Você está na página 1de 492

PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awalnya, infanticide bukanlah merupakan tindakan kriminal dan dilakukan
sebagai hal yang berkaitan dengan masalah sosial dan ekonomi sejak mulai adanya
kehidupan bermasyarakat. Buruknya, sampai sekarang infanticide tetap terjadi.
Walaupun definisi legal dari infanticide berbeda di banyak negara, akan tetapi
menurut konsep medis definisi ini seragam, yaitu pembunuhan infant yang baru saja
dilahirkan oleh ibu kandungnya.
Pembunuhan anak sendiri atau infanticide ialah pembunuhan yang dilakukan
oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat anak itu dilahirkan atau tidak
lama kemudian, karena takut akan ketahuan bahwa ia melahirkan anak.
Sejak 1922, membunuh anak yang baru lahir dalam bentuk apapun merupakan
suatu tindakan pembunuhan pada anak sendiri. Hal ini dapat disebabkan karena efek
dari persalinan yang mengganggu pikiran ibu dan tidak adanya rasa tanggung jawab
ibu sehingga ia rela melakukan segala hal yang dapat menghilangkan nyawa anak
yang dilahirkannya.
Berdasarkan pengertian dalam Infanticide Act tahun 1938, menyebutkan
bahwa jika seorang wanita dengan sengaja menghilangkan nyawa anaknya sampai
anak di bawah usia 12 bulan, tetapi saat itu tindakan ini didasari oleh karena
terganggunya pikiran ibu karena beberapa alasan seperti tidak menginginkan seorang
anak atau alasan karena menyusui anaknya dan keadaan-keadaan lainnya akan
membuat seorang ibu merasa sakit hati dan melakukan tindakan pembunuhan.
Infanticide sering dilakukan oleh seorang wanita muda yang belum menikah,
walaupun banyak juga dilakukan oleh seorang wanita yang sudah menikah. Biasanya
akibat tidak pengalamannya ibu dalam melahirkan seorang anak dan
merahasiakannya dan prasangka yang dibuat karena ibu tidak dapat menyelamatkan
bayinya karena kurangnya perhatian ibu.
Viabilitas bayi ( kemampuan bayi untuk hidup sejak dari dalam kandungan)
juga merupakan unsur yang harus dipelajari dalam kasus infanticide, karena dapat
menilai berapa usia janin. Sebab jika janin sudah viable dan dibunuh maka tindakan
ini sudah termasuk infanticide tetapi jika belum viable disebut dengan abortus.
Jenis perlukaan pada infanticide bervariasi. Seperti tanda-tanda serangan pada
kepala bayi akibat ditusuk oleh pisau atau gunting atau tanda-tanda asfiksia mekanik.
Perlu juga diperhatikan tanda bekas kuku pada wajah dan leher bayi, adanya garukan
dan memar pada kasus pembekapan atau strangulasi. Perlu juga diperhatikan tali

Page 1
pusat bayi. Apakah tali pusat putus akibat terkoyak atau dipotong dengan gunting,
berapa panjang tali pusat, dan sebagainya.
Pada kasus infanticide diperlukan beberapa pembuktian karena seringnya ibu
memberi penjelasan yang tidak konsisten. Seorang dokter harus mampu melihat
apakah kematian janin akibat kecelakaan pada persalinan atau memang kekerasan
yang dilakukan. Selain itu juga perlu menilai usia janin / bayi dan juga penting
diketahui waktu persalinan untuk menilai berapa lama bayi sempat hidup sesudah
dilahirkan.
1.2 Tujuan
Menjelaskan pengertian pembunuhan anak sendiri dan pembunuhan biasa pada
anak, dihubungkan dengan beberapa ketentuan hukum yang berlaku. Serta
membahas tentang pemeriksaan yang perlu dilakukan dokter dalam penentuan umur
bayi, lahir hidup atau lahir mati, sudah berapa lama bayi hidup, adanya tanda-tanda
perawatan dan akhirnya tentang sebab kematian.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Infantiside, Lahir Hidup dan Lahir Mati
Pembunuhan anak sendiri atau infanticide ialah pembunuhan yang dilakukan
oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat anak itu dilahirkan atau tidak
lama kemudian, karena takut akan ketahuan bahwa ia melahirkan anak.
Dari defenisi tersebut, terdapat tiga unsur yang khas, yaitu pelaku adalah ibu
kandung dari bayi yang bersangkutan, pembunuhan dilakukan dalam tenggang waktu
tertentu dan si ibu dalam keadaan kejiwaan takut akan ketahuan bahwa ia melahirkan
anak.
 Ibu kandung
Hanya seorang ibu kandung yang dapat dipidana karena melakukan
pembunuhan anak sendiri ataupun pembunuhan anak sendiri yang direncanakan.
Seorang ayah yang membunuh anaknya pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian, karena takut akan ketahuan bahwa karenanya telah lahir anak itu, akan
dipidana karena melakukan pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana. Tidak
dipermasalahkan, apakah wanita tersebut mempunyai suami atau tidak dan apakah
anak itu didapat didalam perkawinan atau diluar perkawinan.
Phillip Resnick, seorang psikiater, berpendapat bahwa seorang ibu yang
membunuh anaknya sendiri (neonaticide) biasanya masih sangat muda, belum
menikah, belum dewasa sepenuhnya dan membunuh untuk menghilangkan anak yang
tidak diinginkannya.
 Tenggang waktu

Page 2
Dalam undang-undang tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan “tidak
lama kemudian”, tidak ditentukan berapa menit, jam, atau hari setelah kelahiran.
Hendaknya “tidak lama kemudian” diartikan sebagai selama bayi baru lahir itu belum
dirawat.
 Keadaan kejiwaan si ibu
Keadaan kejiwaan takut akan ketahuan ia melahirkan anak, mendorong si ibu
untuk melakukan pembunuhan terhadap anaknya pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian. Tidak dipersoalkan hal apa yang menyebabkan rasa takut ketahuan
melahirkan anak itu, apakah karena melahirkan anak haram atau karena hal lain.
Syarat takut ketahuan sudah terpenuhi bila si ibu mempunyai alasan untuk
merahasiakan kelahiran anak tersebut.
Hal-hal yang perlu ditekankan pada kasus infanticide adalah :
1. Pelaku infanticide adalah ibu kandung ( bukan ayah atau orang lain)
2. Korban adalah anak kandung yang baru dilahirkan sebelum ada perawatan,
beberapa
jam bahkan beberapa menit setelah dilahirkan.
3. Korban haruslah sudah berbentuk anak yang viable, artinya anak sudah terlepas
dari
ketergantungan pada ibu dan sudah keluar sempurna dari tubuh ibunya.
4. Korban harus meninggal karena tindakan pembunuhan.
Menurut defenisi WHO, bayi dinyatakan lahir hidup bila pada saat seluruh
tubuhnya dilahirkan, ia bernafas atau menunjukkan salah satu tanda kehidupan lain,
seperti denyut atau detak jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot volunteer,
tanpa mempersoalkan umur gestasi, tali pusat belum atau sudah diputuskan dan uri
belum atau sudah lahir.
Lahir mati atau kematian janin ialah kematian hasil konsepsi sebelum keluar
/dikeluarkan oleh ibunya, tanpa mempersoalkan umur kehamilan. Kematian itu
ditandai dengan kenyataan bahwa setelah pemisahan tersebut janin tidak bernafas
atau tidak menunjukkan tanda hidup lainnya, seperti denyut atau detak jantung,
denyut tali pusat atau gerakan otot volunter.
Menurut defenisi, bayi lahir mati yaitu lahir mati karena dalam kandungan
sudah mati (dead born foetus) dan menurut Births and Deaths Registration Act 1953,
still birth diartikan dengan ‘janin telah keluar dari tubuh ibunya setelah usia 28
minggu namun saat dilahirkan bayi tidak bernafas dan tidak menunjukkan tanda-
tanda kehidupan
2.2. Aspek Medikolegal
Dalam KUHP pembunuhan anak sendiri termasuk dalam Bab Kejahatan
Terhadap Nyawa Orang.

Page 3
KUHP pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak berapa lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana paling lama tujuh
tahun.
KUHP pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama
kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak
sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
KUHP pasal 343
Bagi orang lain yang turut serta dalam kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341
dan 342, dianggap sebagai pembunuhan atau pembunuhan yang direncanakan.

Dengan pengertian ‘merampas nyawa anaknya’ diartikan anak yang


dilahirkan masih hidup. Bila merujuk ke dalam undang-undang di Indonesia dalam
KUHP pasal 341 dan 342 tentang kejahatan terhadap nyawa orang, batas waktu itu
tidak 12 bulan melainkan pada saat anak dilahirkan atau tidak berapa lama kemudian.
Tidak berapa lama kemudian dimaksud sebelum ibu merawat anaknya. Artinya
undang-undang menganggap bila ibu telah merawat anaknya dalam arti memandikan
dan atau menyusuinya, ia dianggap telah keluar dari krisis kejiwaan atau
ketidakseimbangan jiwa dalam menerima kehadiran anaknya sendiri dan ingin
membunuh anaknya sendiri.
2.3. Insiden
Di Amerika Serikat pembunuhan anak berumur dibawah empat tahun
menduduki peringkat pertama. Sekitar 45% dari semua pembunuhan anak terjadi
pada 24 jam pertama kehidupan (neonaticide). Dalam periode 1982-1987. Kira-kira
1,1% terjadi di bawah umur satu tahun, 8%-9% terjadi di bawah umur delapan belas
tahun. Korban laki-laki dua kali lebih banyak dari korban perempuan. Setengah dari
kasus pembunuhan dilakukan oleh orang tua. Penenggelaman, penjeratan, trauma
kepala, sufokasi dan penelantaran merupakan metode yang sering dilakukan dalam
kasus pembunuhan anak.
Di daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, kekerasan yang paling lazim digunakan
pada kasus pembunuhan anak sendiri adalah mengakibatkan keadaan asfiksia
mekanik (sekitar 90 % - 95 % dari 30 - 40 kasus pertahun) seperti pencekikan,
penjeratan, pembekapan dan penyumbatan. Bentuk kekerasan lainnya adalah
kekerasan tumpul pada kepala (sekitar 5 % - 10 %) dan kekerasan tajam pada leher
atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun).
2.4. Hal-hal yang perlu ditentukan pada autopsi

Page 4
Pada pemeriksaan mayat forensik bayi baru lahir perlu ditentukan hal-hal tersebut
di bawah ini:
1. Ada tidaknya tanda perawatan

2. Apakah bayi tersebut viable atau non-viable

3. Umur bayi dalam kandungan, prematur,matur atau post matur

4. Sudah atau belum bernapas

5. Sudah berapa lama bayi hidup

6. Ada tidaknya tanda kekerasan

7. Apakah penyebab kematiannya

2.4.1. Tanda Perawatan


Tanda- tanda bayi sudah dirawat dapat terlihat dari tali pusat yang sudah
dipotong atau digunting dan dirawat dengan antiseptik, verniks kaseosa telah
dibersihkan, demikian juga bekas-bekas darah dari tubuh bayi, apalagi bayi telah
diberi pakaian, tali pusat mungkin masih berhubungan dengan uri atau sudah terpisah,
tetapi belum diikat. Didapati susu dalam lambung menunjukkan tanda positif
perawatan.

2.4.2. Apakah bayi tersebut viable atau non-viable


Sesuai dengan definisi infanticide, korban infanticide adalah anak yang
viable, yang telah terlepas dari pengaruh ibu dan telah keluar sempurna dari tubuh
ibunya. Viabiliti diartikan sebagai kemampuan potensial seorang infant untuk
bertahan hidup setelah dilahirkan. Dalam English law, dikatakan umur viable janin
adalah 28 minggu kehamilan, walaupun sekarang pada usia 24 minggu sudah dapat
viabel dengan dukungan medis yang intensif, artinya jika terjadi kelahiran pada usia 7
bulan anak sudah mampu hidup yang memiliki berat badan 1000 gram atau lebih,
panjang badan kepala-tumit 35 cm atau lebih, lingkaran kepala oksipitofrontal 23 cm
atau lebih dan tidak mengandung cacat bawaan yang tidak memungkinkannya untuk
hidup terus.

2.4.3. Umur bayi dalam kandungan, prematur,matur atau post matur


Umur bayi harus ditentukan untuk menilai apakah bayi prematur, matur atau post
matur.

Page 5
 Bayi dikatakan prematur jika persalinan terjadi sebelum periode kehamilan penuh
(rata-rata 250 hari). Atau jika berat badan bayi kurang dari 2500 gram. Viabilitas
berdasarkan hukum jika usia kehamilan 28 minggu atau lebih dengan berat badan
bayi lebih kurang 1000 gram.
 Dikatakan matur jika bayi yang lahir setelah dikandung selama 37 minggu atau
lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh yang memiliki ciri-ciri eksternal sebagai
berikut
 Daun telinga
Pada bayi yang lahir cukup bulan, daun telinga menunjukkan pembentukan
tulang rawan yang sudah sempurna
 Susu
Pada bayi yang matur puting susu sudah berbatas tegas, areola menonjol
diatas permukaan kulit dan diameter tonjolan susu itu 7 mm atau lebih.
 Kuku jari tangan
Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung distalnya tegas
dan relative keras sehingga terasa bila digarukkan pada telapak tangan pelaku
autopsi.
 Garis telapak kaki
Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki, dari
depan hingga tumit. yang dinilai adalah garis yang relatif lebar dan dalam
 Alat kelamin luar
Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna, yakni sampai
pada dasar skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap.
 Rambut kepala
Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu sama lain dan
tampak mengkilat. Batas rambut pada dahi jelas.
 Skin opacity
Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehinga pembuluh
darah yang agak kasar pada dinding perut tidak tampak atau telihat samar2
 Processus xyphoideus
Pada bayi yang matur processus xyphoides membengkok ke arah dorsal,
sedangkan pada yang premature membengkok ke ventral atau satu bidang
dengan korpus alaenum
 Alis mata
Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian lateralnya sudah
terdapat, sedangkan pada yang prematur bagian itu belum terdapat.
2.4.4. Selain itu tanda maturitas dapat dilihat dari ukuran antropometrik yaitu:
o Berat badan ± 3000 gram (2500-4000 gr).
o Panjang badan kepala-tumit 46-50 cm

Page 6
o Panjang kepala tungging 30 cm atau lebih
o Lingkar kepala oksipito-frontal 33-34 cm
o Diameter dada (antero-posterior) 8-9 cm
o Diameter perut (antero-posterior) 7-8 cm
o Lingkar dada 30-33 cm
o Lingkar perut 28-30 cm
Bayi dikatakan post matur ialah bayi yang dilahirkan pada umur kehamilan 42
minggu penuh atau lebih. Tanda-tanda dari postmaturitas adalah verniks kaseosa dan
lanugo hampir tidak terdapat, rambut kepala dan kuku panjang, deskuamasi kulit, dan
kulit dapat mengering seperti kertas perkamen, jaringan bawah kulit tipis, dan tampak
seperti bayi sudah berumur satu minggu atau lebih.
Selain itu umur bayi penting diketahui untuk memastikan kasus yang dihadapi
apakah digolongkan abortus, pembunuhan anak sendiri atau pembunuhan biasa pada
anak. Umur bayi yang diperiksa harus dipastikan dengan berbagai pendekatan seperti
panjang bayi, berat badan, lingkaran kepala, dan pusat penulangan.
a. Panjang Badan Bayi
Ada korelasi yang didapatkan de Haas antara umur dan panjang bayi dalam
kandungan yang diturunkannya dalam rumus empiris sebagai berikut:
Dibawah 25 cm  Umur (bulan) = √panjang badan
Diatas 25 cm  Umur (bulan) = panjang badan : 5

b. Berat Badan
Terdapat tabel tentang hubungan umur dengan berat badan, misalnya anak cukup
umur 9-10 bulan dengan panjang badan 45-50 cm mempunyai berat badan 2500-
3500 gram, atau umur 28 minggu dengan berat badan kira-kira 1500 gram, dan
umur 20 minggu dengan berat badan kira-kira 500 gram.
c. Lingkaran Kepala
Bayi dengan umur diatas 28 minggu tanpa cacat mempunyai lingkaran kepala
(circumferentia fronto-occipitalis) lebih dari 32 cm.
d. Pusat Penulangan
Pemeriksaan pusat penulangan dapat dilakukan dengan foto X-ray (cara tidak
langsung) atau secara langsung dengan menggunakan pisau.
 Ujung distal femur
Pada bayi yang cukup bulan terdapat pusat penulangan epifisial di ujung distal
femur dengan diameter 4-5 mm. dibandingkan dengan pusat penulangan
lainnya, pusat penulangan pada femur adalah yang paling bermakna untuk
menentukan maturitas, karena hampir selalu terdapat pada bayi yang cukup
bulan. Para ahli juga berpendapat bahwa pada umumnya pada umur
kehamilan 9 bulan (36 minggu) sudah terdapat pusat penulangan epifisial di

Page 7
ujung distal femur. Sedangkan pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
mengalami kelambatan dalam perkembangan epifisis ujung distal femur dan
ujung proksimal tibia semasa dalam kandungan ibunya.
 Ujung proksimal tibia
Pusat penulangan epifisial di ujung proksimal tibia sudah terdapat pada umur
kehamilan 38 minggu.
 Kuboid
Pusat penulangan kuboid terdapat pada akhir masa kehamilan 40 minggu atau
beberapa waktu setelah bayi lahir.
 Talus
Pusat penulangan pada talus terdapat pada masa akhir kehamilan 28 minggu
(7 bulan). Pada semua bayi yang lahir dengan berat badan diatas 2000 gram
ditemukan pusat penulangan ini.
 Kalkaneus
Pada kalkaneus pusat penulangan terrdapat pada akhir masa kehamilan 24
minggu (5-6 bulan).
 Clavicula
Merupakan pusat penulangan pertama yang tampak pada usia 1,5 bulan

Untuk melihat pusat penulangan di proksimal tibia atau distal femur dapat
dilakukan dengan menekuk sendi lutut dan menyayat melintang, mengeluarkan tulang
patella. Pada tibia dilakukan sayatan melintang seperti mengiris bawang, selapis demi
selapis sampai dijumpai pusat penulangan pada epifisis, berbentuk merah dan bulat.
Begitu juga dengan pemeriksaan pusat penulangan di distal femur.
Untuk tulang metatarsal, dilakukan dorsofleksi dan pemotongan antara jari 3
atau 4 ke belakang ke arah tengah tumit. Dibagian depan pemotongan melalui tulang
kuboid, dibagian belakang melalui tulang talus dan kalkaneus. Untuk mendapatkan
pusat penulangan di ketiga tulang ini dilakukan penyayatan ke samping lapis demi
lapis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Christie, ada 3 pusat penulangan
yaitu ujung proksimal os tibia, os capitatum dan os cuboid, yang lebih dipercaya
untuk membedakan janin dengan berat badan 2000 gram atau kurang dan berat
badan 2000-2500 gram.

Page 8
Gambar 1. Pusat Penulangan

Gambar.2 Pusat penulangan; pada penyayatan distal femur dan proksimal tibia
dijumpai
pusat penulangan berwarna merah pada bagian pertengahan tulang

Terdapat 5 parameter untuk penaksiran maturitas bayi, yaitu ukuran


antropometrik, ciri-ciri eksternal, uji neurologik, pusat penulangan, dan
motorconduction velocity. Parameter tunggal yang terbaik adalah ciri-ciri eksternal.
Dengan menggunakan gabungan dari beberapa parameter dapat diperoleh taksiran
umur kehamilan yang lebih tepat.
2.5. Sudah atau Belum Bernafas
Pada kasus-kasus Pembunuhan Anak Sendiri umumnya tidak terdapat keterangan
tentang ada tidaknya tanda kehidupan pada saat bayi lahir. Karena wanita
bersangkutan bersalin secara tersembunyi dan tanpa pertolongan orang lain.
2.5.1 Lahir Mati
Tidak adanya tanda-tanda kehidupan pada bayi juga dapat dinyatakan bahwa
bayi lahir mati. Bukti bahwa bayi lahir mati dapat didasarkan atas keterangan saksi,
ditemukannya tanda pasti lahir mati atau tanda belum bernafas pada mayat bayi.
Tanda pasti yang dapat ditemukan pada mayat bayi baru lahir adalah maserasi,
mumifikasi atau rigor mortis antepartum.

Page 9
 Maserasi
Maserasi ialah suatu dekomposisi aseptik (autolysis) yang terjadi pada tubuh janin
yang mati (intrauterine) dengan ketuban masih utuh. Perubahan terjadi mula-mula
pada bagian luar dan kemudian menjalar ke bagian dalam tubuh. Perubahan pertama
pada kulit dapat terjadi dalam waktu beberapa jam setelah janin mati in utero dan
setelah itu epidermis akan melepas dari dermis bila kulit ditekan secara miring. Tanda
itu disebut dengan skin slipping. Pada bayi yang lahir pada hari ke-3 atau ke-4 setelah
mati in utero, dapat ditemukan gelembung-gelembung yang mengandung cairan
kemerah-merahan pada kulit dan bila gelembung telah memecah tampak dermis yang
berwarna merah. Pada tahap yang sudah lanjut, kulit menjadi lunak dan berwarna
merah kecoklat-coklatan akibat hemolisis dan janin dalam keadaan demikian
dinamakan fetus sanguinolentus. Juga tali pusat berwarna merah kecoklatan, tubuh
melunak, lunglai, agak memipih, dan berbau khas. Semua sendi melunak sehingga
lengan bawah dapat ditekuk kebelakang dan tungkai bawah kedepan. Urat otot dapat
melepas dari perlekatannya dengan tulang panjang. Alat-alat itu menjadi lunak,
sembab dan kemudian mencair, terutama otak dan hati. Paru-paru dan rahim dapat
bertahan lebih lama. Rongga-rongga badan berisi cairan sanguinolen.
Tubuh yang mengalami maserasi akan membusuk bila dibiarkan di udara bebas.
Dermis menjadi hijau dan tercium bau busuk seperti susu asam. Dalam keadaan
seperti ini tidak dapat diketahui lagi bahwa semula terdapat maserasi.
 Mumifikasi intrauterine
Mumifikasi intrauterine dapat terjadi pada janin yang mati in utero dan berada
selama beberapa waktu dalam ketuban yang utuh tetapi mengandung sedikit cairan.
 Rigor mortis antepartum
Rigor mortis antepartum dimaksudkan rigor mortis yang terjadi pada janin yang
mati in utero dan kemudian lahir dalam keadaan kaku.

Sedangkan tanda pasti lahir mati (maserasi atau mumfikasi intra uterin) jarang
sekali ditemukan. Maka tidak ada jalan lain selain autopsi dan membuktkan bahwa
bayi belum pernah bernafas.
2.5.2 Penentuan sudah bernafas atau belum
Pernafasan setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan letak diafragma dan
sifat paru-paru. Tertelannya udara (yang menyertai pernafasan itu) mengakibatkan
telinga tengah dan saluran pencernaan mengandung udara. Perubahan-perubahan
tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan bayi sudah bernafas atau belum,
dengan melakukan pemeriksaan makroskopik, uji apung paru dan pemeriksaan
mikroskopik atas paru-paru bayi, sedang uji telinga tengah lebih berguna untuk
membuktikan bahwa pernafasan yang terjadi adalah pernafasan spontan dan bukan
pernafasan buatan.

Page 10
2.6. Pemeriksaan Makroskopik
2.6.1. Letak diafragma
Pada bayi yang sudah bernafas letak diafragma setinggi iga ke-5 atau ke-6
sedangkan pada bayi yang belum bernafas setinggi iga ke-3 atau ke-4. Berhubung
manipulasi yang berkaitan dengan penentuan itu dapat merubah morfologi
mikroskopik paru yang sangat penting untuk penentuan sudah atau belum
bernafas, maka sebaiknya tidak dilakukan.
2.6.2. Pengeluaran alat-alat di rongga dada dan perut
Kulit dan otot dada dilepaskan dari dinding rongga dada. Rongga perut
dibuka. Kulit leher dilepaskan dari dasarnya. Lidah dan alat leher diangkat keluar
dan trakea diikat dengan tali rami/benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada
manipulasi berikutnya, cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak
mengalir keluar melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara kedalam
paru-paru bayi. Kemudian rongga dada dibuka. Lakukan inspeksi in situ dengan
memperhatikan letak paru-paru, apakah paru-paru mengembang, mengisi rongga
dada hingga tepinya menutupi sebagian kantung jantung, bagaimana gambaran
paru, seperti warna dan tepinya.
Pada bayi lahir mati begitu rongga dada dibuka, yang utama terlihat adalah
pericard dan jantung, sementara paru-paru terlihat di belakang, bentuknya kecil
atau sedikit mengisi rongga dada. Warna paru coklat uniform seperti hati,
konsistensi padat, tidak ada krepitasi, pinggir paru tajam. Bila dilakukan uji apung
paru didapati hasil negative.
Pada bayi lahir hidup bentuk dada membulat, warna kemerahan. Rongga dada
waktu dibuka yang utama terlihat paru-paru yang sebagian telah menutupi
pericard. Warna paru kemerahan, tidak uniform bergaris seperti mozaik, spongi,
ada krepitasi, pinggir paru tumpul.
Alat-alat leher dan dada in toto diangkat dengan cara tanpa sentuhan (no
touch), tanpa menyentuh paru-paru. Seluruh tindakan dilaksanakan dengan klem
atau pinset dan scalpel yang tajam. Seperti biasa lidah dikeluarkan dibawah
rahang bawah dan ujung lidah dijepit dengan klem atau pinset, kemudian ditarik
kearah ventro kaudal sehingga tampak palatum molle. Dengan skalpel yang
tajam, palatum molle disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum dan
faring, laring, esophagus bersama trakea dilepaskan dari tulang belakang. Semua
pembuluh darah dan saraf subklavikular diputuskan. Dengan menarik klem
kearah ventro kaudal alat-alat dapat diangkat keluar dari rongga dada. Esophagus
diikat diatas diafragma dan diputuskan diatas ikatan. Pengikatan esophagus ini
dimaksudkan agar udara tidak dapat masuk ke dalam lambung dan hasil uji apung
lambung usus yang penting untuk menentukan berapa lama bayi hidup, tidak
meragukan.

Page 11
Tanda sudah bernafas atau belum dapat juga dilihat dengan adanya udara di
saluran pencernaan. Material eksternal (udara) dapat masuk ke kerongkongan,
lambung, usus halus, selama hidup namun hanya mencapai lambung setelah mati.
Ini dapat dipakai untuk menentukan telah berapa lama bayi hidup, sebab
perjalanan udara dalam traktus digestivus tidak sekaligus seperti pada paru-paru,
tetapi tahap demi tahap dari lambung ke bagian distal. Jika ditemui adanya
makanan seperti susu di lambung bayi merupakan hal terpenting bahwa bayi
sudah keluar sempurna dari tubuh ibu.
2.7. Pemeriksaan mikroskopik
Seluruh paru dimasukkan dalam formalin netral 10%. Setelah kira-kira 12 jam
dibuat beberapa irisan melintang pada paru itu untuk memungkinkan fiksatif
meresap dengan baik ke dalamnya. Setelah difiksasi selama 48 jam diambil
potongan-potongan melintang dari ketiga lobus dengan menggantikan scalpel yang
tajam atau pisau silet. Juga dari sisa paru kiri diambil beberapa potongan jaringan.
a. Struktur seperti kelenjar
Struktur ini ditandai dengan adanya ruangan-ruangan kosong yang dibatasi
selapis sel-sel kuboid atau kolumnar sehingga menyerupai tubuli dan duktuli
kelenjar.Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri bayi yang belum bernafas,
tetapi merupakan ciri paru janin yang prematur.
b. Paru belum mengalami aerasi
Dukti alveolaris dan alveoli mengembang oleh cairan dengan dinding yang
berliku-liku yang disebut Krauselalveolen (alveoli yang keriting). Cairan tersebut
diduga merupakan cairan yang dibentuk oleh paru sendiri. Fetal breathing
memainkan peranan kecil dalam pengembangan paru tersebut karena pernafasan itu
sangat datar dan lumen duktus alveolus kecil sehingga hanya sedikit cairan ketuban
dapat terinspirasi.
Cleft-like alveoli, selalu terletak di sekitar focus perdarahan, aspirasi cairan
ketuban yang padat/massif akibat phagositosis amnion oleh sel yang melapisi
kantongan udara atau akibat bronkopneumonia
 Perdarahan kecil-kecil (petekie) akibat anoksia intrauterine; biasanya terletak
dalam pleura.
 Pada bayi matur yang belum bernafas tampak adanya sel-sel epithelial inisial
dalam kelompok yang terdiri dari 2 atau 3 sel pada dinding alveolus, berbentuk
kuboid dengan batas yang tegas, dengan sitoplasma yang jernih, dan inti yang
vesikuler, biasanya ditemukan pada sudut alveolus yang terletak dekat jaringan
ikat subpleural, disekitar bronki dan pembuluh darah
c. Paru Sudah Mengalami Aerasi
 Struktur seperti kelenjar pernafasan setelah lahir menyebabkan lumen tubuli

Page 12
berdilatasi dan sel-sel epitel yang membatasinya menjadi agak pipih tetapi masih
membentuk satu lapisan yang lengkap.
 Pada paru-paru bayi yang belum cukup bulan tetapi sudah viable dan sudah
bernafas ditemukan bronkioli yang sangat mengembang akibat aerasi dan
disekitarnya tampak alveoli yang kolaps/menguncup
 Paru-paru bayi matur atau hampir matur yang sudah bernafas menunjukkan
alveoli dengan lumen yang lebar dan dinding yang tegang, membundar atau
melengkung dan tidak menunjukkan adanya proyeksi.

Gambar 3. Mikroskopis Paru Bayi Lahir Hidup (Live Born)

Gambar 4. Mikroskopis Paru Bayi Lahir Mati (StillBorn)

d. Lahir Hidup Tetapi Belum Bernafas


Bayi dapat lahir hidup dengan jantung berdenyut tetapi tidak bernafas. Apabila
pada saat belum bernafas itu bayi mengalami asfiksia mekanik maka paru-paru akan

Page 13
menunjukkan gambaran histologik belum mengalami aerasi. Jelaslah pula bahwa
bukti belum bernafas yang didapati pada pemeriksaan postmortem tidaklah mutlak
berarti bayi itu lahir mati. Bayi belum bernafas tidak sepenuhnya sama dengan lahir
mati.
e. Tanda Aerasi Pada Paru Yang Sudah Busuk
o Cara Gomori
gambaran krauselalveolen walaupun sudah membusuk masih dapat dikenali.
Ruangan kosong akibat gas pembusukan menunjukkan batas yang tidak rata
karena tidak dibatasi oleh serabut retikulin (resisten terhadap pembusukan)
yang tegang. Sedangkan ruangan kosong akibat aerasi menunjukkan batas
yang rata dimana tampak serabut yang tegang. Namun cara ini mahal
o Cara Ladewig
Pada paru-paru yang sudah bernafas sudah membusuk terdapat ruangan-
ruangan kosong dengan batas yang rata dimana tampak serabut yang tegang
dan berwarna agak kebiru-biruan. Selain itu ditemukan ruangan-ruangan
kosong dengan batas yang tidak rata dan tidak dibatasi serabut yang tegang.
Sedangkan pada paru-paru bayi yang belum bernafas dan sudah membusuk
ditemukan hanya ruangan-ruangan kosong dengan batas yang tidak rata.
f. Pernafasan Buatan
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pernafasan buatan dengan alat
(maschinell) pada bayi yang lahir dalam keadaan apneu atau asfiktik dapat
menyebabkan emfisema interstisial dan mediastinal, bula subpleural, rupture bula
subpleural, pneumotoraks, dan pneumoperitoniem. Laporan lain mengemukakan
bahwa pernafasan buatan pada umumnya tidak dapat mengembangkan paru-paru
lebih dari sebagian kecil saja.
g. Bernafas Sebelum Seluruh Tubuh Lahir
Vagitus uterinus atau vaginalis dapat menyebabkan paru-paru mengandung
udara meskipun kemudian bayi lahir dalam keadaan mati. Hal ini dapat terjadi hanya
apabila ketuban sudah pecah dan dilakukan tindakan manual di dalam jalan lahir dan
mencapai mulut dan hidung bayi.
Ada kemungkinan bayi bernafas pada saat kepala lahir dan sebelum tubuh lahir.
Pada keadaan ini, dada dan perut bayi tertekan erat oleh dinding jalan lahir sehingga
dada tidak dapat mengembang dan pernafasan yang memadai tidak dapat terjadi.
Kejadian seperti ini dapat dijumpai apda keadaan bahu macet dalam jalan lahir
setelah kepala bayi lahir. Biasanya, seluruh tubuh akan lahir segera setelah kepala
bayi lahir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam keadaan biasa tidak akan
terjadi pernafasan memadai sebelum seluruh tubuh bayi lahir, karena waktu yang
singkat itu tidak memungkinkan terjadinya hal itu. Kemungkinan vagitus uterinus dan

Page 14
pernafasan sebelum seluruh tubuh bayi lahir dapat disingkirkan apabila ditemukan
paru-paru yang teraerasikan dengan baik.
2.8. Pemeriksaan Tambahan
2.8.1. Uji Apung Paru
Uji apung paru dilakukan dengan menggunakan pinset, gunting dan scalpel
tanpa banyak manipulasi. Faring, laring, esophagus, trachea dilepas dari tulang
belakang. Esophagus dan trakea diikat di bawah kartilago krikoid dan dikeluarkan
dengan pinset bersama paru-paru, jantung dan thymus. Esophagus diikat di dua
tempat (double ligature) dipotong diantaranya, sehingga organ di rongga dada dapat
dikeluarkan.
Semua organ ini dimasukkan ke dalam air dan dilihat mengapung atau
tenggelam. Bila tenggelam berarti belum bernafas sebaliknya bila terapung berarti
sudah bernafas. Ini diteruskan dengan memotong dan mengeluarkan jantung dan
thymus, kemudian paru kiri dan kanan dipisahkan, sambil menilai apakah keduanya
tetap mengapung. Selanjutnya, memotong setiap lobus dan akhirnya dalam potongan
lebih kecil. Semua ini dilakukan untuk memastikan bila ada kelainan pada paru
(partial respirasi atau penyakit) dan diteruskan dengan pemeriksaan histopatologi.
Pada bayi yang paru-parunya belum berkembang dan mengalami proses
pembusukan, uji apung paru ini bisa juga positif. Hal ini dapat dibedakan dengan
meletakkan potongan kecil paru-paru di antara kertas atau karbon dan ditekan
secukupnya. Bila masih terapung menunjukkan paru-paru telah bekerja (bernafas)
karena udara dalam alveoli tidak terdesak keluar. Sebaliknya bila tenggelam
menunjukkan adanya proses pembusukan karena udara hasil pembusukan terdesak
keluar. Bila telah terjadi pembusukan lanjut uji apung ini tidak dapat dipercaya.
2.8.2. Uji Telinga Tengah
Dasar dari uji telinga tengah (middle ear test) Wredent-Went adalah bahwa bila
bayi bernapas waktu dilahirkan, maka ia dapat mengadakan gerakan menelan yang
mengakibatkan tuba auditiva Eustachii terbuka (karena aktivitas m. Tensor et levator
veli palatini) dan udara masuk ke rongga telinga tengah. Uji ini dilakukan sebagai
berikut : dengan gunting yang kuat atau pahat kecil tegmen timpani dibuka di bawah
permukaan air dan diperhatikan apakah keluar gelembung-gelembung dari telinga
tengah (hasil positif) atau tidak (hasil negatif). Kedua telinga diuji. Hendaknya
digunakan air yang tidak mengandung gelembung udara, yakni air yang sudah
dimasak dan dijaga agar tidak terdapat gelembung udara yang melekat pada alat yang
digunakan.
Pada bayi yang sudah bernafas ditemukan hasil uji yang bilateral positif atau
unilateral positif. Hasil yang negatif tidak berarti bayi belum bernafas, karena bayi
mungkin tidak menelan udara walaupun ia bernapas pada waktu dilahirkan. Debilitas
vitae dapat menyebabkan bayi tidak mampu untuk mengadakan gerakan menelan

Page 15
yang aktif dan udara tidak masuk ke ruangan telinga tengah. Uji telinga tengah ini
tidaklah lebih unggul daripada uji apung paru. Hasil negatif semu maupun positif
semu (mayat sudah membusuk) dapat dijumpai. Kegunaan uji telinga tengah ini ialah
pada kasus mutilasi mayat bayi baru lahir dimana hanya kepala bayi yang dapat
digunakan untuk penentuan sudah atau belum bernapas.
2.8.3. Uji Apung Lambung-Usus
Bila bayi sudah bernapas maka lambung dan usus mengapung dalam air (hasil
uji positif) karena berisi udara yang tertelan, sedangkan bila belum bernapas lambung
dan usus tenggelam dalam air (negatif). Uji lambung-usus (uji Breslau) ini dilakukan
sebagai berikut: Duodenum di dekat pilorus, usus halus di daerah valvula Bauhini dan
usus besar di daerah rekto-sigmoid diikat dengan tali rami. Esofagus telah diikat di
atas diafragma dan telah diputuskan di atas ikatan pada waktu alat-alat dada
dikeluarkan. Seluruh saluran cerna dikeluarkan dari rongga perut dan kemudian
diletakkan dalam air serta diperhatikan apakah seluruhnya mengapung atau
tenggelam. Bila tidak seluruhnya mengapung maka diperhatikan bagian mana saja
yang mengapung.
Pada bayi yang sudah bernafas (lahir hidup) dan meninggal tidak lama
kemudian dapat ditemukan lambung yang mengapung dalam air, kadang-kadang
bersamaan dengan duodenum. Bila mayat bayi sudah membusuk,saluran cerna berisi
gas pembusukan maka tidak ada gunanya untuk melakukan uji Breslau ini.
2.8.4. Efek Pernapasan Buatan terhadap Pemeriksaan Tambahan
Penelitian Jobba menunjukkan bahwa pernapasan buatan dengan alat pada bayi
lahir mati dan yang lahir hidup dalam keadaan apneik atau asfiktik, menyebabkan uji
apung paru positif pada kelima lobus atau pada satu lobus paru, yakni lobus bawah
paru kanan dan menyebabkan uji lambung- usus positif (lambung dan usus halus atau
seluruh saluran cerna mengapung), sedangkan ditemukan uji telinga tengah dengan
hasil negatif.
2.9. Lama Kehidupan Bayi
Perubahan yang terjadi setelah bayi lahir dapat digunakan untuk memperkirakan
umur bayi itu. Perubahan setelah lahir yang dapat ditemukan pada bayi yang mati
atau dibunuh dalam waktu tidak lama setelah lahir hanyalah terisinya lambung
dengan udara dan perubahan pada perbatasan pusat dan tali pusat.
2.9.1. Penjalaran Udara Dalam Saluran Cerna
Dengan mengamati sampai sejauh mana udara itu mengisi saluran cerna dapat
diperkirakan berapa lama bayi hidup setelah dilahirkan. Untuk itu dilakukan uji
apung lambung-usus atau pemeriksaan foto-X.
Penelitian Hirnoven dkk, dengan menggunakan foto-X menunjukkan bahwa
dalam waktu 5 menit setelah bayi lahir ditemukan ventrikel lambung berisi udara dan
pada 15 menit pertama seluruh lambung. Usus halus berisi udara pada 1-2 jam, kolon

Page 16
pada 5-6 jam, dan rektum pada 12 jam setelah bayi lahir. Udara dalam caecum atau
kolon asenden pada jam ke-3 atau ke-4, dalam kolon transversum dan kolon desenden
pada jam ke-5, ke-6 setelah lahir. Dalam periode 6 sampai 9 jam dapat ditemukan
rektum dan sigmoid yang tidak berisi udara, karena dalam periode itu bayi dapat
mengadakan flatus. Dalam masa waktu 10 jam sampai 12 jam kedua segmen saluran
cerna itu dapat berisi udara lagi dan setelah 12 jam tidak berisi udara karena bayi
mengadakan flatus.
Pada bayi yang kurang layak hidup dan akan mati kemudian, udara dalam
saluran cerna bergerak lambat. Bila pada autopsi ditemukan paru-paru yang
mengandung udara dan lambung tidak berisi udara, maka dapat dibuat kesimpulan
bahwa bayi hidup untuk waktu yang singkat, mungkin kurang dari 15 menit.
2.9.2. Tali Pusat
Dari pemeriksaan tali pusat dapat diduga umur bayi, sebab akan terjadi proses
penyembuhan dan pengeringan. Pada pangkal tali pusat dalam 36 jam kelahiran
terlihat lingkaran merah. Tali pusat mengering dalam 6-8 hari dan luka sembuh dalam
lebih 2 minggu.
2.9.3. Mekonium
Berdasarkan penyelidikan pada 1000 bayi baru lahir, mekonium dikeluarkan
sebagai berikut: pada 25% dari bayi-bayi tersebut setelah 5,5 jam, pada 50% setelah 9
jam, sisanya setelah 13 jam. Bila mekonium masih terdapat dalam seluruh usus besar
maka hal ini merupakan petunjuk bahwa bayi hidup tidak lebih dari hari ke-2.
2.9.4. Duktus Botalli
Dalam jam- jam pertama kehidupan bayi, kadang-kadang hampir segera setelah
bayi lahir sudah dapat ditemukan lipatan melintang pada duktus Botalli. Setelah 1-2
hari lumennya telah mengecil dibandingkan lumen pangkal a. pulmonalis. Pada
minggu ke-2 duktus Botalli telah menjadi sangat pendek dan muaranya di a.
pulmonalis berukuran kurang dari 2 mm. Setelah 6 minggu lumennya masih dapat
dilalui sonde kecil dan duktus telah berubah menjadi seperti seutas tali.
Pada bayi baru lahir dinding ventrikel kiri sama tebalnya dengan yang kanan.
Setelah beberapa hari ventrikel kanan bertambah lebar dan dindingnya bertambah
tipis, sedangkan ventrikel kiri bertambah tebal.

2.10. Teknik Pembunuhan Anak Sendiri

Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernapas), maka harus ditentukan
penyebab kematiannya. Pada kasus forensik penyebab kematian dapat merupakan
suatu sebab yang wajar , trauma yang tidak disengaja (kecelakaan), atau trauma yang
disengaja dalam hal ini pembunuhan. Adapun kematian akibat pembunuhan,
dibedakan dalam tindakan aktif dan pasif (kelalaian). Cara yang paling sering

Page 17
digunakan pada pembunuhan anak sendiri adalah cara yang menyebabkan mati lemas
(asfiksia). Kekerasan tumpul pada kepala agak jarang dan kekerasan tajam jarang
sekali dijumpai. Penyebab kematian terbanyak berupa asfiksia.

2.10.1. Tindakan pembunuhan aktif

1. Pembekapan
Pembekapan merupakan cara yang paling sederhana dan nyaman, tidak
meninggalkan jejak, tetapi jika dilakukan dengan tekanan yang kuat dapat
meninggalkan tanda-tanda kekerasan.
Penekanan yang ringan pada mulut dan hidung bayi yang baru saja dilahirkan
dengan bantal atau telapak tangan sebenarnya sudah cukup untuk mematikannya
tanpa meninggalkan jejas. Namun umumnya si ibu menjadi panik sewaktu
mendengar tangisan bayi. Tindakan yang tergesa-gesa dengan tenaga yang
berlebihan itu dapat meninggalkan jejas pada muka bayi. Pada pembekapan
dengan tangan dapat ditemukan luka-luka memar dan lecet yang masing-masing
disebabkan oleh tekanan bagian lunak ujung jari dan oleh tekanan kuku. Memar
pada mukosa bibir mungkin terdapat. Pembekapan dengan bantal atau selimut
mungkin tidak meninggalkan luka namun serabut-serabut benang atau kapuk
dapat tertinggal pada muka bayi.

Gambar 5. Korban Pembekapan

2. Strangulasi
Pada strangulasi akan terlihat aberasi pada leher, walaupun hanya minimal.
Tampilan yang klasik adalah wajah yang kongesti, sianosis, oedem dan petechiae
pada konjungtiva. Aberasi pada leher sering diikuti dengan adanya tanda bekas kuku.
Pengikat juga sering dipakai, bahkan sering tertinggal di sekitar lehernya. Keadaan ini
sering dituduhkan ibu akibat dia melahirkan anknya seorang sendiri sehingga leher
korban terjerat oleh tali pusatnya sendiri.

Page 18
Dalam hal ini perlu dinilai panjang tali pusat. Normalnya panjang tali pusat
kurang lebih 20 inchi (48 cm). Jika panjang tali pusat lebih besar dari ukuran normal
menandakan kasus kecelakaan. Pemeriksaan lain adalah dengan melihat gambaran
tali pusat dimana menunjukkan tanda bekas digenggam dan ditarik berupa
tersisihkannya Wharton’s jelly di tempat yang tergenggam yang menyingkirkan
kemungkinan kecelakaan dan merupakan penjeratan yang dilakukan oleh ibu atau
orang lain.

3. Pencekikan
Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, daerah leher dan tengkuk harus diperiksa
dengan teliti karena pencekikan merupakan cara yang sering dilakukan dalam
pembunuhan anak sendiri. Pada pencekikan dari depan dengan tangan kanan
dapatditemukan luka memar pada sisi kanan leher akibat tekanan ibu jari dan
beberapa luka lecet pada sisi kiri akibat tekanan keempat jari lainnya.
Pada pencekikan dengan kedua tangan dan dari depan dapat ditemukan luka-luka
lecet di daerah tengkuk dan luka memar di daerah leher. Luka lecet bekas tekanan
kuku dapat berbentuk garis lengkung atau garis lurus. Untuk meredam tangisan bayi,
si-ibu mungkin akan membekap mulut bayinya sehingga luka-luka memar dan lecet
dapat ditemuka disekitar mulut. Pencekikan kadang-kadang disertai dengan
pembekapan mmulut dan hidung untuk mempercepat kematian bayi. Dalam hal
tersebut ditemukan luka-luka disekitar mulut dan hidung.

Gambar 6. Korban pencekikan manual

4. Penyumbatan
Penyumbatan mulut dan saluran napas bagian atas dengan kertas atau bahan
pakaian kadang-kadang dijumpai. Umumnya benda tersebut ditinggalkan di tempat
dan penentuan penyebab kematian menjadi mudah. Kerusakan mukosa mulut dapat

Page 19
ditemukan. Mulut dan hidung bayi dapat pula diikat dengan bahan pakaian. Pada
umumnya masih terdapat pada mayat bayi dan luka lecet dapat ditemukan pada sudut
mulut. Penentuan penyebab kematian biasanya tidak sulit karena umumnya ikatan
tersebut masih terdapat pada mayat bayi.

Gambar 7. Korban Penyumbatan


5. Pemotongan dan pengirisan
Hal ini dilakukan dengan memakai gunting ataupun pisau. Luka selalu terlihat di
daerah leher dan dada. Luka yang dibuat seolah-olah merupakan kecelakaan saat ibu
berusaha memotong tali pusat.
6. Mencederai kepala
Cedera kepala relatif umum terjadi pada infanticide. Si ibu dapat melempar
anaknya ke lantai ataupun menghantamkan kepalanya ke dinding atau benda keras
lain, kadang-kadang dengan menendang bayinya. Pada keadaan ini didapati adanya
fraktur kominuted dan laserasi pada kulit kepala dan tampak adanya tanda
penggenggaman yang kuat pada ekstremitas anak selama kejadian.
Hal ini harus dibedakan dengan terjadinya kecelakaan saat persalinan dimana fraktur
yang ditimbulkan tidak disertai dengan laserasi dan biasanya melibatkan os parietal
menuju ke sutura sagitalis dan dari fontanella anterior ke os frontal dan fraktur berupa
fisura. Fraktur yang ditimbulkan oleh forseps, lokasi fraktur terbatas pada alat
membentuk gambaran parit atau kolam dan biasanya fraktur disertai
laserasi.Gambaran kaput suksedanium ataupun sefalhematom juga dapat ditemukan
pada kasus infantiside yang harus dibedakan dengan trauma jalan lahir.

Page 20
Gambar 8. Fraktur Tulang Tengkorak Pada Bayi

7. Menenggelamkan (drowning)
Cara ini adalah bentuk infanticide yang tidak biasa, tetapi sering dilakukan
sebagai cara untuk membuang anak yang sudah mati. Ini dapat terjadi pada semua
bentuk air, dari bak mandi sampai laut terbuka. Sering si ibu akan menggunakan
peralatan rumah tangga seperi baskom,timba atau bak mandi.
8. Cara-cara lain seperti membakar, mengubur hidup-hidup, menelantarkan
anak, meracuni, dan sebagainya.

2.10.2. Tindakan pembunuhan Pasif (tanpa melakukan tidakan kekerasan)

Seorang ibu dapat saja dengan sengaja menyebabkan kematian bayinya tanpa
melakukan tindakan kekerasan langsung pada bayinya. Misalnya, bayi lahir
tertelungkup diantara kedua paha ibunya dan mukanya terbenam dalam cairan
ketuban tetapi si ibu membiarkannya sehingga bayi itu mati lemas karena aspirasi
cairan ketuban yang tercampur dengan lendir, darah dan mungkin pula feses.

Autopsi dapat menentukan penyebab kematian bayi tetapi tidak dapat


menentukan apakah si ibu tersangka benar tidak dapat menolong bayinya karena
mengalami keadaan tidak berdaya pada saat itu atau telah dengan sengaja
membiarkan bayinya menemui ajalnya.

BAB 3
PENUTUP

Infanticide ialah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak
kandungnya, pada saat anak itu dilahirkan atau tidak lama kemudian, karena takut
akan ketahuan bahwa ia melahirkan anak.
Bagi dokter yang melakukan autopsi terhadap mayat bayi baru lahir, tanda
kehidupan tidak terdapat lagi. Yang masih dapat ditemukan adalah tanda pernah
bernafas diluar rahim.

Page 21
Penentuan sudah atau belum bernafas menjadi sulit bila mayat bayi sudah
dalam keadaan membusuk. Dengan demikian pada kasus PAS yang perlu terbukti
adalah bahwa bayi pernah bernafas, tampa mempermasalahkan apakah pernafasan itu
sepenuhnya atau tidak (partial respiration). Pada kesimpulan VeR sebaiknya
dinyatakan bayi sudah bernafas & bukan lahir hidup.

Page 22
PENGGUGURAN KANDUNGAN

BAB 1
PENDAHULUAN
Pengguguran kandungan menurut hukum ialah tindakan menghentikan
kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tampa melihat usia
kandungannya. Juga tidak dipersoalkan, apakah dengan pengguguran kehamilan
tersebut lahir hidup atau mati (yurisprudensi Hoge Raad HR 12 april 1898 ). Yang
dianggap penting adalah bahwa sewaktu pengguguran kehamilan dilakukan,
kandungan tersebut masih hidup (HR 1 november 1897, HR 12 april 1898).
Dalam bidang forensik permasalahan tentang abortus tertuju kepada
pemeriksaan dan pembuktian bagaimana pengguguran kandungan dilakukan, kapan,
berapa umur bayi dan lain – lain, yang tentunya berubah bila membicarakan abortus
dari sudut pandangan hukum kesehatan yang lebih tertuju pada ketentuan hukum
yang mengatur dalam keadaan apa, dimana dan oleh siapa pengguguran kandungan
dapat dilakukan.
Tindakan abortus / pengguguran kandungan dalam bidang kesehatan masih
saja terjadi dengan kasus 10 – 15% kehamilan dan menjadi masalah yang klasik sejak
lama oleh karena dari dulu sampai sekarang kehadiran awal kehidupan baru ini tetap
menjadi permasalahan yang tidak kunjung selesai, sama klasiknya dengan Euthanasia
yaitu permasalahan yang dihadapi pada akhir kehidupan.

BAB 2
PEMBAHASAN
I. Pengertian Abortus
Terjadi perbedaan pengertian abortus diantara bidang kesehatan dan bidang
hukum. Bidang kesehatan memandang abortus dari sudut umur kehamilan dan
bagaimana abortus terjadi (spontan atau disengaja (provokatus), sedangkan bidang
hukum memandang ada tidaknya abortus dilakukan.

A) Tinjauan bidang kesehatan/


Dalam bidang kesehatan terutama dalam bidang Obstetri dan Ginekologi (Obgyn)
dikatakan bahwa aborsi adalah penghentian kehamilan terjadi dalam masa kehamilan
di bawah 20 minggu. Sedangkan dalam bidang forensik dikatakan bahwa aborsi bila
terjadi penghentian kehamilan pada masa dibawah 28 minggu.

Berdasarkan ilmu kesehatan dikatakan bahwa kelahiran bayi dibagi atas :


1. Abortus lahir dibawah 20 minggu, masih berbentuk embrio / fetus, berat
kurang dari 500 gram

Page 23
2. Partus immatur, lahir sebelum 28 minggu, berbentuk janin, berat badan
dibawah 1500 gram, harapan untuk hidup kecil sekali.
3. Partus prematur, lahir sebelum bayi cukup bulan, berat badan dibawah 2500
gram, harapan hidup lebih baik walaupun tanpa perawatan khusus
4. Partus matur (aterm), bayi lahir cukup umur (36 – 40 minggu), berat badan
2500 gram – 3500 gram atau lebih, dan panjang 45 cm- 50 cm
5. Partus serotinus, Umur bayi lebih dari 40 minggu. Bila lebih dari 42 minggu
kesehatan plasenta kembali menurun dan bayi harus dikeluarkan, bila tidak
bisa mengancam kehidupannya.

