Tugas Pai

Você também pode gostar

Você está na página 1de 14

Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat


rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ‘’Fungsi Hak Milik dalam Kehidupan’’ ini.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah


membantu dalam penyelesaian makalah, baik dalam bentuk materi maupun
ide, gagasan atau pemikiranya.

Penyusun menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan makalah ini


banyak keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah.

Tasikmalaya, 17 November 2017

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3

A. Latar Belakang ......................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 3

C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 4

D. Manfaat ..................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 5

A. Kedudukan dan Fungsi Hak Milik ........................................................... 5

1. Definisi Hak Milik atau Kepemilikan ................................................... 5

2. Kedudukan dan Fungsi Hak Milik ........................................................ 5

B. Harta dalam Arti Ekonomi ....................................................................... 6

C. Harta dalam Arti Sosial ............................................................................ 7

D. Harta dalam Arti Shadaqah ...................................................................... 8

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 12

A. Kesimpulan ............................................................................................. 12

B. Saran ....................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam, menyeimbangkan kehidupan antara dunia dan akhirat, antara


individu dan masyarakat. Keseimbangan antara jasmani dan rohani, antara
akal dan hati dan antara realita dan fakta merupakan keseimbangan yang ada
dalam individu. Sedangkan dalam bidang ekonomi, Islam menyeimbangkan
antara modal dan aktivitas, antara produksi dan konsumsi, dan sebagainya.
Adapun nilai pertengahan dan keseimbangan yang terpenting, yang
merupakan karya Islam dalam bidang ekonomi selain masalah harta adalah
Hak Kepemilikan (Ownership Rights).
Dalam memandang hak milik ini islam sangat moderat. Dan sangat
bertolak belakang dengan sistem kapitalis yang menyewakan hak milik
pribadi, dan sistem sosialis yang tidak mengakui hak milik individu.
Meskipun demikian, masalah hak milik merupakan sebuah kata yang amat
peka, dan bukan sesuatu yang amat khusus bagi seorang manusia. Oleh
karena itu, Islam sangat mengakui adanya kepemilikan pribadi disamping
kepemilikan umum. Selain itu, Islam menjadikan hak milik pribadi sebagai
dasar bangunan ekonomi. Semua itu terwujud apabila hal tersebut berjalan
sesuai dengan aturan Allah SWT., misalnya adalah memperoleh harta dengan
jalan yang halal. Islam melarang keras kepemilikan atas harta yang digunakan
untuk membuat kezaliman atau kerusakan di muka bumi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kedudukan dan fungsi hak milik?


2. Apa yang dimaksud dengan harta dalam arti ekonomi?
3. Apa yang dimaksud dengan harta dalam arti sosial?
4. Apa yang dimaksud dengan harta dalam arti shadaqah?

3
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi hak milik


2. Untuk mengetahui hak milik dalam arti ekonomi
3. Untuk mengetahui hak milik dalam arti sosial
4. Untuk mengetahui hak milik dalam arti shadaqah

D. Manfaat

1. Agar penyusun dan pembaca dapat mengetahui kedudukan dan fungsi hak
milik
2. Agar penyusun dan pembaca mengetahui hak milik dalam arti ekonomi,
sosial, dan shadaqah

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kedudukan dan Fungsi Hak Milik

1. Definisi Hak Milik atau Kepemilikan

Konsep Dasar kepemilikan dalam islam adalah firman Allah SWT


“Kepunyaan Allah lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika
kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan
kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang
dikehendaki….”(Qs. Al-Baqarah : 284).

Para Fuqaha mendefinisikan kepemilikan sebagai “kewenangan atas


sesuatu dan kewenangan untuk memanfaatkannya sesuai dengan
keinginannya, dan membuat orang lain tidak berhak atas benda tersebut
kecuali dengan alasan syariah”.

Ibnu Taimiyah mendefinisikan sebagai “sebuah kekuatan yang didasari


atas syariat untuk menggunakan sebuah obyek, tetapi kekuatan itu sangat
bervariasi bentuk dan tingkatannya”. Misalnya, sesekali kekuatan itu sangat
lengkap, sehingga pemilik benda itu berhak menjual atau memberikan,
meminjam atau menghibahkan, mewariskan atau menggunakannya untuk
tujuan yang produktif. Tetapi, sesekali tempo, kekuatan itu tak lengkap
karena hak dari si pemilik itu terbatas.

