pergerakan. Tujuan dari Motion-based games untuk rehabilitasi adalah agar menjadi alternative yang efektif bagi penderita stroke agar dapat melakukan latihan terapeutik di rumahnya. Di samping itu, game dapat memberikan motivasi tersendiri dan diharapkan pasien dapat mengikuti semua program rehabilitasi dengan antusias, sehingga tercapai jumlah latihan yang repetitive untuk pemulihan motorik. Salah satu keunggulan game sebagai terapi yakni, menurunkan gerakan yang monoton dan memberikan umpan balik serta meningkatkan kualitas dan kuantitas terapi di rumah. Menurut beberapa penelitian menyimpulkan bahwa terapi dengan menggunakan game dapat membantu untuk mengembalikan kembali dalam mengontrol hilangnya motor kontrol pada pasien hemiparesis (Deutsch, J.E. et al. 2001). Selain itu, game dapat meningkatkan pengetahuan skill, perilaku yang sehat dan outcomes, memotivasi untuk meningkatkan perawatan diri sendiri (self- care) dan self-management (Robert Wood Johnson Foundation, 2008). Game ini berfokus pada pemulihan pada ektremitas atas di mana hal tersebut membutuhkan pemulihan yang lambat dan melalui outpatient terapi dan di rumah. Pasien dimulai dengan terapi pergerakan dari bahu, siku, pergelangan tangan dan terakhir tangan (Selzer, M. et al. 2006). Perlakuan yang dilakukan pada pasien stroke dapat dikategorikan perlakuannya antara lain: pergerakan yang sederhana pada sendi lebih bagus digunakan pada saat kemampuan untuk bergerak sangat rendah pada tahap awal pemulihan (recovery) seedangkan pergerakan yang lebih kompleks yang membutuhkan koordinasi beberapa sendi lebih berguna pada tahap akhir pemulihan di mana bertujuan untuk mendapat kembali kemampuan pergerakannya yang didukung oleh faktor psikologis (Chair. at al., 2011)