B) Tinjauan bidang hukum


Pengertian pengguguran kandungan menurut hukum ialah tindakan penghentian
kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat usia
kandungannya. Juga tanpa mempersoalkan apakah dengan pengguguran
kehamilan tersebut lahir hidup atau mati (dalam : Yurisprudensi Hoge Raad 12
april 1898). Yang dianggap penting adalah bahwa sewaktu pengguguran
kehamilan dilakukan, kandungan tersebut masih hidup (dalam : Hoge Raad
November 1897 dan Hoge raad 12 april 1898.
Beberapa ketentuan hukum yang bisa dilihat yaitu ;
KUHP pasal 299
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena
pengobatan ini hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima
ribu rupiah.
(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan, atau jika
ia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian itu.
KUHP pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
KUHP pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.

Page 24
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
KUHP pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
KUHP pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
KUHP pasal 535
Barang siapa secara terang – terangan mempertunjukkan sesuatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang – terangan atau tanpa diminta
menawarkan ataupun secara terang – terangan atau dengan menyiarkan tulisan
tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapatnya sarana atau peralatan yang
demikian itu, diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
KUHP pasal 283
1. diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan pidana denda paling
banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan memberikan untuk
terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan
tulisan, gambaran, atau benda yang melanggar kesusilaan , maupun alat untuk
mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa,
dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh
belas tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya.

Pada dasarnya di dalam KUHP tidak terdapat ketentuan yang memperbolehkan


tindakan abortus, termasuk untuk alasan menyelamatkan jiwa si ibu sekalipun. Sejak
tahun 1992 didalam undang – undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dijelaskan
bahwa pengguguran kandungan dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwa ibu dan
bayi.
Dalam Undang – undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 15
menyatakan bahwa pada prinsipnya tindakan medis tertentu terhadap wanita hamil
(termasuk pengguguran kandungan) diperbolehkan asal memenuhi adanya indikasi

Page 25
medis yaitu demi menyelamatkan nyawa ibu atau janinnya. Selain itu pula dipenuhi
juga persyaratan lainnya, yaitu :
a. Adanya izin dari yang bersangkutan, suami atau keluarganya.
b. Dilakukan oleh dokter yang mempunyai keahlian dan kewenangan (dokter
spesialis kebidanan dan kandungan)
c. Diputuskan setelah dokter yang bersangkutan berkonsultasi dengan dokter
lain, ahli hukum, ahli agama, psikolog atau psikater
d. Dilakukan pada fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas dan sarana yang
memadai (Rumah Sakit) dan khusus ditunjuk oleh pemerintah.
Pelanggaran atas persyaratan – persyaratan tersebut adalah sanksi pidana selama
– lamanya 15 tahun ditambah denda maksimal lima ratus juta rupiah (pasal 80).

Abortus di Luar Indonesia


Negara – negara di Eropa Barat, umumnya mengancam perbuatan
pengguguran kandungan dengan hukuman, kecuali bila atas indikasi medis (bahaya
maut atau bahaya kesehatan yang parah bagi si ibu, yang bila dilanjutkan akan
membahayakan diri si ibu, atau bahaya kelainan congenital yang hebat). Amerika
melarang pengguguran kandungan yang illegal, yaitu selain yang dilakukan oleh
dokter di rumah sakit dengan prosedur tertentu. Jepang memperbolehkan aborsi tanpa
pembatasan tertentu. Bahkan di Negara – Negara Eropa Timur, abortus diperbolehkan
bila dilakukan oleh dokter di rumah sakit tanpa keharusan membayar biayanya.
Jatipura dan kawan – kawan memperoleh 31,4 % abortus per 100 kehamilan
di RSCM antara tahun 1972 – 1975. Budi Utomo dkk memperhitungkan angka
abortus spontan menurut WHO (15 – 20 per 100 kehamilan) meyimpulkan bahwa
kira – kira separuh dari abortus tersebut adalah abortus provokatus. Knight
menyatakan bahwa abortus provokatus terjadi pada kira – kira 40% dari seluruh
abortus, meskipun angka tersebut bervariasi.
Kasus abortus di Indonesia jarang diajukan kepengadilan, Karena pihak si ibu
yang merupakan korban juga sebagai “pelaku” sehingga sukar diharapkan adanya
laporan abortus, kecuali kalau memang perbuatan tersebut diketahui oleh pihak
penegak hukum, timbul komplikasi dan memang masyarakat yang melaporkannya..

II. Pembagian Abortus


Abortus dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :
A. Abortus yang alami / spontan
1. normal
2. Accidental
B. Abortus yang dibuatkan (provokatus)
1. Abortus provokatus terapeutikus (legal)

Page 26
2. Abortus provokatus kriminalis (criminal).
Abortus spontaneous terjadi dengan sendirinya, yang biasanya disebabkan
penyakit atau kelainan yang diderita ibu atau janin. Sedangkan abortus provokatus
adalah abortus yang disengaja / dibuat (diprovokasi) dengan berbagai cara, baik
dilakukan oleh ibunya sendiri atau dibantu oleh orang lain. Adapun pembedaan
abortus menjadi legal dan illegal amat ditentukan oleh hukum yang berlaku di masing
– masing Negara, yang biasanya tidak sama.
Contohnya :
- Abortus provokatus medicinalis (karena alasan medik) dinyatakan
legal di Perancis atau Pakistan.
- Abortus provokatus sosio – medicinalis (karena alasan sosio –
medik) dinyatakan legal di Swedia, Inggeris atau India
- Abortus provokatus karena alasan sosial dinyatakan legal di Jepang
dan Yugoslavia.

Bentuk – bentuk indikasi pengguguran kandungan dapat berupa :


1. Terapeutik, jika kehamilan diteruskan akan membahayakan jiwa ibu.
2. Eugenik, atas pertimbangan resiko terhadap anak yang dilahirkan berupa cacat
fisik atau mental
3. Humanitarian (kesejahteraan social), misalnya kehamilan akibat korban
perkosaan.
4. Sosial, berhubungan dengan kegagalan alat kontrasepsi, anak yang terlalu
banyak, belum siap menerima kehadiran anak.

Ad. Abortus Spontaneus


Abortus spontaneous adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya oleh
karena penyakit atau sebab lainnya. Abortus yang spontan ini umumnya terjadi pada
masa kehamilan bulan kedua atau bulan ketiga. Insiden abortus terjadi pada sekitar
10% kehamilan yang ada bahkan bisa pula lebih. Penyebab terjadi abortus bisa
dikarenakan faktor dari ibu dan faktor dari janin.
a). Penyebab dari ibu
Penyebab abortus yang dapat terjadi umumnya oleh karena :
1. Infeksi akut
 Virus, seperti cacar, rubella, infeksi hepatitis
 Bakteri, seperti streptokokkus
 Parasit, seperti malaria
2. Infeksi kronis
 Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua
 Tuberculosis paru aktif

Page 27
3. Keracunan
 Misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa dan lain - lain
4. Penyakit kronis
 Hipertensi
 Nefritis
 Diabetes
 Anemia berat
 Penyakit jantung
 Toksemia gravidarum
5. Gangguan fisiologis
 Syok
 Ketakutan, dan lain – lain
Penyebab abortus yang bersifat lokal dapat berupa :
1) Fibroid, inkompetensia serviks
2) Radang pelvis kronik
3) Endometritis
4) Retroversi kronis
5) Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga
menyebabkan hyperemia dan abortus.
Sedangkan abortus spontan karena “accidental” dapat disebabkan karena :
1. Trauma fisik, seperti terpeleset
2. Keracunan seperti arsenic, obat – obatan
b). Penyebab dari janin
1. Kematian janin akibat kelainan bawaan
2. ketidak seimbangan hormone
3. Mola hidatidosa
4. Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi

Ad. Abortus Provokatus (Abortus Buatan)


1. Abortus terapeutik
Pada abortus provokatus jenis terapeutik, maka abortus yang dilakukan adalah
demi menyelamatkan jiwa si ibu dan bukan dilakukan untuk mempertahankan nama
baik keluarga atau kehormatan keluarga. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan tindakan abortus provokatus terapeutik adalah :
1) Bahwa setiap usaha untuk mempertahankan kehamilan harus dicoba terlebih
dahulu, bila tidak membahayakan jiwa ibu.
2) Terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter ahli (kebidanan dan kandungan)
3) Diperoleh persetujuan dari wanita (ibu) dan suaminya
4) Harus jelas dinyatakan indikasi melakukan abortus

Page 28
Oleh karena dalam abortus provokatus terapeutik dimana yang diutamakan adalah
keselamatan jiwa ibu dan dalam hal ini bila si ibu mempertahankan terus
kandungannya dapat beresiko pada kematian bayinya, maka ada beberapa indikasi
yang dapat ditemukan yaitu :
1) Abortus yang mengancam (threated abortion) disertai dengan perdarahan yang
terus – menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion)
2) Infeksi uterus akibat tindakan abortus kehamilan yang dilakukan sebelumnya.
3) Mola hidatidosa atau hidramnion akut
4) Penyakit keganasan pada jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan
lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
5) Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi
6) Telah berulang kali mengalami operasi Caesar
7) Penyakit – penyakit dari ibu yang sedang mengandung misalnya penyakit
jantung organik disertai kegagalan jantung, hipertensi, nefritis, tuberculosis,
toksemia gravidarum yang berat.
8) Penyakit – penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol
disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain – lain.
9) Epilepsi, sclerosis yang luas dan berat
10) Gangguan jiwa disertai kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus – kasus
seperti ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan
psikiater.
2. Abortus kriminalis
Abortus kriminalis adalah tindakan pengguguran yang sengaja dilakukan
untuk kepentingan si pelaku, orang hamil ataupun yang membantu. Secara hukum
tindakan ini melanggar ketentuan yang berlaku. Abortus kriminalis dapat dilakukan
oleh wanita itu sendiri dan atau tanpa bantuan orang lain (dokter, bidan, dukun
beranak dan lain – lain). Tindakan ini biasanya dilakukan sejak yang bersangkutan
terlambat datang bulan (haid) yaitu pada minggu ke 5 sampai minggu ke 10, dan
mungkin disertai gejala mual pagi hari (morning sickness) dan curiga akibat hamil.
Sekarang kecurigaan adanya kehamilan dapat diketahui lebih dini karena adanya alat
test kehamilan yang dapat mendiagnosa kehamilan secara pasti.

Page 29
Komplikasi abortus kriminalis
1. Robek, perforasi dan perdarahan
2. Robek, perforasi dan perdarahan
3. Perdarahan dari bagian plasenta
4. Perforasi dan perdarahan
5. Perdarahan didalam ronga perut (intra peritoneal), kerusakan pada
usus
6. Peradangan dalam rongga perut (peritonitis) dan infeksi (septicaemia)
7. Peradangan pada indung telur (oophoritis)
8. Peradangan pada uba
9. Peradangan pada dinding rahim (endometritits dam metritis)
10. Peradangan pada pembuluh balik (thrombophlebitis atau pyaemia)
11. Deformitas pada fetus
12. Peradangan pada luka- luka lecet.

Abortus provokatus kriminalis yang dilakukan menggunakan berbagai cara


selalu mengandung resiko kesehatan baik bagi ibu ataupun janin.

Luka pada dinding rahim ,akibat tindakan aborsi luka disekitar mulut rahim

Page 30
Sisa jaringan kuret pd kasus aborsi luka & bekuan darah pada aborsi

Cara Melakukan Pengguguran


Secara umum bahwa pengguguran bisa ditempuh melalui satu atau lebih cara – cara,
yaitu :
1. Kekerasan umum
2. Kekerasan lokal
3. Obat – obatan atau ramuan
Ad 1. Kekerasan Umum (General violence)
Biasanya jalan ini ditempuh pada awal kehamilan dengan asumsi hasil konsepsi akan
lepas dengan melakukan kegiatan fisik yang berlebihan atau tekanan di daerah perut,
seperti :
 Menunggang kuda berlebihan
 Latihan olah raga berlebihan (loncat – loncat)
 Mendaki gunung, berenang, naik turun tangga
Aktivitas hiruk pikuk, mengendarai kuda biasanya tidak efektif dan beberapa
wanita mencari kekerasan dari suaminya. Meninju dan menendang perut sudah umum
dan kematian akibat rupture organ dalam seperti hati, limpa, atau pencernaan dimana
uterus biasanya masih utuh.
Ad 2. Kekerasan lokal
Tanpa menggunakan alat (instrument), antara lain :
o Memijit perut bawah
o Menginjak perut bagian bawah
o Meninju perut bagian bawah
o Menyiku perut bagian bawah
o Manipulasi serviks dengan jari tangan
Dengan menggunakan alat – alat medis, seperti :
o Sonde
o Kateter
o Tang kuret
o Pemasangan laminaria stift kedalam vagina

Page 31
o Pemecahan selaput amnion dengan menggunakan Higginsen type syringe dan
menggunakan cairan asam, desinfektan, air panas / air biasa.
Dengan menggunakan alat – alat non medis, seperti :
o Kawat
o Tongkat
o Batang kayu
o Alat apa saja yang cukup panjang dan kecil yang dapat melalui serviks
Bahaya dari penggunaan alat adalah perdarahan dan infeksi. Perforasi dari
dinding uterus dapat menyebabkan perdarahan, yang mungkin diakibatkan dari luar
atau dari dalam. Sepsis dapat terjadi akibat penggunaan alat yang tidak steril atau
kuman berasal dari vagina atau kulit. Bahaya yang lebih ringan (termasuk penggunan
jarum suntik) adalah cervical shock. Ini dapat membuat dilatasi cerviks, dalam
keadaan pasien tidak dibius, alat mungkin menyebabkan vagal refleks, yang melalui
system saraf parasympatis dapat menyebabkan cardiac arrest.
Dengan menggunakan zat – zat kimia : Fenol dan Lysol, Merkuri klorida. Potassium
permanganate
(Formaldehid, asam oksalat, air sabun). Semua mempunyai bahaya sendiri, baik dari
korosi lokal maupun efek sistemik jika diserap. Potassium permanganate dapat
menyebabkan nekrosis pada vagina yang jika diserap dapat menyebabkan kerusakan
ginjal (efek sistemik).
Dengan menggunakan listrik, Listrik digunakan yaitu dengan memasang arus
listrik negative pada serviks di bagian posterior vagina dan arus positif pada sisi
tulang sacrum atau tulang punggung. Uterus akan berkontraksi mengeluarkan isinya
ketika arus listrik dialirkan, dan jika tidak ada luka bakar atau trauma listrik maka tipe
ini sulit untuk dideteksi.
Ad 3. Obat – obatan / ramuan
Obat – obatan abortifisien / abotivium yang umum digunakan adalah :
3.1. Obat – obat emetika
3.2. Obat – obat purgative / laxantia, seperti : Castor oil
3.3.Obat – obat emenagoga (pelancar haid), seperti : apiol, minyak pala, oleum rutae
3.4 Ecbolica / obat peransang otot rahim :
- Ergotamin
- Pituitrin
- Kinina (Kadang kombinasi dengan menolisin, dengan ekstrak hipofisis
(oksitosin)
- Sitostatika (aminopterin)
Penggunaan lain ada juga dengan menggunakan jamu dicampur dengan nenas
muda, bubuk beras dicampur lada hitam dan lain – lain. Ada juga yang agak beracun

Page 32
seperti garam logam berat, laksans dan / ataupun bahan yang beracun seperti
strichnin, prostigmin, pilokarpin, dikumarol dan lain – lain.
Menurut cara kerjanya, obat – obatan dapat dibagi atas :
1) Obat yang bekerja langsung pada uterus
2) Obat yang bekerja tidak langsung, tetapi melalui system gastro – urinaria
3) Obat yang bekerja melalui system gastro – intestinal.
4) Obat yang bekerja racun sistemik
Ad.1 Obat yang bekerja langsung pada uterus terdiri atas golongan :
a. Echolics : adalah golongan obat yang meningkatkan kontraksi uterus, seperti :
o Ergot (paling banyak dipakai)
o Quinin
o Oksitosin (ekstrak hipofise posterior)
o Jenis kulit tumbuhan (cotton root)
o Prostaglandin.
b. Emmenagogum
Obat – obatan golongan ini meransang terjadinya menstruasi. Untuk
menyebabkan abortus harus diberikan dalam dosis besar dan berulang. Obat
golongan ini yang sering digunakan adalah
 Savin : Bisa digunakan dalam bentuk minyak atau infuse sehingga
menyebabkan iritasi pada system gastro – intestinal yang menyebabkan
kematian.
 Boraks
 Apiol
 Golongan Estrogen : pada dosis yang besar akan menyebabkan gejala
toksis.
Ad.2 Obat yang bekerja melalui system genito – urinaria:
o Minyak pennyroyal (dari jenis tanaman labiafe)
o Minyak terpentin
Pada dosis besar obat tersebut diatas bisa menyebabkan hematuria, anuria,
albuminuria, dan bahkan menyebabkan kematian.
Ad.3 Obat yang bekerja melalui system gastro – intestinal
 Emetik : yang paling sering digunakan adalah emetic tartar.
 Golongan pencahar :
 Minyak croton
 Volovynth
 Minyak jarak
 Lidah buaya, dan lain – lain
Ad.4 Obat yang besifat racun sistemik
a) Racun tumbuhan :

Page 33
o Buah papaya yang masih mentah
o Buah nenas yang masih mentah
o Modar juice
o Lal Citra
o Buah daucus carota
b) Racun logam : yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang
mengandung oksida, timah dan minyak zaitun. Selain itu tembaga, arsen,
garam air raksa juga sering digunakan.
III. Komplikasi Abortus Provokatus Kriminalis
Penggunaan obat –obatan abortivum sebenarnya tidak ada yang efektif tanpa
menimbulkan gangguan pada si ibu. Umumnya obat yang dipergunakan sudah pada
dosis toksis yang akan berakibat pada si ibu. Meskipun pengguguran kandungan
dilakukan oleh tangan terampil serta peralatan higienis, masih tetap saja terjadi
kemungkinan komplikasi yang dapat menyebabkan kematian. Kematian tersebut
dapat terjadi segera, sedang atau lambat. Beberapa bentuk komplikasi yang timbul,
yaitu ;
1) Kematian yang segera (immediate), terjadi karena :
a. Vagal refleks Vagal inhibition of the heart)
Komplikasi ini terjadi karena adanya ransangan pada permukaan sebelah
dalam dari canalis cervikalis. Kematian khas dapat terjadi di meja
operasi. Dapat pula terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa
anestesi pada ibu yang dalam keadaan stress, gelisah dan panik. Hal ini
dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan yang dilakukan
secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau dingin. Dapat
pula terjadi karena pertumbuhan canalis cervikalis oleh benda – benda
keras seperti batang besi. Kematian yang terjadi mendadak akan
berdampak pada pemeriksaan post mortem korban dengan temuan /
kelainan yang minimal.
b. Emboli udara
Komplikasi ini sering terjadi pada aborsi yang menggunakan alat
penyemprotan cairan ke dalam uterus. Udara dapat ikut pada waktu
penyemprotan masuk ke dalam pembuluh darah atau otak. Kematian
dapat terjadi dalam waktu 10 menit. Jumlah udara yang mematikan
tergantung dari banyak factor. Udara sebanyak 10 mililiter sudah dapat
mengakibatkan kematian, tetapi pernah juga dilaporkan bahwa ada
penderita dapat sembuh sesudah mengalami emboli sebanyak 100
mililiter. Udara masuk ketika penyemprotan dilakukan, setelah cairan
juga gelembung udara masuk dan disaat yang bersamaan udara di
system vena endometrium dalam keadaan terbuka, dan masuk melalui

Page 34
sinus – sinus uterus. Lalu gelembung – gelembung masuk ke vena cava,
ruang jantung kanan dan paru – paru. Disini korban meninggal akibat
kegagalan jantung memompa darah dan juga akibat sumbatan
peredaran paru – paru oleh gelembung udara. Selain emboli, juga bisa
menyebabkan nekrosis dan infark mukosa uterus. Bahan yang sering
digunkan yaitu sabun dan bahan aromatik. Pada waktu dahulu cara
seperti ini banyak digunakan oleh tim medis tentara (dilaporkan oleh
Barns)
c. Syok (renjatan)
Akibat refleks vaso vagal atau syok neurogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila
setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil.

2) Kematian yang tidak begitu cepat (moderate), terjadi karena :


a. Emboli cairan
Jika digunakan cairan (air sabun atau antiseptik), maka cairan tersebut
dapat mengakibatkan emboli. Kematian tidak terjadi segera, melainkan
menunggu sampai terjadinya nekrosis jaringan atau hemolisis. Harus
diingat pula kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga
pemeriksaan histologik harus dilakukan secara teliti.
b. Perdarahan
Ini terjadi akibat robeknya vagina, canalis cervikalis, maupun pada
uterus yang diakibatkan oleh penggunaan alat – alat yang salah atau
tangan yang tidak terampil. Bisa juga perdarahan karena atonia uteri,
sisa jaringan yang tertinggal, diatesa hemoragik, dan lain – lain.
Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula lama
timbulnya setelah tindakan. Selain itu penggunanan estrogen sintetik
tidak jelas dapat menyebabkan keguguran seperti pada mekanismenya.
Namun penggunaannya dapat menyebabkan perdarahan pada mukosa
uterus apabila pemberiannya dihentikan serta merta dimana selanjutnya
dapat mengganggu pertumbuhan hasil konsepsi.

Page 35
3) Kematian lambat (late), terjadi karena :
a. Sepsis dan Infeksi
Sepsis dapat terjadi karena penggunaan alat – alat yang tidak steril,
uterus yang tidak bersih, robeknya usus besar. Komplikasi ini memang
tidak segera muncul setelah tindakan abortus. Pernah dilaporkan sepsis
terjadi akibat tindakan abortus dengan memasukkan daun tengkua (di
daerah Karo). Sering pula dijumpai kematian akibat infeksi seperti
peritonitis, septicemia, meningitis, tetanus dan lain – lain.
Tromboflebitis (inflamasi vena) vena uterus dan vena pelvis boleh pula
ikut terjadi.
b. Gagal ginjal akut (acute renal failure) dan keracunan
Setiap keadaan syok apapun sebabnya dapat menimbulkan gagal ginjal
akut. Penggunaan logam berat seperti raksa dalam bentuk tablet atau
larutan dapat menyebabkan keracunan, colitis dan kerusakan ginjal.
Cuprum sulfat oleh Tarsitano dilaporkan bisa menyebabkan keracunan.
Plumbum dalam bentuk plester “Diachylon” yang mengandung
plumbum oleat juga toksik terhadap epithelium ovum.
Kalium permanganate (KMnO4) juga dapat menyebabkan kerusakan
fungsi ginjal pada tindakan abortus. Obat kinina yang diperoleh dari
kulit kayu sinkona (untuk pengobatan malaria) hanya sedikit
mengganggu uterus. Namun kesan toksis seperti gangguan penglihatan
dan pendengaran, sawan, delirium dapat terjadi pada penggunaan dosis
besar. Kulit dapat berubah warna akibat anemia hemolitik.
Obat ergot ataupun alkaloidnya mempunyai kesan kuat terhadap
kontraksi uterus namun dapat juga berefek pada system peredaran darah
yang menyebabkan spasme arteri, gangren anggota jari atau tangan,
kegagalan system peredaran perifer, konvulsi dan hemiplegia.
Sesuai dengan usia kehamilan maka bentuk – bentuk umum tindakan abortus
yang dilakukan dapat berupa metode :
I. Pada umur kehamilan sampai dengan 4 minggu
Dengan kerja fisik berlebihan, kekerasan pada daerah perut, minum obat
pencahar, obat – obatan / bahan kimia, elektrik syok, menyemprotkan cairan
ke liang vagina.
II. Pada umur kehamilan 4 – 8 minggu
Obat – obatan / hormonal, penyuntikan cairan NaCl jauh ke dalam rahim,
menyisipkan benda asing kedalam mulut rahim.

Page 36
III. Pada umur kehamilan antara 12 – 16 minggu
Menusuk kandungan, melepaskan fetus dengan kuretase, memasukkan pasta
atau air sabun, dengan instrument / kuret
IV. Pada umur kehamilan antara 16 – 20 minggu
Dengan melakukan dilatasi dan evakuasi janin dengan gunting dan tang ovum
V. Pada umur kehamilan di atas 20 minggu
Dengan menggunakan obat prostaglandin ke dalam forniks superior, induksi
dan oksitosin.

IV. PEMERIKSAAN KORBAN MENINGGAL


A. Ibu
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melaksanakan
abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Pemeriksaan
dilakukan secara menyeluruh berupa :
o Menentukan korban (ibu) tersebut apakah dalam keadaan hamil atau
tidak.pemeriksaan dilakukan meliputi :
a.Payudara:
tampak membesar akibat proliferasi kelenjar susu. Areola mamae tampak
menghitam dengan putting susu seperti terpecah / terbelah (Montgomery
tubercle).

b.Pakaian: diperhatikan apakah ada noda darah pada pakaian dan tubuh
korban.
c.Uterus
- Tampak membesar , diperiksa apakah ada krepitasi atau proliferasi.

Page 37
- Kemungkinan ditemukan sisa – sisa janin pada aborsi yang kurang
sempurna.

- Secara mikroskopik ditemukan adanya sel – sel trofoblast dan sel –


sel desidua ovarium
- Mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik.
- Mencari adanya tanda – tanda upaya abortus.
-
Jika aborsi menggunakan kekerasan lokal maka akan ditemukan tanda – tanda
:
o Berupa memar, laserasi, kongesti (jalan lahir), atau perdarahan pada alat
kelamin dalam dan sekitarnya.
o Infeksi atau sepsis sebagai akibat digunakannya alat – alat yang tidak steril.
Jika digunakan zat kimia secara lokal maka pada liang senggama atau cavum
uteri akan ditemukan sisa – sisa zat tersebut.
o Perhatikan apakah dijumpai pucatnya organ – organ. Jika digunakan obat –
obatan oral atau suntikan maka tentunya obat – obatan tersebut akan dapat
dilacak melalui pemeriksan toksikologi.
Pada paru – paru
- Dapat dijumpai tanda – tanda emboli (penyumbatan pembuluh
darah), dan juga kongesti.
- Jika pembiusan menggunakan eter pada saat aborsi maka paru – paru
akan berbau
- Bila kematian akibat perdarahan, maka paru – paru terlihat pucat.
Jantung

Page 38
- Bilik – bilik jantung mungkin terlihat kosong, atau sebaliknya berisi
penuh dengan darah.
- Bila pemeriksaan dilakukan lebih teliti maka kemungkinan emboli,
septicemia, bakterinuria, atau subendokardial, hemorrhage mungkin
terlihat.
Meningen
- Selaput otak bisa mengalami laserasi dan kongesti jika kematian
akibat radang selaput otak.
Pembuluh darah
- Jika kematian karena emboli udara, gelembung udara mungkin
ditemukan di pembuluh darah.
Hati dan ginjal
- Kedua ginjal menjadi kongesti, jika terjadi perforasi ginjal akan
menyebabkan suatu gambaran kontusio.
- Hati menjadi kongesti akibat dari penggunaan obat – obat aborsi.
- Jika penggunaan obat aborsi secara oral, maka akan terjadi perubahan
pada saluran cerna tergantung dari jenis obat yang digunakan.

Pemeriksaan Tambahan
a. Ambil urine untuk test kehamilan dan test toksikologi.
b. Pemeriksaan X – Ray (rontgent)
Ini dilakukan sebelum mayat dibedah untuk mendeteksi keberadaan
udara dalam ruang ventrikel kanan dan juga arteri pulmonalis seperti yang
diterangkan oleh Duncan Taylor, dimana kematian dapat terjadi dalam waktu
2- 4 jam setelah kemasukan udara kedalam peredaran darah seperti juga yang
dilaporkan Shapiro.
c. Tes emboli udara
d. Pemeriksaan toksikologi (untuk pemeriksaan ini diambil darah
jantung, hepar, ginjal dan paru – paru).
e. Pemeriksaan mikroskopik
 Sisa – sisa plasenta yang melekat di dinding uterus diperiksa secara
mikroskopik, ini untuk memastikan bahwa korban sedang hamil
ketika terjadi kematian.
 Sumber – sumber perdarahan yang dicurigai diperiksa secara
mikroskopik. Adanya sel – sel trofloblast yang merupakan tanda
kehamilan, ditemukannya sel radang PMN (polimorfonukleus)
menunjukkan tanda intra vitalitas.

B. Janin / bayi

Page 39
Janin perlu diperiksa untuk menentukan umur janin / usia kehamilan, karena
sekalipun undang – undang tidak mempermasalahkan usia kehamilan, namun
penentuan usia kehamilan kadang kala diperlukan oleh penyidik dalam rangka
penyidikan perkara secara keseluruhan.
Beberapa cara untuk menentukan umur janin / usia kehamilan
1. Rumus De Haas
Dengan rumus ini dapat ditentukan umur janin dalam kandungan dengan
mengukur yaitu lima bulan pertama adalah kuadrat panjang badan kepala – tumit
(cm), dan lima bulan selanjutnya umur gestasi (bulan) x lima (5)

UMUR PANJANG BADAN (KEPALA – TUMIT)


1 bulan 1 x 1 = 1 cm
2 bulan 2 x 2 = 4 cm
3 bulan 3 x 3 = 9 cm
4 bulan 4 x 4 = 16 cm
5 bulan 5 x 5 = 25 cm
6 bulan 6 x 5 = 30 cm
7 bulan 7 x 5 = 35 cm
8 bulan 8 x 5 = 40 cm
9 bulan 9 x 5 = 45 cm

2. Pusat penulangan
Perkiraan umur janin dapat dilihat dari pusat penulangan (ossification center)
PUSAT PENULANGAN UMUR (BULAN)
Clavicula 1,5
Tulang panjang (diafisis) 2
Ischium 3
Pubis 4
Calcaneus 5–6
Manubrium Sterni 6
Talus Akhir 7
Strenum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9 / setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9 / setelah lahir
Kuboid Akhir 9

3. Rumus Finnstrom

Page 40
Dengan menggunakan panjang lingkar kepala oksipito – frontal untuk menaksir
umur gestasi yaitu :
Umur semua bayi : Y = 11, 03 + 7, 75 X
Bayi laki – laki : Y = 21, 46 + 8, 57 X
Bayi perempuan : Y = 52, 54 + 6, 65 X
X ; Panjang lingkar kepala (cm)
Y ; Umur gestasi (hari)

4. Gambaran janin
Setelah ovum dibuahi oleh sel telur, disini mulai terjadi konsepsi tetapi wanita
belum dikatakan hamil. Baru setelah hasil konsepsi bernidasi ke dinding uterus,
disitulah dimulai waktu / masa kehamilan. Pada saat ini ovum yang telah dibuahi
disebut embrio. Kemudian embrio berkembang dan terbentuk plasenta disebut
fetus, yang terjadi pada akhir bulan kedua. Gambaran – gambaran perubahan
menurut usia kehamilan adalah :
a. Morfologi embrio pada bulan – 1
o Panjang 1 cm
o Berat 2,5 gram
o Tampak titik hitam untuk pembentukan mata
o Tampak dasar untuk pembentukan celah bibir
b. Morfologi embrio pada bulan – 2
o Panjang 4 cm
o Berat 10 gram
o Tampak anggota gerak mulai terbentuk
o Pada bagian anus tampak seperti titik hitam
o Plesenta mulai ada pada posisinya
c. Morfologi fetus pada bulan – 3
o Panjang 9 cm
o Berat 30 – 35 gram
o Leher terbentuk
o Kuku terbentuk dalam bentuk membrane
o Pupil membrane terbentuk
d. Morfologi fetus pada bulan – 4
o Panjang 16 cm
o Berat 120 – 130
o Jenis kelamin mulai terbentuk
o Rambut lanugo mulai ada pada beberapa bagian tubuh
o Meconium (merupakan campuran empedu, mucus dan cairan
membrane mukosa) terbentuk pada bagian atas usus kecil.

Page 41
e. Morfologi fetus pada bulan – 5
o Panjang 25 cm
o Berat 400 gram
o Rambut kulit kepala mulai terbentuk
o Kuku mulai tumbuh
o Meconium hingga ke kolon ascenden
o Pusat penulangan pada manubrium sterni dan pada segmen
pertama dari sternum terbentuk. Pusat penulangan kalkaneus
mungkin juga sudah terbentuk.
f. Morfologi fetus pada bulan – 6
o Panjang 30 cm
o Berat 700 gram
o Kulit berwarna kemerah – merahan dan tampak mulai kerutan
o Verniks kaseosa mulai terbentuk
o Bulu mata mulai tumbuh
o Sub cutaneus mulai terbantuk
o Meconium berada dalam kolon transversum
o Kedua testis terbentuk pada fetus laki – laki
o Pusat penulangan di calcaneus sudah terbentuk
o Pusat penulangan di talus mungkin mulai terbentuk
g. Morfologi fetus pada bulan – 7
o Panjang 35 cm
o Berat sekitar I kg
o Rambut kulit kepala lebih dari 1 cm
o Kedua kelopak mata mulai terbuka
o Membrane pupil terbentuk
o Kening terbentuk
o Kulit mulai menebal
o Pertumbuhan kuku mulai sempurna
o Meconium pada kolon decendens dan pelvis
o Testis mulai turun
o Empedu berada di kantong
o Pusat penulangan di talus (pada seluruh kasus)
o Pusat penulangan pada segmen ke 2 dan 3 pada sternum
terbentuk
h. Morfologi fetus pada bulan – 8
o Panjang 40 cm
o Berat sekitar 1,5 kg
o Panjang rambut kepala sekitar 1,5 cm

Page 42
o Testis kiri turun di skrotum
o Testis kanan mulai mendekati lingkaran luar
i. Morfologi fetus pada bulan – 9
o Panjang 45 cm
o Berat 2 – 2,5 kg
o Panjang rambut kepala 2 cm
o Kuku tumbuh sempurna mendekati ujung jari
o Lanugo pada sekitar daerah bahu
o Kedua testis sudah berada di scrotum
o Lingkar kepala 30 cm
o Meconium direktum
o Pusat penulangan sudah terbentuk di distal femur
o Posisi umbilicus lebih dekat ke prosessus xyphoideus dari
pada symphisis pubis
o Titik tengah tubuh sekitar 1 – 2 cm di atas umbilicus

j. Morfologi fetus pada bulan – 10 (full term)


o Panjang 50 cm, perempuan lebih pendek dari laki – laki
o Berat 3 – 3,5 kg
o Panjang rambut kepala 4 cm
o Titik tengah tubuh sedikit di atas umbilicus
o Pusat penulangan terbentuk di cuboid dan proksimal tibia
o Panjang plasenta 22 cm, dengan berat sekitar 700 gram
o Panjang tali pusat sekitar 45 – 50 cm

5. Mikroskopik
 Pada pemeriksaan eritrosit, tampak eritrosit berinti akan hilang dalam
waktu 24 jam setelah lahir dan masih ditemukan dalam hati
 Terjadi perubahan sirkulasi yaitu vena dan arteri umbilikalis akan
menutup setelah 3 – 4 hari setelah lahir. Duktus venosus, foramen
ovale dan duktus arteriosus menutup setelah 3 – 4 minggu.

V. ASPEK MEDIKOLEGAL ABORSI


Beberapa aspek medikolegal pada tindakan abortus adalah :
a. Abortus sering dilakukan dengan indikasi korban sendiri tanpa
menghiraukan undang – undang yang berlaku di Negara tersebut
b. Dokter yang melakukan abortus berarti telah melanggar ketentuan
tentang tata pelaksanaan tindakan abortus

Page 43
c. Wanita yang akan melaksanakan abortus biasanya berpura – pura sakit
untuk mencapai tujuannya tersebut.
d. Biasanya abortus dilakukan karena alas an ekonomi, anak yang masih
kecil dan terlalu banyak anak.

BAB 3
PENUTUP

Defenisi dari abortus akan berbeda bila dipandang dari bidang hukum
dan bidang kesehatan. Ditinjau dari bidang hukum abortus adalah tindakan
penghentian kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa
melihat usia kandungan. Ditinjau dari bidang kesehatan, khususnya bidang
obgyn abortus adalah penghentian kehamilan yang terjadi dalam masa
kehamilan di bawah 20 minggu, sedangkan bidang forensik abortus adalah
penghentian kehamilan pada masa kehamilan di bawah 28 minggu.
Abortus dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu abortus spontaneous
(alami) dan abortus buatan (provokatus). Cara melakukan abortus provokatus
dapat dengan cara kekerasan umum, kekerasan lokal dan obat – obatan.
Adapun bentuk komplikasi yang timbul berupa kematian segera seperti vagal
refleks, emboli udara dan syok, kematian yang tidak begitu cepat (moderate)
seperti emboli cairan,dan perdarahan, dan kematian lambat (late) seperti
sepsis, infeksi, gagal ginjal akut dan keracunan.
Didalam pembuatan visum et repertum yang dibuat oleh dokter harus
dapat memberi kejelasan atas bukti- bukti yang dibutuhkan penyidik, kecuali
alasan atau motivasi dari korbannya tewas oleh karena hal tersebut diluar
ruang lingkup ilmu kedokteran forensik.

Page 44
PERKOSAAN
BAB I. PENDAHULUAN
Definisi yuridis dari tindak pidana perkosaan di tiap- tiap Negara berbeda-
beda, baik dilihat dari aspek pelaku, korban maupun cara melakukannya. Oleh sebab
itu tidaklah relevan membandingkan frekuensi perkosaan di suatu Negara dengan
Negara lainnya. Meskipun kasus perkosaan di Indonesia terjadi setiap 5 jam (menurut
catatan berbagai sumber) dan di Amerika setiap 2 menit (catatan FBI tahun 1975), hal
itu belum dapat dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa orang Indonesia jauh lebih
baik dari orang Amerika dalam masalah seks.
Umumnya negara- negara maju mendefinisikan perkosaan sebagai perbuatan
bersenggama yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan (force), menciptakan
ketakutan (fear) atau dengan cara memperdaya (fraud). Bersenggama dengan wanita
idiot atau embecil juga termasuk perkosaan (statutory rape), tidak mempersoalkan
apakah wanita tersebut menyetujui atau menolak ajakan bersenggama, sebab dengan
kondisi mental seperti itu tidak mungkin yang bersangkutan mampu (berkompeten)
memberi konsen yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.
Di negara bagian Florida, pelaku perkosaan tidak hanya dibatasi pada kaum laki- laki
saja. Hukum disana memungkinkan kaum perempuan melakukan perkosaan terhadap
laki- laki, sebab prinsip yang dianut disana adalah bahwa perkosaan sebagai male
crime dan female crime. Beberapa Negara bagian lainnya bahkan menetapkan
perkosaan sebagai tindak pidana yang tidak hanya dapat dilakukan terhadap wanita
yang bukan istrinya (extra- marital crime) saja, tetapi juga terhadap istrinya sendiri
(intra marital crime). Agaknya ikatan perkawinan tidak secara otomatis dianggap
sebagai bentuk konsen bagi suami untuk melakukan senggama dengan istrinya
sendiri. Sedangkan di Indonesia ,pengertian perkosaan dapat dilihat pada pasal 285
KUHP yang berbunyi
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”
Berdasarkan bunyi pasal tersebut perkosaan disini digolongkan sebagai tindak pidana
yang hanya dapat dilakukan oleh laki-laki terhadap wanita yang bukan istrinya dan
persetubuhannyapun harus bersifat intravaginal coitus. Persetubuhan oral atau anal
yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tidak dapat
diklasifikasikan sebagai perkosaan, melainkan perbuatan menyerang kehormatan
kesusilaan (pasal 289 KUHP)
Jadi tindak pidana perkosaan di Indonesia harus memenuhi unsure-unsur sebagai
berikut:
1. Unsure pelaku, yaitu

 Harus orang laki-laki

 Mampu melakukan persetubuhan

Page 45
2. Unsure korban :

 Harus orang perempuan

 Bukan istri dari pelaku

3. Unsur perbuatan, terdiri atas:

 Persetubuhan dengan paksa

 Pemaksaan tersebut harus dilakukan dengan menggunakan kekerasan fisik


atau ancaman kekerasan

BAB II. PEMBAHASAN


1. Definisi perkosaan.
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki- laki masuk
kedalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa
terjadinya pancaran air mani/ejakulasi.
Pengertian Perkosaan tidak sama untuk setiap Negara atau ahli yang
membahasnya. Ada yang mendefinisikan sebagai persetubuhan tanpa seizin
perempuan atau diluar kemauan korban, yang lain menyebut perkosaan adalah suatu
tindakan criminal apabila si pemerkosa memakai kekerasan dan korban memberi
perlawanan sampai saat-saat terahir. Penulis lain menyebutkan perkosaan adalah
hubungan kelamin yang melanggar hokum, dilakukan dengan kekerasan, ancaman
pada wanita yang tidak menghendaki persetubuhan tersebut.
Narayan Reddy (India) menghubungkan dengan ketentuan hokum yang berlaku di
India menyatakan laki-laki dapat dituduh melakukan perkosaan bila dilakukan :
1. Di luar kehendak perempuan.

2. Tanpa persetujuannya.

3. Dengan persetujuan perempuan bila dilakukan dengan ancaman kekerasan


atau kematian terhadap perempuan atau orang yang disayanginya.

4. Menipu perempuan bahwa ia suaminya.

5. Bila perempuan dalam keadaan tidak sadar atas apa yang terjadi pada dirinya
seperti di bawah pengaruh obat-obatan.

6. Dengan atau tanpa persetujuan bila perempuan berumur di bawah 16 tahun.

Di Indonesia pengertian perkosaan harus disesuaikan dengan ketentuan hokum yang


terdapat dalam KUHP pasal 285, 286 dan 287.

Page 46
Pasal 285 KUHP

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia .
oleh karena itu dalam pemeriksaan kasus perkosaan yang diperlukan dari dokter
adalah pembuktian telah terjadi persetubuhan dan adanya tanda-tanda kekerasan serta
jenis kekerasan. Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan
jasmani tidak kecil misalnya memukul dengan tangan atau senjata, menendang.
Pengertian kekerasan tidak saja mencederai korban , tetapi membuat korban pingsan
atau tidak berdaya dengan mempergunakan alcohol atau obat-obatan juga termasuk
tindak kekerasan seperti yang diatur dalam KUHP pasal 89.
KUHP pasal 89 :
“Yang disamakan melakukan kekerasan itu, membuat orang jadi pingsan atau tidak
berdaya lagi (lemah)”
Mengenai ancaman kekerasan sulit ditentukan karena ancaman fisik maupun pskis
tidak meninggalkan tanda-tanda . Adanya tanda-tanda kekerasanpun tidak selamanya
menunjukkan itu karena paksaan, bias juga oleh sebab yang lain misalnya karena
perbuatan korban sendiri untuk mendramatisir perbuatan terdakwa.
Senggama yang legal (tidak melanggar hukum) adalah yang dilakukan dengan
prinsip- prinsip sebagai berikut :
1. Ada izin (consent) dari wanita yang disetubuhi.
2. Wanita tersebut sudah cukup umur, sehat akalnya, tidak sedang dalam
keadaan terikat perkawinan dengan laki- laki lain dan bukan anggota keluarga
dekat.

2. Perkosaan Dari Segi Hukum

1. Perkosaan bukan berarti harus terjadi penetrasi alat kelamin pria kedalam alat
kelamin wanita, tetapi usaha untuk melakukan tindakan tersebut saja sudah
dianggap perkosaan. Dengan demikian maka pada beberapa kasus mungkin
tidak ditemukan adanya cedera pada alat kelamin wanita ataupun bercak
cairan sperma, tetapi tindakan kekerasan yang dilakukan sudah dapat
dianggap sebagai perkosaan.
2. Jika situasi ditempat kejadian memungkinkan untuk memberi perlawanan,
penting sekali diketahui bahwa wanita tersebut ada melakukan tanda- tanda
perlawanan.
3. Persetujuan dianggap sah jika diberikan oleh seorang wanita tampa ancaman
dan usianya lebih dari 16 tahun.
4. Pada umumnya seorang suami tidak bisa dituntut melakukan perkosaan atas
istrinya yang usianya sudah diatas 15 tahun, karena dianggap persetujuan

Page 47
untuk melakukan hubungan seksual sudah diberikan pada saat pernikahan dan
wanita tersebut tidak bisa menarik persetujuan tersebut.
5. Hukuman atas perkosaaan bisa berupa hukuman penjara sampai seumur
hidup atau hukuman penjara 10 tahun beserta hukuman denda.
6. Pada kasus dimana perkosaan belum bisa dibuktikan secara hukum, maka
tindakan tersebut bisa dianggap sebagai tindakan pelanggaran terhadap
kehormatan seorang wanita.
7. Seorang wanita tidak bisa di tuntut melakukan perkosaan terhadap pria.

Wanita hanya bisa dituntut melakukan tindakan melanggar kesopanan


terhadap seorang pria.

3. Dasar Hukum
1. Pasal 285 KUHP

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang


wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan
perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2. Pasal 286 KUHP

Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal


diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

3. Pasal 287 KUHP


1. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar
perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak
jelas, bahwa belum waktunya untuk kawin, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur
wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal
berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.

III. Pemeriksaan Medik Korban Kejahatan Seksual

Pemeriksaan medik korban berbagai jenis kejahatan seksual adalah kurang


lebih sama. Penyidik sebaiknya mengirim korban atau tertuduh secepatnya ke
rumah sakit, sedapat- dapatnya sebelum dilakukan interogasi, status klinik perlu
dikerjakan serapi- rapinya, sebab hakim bila perlu berhak memeriksanya. Apa
yang dicatat dalam status klinik, berarti tidak pernah diperiksa atau dikerjakan.

Page 48
Di dalam K. U. H. P. pasal- pasal yang mengatur ancaman hukuman bagi
pelaku kejahatan seksual terdapat pada Bab XIV yaitu bab tentang kejahatan
kesusilaan. Bantuan ilmu kedokteran dalam kasus kejahatan seksual dalam kaitannya
dengan fungsi penyelidikan ditujukan kepada :
1. Menentukan adanya tanda- tanda persetubuhan
2. Menentukan adanya tanda- tanda kekerasan
3. Memperkirakan umur
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin.

Ad.1.menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan


Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam
alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya
pancaran air mani. Dengan demikian besarnya zakar dengan ketegangannya, sampai
seberapa jauh zakar masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Jika zakar masuk seluruhnya dan keadaan selaput
dara masih cukup baik, maka pada pemeriksaan dapat diharapkan adanya robekan
pada selaput dara. Jika selaput daranya elastic tentu tidak akan ada robekan. Adanya
robekan pada selaput dara hanya akan menunjukkan adanya benda (padat/kenyal)
yang masuk, dengan demikian bukan merupakan tanda pasti dari adanya
persetubuhan .
Adanya pancaran mani (ejakulasi) ,pada pemeriksaan diharapkan dapat ditemukan
sel mani/sperma. Adanya sperma di dalam liang senggama (vagina) merupakan tanda
pasti akan adanya persetubuhan . pada orang yang mandul maka jumlah spermanya
sangat sedikit sekali yang dikalangan medis dikenal dengan aspermia, dengan
demikian pemeriksaan ditujukan pada penentuan adanya zat-zat tertentu dalam air
mani , seperti asam fosfatase, spermin dan kholin, yang tentunya nilai pembuktian
adanya persetubuhan lebih rendah oleh karena tidak mempunyai nilai deskriptif yang
mutlak atau tidak khas. Jika si pelaku mempunyai penyakit kelamin dan penyakit ini
ditularkan pada korban, maka pemeriksaan bakteriologis misalnya untuk mencari
kuman GO atau sifilis perlu dilakukan dengan catatan nilai pembuktiannya jauh lebih
rendah lagi. Jika pada korban terjadi kehamilan walaupun kehamilan itu jelas
merupakan tanda pasti telah terjadi persetubuhan , penilaiannya harus hati-hati, oleh
karena sulit untuk dapat menentukan dengan pasti apakah kehamilan tersebut
disebabkan oleh si tersangka pelaku kejahatan. Kesimpulan yang dapat diambil
adalah ditemukan sperma dalam vagina korban berarti telah terjadi persetubuhan akan
tetapi bila tidak didapatkan sperma hal ini tidak boleh diartikan bahwa pada korban
telah terjadi persetubuhan.

Ad.2.menentukan adanya tanda-tanda kekerasan.


Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas /luka , tergantung antara lain dari
penampang benda , daerah yang terkena kekerasan serta kekuatan dari kekerasan itu
sendiri. Oleh karena tindakan membius termasuk tindakan kekerasan juga maka perlu
dicari adanya racun serta gejala-gejala akibat obat bius/racun itu sendiri pada korban.
Dengan demikian adanya luka berarti ada kekerasan ,akan tetapi tidak ditemukannya

Page 49
luka bukan berarti bahwa pada korban tidak ada kekerasan. Demikian pula halnya
dengan hasil pemeriksaan racun/obat bius pada korban. Perlu diingat bahwa factor
waktu amat berperan, dengan berlalunya waktu luka dapat menyembuh atau tidak
dapat ditemukan , racun atau obat bius telah dikeluarkan dari tubuh. Factor waktu ini
merupakan factor yang penting dalam pemeriksaan untuk menemukan sperma atau
air mani. Dengan demikian keaslian barang bukti/korban serta kecepatan pemeriksaan
perlu dijaga agar penyidik dapat memproleh hasil/pembuktian seperti yang
diharapkan.

Ad.3.memperkirakan umur .
Memperkirakan umur merupakan pekerjaan yang paling sulit, oleh karena tidak ada
satu metode apapun yang dapat memastikan umur seseorang dengan tepat, walaupun
pemeriksaannya sendiri memerlukan pelbagai sarana serta belbagai keahlian ,seperti
pemeriksaan keadaan pertumbuhan gigi atau tulang dengan memakai alat Rontgen.
Jika kasus kejahatan seksual yang diperiksa merupakan kasus perkosaan seperti yang
dimaksud dalam KUHP pasal 285 atau yang dilakukan pada seorang yang dalam
keadaan tidak berdaya (KUHP pasal 286), penentuan umur atau perkiraan umur tidak
diharuskan . perkiraan umur diperlukan untuk menentukan apakah seseorang itu
sudah dewasa (21 tahun keatas), khususnya pada kasus homoseksual atau lesbian.
Perkiraan umur juga diperlukan pada kasus-kasus dimana pasal 287 KUHP dapat
dikenakan pada pelaku kejahatan.
Penentuan usia korban sangat penting, karena persetujuan untuk melakukan
hubungan seksual yang diberikan oleh seorang wanita dibawah usia dianggap tidak
sah.
Perkiran usia berdasarkan :
1. Tinggi dan berat badan
2. Bentuk tubuh secara umum
3. Jumlah dan bentuk gigi
4. Perkembangan ciri- ciri seksual
5. Pemeriksaan dengan sinar- x

Tulang penyatuan
a. Epikondilus lateralis 10- 12 tahun
b. Epikondilus medial 13- 14 tahun
c. Ujung olekranon dan darah 14- 15 tahun
d. Krista iliaka 17- 19 tahun
e. Tuberositas isiadikus 18- 20 tahun
f. Leher tulang femur 14 tahun
g. Pisiformis 9- 12 tahun

Ad.4.menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin.


Penentuan sama sulitnya dengan memperkirakan umur seseorang ,oleh karena
manusia itu ingin dilihat dari segi yang mana ,secara biologis, social atau dilihat

Page 50
sebagai manusia seutuhnya serta berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Secara biologis jika persetubuhan itu dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan,
pengertian pantas tidaknya buat dikawin tergantung dari : apakah korban telah siap
untuk dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah pernah mengalami menstruasi
untuk ini kadang-kadang korban perlu di isolir di observasi dalam rumah sakit dalam
waktu cukup lama. Bila dilihat pada undang-undang perkawinan ,yaitu pada Bab II
(syarat-syarat perkawinan) pada pasal 7 ayat 1 berbunyi : perkawinan hanya di
izinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun. Dengan demikian terbentur lagi pada masalah penentuan umur yang
sulit untuk diketahui kepastian akan hasilnya.

1.Pemeriksaan Terhadap Korban Perkosaan

Hal- hal yang perlu diperhatikan :


1. Sebelum melakukan pemeriksaan, harus dijelaskan jenis pemeriksaan dan
tujuan dari pemeriksaan tersebut kepada korban atau wali/ orang tua korban
(pada beberapa kasus penjelasan di berikan kepada kedua belah pihak)
2. Persetujuan pemeriksaan. Jika usia korban diatas 12 tahun, maka persetujuan
tertulis harus diperoleh dari korban wanita tersebut. Dokter tidak bisa
melakukan pemeriksaan tampa persetujuan ini. Jika usia korban di bawah 12
tahun, maka persetujuan bisa diperoleh dari orang tua / wali wanita tersebut.
3. Nama dan usia korban di catat sesuai dengan pengakuan korban
4. Sebaiknya ada seorang perawat wanita yang menyertai korban selama
pemeriksan berlangsung
5. Nama dari orang yang membawa korban untuk diperiksa juga dicatat.
Biasanya yang membawa korban adalah petugas polisi.
6. Paling sedikit harus dicatat 2 buah tanda- tanda identifikasi pada diri korban
7. Tanggal, waktu dan tempat pemeriksaan juga harus dicatat.