2. Kedudukan dan Fungsi Hak Milik

a) Semua yang ada di muka bumi adalah milik Allah SWT


Menurut ajaran Islam, Allah SWT adalah pemilik yang sesungguhnya
dan mutlak atas alam semesta. Allah lah yang memberikan manusia karunia
dan rezeki yang tak terhitung jumlahnya.
b) Manusia dengan kepemilikannya pemegang amanah dan khalifah

5
Semua kekayaan dan harta benda merupakan milik Allah, manusia
memilikinya hanya sementara, semata-mata sebagai suatu amanah atau
pemberian dari Allah. Manusia menggunakan harta berdasarkan
kedudukannya sebagai pemegang amanah dan bukan sebagai pemilik yang
kekal. Karena manusia mengemban amanah mengelola hasil kekayaan di
dunia, maka manusia harus bisa menjamin kesejahteraan bersama dan dapat
mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT.
c) Ikhtiyar dalam bentuk bekerja
Bisnis dan usaha lain yang halal adalah merupakan sarana untuk
mencapai kepemilikan pribadi
Dalam Islam, kewajiban datang lebih dahulu, baru setelah itu adalah hak.
Setiap Individu, masyarakat dan negara memiliki kewajiban tertentu.
Dan sebagai hasil dari pelaksanaan kewajiban tersebut, setiap orang akan
memperoleh hak-hak tertentu. Islam sangat peduli dalam masalah hak dan
kewajiban ini. Kita diharuskan untuk mencari harta kekayaan dengan cara
ikhtiyar tetapi dengan jalan yang halal dan tidak menzalimi orang lain. Selain
itu, kita juga tidak dibiarkan bekerja keras membanting tulang untuk
memberikan manfaat kepada masyarakat tanpa balasan yang setimpal.
d) Dalam kepemilikan pribadi ada hak-hak umum yang harus
dipenuhi
Islam mengakui hak milik pribadi dan menghargai pemiliknya, selama
harta itu diperoleh dengan jalan yang halal. Islam melarang setiap orang
menzalimi dan merongrong hak milik orang lain dengan azab yang pedih,
terlebih lagi kalau pemilik harta itu adalah kaum yang lemah, seperti anak
yatim dan wanita. (Qs : Adzariyaat : 19, dan Qs. Al-Israa : 26).

B. Harta dalam Arti Ekonomi

Harta adalah sesuatu yang bernilai dan sangat dicintai oleh manusia,
karena dengan harta manusia dapat melakukan berbagai hal baik atau buruk.
Ada banyak cara untuk mendapatkan harta baik halal maupun haram.

6
Biasanya seseorang akan melakukan kecurangan ketika mereka tidak puas
dengan apa yang didapatkan.
Selain itu harta merupakan salah satu kebutuhan primer dalam
kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kebutuhan ekonomi , sesungguhnya
Allah telah menyediakan sumber daya di alam raya untuk kita gunakan atau
manfaatkan. Sebagai umat islam dilarang untuk bersifat bakhil (kikir) dalam
mengkonsumsi harta. Kebanyakkan manusia mencari harta itu hanya sebagai
sarana untuk mendapatkan kehormatan dan kekuasaan. Dengan harta mereka
bisa menjadi kaya, dan orang kaya dianggap memiliki segalanya dan berkuasa
dalam menentukan nasib orang-orang yang bergantung padanya.
Berdasarkan konsep ekonomi islam, Allah adalah sebagai pemilik harta
yang hakiki, sedangkan kepemilikan manusia hanya bersifat relatif, artinya
manusia hanya sebagai penerima sementara atau penerima titipan (pemegang
amanah) yang kelak harus mempertanggung jawabkan dihadapan Allah
subhanahu wa ta’ala. Namun konsep ini berbeda dengan konsep ekonomi
konvesional yang mengartikan bahwa harta bersifat absolut atau mutlak milik
individu.
Perbedaan kepemilikan harta dalam ekonomi islam dengan ekonomi
konvensional berimplikasi pada banyak hal, salah satunya adalah
pemanfaatan harta yang dititipkan ini pun haruslah disesuaikan dengan apa
yang ditentukan sang pemilik. Terutama dengan memperhatikan masalah
halal haram, dan kemaslahatan dari pemanfaatan harta tersebut. Berdasarkan
pengertian tersebut, harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia
dalam kehidupan sehari-hari (duniawi).

C. Harta dalam Arti Sosial

Agama Islam mengakui dan menghormati hak pemilikan individu,


karena hak itu adalah hak yang diperoleh oleh manusia sesuai dengan
fitrahnya dan agama Islam sekali-kali tidak akan menentang atau
menghalang-halangi sesuatu yang sudah menjadi pembawaan fitrah manusia
dan kodrat alamiahnya.

7
Disamping itu hak milik adalah merupakan salah satu pendorong yang
kuat bagi setiap orang untuk berprestasi dan mengembangkan energi dan
inisiatifnya guna kebahagiaan dan kemajuan bagi dirinya, keluarga, bangsa,
dan negara.
Hak milik inividu adalah sejalan dengan logika Islam yang memberi
kesempatan bagi setiap orang untuk memetik buah usahanya dan memiliki
hasil jerih payahnya sendiri. Akan tetapi di lain pihak agama Islam menutup
mata tentang segala sesuatu yang dapat timbul dari hak pemilikan individu
yang bisa menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat dikarenakan tidak
meratanya kemamakmuran yang hanya dicicip oleh golongan kecil yang
berhasil menimbun kekayaan yang melimpah ruah, sedang golongan terbesar
dari rakyat hidup dalam kemiskinan yang mencekam, serta kurang segala-
galanya dan berada jauh di bawah tingkat hidup manusia yang layak sebagai
makhluk Allah.
Maka untuk menghilangkan hak pemilikan individu dan memperkecil
akibat-akibat negatifnya, agama Islam mengadakan peraturan dan
menetapkan beberapa kewajiban guna mempersempit jurang yang
memisahkan yang kaya daripada yang miskin dan menghapus ketimpangan-
ketimpangan dalam masyarakat yang selalu menimbulkan benih kebencian
dan kerusuhan diantara sesama manusia.
Adapun hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang ditentukan oleh agama
Islam pada harta milik seseorang, diantaranya hak milik sendiri, hak orang
lain dan hak negara dan bangsa

D. Harta dalam Arti Shadaqah

Istilah shadaqah maknanya berkisar pada 3 pengertian yaitu, pengertian


pertama, shadaqah adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang
yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima
shadaqah, tanpa disertai imbalan. Shadaqah ini hukumnya adalah sunnah,
bukan wajib. Karena itu, untuk membedakannya dengan zakat yang
hukumnya wajib, para fuqaha menggunakan istilah shadaqah tathawwu’ atau

8
ash shadaqah an nafilah. Sementara untuk zakat, dipakai istilah ash shadaqah
al mafrudhah, namun seperti uraian Az Zuhaili hukum sunnah ini bisa
menjadi haram bila diketahui bahwa penerima shadaqah akan
memanfaatkannya pada yang haram.
Bisa pula hukumnya menjadi wajib, misalnya untuk menolong orang
yang berada dalam keadaan terpaksa ( mudhthar ) yang amat membutuhkan
pertolongan, misalnya berupa makanan atau pakaian. Menolong mereka
adalah untuk menghilangkan dharar ( izalah adh dharar ) yang wajib
hukumnya. Jika kewajiban ini tak dapat terlaksana kecuali dengan shadaqah,
maka shadaqah menjadi wajib hukumnya.
Pengertian kedua, shadaqah identik dengan zakat. Sebab dalam nash-
nash syara’ terdapat lafazh “shadaqah” yang berarti zakat. Di dalam firman
Allah SWT:

‫ﻲﻓَﻭ َﻦﻴِﻣِﺭﺎَﻐْﻟﺍَﻭ ِﺏﺎَﻗِّﺮﺍﻟ ﻲِﻓَﻭ ْﻢُﻬُﺑﻮُﻠُﻗ ِﺔَﻔَّﻟَﺆُﻤْﻟﺍَﻭ ﺎَﻬْﻴَﻠَﻋ َﻦﻴِﻠِﻣﺎَﻌْﻟﺍَﻭ ِﻦﻴِﻛﺎَﺴَﻤْﻟﺍَﻭ ِﺀﺍَﺮَﻘُﻔْﻠِﻟ ُﺕﺎَﻗَﺪَّﺼﺍﻟ ﺎَﻤَّﻧِﺇ‬
ِ
‫ٌﻢﻴِﻜَﺣ ٌﻢﻴِﻠَﻋ ُﻪَّﻠﺍﻟَﻭ ِﻪَّﻠﺍﻟ َﻦِﻣ ًﺔَﻀﻳِﺮَﻓ ِﻞﻴِ َﺒّﺴﻟﺍ ِﻦْ ِﺑﺍَﻭ ِﻪَّﻠﺍﻟ ِﻞﻴِﺒَﺳ‬

“Sesungguhnya zakat-zakat itu adalah bagi orang-orang fakir, orang-


orang miskin, amil-amil zakat …” (QS At Taubah : 60)

Dalam ayat tersebut, “zakat-zakat” diungkapkan dengan lafazh “ash


shadaqaat” . Begitu pula sabda Nabi SAW kepada Mu’adz bin Jabal RA
ketika dia diutus Nabi ke Yaman :

“…beritahukanlah kepada mereka (Ahli Kitab yang telah masuk Islam),


bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang
kaya di antara mereka, dan diberikan kepada orang fakir di antara mereka…”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Pada hadits di atas, kata “zakat” diungkapkan dengan kata “shadaqah”.


Berdasarkan nash-nash ini dan yang semisalnya, shadaqah merupakan kata
lain dari zakat. Namun demikian, penggunaan kata shadaqah dalam arti zakat
ini tidaklah bersifat mutlak. Artinya, untuk mengartikan shadaqah sebagai

9
zakat, dibutuhkan qarinah (indikasi) yang menunjukkan bahwa kata shadaqah
dalam konteks ayat atau hadits tertentu artinya adalah zakat yang berhukum
wajib, bukan shadaqah tathawwu’ yang berhukum sunnah. Pada ayat ke-60
surat At Taubah di atas, lafazh “ash shadaqaat” diartikan sebagai zakat (yang
hukumnya wajib), karena pada ujung ayat terdapat ungkapan “faridhatan
minallah” (sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah). Ungkapan ini
merupakan qarinah, yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan lafazh
“ash shadaqaat” dalam ayat tadi, adalah zakat yang wajib, bukan shadaqah
yang lain-lain.

Begitu pula pada hadits Mu’adz, kata “shadaqah” diartikan sebagai


zakat, karena pada awal hadits terdapat lafazh “iftaradha”
(mewajibkan/memfardhukan). Ini merupakan qarinah bahwa yang dimaksud
dengan “shadaqah” pada hadits itu, adalah zakat, bukan yang lain. Dengan
demikian, kata “shadaqah” tidak dapat diartikan sebagai “zakat” , kecuali bila
terdapat qarinah yang menunjukkannya.

Pengertian ke tiga, shadaqah adalah sesuatu yang ma’ruf (benar dalam


pandangan syara’). Pengertian ini didasarkan pada hadits shahih riwayat
Imam Muslim bahwa Nabi SAW bersabda : “Kullu ma’rufin shadaqah” yang
artinya :” Setiap kebajikan, adalah shadaqah”.

Oleh karena itu mencegah diri dari perbuatan maksiat adalah shadaqah,
memberi nafkah kepada keluarga adalah shadaqah, beramar ma’ruf nahi
munkar adalah shadaqah, menumpahkan syahwat kepada isteri adalah
shadaqah, dan tersenyum kepada sesama muslim pun adalah juga shadaqah.

Arti shadaqah yang sangat luas inilah yang dimaksudkan oleh Al


Jurjani ketika beliau mendefiniskan shadaqah dalam kitabnya At Ta’rifaat .
Menurut beliau, shadaqah adalah segala pemberian yang dengannya kita
mengharap pahala dari Allah SWT (Al Jurjani, tt : 132) . Pemberian ( al
‘athiyah ) di sini dapat diartikan secara luas, baik pemberian yang berupa
harta maupun pemberian yang berupa suatu sikap atau perbuatan baik.