Setelah selesai prosedur diatas baru dilakukan anamnesis untuk


mempermudah pemeriksaan dokter, yang meliputi :
 Nama, umur, tanggal lahir, pekerjaan
 Status perkawinan : belum kawin/ kawin/ cerai
 Tanggal haid terakhir, hamil
 Persetubuhan sebelum kejadian : belum pernah / pernah
 Terakhir tanggal, pukul, pakai kondom
 Obat kontrasepsi : ya / tidak. Macam :
 Obat lain : ya / tidak. Macam
 Minuman keras : macam, berapa banyak : waktunya :
 Anamnesis mengenai kejadian :
 Bila kejahatan terjadi :

Page 51
 Bila melapor kepada polisi.
Diman terjadi kejahatan ini, lukisan mengenai tempat kejadian perkara.
 Apa yang dilakukan tertuduh dari awal sampai terjadi persetubuhan
 Adakah tertuduh melakukan kekerasan
 Adakah ancaman kekerasan dari tertuduh. Caranya :
 Apakah korban pingsan. Mengadakan perlawanan
 Berteriak minta tolong. Apakah terjadi persetubuhan
 Seluruh penis masuk dalam vagina, ada mani keluar dari vulva
 Waktu penetrasi berasa nyeri. Sudah buang air kecil, cebok, mandi, ganti
pakaian

2.Pemeriksaan Terhadap Tertuduh Pelaku Perkosaan

Hal yang harus diperhatikan :


1. Kepada tertuduh harus dijelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan
adanya kemungkinan bahwa hasil pemeriksaan bisa memberatkan dirinya.
2. Suatu persetujuan tertulis harus diperoleh. Menurut undang- undang tidak
seorang pun boleh mengalami pemeriksaan medis dengan paksaan
3. Jika tidak mendapatkan persetujuan, maka yang dicatat hanya temuan dari
pemeriksaan luar dan hasilnya dikirimkan disertai dengan keterangan bahwa
tertuduh menolak untuk diperiksa
4. Waktu, tempat dan tanggal pemeriksaan harus dicatat.

Pemeriksaan pria tersangka :


1. Adanya bercak sperma, darah, tanah pada pakaian (juga pakaian dalam) harus
dicatat, demikian juga jika pada pakaian terdapat robekan. Karena itu sangat
penting agar dokter pemeriksa sesegera mungkin melakukan pemeriksaan
pada pria yang tertuduh.
2. Bentuk tubuh juga penting diperhatikan karena menunjukkan apakah tertuduh
memungkinkan dalam melakukan tindakan kekerasan
3. Tanda- tanda cedera juga dicatat, karena cedera tersebut bisa disebabkan
karena perlawanan dari korban.
4. Berusaha mencari rambut yang terlepas
5. Pemeriksaan menyeluruh pada bagian alat kelamin harus dilakukan. Dicatat
jika ada deformitas dan diberikan penilaian apakah orang tersebut mampu
untuk melakukan tindakan pemerkosaan atau tidak
6. Dicari adanya tanda- tanda cedera disekitar alat kelamin. Bentuk cedera ini
bisa berupa cakaran atau robekan frenulum.

Page 52
7. Dicatat jika ada infeksi kuman gonokokus, lalu dibuat sediaan untuk
pewarnaan dan pemeriksaan dibawah mikroskopis.
8. Dilakukan pijatan pada prostat sehingga keluar secret yang akan diambil
contohnya untuk pemeriksaan.
9. Periksa adanya smegma (kotoran yang berkumpul disekitar glands penis
dibalik preputium). Adanya smegma ini menunjukkan belum terjadinya
hubungan seksual karena biasanya smegma akan terbilas pada saat melakukan
hubungan seksual.

pemeriksaan korban dapat dibagi menjadi :


a. Pemeriksaan pakaian
1. Catat jika ada bercak darah, terutama pada pakaian bagian dalam
2. Adanya bercak cairan sperma juga harus dicatat
3. Tanda- tanda robekan pada pakaian harus diperhatikan, karena hal ini
menunjukkan adanya perlawanan.
4. Adanya kotoran atau bekas tanah pada pakaian juga diperhatikan,
dimana hal ini mungkin menunjukkan bahwa korban dijatuhkan lalu
diperkosa.

b. Pemeriksaan Umum
1. Penilaian dilakukan terhadap struktur tubuh wanita. Penilaian ini bisa
menunjukkan keadaan tubuh.
2. Cedera yang ada pada tubuh korban juga harus diperhatikan. Bentuk
cedera antara lain :
- Cakaran kuku
- Luka
- Luka laserasi
- Luka gigitan
Pemeriksaan terutama pada daerah pubis dan paha
3. Jika ada perhiasan juga dicatat
4. Jika ada gangguan kemampuan berjalan karena nyeri juga dicatat
5. Periksa jika ada cedera pada saluran uretra eksterna yang bisa
mengakibatkan kesulitan berkemih.
6. Denyut nadi dan tekanan darah korban yang dalam keadaan syok juga
harus dicatat

Page 53
c. Pemeriksaan alat kelamin

Posisi litotomi

Jenis pemeriksaan ini lebih jelas jika dilakukan pada korban wanita yang masih
perawan
1. Adanya bercak darah dan caira sperma harus diperhatikan pada bagian kulit
dan rambut pubis
2. Rambut pubis harus diperiksa. Jika sudah ada rambut pubis maka rambut
tersebut digunting dan dikirim kelaboratorium untuk pemeriksaan
3. Adanya efusi darah pada alat kelamin dan jaringan sekitarnya juga diperiksa
4. Pada beberapa kasus, alat kelamin ini mengalami edema dan nyeri
5. Adanya laserasi vagina harus diperiksa secara hati- hati. Pada wanita dewasa
selaput dara biasanya mengalami robekan tetapi tidak demikian pada wanita
berusia di bawah 8 tahun karena letak selaput dara lebih dalam. Cedera
biasanya lebih luas pada korban anak- anak. Adanya robekan pada perineum
dan muara alat kelamin merupakan bukti yang nyata terjadinya perkosaan.
Bikin sediaan mikroskopik dari lender sekitar selaput dara. Perhatikan
robekan baru, hamper sembuh, lama. Sesuaikan lokalisasi robekan dengan
jarum pendek jam tangan. Robekan dikuadran bawah kanan sama dengan
pukul 7.
6. Ukur diameter lubang selaput dara, dapat dilalui satu jari kelingking, telunjuk
atau dua jari sempit atau longgar.

Page 54
Beberapa jenis dari bentuk hymen

Formulir Visum Et Repertum Perkosaan


Formulir visum et repertum luka tidak sesuai untuk kasus perkosaan.
Visum et repertum luka digunakan pada pemeriksaan terhadap korban
peristiwa penganiayaan, kecelakaan lalulintas dan sebagainya. Pada bagian
kesimpulan, dokter diminta pendapatnya tentang jenis luka, jenis kekerasan
penyebab dan kualitas luka.
Pada peristiwa persetubuhan yang merupakan tindak kejahatan, dokter
diminta untuk mengemukakan pendapatnya apakah persetubuhan telah terjadi.
Misalnya, pada perempuan bukan perawan, persetubuhan mungkin tidak
menimbulkan luka dan tidak ada kualifikasi luka yang akan dikemukakan.

Kesimpulan visum et repertum

Kesimpulan harus memuat :


1. Jenis dan penyebab luka
2. Adanya penyakit kelamin

Page 55
3. Hasil pemeriksaan laboratorium
 Golongan darah
 Pemeriksaan rambut
 Adanya sel vagina, adanya feses
4. Adanya persetubuhan pervaginam atau peranum.

Pendidikan Pasien

Pentingnya perawatan medis dan psikologis lanjutan harus ditekankan.


Pasien harus diperiksa ulang pada minggu keenam untuk memastikan bahwa
tes serologic dan biakan gonore tetap negative, bahwa ia tidak menjadi hamil
dan bahwa ia mendapatkan dukungan psikologik yang sesuai.
Rujukan ke ahli psikologis atau ke organisasi konsul seperti organisasi
wanita melawan perkosaan dapat menolong. Pasien mungkin ditawarkan resep
klordiazepoksid hidroklorida (Librium), diazepam (valium) atau obat yang
sejenis untuk membantu menanggulangi ketakutan dan kecemasan yang akut.

IV.Pengumpulan barang bukti dalam kasus kejahatan seksual :


A. Pengumpulan, penyimpanan dan pengiriman air mani
1) Bercak air mani
a. Barang bukti yang mengandung bercak harus dikeringkan
sebelum dikirim.
1. Pakaiaan, kirim seluruhnya dalam kantung kertas yang
terpisah, jangan terlalu banyak di manipulasi dan
JANGAN menyentuh atau melipat daerah dimana
diduga terdapat bercak.
2. Selimut, sprei, sarung bantal dan lain- lainnya, kirim
seluruhnya dengan baik.
3. Kendaraan
Ambil dan kirim seluruh tempat duduk, bila dipandang
perlu untuk melakukan pemeriksaan kendaraan
konsultasikan dahulu dengan pihak laboratorium.

B. Lubang- lubang tubuh manusia


1. Contoh barang bukti
a. Korban jangan diperkenankan membersihkan bagian tubuh /
lubang yang dicederaioleh karena akan merusak semua barang
bukti.
b. Contoh barang bukti, harus diambil oleh dokter yang
berpengalaman.

Page 56
2. Contoh dari dalam vagina
a. Setiap pelapor / korban harus diperiksa sesegera mungkin,
yaitu untuk melihat adanya sperma yang masih bergerak (aktif
atau hidup) sperma yang tidak bergerak dapat ditemukan untuk
jangka waktu yang cukup lama setelah perserubuhan.
b. Perwarnaan / apusan : harus dikerkajan oleh orang yang sudah
berpengalaman, pewarnaan harus tipis dan dan didiamkan
sampai kering, tidak boleh menggunakan spray atau melap
untuk maksud tersebut. Setelah kering ditaruh gelas penutup
diats objek gelas yang telah diwarnai tadi. Berikan label pada
data- data yang mencakup : pewarnaan yang dipakai, nama
orang yang diperiksa / korban dan nama yang membuat
pewarnaan serta tanggal dan lokasinya.
c. Dokter harus membersihkan vagina dengan memakai sedikit
mungkin (5- 10 ml) aquadest.
d. Seluruh sediaan hapus (swab) harus ditaruh dalam tabung
reaksi yang kering. Tabung tersebut diberi label dengan
identitas seperlunya.
e. Seluruh tabung reaksi harus ditaruh dalam lemari pendingin
sampai dikirim ke laboratorium.

3. Dubur
Pada kasus khusus (sodomi) harus diambil sediaan apus (swab)
dan disimpan dalam tabung reaksi yang kering dan diberi label.

4. Rongga mulut
Pada kasus khusus (fellatio, hubungan kelamin melalui mulut),
sediaan apus (swab) harus diambil dari beberapa tempat dalam

Page 57
rongga mulut dan disimpan dalam tabung reaksi yang kering
dan diberi label.

C. Rambut kemaluan
1. Rambut kemaluan korban harus disisr dengan sisir bersih untuk
mengumpulkan rambut yang terlepas, yang mungkin berasal dari
rambut yang terlepas yang mungkin berasal dari rambut sang pelaku
yang terlepas.
2. Dua puluh empat helai rambut atau lebih harus dicabut, baik dari
korban maupun dari si tersangka.
D. Control
1. Pemeriksaan golongan darah dari cairan tubuh (dalam hal ini air
mani) dapat ditentukan, untuk ini perlu diketahui apakah orang yang
akan diambil dan diperiksa air maninya itu termasuk golongan
secretor. Pemeriksaan mencakup semua tersangka dan para korban dan
dapat ditambah lagi dalam pemeriksaan dari orang lain yang
bersetubuh dengan korban dalam waktu 24 jam sebelum pemeriksaan
dilakukan, hal ini untuk mencegah kekeliruan dalam mengambil
kesimpulan.
2. Ambil darah dan air liur dari orang- orang yang bersangkutan untuk
control, jika tidak tersedia atau tidak bersedia kartu golongan darah
orang tersebut atau data- data medis yang ada di rumah sakit.
3. Air liur korban
a. Sekurang- kurangnya diperlukan 4 contoh (swab) dari bagian –
bagian yang berbeda akan tetapi tidak boleh diambil pada
daerah yang berdarah. Bila diduga ada air mani dalam mulut
maka pengambilan air liur harus ditempat lain.
b. Bahan yang diambil ditaruh dalam tabung reaksi yang kering
dan bersih serta diberi label.

3.10. Yang perlu diketahui dalam kasus kejahatan seksual


1. Sperma masih dapat diketemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina
sampai 4- 5 jam setelah persetubuhan
2. Pada orang yang hidup sperma masih dapat diketemukan (tidak bergerak)
sampai sekitar 24- 36 jam setelah persetubuhan : sedangkan pada orang yang
mati sperma masih dapat diketemukan dalam vagina paling lama sampai 7- 8
hari setelah persetubuhan.

Page 58
3. Pada laki- laki yang sehat air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak 2- 5
ml, yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap milimeternya dan
sebanyak 90 % dari jumlah tersebut dalam keadaan bergerak (motile).
4. Untuk menjaga keaslian barang bukti / korban, maka korban tidak
diperkenankan untuk membersihkan diri atau mengganti pakaian; hal ini
dimaksudkan supaya bercak air mani atau air mani yang ada tidak hilang
demikian pula dengan barang bukti lainnya seperti bercak darah, rambut, pasir
dan sebagainya. Untuk maksud tersebut dan untuk memenuhi persyaratan
yuridis yang berlaku buat barang bukti, maka korban harus diantar oleh
petugas kepolisian / penyidik segera setelah korban melapor pada polisi
5. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya pada
sprei atau kain maka barang- barang tersebut disinari dengan cahaya ultra
violet, dimana bagian yang mengandung bercak air mani akan berflouresensi
putih, bagian ini harus diambil atau dikirim kelaboratorium.

V.Pemeriksaan Laboratorium Pada Korban Kejahatan Seksual


1.Pemeriksaan secret vagina
Ada beberapa komponen-komponen yang terdapat di dalam ejakulat yang
dapat diperiksa seperti enzim asam fosfatase, kolin dan spermin. Dari pemeriksaan
terhadap sekret vagina maka harus ditentukan apakah sekret vagina tersebut
merupakan / mengandung cairan mani serta apakah juga mengandung spema. Perlu
diketahui bahwa tidak semua cairan mani mengandung sperma; misalnya pada laki-
laki azoospermia. Demikian pula tentang kemampuan hidup sperma di dalam vagina,
dikatakan bahwa sperma dapat bertahan hidup didalam vagina selama lebih kurang 3
hari, sedangkan dalam keadaan mati, sperma masih dapat ditemukan dalam vagina
hingga sekitar 1 minggu.
2.MENENTUKAN CAIRAN MANI
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam sekret vagina perlu dideteksi
adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani, beberapa pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk membuktikan hal tersebut adalah:
Reaksi Fosfatase Asam

Fosfatase asam adalah enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat di dalam
cairan semen/ mani dan didapatkan pada konsentrasi tertinggi di atas 400 kali dalam
mani dibandingkan yang mengalir dibagian tubuh yang lain. Pada laki-laki muda
berumur 16 tahun mencapai 540-4.000 unit per ml. Jumlah fosfatase asam yang tinggi
dihasilkan dari kelenjar prostat yaitu 3.300-23.200 unit per ml. Begitu banyak bahan
yang berasal dari tumbuhan yang telah diuji dan tidak satupun yang memberikan hasil
seperti fosfatase asam yang dihasilkan kelenjar prostat. Adanya enzim fosfatase asam
dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar prostat dengan aktifitas enzim
fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2.500 U.K.A (kaye). Dalam sekret vagina
setelah 3 hari abstinensi seksualitas ditemukan aktifitas 0-6 unit (Risfiel). Dengan

Page 59
menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2 bercak, dapat
ditentukan apakah bercak tersebut adalah mani atau bukan. Aktifitas 25 U.K.A per 1
cc ekstrak yang diperoleh 1 cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani.

Prinsip Pemeriksaan
Reagen yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah :
Larutan A : Brentamin Fast Blue B 1g (1)
Natrium acetat trihyrate 20 g (2)
Glacial acetat acid 10 ml (3)
Aquadest 100 ml (4)
Prosedur kerja:
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5,
kemudian (1) dilarutkan dalam larutan penyangga tersebut.
Larutan B : Natrium-alfa-naphtyl phosphate 800 mg
Aquadest 10 ml
Prosedur kerja yaitu: 89 ml larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu disaring
cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika disimpan di lemari es reagen ini dapat
bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.
Enzim fosfatase asam menghidrolisis Na-alfa naftil fosfat; alfa naftol yang telah
dibebaskan akan bereaksi dengan brentamine menghasilkan zat warna azo yang
berwarna biru ungu.
Bahan yang akan diperiksa di tempelkan pada kertas saring yang telah terlebih
dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring
diangkat dan disemprot dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat
penyemprotan sampai timbul warna ungu.

Interpretasi pemeriksaan
Perlu diperhatikan bahwa intensitas warna maksimal tercapai secara
berangsur-angsur dan tes ini tidak spesifik. Hasil positif semu dapat terjadi dengan
feces, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan. Bercak yang tidak
mengandung enzim fosfatase asam memberi warna serentak dengan intensitasnya
secara tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim fosfatase, memberikan
intensitas warna secara berangsur-angsur. Menurut penelitian, bila waktu reaksi 30
detik, merupakan indikasi yang baik untuk adanya cairan mani. Bila 30- 65 detik,
indikasi sedang, dan masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Bila >
65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapatnya cairan mani, karena
pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatsae
asam yang terdapat dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90-100 detik.
Kehamilan, adanya bakteri dan fungi dapat mempercepat waktu reaksi.
Reaksi Berberio
Dasar reaksi adalah menentukan adanya spermin dalam semen/ mani.
Prinsip Pemeriksaan
Reagens yang digunakan adalah larutan asam pikrat jenuh. Bercak diekstraksi
dengan sedikit aquades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan mengering,

Page 60
tutup dengan kaca penutup. Reagen diteteskan/ dialirkan dengan pipet di bawah kaca
penutup.

Interpretasi pemeriksaan
Hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin pikrat yang kekuning-
kuningan atau coklat berbentuk jarum dengan ujung tumpul, dan kadang-kadang
terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk
ovoid. Reaksi tersebut mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan
spermatozoa.
Reaksi Florence (Kristal Kholin)
Dasar reaksi adalah untuk menemukan adanya kholin.
Prinsip Pemeriksaan
Reagen yang digunakan : larutan lugol yang dapat dibuat dari :
Kalium yodida 1,5 g
Yodium 2,5 g
Aquades 30 ml
Bercak diekstraksi dengan sedikit aquades. Ekstrak diletakkan pada kaca
objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet
di bawah kaca penutup.

Interpretasi Pemeriksaan
Bila terdapat bercak mani, tampak kristal kholin-peryodida berwarna coklat,
berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah.
Tes ini tidak khas untuk cairan mani karena ekstrak jaringan berbagai organ,
putih telur dan ekstrak serangga akan memberikan kristal serupa. Sekret vagina
kadang-kadang memberikan hasil positif. Sebaliknya bila mani belum cukup
berdegradasi, maka hasilnya mungkin negatif. Reaksi ini dilakukan bila terdapat
azoospermi dan cara lain untuk menentukan tidak dapat dilakukan.

3.PEMERIKSAAN SPERMATOZOA
Spermatozoa mempunyai bentuk khas untuk spesies tertentu dengan jumlah
yang bervariasi, biasanya 60 sampai 120 juta per ml. Beberapa pemeriksaan untuk
menentukan adanya sperma dalam cairan vagina adalah:
Tanpa Pewarnaan
Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang
bergerak. Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3
jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam
vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini menjadi 3-4 jam. Setelah itu
spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang (lisis),
sehingga dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan.
Prinsip Pemeriksaan Tanpa Pewarnaan

Page 61
Satu tetes lendir vagina diletakkan pada kaca obyek, dilihat dengan
pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan gerakan sperma. Bila
sperma tidak ditemukan lagi, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat
kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan
cairan mani dalam cairan vagina.
Dengan Pewarnaan
Prinsip Pemeriksaan Dengan Pewarnaan
Dibuat sediaan apus cairan vaginal pada gelas objek, keringkan dan difiksasi
dengan melewatkan gelas objek sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas (warnai)
dengan HE, methylene blue atau malachite green. Cara pewarnaan yang mudah dan
baik untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan malachite green 1% dalam
air, dengan prosedur warnai dengan larutan malachite green 1% selama 10-15 menit,
lalu cuci dengan air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan
Eosin Yellowish 1% dalam air selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air,
keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
Interpretasi Pemeriksaan
Pada pengamatan di bawah mikroskop akan terlihat gambaran sperma dengan
kepala sperma tampak berwarna ungu menyala dan lehernya merah muda, sedangkan
ekornya berwarna hijau.

Hasil positif yang diperoleh membuktikan adanya cairan mani ketika 1


sperma yang utuh ditemukan. Meskipun memberikan cukup bukti, hasil positif
sepatutnya ditemukan 2 atau lebih sperma untuk mendukung pemeriksaan dan tidak
cukup dengan hanya menemukan sperma yang tidak utuh. Hasil negatif tidak
menyingkirkan cairan mani dari pewarnaan tersebut. Pewarna buatan bisa dicuci atau
sperma bisa disaring hanya dengan fraksi cairan pada pewarna buatan atau laki-laki

Page 62
tersebut aspermia. Pencucian pewarna buatan tidak selalu menghalangi bukti
meskipun bahan-bahan dalam cairan yang memberikan test kimia positif dihancurkan
dan dihilangkan, sperma tidak rusak dengan sabun yang bersifat alkalis. Pewarnaan-
pewarnaan dahulu atau beberapa tahun bisa memberikan hasil positif tetapi semakin
lama pewarnaan tersebut disimpan maka kemungkinan kecil untuk menemukan
sperma yang utuh.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PADA KORBAN KEJAHATAN SEKSUAL

JENIS BARANG BUKTI METODE HASIL YANG DIHARAPKAN


PEMERIKSAAN YG DIPERIKSA
Penentuan Cairan vagina Tanpa Sperma yang masih bergerak
adanya sperma pewarnaan
Dgn Bagian basis kepala sperma warna
pewarnaan ungu,bagian hidung merah muda
malachitgreen
pakaian Pewarnaan Kepala sperma warna merah, ekor biru
baeeci muda
Penentuan Cairan vagina Rx.dgn asam Warna ungu timbul < 30 detik, berarti
adanya air mani fosfatase indikasi besar.
Warna ungu timbul < 65 detik, indikasi
sedang
Rx.florence Adanya kholin dalam air mani akan
membentuk Kristal kholin peryodida
Rx.berberio Adanya spermin dalam air mani akan
membentuk spermin pikrat
pakaian Inhibisi Bercak air mani dapat dibedakan dari
as.fosfatase bercak lain
dgn as.tartrat
Rx,dgn Warna ungu pada pakaian
as.fosfatase menunjukkan air mani
Secret uretra, Sinar UV, Letak bercak air mani dapat diketahui
Secret cervik-uteri visual
perabaan &
penciuman
Cairan dari koreng Pem.T.pallidu
(ulkus) pada ra(lues,sifilis)
genitalia mikroskopis
darah Tes serologis
VDRL,+
untuk sifilis
Penentuan urin Hemagglutina Adanya kehamilan diketahui bila tidak
adanya tion inhibition terjadi penggumpalan.

Page 63
test
(prognosticon
& gravidek
toksikologis Darah dan urin Thin layer Adanya obat-obat yang dapat
chromatograp menurunkan atau menghilangkan
h,mikrodiffus, kesadaran
dll
Penentuan Cairan vagina yg Serologis (A- Golongan darah dari air mani berbeda
golongan darah berisi air mani dan B-O grouping dgn golongan darah dari korban .
darah test)

BAB VI. PENUTUP


Tindakan perkosaan merupakan suatu pengalaman yang secara psikologis
sangat menghancurkan yang dialami oleh seorang wanita. Merupakan tindakan
kekerasan yang brutal yang merampas identitas diri korban dan menimbulkan rasa
bersalah dan ketakutan yang dapat menetap lama setelah pasien memperoleh
perawatan medis darurat.
Walaupun perkosaan merupakan istilah legal untuk keputusanpengadilan
tetapi bukan diagnose medis. Persetubuhan yang melanggar hukum dan tidak adanya
persetujuan harus diperlihatkan kaus perkasus.
Bukti medis diperlukan untuk menentukan persetubuhan dan membantu untuk
memperlihatkan tidak adanya persetujuan. Karena hasil pemeriksaan medis dapat
dipergunakan sebagai bukti di ruang pengadilan, pasien mempunyai hak untuk
meminta pertolongan medis saja dan menolak pemeriksaan untuk pengumpulan
bukti- bukti hukum. Bagaimanapun pasien harus diberitahukan bila rumah sakit perlu
untuk melaporkan kasus kecurigaan penganiayaan dan pemukulan ke penguasa
setempat.

Page 64
PERBUATAN CABUL DAN PENYIMPANGAN SEX

BAB I. Pendahuluan
Kejahatan seksual (sexual offences),sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang
menyangkut tubuh,kesehatan dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat
dengan ilmu kedokteran khususnya ilmu kedokteran , forensic yaitu didalam upaya
pembuktian bahwasanya kejahatan tersebut memang telah terjadi. Adanya kaitan
antara ilmu kedokteran dengan kejahatan seksual dapat dipandang sebagai
konsekuensi dari pasal-pasal di dalam KUHP serta KUHAP, yang memuat ancaman
hukuman serta tata cara pembuktian pada setiap kasus yang termasuk di dalam
pengertian kasus kejahatan seksual.
Di dalam upaya pembuktian secara kedokteran forensic, factor keterbatasan di dalam
ilmu kedokteran itu sendiri dapat sangat berperan ,demikian halnya dengan factor
waktu serta factor keaslian dari barang bukti (korban) ,maupun factor-faktor dari si
pelaku kejahatan seksual itu sendiri.
Dengan demikian upaya pembuktian secara kedokteran forensic pada setiap
kasus kejahatan seksual sebenarnya terbatas didalam upaya pembuktian ada tidaknya
tanda-tanda persetubuhan , ada tidaknya tanda-tanda kekerasan , perkiraan umur serta
pembuktian apakah seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu untuk
dikawini atau tidak.
Beberapa hal perlu dipahami terkait dengan istilah yang sering dipakai :
1.cabul (ks), keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar adat dan susila, melanggar
kesopanan. Mencabuli (kk) mencemari kehormatan perempuan , memperkosa.
Pencabulan (kb) proses, cara, perbuatan cabul dan mencabuli.
2.susila (ks) beradab, sopan, tertib, baik budi bahasanya. susila (kb) pengetahuan
tentang adab kesopanan.
3.bersetubuh (kk) bersenggama melakukan hubungan seksual. Menyetubuhi (kk)
melakukan persetubuhan dengan menyebadani, mengumpuli. Persetubuhan (kb) hal
bersetubuh.
4.perkosa,memerkosa (kk) memaksa, perkosaan (kb) pemaksaan.
5.gendak (kb) wanita yang diajak untuk berselingkuh , wanita idaman lain (wil)
6.Zina, persetubuhan yang dilakukan diluar perkawinan.

Kasus – kasus tentang kejahatan seksual sangat sering diberitakan baik oleh
media cetak ataupun elektronik. Perkosaan /cabul adalah salah satu bentuk kejahatan
seksual yang paling banyak diberitakan. Korban kasus perbuatan cabul sendiri, selain
orang dewasa juga tak kalah sering terjadi pada anak – anak yang dibawah umur,
ditempat yang kadang kala menjadi tempat perlindungannya (rumah, sekolah),
ataupun orang yang seharusnya menjadi pelindungnya (abang, kakak, orang tua).

Page 65
Persetubuhan yang merupakan kejahatan meliputi baik persetubuhan di dalam
perkawinan maupun persetubuhan di luar perkawinan . persetubuhan di dalam
perkawinan yang merupakan kejahatan bila seorang suami melakukan persetubuhan
dengan istrinya yang belum mampu kawin dengan mengakibatkan luka-luka, luka
berat atau mengakibatkan kematian (KUHP pasal 288).(1)
Perbuatan cabul dapat dilakukan oleh sesama kelamin (laki – laki dengan laki –laki,
perempuan dengan perempuan), laki – laki terhadap perempuan, serta perempuan
terhadap laki – laki.
KUHP tidak memberi batasan apa “persetubuhan” itu, tetapi KUHP membedakan
persetubuhan dan perbuatan cabul. Bila persetubuhan tidak dapat dibuktikan, maka
digunakan perbuatan cabul sebagai pengganti.
Deviasi seksual atau penyimpangan seksual (unnatural sexual offences) juga
perlu dijelaskan oleh karena efeknya juga kadang kala tidak jarang mengarah pada
tindakan kejahatan kesusilaan pada orang lain (korban). Beberapa literatur
menyebutkan bahwa beberapa faktor yang dapat memungkinkan terjadinya deviasi
seksual seperti faktor genetik, faktor hormonal dan faktor psikologik sosial dan
keluarga.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PERBUATAN CABUL
I.Defenisi
Perbuatan cabul merupakan perbuatan yang melanggar kesusilaan. Karena
kesusilaan berbeda dari suatu daerah dan daerah lain, ada yang memberi batasan
sebagai berikut : Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang sengaja dilakukan
untuk membangkit nafsu birahi atau nafsu seksual diluar perkawinan termasuk
persetubuhan. Persetubuhan termasuk perbuatan cabul lihat KUHPerdata pasal 287.
Didalam perkawinan tidak dikenal istilah perbuatan cabul, dan perbuatan cabul selalu
dilakukan diluar perkawinan, oleh karena itu cukup disebut perbuatan cabul saja.
Perbuatan cabul dapat dilakukan oleh sesama kelamin (laki – laki dengan laki –laki,
perempuan dengan perempuan), laki – laki terhadap perempuan, serta perempuan
terhadap laki – laki.
Menurut Soesilo dalam bukunya, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
“perbuatan cabul” ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan ( kesopanan)
atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin,
misalnya : cium – ciuman, meraba – raba anggota kemaluan , meraba – raba buah
dada dan sebagainya. ”Persetubuhan” termasuk pula dalam pengertian perbuatan
cabul, akan tetapi dalam undang – undang disebutkan tersendiri. Yang dilarang dalam

Page 66
pasal 289 KUHP tidak saja memaksa orang untuk melakukan perbuatan cabul, tetapi
juga memaksa orang untuk membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul.
KUHP tidak memberi batasan apa “persetubuhan” itu, tetapi KUHP
membedakan persetubuhan dan perbuatan cabul. Bila persetubuhan tidak dapat
dibuktikan, maka digunakan perbuatan cabul sebagai pengganti. Karena perbedaan
tersebut, batasannya disebutkanlah defenisi persetubuhan adalah : perpaduan alat
kelamin laki – laki dan alat kelamin perempuan dengan syarat, alat kelamin laki – laki
(penis), seluruhnya atau sebagian masuk kedalam alat kelamin perempuan (vagina).
Di dalam K. U. H. P. pasal- pasal yang mengatur ancaman hukuman bagi
pelaku kejahatan seksual terdapat pada Bab XIV yaitu bab tentang kejahatan
kesusilaan. Bantuan ilmu kedokteran dalam kasus kejahatan seksual dalam kaitannya
dengan fungsi penyelidikan ditujukan kepada :
5. Menentukan adanya tanda- tanda persetubuhan
6. Menentukan adanya tanda- tanda kekerasan
7. Memperkirakan umur
8. Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin.

Ad.1.menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan


Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam
alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya
pancaran air mani. Dengan demikian besarnya zakar dengan ketegangannya, sampai
seberapa jauh zakar masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Jika zakar masuk seluruhnya dan keadaan selaput
dara masih cukup baik, maka pada pemeriksaan dapat diharapkan adanya robekan
pada selaput dara. Jika selaput daranya elastic tentu tidak akan ada robekan. Adanya
robekan pada selaput dara hanya akan menunjukkan adanya benda (padat/kenyal)
yang masuk, dengan demikian bukan merupakan tanda pasti dari adanya
persetubuhan .
Adanya pancaran mani (ejakulasi) ,pada pemeriksaan diharapkan dapat ditemukan
sel mani/sperma. Adanya sperma di dalam liang senggama (vagina) merupakan tanda
pasti akan adanya persetubuhan . pada orang yang mandul maka jumlah spermanya
sangat sedikit sekali yang dikalangan medis dikenal dengan aspermia, dengan
demikian pemeriksaan ditujukan pada penentuan adanya zat-zat tertentu dalam air
mani , seperti asam fosfatase, spermin dan kholin, yang tentunya nilai pembuktian
adanya persetubuhan lebih rendah oleh karena tidak mempunyai nilai deskriptif yang
mutlak atau tidak khas. Jika si pelaku mempunyai penyakit kelamin dan penyakit ini
ditularkan pada korban, maka pemeriksaan bakteriologis misalnya untuk mencari
kuman GO atau sifilis perlu dilakukan dengan catatan nilai pembuktiannya jauh lebih
rendah lagi. Jika pada korban terjadi kehamilan walaupun kehamilan itu jelas

Page 67
merupakan tanda pasti telah terjadi persetubuhan , penilaiannya harus hati-hati, oleh
karena sulit untuk dapat menentukan dengan pasti apakah kehamilan tersebut
disebabkan oleh si tersangka pelaku kejahatan. Kesimpulan yang dapat diambil
adalah ditemukan sperma dalam vagina korban berarti telah terjadi persetubuhan akan
tetapi bila tidak didapatkan sperma hal ini tidak boleh diartikan bahwa pada korban
telah terjadi persetubuhan.

Ad.2.menentukan adanya tanda-tanda kekerasan.


Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas /luka , tergantung antara lain dari
penampang benda , daerah yang terkena kekerasan serta kekuatan dari kekerasan itu
sendiri. Oleh karena tindakan membius termasuk tindakan kekerasan juga maka perlu
dicari adanya racun serta gejala-gejala akibat obat bius/racun itu sendiri pada korban.
Dengan demikian adanya luka berarti ada kekerasan ,akan tetapi tidak ditemukannya
luka bukan berarti bahwa pada korban tidak ada kekerasan. Demikian pula halnya
dengan hasil pemeriksaan racun/obat bius pada korban. Perlu diingat bahwa factor
waktu amat berperan, dengan berlalunya waktu luka dapat menyembuh atau tidak
dapat ditemukan , racun atau obat bius telah dikeluarkan dari tubuh. Factor waktu ini
merupakan factor yang penting dalam pemeriksaan untuk menemukan sperma atau
air mani. Dengan demikian keaslian barang bukti/korban serta kecepatan pemeriksaan
perlu dijaga agar penyidik dapat memproleh hasil/pembuktian seperti yang
diharapkan.

Ad.3.memperkirakan umur .
Memperkirakan umur merupakan pekerjaan yang paling sulit, oleh karena tidak ada
satu metode apapun yang dapat memastikan umur seseorang dengan tepat, walaupun
pemeriksaannya sendiri memerlukan pelbagai sarana serta belbagai keahlian ,seperti
pemeriksaan keadaan pertumbuhan gigi atau tulang dengan memakai alat Rontgen.
Jika kasus kejahatan seksual yang diperiksa merupakan kasus perkosaan seperti yang
dimaksud dalam KUHP pasal 285 atau yang dilakukan pada seorang yang dalam
keadaan tidak berdaya (KUHP pasal 286), penentuan umur atau perkiraan umur tidak
diharuskan . perkiraan umur diperlukan untuk menentukan apakah seseorang itu
sudah dewasa (21 tahun keatas), khususnya pada kasus homoseksual atau lesbian.
Perkiraan umur juga diperlukan pada kasus-kasus dimana pasal 287 KUHP dapat
dikenakan pada pelaku kejahatan.

Ad.4.menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin.


Penentuan sama sulitnya dengan memperkirakan umur seseorang ,oleh karena
manusia itu ingin dilihat dari segi yang mana ,secara biologis, social atau dilihat
sebagai manusia seutuhnya serta berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

Page 68
Secara biologis jika persetubuhan itu dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan,
pengertian pantas tidaknya buat dikawin tergantung dari : apakah korban telah siap
untuk dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah pernah mengalami menstruasi
untuk ini kadang-kadang korban perlu di isolir di observasi dalam rumah sakit dalam
waktu cukup lama. Bila dilihat pada undang-undang perkawinan ,yaitu pada Bab II
(syarat-syarat perkawinan) pada pasal 7 ayat 1 berbunyi : perkawinan hanya di
izinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun. Dengan demikian terbentur lagi pada masalah penentuan umur yang
sulit untuk diketahui kepastian akan hasilnya.

II.Pemeriksaan forensic
Perlu diperhatikan terhadap korban perbuatan cabul, bahwa korban bisa masih
hidup atau sudah meninggal. Apabila korban sudah meninggal maka tentunya tidak
dapat dilakukan anamnese terhadap korban. Untuk itu pemeriksaan terhadap korban
sangat menuntut perhatian (silent witness).
Sedangkan bila korban masih hidup, maka dapat dilakukan anamnese dan
pemeriksaan. Dalam anamnese tentunya bersifat subjektif karena berasal dari
keterangan korban, untuk itu maka hasil anamnese yang diambil dari korban
dijadikan lampiran untuk visum et repertum dan disebut sebagai “keterangan yang
diperoleh dari korban”.
Hal-hal yang dapat dikerjakan oleh dokter untuk pemeriksaan adalah:
o Data umum
Memuat tentang informasi penyidik, dokter pemeriksa, perawat/ bidan yang
membantu
pemeriksaan, waktu dan tempat pemeriksaan, dan sebagainya.
o Anamnese
Meliputi identitas korban, informasi perkawinan, tentang haid, penggunaan
obat, cara dan
saat kejadian, tindakan setelah kejadian (mandi atau ganti pakaian), waktu dan
tempat
kejadian, ada tidaknya persetubuhan, bentuk persetubuhan/ percabulan, dan
sebagainya.
o Pemeriksaan medik.
Meliputi pemeriksaan :
 Status umum, meliputi penampilan (pakaian, aura tubuh), kesadaran,
emosi, cara berjalan dan gambaran fisik.
 Status lokalisata, meliputi alat kelamin dengan memperhatikan paha,
rambut kemaluan (pubes), bibir kemaluan dan selaput dara.
Khusus mengenai selaput dara, ada empat macam keadaan yaitu :

Page 69
1. Selaput dara seorang perempuan yang belum pernah disetubuhi.
Selaput dara utuh, lubang selaput dara hanya dapat dilalui oleh jari
kelingking. Bila lubang selaput dara utuh dan dengan mudah dapat
dilalui dengan jari, harus hati – hati mengambil kesimpulan.
2. Selaput dara seorang perempuan yang baru disetubuhi. Robekan
pada selaput dara (baru atau baru sembuh). Lubang selaput dara
dapat dilalui dengan dua jari sempit.
3. Selaput dara seorang perempuan yang sudah sering disetubuhi.
Bekas robekan lama, lubang selaput dara dengan mudah dapat
dilalui oleh 2 jari.
4. Selaput dara seorang perempuan yang sudah melahirkan anak.
Selaput dara sudah tidak jelas lagi, karena banyaknya bekas
robekan yang terjadi pada waktu melahirkan anak, lubang selaput
dara dapat dilalui dengan sangat mudah dengan dua jari.
Pada kasus perbuatan cabul, pelaku bisa saja tidak memasukan penis (alat
kelaminnya) kedalam vagina perempuan (korban) seperti pada kasus perkosaan,
tetapi pada perbuatan cabul pelakunya mungkin memasukan sesuatu benda atau jari –
jari pelaku kealat kelamin perempuan yang tentunya dapat membuat robekan pada
selaput dara.
Perlu diingat bahwa dalam kasus perkosaan harus ada masuknya penis
lengkap atau tidak kedalam vagina. Bila kelamin masuk kedalam anus ataupun
oral/mulut si wanita maka bukan termasuk perkosaan, melainkan perbuatan cabul.
Demikian pula bila yang dimasukkan si laki-laki bukan penisnya, tetapi benda “mirip
penis”, maka juga tidak termasuk perkosaan, tetapi perbuatan cabul.

Selanjutnya sebagai dokter, akhirnya jangan lupa memeriksa hal-hal berikut


dalam kasus korban perbuatan cabul:
1. Adanya persetubuhan
Yaitu dengan memfokuskan kearah selaput dara (hymen) dan ada-
tidaknya sperma/ sel mani di dalam vagina.
2. Adanya tanda – tanda kekerasan
Umumnya bila ada tidak sulit ditemukan dokter. Tempat-tempat yang
umumnya menjadi tempat terjadinya kekerasan adalah daerah mulut dan
bibir, leher, puting susu, pergelangan tangan dan paha bagian dalam serta
di daerah kemaluan khususnya bisa dijumpai luka lecet, memar atau bekas
gigitan.
3. Adanya tanda-tanda bekas pingsan atau tak berdaya.

Page 70
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat bius, obat tidur atau penenang
lainnya. Sehingga perlu diambil sample darah, urine maupun isi lambung
untuk pemeriksaan toksikologi nya.
4. Umur
Memperkirakan umur dapat dilakukan dengan pemeriksaan perkembangan
fisik, pertumbuhan organ seks sekunder, pertumbuhan gigi, penyatuan dari
tulang-tulang panjang (epifise line).
5. Homoseksualitas dan Lesbianisme
Bisa dilakukan dengan pemeriksaan psikiatrik dan didukung dengan
pemeriksaan lainnya, tentunya tidak dapat dilakukan bila korban telah
meninggal dunia.

III.YANG PERLU DIKETAHUI DALAM KASUS KEJAHATAN SEKSUAL


 Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina sampai 4-
5 jam setelah persetubuhan.
 Pada orang yang hidup sperma masih dapat ditemukan (tidak bergerak) sampai
sekitar 24-36 jamsetelah persetubuhan, sedangkan pada orang yang mati sperma
masih dapat ditemukan dalam vagina paling lama sampai 7-8 hari setelah
persetubuhan.
 Pada laki-laki yang sehat air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak 2-5 ml,
yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap mililiternya dan sebanyak 90 %
dari jumlah tersebut dalam keadaan bergerak (mobile).
 Untuk menjaga keaslian barang bukti /korban, maka korban tidak diperkenankan
untuk membersihkan diri atau mengganti pakaian, hal ini dimaksudkan supaya
bercak air mani atau air mani yang ada tidak hilang demikian pula dengan barang
bukti lainnya seperti bercak darah, rambut,pasir dan lain sebagainya. Untuk
maksud tersebut dan untuk memenuhi persyaratan yuridis yang berlaku buat
barang bukti ,maka korban harus diantar oleh petugas kepolisian/penyidik segera
setelah korban melapor pada polisi.
 Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya pada
sprei atau kain maka barang- barang tersebut disinari dengan cahaya ultra violet,
dimana bagian yang mengandung bercak air mani akan berflouresensi putih,
bagian ini harus diambil atau dikirim kelaboratorium
 Jika pelaku kejahatan segera tertangkap tidak setelah kejadian, kepala zakar
harus (glans penis) harus diperiksa yaitu untuk mencari sel-sel epitel vagina yang
melekat pada zakar . ini dikerjakan dengan menempelkan gelas objek pada glans
penis (tepatnya sekeliling korona glandis) dan segera kirim untuk pemeriksaan
mikroskopis.

Page 71
 Visum et repertum yang baik harus mencakup dan menjelaskan keempat hal
seperti diatas ,dengan disertai perkiraan waktu terjadinya persetubuhan . hal ini
dapat diketahui dari keadaan sperma serta dari keadaan normal luka
(penyembuhan luka) pada selaput dara, yang pada keadaan normal luka akan
sembuh dalam waktu sekitar 7-10 hari.
 Dalam kesimpulan visum et repertum dokter tidak akan dan tidak boleh
mencantumkan kata pemerkosaan oleh karena kata tersebut mempunyai arti
yuridis dalam hal paksaan , hal mana diluar jangkauan ilmu kedokteran.
 Untuk mencegah hal-hal negative , maka sewaktu pemeriksaan dilakukan
pemeriksa perlu didampingi orang ketiga , misalnya juru rawat atau polwan. Juga
korban perlu tau apa yang akan dilakukan selama pemeriksaan (prosedur
pemeriksaan) , sedangkan dengan korban yang masih dibawah umur izin dari
wali atau orang tua diperlukan, demikian pula mengenai pemberitahuan
prosedur pemeriksaan.
 Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan
tersebut masih terlihat darah atau tampak kemerahan (hyperaemia). Letak
robekan selaput dara pada persetubuhan pada umumnya di bagian belakang
(commisura posterior) . letak robekan dinyatakan sesuai menurut angka pada
jam . robekan lama selaput dara dapat diketahui jika robekan tersebut sampai ke
dasar (insertion) dari selaput dara.
 Bite Marks (bekas gigitan/jejas gigi) sering didapatkan pada tubuh korban
kejahatan seksual dan pada korban kejahatan lainnya. Pada pelaku kejahatan
dapat pula ditemukan bite marks yang berasal dari korban, bila korban
mengadakan perlawanan. Selain pada tubuh manusia, bite marks juga dapat
ditemukan pada barang bukti yaitu makanan, khususnya makanan yang agak
keras seperti buah apel, pear, jambu dan lain sebagainya. Bite marks pada tubuh
manusia dan pada makanan dapat mengalami dimensi. Oleh karena terjadi
pengeringan dan karena adanya pergerakan rahang sewaktu seseorang menggigit.
Adanya air liur menunjukkan bahwa bite marks yang terdapat pada barang bukti
berasal dari manusia dan air liur tersebut dapat ditentukan golongan darah, bila
orang yang menggigit termasuk golongan secretor.
IV.Data statistic dari dade country florida terkait dengan kejahatan seksual :
 Wanita yang tidak menikah, berpisah atau bercerai mempunyai kemungkinan
diperkosa 5 kali lebih besar dari wanita yang menikah, yang selalu berdua di
rumah atau jika bepergian.
 Hampir 1/3 dari pelaku kejahatan sudah mengetahui perihal korban sebelum
perkosaan dilakukan.

Page 72
 37 % kejahatan seksual dilakukan dalam kenderaan/mobil atau di tempat
terbuka disekitarnya. 22 % di dalam tempat tinggal korban atau di sekitarnya.
11 % di rumah si pelaku kejahatan , sedangkan 30 % dilakukan di rumah atau
bangunan yang terbengkalai .
 21 % korban mendapat luka terutama pada daerah leher dan kepala, 10 %
luka hanya di daerah kemaluan, 7% mendapat luka di daerah kemaluan dan
daerah lain.

V.Bagian kejahatan seksual dalam kaitan dengan persetubuhan yang dapat


dikenakan hukuman

VI.HASIL PEMERIKSAAN YANG DIHARAPKAN PADA KORBAN


KEJAHATAN SEKSUAL
Penyebab Hasil pemeriksaan yang di harapkan
Penetrasi zakar 1.robekan pada selaput dara
2.luka-luka pada bibir kemaluan dan dinding vagina
Pancaran air mani 1.sperma di dalam vagina
(ejakulasi) 2.asam fosfatase, kholin dan sperma di dalam vagina
3.kehamilan
Penyakit kelamin 1.GO (kencing nanah)
2.lues (sifilis)

VII,PENGUMPULAN BARANG BUKTI DALAM KASUS KEJAHATAN


SEKSUAL
A. Pengumpulan, penyimpanan dan pengiriman air mani.
Barang bukti yang mengandung bercak harus dikeringkan sebelum dikirim .
- Pakaian , dikirim seluruhnya dalam kantong kertas yang terpisah
,jangan terlalu banyak dimanipulasi dan jangan menyentuh atau
melipat daerah dimana diduga terdapat bercak .
- Selimut ,sprei, sarung bantal dan lain-lainnya, kirim seluruhnyadengan
baik sebagaimana seharusnya.
- Kenderaan, ambil dan kirim seluruh tempat duduk. Bila dipandang
perlu untuk melakukan pemeriksaan kenderaan konsultasikan dahulu
dengan pihak laboratorium.
B. Lubang-lubang tubuh manusia.
Korban jangan diperkenankan membersihkan bagian tubuh/lubang yang
dicederai oleh karena akan merusak semua barang bukti.
- Dari dalam Vagina

Page 73
a. Setiap pelapor/korban harus diperiksa sesegera mungkin yaitu
untuk melihat adanya sperma yang masih bergerak (aktif atau
hidup). Sperma yang tidak bergerak dapat ditemukan untuk jangka
waktu yang cukup lama setelah persetubuhan.
b. Pewarnaan/pulasan.
c. Dokter harus membersihkan vagina dengan memakai sedikit
mungkin (5-10 ml) aquadest.
d. Seluruh sediaan apus harus di taruh dalam tabung reaksi yang
kering.tabung tersebut diberi label dengan identitas seperlunya.
e. Seluruh tabung reaksi harus ditaruh dalam lemari pendingin
sampai dikirim ke laboratorium.
- Dubur
a. Pada kasus khusus (sodomi,hubungan kelamin melalui dubur)
harus diambil sediaan apus dan di simpan dalam tabung reaksi
yang kering dan di beri label.
b. Pewarnaan.
- Rongga mulut
a. Pada kasus khusus (fellatio, hubungan kelamin melalui mulut)
,sediaan apus harus diambil dari beberapa tempat dalam rongga
mulut dan di simpan dalam tabung reaksi yang kering dan diberi
label.
b. Pewarnaan.
C. Rambut kemaluan
1. Disisir dengan sisir bersih untuk mengumpulkan rambut yang terlepas
yang mungkin berasal dari rambut yang terlepas yang mungkin berasal
dari rambut sang pelaku yang terlepas.
2. 24 helai rambut atau lebih harus dicabut, baik dari korban maupun dari si-
tersangka
D. Kontrol
1. Pemeriksaan golongan darah dari cairan tubuh (air mani) dapat ditentukan
2. Ambil darah dan air liur dari orang-orang yang bersangkutan untuk
control, jika tidak tersedia atau tidak bersedia kartu golongan darah orang
tersebut atau data-data medis yang ada di rumah sakit.
3. Air liur korban
 Sekurang-kurangnya diperlukan 4 contoh (swab) dari bagian yang
berbeda tetapi tidak boleh pada daerah yang berdarah. Jika di duga air
mani dalam mulut maka pengambilan air liur harus di tempat lain.
 Bahan yang diambil di taruh dalam tabung reaksi yang kering dan
bersih serta di beri label.

Page 74
E. Barang bukti lain
Semua barang bukti lain yang diperlukan seperti darah, rambut kepala, serat-
serat atau serat yang lain harus seluruhnya diambil dan dikirim ke
laboratorium menurut prosedur yang seharusnya.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA KORBAN KEJAHATAN


SEKSUAL

JENIS BARANG BUKTI METODE HASIL YANG DIHARAPKAN


PEMERIKSAAN YG DIPERIKSA
Penentuan Cairan vagina Tanpa Sperma yang masih bergerak
adanya sperma pewarnaan
Dgn Bagian basis kepala sperma warna
pewarnaan ungu,bagian hidung merah muda
malachitgreen
pakaian Pewarnaan Kepala sperma warna merah, ekor biru
baeeci muda
Penentuan Cairan vagina Rx.dgn asam Warna ungu timbul < 30 detik, berarti
adanya air mani fosfatase indikasi besar.
Warna ungu timbul < 65 detik, indikasi
sedang
Rx.florence Adanya kholin dalam air mani akan
membentuk Kristal kholin peryodida
Rx.berberio Adanya spermin dalam air mani akan
membentuk spermin pikrat
pakaian Inhibisi Bercak air mani dapat dibedakan dari
as.fosfatase bercak lain
dgn as.tartrat
Rx,dgn Warna ungu pada pakaian
as.fosfatase menunjukkan air mani
Secret uretra, Sinar UV, Letak bercak air mani dapat diketahui
Secret cervik-uteri visual
perabaan &
penciuman
Cairan dari koreng Pem.T.pallidu
(ulkus) pada ra(lues,sifilis)
genitalia mikroskopis
darah Tes serologis

Page 75
VDRL,+
untuk sifilis
Penentuan urin Hemagglutina Adanya kehamilan diketahui bila tidak
adanya tion inhibition terjadi penggumpalan.
test
(prognosticon
& gravidek
toksikologis Darah dan urin Thin layer Adanya obat-obat yang dapat
chromatograp menurunkan atau menghilangkan
h,mikrodiffus, kesadaran
dll
Penentuan Cairan vagina yg Serologis (A- Golongan darah dari air mani berbeda
golongan darah berisi air mani dan B-O grouping dgn golongan darah dari korban .
darah test)

Keterangan.
PEMERIKSAAN SPERMATOZOA
Spermatozoa mempunyai bentuk khas untuk spesies tertentu dengan jumlah
yang bervariasi, biasanya 60 sampai 120 juta per ml. Beberapa pemeriksaan untuk
menentukan adanya sperma dalam cairan vagina adalah:
Tanpa Pewarnaan

Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang


bergerak. Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3
jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam
vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini menjadi 3-4 jam. Setelah itu
spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang (lisis),
sehingga dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan.
teknik Pemeriksaan Tanpa Pewarnaan
Satu tetes cairan/lendir vagina diletakkan pada gelas/kaca obyek, kemudian
ditutup ,dilihat dengan pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan
gerakan sperma. Bila sperma tidak ditemukan lagi, belum tentu dalam vagina tidak
ada ejakulat mengingat kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi sehingga
perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.
Dengan Pewarnaan
teknik Pemeriksaan Dengan Pewarnaan
Dibuat sediaan apus cairan vaginal pada gelas objek, keringkan di udara dan
difiksasi dengan melewatkan gelas objek sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas

Page 76
(warnai) dengan HE, methylene blue atau malachite green. (Cara pewarnaan yang
mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan malachite green
1% dalam air), dengan prosedur warnai dengan larutan malachite green 1% selama
10-15 menit, lalu cuci dengan air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain
/warnai lagi dengan larutan Eosin Yellowish 1% dalam air selama 1 menit, terakhir
cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.

Interpretasi Pemeriksaan
Pada pengamatan di bawah mikroskop akan terlihat gambaran sperma dengan
kepala sperma tampak berwarna ungu menyala dan lehernya merah muda, sedangkan
ekornya berwarna hijau.

Hasil positif yang diperoleh membuktikan adanya cairan mani ketika 1


sperma yang utuh ditemukan. Meskipun memberikan cukup bukti, hasil positif
sepatutnya ditemukan 2 atau lebih sperma untuk mendukung pemeriksaan dan tidak
cukup dengan hanya menemukan sperma yang tidak utuh. Hasil negatif tidak
menyingkirkan cairan mani dari pewarnaan tersebut. Pewarna buatan bisa dicuci atau
sperma bisa disaring hanya dengan fraksi cairan pada pewarna buatan atau laki-laki
tersebut aspermia. Pencucian pewarna buatan tidak selalu menghalangi bukti
meskipun bahan-bahan dalam cairan yang memberikan test kimia positif dihancurkan
dan dihilangkan, sperma tidak rusak dengan sabun yang bersifat alkalis. Pewarnaan-
pewarnaan dahulu atau beberapa tahun bisa memberikan hasil positif tetapi semakin

Page 77
lama pewarnaan tersebut disimpan maka kemungkinan kecil untuk menemukan
sperma yang utuh.

Pewarnaan Baeechi dikerjakan sbb: bercak pada pakaian diambil sedikit pada bagian
tengahnya (konsentrasi sperma paling banyak terdapat pada bagian tengah dari
bercak) , warnai dgn pewarnaan Baeechi selama 2 menit kemudian dicuci dengan
HCl 1 %, dehidrasi dengan alcohol 70 %, 85% dan alcohol absolute, bersihkan
dengan xilol, keringkan dan letakkan pada kertas saring.dengan jari pakaian yang
mengandung bercak tersebut diambil 1-2 helai benang dan diuraikan sampai menjadi
serabut-serabut pada gelas objek, teteskan Canada balsam dan kemudian tutup dengan
gelas penutup, selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500
kali.
Pewarnaan Baeechi dibuat dari : Acid-fuchsin 1% (1 tetes atau 1 ml), methylene-blue
1 % (1 tetes atau 1 ml) dan HCL (40 tetes atau 40 ml)

Pembuatan reagensia untuk menentukan adanya air mani dalam cairan vagina dan
pakaian sebagai berikut:
1. Sodium chiloride 23 gram
2. Glacial acetic acid ½ ml
3. Sodium acetate trihydrate 2 gr
4. Brentamine fast blue B 50 mgr
5. Sodium alpha naphthyl phosphate 50 mgr
6. Aquadest 90 ml
7. Kertas saring whatman no. serta alat penyemprot/spray.
Bahan-bahan no.1,2 dan 3 dilarutkan dalam aquadest menjadi larutan buffer
dengan PH sekitar 5 .
Buffer no.4 dilarutkan dalam sedikit larytan, buffer dan demikian bahan no.5
dilarutkan dalam sisa larutan dari larutan buffer. Selanjutnya bahan no.4 yang
sudah dilarutkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam larutan sodium alpha
naphthyphospate dengan cepat disaring dimasukkan kedalam botol yang gelap
(reagensia yang sudah jadi bila disimpan di dalam lemari es dapat tahan selama
beberapa minggu)
Dasar reaksi dari pemeriksaan dengan metode ini adalah :
Asam fosfatase akan menghidrolisa alpha naphthyl phosphate dan alpha naphtol
yang di bebaskan akan mengadakan reaksi dengan brentamine dan membentuk
warna ungu.

Page 78
Cara pemeriksaan
Cairan vagina ditaruh diatas kertas whatman dan didiamkan sampai menjadi
kering. Kemudian disemprot dengan reagensia , perhatikan warna ungu yang
timbul dan catat dalam berapa detik warna ungu tersebut tampak pada kertas
whatman.
MENENTUKAN CAIRAN MANI
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam sekret vagina perlu dideteksi
adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani, beberapa pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk membuktikan hal tersebut adalah:
Reaksi Fosfatase Asam

Fosfatase asam adalah enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat di dalam
cairan semen/ mani dan didapatkan pada konsentrasi tertinggi di atas 400 kali dalam
mani dibandingkan yang mengalir dibagian tubuh yang lain. Pada laki-laki muda
berumur 16 tahun mencapai 540-4.000 unit per ml. Jumlah fosfatase asam yang tinggi
dihasilkan dari kelenjar prostat yaitu 3.300-23.200 unit per ml. Begitu banyak bahan
yang berasal dari tumbuhan yang telah diuji dan tidak satupun yang memberikan hasil
seperti fosfatase asam yang dihasilkan kelenjar prostat. Adanya enzim fosfatase asam
dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar prostat dengan aktifitas enzim
fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2.500 U.K.A (kaye). Dalam sekret vagina
setelah 3 hari abstinensi seksualitas ditemukan aktifitas 0-6 unit (Risfiel). Dengan
menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2 bercak, dapat
ditentukan apakah bercak tersebut adalah mani atau bukan. Aktifitas 25 U.K.A per 1
cc ekstrak yang diperoleh 1 cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani.

Prinsip Pemeriksaan
Reagen yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah :
Larutan A : Brentamin Fast Blue B 1g (1)
Natrium acetat trihyrate 20 g (2)
Glacial acetat acid 10 ml (3)
Aquadest 100 ml (4)
Prosedur kerja:
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5,
kemudian (1) dilarutkan dalam larutan penyangga tersebut.
Larutan B : Natrium-alfa-naphtyl phosphate 800 mg
Aquadest 10 ml
Prosedur kerja yaitu: 89 ml larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu disaring
cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika disimpan di lemari es reagen ini dapat
bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.

Page 79
Enzim fosfatase asam menghidrolisis Na-alfa naftil fosfat; alfa naftol yang telah
dibebaskan akan bereaksi dengan brentamine menghasilkan zat warna azo yang
berwarna biru ungu.
Bahan yang akan diperiksa di tempelkan pada kertas saring yang telah terlebih
dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring
diangkat dan disemprot dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat
penyemprotan sampai timbul warna ungu.
Interpretasi pemeriksaan
Perlu diperhatikan bahwa intensitas warna maksimal tercapai secara
berangsur-angsur dan tes ini tidak spesifik. Hasil positif semu dapat terjadi dengan
feces, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan. Bercak yang tidak
mengandung enzim fosfatase asam memberi warna serentak dengan intensitasnya
secara tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim fosfatase, memberikan
intensitas warna secara berangsur-angsur. Menurut penelitian, bila waktu reaksi 30
detik, merupakan indikasi yang baik untuk adanya cairan mani. Bila 30- 65 detik,
indikasi sedang, dan masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Bila >
65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapatnya cairan mani, karena
pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatsae
asam yang terdapat dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90-100 detik.
Kehamilan, adanya bakteri dan fungi dapat mempercepat waktu reaksi.
Reaksi Berberio
Dasar reaksi adalah menentukan adanya spermin dalam semen/ mani.
Prinsip Pemeriksaan
Reagens yang digunakan adalah larutan asam pikrat jenuh. Bercak diekstraksi
dengan sedikit aquades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan mengering,
tutup dengan kaca penutup. Reagen diteteskan/ dialirkan dengan pipet di bawah kaca
penutup.
Interpretasi pemeriksaan
Hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin pikrat yang kekuning-
kuningan atau coklat berbentuk jarum dengan ujung tumpul, dan kadang-kadang
terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk
ovoid. Reaksi tersebut mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan
spermatozoa.

Reaksi Florence (Kristal Kholin)


Dasar reaksi adalah untuk menemukan adanya kholin.
Prinsip Pemeriksaan
Reagen yang digunakan : larutan lugol yang dapat dibuat dari :
Kalium yodida 1,5 g

Page 80
Yodium 2,5 g
Aquades 30 ml
Bercak diekstraksi dengan sedikit aquades. Ekstrak diletakkan pada kaca
objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet
di bawah kaca penutup.
Interpretasi Pemeriksaan
Bila terdapat bercak mani, tampak kristal kholin-peryodida berwarna coklat,
berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah.
Tes ini tidak khas untuk cairan mani karena ekstrak jaringan berbagai organ,
putih telur dan ekstrak serangga akan memberikan kristal serupa. Sekret vagina
kadang-kadang memberikan hasil positif. Sebaliknya bila mani belum cukup
berdegradasi, maka hasilnya mungkin negatif. Reaksi ini dilakukan bila terdapat
azoospermi dan cara lain untuk menentukan tidak dapat dilakukan.

VIII. JENIS PERBUATAN CABUL DAN TINJAUAN DARI SEGI HUKUM.

Secara umum perbuatan cabul dapat diklasifikasikan atas 9 kategori /


kelompok, dimana sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku juga berbeda – beda
,yaitu:

1. Perbuatan Cabul Yang Dilakukan Didepan Umum


Berdasarkan KUHP Pasal 281 :
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah :
1. Barang siapa dengan sengaja dimuka umum melanggar kesusilaan
2. Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada disitu
bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
“Kesusilaan” disini adalah perasaan yang berhubungan dengan nafsu birahi
misalnya bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan
wanita, memperlihatkan anggota kemaluan pria atau wanita, mencium tanpa izin dan
sebagainya.
Contoh kejahatan yang termasuk dalam pasal 281 yaitu :
EKSHIBISIONISME; merupakan suatu penyimpangan dalam mendapatkan kepuasan
seksual dengan menunjukkan alat kelaminnya di muka umum.

2. Perbuatan Cabul Yang Dilakukan Mau Sama Mau

A. Berdasarkan KUHP Pasal 290 :


Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun :

Page 81
2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas
tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk
dikawin.
Dalam hal ini, yang dapat dihukum adalah orang yang membujuk atau
menggoda seseorang yang umurnya belum 15 tahun atau belum masanya dikawin
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul. Juga
orang yang membujuk dan menggoda seseorang (laki – laki atau perempuan )yang
belum cukup umur 15 tahun atau belum masanya dikawin untuk bersetubuh dengan
orang lain diluar nikah. Selain itu, bila misalnya suatu persetubuhan dilakukan oleh
seseorang perempuan berumur 35 tahun dengan seorang pemuda atau laki-laki
berumur 13 tahun dapat dipandang melakukan perbuatan cabul pada pemuda itu dan
dapat dikenakan pasal ini.
Ada yang perlu diperhatikan didalam pasal ini adalah adanya suatu perbedaan
antara pasal 290 KUHP ini dengan pasal 287 KUHP yang mengatur persetubuhan
diluar nikah dengan seorang perempuan yang belum berumur 15 tahun. Pada pasal
290 KUHP ini, perbuatan cabul merupakan delik sedangkan perbuatan persetubuhan
disebutkan sebagai delik aduan. Jadi, perbuatan cabul yang kelihatannyanya
pidananya “lebih ringan” dibandingkan dengan persetubuhan, dimana sama-sama
dilakukan terhadap perempuan yang sama (>15 tahun ) terjadi perbedaan delik. Delik
berarti penyidikan dapat mulai melakukan penyelidikan berdasarkan atas informasi
dari siapa saja, tidak perlu adanya laporan khusus dari korban.

B. Berdasarkan KUHP pasal 293 :


1. Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan wibawa, yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan
penyesatan sengaja menggerakkan seorang yang belum dewasa untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal
tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya
dilakukan kejahatan itu.
3. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengadilan ini adalah masing
– masing sembilan bulan dan dua belas bulan.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pasal ini adalah, bahwa yang dapat diancam
adalah :
 Sengaja membujuk orang untuk melakukan perbuatan cabul dengan
dia ( pelaku) atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul pada
dirinya.

Page 82
 Membujuknya itu yaitu dengan mempergunakan :
- Hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang dan ada
hubungan (tidak termasuk menjanjikan akan dikawin)
- Pengaruh yang berlebih – lebihan yang ada disebabkan oleh
perhubungan yang sesungguhnya.
- Tipu daya.
 Orang yang dibujuk itu harus belum dewasa (<21 tahun, belum pernah
nikah), dan tidak bercatat kelakuannya (bukan pelacur), ini harus
diketahui dan patut dapat disangka oleh yang membujuk.

C. Berdasarkan KUHP pasal 294 :


1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya,
anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau
dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikannya dan
penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau
bawahannya yang belum dewasa diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
2. Diancam dengan pidana yang sama:
1 Pegawai negeri yang melakukan cabul dengan orang yang
karena jabatannya adalah bawahannya, atau dengan orang
yang penjaganya dipercayakan atau diserahkan kepadanya ;
2. Pengurus , dokter, guru, pegawai, pengasuh atau pesuruh
dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan,
rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa, atau lembaga
sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang
dimasukkan kedalamnya.
Hal yang perlu menjadi perhatian dalam pasal 294 dalam ayat (1) disebutkan
bahwa korban adalah semua yang belum dewasa (<21 tahun dan belum pernah
menikah ). Contoh dalam kasus ini adalah pedofilia, yaitu istilah yang diberikan pada
seseorang yang dewasa yang tertarik untuk melakukan hubungan jenis serta mendapat
kepuasan seks dengan anak – anak.

3. Perbuatan Cabul Dengan Sesama Kelamin

Berdasarkan KUHP pasal 292 :


Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin,
yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan
pidana paling lama lima tahun.

Page 83
Hal yang perlu diingat bahwa dalam pasal ini dapat dipidana adalah bila
perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang dewasa terhadap orang yang belum
dewasa. Sedangkan bila perbuatan itu dilakukan oleh dua orang yang sudah cukup
umur atau oleh dua orang yang belum cukup umur tetapi sudah berumur 15 tahun
tidak dapat dipidana, asal tidak memenuhi pasal 281.
Bila perbuatan tersebut dilakukan oleh kedua orang yang sama – sama belum
berumur 15 tahun maka kedua – duanya dapat bersalah sesuai dengan pasal 45
KUHP. Pasal 45 berbunyi: Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang
belum dewasa karena melakukan sesuatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun,
hakim dapat menentukan memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada
orang tua nya, walinya atau pemeliharaannya, tanpa dipidana apapun; atau
diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apapun, jika perbuatan merupakan
salah satu kejahatan berdasarkan pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 517-
519, 526, 531, 531, 532, 536 dan 540….
Dikenal dua macam orang homoseksual, yaitu : homoseksual laki – laki
(bencong, wadam / wanita – adam, gay ) dan homoseksual perempuan (lesbian).

4. Menyerang Kehormatan Kesusilaan

Berdasarkan KUHP pasal 289 :


Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan
perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.

Yang dilarang dalam pasal ini bukan saja memaksa orang untuk melakukan
perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan dilakukan pada
dirinya perbuatan cabul.
Jadi dalam pasal ini bermakna jelas yaitu :
- Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang
untuk melakukan perbuatan cabul.
- Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan membiarkan
seseorang melakukan perbuatan cabul pada dirinya.
Umumnya, bila tindakan perkosaan pada pasal 285 KUHP, dimana
persetubuhan tidak dapat dibuktikan maka pasal 289 KUHP ini adalah subsidernya
(penggantinya).
Demikian pula bila seorang perempuan yang memaksa seorang laki – laki untuk
melakukan persetubuhan / perbuatan cabul maka termasuk di dalam pasal 289 KUHP
ini.

Page 84
5. Perbuatan Cabul Dengan Orang Yang Pingsan Atau Tidak Berdaya

Berdasarkan KUHP pasal 290 (1) :


Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang , padahal
diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum 15
tahun atau kalau umurnya belum jelas, yang bersangkutan belum waktunya
untuk dikawin.
Pada pasal ini, di ayat (1) bila persetubuhan tidak dapat dibuktikan maka bisa
dipilih untuk dijadikan subsider dari pasal 286 KUHP. (tentang persetubuhan
terhadap wanita yang pingsan atau tak berdaya).

6. Membujuk Melakukan Perbuatan Cabul / Persetubuhan Dengan Orang


Lain

Berdasarkan KUHP pasal 290 (3) :


Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang
bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan perbuatan cabul,
atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain.
Dalam ayat (3) ini, orang yang dibujuk untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul atau persetubuhan diluar perkawinan dengan orang lain
harus belum berumur 15 tahun dan belum cukup umur. Untuk orang lain atau orang
ketiga yang melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan diluar perkawinan berlaku
pasal 287 KUHP atau subsider pasal 290 ayat(2).

7. Menghubungkan , Memudahkan Dilakukan Perbuatan Cabul Dengan


Orang Lain

A. Berdasarkan KUHP pasal 295 :


1) Diancam :
1. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan
sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukan perbuatan cabul
oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya atau anak yang dibawah
pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum
dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya

Page 85
diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya
yang belum cukup umur, dengan orang lain.
2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa
dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul,
kecuali yang tersebut dalam butir (1) diatas, yang dilakukan oleh
orang yang diketahuinya belum dewasa atau sepatutnya harus
diduganya demikian, dengan orang lain.
2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu sebagai pencaharian atau
kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiganya.
Dalam pasal ini, termasuk semua bentuk perbuatan cabul orang dewasa atau
yang belum dewasa. Sedangkan untuk orang yang melakukan sebagai mata
pencaharian dan kebiasaan (misalnya pelacur) maka hukuman ditambah 1/3 nya.
“Pencaharian” berarti jika didalam hal itu ada pembayarannya, dan
“kebiasaan”berarti jika dilakukan lebih dari sekali.

B. Berdasarkan KUHP pasal 296 :


Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan
cabul dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
denda paling banyak lima belas ribu rupiah.
Barang siapa dalam pasal ini mengenai pemilik rumah pelacuran, pemilik
rumah bordil (bordeelhouders) yang biasanya disebut dalam bahasa jawa dengan
germo, mucikari. Demikian pula dengan orang ketiga yang dimaksudkan adalah
pelacur yang sudah cukup umur.

8. Menarik Keuntungan Dari Pelacur

Berdasarkan KUHP pasal 506 :


Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seoranng wanita dan
menjadikannya sebagai pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama
satu tahun.
Mucikari (souteneur) berarti makelar cabul, artinya seorang laki – laki yang
hidupnya seolah – olah dibiayai oleh pelacur yang tinggal bersama-sama dengan dia,
yang dalam pelacuran menolong, mencarikan langganan – langganan dan dari hasil
tersebut, mucikari itu mendapat bagian.
Apabila seorang suami terhadap istrinya sendiri melakukan penawaran agar
bertindak sebagai pelacur, maka perbuatan suaminya tersebut dapat dikategorikan
mucikari (souteneur) dan merupakan pelanggaran, hal ini sesuai pula menurut Arrest

Page 86
Hoge Raad 18 Maret 1912. Perhatikan dan bandingkan Pasal 506 ini dengan 296
KUHP dan perhatikan perbedaan hukumannya.

9. Mempromosikan Diri Untuk Perbuatan Cabul


KUHP tidak ada mengatur tentang perbuatan tersebut diatas. Tetapi ada
peraturan daerah, di Surabaya yang mengatur yaitu no.5 tahun 1955 tentang
pencegahan pemikatan untuk perbuatan tersebut.
Pasal 2 Perda No 5 thn. 1955 :
Siapapun dilarang memikat orang lain berbuat cabul dengan cara :
a. Berkeliaran baik berjalan kaki maupun berkendaraan dan berhenti di jalan
umum.
b. Menggunakan isyarat atau tanda di jalan umum atau ditempat yang terlihat
dari jalan umum. Butir (a) dan (b) dengan syarat, bahwa yang bersangkutan
sebelumnya harus diperingatkan untuk pergi dari tempat itu oleh pegawai
yang ditugaskan mengawasi berlakunya peraturan ini.

Pasal 3 Perda No. 5 Thn. 1955:


Pelanggaran ketentuan dalam pasal 2 dapat dipidana dengan pidana kurungan paling
lama tiga bulan atau denda paling banyak seribu lima ratus rupiah.
Pelanggaran tersebut diatas berlaku pula untuk wanita pekerja seks
komersial/PSK/ (WTS/wanita tuna susila) dan tuna susila laki-laki (Gigolo).
Dalam hal tentang mempromosikan diri untuk perbuatan cabul pada saat
sekarang banyak dilakukan dengan menggunakan media internet maupun majalah
atau Koran yang bertujuan untuk perbuatan cabul. Tuntutan selain dapat dikenai
dengan KUHP dapat pula dikenai sanksi melanggar undang-undang tentang porno
aksi dan pornografi.
Ada hal yang perlu menjadi perhatian dalam aspek hukum menyikapi tindak
pencabulan, dimana tindakan persetubuhan yang tidak dapat dibuktikan dapat
dialihkan menjadi percabulan. Sedangkan tindakan persetubuhan atau perkosaan
terhadap anak hanya diperlakukan sebagai delik aduan, artinya bisa dicabut sewaktu –
waktu. Padahal ini adalah kejahatan murni dimana korbannya adalah anak hanya
dijerat dengan KUHP pasal 287 yaitu pasal perkosaan atas aduan korban (delik
aduan), bila tidak terbukti perkosaan maka dialihkan menjadi percabulan dengan
pasal 293 dan juga merupakan delik aduan.

Pasal 293 berbunyi:


1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan

Page 87
penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah
lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul
dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau
selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun.
2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya
dilakukan kejahatan itu.
3) Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-
masing sembilan bulan dan dua belas bulan.

B. DEVIASI SEKSUAL
Deviasi seksual atau penyimpangan seksual (unnatural sexual offences) juga
perlu dijelaskan oleh karena efeknya juga kadang kala tidak jarang mengarah pada
tindakan kejahatan kesusilaan pada orang lain (korban).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa beberapa faktor yang dapat
memungkinkan terjadinya deviasi seksual seperti faktor genetik, faktor hormonal dan
faktor psikologik sosial dan keluarga.

Adapun bentuk-bentuk deviasi seksual misalnya :


A. Deviasi seksual dengan manifestasi perubahan tujuan seksual :
1. Exhibitionisme (KUHP Psl 281)
Seseorang yang mendapatkan kepuasan dengan memperlihatkan alat kelamin
pada orang lain . kelainan ini dapat dijumpai di rumah sakit jiwa pada
perempuan .ada kalanya seorang laki-laki melakukan ekshibisionisme, ia
memilih rumah yang letaknya di jalan yang sunyi dan di huni oleh beberapa
gadis. Ia mengetuk pintu sambil mengeluarkan penisnya. Kepuasan seksual ia
dapatkan dengan jalan masturbasi sewaktu atau setelah kejadian . bila pelaku
tertangkap perlu diperiksa oleh dokter ahli jiwa untuk menentukan perbuatan
tertuduh disebabkan karena kelainan jiwa mendapatkan kepuasan seksual atau
karena kenakalan , bila karena kenakalan perlu mendapat pidana yang berat ,
KUHP pasal 281. Perilaku menyimpang ini lebih sering terdapat pada pria.
Penyebabnya karena adanya perasaan tidak mampu atau tidak aman hingga
ingin mendapatkan perhatian.
2. Nimfomania dan Satriasisme
Mereka yang tergolong dalam komponen ini mempunyai nafsu seks yang
tinggi dan tidak dapat dipuaskan walaupun telah melakukan hubungan seks
berkali-kali pada suatu kesempatan dan kadang kala dilakukan pula dengan
beramai-ramai.
3. Algolagni

Page 88
Kepuasan seksual yang diperoleh seseorang dengan cara menyakiti atau
disakiti pasangannya :
Algolagni aktif / sadisme : bila seseorang mendapat kepuasan seksual
dengan menyakiti pasangannya.
Algolagni pasif / masokisme : bila seseorang mendapatkan kepuasan
seksual dengan cara disakiti pasangannya.
4. Voyeurisme
Voyeur berasal dari kata perancis voir yang berarti melihat atau mengintip,
voyeur adalah Seseorang yang mendapatkan kepuasan seksual dengan
mengintip seseorang dalam keadaan telanjang atau orang yang sedang
melepaskan pakaian , orang yang melakukan masturbasi atau koitus.
Miksoskopi adalah seorang yang mengintip orang yang melakukan koitus dan
mendapatkan kepuasan seksual.
Scopofil mengintip seorang perempuan yang sedang menggunakan kamar
kecil dengan mendapatkan kepuasan seksual .
Pengintip terkenal dalam sage inggris adalah penjahit Tom yang mengintip
Lady Godiva yang sedang naik kuda dalam kota tanpa busana dengan akibat
Tom mendadak meninggal dunia ,sehingga sekarang seorang pengintip
dinamakan peeping tom. Perilaku ini biasanya juga banyak dilakukan pria,
dengan perbandingan 9 : 1.
5. Fetishisme
Fetisisme berasal dari kata perancis fetiche yang berarti jimat. Fetisisme
merupakan penyimpangan dalam mendapatkan kepuasan seksual, yaitu nafsu
birahi timbul bila ia melihat bagian tubuh tertentu seorang perempuan ,
misalnya payudara ,pantat atau memiliki benda tertentu yang dimiliki
seseorang perempuan misalnya sebuah sepatu, celana dalam ,sarung tangan
,BH, sapu tangan, rambut kepala, rambut kemaluan. Untuk mendapatkan
benda tersebut mereka tidak segan-segan untuk mencurinya. Kepuasan
seksual didapatkan dengan masturbasi.
Di Amerika Serikat dan eropah sering ditemukan seorang laki-laki
tergantung dengan memakai BH ,celana dalam perempuan dan di sekitarnya
terdapat bermacam-macam buku pornografi. Keadaan ini menurut
Prof.Soetedjo Mertodidjojo almarhum disebut gedoseerde yang berarti
menggantung diri dengan takaran , tetapi pada waktu ejakulasi atau orgasme
terlanjur atau kebacut tergantung. Dalam bahasa inggris dikenal dengan
accidental hanging. Termasuk fetisisme adalah pygmalionisme, manikinisme
.
Pygmalion, menurut legenda yunani, seorang raja Cyprus yang jatuh cinta
pada patung seorang gadis yang dipahatnya dari gading. Atas permohonannya

Page 89
yang sangat mendesak, venus memberkati patung dengan kehidupan dan
gadis itu kemudian menjadi istrinya.
Manikinisme berasal dari kata perancis mannequin yang tidak lain dari pada
patung perempuan di etalase yang digunakan untuk memamerkan pakaian .
pada pygmalionisme laki-laki patung itu dapat menyebabkan ereksi, tetapi
tidak sampai ejakulasi, sehingga mereka melakukan onani di muka umum,
KUHP pasal 281.
6. Triolisme atau Triolosme
Persetubuhan yang melibatkan tiga orang , biasanya sepasang suami istri dan
seorang perempuan teman istrinya . ketiga orang ini merupakan satu kesatuan
, tidak ada satu oarang yang menjadi penonton , tetapi ketiganya ikut dalam
persetubuhan bersama.
Seorang triolist adalah seseorang yang mempunyai masalah dengan
kemampuannya sehingga butuh pengakuan.
7. Kleptomania
Dorongan seksual yang timbul dengan mencuri. Disini penderita mencuri
tanpa maksud dalam arti yang luas, bukan untuk yang dapat dijual, melainkan
keinginan secara obsessif karena dengan mencuri ini ia mendapat kesenangan
seks.
8. Pyromania
Adalah penderita yang mendapatkan kesenangan seksual dengan membakar.
Kebanyakan motif pyromania ini adalah tindakan balas dendam.
9. Coprolalia
Seseorang yang mendapat kepuasan seks dengan cara mengeluarkan kata-
kata kotor. Sering terjadi pada pria yang mencoba mendekati wanita secara
terang-terangan ditempat umum atau mengajak seseorang untuk berhubungan
seksual dalam berbagai posisi dengan cara yang halus atau dalam bentuk
gambar.
10. Koprofagia (Koprolagnia)
Kenikmatan seksual yang terkait dengan feces. Dimana pria atau wanita akan
memakan feses (koprofagia) atau bermain dengan feses (dari dirinya atau
pasangannya).
11. Urolagnia
Merupakan gangguan seksual yang ditandai dengan kepuasan seksual
seseorang bila meminum kencing atau dikencingi oleh pasangannya.
Penderita ini pada masa kanak-kanak sangat suka sekali memperhatikan,
memainkan atau mengecap air kencingnya pada usia anak lagi belajar tentang
hubungan ekstra dengan dirinya yang biasanya terjadi pada fase anal. Hal ini
juga dialami pada penderita koprofagia.

Page 90
B. Deviasi Seksual dengan manifestasi perubahan dari objek seksual :
1. Zoofilia (bestialitas)
Perbuatan atau fantasi yang suka melakukan hubungan dengan hewan.
2. Pedofilia
Perilaku pada seseorang dewasa yang suka atau bergairah dengan anak-anak
(biasa heteroseksual atau homoseksual). Penderita pedofilia biasanya bodoh,
pencandu alkohol, dan asosial.
3. Necrofilia
Kepuasan seksual seseorang bila berhubungan dengan seks dengan mayat.
Pada penderita ini akan mendapat kepuasan bila berhubungan seks dengan
orang yang sudah meninggal bahkan juga memakan dagingnya.
4. Homoseksualitas
Nafsu seksual menyimpang dan melakukan persetubuhan dengan sesama
jenis. Homoseksual ini dapat dibagi lagi menjadi homoseksual pada laki-laki
(gay) dan homoseksual pada perempuan (lesbian). Sedangkan seseorang
yang menyenangi hubungan seksual terhadap kedua jenis kelamin disebut
Biseksual. Tindakan homoseksual disebut sodomi, buggery, pederasti.
5. Incest
Bentuk hubungan seksual sampai taraf coitus antara dua orang yang masih
mempunyai hubungan keluarga dekat. Misalnya antara kakak laki-laki
dengan adik perempuan, atau antara ayah dan anak perempuan yang dilarang
oleh adat dan kebudayaan. Banyak kasus ini terjadi pada pasangan dari
keluarga yang tidak harmonis (broken home).
6. Kunilingus, felatio dan analingus
Pemuasan seksual dengan cara melakukan kontak mulut/lidah dengan alat
kelamin wanita (kunilingus), kotak mulut/lidah dengan alat kelamin laki-laki
(felatio) dan anus (analingus). Bila tidak dipakai sebagai cara utama
mencapai pemuasan seksual, merupakan cara yang normal sewaktu
permulaan dalam hubungan heteroseksual yang normal.
7. Froterisme atau Friksionisme
Bila seseorang mendapatkan kepuasan seksual dengan menggosokkan penis
pada pantat / badan wanita yang berpakaian ditempat yang penuh sesak.
C. Deviasi seksual dengan manifestasi perubahan peran seksual atau identitas
seksual.
1. Transvestisme
Perilaku seseorang yang dalam berhubungan harus memakai pakaian
pasangannya. Misalnya, laki-laki memakai pakaian perempuan.
Transvestisme berlaku juga bagi laki-laki atau perempuan yang bukan

Page 91
transeksual (banci). Biasanya muncul akibat pengalaman waktu kanak-kanak
karena orangtuanya tidak puas dengan jenis kelamin anaknya.

2. Transeksualisme
Adalah gangguan dimana penderita merasa bahwa dirinya terperangkap
didalam tubuh lawan jenisnya. Pada kasus transeksual dari laki-laki ke
perempuan, gejala ini biasanya didahului dengan tahap homoseksualitas dan
transvertisme secara berturut-turut. Gejala ini sering diatasi dengan konversi
lewat operasi ganti kelamin.

BAB III
PENUTUP

Pada kasus perbuatan cabul, pelaku bisa saja tidak memasukan penis (alat
kelaminnya) kedalam vagina perempuan (korban) seperti pada kasus perkosaan,
tetapi pada perbuatan cabul pelakunya mungkin memasukan sesuatu benda atau jari –
jari pelaku kealat kelamin perempuan yang tentunya dapat membuat robekan pada
selaput dara.
Deviasi seksual atau penyimpangan seksual (unnatural sexual offences) juga
perlu dijelaskan oleh karena efeknya juga kadang kala tidak jarang mengarah pada
tindakan kejahatan kesusilaan pada orang lain (korban).
Perlu diperhatikan terhadap korban perbuatan cabul, bahwa korban bisa masih
hidup atau sudah meninggal. Apabila korban sudah meninggal maka tentunya tidak
dapat dilakukan anamnese terhadap korban. Untuk itu pemeriksaan terhadap korban
sangat menuntut perhatian (silent witness). Sedangkan bila korban masih hidup, maka
dapat dilakukan anamnese dan pemeriksaan.

Page 92
IDENTIFIKASI UMUM

I. PENDAHULUAN
Pada orang mati, ekspresi, gerak, suara dan ciri -ciri lain yang terjadi
pada waktu hidup telah hilang. Bila kematian terjadi tidak lama dan belum
ada proses perubahan anatomis, identifikasi dapat dilakukan dengan bantuan
orang-orang yang mengenal pada waktu hidup. Selain itu perkiraan identitas
dapat dilihat dari pengenal yang ada pada tubuh seperti KTP, SIM, Kartu
keanggotaan lain, cincin atau tanda-tanda lain.
Saat ini sering terjadi tindakan kriminal dimana korban -korbannya
pada saat ditemukan dinyatakan sebagai Mr. X. selain itu, pada orang-orang
gelandangan juga jelas merupakan jenazah tidak dikenal oleh karena
memang keluarga tidak ada yang (mau) mengakui. Disisi lain kejadian
bencana, baik bencana yang dibuat oleh manusia (man made disaster)
ataupun alam seperti Tsunami di Aceh pada tahun 2005 sangat banyak
menimbulkan korban jiwa dan mengalami pembusukan serta hanyut hingga
akhirnya sulit untuk dikenali.
Pada suatu kecelakaan atau bencana, perubahan anatomis tubuh
sering kali terjadi akibat trauma mekanik, fisik, proses pembusukan dan
trauma-trauma lain, seperti gigitan binatang maupun serangga -serangga
penyantap mayat. Hal-hal tersebut menyebabkan identifikasi sering tidak
lagi mudah.
Berkat kemajuan ilmu dan teknologi, identifikasi manusia terus
berkembang. Melalui berbagai disiplin ilmu, pemeriksaan bagian -bagian
tubuh manusia dipergunakan untuk mengidentifikasi manusia kearah
individual.
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
untuk membantu penyidik dan menentukan identitas seseorang. Kadang kala
menentukan identitas personal seseorang dengan tepat sangat diperlukan
terutama bila kasus tersebut merupakan kasus yang berlanjut dalam proses
peradilan (kriminal). Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi
terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak
hangus terbakar pada kecelakaan massal, bencana alam atau huru -hara yang
mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau
kerangka. Identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain
seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau diragukan orang tuanya.
Disamping itu identifikasi juga diperlukan untuk kepentingan asuransi.

Page 93
II. DEFENISI IDENTIFIKASI
Identifikasi adalah upaya pengenalan jati diri seseorang hidup ata u
mati melalui ilmu-ilmu forensik. (4)(5) Identifikasi yang dimaksud adalah
identifikasi medik yang memanfaatkan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi
khusus untuk korban mati.
Identifikasi massal adalah proses pengenalan jati diri korban yang
terjadi akibat bencana massal. Identifikasi dapat dilakukan pada korban
hidup atau mati
Identifikasi medik adalah cara identifikasi dengan memanfaatkan
ilmu kedokteran, cara ini dibagi dalam berbagai jenis diantaranya.
1. Identifikasi medik umum
2. Identifikasi tulang belulang
3. Identifikasi serologis
4. Rekonstruksi wajah dan superimposed
5. Psychological personality profiling

III. TUJUAN DAN PERAN IDENTIFIKASI FORENSIK


Jelas diketahui bahwa identifikasi bertujuan untuk menentukan
identitas seseorang terutama bagi kematian menyangkut perkara pidana
maupun perdata.
Dan seperti diketahui bahwa identifikasi tersebut ternyata untuk
orang hidup maupun orang mati serta yang masih utuh ataupun yang telah
mengalami pembusukan serta sampai yang hanya tinggal sisa jar ingan tubuh
saja.
Bahwa identifikasi (massal) diperuntukkan untuk kejelasan identitas
seseorang. Perlu diingat, bahwa di Indonesia ada banyak bencana yang
terjadi yang bisa mengakibatkan banyaknya korban meninggal untuk di
identifikasi jati dirinya, Indonesia oleh beberapa pakar forensik Indonesia
disebut sebagai Negara yang merupakan “Miniatur Bencana Dunia” yang
berarti bahwa hampir semua bencana yang ada didunia ini dapat
(berkemungkinan) terjadi di Indonesia. Beberapa bencana dapat disebabkan
oleh:
1. Alamiah (gunung meletus, banjir, tanah lonsor)
2. Kesalahan manusia:
a. Kelalaian manusia;
- Kecelakaan lalu lintas
 Darat, Udara, laut
- Kebakaran
- Gedung runtuh, dll

Page 94
b.Direncanakan
c.Peledakan bom oleh teroris
d.Pembakaran
e.Kerusuhan, dll
Untuk itu, maka identifikasi berperan untuk memperjelas hal -hal
berikut :
A. Pada Orang mati (Jenazah)
- Tidak dikenal
- Membusuk
- Rusak
- Hangus
- Kecelakaan massal
- Bencana alam
- Huru-hara
- Potongan tubuh manusia
- Kerangka (tulang-belulang)
B. Pada orang hidup
- Hilang ingatan
- Pelarian (Tentara, Narapidana, Koroptot)
- Penculikan anak
- Bayi tertukar
- Disputed Paternity.

IV. METODE IDENTIFIKASI


Ada beberapa hal/data yang penting untuk dilakukan identifikasi
terhadap seseorang, yaitu:
1. Ras, agama dan kebangsaan
2. Jenis kelamin
3. Umur
4. Postur tubuh, perkembangan dan pertumbuhan tubuh
5. Perhiasan
6. Gambaran rambut
7. Gambaran mata
8. Cacat bawaan maupun bekas operasi seperti malformasi, tanda lahir,
kapalan tinju, parut, tatto, tanda pekerjaan, deformitas, luka, difoto
close up dll.
9. Gambaran gigi Panoramik Foto
10. Foto wajah (di foto 3 seri; depan, kiri, kanan)
11. Ukuran antrofometri termasuk tinggi dan berat badan.

Page 95
12. Sidik jari, sepatu, kuku, bibir dan palatum
13. Pakaian, ornament dan benda lain seperti kalung, dompet beserta isinya.
14. Kosmetik
15. Tehnik superimposisi, rekonstruksi struktur wajah.
16. Tulisan tangan, suara, lenggang, kebiasaan, status pendidikan,
intelegensia dan ingatan serta studi DNA.
Dari beberapa data yang kita bisa proleh untuk untuk identifikasi
tersebut, maka ternyata bahwa penentuan identitas personal dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti :
a. Identifikasi sidik jari
b. Metode visual
c. Dokumen
d. Pakaian atau perhiasan
e. Medik
f. Gigi-geligi
g. Serologic
h. Ekslusi
i. DNA
Sebagai catatan, disebutkan bahwa metode identifikasi pada dasarnya
dibagi atas 2 bagian, yaitu Identifikasi Primer dan Identifikasi Sekunder.
Identifikasi Primer meliputi pemeriksaan DNA, Sidik jari (finger print) serta
identifikasi gigi (odontologi)., sedangkan Indentifikasi sekunder meliputi
Wajah/ foto, rambut, tinggi badan, tanda-tanda khusus lainnya (Tato,
sikatriks dan sebagainya). Di Indonesia pelaksanaan proses identifikasi ini
dikendalikan semuanya oleh 2 institusi, yaitu kepolisian selaku penyidi k
serta pihak kedokteran (forensik) dari kalangan medik. Seperti yang tersebut
dalam buku Panduan Pelaksanaan Identifikasi korban mati bencana massal
disebutkan bahwa Tim Disaster Victim Identification adalah sebuah
organissasi terstruktur yang bertindak s ecara professional dan lintas fungsi
serta lintas sektoral, khususnya dalam penanganan bencana massal. Dalam
kesehariaannya bahwa tugas ini tentunya ditanggungjawabi oleh Polisi
selaku penyidik dan meminta bantuan dokter pada saat diperlukan;

A. Pemeriksaan Sidik Jari


Pemeriksaan sidik jari di Indonesia dilakukan oleh penyidik
kepolisian. Namun sebagai dokter (Forensik) perlu mengetahui ilmu
tentang sidik jari ini (Daktiloskopi / Dactyloscopy). Sidik jari
merupakan bukti jati diri seseorang yang sangat akur at. (Perbandingan
1:64.000.000.) Dikatakan bahwa di dunia ini tidak ada dua orang yang

Page 96
memiliki sidik jari yang sama, bahwa tidak juga pada kembar
monozygot (Identical Twins). (9) Bahkan untuk mencegah tertukarnya
bayi yang baru dilahirkan, ada yang mengambil sidik kaki bayi. Pada
anggota Angkatan Udara Amerika (USA Airforce), selain sidik jari juga
diambil sidik kaki untuk identifikasi, sebagai alasan bahwa apabila
pesawat meledak, seringkali kaki tetap utuh oleh karena memakai
sepatu.
Tentang sidik jari post mortem bila ditemukan, maka harus
dibandingkan dengan sidik jari ante mortem. Ilmu yang pertama sekali
ditemukan oleh Herschel dan Sir Francis Balton yang pertama
mengambil tanda-tanda ibu jari dan jari-jari lain untuk identitas ini
dapat diperoleh dari mayat yang telah lama berada dalam air, dengan
menggunakan teknik mengikat jari lalu disuntik dengan gliserin. Ini
dilakukan untuk menggelembungkan kulit jari yang telah mengerut
akibat terendam dalam air untuk waktu yang lama, dengan demikian
maka sidik jari korban dapat kembali diidentifikasi. Bila jari -jari sudah
mengalami pembusukan lanjut maka jari dipotong kemudian direndam
dalam larutan kimia dengan campuran:
Formaldehyd 40 % 20 cc
Glyserin 60 cc
Alkohol 90 cc
Sodium bichromat 1% 100 cc
Air ad 600 cc
Setelah 15 menit, kulit jari dengan sangat hati -hati dikelupas dan
diambil sidik jarinya, hasilnya tentu akan cukup memuaskan untuk
mengindentifikasi sidik jari yang ada.
Di Indonesia kodering (pengkodean) sidik jari berdasarkan
sepuluh jari, namun begitupun bahwa di Indonesia belum ada arsip
(file) data base sidik jari nasional. Ini sangat melemahkan proses
penyelidikan/penyidikan ketika pada sebuah kasus, dimana penjahat
meninggalkan bukti sidik jarinya.
Berbeda dengan di Amerika, dengan database sidik jari maka
dapat dilakukan identifikasi dengan lebih cepat. Di California,
mencocokkan sidik jari dengan bantuan komputer super cepat dapat
mencocokkan 300.000 sidik jari perjam. Sangat cepat bila dibandingkan
dengan suatu pekerjaan bagi ahli sidik satu jari dengan 8 jam kerja
sehari maka akan memerlukan waktu 33 tahun. (9) Perlu diketahui
bahwa dua sidik jari dinyatakan identik bila sedikitnya 12 titik
(matching Point) yang cocok, sidik jari manusia tidak akan berubah

Page 97
seumur hidup, kecuali karena penyakit lepra, luka karena arus listrik
ataupun transplantasi kulit ari.
Sidik jari adalah tanda berupa rangkaian garis yang ada pada
bagian dalam jari di bagian atas tangan manusia. Jika kita memegang
suatu benda, keringat, minyak dan asam amino yang berada diatas kulit
akan meninggalkan pola yang khas pada benda yang terpegang.
Ada 4 golongan bentuk sidik jari yaitu:
1. Loop sekitar 65%
2. Whorl sekitar 25%
3. Arch sekitar 7%
4. Composite (twin loop) sekitar 2 sampai 3%

Gambar 1. Adapun beberapa pola pappilary ridge;

Loop
Pola garis sidik jari mulai dari satu sisi berjalan sejajar kesatu arah,
kemudian membelok ke sisi asal. Bila mulai dan berakhir pada sisi
lateral jari disebut radial loop. Bila mulai dan berakhir pada sisi medial
jari disebut ulnar loop pada pola central pocket loop di bagian tengah
terdapat garis melingkar yang dikelilingi oleh garis pola loop.

Page 98
Whorl
Merupakan kumpulan garis-garis dengan pola melingkar atau oval yang
dapat dibedakan dalam dua bentuk masing-masing dari lingkaran-
lingkaran yang kecil sampai besar ataupun dari satu garis yang
membentuk lingkaran yang mulai besar.

Arch
Dimana garis sidik mulai dari satu sisi, melengkung sejajar kearah sisi
lain, dapat berbentuk plain arch dimana garis-garis berjalan
melengkung membentuk kurva tumpul dan tented Arch dimana garis -
garis membentuk kurva yang tajam.

Composite (Twin loop)


Merupakan kombinasi dari beberapa bentuk, bisa kombinasi whorl-
loop, atau dua bentuk loop yang berbeda atau dua pola whorl atau
gabungan arch-loop.

B. Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada
orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluar ga atau temannya.
Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk sehingga
masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu
orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor
emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya
menyangkal identifikasi jenazah tersebut.
Pada metode ini maka haruslah diperhatikan oleh anggota
keluarga maupun teman berupa perawakan, warna kulit, jenis kelamin
dan sebagainya.
Prosedur DVI tidak menggunakan proses identifikasi dengan cara
seperti ini oleh karena memiliki banyak kelemahan terlebih bila jenazah
rusak/hancur atau telah mengalami pembusukan lanjut.

C. Dokumen
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor, dsb) yang
kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang dikenakan sangat
membantu mengenali janazah tersebut.
Perlu diingat bahwa pada kecelakaan massal, dokumen yang
terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu

Page 99
adalah milik jenazah yang bersangkutan, ini bisa saja terjadi bahwa
dokumen tersebut terlempar atau mungkin dicuri maupun dipinjamkan.

D. Pakaian dan atau Perhiasan


Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah mungkin
dapat diketahui merek atau nama pembuat (Tukang jahit), ukuran,
inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu
identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.
Khusus anggota ABRI, masalah identifikasi dipermudah dengan
adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang
dipakainya.
Dalam identifikasi pakaian dan atau perhiasan, maka tentunya
tidak akan bisa dipercaya. Jika barang yang dipergunakan yang umum -
umum misalnya jam tangan merek “Seiko” tentunya dapat diperoleh
oleh siapapun dan dimanapun. Tidak dapat dipergunakan untuk
identifikasi tetapi jika jam tangan ada tulisan nama tertentu (nama
pemilik), maka identifikasi menjadi tinggi nilainya. Pada pakaian bila
motif tertentu bertuliskan “Hawai” tentunya tidak mempunyai nilai
tinggi, tetapi bila ada tulisan tukang jahit tertentu maka mempunyai
nilai/identfikasi yang tinggi. Cincin yang bermodel tertentu kurang
memiliki nilai identitas bila dibandingkan dengan cincin yang
bertuliskan nama seseorang.

E. Medik
Identifikasi ini meliputi pemeriksaan dan pencarian data bentuk
tubuh, tinggi dan berat badan, ras, jenis kelamin, warna rambut, warna
tirai mata, cacat tubuh/kelainan khusus, jaringan parut bekas
operasi/luka, tato, dsb.
Dalam pengukuran tentu tidaklah sulit. Berat badan juga dapat
dihitung dengan menggunakan timbangan jenazah. Jenis kelamin sangat
mudah diidentifikasi, demikian pula cacat tubuh maupun bekas luka
operasi (bekas apendiktomi atau bekas patah tulang lama), masih dapat
dilihat dengan melakukan insisi pada bagian yang dicurigai.
Tato/rajah juga menjadi identifikasi tertentu pada seseorang.
Lukisan tato/rajah kadang kala menolong mengetahui latar belakang,
maupun agama si korban bila dijumpai gambar-gambar tertentu
misalnya Hanuman, Khrishna, Salib, Tulisan arab, dan sebagainya. Bisa
pula mengidentifikasi nama, pekerjaan maupun alamat si korban.

Page 100
Pada korban yang telah mengalami pembusukan maupun pada
kasus-kasus mutilasi maka identifikasi menjadi sulit oleh karena
kerusakan jaringan yang luas. Tato/rajah permanent masih bisa terlihat
pada pembusukan lanjut bila kulit ari terkelupas. Tinggi badan pada
kasus mutilasi masih bisa diperkirakan dengan melakukan pengkuran
terhadap tulang-tulang panjang. Penggunaan sinar-X dapat menunjang
pemeriksaan dengan melihat kelainan tulang, panjang dan “ephyfise
line”.
a. Ras
Umat manusia di dunia, secara antropologis dibagi kedalam 3 ras
utama, yaitu kaukasoid, mongoloid, dan negroid. Ciri ini diturunkan
secara genetik sesuai hukum Mendel. Dari hasil penelitian banyak
ahli, beberapa hal yang penting diperhatikan adalah :
1. Ciri Mongoloid
- Dilakukan penelitian terdapat bentuk shovel shapped incisor
pertama atas dan ternyata bentuk ini banyak terdapat pada ras
mongoloid.
- Mereka mempunyai kulit kekuningan dan pucat: iris biru atau
abu-abu; rambut hitam dan lurus kriting; dahi miri ng mata
bulat, lebih tinggi; wajah rata dan lebih luas; anggota gerak
atas dan bawah kecil, persegi, pendek, kepala brachy –
cephalic dengan cephalic index antara 80-85.
Dengan adanya perkawinan campuran antar bangsa maka
ciri-ciri diatas pada sebagian orang sudah menjadi kabur.
2. Ciri Kaukasoid
- Kiemberger (1955) dan Pedersen (1949) menemukan bahwa
perkembangan cingulum pada orang eropa biasanya lebih
buruk dibanding dengan non eropa.
- Dahleberg (1956) menyatakan bahwa ukuran bucco -palatal gigi
premolar ke dua bawah pada kaukasoid sering ditemukan
mengecil dan ukuran mesiodistalnya melebar.
- Biasanya orang eropa dengan ciri-ciri kulit tipis; iris biru atau
abu-abu; rambut lurus atau keriting, tipis, berwarna coklat
terang atau kemerahan dahi menonjol; lubang hidung sempit,
kepala bulat, mesocephalik (varietas pertengahan) dengan
cephalic index antara 75 sampai 80.
3. Ciri Negroid
- R. Bigerstaf menemukan bahwa pada Negroid terdapat
kecenderungan akar premolar yang membelah atau tiga akar.

Page 101
Demikian pula kecenderungan bimaxillary protusion dan molar
ke empat ditemukan dalam jumlah yang tinggi pada negroid.
- Mereka mempunyai kulit hitam dan tebal; iris berwarna hitam;
rambut hitam, curly atau ikal; dahi kecil dan melekuk; mata
lebih rendah dalam; lubang hidung lebih luas dan lebih dalam;
tulang-tulang molar menonjol; gigi menonjol; proporsi lengan
bawah lebih panjang dari lengan atas; proporsi kaki lebih
panjang dari paha; kepala sempit berbentuk dolico – cephalic
dengan cephalic index antara 70-75.
Index untuk menentukan ras;
1. Cephalic index:
Lebar terb esar dari kepala (transvers al)
 100
Panjang terbesar Anterior posterior (sagital)
Kriteria : Dolico - Cephalic → C1 = 70 – 74,9 = Negroid
Meso – Cephalic → C1 = 75 – 80 =
Caucasoid
Brachy – Cephalic → C1 > 80 – 85 = Mongoloid
2. Brachial Index
Panjang Radius
 100
Panjang Humerus
Kriteria : Rata-rata Eropa : 74,5
Rata-rata Negroid ; 78,5
3. Crural Index
Panjang Tibia
 100
Panjang Femur
Kriteria : Rata-rata Eropa : 83,3
Rata-rata Negroid ; 86,2
4. Humero – Femoral index :
Panjang humerus
 100
Panjang Femur
Kriteria : Rata-rata Eropa : 69
Rata-rata Negroid ; 72,4
5. Inter Membral Index :
Panjang humerus  Panjang Radius
 100
Panjang Femur  Panjang tibia
Kriteria : Rata-rata Eropa dan Negroid 70-70,5

b. Jenis Kelamin

Page 102
Jenis kelamin seseorang dapat ditentukan dari: (a) morfologi
fisik, (b) Tulang, (c) studi mikroskopik dari kromatin sex pada sel (d)
pakaian (tidak selalu dapat dipercaya), (e) biopsy gonad dan (f) studi
hormonal (kasus inter sex).
Perbedaan kelamin laki-laki dan perampuan
Laki-laki
1. Alat kelamin: penis, testis, dan prostate
2. Bahu lebih besar dari panggul
3. Ada jenggot dan kumis (dewasa)
4. Rambut kepala pendek (umumnya)
5. Jakun lebih menonjol
6. Buah dada tidak berkembang
7. Linea albicans tidak ada
8. Rambut kemaluan lebat sampai ke umbilicus
9. Prostat
Perempuan
1. Alat kelamin: liang senggama, rahim, tuba fallopi, dan indung
telur.
2. Panggul lebih besar dari bahu
3. Tidak ada jenggot dan kumis
4. Rambut kepala panjang (umumnya)
5. Jakun tidak jelas
6. Buah dada berkembang sesudah dewasa
7. Linea albicans dijumpai pada abdomen tanda sudah pernah
melahirkan, dan juga striae pada perut dan paha.
8. Rambut kemaluan horizontal menuju kebawah.
9. Uterus
Kadang kala jenis kelamin menjadi sulit pada hermaprodit atau
pada mayat yang sudah mengalami pembusukan lanjut. Kadang kala
penentuan jenis kelamin yang hermaprodit, harus dipahami hal -hal;
a. True (sebenarnya), bahwa ada kedua jenis alat kelamin dalam
(internal sex organ) pada satu individu.
b. False (pseudo/palsu) bahwa abnormalitas hanya pada alat kelamin
luar (genitalia externa) dengan kemungkinan
- Androgynae (Womanly Man), laki-laki yang kewanita-
wanitaan. Alat kelamin luar laki-laki seperti alat kelamin luar
perempuan/penis kecil seperti klitoris yang besar.