10
Jika demikian halnya, berarti membayar zakat dan bershadaqah (harta)
pun bisa dimasukkan dalam pengertian di atas. Tentu saja, makna yang
demikian ini bisa menimbulkan kerancuan dengan arti shadaqah yang
pertama atau kedua, dikarenakan maknanya yang amat luas. Karena itu,
ketika Imam An Nawawi dalam kitabnya Sahih Muslim bi Syarhi An Nawawi
mensyarah hadits di atas ( “Kullu ma’rufin shadaqah” ) beliau mengisyaratkan
bahwa shadaqah di sini memiliki arti majazi (kiasan/metaforis) bukan arti
yang hakiki (arti asal/sebenarnya). Menurut beliau, segala perbuatan baik
dihitung sebagai shadaqah, karena disamakan dengan shadaqah (berupa harta)
dari segi pahalanya ( min haitsu tsawab).

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya semua yang ada di muka bumi ini, hanyala milik Allah
semata. Manusia mempunyai hak kepemilikan atas sesuatu yang ada di bumi
ini tidak lain hanya sebatas amanah atau titipan dari Allah swt. Untuk
mendapatkan hak tersebut manusia diperintahkan oleh Allah untuk
berikhtiyar mendapatkan harta atau amanah yang di ridhoi oleh Allah swt.
Manusia diperbolehkan untuk beriktiyar selama itu tidak melenceng dari
syariat Islam, termasuk memakai atau merebut hak milik orang lain
khususnya milik kepentingan umum atau sosial.
Kepemilikan yang paling spesifik adalah harta. Ada beberapa pandangan
mengenai harta, diantaranya harta dalam arti ekonomi, sosial dan shadaqah
(ibadah).
Harta dalam arti ekonomi memiliki 2 cabang. Yang pertama harta dalam
ekonomi islam dan yang kedua harta dalam ekonomi konvensional. Harta
dalam ekonomi Islam bersifat relatif, artinya harta bagi manusia hanyalah
titipan atau amanah yang kelak harus dipertnggungjawabkan. Namun
pandangan ekonomi konvensional terhadap harta bersifat absolute, artinya
hak kepemilikan harta mutlak milik individu.
Harta dalam arti sosial kerap sekali menjadi bibit kebencian dan
kecemburuan sosial. Maka dari itu dalam Islam diklasifikasikan menjadi harta
milik individu, dan harta milik sosial.
Harta yang benilai ibadah adalah harta yang bisa dimanfaatkan untuk
membantu sesame manusia yang berada dalam kesulitan. Rasulullah saw.,
mengajarkan manusia untuk memanfaat harta titipannya dengan cara
bersedekah, berzakat dan yang lainnya. Karena pada dasarnya beberapa
pandangan tersebut bisa disimpulkan dari caranya memanfaatkan harta
tersebut.

12
B. Saran
Hak kepemilikan adalah milik Allah swt. Manusia hanya menjadi
pemilik sementara. Maka dari itu, kita harus benar-benar memanfaatkannya
dengan baik menuju ridho-Nya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Oliez (2012). Konsep Hak Milik dalam Islam [online]. Tersedia


http://fiqhmuamalah1.blogspot.co.id/2012/04/konsep-hak-milik-dalam-
islam.html [tanggal 15 November 2017]

Aniqotul (2017). Harta dalam ekonomi Islam [online]. Tersedia


https://www.kompasiana.com/aniqotul/harta-dalam-ekonomi-
islam_58b26a46b79373b80605b0f6 [16 November 2017]

Rifki Azmi (2012). Hak Kepemilikan Harta sebagai Fungsi Sosial [online].
Tersedia http://islamiwiki.blogspot.com/2012/07/hak-kepemilikan-harta-
sebagai-fungsi.html?m=1. [16 november 2017]

Muslimahactivity (2015) Ibadah dengan Harta [online]. Tersedia


https://muslimahactivity.wordpress.com/2015/11/20/ibadah-dengan-harta/ [16
November 2017]

14

Você também pode gostar