Page 103
- Gynaeandroid (Manly Woman), wanita yang kelaki -lakian.
Alat kelamin luar perempuan seperti urat kelamin laki -laki,
dimana kitoris besar seperti penis.
Selain ini keraguan dapat timbul karena adanya beberapa
kemungkinan lain seperti saluran kencing yang bermuara dibawah
bagian penis (hypospadia), buah zakar tidak turun, skrotum terbelah.
Pada kasus anak yang hermaprodit kadang-kadang masih susah
untuk mengenali jenis kelaminnya. Jenis kelamin tersebu t dapat
dengan pasti diketahui apabila ia sudah memasuki usia dewasa
(pubertas), karena pada usia tersebut mulai terjadi menstruasi pada
wanita atau terjadinya pengeluaran air mani pada laki -laki.
Perkiraan umum dari gambaran fisik seseorang
1. Tinggi dan berat badan – perkiraan dari tinggi dan berat hanya
dapat dihitung sampai usia 21 – 23 tahun.
2. Pertumbuhan rambut pada bagian tertentu dari tubuh.
a. Pada wanita, Rambut pubis tumbuh kira-kira umur 13-14
tahun, ketiak 14-15 tahun. Uban rambut kepala tumbuh pada
umur 40 tahun dan pubis sekitar 50 tahun.
b. Pada pria, rambut pubis tumbuh sekita umur 13 – 15 tahun,
ketiak 14 – 16 tahun: kumis dan jenggot 15 -17 tahun dan
rambut pada bagian lain 17-20 tahun. Uban pada rambut
kepala, kumis dan janggut mulai tampak sekitar umur 40
tahun dan pada pubis sekitar 55 tahun.
3. Pertumbuhan payudara pada wanita terjadi secara progressif
antara umur 12 sampai 20 tahun
4. Suara keras pada pria antara umur 15-17 tahun.
5. Postur tubuh seseorang mulai menurun setelah umur 25 tahun,
rata-rata penurunan 1mm pertahun.
6. Arkus senilis tampak pada umur 40 tahun
7. Menopause pada wanita datang pada umur 41 -45 tahun
8. Katarak tidak akan terjadi tanpa faktor pencetus sebelum umur 55
tahun
9. Tuli parsial terjadi mungkin diatas 65 tahun
10. Pengeriputan kulit terjadi diatas umur 55 tahun.

F. Gigi Geligi
Dalam melakukan identifikasi, tentunya cara yang paling
diharapkan adalah segera mengenali secara pasti identitas korban
tersebut. Hal ini dapat diperoleh melalui gigi, bila dalam mulut korban

Page 104
ditemukan bekas-bekas perawatan gigi, dan ditemukan catatan
perawatan gigi pada klinik dokter yang merawat (dental record). Dalam
hal demikian, maka identitas korban dapat langsung terungkap.
Beberapa hal yang dapat diketahui melalui pemeriksaan gigi.;
- umur
- Ras
- Jenis kelamin
- Golongan darah
- Kebiasaan / pekerjaan
- Ciri khas
- Sidik jari DNA
Dalam hal ini gigi memiliki keistimewaan yang menyebabkan dianggap
perlu untuk diperhitungkan sebagai sarana identifikasi, terutama bila
metode-metode yang lain yang sering digunakan mengalami jalan buntu,
alasannya adalah:
 Gigi selalu melekat pada tubuh itu sendiri (bahkan gigi palsu yang
berada dalam mulut jenazah, dapat dipastikan adalah miliknya,
karena gigi palsu orang lain tidak akan mungkin masuk kedalam
mulut jenazah tersebut)
 Gigi merupakan jaringan yang paling keras dalam tubuh manusia.
Gigi tahan terhadap pengaruh mekanis, fisis (tidak akan membusuk)
dan thermis (gigi dapat bertahan sampai suhu 900 derajat Fahrenheit).
 Cameron dan Sims pada tahun 1973 menyatakan bahwa gigi
mempunyai nilai individualitas yang sangat tinggi, yaitu
kemungkinan dua manusia memiliki gigi yang identik adalah 1
dibandingkan 2 bilion.
 Keuntungan lain yang dimiliki oleh gigi adalah mempunyai bentuk
yang jelas dapat segera dikenali
 Gigi terletak pada posisi terlindung oleh bibir dan pipi namun ia
dapat dengan cepat dicapai, hanya dengan menyikap bibir saja.
Dengan demikian pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat dan
mudah.

Penentuan Umur
Penentuan umur melalui gigi dapat dilakukan melalui berbagai cara,
antara lain dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi. Diketahui
bahwa perkembangan gigi mulai dapat dipantau sejak mineralisasi gigi
sementara yaitu pada umur 4 bulan dalam kandungan hingga mencapai

Page 105
sempurnanya gigi geraham kedua tetap. Pemanfaatan geraham bungsu m ulai
terbatas karena gerahan ini sudah mulai banyak yang tidak ditemukan lagi.
Sehubungan dengan itu, dikenal beberapa tahap yang dapat dipantau dengan
baik yaitu;
 Intra uterin: dipantau melalui sediaan foto rontgen. Dengan melihat
tahap mineralisasi gigi dapat diketahui umur kandungan (janin).
 Post natal tanpa gigi : berkisar antara umur 0 hingga 6 bulan, yaitu saat
tumbuhnya gigi sementara yang pertama. Penentuan umur secara tepat
disini masih memerlukan sediaan mikroskopi dengan melihat
mineralisasi, atau melalui pemeriksaan terhadap tahap perkembangan
gigi yang belum tumbuh/masih didalam tulang dengan bantuan rontgen.
 Masa pertumbuhan gigi sementara : antara umur 6 bulan hingga 3 tahun,
yaitu saat bermunculan gigi sementara di dalam mulut. Dengan
memperhatikan gigi mana yang sudah tumbuh dan belum tumbuh dan
menyesuaikan dengan jadwal pertumbuhan gigi, umur dapat ditetapkan
dengan kisaran yang relatif sempit.
 Masa statis gigi sementara : yaitu antara umur 3 tahun sampai 6 tahun.
Pada masa ini penentuan umur melihat keausan gigi sementara, dan jika
diperlukan dengan bantuan foto rontgen untuk melihat tahap
perkembangan gigi tetap.
 Masa gigi campuran : yaitu antara 6 tahun hingga 12 tahun. Pada masa
ini umur dapat dilihat dari gigi sementara yang tanggal dan gigi tetap
yang tumbuh. Gigi permanent yang pertama kali muncul adalah gigi
molar pertama, yang muncul pada usia 6 tahun.
 Massa penyelesaian pertumbuhan gigi tetap: yaitu saat tidak ada lagi
gigi sementara yang tanggal dan selesainya pembentukan akar gigi yang
terakhir tumbuh yaitu geraham kedua tetap dan ini biasanya sudah
berusia diatas 12 tahun.
Untuk mengatasi kesulitan penentuan umur setelah se lesainya
pertumbuhan perkembangan gigi, maka Gustafon memberikan petunjuk
untuk memperhatikan 6 hal dalam menentukan umur, yaitu memperhatikan:
1. Atrisi : akibat penggunaan yang rutin pada saat makan, maka permukaan
gigi secara berlanjut akan mengalami keausan. Ausnya gigi ini akan
bertambah, sesuai dengan pertambahan umur. Mengenai keasuan gigi ini,
dikenal pula klasifikasi keausan gigi di bidang antropologi, yang disusun
oleh Stephen Molar. (M I, M II , M III )

Page 106
2. Penurunan tepi gusi: sesuai dengan pertumbuhan gigi dan pertambahan
umur, maka tepi gusi (gingival margin – gingival attachment) akan
bergerak ke arah ujung akar (apikal).
3. Pembentukan dentin sekunder : sebagai upaya perlindungan alami, pada
dinding pulpa gigi akan dibentuk dentin sekunder, yang bertujuan
menjaga ketebalan jaringan gigi yang melindungi pulpa. Semakin tua
seseorang, semakin tebal jaringan dentin sekunder.
4. Pembentukan semen sekunder: dengan bertambahnya umur, terjadi pula
pembentukan semen sekunder di daerah ujung akar.
5. Transparansi dentin: karena proses kristalisasi pada bahan mineral gigi,
maka jaringan dentin gigi berangsur-angsur menjadi transparan. Proses
transparan ini dimulai dari ujung akar gigi meluas kearah mahkota gigi.
6. Penyempitan/Penutupan Foramen apikalis: sejalan dengan pertambahan
umur, foramen apikalis akan semakin menyempit, dan tidak jarang
menutup sama sekali.

Dari keterangan diatas dapat kita simpulkan.


Gigi Temporer Permanen
(Usia) (Usia)
Insisisvus sentral 6 – 8 tahun
Bawah 6 – 8 bulan
Atas 7 – 9 Bulan
Insisivus lateral 7 – 9 Tahun
Bawah 10-12 bulan
Atas 7-9 bulan
Caninus 17-18 bnlan 11-12 tahun
Premolar Pertama Absent 9-11 tahun
Premolar kedua Absent 10-12 tahun
Molar pertama 12-14 bulan 6-7 tahun
Molar kedua 20-30 bulan 12-14 tahun
Molar ketiga Absent 17-25 tahun

Penentuan Jenis Kelamin


Beberapa penulis menyatakan adanya ciri khas pada gigi, antara lain:
- Bentuk lengkung gigi pada pria cenderung tapered sedangkan pada
wanita, cenderung oval.
- Ukuran cervico – incisivual dibagian mesio distal pada gigi taring
bawah, pada pria lebih besar (kurang lebih 1,5) sedangkan wanita lebih
kecil (kurang lebih 1).

Page 107
- Beberapa ahli juga merujuk pernyataan Leon Wiliams di bidang
prosthetic, bahwa bentuk gigi seri pertama atas adalah kebalikan bentuk
wajah, sehingga bentuk seri pria senderung maskulin sedangkan wanita
feminin.

Golongan Darah
Penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
- Jika pulpa masih ditemukan dalam keadaan segar, maka darah dapat
langsung diambil, untuk penentuan golongan darah dengan cara biasa.
Jika ditemukan hanya pulpa yang sudah mengering, dapa t diusahakan
melalui prosedur yang sama seperti pengolahan bercak darah pada
kain/darah mengering.
- Bila kondisi pulpa sudah demikian rusak, atau bahkan sudah tidak
ditemukan lagi, maka dapat dilakukan dengan bantuan cara Absortion -
ilution. Cara ini dilakukan dengan cara mengambil dentin dalam ruang
pulpa, yaitu bagian dinding yang melekat pada bagian pulpa.
Jaringan dentin ini kemudian diabsorpsi semalam dengan larutan khusus
kemudian disentrifus. Endapan yang kemudian terbentuk diambil untuk
penentuan golongan darah.

Kebiasaan/Pekerjaan
Ada beberapa kebiasaan atau pekerjaan, yang meninggalkan tanda -
tanda tertentu pada gigi sehingga dapat memberikan petunjuk untuk
mengenali si korban misalnya:
1. Pekerjaan rutin di pabrik batu baterai misalnya, mengakibatk an
pekerjaan banyak berkontak dengan timah hitam, yang menyebabkan
pewarnaan gelap pada tepi ginggiva.
2. Pekerjaan penata rambut (hair – dresser) atau tukang sepatu, yang
banyak mempunyai kebiasaan menggunakan gigi untuk membuka jepitan
rambut atau mempersiapkan paku sepatu, akan menyebabkan tanda -tanda
hair-dresser teeth atau shoemaker’s teeth berupa lekuk -lekuk pada
permukaan gigi berukuran sebesar jepit rambut atau paku sepatu
(insisivus).
3. Kebiasaan merokok, telah diketahui menyebabkan pewarnaan pada gig i
akibat pengaruh asap rokok yang dihisap.
Tentunya masih dapat disebutkan sejumlah kebiasaan/pekerjaan yang
menyebabkan tanda tertentu pada gigi, dan dapat dijadikan petunjuk.

Page 108
Ciri Khas
Disamping tanda-tanda yang membantu diatas, kadang-kadang
terdapat hal-hal yang spesifik, yang segera menunjuk pada seseorang,
misalnya:
- Jika terdapat sejumlah perawatan gigi di dalam mulut dan ditemukan
rekam data giginya. Melalui cara ini penentuan identifikasi akan sangat
pasti.
Bila terdapat tanda-tanda spesifik tertentu, yang segera dikenal orang-
orang yang dekat dengan si korban, misalnya: protrusi, jaket logam pada
gigi depan atas, ompong pada gigi depan, gigi yang kecil (peg -shaped)
dan lain-lain. Ciri-ciri demikian sering kali membimbing identifikasi
pada suatu kepastian identitas, setelah didukung berbagai data yang lain.

Sidik Jari DNA


Akhir-akhir ini, dikembangkan cara identifikasi dengan melakukan
analisis DNA. Ternyata dengan cara khusus, DNA dapat pula diisolasi dari
jaringan gigi. Melalui analisis DNA profiling ini dapat ditentukan hubungan
kekeluargaan antara anak dengan bapak dan ibunya. Pengambilan sampel
untuk pemeriksaan DNA juga dapat dilakukan melalui akar rambut, tulang
rawan iga, kuku, darah mani dan sebagainya.

G. SEROLOGIK
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah
jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk
dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang, dan gigi.
Pada tubuh yang mengalami mutilasi maka pemeriksaan labolatorium
dengan melakukan hapusan darah (blood smear), maka akan terlihat adanya
DAVIDSON BODY (Drumstic appearance) yaitu tonjolan dengan leher
kecil dari inti sel neutropyl berupa ujung pemukul gendang yang pada
perempuan didapati lebih dari 3% demikian juga pada sguamous cell ya ng
diambil dari mukosa mulut (buccal epithelium) atau mukosa vagina maka
akan didapati Sex Chromatine dalam bentuk BARR BODY yaitu massa
padat berbentuk cembung (plano – convex), warna gelap terletak dalam inti
sel dekat dinding sel yang pada perempuan didapati lebih dari 15%. Pada
laki-laki DAVIDSON BODY atau BARR BODY sangat jarang didapati.

Page 109
H. EKSKLUSI
Metode eksklusi ini umumnya dipergunakan dalam penanganan
sejumlah korban pada kecelakaan massal. Pada kecelakaan -kecelakaan
seperti ini dimana penumpangnya dapat diidentifikasi berdasarkan posisi
duduk sesuai daftar penumpang (passenger list). Metode ini dapat digunakan
bila posisi duduk tidak berubah dan lebih banyak korban yang dapat
dikenali melalui metode visual.
Namun metode ini sangat berpeluang terjadi kesalahan pada janazah
yang telah rusak berat sehingga sulit dikenali. Metode ini jarang
dipergunakan.
I. IDENTIFIKASI DNA
DNA adalah nama singkatan Deoxyribonucleic Acid. Ia adalah
merupakan senyawa kimia kompleks yang ditemui di dalam nucleus setiap

Page 110
sel dan membawa sifat turunan yang diperlukan untuk perkembangan
seseorang individu. Bentuknya berupa garis-garis yang mirip seperti Bar-
kode kemasan makanan atau minuman. (2)(9)(6)(7)(8)
Dengan membandingkan kode gari-garis DNA itu, dengan DNA anggota
keluarga terdekat, identitas korban ledakan bom atau jatuhnya pasawat
terbang yang hancur, masih dapat dilacak.
Identifikasi DNA selain untuk persoalan identifikasi diatas juga
sering dipergunakan dalam persoalan hukum pribadi antara lain untuk kasus
anak, perwalian, adobsi/migrasi, warisan, perkosaan, keraguan ayah
(disputed paternity).
Sumber DNA
Pada umumnya bahan-bahan yang boleh digunakan dalam analisis
DNA adalah: Termasuk kepada bahan-bahan biologi seperti darah, kulit, air
mani, rambut, kuku, tulang, gigi, organ, air liur, air seni, air mata, keringat,
apusan vagina dan apusan mukosa mulut (buccal)
Sumber DNA adalah bahan-bahan biologi yang mudah terurai atau
rusak apabila terkontaminasi dengan bahan-bahan lain kelembaban ataupun
bakteri.
Pada sample darah maka diambil sebanyak 2ml dengan menggunakan
tabung EDTA kemudian diberi label yang jelas dan tinggal pengambilan
sample, lalu sample disimpan pada suhu 4 0 C
Beberapa teknologi untuk pemeriksaan DNA ini adalah dengan
menggunakan :
1. Mitochondrial DNA Analysis (mtDNA)
Daerah mitokondria yang dianalisis adalah pada daerah D-loop. Daerah
ini terdiri dari dua daerah yaitu HV1 (Hipervariabel 1) dan HV2
(Hipervariabel 2). Ada tiga karakteristik daerah D-loop mt DNA yang
dapat dijadikan alat yang signifikan untuk keperluan analisis forensik,
yaitu:
1) Mt DNA mempunyai copy number yang tinggi, meskipun didalam sel
yang tidak mengandung inti. Jumlah copy per sel yaitu sekitar 1.000-
10.000, sehingga mtDNA dapat digunakan untuk menganalisis sample
dengan jumlah DNA yang sangat terbatas, atau DNA yang mudah
terdregadasi apabila analisis DNA ini tidak dapat dilakukan.
2) mtDNA manusia diturunkan secara maternal, Sehingga setiap
individu pada garis keturunan ibu yang sama akan mempunyai tipe
mtDNA yang identik. Karakteristik mtDNA ini sangat berguna untuk
penyelidikan kasus orang hilang.

Page 111
3) mtDNA mempunyai laju poliforfisme yang tinggi dengan laju
evolusinya sekitar 5-10 kali lebih cepat dari DNA inti. D-Loop
merupakan daerah yang mempunyai tingkat poliforfisme tertinggi
dalam mtDNA dimana terdapat dua daerah hipervariabel dengan
tingkat variasi terbesar antara individu-individu yang tidak
mempunyai hubungan kekerabatan. Karena itu, dalam penentuan
identitas seseorang atau studi forensik dapat dilakukan hanya dengan
melakukan daerah D-loop.
Satu mitokondria dapat mengandung puluhan DNA mitokondria
(mtDNA). Sistem genetik mitokondria mirip dengan bakterti, berupa
molekul sirkuler yang tahan eksonuklease. mtDNA inilah yang dalam
bidang forensik selalu menjadi andalan untuk mengidentifikasi pelaku
kejahatan atau korban.
Kelebihan utama penggunaan mtDNA adalah jumlah molekul yang
mencapai ribuan dalam satu sel sehingga memungkinkan dilakukan
analisis dari sampel yang sangat sedikit, misalnya cairan tubuh, akar
atau batang rambut bahkan tulang dan fosil tulang.
2. Y- Chromosome Analysis
Kromosome Y diturunkan persis oleh ayah kepada anaknya laki-laki, jadi
pemeriksaan analisis ini menggunakan markers pada kromosome Y. itu
sebabnya analisis ini digunakan terhadap laki -laki saja.
3. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
RFLP adalah satu tehnik analisis dari berbagai potongan fragmeny DNA
yang hasilnya didapati dari sample DNA yang dicampur dengan satu
jenis enzim special. Enzim ini, akan meristriksi endonuklease, memotong
DNA menjadi rentetan pola yang dikenal dengan sisi restriksi
endonuklease. Metode pemeriksaan ini yang paling sering digunakan.
Karena RFLP memiliki tingkat akurasi paling tinggi tetapi tingkat
kesulitan yang tinggi pula.
4. PCR Analysis (Polymerase Chain Reaction)
PCR suatu proses untuk mengendapkan DNA, biasanya perlu
Thermocyler, yang menekan berulang-ulang contoh darah dan
menciptakan untaian baru. Proses ini memerlukan waktu beberapa jam.
5. Short Tandem Repeat (STR) Analysis
Metode STR lebih praktis dan akurasinya dapat disesuaikan tergantung
jumlah lokus yang dianalisis. Analisis DNA inti memiliki akurasi yang
tinggi karena dirujuk pada DNA inti kedua orang tua (diploid).
Kelemahan metode ini adalah bila-bila salah satu atau kedua orang tua
tidak ada. Penggunaan DNA inti saudara se-ayah – ibu, anak, paman dan

Page 112
bibi atau kakek dan nenek kandung memerlukan koreksi yang didasarkan
pada segregasi Mendel. Sedangkan generasi atau saudara sepupu, praktis
tidak dapat digunakan.

Page 113
IDENTIFIKASI
TULANG TENGKORAK

I. PENDAHULUAN
Identifikasi adalah usaha pengenalan terhadap seseorang baik masih hidup dan
utuh ataupun telah meninggal dan tinggal sisa jaringan. Dalam bidang kedokteran
forensic peranan identifikasi ini sangat penting pada korban yang telah meninggal,
dimana dari semula pihak penyidik tidak mengetahui identitas korban yang dalam
visum sering ditulis dengan Mr-X. Keadaan ini akan menjadi rumit bila yang dikirim
ke rumah sakit hanya tinggal sisa-sisa jaringan, pada mayat yang telah mengalami
pembusukan, korban kebakaran/ledakan, kecelakaan dengan luka berat (misalnya
kecelakaan pesawat udara), hanya dikirim sebahagian jaringan tubuh atau tinggal
tulang belulang saja.
Peranan Ilmu Kedokteran Forensik dalam identifikasi terutama pada mayat
tidak dikenal, mayat yang telah rusak, membusuk, hangus, terbakar dan pada
kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyaknya korban
meninggal serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi
forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi yang
tertukar, atau diragukan orang tuanya. Identitas seseorng yang dipestikan bila paling
sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).
Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik
jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologis, kerangka dan
secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA.
Data-data yang dapat diperoleh dari identifikasi antara lain
- Jenis kelamin
- Bangsa
- Umur
- Perawakan
- Warna kulit
- Rambut
- Sidik jari dan telapak kaki
- Tanda - tanda tatoo
- Keadaan gizi
- Dan lain-lain

Page 114
Identifikasi ini dapat dilakukan dari:
- Karakteristik morfologi korban, meliputi: tinggi badan, berat badan, rambut,
warna kulit, pakaian, perhiasan, tatoo, dll..
- Sidik jari korban
- Gigi korban
- Tulang-tulang

Dalam makalah ini kami akan secara khusus membahas identifikasi pada tulang
tengkorak.

II. PEMBAHASAN
TUJUAN IDENTIFIKASI TULANG
Terdapat 10 tujuan yang ingin dicapai dalam identifikasi tulang, yaitu :
a. Untuk membedakan tulang manusia dari tulang hewan.
b. Untuk mengetahui apakah tulang berasal dari satu individu yang sama.
c. Untuk menentukan jenis kelamin individu dari tulang.
d. Untuk menentukan umur individu dari tulang.
e. Untuk menentukan umur tulang itu sendiri.
f. Untuk menentukan tinggi badan individu dari tulang.
g. Untuk menentukan RAS individu.
h. Untuk menentukan lamanya kematian individu dari tulang.
i. Untuk menentukan lamanya kematian individu dari tulang.
j. Untuk menentukan ruda paksa yang ditemui/fraktur ante mortem atau post
mortem.
k. Untuk menentukan penyebab kematian dari tulang.

Page 115
Menurut Acsadi dan Nemeskeri

Penilaian : Nilai -2 s/d +2


 Hiper Feminim -2
 Feminim -1
 Netral 0
 Hiper masculine +2
 Masculin +1
 Netral 0

Penentuan jenis kelamin pada tulang panggul (menurut Acsadi & Nemeskeri (1970) &
Ferembach (1979) Martin knussman (1988)

Cirri Bobot Hyper Feminim Netral Maskulin Hyper


Feminim -1 0 +1 Maskulin
-2 +2
Sulcus per 3 Mendalam, Lebih Hanya Hmpir Tidak ada
Auricularis Batas jelas Dangkal bekas takketara
& jelas
Incicura 3 Sangat Terbuka, Peralihan Bentuk U Sempit
Ischiadica terbuka, bentuk V Jelas,

Page 116
major Bentuk V bentuk U
Anggulu 2 >1000 0
90 -100 0 0
60 - 90 0 0
45 -60 0
< 450
Sub pubicus
Os. coxae 2 Rendah, Cirri peralihan Cirri Tinggi,
lebar, sayap, feminim maskulin sempit,
luas, relief kurang kurang relief otot
otot kurang jelas jelas sangat
jelas jelas
Arc.
2 Dua lengkung Satu lengkung
Compose
Foramen 2 ∆, < ∆ Tak jelas Oval Oval, <
Obturantu runcing bulat
Corpus 2 Sangat Sempit Sedang Lebar Sangat
Ossis Ischii sempit, lebar T.I
tuber sangat kuat
ishiciadicu
m kurang
jelas
Crista lliaca 1 Bentuk S Bentuk S sedang Jelas Sangat
nya sangat nya bentuk S jelas
dangkal dangkal bentuk S
Fossa lliaca 1 Sangat Rendah Tinggi & Tinggi & Sangat
rendah dan dan lebar lebarnya sempit tinggi &
lebar sedang sempit

Hyper Hyper
Feminim Netral Maskulin
Ciri Bobot feminism Maskulin
-1 0 +1
-2 +2
Pelvis 1 Sangat Lebar Sedang Sempit Sangat
mayor lebar sempit
Pelvis 1 Sangat Lebar & Lebarnya Sempit, Sangat
minor lebar & oval sedang & berbentuk sempit,
oval bulat “Harten” berbentuk
“Harten”

Penilaian : Nilai bobot X nilai dimorfis (-2 s/d 2), hasil perkalian ditambah, kemudian
dibagi dengan jumlah cirri yang dipergunakan
a) Bila >0 → maksimum
b) Bila <0→ feminisme

Page 117
Untuk membedakan tulang manusia dan tulang hewan
Hal ini merupakan tugas dokter karena pihak kepolisian dan rakyat biasa sering
acuh, sehingga pernah terjadi kekeliruan dengan tulang binatang, terutama dengan tulang-
tulang anjing, babi dan kambing. Pengetahuan mengenai anatomi manusia, berperan
penting untuk membedakannya. Jika tulang yang dikirim utuh atau terdapat tulang
skeletal akan sangat mudah untuk membedakannya, tetapi akan menjadi sangat sulit bila
hanya fragmen kecil yang dikirim tanpa adanya penampakan yang khas.
Cara membedakannya :
 Berdasarkan bentuk - bentuk anatomis dari tulang tersebut. Hal tersebut terutama
dapat dinilai pada tulang-tulang besar seperti tulang tengkorak, tulang – tulang
panjang, tulang panggul dan lain-lain. Tulang-tulang tersebut mempunyai bentuk
anatomis yang khas pada manusia yang membedakannya dengan hewan.
 Presipitin test :
- Merupakan suatu test kimia yang sangat sensitive untuk membuktikan bahwa
tulang-tulang itu benar berasal dari manusia. Bahan yang dibutuhkan adalah sisa
darah pada sum-sum tulang (dalam jumlah relatif sedikitpun sudah mencukupi)
- Caranya :
a. 1 gram darah kering atau 1 cm2 bercak darah diekstraksi dengan
larutan garam fisiologis (1 ml larutan dengan pH 7).
b. Serum anti manusia dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
ditambah dengan ekstraksi yang telah dibuat.
c. Hasil yang diharapkan, terbentuk cincin (presipitat), diantara
serum anti manusia dengan ekstrak, cincin tersebut keruh. Oleh
karena berbentuk cincin, reaksi ini dikenal sebagai reaksi cincin
(reaksi positif).
- Cara membuat serum anti manusia adalah :
Darah manusia disuntikkan pada kelinci, kerlinci akan memberikan
anti body, yang akan bereaksi menetralisir darah manusia. Darah
kelinci tersebut kemudian diambil dan serum yang mengandung anti
body diisolasi untuk pemeriksaan serum inilah yang disebut sebagai
serum anti manusia (misalnya Anti Serum).

Apakah Tulang berasal dari satu individu atau lebih.


♠ Dinilai dari kesamaan bentuk; warna dan kekompakan tulang; serta dari
kesamaan besar dan panjang tulang yang sejenis
♠ Dinilai berdasarkan jumlah tulang yang ditemukan, dengan membedakan kiri
kanannya tulang.
♠ Dengan pemeriksaan serologis (misalnya golongan darah ) dan juga
pemeriksaan genetic (misalnya sidik jari DNA).

Page 118
Untuk menentukan jenis kelamin
Sebelum masa dewasa, jenis kelamin tidak dapat ditentukan hanya dengan tulang-
tulang saja. Baru setelah masa puber hal-hal berikut dapat dipakai sebagai pegangan:
- Tulang tengkorak. Besarnya tengkorak adalah salah satu ciri dimorfis seksual.
Tengkorak pria lebih besar, lebih berat dan tulangnya lebih tebal. Seluruh rellef
tengkorak (benjolan,tonjolan dsb.) lebih jelas pada pria.
- Tulang dahi dipandang dari norma lateralis kelihatan lebih miring pada pria, pada
wanita hampir tegal lurus; benjolan dahi (tubera frontalla) lebih kentara pada
wanita, pada pria agak menghilang. Arci supercilliaris lebih kuat pada laki-laki;
sering hampir tidak kentara pada wanita; pinggir lekuk mata (orbita) agak
tajam/tipis pada wanita dan tumpul/tebal pada pria. Bentuk orbita pada pria lebih
bersegi empat (menyerupai layar TV dengan sudut tumpul), pada wanita lebih
oval membulat.
- Pada tulang pelipis tahu mastoid (prossesus mastoideus) besar dan takiknya
(incisura mastoidea) lebih mendalam pada pria.
Apabila didapatkan kerangka manusia utuh, jenis kelaminnya dapat ditentukan
pada 50 % dari anak – anak yang diperiksa, dan mungkjin 90 % atau lebih dari orang
dewasa. Yang paling bernilai untuk menentukan jenis kelamin, dalam urutan menurut
kepentingannya ialah : (1) os coxae dan os sacrum, (2). Cranium, (3). Sternum, (4). Atlas
dan (5). Tulang – tulang panjang
Krogman (1946) mengemukakan persentase ketepatan penentuan jenis kelamin
berdasarkan tulang – tulang yang ditemukan :
- Bila hanya ditemukan tulang velvis :95 %
- Bila hanya ditemukan tulang tengkorak :92 %
- Bila yang ditemukan tulang velvis dan tengkorak :98 %
- Bila hanya ditemukan tulang panjang :80 – 85 %
- Bila ditemuykan tulang panjang dan tengkorak :95 %
- Bila yang ditemuklan tulang panjang dan pelvis : 98 %

Tabel Identifikasi jenis kelamin dari tengkorak kepala


No Yang membedakan Laki – laki Perempuan
1 Ukuran Kapasitas intra kra nial lebih Kapasitas intra kra nial lebih
besar 10 % dari perempuan kecil 10% dari laki – laki
2 Glabella Kurang menonjol Lebih menonjol
3 Daerah supra orbita Lebih menonjol Kurang menonjol
4 Processus Lebih menonjol Kurang menonjol
mastoideus
5 Protuberantia Lebih menonjol Kurang menonjol
occipitalis

Page 119
6 Arcus zigomaticus Lebih menonjol Kurang tegas
7 Dahi Curam,agak datar Bulat/bundar
8 Eminentia frontalis Lebih menonjol Kurang menonjol
9 Orbita Letak lebih rendah, relativ Lebih tinggi, relativ lebih
lebih kecil, batas agak bulat besar, batas tajam dan
dan berbentuk seperti persegi berbentuk bulat
empat
10 Nasion Angulasi jelas Angulasi kurang menonjol
11 Malar prominence Lebih lengkung Lebih datar
12 Lobang hidung Lebih tinggi dan sempit Lebih rendah dan luas
13 Eminentia parietalis Kurang Lebih
14 Condilus occipitalis Besar Kecil
15 Condylar facet Panjang dan sempit Pendek dan luas
16 Foramina Lebih besar Lebih kecil
17 Palatum Lebih besar dan berbentuk Lebih kecil dan parabolik
seperti huruf “U”
18 Digastric groove Dalam Dangkal
19 Sinus frontalis Lebih berkembang Kurang berkembang
20 Gigi Lebih besar Lebih kecil
21 Permukaan tulang Permukaan seluruhnya kasar Seluruhnya halus dengan
dengan tempat perlekatan otot tempat perlengketan otot
yang lebih menonjol yang kurang menonjol

- Mandibula. Sudut yang terbentuk oleh rasmus dan corpus mandibulae lebih kecil
pada pria (mendekati 90º). Benjol dagu (protuberia mentalis) lebih jelas/besar
pada pria. Processus coronoideus lebih besar/panjang pada pria.

Tabel Identifikasi jenis kelamin dari mandibula


No Yang membedakan Laki – laki Perempuan
1 Ukuran Lebih besar Lebih kecil
2 Sudut anatomis Everted Inverted
3 Dagu Berbentuk persegi empat Agak bulat
4 Bentuk tulang Berbentuk seperti huruf “V” Berbentuk seperti huruf “U”
5 Mental tubercle Besar dan menonjol Tidak signifikan
6 Myelohyoid line Menonjol dan dalam Kurang menonjol dan dangkal
7 Tinggi pada Lebih Kurang
simphisis mentii
8 Ramus ascending Lebih lebar Lebih sempit
9 Condylar facet Lebih besar Lebih kecil
10 Berat dan permukaan Lebih berat,permukaannya Lebih ringan dengan

Page 120
kasar dengan tempat permukaan yang halus
perlengketan otot yang Lebih kecil
menonjol
11 Gigi Lebih besar

Menentukan usia dari pemilik tulang tersebut


Pada pemeriksaan rahang bawah, bisa dibedakan rahang bayi, dewasa dan orang
tua. Rahang bayi corpusnya dangkal dan rasmusnya sangat pendek dan membentuk sudut
140º dengan corpus dari rahan tersebut. Pada rahang dewasa corpus menjadi tebal dan
panjang dan susut antara rasmus dan corpus mengarah 90º. Pada orang tua batas dari
prosessus alveolarismulai hilang dan corpus akan menjadi tumpul. Pada anak kecil
foramen mentalis terletak pada pinggir bawahnya. Prossesus condyloideus hampir segaris
dengan corpus dan prosesus coronoideus project di atas condylus. Pada orang dewasa
foramen mentalis terletak di pertengahan batas atas dan bawah dari corpus condylus
panjang dan menonjol di atas prosessus coronoideus. Pada usia tua foramen mentalis
terletak dekat batas alveolus.
Pada pertemuan dari tulang rawan pada ephypisis dengan diaphysis pada wanita
lebih dahulu terjadi dari laki-laki. Sedangkan sutura pada cranium hilang lebih dahulu
pada laki-laki.

Page 121
. Penentuan Umur Dibedakan Masa – Masa Berikut
1. Infas I : lahir sampai dengan tumbuh gigi M1 sampai 7 tahun
2. Infas II : Tumbuh gigi M1 sampai dengan tumbuh M2 13 – 16 tahun
3. juvenis : tumbuh gigi M1 sampai dengan tumbuh M3 18 – 22 tahun
4. Adultus : M3 sudah tumbuh tanda pertama keausan gigi (+).
Obliterasi sutura mulai. Ossifikasi epiphysis selesai → 30 tahun
5. Maturus : Keausan gigi lanjut. Obliterasi suturan lanjut →50 tahun
6. senilis : oblitali sutura sempurna kehilangan gigi tertautnya lobang gigi,
processus alveolaris mulai susut/memendek

Penentuan umur dari pusat penulangan.


No Umur Kaki Tangan Tulang – tulang lain
1 5 – 6 bulan Os calcancus 0 -
2 7 bulan Os thalus 0 -
3 Pd. Waktu lahir Os. cuboid 0 Eppisis bahwa dari
femur (kelihatan
pada umur 9 bulan
dan 0,5 inchi
diameternya pada
waktu lahir)
eppiphisis atas dari
tibia.
4 1 tahun Ext. Os. Magnum Caput dari femur
cuncifrom (capitatum) Caput dari hamerus
Os. Hamatum (9 bulan)
(unciforum)
(6 – 12 bulan)
5 2 tahun - - Epiphissis bawah
dari tibia. (1-2)
Epiphissis (1-2)
Capitulum humerus
6 3 tahun Int - Ujung bawah dari
cunaefroum radius patella
(metakarapal)

7 4 tahun Os scapoidea - Ujung atas dari


middlecunncif fibula
orm
8 5 tahun - Semilunaria (4-5) -
9 6 tahun - Os Mullagus Ujung atas dari

Page 122
mayor radius
10 6 – 7 tahun - Os scapheid Ujung bawah dari
Os mullagus ulna
minor
11 8 tahun - - Epicondilum int,
dari humerus
12 9 – 10 tahun epiphisis - Olecranon dari ulna
13 11 tahun - - Trochantor minon
dari femon
14 12-13 tahun - - Epik kondilus
lateralis dari humus
muncul secara
bersatu dengan
trochelea
15 14 Tahun - - Kapitulum
membentuk epifisis
patella lengkap

. UMUR MENURUT TUMBUHNYA GIGI


Gigi Susu
 Gigi Seri I Bawah : 6 – 8 bulan
 Gigi Seri I Atas : 7 – 9 bulan
 Gigi Seri II Bawah : 10 – 12 bulan
 Gigi Seri II Atas : 7 – 9 bulan
 Gigi Geraham I : 12 – 14 bulan
 Gigi Taring : 17 – 18 bulan
 Gigi Geraham II : 20 – 30 bulan

Permanen
 M1 Geraham 1 : 06 – 07 tahun
 I1 Seri 1 : 06 – 08 tahun
 I2 Seri 2 : 07 – 09 tahun
 P1 peremolar 1 : 09 – 11 tahun
 P2 premolar 2 : 10 – 12 tahun
 C. Taring : 11 – 12 tahun
 M2 Geraham 2 : 12 – 14 tahun
 M3 Geraham 3 : 17 – 25 tahun

Page 123
UMUR MENURUT DERAJAT KEAUSAN GIGI
Kriteria derajat keausas gigi (Martin, 1957)
0 Tidak terlihat keausas apa – apa
1 Enamal aus sedikit, tapi benjolan kunyah positif
2 Pada beberapa tempat telah terlihat detin berwarna kuning
3 Seluruh permukaan enamel telah aus / kuning
4 Sebagian besar mahkota gigi aus sampai leher gigi
Perkiraan umur dari tulang – tulang panjang
Dapat dilihat dari penyatuan epiphysisnya
A. Epiphysis dari os, femur, tibia, fibula
 Diaphysis masih terpisah dari tulang :< 18 thn
 Diaphysis masih terlihat seperty garis :17 – 18 thn
 Diaphysis sudah bersatu sempurna :> 18 thn
B. Distal epiphysis dari os. Radius dan ulna
 Terpisah seluruhnya : 18 – 19 thn
 Sebagai terpisah, sebagian bersatu : 18 – 19 thn
 Bersatu membentuk garis : 19 – 20 thn
 Bersatu sempurna : > 20 thn
C. Head of humerus
 Diaphysis terpisah seluruhnya : < 20 thn
 Sebagian terpisah, sebagian bersatu : 19 – 20 thn
 Bersatu membentuk garis : 20 – 21 thn
 Bersatu sempurna : > 21 thn

Perkiraan umur tulang itu sendiri


Metode yang terpakai untyuk mengetahui perkiraan umur tulang adalah sebagai
berikut :
1. Penentuan kandungan nitrogen :
→ Dengan metode mikro kjeldhal
→ Nitrogen lebih besar dari 3,5 gram / cm berarti umur / saat kematian
kurang dari 50 tahun
→ Nitrogen lebih besar dari 2.5 gram/ cm, berarti umur/ saat kematian
kurang dari 350 thn
2. Penentuan kandungan asam amino
→ Dengan metode kromatografi lapisan tipis (TCL)
→ Bila umur / saat kematian kurang dari 70-100 tahun akan didapatkan 7
jenis asam amino ataulebih
→ Bila hanya didapatkan pranile dan hidropksi praline maka perkiraan
umur/ saat kematian kurang dari 500 thn
3. Reaksi benzidine

Page 124
→ Yang dipaki campuran benzidine peroxide
→ Reaksi negative penilaian lebih berarti.
→ reaksi negative menyingkirkan bahwa tulang masih baru
→ Reaksi negative umur tulang / sesaat kematian sampai 150 thn
→ Reaksi dapat dipakai pada tulang yang utuh atau serbuk
4.Fluoresensi dengan sinar ultar violet
→ Fluresensi positif pada tulang yang baru s/d 100 thn
→ Umur tulang / sesaat kematian 500 – 800 thn fluresensi akan menghilang
5. Immunologi.
→ Aktivitas imunologik ditentukan dengan metode geladiffusion technique
dengan anti human serum.
→ Aktivitas akan menurun setelah 5 tahun dengan limit waktu 10 thn dan
kurang dari 20 thn

Menentukan tinggi badan dan tulang


A. Berdasarkan panjang tulang belakang.
Menurut Topmaid dan Roller (1923) bahwa panjang tulang belakang
adalah 35 % daritinggi badan.

B. Berdasarkan panjang tulang –tulang panjang


Trotter dan Glesser (1958) memberikan rumus regresi untuk laki – laki ras
Mongoloid seperti dibawah ini :
TB = 2,68× (HI) + 832 ± 43
TB = 3,54× (RI) + 820 ± 46
TB = 3,48× (UI) + 775 ± 48
TB = 2,15 ×(FI) + 815 ± 39
TB = 2,39 × (TI) + 815 ± 33
TB = 2,40 × (FII) + 806 ± 32
TB = 1,67 ×(HI + RI) + 748 ± 42
TB = 1,68 × (HI + UI) + 712 ± 41
TB = 1,22 × (FI + TI) + 704 ± 32
TB = 1,22×(FI+ FII) + 702 ±32
Nota = Angka dengan ± adalah nilai error yang dapat dikurangi atau ditambahi
pada nilai yang diterima dari kalkulasi.

Menentukan RAS individu


Secara umum, manusia dibagi atas beberapa golongan RAS yaitu :
a. Golongan Arian (kaukakus)
b. Golongan Mongolian
c. Golongan Nigro.

Page 125
Hal – hal yang berhubungan dengan penentuan jenis bangsa / RAS berdasarkan
tulang dapat dilihat pada table berikut :

No Yang Membedakan Arians Mongolian Negroes


1 Cranium Bulat Persegi Oval
2 Kening Raised Inclined Kecil
3 Muka Sempit Lebar, Tl. Pipi Rahang
Menonjol menonjol
4 Ekstremitas Normal Lebih kecil Eks.atas
relative lebih
panjang,
lengan bawah
lebih besar

Cara lain yang penting juga untuk menentukan RAS adalah dengan Cephalik
indeks.
Cephalic Index = Lebar max. kepala (transversal) × 100
Panjang sagital kepala
CI pada Arians = 70 – 74,5 (deliche – cephalic / long headed),
Orang eropa = 75 – 79,9 (Mesati – chepalic),
Mongolian = 80 – 84,9 (Branchy – cephalic / short headed)

Menentukan waktu kematian


Sangatlah susah untuk memperkirakan waktu kematian dari pemeriksaan tulang,
meskipun begitu dugaan-dugaan dapat dibuat dengan memperhatikan adanya fraktur,
aroma, dan kondisi jaringan lunak dan ligamen yang melekat dengan pada tulang
tersebut. Pada kasus-kasus fraktur, perkiraan waktu kematian dapat diperkirakan dalam
berbagai tingkatan ketepatan, dengan pemeriksaan callus setelah dibedah sebelumnya
secara longutidunal. Aroma yang dikeluarkan tulang pada beberapa kematian sangat khas
dan menyengat. Harus diingat bahwa anjing, serigala dan pemakan daging lainnya akan
menggunduli tulang tanpa sedikit pun jaringan lunak dan ligamen, meskipun dalam
waktu yang sangat singkat, tetapi aroma yang ditinggalkanya masih merupakan bukti dan
tetap berbeda dari tulang yang telah mengalami penguraian di tanah.
Setelah semua jaringan lunak menghilang, tulang-tulang mulai mengalami
penguraian selama tiga sampai sepuluh tahun, yang biasanya terjadi dalam peti mati.
Perubahan yang terjadi pada tulang diikuti dengan berkurangnya berat dan bahan
organik, seperti tulang menjadi lebih gelap atau kecoklatan atau menjadi rapuh. Akan
menjadi sangat susah untuk memperkirakan jika perubahan warba terjadi, tetapi itu
tergantung kepada kemurnian tanah, model penguburan (dengan atau tanpa peti mati),
dan usia dari orang tersebut (lebih cepat pada usia muda).

Page 126
Hal ini dapat dilakukan jika telah diketahui umur tulang yang diketemukan dan
juga harus diketahui umur individu dari tulang yang ditemukan. Dengan meng hitung
selisihnya, maka dapatlah ditentukan lamanya kematian. Secara kasar perkiraan lamanya
kematian dapat juga dilihat dari keadaan tulang seperti :
1. Dari bau tulang : biula masih dijumpai bau busuk diperkirakan lama kematian
korban dibawah 5 bulan, bila tidak ada lagi bau busuk diperkirakan kematian
korban lebih dari 5 bulan.
2. Warna tulang : kekuning – kuningan diperkirakan dibawah 7 bulan, berwarna
aagk keputihan diperkirakan diatas 7 bulan.
3. Kekompakan / kepadatan tulang: bila tulang tampak mulai berpori – pori
diperkirakan kematian dibawah 1 tahun, bila tulang mempunyai pori – pori
yang rata dan rapuh diperkirakan kematian korban lebih dari 3 tahun
Catatan : keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam didalam
tanah.

Melihat apakah tulang tersebut dipotong, dibakar, atau digigit binatang


Tulang, bagian ujung ujung dari tulang, harus diperiksa dengan sangat teliti untuk
mengetahui apakah tulang-tulang tersebut dipotong dengan benda tajam, atau digerogoti
binatang, atau medulanya telah dimakan. Terkadang petugas kepolisian yang kurang
berpengalaman salah mengira tulang yang digerogoti binatang dan mengiranya dipotong
dengan benda tajam, lalu berusaha menerangkannya dengan berbagai teori yang tidak
jelas. Saluran-saluran nutrisi juga harus diperiksa untuk melihat ada atau tidaknya arsenic
merah atau zat pewarna lainnya untuk mengetahui dengan pasti apakah tulang tersebut
berasal dari ruang pemotongan.

MENENTUKAN RUDA PAKSA / FRAKTUR PADA TULANG APAKAH


TERJADEI ANTE MORTEM ATAU POST MORTEM
1. Dengan melihat perubahan warna yang timbul pada tulang tersebut, serta
membandingkan disebelahnya. Biasanya bila ruda paksa yang terjadi
antermortem, pada tulang akan terlihat warna yang lebih gelap dibandingkan
dengan warna disekitarnya, lokasi biasanya tidak simetris sedangkan ruda paksa
yang terjadi pada posty mortem warna tulang lebih pucat dibandingkan warna
disekitarnya.
2. Bila dijumpai adanya stadium penyembuhan pada ujung fraktur ini menandakan
bahwa fraktur terjadi ante mortem.
3. Dengan pemeriksaan radiogewrafi dari fraktur. Bila terjadi peningkatan radio
pastee dari ujumg faktur menunjukkan bahwa fraktur tersebut terjadi ante
mortem.
4. Dengan perwarnaan air tanah pada ujung fraktur pada fraktur ante mortem akan
terlihat warna pada ujung farktur akan hamper sama atau sedikit lebih gelap dari

Page 127
warna permukaan tulang disampingnya. Pada fraktur post mortem warna pada
ujung frktur lebih mudah atau lebih pucat dari warna permukaan tulang
disampingnya.

Menentukan kemungkinan penyebab kematian


Hampir tidak mungkin untuk menentukan penyebab kematian dari tulang, kecuali
jika didapati fraktur atau cedera, seperti fraktur pada tulang tengkorak atau pada cervikal
atas atau potongan yang dalam pada tulang yang mengarahkan kepada penggunaan alat
pemotong yang kuat. Penyakit-penyakit pada tulang, seperti karies atau nekrosis, atau
bekas cedera bakar.
Racun-racun metalik seperti arsenik, antimoni atau merkuri dapat dideteksi
melalui analisa kimia meskipun lama setelah kematian.
Dengan mengidentifikasi tulang tengfkorak dapat diperkirakan penyebab
kematian korban apakahberhubungan dengan cedar kepala atau tidak. Jika kematian
berhubungan dengan cedar kepala maka kemungkinan kita menemukan tanda – tanda
kekerasan pada tulang tengkorak. Suatu hal yuang penting harus diingat didalam
menentukan adatidaknya tindakan kekerasan adalah adanya kenyataan bahwasan tidak
selamanya kekerasan meninggalkan bekas.
Pada kasus dimana kepala seseorang dipukul dengan benda tumpul sering
dijumpai suatu patah tulang, dimana bagian yang patah yersebut tertekan kedalam. Pada
kasus kecelakaan dimana badan korban terlempar dan jatuh dengan kepala menyentuh
jalan maka akan sering dijumpai patah tulang dengan garis patah yang linier. Dengan
demikian dapat dibedakan berdasarkan kelainan yang terjadi pada tengkorak yaitu apakah
benda tumpul yang menghampiri kepala yang mendekati benda tumpulnya.
Kelainan atau kerusakan pada tengkorak akibat peluru akan membentuk corong.
Pada luka tembak masuk kerusakan pada tabulka interna dengan demikian akan
membentuk corong dengan bagian yang lebih besar pada tabula interna.
Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam walaupun harus tetap dipikirkan
kemungkinan karena suatu kecelakaan tetap pada umumnya karena suatu peristiwa
pembunuhan atau bunuh diri. Jika benda tajam yang dipakai sedemikian tajamnya dan
tenaga yang dipakai juga cukup besar maka pada tulang akan terdapat kerusakanyang
berbentuk cela dengan tepi yang rata bahkan tidak jarang tulang samp[ai terpapas rata.
Pada keracunan logam berat, dapat dijump[ai adanya arsen dalam tulang. Hal ini
dapat diperiksa dengan GUTZEIT TEST. :
Zat / bahan yang dicurigai dilarutkan dalam Hcl /H2SO4 yang bersih dan tambahkan Zn
yang berupa granuler. lalu disaring dengan kertas yang sudah dibubuhi pb-asetat dan zat
yang terbentuk (AsH3) dikenai kertas asring yang sudah dicepukan dalam HgCl2. Jika
zat yang dicurigai bener – bener terdapat arsen maka warna kertas tersebut akanmenjadi
coklat. Jika kertas tersebut kita masukan kedalam Hcl, maka akan berwarna merah terang
seperti batu bata.

Page 128
LAPORAN KASUS

Penjelasan
Dijumpai sekumpulan tulang belulang di daerah Pancur Batu pada tanggal 23 juni 2009
dimana di Tempat Kejadian Perkara (TKP) juga didapati tas korban kosong dan tanpa
identitas.

VISUM ET REPERTUM

PRO JUSTITIA
Nama : Mrs. X
Umur : Sekitar 20 - 25 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Kewarganegaraan :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Agama :-
Tanggal pemeriksaan : 19 Desember 2009
Waktu pemeriksaan : 10.30 – 12.00 Wib

Page 129
Dokter pemeriksa : dr. Indra Syakti, dr.Netty, dr.Jims, dr.Rosmawaty, dr.
Erianto, dr. Abdul gafar. P.
Jenis kasus : Identifikasi tulang belulang
No. Pol : B1/ 4/ XII/ 2009/ Reskrim
Klasifikasi : Rahasia
Lampiran :-
Perihal : Pemeriksaan luar dan dalam
Tanggal : 19 Desember 2009
Penyidik : Gunawan
Pangkat : BRIPKA
NRP : 73040387

Pemeriksaan Umum
Label mayat : Tidak ada
Penutup mayat : Tidak ada
Pembungkus mayat : Tidak ada
Pakaian mayat : Kaos dalam lengan pendek, warna tidak jelas
Celana dalam, warna tida jelas
Perhiasan mayat : Tidak ada
Benda di Samping Mayat : Tidak ada
Tanda – tanda kematian :-

Identifikasi umum : Dijumpai sekumpulan tulang belulang yang merupakan


tulang manusia yang berasal dari satu individu, jenis
kelamin perempuan, umur antara 20 – 25 tahun.
Identifikasi khusus : Tidak ada.
Pemeriksaan Luar
1. Kepala
1.1. Dijumpai satu tulang tengkorak kepala warna kekuning- kekuningan (perkiraan
lama kematian < 6- 7 bulan). Dijumpai retak pada tulang dahi dengan panjang 1
cm dan lebar 1 cm setentang garis tengah tubuh.
1.2. Tulang alis mata (arcus super ciliaris) kurang menonjol.
1.3. Tulang dahi (facies frontalis) tegak, halus agak membundar dan penuh
1.4. Tulang pipi (os zygomaticum) lebih menonjol
1.5. Tonjolan tulang belakang (tuberositas occipitalis) kurang menonjol.
1.6. Tulang bola mata (cavum orbita) berbentuk bundar. Tidak dijumpai patah tulang
bola mata.
1.7. Pada rahang atas dijumpai 4 buah gigi kanan M1 M2, kiri M2 M3, pada rahang
bawah dijumpai 7 buah gigi kanan P1 M1 M2 M3, kiri M1 M2 M3

Page 130
1.8. Derajat obliterasi sutura adalah derajat (1) yaitu obliterasi telah mulai tetapi lebih
dari separuhnya masih kentara.
1.9. Hidung, telinga dan mulut tidak dijumpai.

2. Tulang rahang
1. Lengkung rahang bawah (incisura mandibula) sempit
2. Sudut rahang (angulus mandibula) lebih dari 900
3. Pada rahang bawah dijumpai 7 buah gigi (P1 M1 M2 M3 kanan dan M1 M2 M3
kiri )
4. Pada rahang atas dan bawah tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan dan patah
tulang.
5. Derajat keausan gigi ; M2 kanan atas, M1 kanan, M2 kiri bawah derajat 1; yaitu
enamel aus sedikit, tetapi tonjolan banyak masih utuh.
kanan kiri
M2 M1 M2 M3
M3 M2 M1 P1 M1 M2 M3

Keterangan :
Kanan atas :
 M1 : pinggiran tidak tajam / rata, dijumpai adanya plag

 M2 : Pinggiran tidak tajam/ rata, dijumpai adanya plag


Kanan bawah :
 P1 : pinggir tidak tajam / rata, dijumpai adanya plag
 M1 : pinggir tidak tajam/ rata, dijumpai adanya plag
 M2 : pinggir tidak tajam/ rata, dijumpai adanya plag
 M3 : pinggir tidak tajam/ rata, dijumpai adanya plag

Kiri atas :
 M2 : pinggir tidak tajam / rata, dijumpai adanya plag
 M3 : pinggir tidak tajam / rata, dijumpai adanya plag
Kiri bawah :

Page 131
 M1 : pinggir tidak tajam/ rata, dijumpai adanya plag
 M2 : pinggir tidak tajam / rata, dijumpai adanya plag
 M3 : pinggir tidak tajam/ rata, dijumpai adanya plag

3. Tulang leher
 Dijumpai 5 tulang leher (cervical). Tidak dijumpai tanda – tanda
kekerasan dan patah tulang.

4. Tulang dada
1. tulang dada ( manubrium sternui) . panjang 5 cm dan lebar 5,5 cm.
2. Corpus sternum tidak dijumpai.

5. Tulang rusuk
1. Dijumpai sebanyak 23 tulang rusuk
2. Pada dada kanan dijumpai 12 tulang rusuk
3. Pada dada kiri dijumpai 11 tulang rusuk.

Page 132
6. Tulang selangka
 Dijumpai tulang selangka kanan dan kiri. Tidak dijumpai tanda – tanda
kekerasan dan patah tulang.

7. Tulang punggung
 Dijumpai sebanyak 11 tulang punggung. Tidak dijumpai tanda – tanda
kekerasan dan patah tulang.

8. Tulang belikat (scapula)


 Dijumpai sebanyak 2 tulang belikat. Tidak dijumpai tanda – tanda
kekerasan dan patah tulang.

9. Tulang pinggul (lumbalis)


 Dijumpai sebanyak 5 tulang pinggul. Tidak dijumpai tanda – tanda
kekerasan dan patah tulang.

10. Tulang panggul (pelvis)


1. Dijumpai tulang panggul kanan dan kiri.
2. Incisura ischiadica mayor terbuka berbentuk “V”.
3. Foramen obturatorium berbentuk segitiga, angulus pubicum membentuk sudut 60-
900 (netral)
4. Corpus ossis ischii sempit
5. Crista iliaca bentuk S nya dangkal.
6. Tidak dijumpai anda – tanda kekerasan dan patah tulang.

Page 133
11. Tulang ekor
1. Dijumpai 1 tulang ekor.
2. Lebih lebar, berbentuk segitiga sama sisi.
3. Lebih dangkal pada bagian belakang.

12. Anggota gerak atas


1. Dijumpai 2 tulang lengan atas (humerus) kanan dan kiri,
Kanan: utuh tidak dijumpai tanda- tanda kekerasan, kiri : caput (bagian kepala
lengan atas tidak utuh atau keropos, bagian bawah (epicondilus lateralis) sudah
tidak utuh dan keropos
2. Tuberositas deltoideus lebih besar.
3. Tuberositas mayor lebih halus.
4. Sulcus inter tubercularis lebih dangkal.
5. Tidak dijumpai tulang ulna kanan dan kiri
6. Tidak dijumpai tulang radius kanan dan kiri.
7. Tulang telapak tangan kanan dan kiri tidak dijumpai
8. Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan dan patah tulang

13. Anggota gerak bawah


1. Dijumpai 2 tulang paha kanan dan kiri, kanan utuh tidak dijumpai tanda- tanda
kekerasan, kiri tidak utuh pada bagian kaput femoris (bagian atas) dan keropos,
pada condylus lateralis (bagian bawah) sudah tidak utuh dan keropos.
2. Dijumpai 1 buah tulang kering kiri (tibia).
3. Dijumpai 1 tulang betis kiri (fibula).
4. Tulang lutut dan telapak kaki tidak dijumpai.
5. Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan.

Page 134
6. Perkiraan tinggi badan berdasarkan
tinggi hidung :
Wanita : 1434,4 + 3,1 (3) ± 48,9
= 1497,6 / 1399,8 cm
Panjang Femur (karl pearson) : Formula parikh :
Wanita : (36,5 x 1,945) + 72,844 TB = femur x 3,80
= 143,83 cm = 36,5 x 3,80
= 138,70 cm

Kesimpulan

Dijumpai sekumpulan tulang belulang yang merupakan tulang manusia yang berasal dari
satu individu, jenis kelamin perempuan, umur antara 20- 25 tahun, tinggi badan 140- 150
cm. Diperkirakan lama kematian kurang dari 6 bulan.
Dari hasil pemeriksaan tulang belulang dijumpai adanya tanda kekerasan pada tulang
dahi dan penyebab kematian tidak dapat ditentukan.

Page 135
TATA LAKSANA PEMERIKSAAN MEDIK
DAN
IDENTIFIKASI PADA BENCANA MASSAL
DVI

I. PENDAHULUAN
Sejak diundangkannya UU No.24 tahun 2007, tentang penanggulangan bencana
pada bulan April 2007, maka terjadi perubahan dari model penanganan bencana ke model
penanggulangan bencana, semula menjadi urusan pemerintah menjadi urusan bersama
pemerintah dan masyarakat, dari sektoral menjadi terpadu, dari responsive menjadi
preventif, dari semula sentralistis menjadi desentralistis, dari semula penanganan dampak
bencana menjadi mengelola resiko bencana secara terpadu.
Seperti diketahui bahwa bencana merupakan kejadian yang mendadak, tak
terduga dapat terjadi pada siapa saja, dimana saja, kapan saja serta mengakibatkan
kerusakan dan kerugian harta benda, korban manusia yang relative besar baik mati
maupun hidup.
Memasuki era globalisasi dan pasar bebas dengan tingkat persaingan yang tajam,
maka diperlukan standar-standar yang dapat dipergunakan secara nasional dan yang
berstandar internasional tetapi tetap memperhatikan kebutuhan-kebutuhan / keadaan di
Indonesia (memperhatikan kearifan lokal).
Dalam penanganan korban bencana massal maka standar nasional maupun
internasional haruslah selalu menjadi rujukan, oleh karena pada prinsipnya memang
identifikasi pada korban bencana massal adalah suatu hal yang sulit, ini dikarenakan
banyaknya jumlah korban yang ada, kondisi korban dan kondisi lapangan yang buruk
(sulit), sumber daya pelaksana yang belum memadai dan dana yang besar. Selain itu, oleh
karena bencana massal cenderung memerlukan penanganan / koordinasi yang baik
melalui lintas sektoral yang ada.

II. BENCANA MASSAL DI INDONESIA


Defenisi Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh factor alamdan atau
factor non alam maupun factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Jenis Bencana
 Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angina topan, dan tanah longsor.

Page 136
 Bencana Non Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit.
 Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik social antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror.

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dengan
batas luasnya sebesar 2.027.087 km2, mempunyai kurang lebih 129 gunung berapi, secara
geologis Indonesia terletak di pertemuan diantara 4 plat lempengan dunia yang masih
bergerak aktif, disertai 2 rangkaian gunung berapi dunia (Circum Pasific dan Eurosian),
yang ekornya berada di Indonesia menyebabkan Indonesia berada pada posisi geologis
yang sangat labil. Secara Demografi juga, Indonesia terdiri dari bermacam-macam etnik,
agama, latar belakang sosial, budaya, adat istiadat serta jumlah penduduk yang semakin
padat (tahun 2005, 213 juta dengan pertambahan jumlah penduduk pertahun 1,3 %),
dimana keadaan tersebut memberikan petunjuk bahwa Indonesia berisiko tinggi sebagai
Negara yang rawan dari bencana alam seperti terjadinya gempa bumi, tsunami, longsor,
banjir maupun kecelakaan baik darat, laut, maupun udara. Di sisi lain juga harus diingat,
ada bentuk bencana lain yang dibuat oleh manusia (Man made disaster) seperti aksi
terorisme. Perubahan iklim dunia juga membawa dampak terhadap pemanasan global,
yang dengan sendirinya pula meninggkatkan frekuensi bencana alam akibat perubahan
iklim tersebut.

INDONESIA BERADA PADA LOKASI YANG SANGAT


TIDAK MENGUNTUNGKAN KARENA BERADA PADA
PERTEMUAN 4 LEMPENGAN DUNIA YANG MASIH AKTIF
BERGERAK.

Page 137
SETELAH PENGANDARAN

Ada beberapa bencana massal yang sudah terjadi di Indonesia, seperti ini kita
ketahui : Bom Bali 1 & 2, kecelakaan Bus Situbondo, Bom Hotel Marriot, Banjir
Bandang Bukit Lawang, Silk Air Palembang, Pesawat Mandala Medan, Pesawat Garuda
Medan, Tsunami Aceh, Letusan Gunung Krakatau dan sebagainya.
Bencana massal didefenisikan sebagai suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam
atau karena ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang
menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta
melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk menanggulanginya.
Umumnya korban yang hidup telah banyak dapat diatasi oleh tim medis, paramedis dan
tim pendukung lainnya, namun berbeda bagi korban yang sudah mati yang perlu
ditangani secara khusus dengan membentuk tim khusus pula. Dalam penggolongannya
bencana massal dibedakan menjadi 2 tipe, pertama Natural Disaster seperti tsunami,
gempa bumi, banjir, tanah longsor dan sebagainya. Sedangkan yang kedua dikenal
sebagai “Man Made Disaster” yang dapat berupa kelalaian manusia itu sendiri seperti
kecelakaan udara, laut, darat, kebakaran hutan dan sejenisnya, serta akibat ulah manusia
yang telah direncanakan sebelumnya seperti pada kasus terorisme.
Telah banyak peristiwa bencana massal yang terjadi di Indonesia, baik itu
merupakan bencana alam maupun akibat kelalaian manusia telah ditangani oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun dari bantuan pihak-pihak lain. Indonesia
pernah tercatat juga sebagai Negara terjadinya letusan super-vulcano yang menurut
sejarahnya yaitu di Danau Toba yang kini terletak di Propinsi Sumatera Utara yang
dulunya adalah merupakan sebuah gunung berapi yang kemudian meletus dengan

Page 138
kekuatan vulkanik terbesar dalam dua juta tahun terakhir. Meletusnya gunung Tambora
di Pulau Sumbawa tahun 1815 dan gunung Krakatau tahun 1885 juga telah tercatat dalam
sejarah bencana di Indonesia yang menelan korban ratusan ribu jiwa.
Peristiwa terbakar dan tenggelamnya kapal Tampomas II di perairan Masalembo
tanggal 27 Januari 1981 yang dinakhodai oleh Kapten Rivai kiranya dapat dijadikan
momen yang cukup bersejarah dalam kecelakaan transportasi, dimana ratusan korban
mati yang ditemukan telah dipilih dengan berdasarkan jenis kelamin dan umur secara
kasar untuk memudahkan ‘identifikasi’ oleh keluarganya. Begitu pula dengan peristiwa
kecelakaan jatuhnya pesawat Mandala MDL 660 di Ambon yang menelan korban
sebanyak 70 korban mati juga telah dicoba untuk dilakukan ‘identifikasi’ oleh personel
Dokkes Polri (Mayor. Pol Dr. Jaya Atmaja, sekarang Sespusdokkes Polri). Namun
demikian peristiwa bencana tersebut hanya dilakukan identifikasi secara sederhana
(terindentifikasi kurang lebih 45%) dan belum menerapkan prinsip standar identifikasi
Interpol yang dikenal sekarang.

III. PERKEMBANGAN IDENTIFIKASI


Pengetahuan identifikasi secara ilmiah diperkenalkan perama kali oleh dokter
Perancis bernama Alfonsus Bertillon, pada tahun 1853-1914 dengan memanfaatkan ciri
umum seseorang seperti ukuran antropometri, warna rambut, mata dan lain-lain. Pada
kenyataannya cara ini banyak kendala oleh karena perubahan yang terjadi secara biologis
pada seseorang dengan bertambahnya usia, selain kesulitan dalam menyimpan data
secara sistematis. Sistem yang berkembang adalah pendeteksian melalui sidik jari
(daktiloskopi) yang awalnya diperkenalkan oleh Nehemiah Grew tahun 1614-1712,
kemudian oleh Mercello Malphigi tahun 1628-1694 dan dikembangkan secara ilmiah
oleh Henry Fauld tahun 1880 dan Francis Dalton tahun 1892, keduanya berasal dari
Inggris. Berdasarkan perhitungan matematis penggunaan sidik jari sebagai sarana
identifikasi memiliki ketepatan yang cukup tinggi karena kemungkinan adanya 2 orang
yang memiliki sidik jari yang sama adalah 64 x10 : 1. Kendala dari sistem ini adalah
diperlukan data dasar sidik jari dari seluruh penduduk untuk pembanding.
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan, saat ini berbagai disiplin ilmu
pengetahuan dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang, namun yang paling
berperan adalah disiplin ilmu kedokteran yang dikenal sebagai Identifikasi Medik.
Manfaat identifikasi semula hanya untuk kepentingan dalam bidang kriminal
(mengenal korban atau pelaku kejahatan), saat ini telah berkembang untuk kepentingan
non kriminal seperti asuransi, penentuan keturunan, ahli waris dan menelusuri sebab dan
akibat kecelakaan, bahkan identifikasi dapat dimanfaatkan untuk pencegahan cedera atau
kematian akibat kecelakaan.
Pada dasarnya prinsip identifikasi adalah membandingkan data-data yang ada
pada orang yang tidak dikenal dengan data yang diduga orang hilang, namun sering kali
data yang diduga orang hilang tidak ada sehingga identifikasi dilakukan melalui

Page 139
rekonstruksi yaitu mempelajari cirri antropologis, rekonstruksi wajah bahkan serologis.
Metode identifikasi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu metode sederhana dan metode
ilmiah.
IV. DVI DI INDONESIA KINERJA DAN PERKEMBANGANNYA
DVI atau Disaster Victim Identification adalah suatu defenisi yang diberikan
sebagai sebuah prosedur untuk mengidentifikasikan korban mati akibat bencana massal
secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu kepada standar baku
Interpol.
Secara internasional, identifikasi korban bencana massal menjadi tanggungjawab
polisi. Oleh karenanya DVI merupakan bagian dari jejaring interpol, yang berpusat di
Lyon, Perancis. Indonesia merupakan anggota diantara 186 negara di dunia. Interpol DVI
standing committee, adalah pelaksana yang menangani identifikasi korban bencana
massal.
Adapun organisasi DVI di Indonesia dipelopori dengan diadakannya suatu
pertemuan yaitu pada The 1st Interpol DVI Pacific Rim Meeting tanggal 25 – 27 Januari
2000 di Makassar. Selanjutnya DVI Indonesia diperkenalkan dan menjadi salah satu
materi pokok dalam Program Post Graduate Training on Clinical Forensic Medicine,
Human Rights and Medical Jurisprudence untuk mendapatkan gelar DFM (Diploma on
Forensic Medicine) selama 4 periode yang dibuat atas kerja sama antara Polri,
Universitas Hasanuddin dan Groningen University, Netherland (Belanda). Pada tanggal
25-28 Juli 2003 diadakan The 2nd Interpol DVI Pacific Rim Meeting di Denpasar, yang
pada kesempatan itu pula turut ditandatangani Memorandum of Understanding antara
Departemen Kesehatan RI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang
Identifikasi Korban Mati pada Bencana Massal. Pusdokkes Polri juga telah mengirimkan
personelnya untuk mengikuti DVI Course AFP – PDRM di Kuala Lumpur bulan Oktober
2003, dan menyelenggarakan DVI Course AFP – Polri di Jakarta dan Bali pada bulan Juli
2004 dan Agustus 2004. Pada tanggal 29 September 2004 dilakukan Memorandum of
Understanding yang kedua antara Departemen Kesehatan RI dan Polri tentang Pedoman
Penatalaksanaan Indentifikasi Korban Mati pada Bancana Massal yang juga disepakati
terbentuknya Tim DVI Indonesia Nasional serta pembagian wilayah Regional DVI di
Indonesia.
Pada tanggal 26 Maret 2007 Sekretariat Tim DVI Indonesia diresmikan
bersamaan dengan Laboratorium DNA Polri (sebagai pusat rujukan nasional Tim DVI
Indonesia), oleh Kapolri bersama Commissioner AFP, memiliki kantor yang cukup
representatif beralamat di Jl. Cipinang Baru Bunder No. A 5 Jakarta Timur -13240.
Dalam perkembangannya hingga kini telah dibentuk Tim DVI Indonesia di 8 propinsi,
yaitu NAD, Sumut, Riau, Sumsel, Bali, Kalteng, Sulut dan Ambon. Struktur organisasi
Tim DVI Propinsi mengacu pada struktur organisasi Tim DVI Regional dan Tim DVI
Nasional dimana seorang ketua Tim DVI Propinsi adalah Kepala Bidang Kedokteran dan
Kesehatan Polda yang di dalam strukturnya dibantu oleh Dinas Kesehatan setempat,

Page 140
Rumah Sakit Pemerintah, Unsur Pemerintah Daerah dan unsure-unsur pendukung
lainnya. Baik Tim DVI maupun tim pendukung kesehatan yang menangani korban hidup
akan berkoordinasi dengan Satkorlak PBP, SAR Propinsi dan unsur-unsur lain yang
terlibat dalam suatu penanganan bencana. Adapun apabila Tim DVI Propinsi pada
pelaksanaannya membutuhkan dukungan tim DVI lain maka akan diterjunkan Tim DVI
Regional dan atau Tim DVI Nasional.
Adanya Sekretariat Tim DVI Indonesia yang bersebelahan dengan gedung
Biddokpol Pusdokkes Mabes Polri bertujuan agar memudahkan dalam kontrol dan
koordinasi dalam penanganan identifikasi korban mati pada peristiwa – peristiwa bencana
massal yang ada di Indonesia. Di dalam perkembangannya Pusdokkes Polri sedang
menyelesaikan software ‘Plassdata Indonesia’, yaitu program Plassdata yang
menggunakan bahasa Indonesia untuk memudahkan bagi pengguna dalam mengolah dan
memasukkan data entry baik data post mortem maupun data ante mortem serta
memudahkan dalam melakukan proses rekonsiliasinya. Telah dibuat Film pendidikan
simulasi tentang DVI yang akan berguna untuk memudahkan bagi pihak terkait yang
ingin mempelajarinya. Sekretariat Tim DVI Indonesia selanjutnya juga merencanakan
akan membangun Pusat Database Orang Hilang dan kedepan membangun sebagai Pusat
Data Ante Mortem untuk seluruh Indonesia.
Penerapan prosedur DVI Interpol di Idonesia diawali dengan dilakukannya
identifikasi korban bencana massal akibat Bom Bali yang terjadi pada bulan Oktober
2002 dimana terdapat korban mati sebanyak 202 orang. Pada proses identifikasi yang
berjalan kurang lebih 4 bulan tersebut berhasil diidentifikasi sebesar hampir 99 % yang
terindentifikasi secara positif melalui metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Beberapa kasus – kasus di Indonesia dimana prosedur DVI yang pernah
diterapkan antar lain adalah peristiwa Bom Bali 1 – Oktober 2002, Bom Hotel JW
Marriott Jakarta – Agustus 2003, Tragedi Terbakarnya Bis di Situbondo, Jatim – Oktober
2003, Bom di Kedubes Australia Jakarta – September 2004, Tsunami dan Gempa Bumi
di Aceh dan Nias – Desember 2004 s/d Januari 2005, Bom Bali II – Oktober 2005,
kecelakaan Pesawat Mandala Airlines, Medan – November 2005, Peristiwa Penangkapan
Teroris di Wonosobo –April 2006, Gempa Bumi di Yogya dan Jateng – Mei 2006 dan
Tsunami di Pangandaran – Juli 2006, Tenggelamnya kapal Tristar di Palembang thn
2007, Tenggelamnya kapal Senopati di Laut Jawa, utara Semarang 2007, Tenggelamnya
kapal Livina di utara Jakarta 2007, Hilangnya pesawat Adam Air di Sulsel 2007, dan
terakhir Crash Landing pesawat Garuda di Yogyakarta Maret 2007.

V. PROSEDUR UMUM DVI


Penanganan identifikasi korban bencan massal berdasarkan standar Interpol
merupakan suatu proses yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah dan
secara hukum. Diperlukan kerjasama dan pengertian yang baik diantara semua pihak

Page 141
yang terlibat dalam penerapannya, sehingga proses identifikasi mencapai ketepatan dalam
identifikasi dan bukan hanya kecepatan dalam prosesnya.
Tujuan diterapkan prosedur DVI ini adalah dalam rangka mencapai hasil
identifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan oleh hukum, sempurna dan paripurna
dengan semaksimal mungkin sebagai wujud dari kebutuhan dasar hak asasi manusia,
dimana seorang mayat pun mempunyai hak untuk ‘dikenali’. Kepentingan lainnya adalah
pada beberapa kasus jika terdapat bukti – bukti yang kuat dapat dijadikan sebagai awal
dari suatu proses penyidikan, serta untuk kepentingan civil legal aspect seseorang atau
ahli warisnya, seperti asuransi, warisan, status perkawinan dan sebagainya.

Adapun proses DVI meliputi 5 fase, dimana setiap fasenya mempunyai


keterkaitan satu dengan lainnya, yang terdiri dari :
Fase 1 : TKP / The scene (involve the investigation of the scene of the disaster).
Fase 2 : Data Postmortem / The mortuary (involves the collection of post mortem
data from deceased individuals).
Fase 3 : Data Ante mortem / Ante mortem Information Retrieval (involves the
collection of ante mortem information from the community in relation to
persons possibly involved in the disaster).
Fase 4 : Rekonsiliasi / Reconciliation (involves the matching of the ante-mortem and
post mortem information and presentation of the finding to a constituted
Reconciliation Board).
Fase 5 : Evaluasi / Debriefing (involves the process of debriefing all personel in the
DVI process).

Dalam melakukan proses tersebut terdapat bermacam – macam metode dan tehnik
identifikasi yang dapat digunakan. Namun demikian Interpol menentukan Primary
Identifiers yang terdiri dari Fingerprints, Dental Records dan DNA serta Secondary
Identifiers yang terdiri dari Medical, Property dan Photography. Prinsip dari proses
identifikasi ini adalah dengan membandingkan data Ante Mortem dan Post Mortem,
semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik. Primary Identifiers mempunyai
nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan Secondary Identifiers.
Didalam menentukan identifikasi seseorang secara positif, Identification Board
DVI Indonesia mempunyai aturan – aturan, yaitu minimal salah satu dari Primary
Identifiers dinyatakan positip dengan atau tanpa didukung data Secondary Identifiers,
atau minimal dua data secondary identifiers dinyatakan positip apabila data Primari
identifiers tidak ditemukan.
Secara universal, DVI merupakan tanggung jawab dari kepolisian yang dalam
pelaksanaannya memerlukan bantuan dari tenaga – tenaga ahli. Sebagai salah satu Negara
anggota Interpol, dalam mengidentifikasi mayat pada korban bencana massal, maka

Page 142
Indonesia turut menggunakan Interpol DVI Guide yang telah dikeluarkan sejak tahun
1984 dan terus mengalami penyempurnaan.
Demikian juga Interpol merekomendasikan agar ketua dari tim DVI adalah
seorang perwira polisi senior yang memiliki kualifikasi dan pengalaman secara keilmuan
dan manajemen kegawatdaruratan, ia juga memiliki pengalaman dalam hal memimpin
timnya, mengontrol dan mengkoordinasikan dengan berbagai macam unsur yang terlibat
di dalamnya. Tentu saja pada pelaksanaannya terdapat berbagai kendala, beberapa main
issues yang sering ditemukan adalah religious, social culture, komunikasi, control dan
koordinasi, manajemen, tekanan dari pihak luar (masyarakat, mass media, politik),
sedangkan kendala yang sering ditemukan di lapangan adalah apabila ditemukan korban
yang sangat banyak di wilayah yang luas (tsunami dan gempa bumi).
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DVI

Public
INVESTIGATOR IN CHARGE Relations

Director of Director of
Director of
Rescue Victim
Communications
Operarions Identification

Scene Recovery Mortuary Identification AM Data


Co-ordinator Co-ordinator Co-ordinator Centre Co-ordinator

Time Leaders Command post Team Leaders Team Leaders Team Leaders Team Leaders

Telephone, Team Leaders Search Security Files Missing


Persons
Radio,
Fax Security Recovery Body Records AM Teams
movement
Computer,
Rescue Photography Records AM Records
Telex
Dispatch PM Records AM Files
Casualties Photography
Identification
experts Fingerprints
Uninjured
(Medical,
Property dental, Property
fingerprint
&
Evidence Elimination
other
specialists

Photography

Property
Chart No. 1
Chain of Command PM Files

Body release

Page 143
BAGAN SISTEM INFORMASI KOMUNIKASI DVI

INVESTIGATOR IN CHARGE

Director of
Communications

Telephone, Radio,
Communications Fax, Computer,
Centre Telex Dispatch

MISSING PERSON PUBLIC


SCENE UNIT RELATION

AM Files Media
Director of Director of
Rescue Victim
Operations Identification
AM Records
Publik &
Relative

Mortuary Identification AM Teams


Centre

Chart No. 2
Communications : Flow of Information

Page 144
BAGAN PENANGANAN JENAZAH

INVESTIGATOR IN CHARGE

Director of Director of Director of


Communications Victim Rescue
Idenfication Operations

Recovery Scene
Co-ordinator Co-ordinator

Command
SCENE Post

Team
Leaders

Mapping Search Photography Body


Recorvery

Bodies

Moegue Moegue
station station
(Body Bodies (Body
collection collection
point) point)

Injured

BAGAN CONTOH SISTEM DVI DI TKP (5)


Other Mortuary
hospitals Bodies

Chart No. 3
Body Recorvery

Page 145
Prosedur DVI dalam tata laksananya di bagi atas Pra kejadian dan saat kejadian.
Pra kejadian adalah proses kesiapan dari tim serta pelatihan tim identifikasi agar dapat
memenuhi standar prosedur yang ditetapkan secara internasional, sedangkan pada saat
kejadian, maka ada beberapa bagian yang dilalui berupa :
a) Umum
Yaituelaksanaan penanggulangan bencana dalam 4 tahap yang terdiri dari :
- komunikasi dan koordinasi
- operasi penyelamatan
- penatalaksanaan korban hidup
- penatalaksanaan korban mati

Komunikasi dan koordinasi sangat diperlukan untuk mengetahui data dan


perkembangan tempat kejadian bencana massal. Operasi penyelamatan diutamakan agar
jumlah korban yang meninggal tidak semakin bertambah. Penatalaksanaan korban hidup

Page 146
harus disesuaikan dengan pedoman kedaruratan yang telah ada. Penatalaksanaan korban
mati merupakan bagian dari tim forensik, dimana proses ini dilalui dalam 4 tahap yaitu :
Tahap I : Penanganan TKP
Meliputi pemberian tanda dan label di TKP, pembagian zona (5 x 5 m),
sketsa TKP, foto serta evaluasi korban dan barang.
Tahap II A : Penanganan di Pusat Identifikasi Oleh Unit Data Post Mortem.
Meliputi penemuan jenazah dan barang, registrasi dan pengelompokan
jenazah, foto jenazah, pemeriksaan forensik serta pengambilan data ke
Unit pembanding data.
Tahap III B : Penanganan di Unit Data Ante Mortem.
Meliputi pengumpulan data dan foto korban hilang semasa hidup dan
mengirim data ke unit pembanding data.
Tahap III : Penanganan Unit Pembanding Data.
Meliputi pengkoordinasian data – data ante mortem dan post mortem.
Tahap IV : Penanganan tim Identifikasi
Meliputi Cek and Re-cek hasil unit pembanding data, membuat surat
keterangan kematian dan surat lain, koordinasi dengan keluarga korban
dan publikasi informasi.
Pada akhirnya bahwa administrasi dan pelaporan tentang penatalaksanaan
korban mati bencana massal harus dilakukan. Administrasi disesuaikan menurut kondisi
daerah, dan pedoman yang berlaku di daerah, sedangkan pelaporan, dilakukan secara
berjenjang mulai dari tingkat propinsi, regional dan pusat. Pelaporan melaporkan
kemajuan hasil identifikasi dari waktu ke waktu untuk kemudian pada akhirnya di tingkat
pusat akan memberikan keputusan tingkat pusat yang lebih lanjut.

DVI di Sumatera Utara.


Tim DVI Sumatera Utara terbentuk berdasarkan surat keputusan Gubernur
Sumatera Utara Nomor 360.05 / 428 .k. Tahun 2007 pada tanggal 23 Maret 2007.
Struktur organisasi DVI Sumatera Utara mengikuti struktur organisasi yang
telah ditetapkan oleh DVI – Nasional dengan beberapa modifikasi sesuai kebutuhan.
DVI Sumut bertindak secara profesional, lintas fungsi , dan lintas sektoral yang
meliputi unsur – unsur :
1. Polda Sumut (Biddokkes, Ditreskrim, Robinamitra, Ditsamapta, Bidhumas,
Ditintelkam, Rolog, Ditlantas).
2. Pemprov. Sumut (Setda, Dinas kesehatan, Binhuksos, Dinsos, Robinsos,
Disnakertrans, Dinhub, Bainfokom)
3. USU (FK dan FKG).
4. TNI (Kesdam I / BB).
5. RRI / TVRI Medan.
6. LSM & Profesi (IDI, SAR, ORARI, RAPI dll).

Page 147
DVI Sumatera Utara merupakan bagian DVI – Nasional Regional Barat I.
DVI – Nasional berkedudukan di Jakarta. DVI – Nasional membagi Indonesia dalam 4
regional, Meliputi :
 Regional Barat I
yang berkedudukan di Medan, meliputi wilayah provinsi NAD, Sumut, Sumbar,
Riau, Kepri, Jambi, Sumsel dan Babel.
 Regional Barat II
Yang berkedudukan di Jakarta meliputi wilayah provinsi Bengkulu, Lampung, DKI,
Jabar, Jateng, DIY, Kalbar dan Kalteng.
 Regional Tengah
Yang berkedudukan di Surabaya, meliputi wilayah provinsi Jatim, Bali, NTB, NTT,
Kalsel dan Kaltim.
 Regional Timur
Yang berkedudukan di Makasar, meliputi wilayah provinsi Sulsel, Sulteng, Sulut,
Sutra, Malut, Maluku dan Papua.

Struktur Organisasi DVI Sumatera Utara.

VI. METODE IDENTIFIKASI


Identitas sebenarnya adalah hak asasi dari setiap manusia dan bila orang
tersebut meninggal, hak ini akan menjadi hak milik ahli warisnya. Oleh karena itu adalah

Page 148
kewajiban bagi instansi yang berwenang untuk mencari tahu identitas jenazah yang
sedang ditangani.
Pandangan Islam menyatakan bahwa kemuliaan manusia bersifat utuh, baik di
kehidupan dunia maupun di kehidupan akhirat. Oleh karena manusia ketika meninggal
dunia, dikatakan bahwa dia kembali ke Rahmatullah atau pulang kehadirat Nya, sehingga
keharusan bagi yang hidup untuk memandikan jenazah sesamanya dan memperlakukan
sebaik – baiknya. Tidak pernah Allah SWT menjadikan segala sesuatu sia – sia, Rabbana
ma khalaqta hadza bathila (Q, 3, Ali Imran 191). Demikian pula untuk proses identifikasi,
bila kalanya bedah jenazah sangat diperlukan, maka ianya boleh dilakukan (hukumnya
mubah), yang nantinya akan membawa maslahat (kebaikan) dan terhindar dari madharat
(malapetaka) dikemudian hari.
Kepentingan lain dari identifikasi adalah kasus perdata misalnya untuk
penentuan keturunan, asuransi, ahli waris, dan lain – lain. Selain itu untuk menelusuri
sebab akibat suatu kejadian yang khusus seperti kecelakaan pesawat terbang.
Misalnya dengan mengetahui mana pilot / penumpang suatu kecelakaan pesawat, dapat
diketahui secara langsung ataupun tidak langsung sebab akibat kecelakaan dan
selanjutnya dapat dibuat cara – cara pencegahannya.
Dalam prosedur metode identifikasi, selain untuk identifikasi dengan segala
kepentingannya seperti disebutkan, kadangkala proses identifikasi itu sendiri sering di
rangkaikan dengan penentuan sebab kematian seperti pada kecelakaan transportasi
(kecelakaan pesawat udara, kapal motor maupun bus). Pemeriksaan toksikologi misalnya
terhadap pilot pesawat haruslah dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya human
factor (kesalahan manusia). Ini sangat penting untuk menhindari dan mencegah hal
seperti itu terjadi lagi dikemudian hari.

a) Metode Sederhana
Metode ini terbagi dua yaitu secara visual (wajah, tinggi badan, ciri khusus),
pemilikan (surat, perhiasan, dompet, tas), serta dokumentasi.
Secara visual dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih baik. Cara ini mudah
karena identitas dikenal melalui penampakan luar berupa profil tubuh atau wajah. Cara
ini tidak dapat diterapkan terutama bila mayat telah busuk, terbakar, mutilasi dan cara
pengenalan oleh keluarga harus memperhatikan faktor psikologis (stress, sedih, dll).
Melalui kepemilikan, identifikasi dapat dipercaya terutama bila kepemilikan
tersebut (pakaian, perhiasan, surat jati diri) masih melekat pada tubuh korban.
Metode ini sangat lemah oleh karena bisa saja terjadi adanya kesamaan ataupun
perubahan akibat umur atau cidera yang dialami korban. Untuk itu, metode ilmiah sangat
disarankan walaupun sangat memerlukan biaya yang besar namun tingkat kepastiannya
sangat memuaskan.

Page 149
b) Metode Ilmiah
Metode ini terbagi atas sidik jari, medik (serologi), odontologi, anthropologi,
biologi, dll. Cara ini sekarang berkembang dengan pesat, berbagai disiplin ilmu ternyata
dapat dimanfaatkan untuk identifikasi korban tidak dikenal.
Dengan metode ilmiah ini selain didapat akurasi yang sangat tinggi juga dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Metode ilmiah saat ini yang paling mutakhir
adalah DNA Profiling (sidik jari DNA). Cara ini banyak mempunyai keunggulan tetapi
memerlukan pengetahuan dan sarana yang canggih dan mahal.
Secara terperinci dapat kita lihat dibawah ini beberapa metode identifikasi yang
dapat dilaksanakan :
1. Metode Eksklusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan massal yang melibatkan sejumlah orang
yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut,
dsb. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan
menggunakan metode diatas sedang sisanya tidak dapat ditentukan, maka sisa korban
diidentifikasi menurut daftar penumpang. Ini juga dipakai untuk identifikasi
penumpang yang meninggal setelah penumpang yang hidup dan terindentifikasi
diketahui.

2. Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang – orang
yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada
jenazah yang belum membusuk sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk
tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya
kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya
menyangkal identitas jenazah tersebut.
Pada metode visual ini, peran fotografi sangat penting. Dokumen foto pada saat
pertama sekali korban ditemukan sekaligus rekam tempat ditemukan korban dapat
membantu identifikasi. Dokumen foto juga dapat membantu bila proses pembusukan
telah terjadi sedangkan keluarga korban yang akan mengidentifikasi belum juga tiba /
datang.

3. Pemeriksaan Sidik Jari


Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari
ante mortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang
diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
Dactylography ini diperkenalkan secara sistematis oleh Sir Francis Dalton, 1892
(seorang antropologi di Inggris). Disebutkan bahwa dalam penentuan adanya
kesamaan antara sidik jari ante mortem maupun sidik jari post mortem dicari
persamaannya sekurang – kurangnya 16 titik perbandingan. Sidik jari post mortem

Page 150
adalah sidik jari pada jenazah / korban bencana massal tersebut. Sedangkan
pembandingannya adalah sidik jari orang yang diduga hilang atau korban bencana
tersebut baik dari TKP, SLM, jenazah atau apa saja yang menjadi bukti sidik jarinya.
Jika pengambilan sidik jari pada jenazah masih dapat dilakukan, maka harus
segera dilakukan sebelum terjadi pembusukan. Akurasi dari sidik jari dianggap
metode identifikasi yang akurat oleh kerena perbandingan sidik jari yang sama adalah
satu dalam enam puluh empat milyars. (1 : 64.000.000.000), yaitu lebih kurang dua
belas kali penduduk dunia.

4. Pemeriksaan Dokumen
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor, dsb) yang kebetulan
dijumpai dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali
jenazah tersebut. Perlu diingat bahwa pada kecelakaan massal, dokumen yang
terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat dengan jenazah belum tentu milik
jenazah tersebut. Untuk itu, maka setiap temukan tas, dompet atau identitas yang
berada disekitar korban, haruslah dicatat, lokasi penemuan dokumen dan dicatatkan
jenazah – jenazah yang ada disekitarnya untuk kemudian mencocokkan dengan
jenazah – jenazah tersebut.

5. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan


Dari pemakaian perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui
merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat
membantu identifikasi, walaupun telah terjadi pembusukan jenazah tersebut.

6. Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna
mata, cacat / kelainan khusus, tattoo, dsb. Metode ini mempunyai nilai tinggi karena
selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara / modifikasi,
sehingga ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak pun masih dapat
dilakukan metode identifikasi ini.
Pada jenazah yang tidak utuh maupun yang hanya tinggal tulang belulang, maka
identifikasi dalam hal tinggi badan, estimasi berat badan, ras, jenis kelamin, umur dan
bahkan sebab kematian masih dapat ditentukan.

7. Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan gigi (odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan pemeriksaan manual, sinar-x dan pencetakan gigi dan rahang.
Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi,
dsb.

Page 151
Gigi manusia sangat bermakna untuk pemeriksaan identifikasi individu. Secara
anatomik, gigi adalah bagian tubuh manusia yang sangat keras, tidak mudah rusak
karena mengandung bahan anorganik dan sedikit air, tahan terhadap panas karena
menjadi abu hanya pada suhu 538oC – 649oC. Gigi palsu menjadi abu pada suhu
538oC – 649oC, mahkota porcelen menjadi abu pada suhu 1093oC, tambalan amalgam
menjadi abu pada suhu 871oC. Selain itu, manusia dewasa mempunyai 32 gigi
dengan bentuk yang jelas dengan 5 permukaan, yang berarti ada 160 permukaan gigi
di dalam mulut dengan berbagai macam variasi untuk di identifikasi. Penilaian untuk
identitas terhadap gigi bisa meliputi jumlah, keadaan / kondisi gigi (baik/rusak),
penambalan, pencabutan, gigi palsu, implant, dll.
Penelitian Furnes (1972) menyatakan bahwa kemungkinan 2 orang memiliki
identik data gigi dan mulutnya adalah 1 berbanding 2 milyard penduduk, dengan
perkiraan penduduk dunia sekitar 5 milyard, maka hampir mustahil mereka ada 2
orang yang identik giginya.
Selain itu, dari gigi dapat diperoleh informasi umur, ras, jenis kelamin, golongan
darah, ciri – ciri khas , dan bentuk wajah / raut muka korban.

8. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologic bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.
Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan
dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang.

9. Teknik Khusus
Teknik khusus ini sebenarnya bagian dari metode identifikasi yang ada diatas.
Hanya saja menjadi bagian yang sangat penting dan diperlukan pada kasus – kasus
tertentu.
- X – Ray,
Foto Rontgen dilakukan untuk melihat gambaran sinus, gambaran cephalometri,
patah tulang lama, penentuan umur, dll.

- Sinar Ultraviolet
Dapat dipergunakan untuk mencari lokasi dan menemukan tattoo maupun
sikatriks / “scar” pada tubuh yang membusuk maupun terbakar. Pada perkiraan
adanya tanda tinta yang sulit dibaca pada pakaian, dengan pemeriksaan
menggunakan sinar ultraviolet, bercak darah yang dicuci dan bercak seminal akan
menunjukkan gambaran fluorisasi warna putih kebiru – biruan.

- Pemeriksaan Dalam (Autopsi Dalam)


Autopsi forensik pada kasus bencana massal penting dilakukan untuk identifikasi
seseorang. Dapat dilihat adanya kelainan tubuh dalam, bekas operasi (missal;

Page 152
apendiktomi) keadaan rahim, prostat, penyakit dan lain – lain. Selain untuk
identifikasi, pemeriksaan autopsi dalam sangat membantu dalam hal mencari
sebab – sebab kematian dan kandungan racun yang mungkin ada dalam tubuhnya.
Pada kasus kecelakaan pesawat terbang misalnya, pilot dan copilot harus
diperiksa secara seksama, apakah ada kemungkinan keracunan carbon monoksida,
maupun keracunan zat – zat narkotika.

- DNA
Pemeriksaan DNA adalah spesifik, karena tidak ada manusia yang memiliki
identitas DNA yang sama. Selain itu, dengan pemeriksaan DNA maka korban
dapat ditelusuri garis keturunannya yang sedarah keatas, kebawah maupun yang
sejajar sehingga identitas dapat dipastikan.

VII. PENCATATAN DATA


Dalam pencatatan data – data korban, maka berdasarkan standard DVI
Internasional dan demi keseragaman formulir, maka formulir Ante Mortem (AM) dan
Post Mortem (PM) dibuat seragam. Data – data Ante mortem (AM) menggunakan
formulir kuning, dan data Post mortem (PM) menggunakan formulir merah muda.
Ada beberapa bagian dari kedua formulir yang berisi tentang data yang harus
diisi, yaitu meliputi :
Bagian A1 dan A2 : Data pribadi korban
Bagian B : Diisi pada formulir merah muda PM, pada saat pengangkatan
jenazah dari TKP.
Bagian C1 – C3 : Penjabaran barang-barang pribadi (pakaian, perhiasan dll).
Bagian D1 – D3 : Penjabaran keadaan fisik / tubuh korban.
Bagian D4 : Pencatatan tanda-tanda khusus (tattoo, dll).
Bagian E1 dan E3 : Daftar tiap informasi medis sekiranya dapat membantu
pengolahan.
Bagian F1 dan F2 : Informasi kondisi gigi geligi.
Bagian G : Catatan tiap informasi yang dapat membantu dalam
pengolahan atau menjadi lanjutan pencatatan dari bagian diatas
(C dan F) apabila masih dibutuhkan ruang Pencatatan.

Dalam tiap pencatatan maka “PENTING” untuk mencatat semua data yang
mungkin diperoleh ke dalam formulir karena tidak mungkin kita tahu data apa saja yang
pernah dikumpulkan dari lokasi kejadian. Distribusikan informasi secara terperinci dan
tepat. Foto – foto sangat membantu tiap proses identifikasi. Untuk itu foto korban,
pakaian maupun perhiasan sebaiknya dilampirkan.

Page 153
VIII. PERSONIL TIM IDENTIFIKASI
PERSONIL TIM IDENTIFIKASI
Identifikasi bencana massal dilakukan oleh :
1. Unit Pengumpul Data TKP
Tugas :
 Mengumpulkan data korban di TKP
 Melakukan dokumentasi dan pemberian label TKP
 Mengevakuasi korban dan barang milik korban yang tercecer
 Menyerahkan jenazah ke Unit Post Mortem
2. Unit Pengumpul Data Ante Mortem
Tugas :
 Mencari keterangan tentang orang yang diperkirakan menjadi korban
 Mencari data korban dari berbagai pihak
 Mengolah dan menyajikan data yang didapat
3. Unit Pengumpul Data Post Mortem
Tugas :
 Menerima jenazah dari unit TKP
 Memeriksa korban
 Mengumpulkan pakaian dan barang perhiasan korban
 Dokumentasi kondisi jenazah
 Mengolah dan menyajikan data korban
4. Unit Pembanding
Tugas :
 Membandingkan data ante dan post mortem serta TKP
 Memilih data yang identik
 Menyajikan data ke komisi identifikasi
5. Komisi Identifikasi
Tugas :
 Mengadakan cek dan ricek hasil unit pembanding
 Menentukan identitas korban
 Mengeluarkan surat yang dibutuhkan dan menyerahkannya kepada keluarga
6. Unit Pendukung
Tugas : Mendukung kegiatan Tim untuk komunikasi, transportasi, peralatan,
akomodasi dan konsumsi
Personil yang bekerja pada tim identifikasi ini terdiri dari berbagai instansi terkait
dan ahli – ahli identifikasi antara lain : Dokter umum / dokter gigi, dokter spesialis
radiology, dokter ahli forensik, polisi, pegawai PEMDA, mahasiswa kedokteran, anggota
TNI, dan masyarakat umum.

Page 154
Peralatan yang dibutuhkan dalam melaksanakan identifikasi massal pada
prinsipnya sama dengan peralatan yang dibutuhkan pada identifikasi perorangan, hanya
jumlah tentunya lebih besar, diperlukan misalnya ruangan pendingin tersendiri untuk
menyimpan jenazah yang belum diperiksa dan agar tidak busuk. Khusus peralatan untuk
membandingkan dan mencocokkan data ante mortem dan post mortem diperlukan
perlengkapan computer berikut software agar memudahkan pencocokan mengingat
jumlah korban cukup banyak.

IX. KAMAR JENAZAH DAN PERAN IDENTIFIKASI


Kamar jenazah memegang peranan tersendiri dalam proses DVI. Perlu diingat
bahwa benar kamar jenazah tidak selalu harus di rumah sakit, ada isitilah Kamar Jenazah
Lapangan (Rumah Sakit Lapangan). Kamar jenazah berperan sebagai :
- Lokasi pusat DVI (DVI Center)
- Pusat informasi mengenai korban mati
- Pengumpulan data ante mortem dan post mortem
- Pengumpulan dan penyimpanan properties milik korban
- Tempat rekonsiliasi
- Tempat perawatan jenazah
- Tempat penyerahan jenazah kepada keluarga

Pada prinsipnya, memang kamar jenazah haruslah merupakan tempat yang


mempunyai akses tersendiri (mudah keluar dan masuk) mempunyai ruangan-ruangan
khusus, daerah yang terbuka (halaman / aula), system drainase yang baik, pagar yang
baik serta jauh dari perumahan penduduk.
Ruang – ruang dikamar jenazah haruslah mencukupi. Peralatan untuk
pemeriksaan juga sebaiknya lengkap, termasuk mesin pendingin (kulkas mayat) yang
cukup, kantong jenazah yang banyak.
Tatalaksana kegiatan di kamar jenazah merupakan phase II dari tatalaksana DVI.
Tugas utama tim di kamar jenazah adalah mengumpulkan data post mortem. Beberapa
disiplin / kelakuan yang diperlukan dalam kamar jenazah adalah pathologi forensik,
odontologi forensik, ahli DNA, Photograpi forensik, labolatori forensik serta polisi
dengan kekhususan DVI.
Kegiatan yang dilaksanakan dikamar jenazah meliputi penerimaan dan
pemilihan jenazah (pelabelan), pemeriksaan jenazah, dokumentasi (foto), pengumpulan
barang bukti property, penyimpanan dan perawatan, pengamanan, penyajian data post
mortem dan penyerahan.
Setelah pemeriksaan dilakukan, maka bila korban teridentifikasi sedapat
mungkin dilakukan perawatan jenazah yang meliputi perbaikan / rekonsiliasi tubuh
jenazah, pengawetan jenazah (bila mungkin), perawatan sesuai agama dan memasukkan
ke dalam peti jenazah.

Page 155
Kemudian jenazah diserahkan kepada keluarga korban oleh petugas khusus dari
tim identifikasi berikut surat – surat yang diperlukan. Lakukan pencatatan pada saat
serah terima jenazah yang meliputi tanggal, jam, nomor registrasi jenazah, diserahkan
kepada siapa, alamat lengkap, hubungan keluarga dengan korban, dibawa kemana dan
akan dimakamkan dimana.
Bila korban tidak terindentifikasi, maka dilakukan penguburan korban massal
sesuai prosedur yang berlaku.
Tolak ukur keberhasilan penatalaksanaan korban bencana massal adalah jika
jumlah korban yang berhasil diidentifikasi mencapai hampir 100 % dan hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

X. DASAR HUKUM
Pada setiap bencana tentunya ada korban baik hidup maupun mati,
penanggulangannya akan bersifat kegawat daruratan. Identifikasi korban mati dianggap
masih bagian dari pelayanan kesehatan mengingat “korban mati” adalah korban juga,
walaupun identifikasi ini dengan pelaksanaannya bersifat lintas sektoral dan lintas
disiplin. Sehingga pada dasarnya akan mengacu pada pasal 53 Undang – undang
kesehatan nomor 23 Tahun 1992 dan peraturan pemerintah nomor 32 Tahun 1996 dan
jaminan nilai norma yang terkandung dalam aspek keadaan terpaksa (Necessity) dan
imunitas kerelaan / kebaikan (Charitable immunity).
Secara universal pun pelayanan gawat darurat termasuk identifikasi memiliki
norma dan doktrin kesehatan universal karena merupakan “Human rights” dan “Social
Walfare” dari masyarakat bangsa – bangsa beradab di dunia, yang kemudian
dikembangkan dalam doktrin kesehatan World Health Organization (WHO). “The Right
to Health care (1949) dan Declaration Health for all (2000).
Dari aspek hukum nasional, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dan kitab Undang – undang Hukum Pidana (KUHP) walaupun aspek lain dari
proses identifikasi, karena menyangkut masalah penyelidikan dan penyidikan, dapat
terkait dengan pelayanan kesehatan dalam bencana, antara lain :
Pasal 120 (I) KUHP
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat seorang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 133 (I) KUHP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa pidana, ia berhak mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran atau dokter dan atau ahli lainnya.
Oleh karena pada dasarnya identifikasi korban bencana massal merupakan bagian
dari pelayanan kesehatan pada gawat darurat, pekerjaan identifikasi medik tidak
memerlukan / menungg surat permintaan dari pihak penyidik (Polisi).

Page 156
Sesuai dengan pasal – pasal pada KUHP apabila pihak penyidik ingin
mendapatkan hasil pemeriksaan identifikasi berupa visum et repertum dapat dimintakan
pada Dinas kesehatan / Rumah Sakit setempat sesuai prosedur yang berlaku, sedang
informasi dan surat – surat resmi yang berkaitan dengan hasil identifikasi akan
dikeluarkan oleh tim identifikasi yang ditanda tangani oleh ahli – ahli terkait.
Ada beberapa kebijakan yang menjadi dasar hukum dan tatalaksana korban
bencana massal, seperti :
a) UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.
b) UU No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara RI.
c) Kepres No. 111 Tahun 2001 tanggal 12 Oktober tentang perubahan atas Kepres No. 3
Tahun 2001 tentang badan koordinasi nasional penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi.
d) KEPMENKES No. 979/Menkes/SK/IX/2001 tentang prosedur tetap pelayanan
kesehatan penanggulan bencana dan penanganan pengungsi.
e) Kesepakatan bersama antara Depkes RI dengan kepolisian Negara RI No.
1078/Menkes/SKB/VII/2003 No. Pol : B/3839/VII/2003 tentang identifikasi korban
mati pada bencana massal.
f) Interpol Resolution No. AGN/05/RES/13,1996,on Disaster Victim Identification.
g) Interpol Guide on Disaster Victim Identification 1997.
h) Instruksi kapolda Sumut No. Pol : Skep/720/XII/2006 tentang penatalaksanaan
identifikasi korban mati bencana massal (DisasterVictim Identification : DVI) di
wilayah Sumatera Utara.
i) Keputusan Gubernur Sumut No. 360.05/428. K Tahun 2007 tanggal 23 Maret 2007
tentang pembentukan Tim Disaster Victim Identification (DVI) produksi Sumatera
Utara.
j) Undang Undang RI. No.24 Thn. 2007 Tentang Penaggulangan bencana.
k) Peraturan Pemerintah No.36 Thn. 2006 Tentang Pencarian dan Pertolongan.
l) Perpres RI. No. 81 Thn. 2005 Tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut.
m) Perpres RI. No. 83 Thn. 2005 Tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan
Bencana.
n) Permendagri No. 33 Thn. 2006 Tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana.

Page 157
IDENTIFIKASI BARANG BUKTI
SISA TUBUH (TRACE EVIDENCE)

I. PENDAHULUAN
Ilmu kedokteran forensik berperan dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, rusak, membusuk, hangus terbakar, kecelakaan massal, bencana alam, dan hura
hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia
atau kerangka manusia.
Pada kebanyakan kasus kejahatan dengan kekerasan fisik, seperti pembunuhan,
penganiayaan, perkosaan, mungkin ditemukan darah, cairan mani, air liur, urin, rambut,
dan jaringan tubuh lain di tempat kejadian perkara (TKP). Bahan-bahan tersebut
mungkin berasal dari korban atau pelaku kejahatan atau dari keduanya, dan dapat
digunakan untuk membantu mengungkapkan peristiwa kejahatan tersebut secara ilmiah.
Bahan-bahan sepeti ini umumnya dijumpai dalam jumlah yang sangat sedikit, tetapi
cermat dan terampil seorang ahli, semakin banyaklah yang dapat diungkapkan.
Trace evidence adalah identifikasi barang bukti dari sisa tubuh. Identifikasi
adalah usaha pengenalan terhadap seorang individu baik masih hidup dan utuh maupun
telah meninggal dan tinggal sisa jaringan. Identifikasi Forensik merupakan upaya yang
dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang.
Identitas personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata.
Dalam buku ini akan dibahas beberapa sisa tubuh yang dapat dipergunakan untuk
identitas, dan bagimana cara melakukan tindakan atau pemeriksaan identifikasi tersebut.
II. PRINSIP PEMERIKSAAN
Pada prinsipnya ada banyak bukti fisik yang bisa dipakai oleh ahli forensik untuk
pemeriksaan. Bukti fisik itu bisa berupa percikan darah, helaian rambut, kesan air liur,
air mani, serat-serat benang pakaian, cap jari, pecahan kaca, serpihan cat, apusan
minyak, kesan tanah, debu tertentu pada tubuh maupun pakaian korban / tersangka, kesan
gigitan pada makanan serta lain sebagainya.
Semua bukti fisik yang dijumpai baik pada korban, TKP maupun tersangka akan
saling mengaitkan diantara ketiganya tersebut. Prinsip yang digunakan dalam
pemeriksaan bukti fisik tersebut ialah “Prinsip Locard” yang dicetuskan oleh Edmond
Locard (1877-1966) yang seorang dokter dan juga seorang kriminolog Perancis.
“Prinsip Locard” menyatakan bahwa “setiap sentuhan akan meninggalkan kesan /
jejak”. Kesan/ jejak yang dimaksudkan disini ialah bukti fisik. Locard mengutarakan
bahwa ada suatu segitiga yang mengaitkan antara korban, pelaku dan tempat kejadian.
Sehingga segitiga ini dikenal pula dengan istilah “Segitiga Locard” atau “Segitiga bukti
fisik”
Gambar Segitiga Locard

Korban

Pelaku Bukti TKP


Fisik

Page 158
Dalam setiap kejadian tindak pidana, akan terdapat sentuhan antara korban,
pelaku dan TKP, oleh karena itu, terdapat pemindahan bukti fisik antara ketiga –
tiganya. Selanjutnya bukti fisik pada korban - korban tersebut dapat dibandingkan
dengan yang ditemui pada tersangka atau TKP dengan pemeriksaan secara ilmiah.
Adanya kesamaan diantara bukti fisik yang ditemukan diantara ketiganya dapat diyakini
mengungkapkan kasus tersebut.
Ketika mengumpulkan spesimen untuk analisis forensik, prinsip-prinsip berikut
ini harus diperhatikan dengan baik :
 Hindari kontaminasi. Pastikan spesimen tidak terkontaminasi oleh bahan
lainnya. Pakailah sarung tangan setiap saat.
 Kumpulkan secepatnya. Berusahalah mengumpulkan spesimen forensik
secepat mungkin agar dapat diperiksa secepatnya.
 Perlakukan dengan tepat. Pastikan spesimen dikemas, disimpan dan diantar
dengan benar. Sebagai persyaratan umum, bahan cair sebaiknya dimasukkan
dalam kulkas, yang lainnya sebaiknya dibiarkan tetap kering.
 Berilah label dengan tepat. Semua spesimen harus dilabel dengan nama
pasien, tanggal lahir, nama petugas kesehatan, jenis spesimen, dan tanggal
serta waktu pengumpulan spesimen.
 Pastikan keamanan. Spesimen harus dikemas untuk memastikan dalam
kondisi aman.
 Dokumentasi pengumpulan. Merupakan suatu kebiasan yang baik untuk
membuat laporan dari seluruh spesimen yang dikumpulkan dan penjelasan
dari kapan, dan kepada siapa spesimen dialihkan.
]Sangat penting diingat oleh semua ahli forensik, bahwa pada pemeriksaan
tempat kejadian perkara (TKP) ada 6 pertanyaan yang harus dipecahkan agar sebuah
persoalan dapat terungkap. Keenam pertanyaan tersebut dikenal dengan istilah
Hexameter; apa yang terjadi, siapa yang tersangkut, dimana dan kapan terjadi,
bagaimana terjadinya, dengan apa melakukannya, serta kenapa terjadi peristiwa
tersebut.
III. DARAH
Dari berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena
merupakan cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk golongan
manusia tertentu. Tujuan utama pemeriksaan darah forensik sebenarnya adalah untuk
membantu identifikasi pemilik darah tersebut, dengan membandingkan bercak darah
yang ditemukan di TKP pada obyek-obyek tertentu (lantai, meja, kursi, karpet, senjata,
dsb), manusia dan pakaiannya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku
kejahatan. Hasil pemeriksaan laboratorium tersebut penting untuk menunjang atau
menyingkirkan keterlibatan seseorang dengan TKP dengan catatan, walaupun dengan uji
yang modern dan dengan peralatan yang canggih sekalipun masih sulit untuk
memastikan bahwa darah tersebut berasal dari individu tertentu, kecuali dengan
pemeriksaan DNA.
Pemeriksaan darah memiliki berbagai kepentingan baik kepentingan sipil maupun
kepentingan kriminal. Salah satu contoh kasus kepentingan sipil adalah masalah

Page 159
perdebatan ayah dan ibu atas anaknya. Pada kasus kriminal pemeriksaan darah penting
untuk identifikasi korban atau tersangka, penyebab kematian (contohnya mendeteksi
adanya racun dalam darah), waktu kematian, kasus kriminal aborsi, investigasi kasus
penyerangan seksual, dan kasus berpura-pura sakit.
Selain itu pemeriksaan darah juga berguna untuk membantu menyelesaikan
kasus-kasus bayi yang tertukar, penculikan anak, ragu ayah (disputed paternity) dan lain-
lain.
Bentuk noda darah pada pemeriksaan TKP mempunyai arti yang penting yang
harus mendapat perhatian sepenuhnya. Dari bentuk darah dapat diambil kesimpulan
apakah korban berbaring, berdiri, atau berjalan pada waktu terluka dan vena atau arteri
yang terputus.
Selain itu, bila pemeriksa menemukan adanya bercak darah, maka bercak darah
yang dicurigai tersebut harus dibuktikan bahwa apakah :
1. Bentuk darah tersebut adalah benar darah
2. Darah tersebut berasal dari manusia
3. Jenis golongan darah
4. Darah menstruasi atau bukan

A. ANALISA MAKROSKOPIK
Perdarahan antemortem menyebabkan koagulasi. Bekuan darah dapat dipisahkan
seluruhnya dari bercak, dan daerah yang ternoda setelah dipisahkan dari bekuan darah
akan meninggalkan jejak dari jaringan fibrinosa yang dihasilkan dari proses pembentukan
bekuan darah.
Pemadatan postmortem terjadi tanpa perubahan koagulasi yang sempurna dan
bekuan darah tidak dapat dikeluarkan secara keseluruhan. Pada pemisahan dari bercak
darah tidak meninggalkan jejak dari jaringan fibrinosa. Pada fenomena postmortem, tiga
lapisan terlihat pada bercak, yang pertama didominasi oleh trombosit, yang kedua oleh
sel darah merah dan yang ketiga oleh leukosit.
Darah hemoptisis terlihat terang karena teroksigenasi ketika berada diparu – paru,
dan berbuih dan pada reaksi akan bersifat alkali. Darah hematemesis yang berasal dari
lambung berwarna gelap, tidak berbuih dan pada reaksi bersifat asam.
Darah menstruasi tidak mengalami pembekuan, pada saat reaksi akan bersifat
asam karena asam laktat dari vagina, dan jika dilihat dibawah mikroskop akan
menunjukkan sel epitel vagina, monilia, dan sebagainya.
Pemeriksaan umum dengan mata telanjang, kita bedakan:
1. Bercak darah bisa berwarna merah, merah kecoklatan atau hitam, tergantung
dari lamanya / usia bercak darah tersebut.
Bercak darah yang masih segar : Merah terang
24 jam : Merah kecoklatan
Lebih dari 24 jam : Kehitaman
Sumber darah bisa berasal dari :
Darah yang dimuntahkan:Berwarna coklat
Dari paru – paru :Darah berbusa/ berbuih
Bisul : Pada bercak tersebut mungkin ditemukan sel– sel
nanah dan bakteri.

Page 160
Darah menstruasi : Berwarna hitam dan mengandung sel – sel
endometrium dan sel epitel vagina
Hindung : Mengandung mukosa hidung dan bulu hidung.
2. Darah ante-mortem bisa dibedakan dari darah post-mortem berdasarkan
beberapa hal dibawah ini :
Darah ante-mortem Darah post-mortem
1. Perdarahan Lebih banyak Sedikit
2. Penyebaran Ada Tidak ada
3. Bekuan darah Ada. Warnanya tidak Biasanya tidak ada.
mudah berubah jika Kalaupun ada, hanya
dibilas. sedikit dan rapuh.
Warnanya mudah
pudar bila dibilas.

Umur Kesan darah


Sifat darah sama ada masih basah, telah beku atau kering maupun telah berubah
warna perlu diperiksa. Darah yang masih basah menunjukkan perdarahan baru terjadi.
Setitik darah yang membeku dan menjadi kering dapat terjadi lebih kurang dalam masa
setengah atau hingga satu jam pada cuaca biasa di Malaysia. Darah yang kering pada
pakaian yang lencun dengannya menjadikan pakaian itu keras. Apabila dilipat, beberapa
serpihan darah kering kelihatan gugur dari pakain.
Darah kering masih berwarna merah dalam masa lebih kurang 12 jam, bertukar
menjadi warna coklat pekat dalam masa lebih kurang 24 jam, dan menjadi hitam dalam
masa beberapa hari hingga beberapa tahun. Pertukaran warna terjadi karena pertukaran
hemoglobin bertukar menjadi methemoglobin dan hematin mengikuti masa. Dokter
hanya boleh memberi pendapat sama ada kesan darah itu sangat baru (jika masih basah),
masih baru (jika kering berwarna merah) atau telah lama (jika kering berwarna hitam).
Darah yang kering berwarna hitam sukar untuk dikesan dengan mata pada pakaian
berwarna gelap. Walau bagaimanapun, dokter tidak perlu bimbang akan hal ini karena
ahli sains forensik mempunyai kaedah yang tersendiri untuk mengesan serta merekam
taburan darah serta sifat – sifatnya yang lain (seperti kumpulan darah. Jenis hemoglobin,
penentuan jenis kelamin dari pada sempel darah dan sebagainya) pada pakaian.
Jenis Hemoglobin
Darah mempunyai berbagai – bagai jenis hemoglobin. Bagi orang dewasa yang
normal, terdapat hemoglobin jenis A. Bagi orang dewasa yang mempunyai penyakit sel
darah merah, mereka boleh mempuyai hemoglobin S, hemoglobin Bart, hemoglobin H,
hemoglobin E dan sebagainya melalui pemeriksaan elektroforesis.
Selain itu, hemoglobin darah seseorang boleh memberi tahu sama ada umurnya
lebih atau kurang dari pada 6 bulan bayi. Bayi yang kurang dari pada 6 bulan mempunyai
lebih banyak hemoglobin F (hemoglobin Fetus), sementara yang berumur lebih dari 6
bulan tidak mempunyai hemoglobin F tetapi mempunyai hemoglobin A.
Penentuan Jenis Kelamin dari Pada Sampel Darah
Sel darah putih (terutama neutrofil) pada wanita mempunyai “jasad belantan/ Barr
body & Drum stick” pada neukleusnya. Jasad belantan ini tidak ditemukan pada lelaki.

Page 161
Teknologi modern membolehkan ahli sains forensik mengenali jenis kelamin
darah dengan menggunakan prob Y dari pada proses pencirian DNA. Prob Y mengesan
kehadiran gen kromosom Y yang menentukan seseorang itu lelaki. Walau bagaimanapun,
kekeliruan boleh terjadi pada darah yang berasal dari pada seseorang yang mempunyai
keabnormalan kromosom sex seperti XXY dan XX dengan tranlokasi bahagian penentu
jenis kelamin bagian Y atau segmen BJY (Seks Determining Region Of The Y ; SRY)
pada kromosom X. Seseorang yang mempunyai kromosom XXY boleh dikelaskan
sebagai lelaki berdasarkan kromososm Y yang dikesan melalui prob Y, walaupun dari
segi fenotip, lelaki baligh yang memiliki kromosom ini menunjukkan sifat – sifat seperti
pondan. Seseorang yang mempunyai kromosom XX seperti diatas akan dikelaskan
sebagai perempuan berdasarkan ketiadaan kromosom Y dari pada pengesanan
menggunakan prob Y, tetapi dalam kehidupan, beliau kelihatan sebagai lelaki karena
pengaruh dari segmen BJY yang terpindah ke kromosom X ( segmen BJY ialah segmen
yang terletak pada kromosom Y yang menentukan sifat kelakian seseorang tapi tidak
mempunyai pengaruh terhadap pembentukan testis atau ovari).
Darah Haid dan Darah Nifas
Darah haid boleh dibedakan dari pada darah biasa yang berasal dari pada luka.
Darah haid lebih cair, mempunyai bau yang anyir, bercampur dengan sel – sel vagina dan
endometrium (boleh dikesankan melalui pemeriksaan mikroskop) dan bersifat asam
apabila diuji dengan kertas litmus/ lakmus. Kadang kala darah haid boleh bercampur
dengan mikroorganisme seperti Monilia atau Trichomonas vaginalis jika wanita itu
mempunyai jangkitan pada saluran peranakannya.
Darah nifas (darah selepas bersalin atau keguguran) boleh dikenali karena
terdapat sel – sel desidua atau kadang kala sel-sel vilus trofoblas. Sekiranya wanita itu
baru bersalin, darah mungkin bercampur dengan cairan amnion, verniks kaseosa (lemak
putih dari kulit fetus) dan lanugo (rambut – rambut halus fetus).

B. ANALISA PERCIKAN DARAH


Ada beberapa klasifikasi dari pola perubahan darah, yaitu : pasif, terpancar dan
transfer. Menurut International Association of Bloodstain Pattern Analysis (IABPA),
maka klasifikasi tersebut diperinci sebagai berikut :

Gambar:

PASIF TRANSFER TERPANCAR

a. Bercak Darah Pasif


Bercak darah pasif merupakan bercak yang dibentuk oleh gaya gravitasi.

Page 162
 Passive Drops- pola bercak darah berupa tetesan yang diakibatkan gaya
gravitasi.
 Drip Pattern – pola bercak darah yang terbentuk oleh tetesan darah ke
dalam darah.
 Flow pattern- perubahan bentuk dan arah bercak darah karena gravitasi
atau benda bergerak.
 Pool pattern – pola bercak darah yang terbentuk ketika sumber darah diam
dalam kurun waktu tertentu.
b. Bercak Darah Terpancar
Bercak terpancar terjadi ketika suatu bentuk tenaga terkena sumber darah.
 Low Velocity Impact Spatter (LVIS) – pola bercak darah yang disebabkan
benturan dengan kecepatan rendah. Gaya melawan gravitasi 5 kaki / detik.
Bercak darah yang lumayan besar dengan ukuran lebih dari 4 mm.
Gambar:

 Medium Velocity Impact Spatter (MVIS) – pola bercak darah yang


disebabkan benturan dengan kecepatan sedang. Pemukulan biasanya
menunjukkan bercak ini. Tenaga antara 5-25 kaki / detik. Ukuran bercak
1-4 mm. tenaga lebih besar sama dengan 100 kaki / detik. Bercak
berukuran 1 mm atau lebih kecil. Gambaran seperti kabut.
Gambar

Page 163
 High Velocity Impact Spatter (HVIS)- pola bercak darah yang disebabkan
oleh benturan dengan kecepatan tinggi seperti yang disebabkan oleh
peluru atau mesin dengan kecepatan tinggi.

Gambar

 Cast- Off pattern – bercak yang terbentuk ketika darah dilepaskan atau
dilempar dari benda bergerak yang berdarah.

Gambar

 Arterial Spurting Pattern – pola bercak darah sebagai akibat darah keluar
dari tubuh melalui arteri yang robek.

Page 164
Gambar

 Back Spatter – darah menuju ke sumber tenaga yang menyebabkan


perdarahan.
 Expiratory blood – darah yang dihembuskan dari hidung, mulut, atau luka
sebagai akibat dari tekanan dan udara masuk.
c. Bercak Darah Transfer
Bercak transfer atau kontak terbentuk ketika objek berlumuran darah kontak
dengan objek atau permukaan yang tidak ada darah.
 Wipe Pattern – Pola bercak darah yang terbentuk ketika objek bergerak
melalui bercak yang sudah ada, menghilangkan dan / atau mengubah
penampilannya.
 Swipe Pattern – Perpindahan darah dari sumber bergerak ke permukaan
yang tidak ada bercak. Arah dapat ditentukan dengan adanya feathered
edge.
Teori lain juga menyebutkan bahwa selain tersebut diatas, dapat pula diketahui
apakah vena atau arteri yang terluka. Darah yang keluar dari vena seperti mata air,
sedangkan darah yang keluar dari arteri memancur.

Page 165
Bentuk arah tetesan darah.

Page 166
Njowito Hamdani juga menampilkan beberapa teori tentang bentuk noda darah
pada seseorang yang berdiri waktu terluka, yaitu :
d. Darah yang keluar dari luka meninggalkan aliran pada tubuh atau pakaian
yang sejajar dengan sumbu tubuh.
e. Darah yang jatuh dilantai membentuk noda bulat sampai menyerupai bentuk
matahari.
f. Berdasarkan percobaan, dapat diperkirakan tinggi luka yang diukur dari lantai.
Bentuk noda darah pada seseorang yang berbaring waktu terluka berupa :
a. darah yang keluar meninggalkan aliran pada tubuh atau pakaian yang tegak
lurus dengan sumbu tubuh.
b. Darah yang mengumpul menjadi satu noda yang besar.

Bentuk noda darah pada seseorang yang lagi berjalan waktu terluka berupa :
a. Darah yang keluar dari tubuh meninggalkan aliran pada tubuh atau pakaian
yang sejajar dengan sumbuh tubuh.
b. Darah yang jatuh dilantai berbentuk tanda seru dengan titik menunjuk ke arah
korban berjalan.

C. ANALISA MIKROSKOPIS
Dalam hal untuk membuktikan bahwa suatu noda adalah darah, maka dilakukan
suatu pemeriksaan mikrokopis untuk melihat morfologis sel – sel darah merah. Cara ini
tidak dapat dilakukan bila terjadi kerusakan pada sel – sel darah tersebut.
Bila ditemukan darah kering pada lantai atau permukaan seperti kursi, maka dapat
dikorek dengan bantuan pisau dan kemudian dilarutkan kedalam larutan normal salin
sebelum kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis. Noda darah yang kering diambil
sedikit, dilarutkan kedalam larutan garam faali (0,9% NaCl) dan didiamkan selama 1 jam,
kemudian dibuat dua sediaan, yaitu sediaan basah ditutup dengan gelas penutup dan satu
sediaan apus dengan Wright atau Giemsa.
Dari sedian basah dibawah mikroskop dapat diambil kesimpulan
a. Sel darah merah yang berinti berasal dari non – mamalia.
 Golongan burung (avis)
 Golongan ikan (Pisces)
 Golongan binatang melata (reptil)
 Golongan binatang yang hidup dalam air / darat (amfibi)
b. Sel darah yang tidak berinti berasal dari mamalia. Pada kasus tertentu dapat
ditemukan sickle cell.
c. Dari sediaan apus yang dicatat dengan Giesma, dapat ditentukan asal darah.
Dari hidung : diantara eristrosit terdapat selaput lendir yang berambut dan
bakteri tertentu.
Dari rahim : diantara eristrosit terdapat selaput lendir rahim dan bakteri
tertentu dan pada keguguran diantara eritrosit terdapat sel uri.

Page 167
d. Dari leukosit polimorf dapat ditentukan jenis kelamin. Pada perempuan, inti
(nucleus) menunjukkan tonjolan pemukul drum (Drumstick projection atau
Davidson body).
Perbedaan darah manusia dengan darah hewan, yaitu dengan menggunakan serum
anti manusia terhadap darah yang akan diuji. Serum anti manusia akan bertindak terhadap
darah manusia untuk menghasilkan cincin menandakan atau penganglutinan yang
bergantung pada teknik ujian yang digunakan. Teknik yang boleh digunakan ialah ujian
resapan gel, menandakan elektroforesis, ujian hambatan hemaglutinasi dan ujian
imunologi lateks. Pengarang menggunakan ujian imunologi lateks karena mendapati
ujian ini ringkas, mudah diangkut dan memberikan keputusan dengan agak cepat (lebih
kurang 8 menit). Pengarang menggunakan anti hemoglobin manusia yang boleh didapati
secara kormersial. Ujian ini menunjukkan adanya mendakan lateks jika tiada hemoglobin
manusia dalam palitan/bercak yang diuji. Jika terdapat hemoglobin manusia dalam
palitan/bercak yang diuji, hemoglobin ini akan bergabung dengan anti hemoglobin
manusia dan menghambat pembentukan mendakan lateks (tiada mendakan lateks
menunjukkan adanya hemoglobin manusia dalam palitan yang diuji).
Selain cara diatas pemeriksaan mikroskopik dari darah atau ekstrak bercak darah
dapat dilakukan, seperti :
 Wet Tes
Setetes dari ekstrak bercak diletakkan diatas objek glass dan kemudian ditutup
dengan dek glass dan diperhatikan dibawah mikroskop. Sel darah merah yang
utuh memastikan bercak yang berasal dari darah. Sel darah merah manusia
berbentuk sirkular, bikonkaf, tidak berinti dan berdiameter rata – rata 7µ.
 Stain Tes
Pewarna pada selapis dari ekstrak bercak tidak hanya menunjukkan gambaran
dari elektrosit, leukosit, dan trombosit, tetapi gambaran drumstick dari
Davidson bodies dalam sel polimorfik juga dapat terlihat dan
penghitungannya dapat membantu mengetahui jenis kelamin dari sumber
darah. Pada aplastik anemia yang disebabkan keracunan, sel prematur dapat
terlihat.

D. ANALISA KIMIA
1. Tes Benzidin (Benzedine Test)
Tes benzidin merupakan pemeriksaan pendahuluan. Tes ini berdasarkan pada
adanya enzim perioksidase yang selain terdapat dalam darah juga ditemukan dalam nanah
dan getah tumbuh – tumbuhan. Tes ini mudah dan cepat dilakukan, baik sekali untuk
pemeriksaan TKP, dalam waktu yang singkat dapat disaring bahan yang mana yang perlu
diperiksa lebih lanjut. Tujuannya menentukan adanya hemoglobin pada bercak, reagensi,
yang dipergunakan adalah :
a. larutan benzidine → bubuk benzidine dalam asam asetat glacial (10 % benzidine
dalam asam asetat glacial)
b. Hidrogen Peroksida → 30 volume untuk ekstrak bercak yang kuat; 100 volume untuk
ekstrak bercak yang lemah.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah bercak darah kering, dan proses tes yang
dilakukan yaitu meliputi :

Page 168
a. Tube tes → ekstrak bercak dalam sebuah tabung reaksi, beberapa tetes dari larutan 10
% asam asetat glacial dan beberapa tetes dari H2O2 ditambahkan. Perubahan warna
biru menandakan hasil positif.
b. Filter paper test → area bercak (dengan menggosok bercak tersebut dengan kertas
saring sehingga ada yang menempel), dilembabkan dengan normal salin dan
pengering tinta ditekan diatas area tersebut. Diikuti dengan penambahan setetes
hydrogen peroksida 20% diatas bagian dari kertas pengering tinta. Keberadaan darah
memberikan warna hijau-biru. Test ini tidak spesifik tapi sangat sensitif, lebih sensitif
dibanding tes Teichmann atau Takayama.
Sehingga dari proses tes tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bila Benzidin
negatif berarti noda yang diperiksa bukan darah, sedangkan bila tes Benzidin positif
(warna hijau-biru) maka noda yang diperiksa mungkin darah.

2. Tes Teichmann
Tes ini dilakukan bila tes Benzidin hasilnya positif. Reagensi yang digunakan
adalah larutan NaCl murni dan asam asetat glacial.
Prosedur Tes : sedikit ekstra bercak dikeringkan diatas objek glass. Beberapa
kristal dari NaCl murni ditaruh diatas daerah bercak dari objek glass dan
ditutup dengan dek glass. Asam asetat glacial ditambahkan dari sisi dek glass.
Dapat dihangatkan untuk mempercepat reaksi. Antara 5 – 10 menit, kristal
berbentuk jajaran genjang berwarna coklat dapat terlihat jika bercak
merupakan darah.
Tes kristal, haemochromogen crystal test lebih dapat dipercaya, tetapi lebih
membuang waktu dan kurang sensitif. Hasil false negatif dapat terjadi pada
kedua jenis tes bila bercak terkontaminasi dengan beberapa bahan kimia, jika
bercak terlalu lama atau dekomposisi atau jika reagen takayama terlalu lama
disimpan.

3. Tes Kristal Haemochromogen


Reagen
Reagen Takayama → Pyridin 3g + natrium hidroksida 10% + larutan glukosa
jenuh 3 mL + air suling 7 mL
Reagen memerlukan waktu 2 hari untuk dapat digunakan.
Prosedur tes : sedikit ekstrak bercak dikeringkan diatas objek glass. Ditutup
dengan dek glass. Reagen Takayama ditambah dari sisi dek glass. Sedikit
pemanasan mempercepat proses reaksi kimia yang terjadi. Setelah 20 sampai
30 menit, kumpulan kristal bulu berwarna merah muda dari haemochromogen
dapat terlihat dibawah mikroskop. Pada beberapa kasus, memerlukan waktu

Page 169
beberapa jam agar kristal terlihat. Pada bercak yang sudah sangat lama
memerlukan waktu 24 jam.

4. Tes Phenopthalein (klastle meyer test)


Reagen dilakukan dengan menggunakan :
a. Larutan Stalk → larutan tereduksi phenolphthalein alkaline 3 gm dari
bubuk phenolphthalein ditambahkan ke 20% larutan natrium hidroksida
dalam air suling, sampai 100 ml. Ini kemudian direduksi dengan
pendidihan dengan kehadiran dari butiran seng. Warna merah muda berarti
tes positif.
b. hydrogen Peroksida
Prosedur tes : pada ekstrak bercak yang terlarut dalam tabung reaksi,
beberapa tetes phenophthaline alkaline tereduksi dan beberapa tetes dari
hydrogen peroksida (10 atau 20 vol) ditambahkan. Tes bernilai positif bila
terjadi perubahan warna merah muda.

5. Tes Leucomalachite green


Reagen yang dipergunakan adalah larutan stock yang merupakan campuran
leucomalachite green 1 gr dengan asam asetat glacial 100 ml serta air suling
150 ml, juga hydrogen peroksida 100 volume.
Prosedur tes: pada ekstrak bercak diteteskan beberapa tetes larutan
leucomalachite green. Ini diikuti dengan penambahan beberapa tetes dari
larutan H2O2 (100 vol). perubahan warna menjadi hijau terang menunjukkan
adanya peroksida atau darah.

6. Tes Ortholidine
Reagen yang dipergunakan adalah :
- Larutan Stock yang mungkin larutan ortholidine 4% dan etil alkohol.
Campuran larutan stock, asam asetat glacial, dan air suling dengan
perbandingannya 1 : 1: 1
- Hidrogen peroksida 10 volume
Prosedur tes yaitu bahwa volume yang sama dari larutan stock dan
hydrogen peroksida dicampurkan kemudian beberapa tetes dari campuran
ini ditambahkan pada ekstrak bercak didalam tabung reaksi. Jika muncul
warna biru atau hijau, berarti tes positif, yang berarti menandakan
mungkin bercak yang diperiksa ini adalah darah.

Page 170
7. Tes Luminal
Reagen
Larutan alkali dari 3 – aminophthalhydrazide 1 g + natrium karbonat 5 g +
hydrogen proksida 50 mL dan air sulingan 1L.
Tes : larutan diatas disemprotkan pada baju atau bahan bercak didalam kamar
gelap. Daerah bercak akan mengeluarkan sinar jika terdapat darah pada daerah
tersebut.
Basis dari semua tes diatas (tes 1,,4,5,6,& 7) adalah kehadiran dari peroksida
dalam sel darah merah. Asam asetat glacial memecahkan sel darah merah dan membuat
peroksida dapat bereaksi dengan hydrogen peroksida, ketika oksigen dibebaskan dimana
benzidine yang teroksidasi atau lainnya yang digunakan dalam tes penyaringan
menyebabkan perubahan warna.

E. PEMERIKSAAN SPEKTROSKOPIK
Pemeriksaan spektroskopik dapat menunjukkan adanya derivate hemoglobin dan
dikerjakan pada noda darah yang telah mengalami perubahan, misalnya noda darah yang
lama atau yang mengalami pemanasan suhu tinggi. Derivate hemoglobin antara lain
oksihemoglobin, reduksi hemoglobin, methemoglobin, karboksihemoglobin. Oksi
hemoglobin memberi dua garis absorpsi antara D dan E yang dikenal sebagai garis
Fravenhafer.
Prosedur spektroskopik, yaitu bercak kering dilarutkan dengan aquades dalam
tabung reaksi dan kemudian dilihat dengan spektroskop. Hemoglobin dan derivatnya
akan menunjukkan pita – pita absorpsi yang khas pada spektrum warna.
Suspensi yang mengandung oksihemoglobin berwarna merah terang dengan dua
pita absorpsi berwarna hitam didaerah kuning (pada panjang gelombang 54 - 59). Bila
ditambah reduktor (Na- ditionit), akan terbentuk hemoglobin ter-reduksi yang berwarna
merah keunguan dengan satu pita absorpsi yang lebar didaerah kuning (pada panjang
gelombang 54 – 59). Bila ditambah lagi dengan alkali encer (NaOH atau KOH). Akan
terbentuk hemokromogen berwarna merah jingga dengan dua pita absorbsi yang
menempati daerah kuning (pada panjang gelombang 56) dan daerah perbatasan dengan
hijau (pada panjang gelombang 52).
Darah yang sudah lama atau pada kasus keracunan nitrit, nitrat, nitrobenzena,
anilin dan sulfonal, terkandung banyak methemoglobin berwarna merah kecoklatan
dengan empat pita absorpsi yaitu dua pita yang sama dengan absorbsi oksihemoglobin,
satu pita didaerah merah (pada panjang gelombang 64) dan satu lagi didaerah hijau. Bila
ditambahkan reduktor akan terbentuk hemoglobin dalam keadaan terreduksi dan bila
ditambahkan lagi dengan alkali encer akan terbentuk hemokhromogen.
Pemeriksaan darah pada kasus keracunan gas CO dengan cara ini akan
memperhatikan dua pita absorpsi dari karboksihemoglobin (COHb) didaerah kuning yang
mirip dengan pita absorpsi oksi- hemoglobin tetapi lebih bergeser kearah hijau (pada
panjang gelombang 53 dan 57). Sifat lain dari COHb adalah tidak dapat direduksi
sehingga dengan penambahan reduktor akan tetap terlihat dua pita absorpsi.

F. TES PRESIPITIN

Page 171
Tes presipitin dapat membuktikan bahwa darah yang diperiksa berasal dari
manusia. Tes presipitin sangat spesifik dan berdasarkan pada ikatan antigen dan antibodi,
dan selain itu diperlukan sangat sedikit bahan, kurang dari 1/32 cc darah sudah cukup.
Tes presipitin dari sudut ilmu forensik mempunyai arti yang penting, tetapi sayang sekali
tes ini mempunyai kelemahan sehingga sering tidak terjadi reaksi. Bahan yang
menghambat reaksi antara lain : asam, alkali, alkohol, kresol, formaldehid, sublimat. Efek
yang sama diberikan juga oleh pemanasan darah dari suhu 600 - 900 atau darah kering
sampai 1500.
Untuk sampai pada kesimpulan bahwa darah yang di tes adalah positif darah
manusia, maka harus didasarkan pada beberapa tes: pemeriksaan mikroskopik, tes
benzidin, tes Teichmann, tes presipitin. Bila langsung dikerjakan tes presipitin dan
ternyata positif, kesimpulannya menjadi: bahan yang diperiksa berasal dari tubuh
manusia.
Tes presipitin dapat dipakai untuk mendeteksi pemalsuan daging, misalnya daging
anjing dijual sebagai daging kambing.
Metode : pemeriksaan tes presiptin adalah :
a. 1 gram darah kering atau 1cm2 bercak diekstrakkan dengan larutan garam
fisiologis (1 ml larutan dengan pH 7),
b. Serum anti manusia dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambah
dengan ekstrak yang telah dibuat,
Cara – cara yang dapat dipergunakan adalah:
Reaksi cincin (reaksi presipitin dalam tabung).
Kedalam tabung reaksi kecil, dimasukkan serum anti globulin manusia, dan
keatasnya dituangkan ekstra darah perlahan – lahan melalui tepi tabung.
Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Hasil positif tampak
sebagai cincin presipitasi yang keruh pada perbatasan kedua cairan.
Reaksi prespitasi dalam agar.
Gelas objek dibersihkan dengan spritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan
selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar
dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang – lubang
sejenis. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada
temperature ruang selama satu malam. Hasil positif memberikan presipitum
jernih pada perbatasan lubang tengah dan lubang tepi.

Pembuatan agar buffer :


1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100 mg
sodium Azide,
kesemuanya dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer, tempatkan dalam
pemanas air mendidih sampai terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam
lemari es, yang bila akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan
menempelkan labu didalam air mendidih. Untuk melapisi gelas objek,
diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan keatasnya dengan
menggunakan pipet.
Hasil yang diharapkan

Page 172
Terbentuknya cincin (presipitat), diantara serum anti manusia dengan ekstrak,
cincin tersebut keruh; oleh karena terbentuk cincin reaksi ini dikenal sebagai
reaksi cincin.
Pembuatan bahan serum anti manusia:
Darah manusia disuntikan pada kelinci, kelinci akan membentuk antibody,
yang akan bereaksi menetralisir darah manusia. Darah kelinci tersebut
kemudian diambil dan serum yang mengandung antibody diisolir untuk
pemeriksaan, serum ini adalah serum anti manusia (human anti- serum).
Tes presipitin sangat sensitif, hanya perlu sedikit darah. Test ini tetap akan
bereaksi pada darah yang telah berumur 10 – 15 tahun; bahkan ekstrak yang
berasal dari mummi yang berumur lebih dari 4000 tahun masih memberi hasil
positif.

Page 173
Gambar skema prosedur tes presipitin.

G. TES SERO – IMMUNOLOGICAL UNTUK DARAH


Tujuan medicolegal dari tes serological atau immunological dari darah adalah:
1. Identifikasi Species
2. Identifikasi Spesifik dari seseorang
3. Kasus transfusi darah yang tidak sesuai
4. Kasus perdebatan ayah atau ibu atas anak.
Selain itu, pemeriksaan golongan darah sangat penting dalam perkara pidana
maupun perdata, misalnya :
 Membuktikan bahwa golongan darah suatu noda cocok dengan golongan
darah tertuduh atau korban.
 Membuktikan bahwa telah terjadi tertukarnya bayi dirumah sakit.
 Membuktikan bahwa seorang lelaki merupakan ayah dari anak yang
dilahirkan seorang wanita.
Manusia memiliki 22 pasang kromosom + 1 pasang kromosom kelamin, xy untuk
laki – laki dan xx untuk perempuan. Menurut hukum genetika Mendel pada perkawinan
½ sifat ayah dan ½ sifat ibu diwariskan pada anak. Ini berarti anak menerima 11
kromosom + 1 kromosom kelamin dari ayah dan sekian juga dari ibu. Mewariskan
golongan darah pada anak tidak menyimpang dari hukum genetika Mendel.
Golongan darah dapat dibagi atas empat sistem :
a. Sistem antigen sel darah merah
1) ABO
2) MN
3) Rhesus

Page 174
4) Kell (K)
5) P (P)
6) Duffy (Fy)
7) Kidd (Jk)
8) Lutheran (Lu)
b. Sistem protein serum
9) Haptoglobulin (Hp)
10) Group specific compoment (Gc)
11) Gamma globulin (Gm)
12) 3. Component of complement (C3)
13) Gammaglobulin InV (InV)
14) 6. Component of complement (C6)
15) Properdinfactor B (Bf)
16) 8. Component of complement (C8)
c. Sistem enzim eristrosit
17)Phosphoglucomutase (PGM)
18) 6- Phosphogluconate dehydrogenase (6-PGD)
19) Adenylate kinase (AK)
20) Adenosin desaminase (ADA)
21) Erythrosite acid phosphatase (EAP)
22) Glutamate pyruvate transaminase (GPT)
23) Glyoxalase (GLO)
24) Esterase D ( EsD)
d. Sistem Human Leucocyte antigen (HLA)
25) HLA terdiri dari :
HLA –A
HLA – B
HLA – C
HLA – D
Hukum Mendel untuk golongan darah menyebutkan bahwa Agglutinogen
(antigen), tidak mungkin timbul pada anak jika antigen tersebut tidak ada pada salah satu
atau kedua orang tua anak tersebut, atau orang tua yang homozygous harus menurunkan
gen untuk antigen tersebut kepada anaknya, serta anak yang homozygous harus
mendapatkan gen untuk antigen tersebut dari masing – masing orang tuanya.
Selanjutnya bahwa ketika suatu bercak terbukti sebagai bercak darah, selanjutnya
adalah menentukan apakah darah tersebut merupakan darah manusia atau darah dari
hewan.
Beberapa tes serological untuk identifikasi spesies dari darah adalah melalui tes:
1. Ring tes
2. Anti human globulin consumption test
3. Mixed antiglobulin test
4. Diffusion Precipitation in gel
5. Passive haemagglutination test

Page 175
6. Gel Electrophoresis test
Seperti telah disebutkan bahwa beberapa system penggolongan darah dibagi atas
system ABO, MN, Rhesus atau faktor rhesus, system sell, system deffusy, system
Lutheran, dan system kidd. Namun dari antara semuanya, system penggolongan ABO
merupakan yang utama dan yang paling penting karena merupakan yang paling umum
dan mudah. Bila system penggolongan ABO tidak dapat membantu, maka system
penggolongan MN dapat dicoba.
G.1. Golongan Darah ABO
Golongan darah ABO ditemukan oleh Landsteiner dalam tahun 1900. dikenal 6
genotipe dan 4 fenotipe :
Homozigot : AA, BB, dan OO. Fenotip : A,B,AB, dan O
Heterozigot : AO,BO,dan AB
Golongan darah A terdiri dari sub golongan A1 dan A2
Bila golongan darah A kawin dengan golongan darah B : genotipenya adalah :
AA X BB, AA X BO, AO X BB, dan AO X BO.
BO
B O
Kemungkinan golongan
darah anak:
A AB AO AB, AO, BO dan OO

AO
O BO OO
Tes untuk faktor penggolongan ABO :
1. Ketika sel darah merah utuh maka direct agglutination test dengan bantuan
dari anti serum yang dikenal dapat dilakukan baik dengan tube method atau
tile method.
a. Pada tube method tabung dengan ukuran panjang 5 cm dan diameter
dalam 5,5 mm dengan bawah bundar digunakan. Sel darah merah yang
akan diuji dicuci dan disuspensi dengan larutan normal salin. Setetes (0,02
– 0,03 ml) dari suspensi sel ditambahkan dengan volume yang sama dari
setiap anti –A, anti –B dan O pada tabung yang terpisah. Kemudian
dibiarkan dalam temperature kamar untuk 1 sampai 2 jam. Ketika reaksi
positif maka akan terlihat gumpalan karena aglutinasi. Ketika gumpalan
tidak terlihat dengan jelas, setetes dari larutan diambil dari setiap tabung
reaksi dan diletakkan dibawah mikroskop untuk dilihat gumpalan kecil
dari sel.
b. Pada tile method, setetes dari suspensi sel dan setetes dari setiap anti
serum dicampurkan secara terpisah dalam sumur yang berbeda dalam
keramik. Dikocok dengan tangan dan diperiksa apakah terdapat gumpalan
secara kasat mata dan dibawah mikroskop. Disini tidak terdapat banyak
waktu untuk reaksi karena sampel cepat mengering.

Interpretasi dari tes penggolongan ABO dari sel yang tidak diketahui

Page 176
Sel sampel Serum Penemuan Kesimpulan
(tidak diketahui) (diketahui)

Anti – A Menggumpal Golongan A


Tidak Golongan B atau
menggumpal O
Anti – B Menggumpal Golongan B
Sel darah merah Tidak Golongan A atau
yang tidak menggumpal O
diketahui Anti serum dari Menggumpal Golongan A,B
golongan darah O atau AB

Tidak Golongan O
menggumpal
2. Ketika golongan harus dibedakan dari serum yang tidak diketahui maka
suspensi sel yang diketahui dari golongan A, B, dan O diambil dan tes
dilaksanakan seperti yang dijelaskan diatas.

Interpretasi dari tes penggolongan ABO dari sel yang tidak diketahui
Sel sample Serum Penemuan Kesimpulan
(tidak diketahui) (diketahui)

A Menggumpal Golongan B atau


O
Tidak Golongan A atau
menggumpal AB
Sel darah merah
B Menggumpal Golongan A atau
yang tidak
O
diketahui
Tidak Golongan B atau
menggumpal AB
O Tidak Golongan A,B
menggumpal atau AB atau O

3. Absorption inhibition technique dari perbedaan golongan darah dapat


digunakan ketika struktur sel rusak dan tidak dapat disimpulkan dari
agglutination test.
Bahkan jika struktur sel hilang, faktor penggolongan antigenik atau
agglutinogen masih terdapat pada bercak darah.
Tes : pada ekstrak bercak, antiserum yang diketahui, anti –A, anti-B, dan anti-
H (serum dari golongan darah O) ditambahkan pada campuran yang berbeda.
Campuran dibiarkan selama 2 jam pada temperatur 40 C. Pada tahap kedua,
2% suspensi dari sel golongan A, B, dan O yang diketahui ditambahkan secara
terpisah pada tabung yang berbeda dengan campuran dari ekstrak bercak dan
anti serum pada campuran berbeda.

Page 177
Interpretasi hasil dari absorption inhibition test
Ekstra Anti serum Sel Reaksi Interpretasi
bercak yang diketahui

Faktor Anti – A Sel A Menggumpal Golongan B


golongan atau O
yang tidak
diakui Anti – A Sel A Tidak Golongan A
menggumpal atau AB

Anti – A Sel B - -
Anti – A Sel O - -
Anti - B Sel A - -
Anti - B Sel O - -
Anti - B Sel B Menggumpal Golongan A
atau O

Anti - B Sel B Tidak Golongan B


menggumpal atau AB

Anti - H Sel A Menggumpal Golongan B


atau AB

Anti - H Sel A Tidak Golongan A


menggumpal

Anti - H Sel B Menggumpal Golongan A


atau AB

Anti - H Sel B Tidak Golongan B


menggumpal

Anti - H Sel O - -

Pada kasus perdebatan ayah dan ibu atas anaknya, tes penggolongan utama
adalah:
1. Antigen golongan darah terdapat pada anak, hanya jika salah satu dari orang
tuanya mempunyainya.
2. Jika antigen golongan darah salah satu orang tuaya adalah homozigot maka
golongan darahnya harus muncul pada anak tersebut.

Hubungan ABO fenotip dan genotip antara anak dan orang tua

Page 178
Fenotip Genotip Kemungkinan genotip Kemungkinanan fenotip
pada anak pada anak

A+A AA + AA AA A
AA + AO AA, AO A
AO + AO AA,AO,OO A,O
B+B BB + BB BB B
BB + BO BB, BO B
BO + BO BB, BO, OO B,O
A+B AA + BB AB AB
AO +BB AB, BO AB, B
AA + BO AB, AO AB, A
AO + BO AB, AO, BO, OO AB, A, B, O
A + AB AA + AB AA, AB, A, AB
AO + AB AA, AB, AO, BO A, B, AB
B + AB BB + AB BB, AB B, AB
BO + AB BB, AB, AO, BO A, B, AB
A +O AA + OO AO A
AO + OO AO, OO A,O
B+ O BB + OO BO B
BO + OO BO,OO B,O
AB+AB AB + AB AA, BB, AB A,B,AB
AB + 0 AB + OO AO, BO A,B
O+O OO + OO OO O

Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh, maka penentuan golongan
darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada penentuan golongan darah orang
hidup, yaitu ambil 1 tetes serum anti A, anti B dan anti AB. Campurkan dengan 1 tetes
serum sampel memakai ujung kaca. Goyang dengan membuat gerakan melingkar.
Bila sel darah merah sudah rusak, maka penentuan darah golongan darah
dilakukan dengan cara menentukan jenis agglutinin dan antigen. Antigen mempunyai
sifat yang jauh lebih stabil dibandingkan dengan agglutinin. Penentuan jenis antigen
dapat dilakukan dengan cara absorpsi, inhibisi, absorpsi elusi atau aglutinasi campuran.
Cara yang biasa dilakukan adalah cara absorpsi elusi yang dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :
 2 - 3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan metil
alkohol selama 15 menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering
selanjutnya dilakukan penguraian benang tersebut menjadi serat – serat halus
dengan menggunakan dua buah jarum.
 Lakukan juga terhadap benang yang tidak mengandung darah sebagai kontrol
negatif.
 Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama
diteteskan serum anti A dan ke dalam tabung kedua serum anti B hingga
serabut benang tersebut terendam seluruhnya. Kemudian tabung – tabung

Page 179
tersebut disimpan didalam lemari pendingin dengan suhu 40 c selama 1
malam.
 Lakukan pencucian dengan garam faal dingin (40c) sebanyak 5 sampai 6 kali,
lalu tambahkan 2 tetes suspensi 2% sel indikator (sel darah merah golongan A
pada tabung pertama dan golongan B pada tabung kedua), pusing dengan
kecepatan 1000 rpm selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci sekali
lagi dan kemudian tambahkan 1-2 tetes larutan faal dingin. Panaskan pada
suhu 560c selama 10 menit dan pindahkan eluat ke dalam tabung lain.
Tambahkan 1 tetes suspensi sel indikator kedalam masing – masing tabung,
biarkan selama 5 menit lalu pusing selama 1 menit pada kecepatan 1000 rpm.
Dalam kasus yang ada kaitannya dengan faktor keturunan, hukum Mendel
memainkan peranan penting. Semua sistem golongan darah diturunkan dari orang tuanya
kepada anaknya sesuai hukum Mendel.
Interpretasi Hasil
Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti
darah mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indikator.

Gambar :

Keterangan : Reaksi + (positif), berarti terjadi penggumpalan


Reaksi – (negatif), berarti tidak terjadi penggumpalan.

G.2. Golongan Darah Skretor (Ss)


ABO selain dari darah, dapat juga ditentukan dari cairan tubuh : sperma, ludah,
sekret vagina, keringat, air mata, dan urine.
Menurut Schiff dan Sasaki ada dua macam tipe individu :
 Sekretor : mereka yang dari cairan tubuhnya dapat ditentukan golongan
darah terutama ABO (SS)
 Non sekretor : mereka yang tidak punya kemampuan tersebut diatas (ss)
G.3. Golongan Darah MN
Dalam tahun 1924 Landsteiner dan Levine menemukan golongan darah dengan
genotipe MM, MN, dan NN.
G.4. Golongan Darah Rhesus

Page 180
Golongan darah rhesus ditemukan oleh Landsteiner dan Wiener dalam tahun
1940. Golongan darah rhesus menjadi terkenal, karena bila seorang perempuan rhesus
negatif dan mengandung anak rhesus positif, maka dalam tubuh ibu akan terbentuk anti
rhesus yang kemudian masuk kedalam sirkulasi darah janin dan akan menyebabkan
rusaknya eritrosit janin. Kelainan tersebut dinamakan :
a) Eritroblastosis foetalis atau morbus haemoliticus, dalam sirkulasi darah bayi
(neonatus) beredar banyak eritrosit muda, eritroblas.
b) Anemia neonatorum : bayi dilahirkan dengan kekurangan eritrosit.
c) Ikterus gravis : bayi dilahirkan dengan warna kuning
d) Hydrops universalis : bayi dilahirkan dalam keadaan busung.
e) Kernikterus, nuklear jaundice : pada otak bayi ditemukan warna kuning ditempat
tertentu, terutama diganglia basal.
Kelainan tersebut diatas hampir tidak pernah dijumpai di Indonesia 99,75% dari
penduduknya rhesus positif.
Nomenklatur rhesus menurut Fisher adalah sebagai berikut : cDe, CDe, cDE,
CDE, cde, Cde, cdE, dan CdE, dengan demikian ada 36 genotipe rhesus.
Pada tes keayahan perlu mendapat perhatian, bila ditemukan rhesus negatif, harus
dilakukan pemeriksaan ulang. Untuk transfusi darah mencari seseorang dengan rhesus
negatif adalah sangat sukar, apalagi mempertemukan dua orang rhesus negatif menjadi
suami istri, kejadian seperti ini sangat kecil.
Antibodi untuk antigen rhesus (Rh) tidak terjadi secara normal pada manusia.
Antibody Rh dapat muncul bila darah yang mengandung antigen Rh ditranfusikan atau
ketika ibu dengan Rh – (negatif) mengandung anak dengan faktor Rh + (positif) yang
berasal dari bapaknya.

IV. RAMBUT
Diantara jaringan – jaringan tubuh yang mungkin ditemukan dan merupakan bukti
penting kasus kejahatan, rambut mempunyai peranan yang cukup menonjol. Disamping
jaringan keras seperti tulang, gigi, dan kuku, rambut yang ditemukan juga bersifat sangat
stabil terhadap temperatur lingkungan dan pembusukan.
Nilai bukti dari rambut akan bertambah pada kasus yang tidak ditemukan bukti –
bukti lain atau bukti lainnya telah rusak.
Guna pemeriksaan laboratorium terhadap rambut dalam bidang forensik adalah
untuk membantu penemuan identitas seseorang yang dicurigai dengan suatu peristiwa
kejahatan tertentu, antara korban dengan senjata atau antara korban dengan kendaraan
yang dicurigai.
Pemeriksaan laboratorium terhadap rambut meliputi pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik.
a) Jenis Pemeriksaan Rambut
Pada pemeriksaan rambut haruslah diperhatikan hal – hal pokok sebagai berikut :
1. Struktur rambut
Disini ditentukan terlebih dahulu apakah yang diperiksa itu benar – benar
rambut atau hanya serat lain.
2. Bila benar rambut, hendaknya diselidiki asalnya, ataukah rambut manusia atau
binatang

Page 181
3. Bila rambut berasal dari manusia, hendaknya dapat ditentukan:
- Suku bangsa (race)
- Jenis kelaminnya
- Situasi dan hal – hal lain suatu kejadian
4. Apakah kejadian ada hubungan dengan kejahatan
5. Bila rambut jenazah, kemungkinan dapat ditentukan lamanya sesudah
kematian

b) Struktur Rambut
Rambut terdiri dari akar rambut (root, bulb atau knob), batang rambut (shaft) dan
ujung rambut (tip).
Struktur rambut manusia maupun hewan terdiri dari bagian kutikula, korteks, dan
medulla. Kutikula adalah zona yang paling luar terdiri dari sisik – sisik keratin dan
mempunyai bentuk yang tertentu. Pada manusia sisik – sisik itu rata. Korteks adalah
bagian dari zona tengah dengan ketebalan yang bermacam – macam dan terdiri dari serat
– serat keratin yang memanjang dan mengandung bentuk yang tertentu. Inilah yang
memberikan warna pada rambut. Medulla (medullary canal, central shaft) adalah zona
yang paling dalam. Pada binatang bagian ini terdiri dari banyak pigmen. Medulla ini
biasanya sempit, kadang – kadang tidak ada atau terputus – putus.
Akar rambut mempunyai bentuk yang serupa dengan rambut, kecuali bentuknya
lebih besar. Ujung rambut melancip dan biasanya non mendullated.
Pada serat (fiber) tidak didapati kutikula sama sekali, terutama serat sintetik
biasanya homogen. Pada pemeriksaan mikroskopik, penampang melintang serat tidak
mempunyai kutikula dan tidak ada bentuk yang dapat diperbandingkan dengan rambut.
Untuk pemeriksaan rambut utuh atau rusak, maka pada pemeriksaan mikroskopik
rambut utuh akan memperlihatkan akar, bagian tengah dan ujung yang lengkap. Pada
rambut yang tercabut, rambut akan terlihat utuh dengan disertai jaringan kulit. Sebaliknya
rambut yang lepas sendiri mempunyai akar yang mengkerut tanpa disertai jaringan kulit.
Rambut yang terpotong benda tajam terlihat terpotong rata sedangkan akibat benda
tumpul akan terlihat terputus tidak rata.

Gambar:

Page 182
Gambar

c) Pemeriksaan Asal Rambut


Dari rupa kutikula dan medulla, bentuk relatif dari medulla dan korteks dan dari
penampang – penampang melintang dari pada rambut, dapatlah diduga asal rambut.
Disini dicantumkan perbedaan rambut manusia dan rambut binatang.
Rambut manusia Rambut binatang
Perabaan Halus dan tipis Kasar dan tebal
Kutikula Sisiknya kecil, rata Sisik besar, bentuk
serrated dan sekitar polyhedral, berombak
batang rambut padat dan sekitar batang
rambut tidak padat.
Medulla Sempit, kadang– kadang Lebar, selalu ada dan
tidak ada, terputus – kontinu
putus atau kontinu.
Korteks Tebal, 4-10 kali lebar Tipis, jarang sekali
medulla sampai dua kali lebar

Page 183
medulla
Pigmen Lebih banyak dipinggir Bentuk seragam
korteks (uniform), letak ditepi
atau ditengah
Tes precipitin Khas untuk manusia Khas untuk binatang

Bedakan rambut manusia atau hewan, rambut manusia beda dengan rambut
hewan pada sifat – sifat lapisan sisik (kutikula), gambar korteks dan medulla rambut.
Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, dibawahnya terletak korteks yang
terdiri dari gabungan serabut – serabut dengan pigmen. Ditempat yang paling dalam atau
tengah terdapat medulla yang mengandung pigmen dalam jumlah terbanyak. Rambut
manusia memiliki diameter 50 – 150 mikron dengan bentuk kutikula yang pipih,
sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25 mikron atau lebih dari 300
mikron dengan kutikula yang kasar dan menonjol. Pigmen pada rambut manusia sedikit
dan terpisah – pisah sedangkan pada hewan padat dan tidak terpisah.

d) Identitas Rambut
Data – data penting yang dapat dikumpulkan untuk maksud identifikasi rambut
termasuk
1. Suku bangsa (race)
2. umur
3. Jenis kelamin
4. Lokasi rambut
5. Hal penting lainnya

1. Suku Bangsa
Menurut Parikh, suku bangsa sering dapat dikenal dari :
- warna rambut
- panjang rambut
- Bentuk dan susunan rambut
Rambut orang Indian biasanya :
- berwarna hitam
- panjang dan halus
Rambut orang Cina dan Jepang biasanya :
- berwarna hitam
- panjang dan tebal
Rambut orang Negro biasanya :
- seperti wol
- pendek dan keriting
Orang Negro rambutnya dalam bentuk spiral, sedangkan suku bangsa lainnya
keadaannya lurus saja. Pada penampang melintang, rambut yang ditata spiral
menunjukkan bentuk bulat lonjong (oval) atau rata, sedangkan rambut yang lurus
bentuknya melingkar (circular).

2. Umur

Page 184
Umur kadang – kadang dapat ditentukan dari pemeriksaan rambut. Rambut
lanugo bayi baru lahir adalah halus, lunak, seperti kapas, tidak berpigmen, tidak
mempunyai medulla dengan pinggir yang licin dengan sisik rata, rambut ini akan diganti
dengan rambut yang kurang halus, berpigmen, bermedulla dan bentuk yang lebih
kompleks.
Pertumbuhan rambut pada daerah ketiak dan kemaluan dapat diperkirakan umur
seseorang.

3. Jenis kelamin)
Penentuan jenis kelamin seseorang dimungkinkan dengan mempelajari seks
chromatin dari sel – sel rambut kepala. Sebagai tambahan, jambang dan kumis pria
adalah rambut yang dapat dipastikan berasal dari pria. Sifat dan distribusi rambut dapat
juga membantu penentuan jenis kelamin. Rambut pada umumnya tebal, lebih kasar dan
lebih berat dari pada rambut wanita.

4. Lokasi Rambut
Rambut dari bagian tubuh yang berlainan kadang – kadang mempunyai bentuk
khas, seperti rambut kepala, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, rambut mata,
seperti keterangan dibawah ini:
- Rambut kepala panjang dengan ujung yang rata, ujungnya sering tumpul,
karena dipangkas secara teratur dan membulat kembali setelah seminggu
dipangkas. Biasanya diberi minyak rambut sehingga dapat diduga rambut
kepala. Juga sering dijumpai zat pewarna pada rambut pewarna kepala.
Rambut kepala mempunyai penampang melintang yang bulat lonjong atau
melingkar.
- Rambut ketiak dan rambut kemaluan pendek, gemuk, bergelombang dan
keriting. Diameternya silih berganti membesar mengecil sepanjang
rambut.
- Rambut ketiak menunjukkan lapisan yang penuh lemak dibawah
pemeriksaan mikroskop, disebabkan ekskresi sudorifiric.
- Kumis berpenampang melintang segitiga.
- Rambut mata berbentuk fussiform dan mempunyai ujung yang halus.
Wahid (malaysia) menjelaskan pula, bahwa bulu dan rambut dari berbagai bagian
tubuh adalah berbeda dari segi rupa dan sifatnya. Sebagai contoh, bulu ketiak dan bulu
kemaluan kelihatan keriting tetapi bulu kemaluan adalah lebih kasar dari pada bulu
ketiak. Bulu mata pula agak pendek dan tajam pada satu ujungnya. Orang keturunan
kaukasia dan India biasanya mempunyai bulu mata yang panjang dan melentik,
sedangkan mereka dari pada keturunan cina mempunyai bulu mata yang pendek dan
lurus. Kumis dan janggut biasanya lebih kasar dari pada rambut. Bulu roma badan lebih
halus berbanding dengan bulu – bulu lain pada tubuh. Potongan melintang bulu
menunjukkan bulu kemaluan dan ketiak agak lonjong, sementara kumis dan janggut
kelihatan seperti segitiga. Rambut pula mempunyai gambaran potongan melintang yang
bulat.

Page 185
5. Hal penting lainnya
Pemeriksaan rambut adalah sangat penting untuk identifikasi. walaupun seseorang
tidak dapat mengatakan, bahwa sehelai rambut itu berasal dari individu tertentu, namun
dengan pengamatan yang sangat cermat dapat ditetapkan bahwa rambut itu berasal dari
orang yang tertentu diantara beberapa pilihan.
Warna rambut sulit ditentukan pada sehelai rambut saja, tetapi harus dalam
jumlah yang cukup. Penentuan menjadi lebih gampang, seandainya rambut tersebut
mempunyai tanda – tanda tertentu seperti uban, rambut yang diwarnai, rambut keriting,
atau rambut palsu.
Parasit tertentu dapat memberikan perubahan struktur dari pada korteks dan
medulla rambut. Pada jenazah, selama rambut belum membusuk,ia merupakan bahan
berarti untuk identifikasi, sedangkan bagian – bagian tubuh lainnya sudah membusuk.
Unsur – unsur lainnya yang merupakan komposisi rambut dapat ditentukan oleh Neutron
activation analysis. Dengan cara ini dapat diketahui, bahwa rambut manusia terdiri dari
29 unsur – unsur antara lain, keratin, pigmen, dan medulla, yang berisi Zn, As, Si, Pb, Fe,
Na, Cl, Au, Mo, Tu dan sebagainya. Hanya Zn mempunyai konsentrasi yang tetap
sepanjang umur manusia, sedangkan unsur – unsur lainnya berubah sesuai usia dan
perubahan hidupnya.

e). Pemeriksaan mikroskopis.


Setelah pemeriksaan makroskopik yang mencatat keadaan warna, panjang, bentuk
(lurus, ikal, keriting) dan zat pewarna rambut yang mungkin dijumpai maka untuk
pemeriksaan mikroskopik perlu dibuat sediaan mikroskopik rambut sebagai berikut :
 Rambut dibersihkan dengan air, alkohol dan eter. Kemudian letakkan pada
gelas objek, tetesin gliserin dan tutup dengan gelas penutup. Dengan cara
ini dapat dilihat gambaran medulla rambut.
 Untuk melihat pola sisik dari rambut secara mikroskopik, dibuat cetakan
rambut tersebut pada sehelai film selulosa dengan meneteskan asam asetat
glacial, lalu letakkan rambut yang telah dibersihkan diatasnya dan ditekan
menggunakan gelas objek. Pola sisik dapat didokumentasikan dengan
membuat foto hasil pemeriksaan mikroskopik.
1. Cara penentuan golongan darah rambut
- Ambil sehelai rambut, dicuci dengan aquadest dan kemudian dengan
acetone.
- Setelah dikeringkan, lalu dipotong – potong kira – kira dalam ukuran 1
– 2 cm.
- Semua potongan dimasukkan dalam mortir , lalu digerus, supaya
lapisan luarnya rusak.
- Gerusan rambut tersebut dimasukkan kedalam 3 tabung reaksi .
Tabung pertama ditambah dengan anti serum A
Tabung kedua ditambah dengan anti serum B
Tabung ketiga ditambah dengan anti serum H (O)
Ketiga tabung tersebut didiamkan di dalam es (temperature 40c) selama
satu malam.

Page 186
- Anti serum dibuang, lalu dicuci dengan Nacl dan ditempatkan pada
suhu 560c, selama 10 menit.
- Cairan dipindahkan ke tabung dan pada masing – masing tabung
dimasukkan suspensi eritrosit yang sesuai.
- Tunggu lima (5) menit, lalu dipusing dalam sentrifuse dengan
kecepatan 1000 putaran permenit / RPM, selama satu menit.
- Lihatlah apakah ada aglutinasi.

2. Cara penentuan sex chromatin


Reaksi Feulgen – Schiff
Dengan hidrolisis asam gugus – gugus aldehide dibebaskan dari sugar
deoxyrebose dan deoxypentose. Dengan reagen Schiff ditunjukkan gugus
aldehide itu berasal adalah reaksi Fulgen, dapat diandalkan dan spesifik.
Paling cocok untuk menentukan apakah inklusi basofil mengandung DNA
atau tidak.
Pembuatan larutan Schiff
Basic Fuchsin 1 gram, Aquadest 1000 C 200 ml.
Dikocok 5 menit, dinginkan hingga 500C lalu disaring.
Hydrochloric acid 1 N 20 ml, dinginkan hingga 250C, lalu Sodium
metabilsufite 1 gram, kocok selama 1 menit, simpan dalam keadaan gelap
pada suhu 0- 40 c.
Pembuatan larutan bisulfite segar
Larutan pontassium Bisulfite 10% 5ml, Hydrochloride acid 1N 5 ml, dan
Air 90 ml.
Pembuatan larutan Light green 1%
Caranya :
- Dehidrasi
- Cuci dalam larutan HCl suhu 60 0C selama 8 menit
- Cuci dalam HCl 1 N yang dingin
- Cuci sebentar dalam aqua dest
- Masukkan larutan Schiff selama kira – kira 1 jam.
- Cuci dalam larutan bisulfit segar
- Cuci dalam larutan air mengalir selama 15 menit
- Counsterstain dengan light green 1%
- Dehidrasi dan segera ditutup
Hasilnya DNA berwarna ungu,
3. Cara pemeriksaan kutikula
- Rambut yang akan diperiksa dimasukkan dalam ether alkohol dengan
perbandingan yang sama, supaya kotoran rambut dapat dibersihkan.
- Film yang belum di-expose, difiksasi didalam larutan hypo di dalam
kamar gelap.
- Kemudian dicuci dengan air.

Page 187
- Ambil objek gelas, letakkan sepotong rambut diatas satu tetes acidum
acetium glacial.
- Film dengan permukaan emulsi menghadap keatas, diletakkan diatas
rambut.
- Gelas objek lain dibasahkan dengan acid acetium glacial, diletakkan
diatas film, ditindih dengan benda berat selama ½ - 1 jam .
- Kedua kaca objek dipisahkan.
- Film akan menempel pada kaca objek yang sebelah atas, pelan, lalu
dilihat dibawah mikroskop.
- Tampak gambaran kutikula.

f). Rambut sebagai barang bukti kriminal


Pemeriksaan yang teliti dari rambut menentukan nilai penyidikan yang berharga
seperti cara tindak kejahatan dan sebab kematian. Demikian pada kasus pemerkosaan dan
kejahatan seksual lainnya, rambut kemaluan dari pelaku kejahatan dapat ditemukan pada
tubuh si korban maupun sebaliknya. Pada kasus – kasus kejahatan seksual, rambut
kemaluan harus disisir untuk mengumpulkan rambut si pria/pelaku.
Perlukaan pada rambut memberikan perubahan –perubahan khas. Luka pada
kepala umpamanya, dapat merusak rambut kepala sewaktu mendapat pukulan dan
indikasi untuk ini dapat dilihat dengan ruptur pada lapisan korteks, rambut dapat terbakar
pada luka tembak.
Rambut yang hangus terbakar, hitam, rapuh, terpelintir, atau berkeriting dan
mempunyai bau tertentu akibat pembakaran keratin.
Pada pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat lebarnya rambut yang terbakar
adalah lebih besar dari normal dan memberikan gambaran – gambaran vakuolisasi. Ujung
rambut dapat memberikan keterangan cara rambut terlepas. Pangkalan rambut biasanya
bulat, tetapi bila dicabut secara paksa akan mudah ruptur dari “sheath” rambut dan bentuk
pangkal rambut (bulb) menjadi irregular.
Rambut kepala yang sehat dapat mengangkat tubuh korban dan kulit kepala dapat
tercabut dari tengkorak kepala. Rambut yang jatuh sendiri, akarnya atrofi dan “sheath”
akar menghilang. Rambut yang dipotong menunjukkan ujung yang terpotong tajam.
Sesudah seminggu menjadi empat persegi, sesudah dua minggu menjadi halus dan
sesudah satu bulan menjadi bulat kembali.
Pada kasus – kasus pembunuhan, beberapa nilai rambut pelaku kejahatan sering
tergenggam oleh si korban, ini membantu identifikasi si penjahat. Adanya rambut yang
ditemukan pada senjata dan korban.
Pemeriksaan yang teliti diharapkan benar untuk mendeteksi adanya rambut untuk
menunjukkan penyerangan oleh pelaku. Hendaknya diteliti pula adanya lumpur, bercak
semen, bercak darah, dan bercak ludah. Lumpur yang ditemukan di kepala menunjukkan
adanya pergumulan.
Pada kasus keracunan, terutama logam, seandainya orang itu tidak dapat segera
mati, zat racun pada rambut masih dapat ditemukan untuk waktu tertentu. Pada kasus –
kasus begini pemeriksaan kimiawi dapat menentukan adanya racun pada orang hidup
maupun padanya penggalian jenazah. Untuk itu rambut harus diperiksa dengan akar –
akarnya, sebaiknya dengan bantuan pinset. Minimal dibutuhkan 15 helai rambut. Dengan

Page 188
cara menganalisa panjang rambut dari pangkal sampai ujung rambut dapat ditaksir dosis
arsen.
Rambut berhenti tumbuh sejak kematian, tetapi disebabkan pengerutan kulit,
dapat ditemui pertumbuhan rambut pada muka. Angka pertumbuhannya adalah 0,4 mm /
hari. Dengan demikian dapat ditentukan lamanya orang itu meninggal, seandainya waktu
sesudah dicukur terakhir kali diketahui. Pengelepasan rambut terjadi 48 – 72 jam
sesudah meninggal, disebabkan proses pembusukan.
Jenazah yang dikubur dalam liang yang dangkal, akan mengalami perubahan
warna rambut kepala dalam waktu 1-3 bulan. Jenazah yang dikubur lebih dalam akan
berbeda dibanding pada liang lahat yang dangkal, karena pada liang lahat yang dalam,
maka rambut akan mengalami perubahan kepala pada 6 – 12 bulan.

V. CAIRAN MANI
Air mani ialah cairan yang berasal dari kelenjar vesikel seminal, prostat dan testis.
Air mani berwarna putih, berbau seperti pandan dan kental sejurus setelah ejekulasi. Air
mani menjadi cair beberapa menit (10-20 menit) kemudian karena tindakan fibrinolisin
dari enzim proteolitik kelenjar prospat yang terdapat didalamya. Kolina dan lesitin yang
dirembeskan oleh kelenjar vesikel seminal serta asam fosfatase dan spermin yang
dirembeskan oleh kelenjar prostat terdapat dalam kepekatan yang tinggi didalam air
mani. Jumlah spermatozoon dalam 1 ml air mani ialah antara 200 – 500 juta dan 80%
daripadanya bergerak dan mempunyai bentuk yang normal. Dalam keadaan yang
normal, volume cairan mani 3 – 5 ml pada 1 kali ejakulasi, dengan pH 7,2- 7,6. Cairan
mani mengandung spermatozoa, sel – sel epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam
cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan beberapa enzim,
contoh seperti asam fosfatase.
Air mani berwarna kekuningan apabila kering, berbentuk seperti peta dan
menyebabkan kain menjadi agak keras.
Sedangkan pada pemeriksaan cairan semen memiliki beberapa kepentingan
diantaranya :
1. kompensasi dari kasus strerilisasi yang didapat
2. perdebatan ayah dan ibu atas anaknya.
3. legitimasi
4. Inseminasi buatan
5. Kompensasi dari kegagalan vasektomi yang menyebabkan hamilnya istri
6. Kasus perceraian
7. Kasus penyerangan seksual
8. Identifikasi dari penyerang seksual.

Ketika masih segar dan dikumpulkan dalam wadah gelas, semen berwarna putih
pucat atau putih keabu – abuan, tebal, kental dan memiliki bau yang khas. Bila
dipanjangkan cairannya menjadi kurang kental dan menjadi tipis. Ketika kering di
pakaian, daerah tersebut menjadi sedikit berkilau, keras seperti bertepung bila dipegang,
ireguler dalam bentuk dan distribusi, berwarna putih pada baju yang berwarna gelap, dan
berpendar bila diperiksa dibawah sinar ultraviolet pada ruang gelap.

Page 189
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan adanya
suatu persetubuhan perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan dilakukan
pemeriksaan – pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :

Penentuan spermatozoa (mikroskopis)


Tanpa pewarna
Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang
bergerak. Spermatozoa manusia memiliki panjang ± 50 mikron yang terdiri dari 5 mikron
panjang kepala dan lebar 3 mikron, badannya pendek, ekornya panjang, kepala berwarna
biru tua, badan dan ekor berwarna merah (dengan pewarnaan hemaktosilin dan eosin).
Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk memperkirakan saat
terjadinya persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2 – 3 jam setelah
persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid
akan memperpanjang waktu ini menjadi 3 – 4 jam. Setelah itu spermatozoa tidak
bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang (lisis) sehingga harus dilakukan
pemeriksaan dengan pewarnaan.

Gambar Spermatozoa

Cara pemeriksaan : 1 tetes lendir vagina diletakan pada kaca objek, dilihat
dengan pembesaran 500x serta kondensor diturunkan. Perhatikan gerakan sperma.

Page 190
Menurut Voight, sperma masih bergerak kira – kira 4 jam pasca persetubuhan. Menurut
Gonzales, sperma masih bergerak 30 – 60 menit pasca persetubuhan. Menurut Ponzold
kurang dari 5 jam pasca persetubuhan, tapi kadang – kadang bila ovulasi atau terdapat
sekret serviks, dapat bertahan sampai 20 jam. Pada orang yang mati setelah
persetubuhan, sperma masih dapat ditemukan sampai 2 minggu pasca persetubuhan
bahkan mungkin lebih lama lagi.
Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat
ditemukan sampai 3 hari pasca persetubuhan, kadang-kadang sampai 6 hari pasca
persetubuhan.
Bila sperma tidak ditemukan belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat
mengingat kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan
penentuan cairan mani dalam cairan vagina.
Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
pada nyala api. Pulas dengan HE (Hemaktosilin-Eosin), Methylene Blue atau Malachite
Green. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan
pulasan Malachite Green yang prosedurnya berikut ini.
Cara pemeriksaan: Warnai dengan larutan Malachite Green 1% selama 10-15
menit, lalu cuci dengan air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan
Eosin Yellowish 1% selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdifferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai.
Kepala sperma tampak merah dan lehernya merah mudah, ekornya berwarna hijau.

Penentuan Cairan Mani (Kimiawi)


Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi
adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan
laboratorium sebagai berikut :
Reaksi fosfatase asam
Dasar reaksi : adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan
oleh kelenjar prostat. Aktivitas enzim fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2500
U.K.A (Kaye). Dalam sekret vagina setelah 3 hari abstinensi seksualitas ditemukan
aktivitas 0-6 unit (Risfeld). Dengan menentukan secara kuantitatif aktivitas fosfatase
asam/ 2 cm2 bercak dapat ditentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau
bukan. Aktifitas 25 U.K.A. per 1 cc ekstrak yang diperoleh dari 1 cm2 bercak dianggap
spesifik sebagai bercak mani.

Reangens untuk pemeriksaan ini adalah :


Larutan A :
i. Brentamin Fast Blue B 1g
ii. Natrium Acetat Trihyrate 20 g
iii. Glacial Acetat Acid 10 ml
iv. Aquadest 100 ml
Larutan (ii) dan (iii) dilarutkan dalam (iv) untuk menghasilkan larutan penyangga
dengan pH 5, kemudian (i) dilarutkan dalam larutan penyangga tersebut .
Larutan B

Page 191
 Natrium Alfa Naphtyl phospate 800 mg
 Aquadest 10 ml
89 ml larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu disaring cepat kedalam botol yang
berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es reagen ini dapat bertahan berminggu – minggu
dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.
Prinsip :
Enzim posfatase asam menghidrolisis Na-alfa naftil fosfat, alfa naftol yang telah
dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin menghasilkan zat warna azo yang berwarna
biru ungu
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempel pada kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi
dengan aquadest selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprot
dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi saat penyemprotan sampai timbul warna ungu.
Perlu diperhatikan bahwa intensitas warna maksimal tercapai berangsur – angsur
dan tes ini tidak spesifik. Hasil positif semu bisa terjadi dengan intensitasnya tetap,
sedangkan bercak yang mengandung enzim fosfatase memberikan intensitas warna secara
berangsur – angsur.
Selain pemeriksaan Malachite green untuk melihat spermatozoa, untuk
membuktikan adanya persetubuhan dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Tes fosfatase asam.
Daerah ternoda dilembabkan dengan kertas saring. Kertas saring
disemprotkan dengan alpha – naphthylfosfat dan pewarna K yang cepat
menghitam. Asam fosfat dihasilkan oleh prostat. Hasil positif berupa warna
merah ungu terjadi dalam waktu < 30 detik.
2. Tes Florence (uji choline)
Ekstrak bercak pada objek gelas ditutup dengan dek gelas dan ditetesi dengan
larutan kalium triiodida. Iodine dalam 30 ml air suling ditambahkan pada sisi
dari dek gelas. Hasil positif : terdapat kristal choline periodida yang berwarna
coklat .
3. Tes barbario (uji spermin)
Ekstrak bercak kering pada objek gelas ditutup dengan dek gelas dan
diteteskan setetes air saturasi atau larutan alkohol pada sisi dek gelas. Hasil
positif: terdapat berupa kristal spermin flavinat berwarna kuning kehijauan.

Pemeriksaan bercak mani pada pakaian


Visual : bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap dari sekitarnya. Bercak yang
sudah agak tua berwarna agak kekuning – kuningan. Pada bahan sutera / nylon batasnya
sering tidak jelas tetapi selalu lebih gelap dari sekitarnya. Pada tekstil yang tidak
menyerap, bercak yang segar akan menunjukkan permukaan mengkilat dan transulen,
kemudian akan mengering. Dalam waktu kira – kira 1 bulan akan berwarna kuning.
Dibawah sinar ultraviolet : bercak semen akan menunjukkan fluoresensi putih.
Fluoresensi terlihat jelas pada bercak mani yang melekat dibahan tekstil yang terbuat dari
serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk detergen yang tersisa pada
pakaian sering menunjukkan fluoresensi juga.

Page 192
Secara taktil (perabaan) bercak mani teraba memberi kesan kaku seperti kanji.
Pada tekstil yang tidak menyerap bila tidak teraba kaku kita masih dapat mengenalinya
karena permukaan bercak akan teraba kasar.

Pemeriksaan Pria Tersangka


Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan
dengan seorang wanita dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
Cara Lugol : kaca objek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis terutama
pada bagian kolum, korona serta frenulum. Kemudian letakkan dengan spesimen
menghadap ke bawah diatas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar uap
yodium akan mewarnai sediaan tersebut (Lihat gambar dibawah). Hasil positif akan
menunjukkan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena
mengandung banyak glikogen. Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang
wanita, perlu ditentukan adanya kromatin seks (Barr Bodies) pada inti. Dengan
pembesaran besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari Barr Bodies. Ciri-
cirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan diameter kira-kira
1  yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu dataran fokus dengan
inti.
Gambar

Pemeriksaan substansi golongan darah


Substansi golongan darah terdapat dalam cairan tubuh orang golongan sekretor.
Bila golongan darah wanita dan pria sama jenisnya, maka kita harus melihat titernya.
Kelemahan tes ini adalah hasil akan kacau bila darah tersebut > 36 jam dan bila pelaku
lebih dari 1, tidak dapat diketahui jumlah pelaku.
Aspek medikolegal pada pemeriksaan adanya air mani dan spermatozoa bagi
seorang ahli forensik sangat menentukan kebenaran suatu perkara pada pemeriksaan
spermatozoa yang telah pecah, mudah dikelirukan dengan sel jamur, monilia dan
trichomonas vaginalis.

VI. AIR LIUR

Page 193
Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur (saliva)
terdiri dari air, enzim ptialin (alfa amylase), protein, lipid, ion-ion anorganik seperti
tiosinat, klorida, dll.
Dalam bidang kedokteran forensik pemeriksaan air liur penting untuk kasus-kasus
dengan jejak gigitan untuk menentukan golongan darah penggigitnya. Golongan darah
penggigit yang termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi
inhibisi.
Cara absorpsi inhibisi
Basahkan bercak air liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan tempatkan air
liur dalam salin tadi dalam tabung reaksi, lalu panaskan dalam air selama 10 menit.
Pusingkan, dan supernatan diambil dan boleh disimpan pada suhu 20 0 C. Untuk
pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang telah diketahui golongan
sekretor atau non sekretornya.
Dalam tabung reaksi 1 ml air liur ditambahkan 1 ml anti serum. Campuran
tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses absorpsi. Selama
menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan. Setelah 30 menit
berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B dan anti H dengan cara
yang sama. SDM yang digunakan adalah suspensi 4% yang berumur kurang dari 24 jam.
Bandingkan titer antiserum yang digunakan dengan titer campuran antiserum + air liur.
Hasil positif, bila titer berkurang lebih dari 2 kali.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan air liur :
1. Untuk mengkonfirmasi bahwa suatu bercak adalah air liur dapat dilihat dari :
a. Adaya sel epitel squamous pada pemeriksaan mikroskopik.
b. Deteksi adanya enzim amylase. Amylase sangat tinggi kadarnya pada air liur,
sehingga dapat digunakan sebagai identifikasi air liur. Amylase tidak hanya
terdapat pada air liur, namun juga diumpai pada cairan tubuh lainnya. Berikut
kadar amylase dalam cairan tubuh :
 Saliva : 263.000 to 376.000 IU/L
 Urine : 263 to 940 IU/L
 Blood : 110 IU/L
 Semen : 35 IU/L
 Nasal secretion : tdak terukur
 Sweat : tidak terukur.
Test untuk mengetahui adanya amylase, bercak tersebut dicampurkan larutan kanji
dan diinkubasi dalam suhu 370 C selama setengah jam. Lalu diberikan pewarnaan
iodine. Seandainya air liur maka tidak akan terjadi warna kebiru-biruan akibat enzim
amylase mencerna air liur menjadi dextrine dan maltose. Seandainya bukan air liur,
maka akan terjadi perubahan warna kebiru-biruan.
2. Dari sel mukosa pipi yang terdapat pada air liur, jenis kelamin dapat dibedakan (Barr
bodies).
3. Beberapa racun dapat disekresikan melalui sputum.

Page 194
VII. DNA
Pemeriksaan sidik jari DNA, mulai ditemukan oleh Jeffreys dkk pada tahun
1985, dimana dengan pemeriksaan tersebut, era bioteknologi dalam bidang forensik
dimulai.
Setiap cairan tubuh yang mengandung sel bernukleus dapat digunakan untuk
melacak DNA (Deoxiribo Nukleid Acid). Darah manusia yang mempunyai nukleus
hanyalah sel – sel darah putih, sementara sel-sel darah merah tidak mempunyai nukleus
dan oleh karena itu tidak dapat digunakan selama uji pemeriksaan DNA.
Sampel lain yang digunakan dalam pemeriksaan DNA selain darah adalah : air
liur, air mani, akar rambut, otot dan sebagainya. Bagi air mani yang telah bercampur
dengan cairan vagina, teknik pemecahan sel dilakukan secara bertahap, ini berguna
untuk memisahkan sel-sel vagina korban dengan pelaku. Oleh karena itu, identifikasi
DNA dari spermatozoa pelaku dapat dilakukan dengan baik. Adanya pencemaran DNA
oleh bakteri, kuman atau parasit pada sampel yang duji dapat dianalisa melalui DNA
mitokondria, untuk memastikan bahwa DNA berasal dari manusia atau mikroorganisme
lainnya.
Gambar (Buccal swab):

Pemeriksaan DNA memiliki banyak kelebihan, misalnya bahwa polimorfisme


DNA menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan terhadap banyak sistem, DNA jauh lebih stabil dibandingkan protein,
memeriksa DNA masih dimungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami
mummfikasi atau bahkan pada jaringan yang tinggal kerangka. Demikian pula dengan
distribusi DNA yang luas meliputi seluruh tubuh, sehingga berbagai badan mungkin
untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan dan dengan ditemukannya metode PCR
(Polimerase Chain Reaction), bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya
masih mungkin untuk dianalisa.
Gambar (Prosedur pemeriksaan DNA):

Page 195
Untuk melakukan identifikasi seperti halnya yang terdapat dalam makalah ini
sangat sulit untuk dilakukan. Sebab di Indonesia sendiri, dokter jarang ikut dan diundang
ke tempat kejadian perkara. Sehingga untuk melakukan identifikasi darah, rambut, semen
dan air liur cenderung sulit dilakukan.
Tes kimia untuk darah hanya uji penyaringan untuk darah. Tes akan menjadi
positif dengan bahan organik yang mengandung peroksida atau yang dapat membebaskan
oksigen dari hidrogen peroksida. Dengan demikian, false posotif dapat terjadi ketika
bahan diperoleh dari sputum, pus, atau cairan tubuh lainnya, sayur hijau dan bahan
pengoksidasi seperti karat besi.
Dekomposisi atau bercak darah yang sudah sangat lama atau darah yang
terkomtaminasi dengan zat kimia dapat merusak struktur sel darah dan tes mikroskopik
untuk sampel begini dapat menjadi negatif.
Tes benzidine sangat sensitif tetapi bubuk benzidine bersifat karsinogenik.
Phenophthalein dan leucomalachite green test lebih spesifik untuk darah daripada tes
benzidine tetapi kurang sensitif. Dalam pertimbangan seperti yang dikemukakan diatas,
bila sampel dari ekstrak bercak melalui tes benzidine menunjukkan hasil positif, maka
ekstrak bercak dapat digunakan untuk pemeriksaan spektroskopik untuk konfirmasi.
Mengingat banyaknya perkawinan antar suku bangsa, sehingga identifikasi
rambut misalnya, dalam hal menentukan suku bangsa seseorang tidak lagi memberikan
gambaran yang khas. Demikian dalam hal membedakan rambut manusia dan hewan,
pada hewan-hewan yang memiliki penggolongan genus yang dekat dengan manusia
cenderung memiliki struktur yang mirip manusia.
Ketika terjadi kasus persetubuhan, ketika tidak ditemukan sperma, belum berarti
tidak terjadi persetubuhan. Kondisi ini dapat terjadi pada pelaku yang azoospermia atau
pria yang telah mengalami vasektomi. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan yang lain
selain pemeriksaan untuk melihat adanya spermatozoa seperti Tes fosfatase asam, Tes
Florence (uji choline), Tes Barbario (Uji Spermin)

Page 196
PEMERIKSAAN SIDIK JARI DNA
(FINGER PRINT DNA)
DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

1. PENDAHULUAN
Ilmu kedokteran Forensik Molekuler adalah suatu bidang ilmu yang baru
berkembang dalam dua dekade terakhir, merupakan bagian dari ilmu kedokteran
forensik yang memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkat
molekul atau DNA. Sebagai suatu bidang cabang ilmu kedokteran forensik yang
baru, ilmu ini melengkapi dan menyempurnakan berbagai pemeriksaan identifikasi
personal.
Dengan melihat luasnya spektrum keilmuan ini, dapat dimengerti bahwa Karl
Diliea dari Universitas Rochester mengatakan DNA adalah pemersatu segala bidang
keilmuan kedokteran yang terpisah satu sama lainnya. Dengan teknologi DNA,
berbagai pakar bidang kedokteran berbicara dalam suatu bahasa : bahasa kimia.
Pada 10 September 1984, profesor Alec Jeffrey pakar genetika dari
Universitas Leicester di Inggris mengumumkan penemuannya, yakni pelacakan jati
diri menggunakan sidik jari DNA. Pada saat itu Alec Jeffrey sedang melakukan
rangkaian penelitian genetika. Seperti diketahui, manusia tersusun dari sekitar 30
milyar kode genetika yang disebut Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), yang merupakan
pasangan basa Thymin, Adenin, Guanin, dan Cytosin.
Ketika seseorang dengan alasan yang sangat beragam dan pribadi ingin tahu
akan identitasnya, maka salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan
masalah tersebut adalah identifikasi DNA (Deoxyribo Nucleic Acid). Identifikasi
DNA dapat dimanfaatkan untuk mengetahui hubungan biologis antara individu dalam
sebuah keluarga dengan cara membandingkan pola DNA individu – individu tersebut.
Lembaga Biologi Molekul Eijkman, Jakarta melalui Yayasan GenNeka menawarkan
pelayanan identifikasi DNA, berupa tes paternitas dan tes maternitas.
Identifikasi jenazah dengan menggunakan metode pemeriksaan Deoxyribo
Nucleic Acid (DNA) memiliki ketepatan paling tinggi dibandingkan sejumlah metode
identifikasi jenazah lainnya. Karena itu, metode pemeriksaan DNA sebaiknya
digunakan dalam mengungkap kasus – kasus terorisme. Sejauh ini terdapat sembilan
metode untuk mengidentifikasi jenazah. Mulai dari melihat bentuk tubuh korban atau
tersangka yang belum rusak (visual), memeriksa dokumen identitas diri, sampai
mengenali pakaian dan perhiasannya. Identifikasi jenazah juga bisa dilakukan dengan
pemeriksaan medis dari bagian tubuh seperti tulang dan uji serologi untuk
mengetahui golongan darah.
Dalam memgidentifikasi korban ledakan bom, ada tiga metode yang bisa
digunakan yakni menggunakan ciri – ciri gigi korban, membandingkan sidik jari
korban dengan sidik jari sebelumnya, dan pemeriksaan kode genetik atau DNA.

Page 197
Pemeriksan ciri – ciri gigi ini sulit dilakukan karena tidak setiap orang punya catatan
gigi. Apalagi orang Indonesia jarang ke dokter gigi, sedangkan uji sidik jari
merupakan metode relatif murah, mudah, dan cepat. Caranya, membandingkan sidik
jari sebelumnya seperti pada paspor. Ketepatannya cukup tinggi juga karena memiliki
variasi besar dengan perhitungan sekitar satu berbanding dua miliar. Kelemahannya,
sidik jari gampang hilang atau hancur karena ada dibagian luar tubuh. Kalau jarinya
tidak utuh, akurasi juga berkurang.
Beragamnya suku bangsa di dunia juga membawa dampak terhadap gambaran
DNA tiap manusia, terutama pada perkawinan antar bangsa.

DNA FINGERPRINT
DNA adalah singkatan dari Deoxyribo Nucleic Acid atau Asam Deoksiribo
Nukleat, yaitu suatu senyawa kimiawi yang membentuk kromosom. Bagian dari suatu
kromosom yang mendikte suatu sifat khusus disebut gen. DNA adalah materi genetik
yang membawa informasi yang dapat diturunkan. Didalam sel manusia DNA dapat
ditemukan didalam inti sel, DNA membentuk satu kesatuan untaian yang disebut
kromosom.
Setiap sel manusia yang normal memiliki 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang
kromosom somatik dan 1 pasang kromosom sex (XX atau XY).
Asam nukleat pada setiap makhluk hidup, kecuali virus, terdiri atas asam
ribonukleat (RNA) dan asam deoksiribonukleat (DNA). DNA merupakan materi
genetik yang berfungsi sebagai tempat (cetakan) untuk sintesis molekul protein dan
sintesis informasi turunan dari suatu sel atau generasi ke sel atau generasi berikutnya.
Basa purin dan pirimidin dalam molekul DNA berperan dalam membawa informasi
genetik. Sedangkan gugus gula dan fosfat melakukan peranan struktural. Dengan
demikian umumnya DNA berperan dalam pewrisn sifat – sifat turunan organisme.
Sementra itu RNA berperan langsung dalam sintesis protein

A. POLIMORFISME DNA
Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya
suatu bentuk yang berbeda dari suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat
variasi / modifikasi pada suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu
populasi, maka lokus tersebut dikatakan bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini
disamping menunjukkan variasi individu, juga memberikan keuntungan karena
dapat digunkan untuk membedakan satu orang dari yang lain.
Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme
protein antara lain ialah system golongan darah, golongan protein serum, system
golongan enzim eristrosit dan system HLA (Human Lymphocyte Antigen).
Polimorfisme DNA merupakan suatu polimorfisme pada tingkat yang lebih awal
dibandingkan polimorfisme protein, yaitu pada tingkat kode genetik atau DNA.

Page 198
Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan sidik DNA (DNA
fingerprint), VNTR (Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction
Fragment Length polymorphisms), secara Southern blot maupun dengan PCR
(Polymerase Chain Reaction).
Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan
polimorfisme DNA menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme
DNA menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak
diperlukan pemeriksaan terhadap banyak system. Kedua, DNA jauh lebih stabil
dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan pada
bahan yang sudah membusuk, mengalami mummifikasi atau bahkan pada jenazah
yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh
sel tubuh, sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan
pemeriksaan. Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang
kurang segar dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.

B. STRUKTUR DNA
Struktur DNA adalah untaian ganda (double helix), yaitu dua untaian
bahan genetik yang membentuk spiral satu sama lain. Setiap utaian terdiri atas
satu deretan basa (juga disebut nukleotida). Basa dimaksud adalah, salah satu dari
keempat senyawa kimiawi berikut : Adenin (A), Guanin (G), Cytosine (C), dan
Thymine (T).
Kedua untaian DNA berhubungan pada setiap basa. Setiap basa hanya
akan berikatan dengan satu basa lainnya, dengan aturan sebagai berikut : Adenin
(A) hanya akan berkaitan dengan Thymine (T), dan Guanin (G) hanya akan
berkaitan dengan Cytosine (C). masing – masing basa dihubungkan dengan suatu
molekul gula dan suatu molekul fosfat. Gabungan basa, gula, dan fosfat disebut
suatu nukleotida. Nukleotida – nukleotida diatur dalam dua untaian yang panjang
membenuk suatu spiral yang disebut double helix. Struktur dari double helix
adalah seperti suatu tangga, dengan pembentukan pasangan – pasangan basa dan
pembentukan molekul – molekul gula dan fosfat yang vertikal dari tangga.

Gambar

Page 199
Contoh dari satu untaian DNA terlihat seperti ini .
A – A- C – T – G – A – T – A – G- G- T – C – T – A – G
Untaian DNA yang dapat terikat pada untaian DNA diatas adalah :
T – T- G – A – C – T – A – T – C – C - A – G – A – T – C
Gabungan dari keduanya menjadi :
A – A- C – T – G – A – T – A – G- G- T – C – T – A – G
T – T- G – A – C – T – A – T – C – C - A – G – A – T – C
Hampir setiap sel di dalam tubuh seseorang mempunyai DNA yang sama.
Kebanyakan DNA ditempatkan didalam inti sel (nucleus DNA), hanya sebagian
kecil dari DNA dapat juga ditemukan didalam mitokondria (DNA mithocondrial
atau mtDNA).
Informasi di DNA disimpan sebagai suatu kode menyusun dari empat basa
kimia : adenin (A), guanin (G), cytosin (C), dan thymin (T). DNA manusia terdiri
dari sekitar 3 milyar basa, dan lebih dari 99 persen basa adalah sama pada semua
orang. Urutan basa ini menentukan informasi untuk membangun dan
pemeliharaan satu organisme, serupa dengan cara yang ditempuh oleh surat –
surat dari abjad muncul dalam urutan tertentu untuk membentuk kata – kata dan
kalimat – kalimat.

Page 200
GAMBAR

Yang terpenting dari DNA adalah bahwa DNA dapat bereplikasi, atau
membuat salinan dari DNA itu sendiri. Masing – masing untaian dari DNA dalam
double helix dapat bertindak sebagai suatu pola untuk menyalin urutan dari basa.
DNA dari semua organisme dibuat oleh komponen kimia dan fisika yang
sama. Rangkaian DNA yang terdiri atas bentuk khusus antar sisi dengan untaian
dasar seperti ATTCCGGA. Pemisahan bentuk itu berdasarkan cara tertentu
membentuk organisme yang khusus dengan kemampuan unik.
Genome merupakan organisme dengan set DNA yang lengkap. Genome
sangat dikenal dari bentuknya; genome terkecil yang terkenal dari makhluk hidup
(bakteri) terdiri atas 600 ribu pasangan dasar DNA, sementara genome manusia
dan tikus terdiri atas tiga milyar pasangan. Terkecuali untuk sel darah merah
dewasa, semua makhluk bersel terdiri atas genome lengkap
DNA dalam genome manusia terdiri atas 24 kromosom berbeda, secara
fisik pasangan molekulnya terdiri atas panjang 50 juta hingga 250 juta pasangan.
Beberapa tipe pasangan kromosom tidak normal, termasuk yang hilang atau
bagian yang lebih serta kurang dan penggabungan tidak sempurna, dapat dilihat
dengan pengujian mikroskopis. Kebanyakan perubahan DNA, bagaimanapun
merupakan hal yang harus dan memerlukan analisis cermat dari molekul DNA
untuk menemukan kemungkinan perbedaan dasar pasangan

Page 201
GAMBAR

Masing – masing kromosom terdiri atas beberapa gen, yang secara dasar
fisik dan unik fungsinya. Rangkaian gen dasar khusus memperlihatkan intruksi,
bagaimana cara menghasilkan protein. Gen hanya terdiri atas 2% dari genome
manusia. Juga diingatkan adanya gen yang tidak berkode yang berfungsi sebagai
penyedia penyatuan struktur kromosom dan pengaturan fungsinya, termasuk
kuantitas protein yang tersedia. Genome manusia diperkirakan mengandung 30
ribu sampai 40 ribu gen.
Meskipun gen menarik perhatian, protein yang berperan pada fungsi
kehidupan serta membentuk sebagian besar struktur selular. Protein sangat besar,
molekul lengkap terdiri atas subunit yang disebut asam amino. Perlengkapan
kimia yang membedakan 20 jenis asam amino, menimbulkan rantai protein untuk
struktur spesifik tiga dimensi yang dapat digunakan menggambarkan fungsi
khusus mereka.

C. PROSEDUR UMUM DNA FINGERPRINT


Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang
termasuk daerah non- coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata
merupakan urutan basa tertentu yang berulang sebanyak n kali.
Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga
dinamakan multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh semua orang tetapi masing
– masing orang individu mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda satu sama
lain, sedemikian sehingga kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA
yang sama adalah sangat kecil sekali. Bagian DNA ini dikenal nama Variable
Number Of Tandem Repeats (VNTR) dan umumnya tersebar dibagian ujung
kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR ini diturunkan dari kedua
orang tua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaannya dapat dilacak secara
tidak langsung dari orang tua, anak maupun saudara kandungnya.
Jeffreys dkk, menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang diisolasi dari
DNA yang terletak dekat dengan gen globin manusia ternyata dapat melacak

Page 202
VNTR ini secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya ini
dinamakan pelacak Jeffreys yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16,6
dan 16,5 yang paling sering digunakan.
Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari
sel berinti, lalu memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA
menjadi potongan – potongan. Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain
berdasarkan berat molekulnya (panjang potongan) dengan melakukan
elektroforesis pada gel agarose. Dengan menempatkan DNA pada sisi bermuatan
negatif, maka DNA yang juga bermuatan negatif akan ditolak kesisi lainnya
dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA.
Fragmen DNA yang telah terpisah satu sama lain didalam agar lalu diserap pada
suatu membran nitroselulosa dengan suatu metode yang dinamakan metode
Southern blot

Pemetaan
Dalam proses indentifikasi, dilakukan pemetaan sidik jari DNA yang salah
satu caranya dengan system/ metode Southern blot. Yakni, salah satu cara untuk
menganalisis pola – pola genetik yang muncul dalam DNA seseorang. Tahapan –
tahapan pekerjaan southern blot meliputi :
1. Isolasi DNA yang dipermasalahkan yang berasal dari sisa – sisa bahan sel
didalam inti sel. Pekerjaan ini dapat dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan
menggunakan detergen khusus untuk mencuci bahan ekstra dari DNA. Atau
secara mekanis, dengan menerapkan tekanan tinggi untuk melepaskan DNA
dari bahan – bahan sel lainnya.
2. Pemotongan DNA menjadi beberapa potongan dengan ukuran yang berbeda.
Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih enzim pemotong
(restriction enzymes).
3. Penyortiran potongan DNA berdasarkan ukurannya. Suatu proses dimana
dilakukan pemisahan berdasarkan ukuran atau fraksinasi ukuran dengan
menggunakan cara yang disebut elektroforesis gel (gel electrophoresis). DNA
dimasukkan kedalam gel (seperti agarose), dan muatan listrik diterapkan pada
gel tersebut, dengan muatan positif pada dasar wadah gel dan muatan negatif
pada puncak wadah. Karena DNA bermuatan negatif, maka potongan DNA
akan tertarik kearah dasar gel. Namun, demikian potongan – potongan kecil
DNA akan dapat bergerak lebih cepat, dan karenanya berada lebih jauh dari
dasar dibandingkan dengan potongan – potongan yang lebih besar.
Berdasarkan prinsip diatas, potongan DNA dengan ukuran yang berbeda akan
terpisah, potongan yang lebih kecil lebih dekat ke dasar dan potongan yang
lebih besar lebih dekat ke puncak.

Page 203
4. Denaturasi DNA, agar semua DNA berubah menjadi untaian tunggal. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara pemanasan atau dengan perlakuan kimiawi
terhadap DNA yang terdapat didalam gel.
5. Blotting DNA. Gel dengan DNA yang sudah terpisah berdasarkan ukurannya
diterapkan pada lembaran kertas nitrosellulosa, sehingga DNA tersebut dapat
melekat secara tetap pada lembaran tersebut. Lembaran ini disebut Southern
Blot sudah siap dianalisis. Untuk menganalisis suatu Southern Blot digunakan
suatu probe genetik radioaktif yang akan melakukan reaksi hibridisasi dengan
DNA yang dipertanyakan. Jika suatu sinar-X dikenakan pada Southern Blot
setelah probe radioktif dibiarkan berikatan dengan DNA yang telah
terdenaturasi pada suatu area dimana probe radioaktif berikatan yang terlihat
pada film. Keadaan ini yang memungkinkan penelitian untuk mengidentifikasi
DNA seseorang dari kejadian dan frekuensi pemunculan pada pola genetik
khusus yang terkandung pada probe.

Setelah proses ini, barulah bisa dilakukan identifikasi dengan cara


membandingkan DNA yang diisolasi dari darah, air mani (semen), rambut, sel – sel
kulit, atau barang bukti genetik lain yang ditemukan ditempat kejadian perkara
(melalui pola VNTR) dengan DNA dari keluarga korban. Walaupun penerapan sidik
jari DNA forensik ini sangat berguna, tetapi untuk penerapannya di Indonesia (untuk
orang – orang Indonesia) menghadapi beberapa kendala. Ini karena belum tersedianya
pengujian ini untuk kalangan pengguna lokal, mahalnya biaya pengujian dll.

Page 204
GAMBAR

Keterangan: Prosedur pemeriksaan DNA fingerprint meliputi 1.Pengambilan


sample(darah atau materi lain), 2. ekstraksi DNA, 3. Pemotongan DNA dengan enzim
restriksi, 4. elektroforesis DNA pada gel agarose, 5.DNA ditransferke atas fiber
dengan teknik southern blot, 6. persiapan pelacak DNA, 7.Pelacak DNA mengikat
urutan DNA spesifik pd membran (hibridisasi), 8. pencucian sisa pelacak (membrane
DNA), 9.Pelacak DNA sdh mengikat pola DNA pd membran, 10. autoradiografi
sehingga menghasilkan pola DNA (Film sinar X) 11. DNA fingerprint, hasil proses
yaitu pola sidik jari DNA atau DNA profile.
Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk
membuatnya DNA nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru
kemudian dicampurkan dengan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan
radioktif dalam proses yang dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA
akan bergabung dengan fragmen DNA yang merupakan basa komplemennya.
Untuk menampilkan DNA yang telah berhibridisasi dengan pelacak berlabel
ini, dipaparkan suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh adanya
radioaktif tersebut (Proses autoradiografi). Hasil pembakaran film oleh sinar
radioaktif ini akan tampak pada film berupa pita –pita DNA yang membentuk
gambaran serupa Barcode (label barang di supermarket).
Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya
dapat dihasilkan sampai 20 -40 buah pita DNA persampelnya.

Page 205
Pada kasus identifikasi mayat tak dikenal, dilakukan perbandingan pita korban
dengan pita orang tua atau anak – anak tersangka korban. Jika benar korban adalah
tersangka, maka akan didapatkan bahwa separuh pita anak akan cocok dengan
ibunya dan separuhnya lagi akan cocok dengan pita ayahnya. Hal yang sama juga
dapat dilakukan pada kasus ragu ayah (disputed paternity).
Pada kasus perkosaan, dilakukan perbandingan pita DNA dari apus vagina
dengan pita DNA tersangka pelaku. Jika tersangka benar adalah pelaku, maka akan
dijumpai pita DNA yang persis pola susunannya.

GAMBAR

Keterangan: Prinsip analisis DNA fingerprint pada kasus ragu ayah


(disputed paternity) meliputi pelacakan pita maternal (pita anak yang sesuai dengan
pita ibu), kemudian pita anak sisanya (pita paternal) dicocokkan dengan pita
tersangka ayah. Tersangka dinyatakan sebagai bukan ayah jika tak ada pita yang
cocok dan sebaliknya.

Page 206
GAMBAR

Keterangan: ujian pencirian DNA untuk menentukan anak siapa. Garis – garis
kod DNA anak sepadan dengan setengah garis – garis kod DNA ibu dan setengah
garis – garis kod DNA bapa. Garis – garis kod pada sample bukan bapa tidak
menunjukkan padanan dengan garis – garis kod DNA sample anak.
Terdapat dua jenis probe yang digunakan untuk ujian pencirian DNA. Yaitu
probe lokus berganda (multi lokus probe) dan probe lokus tunggal (single locus
probe).
Probe lokus berganda ialah probe yang mengesan lebih dari pada satu lokus
urutan DNA yang sama pada genom. Oleh itu probe ini memberikan garis kode yang
banyak diatas autoradiogram (biasanya lebih kurang 10 – 35 garisan). Probe lokus
berganda yang digunakan oleh Jeffrey dan rekan – rekan ialah prob 33.15 dan 33.6.
Probe lokus tunggal pula mengesan hanya satu lokus urutan DNA yang
khusus diatas genom. Probe ini memberikan dua garis kode diatas autoradiogram;

Page 207
satu garis diwarisi dari pada ibu dan satu lagi dari pada bapak. Contoh probe lokus
tunggal yang biasanya digunakan ialah probe MS1, MS8, MS31 dan MS43. Probe
lokus tunggal bersifat lebih khusus dari pada probe lokus berganda dan menghasilkan
garis – garis kode yang lebih jelas dan lebih baik resolusinya. Malangnya probe lokus
tunggal hanya menghasilkan dua garis kode DNA yang boleh dibuat perbandingan,
dan ini mengurangkan kemampuan pembedaan teknik ini. Walau bagaimana pun,
masalah ini boleh diatasi dengan menggunakan lebih dari pada satu probe lokus
tunggal untuk setiap ujian. Cara ini akan meningkatkan jumlah garis kode DNA serta
kemampuan membedakannya.
Pencirian DNA sering kali digunakan untuk mengenal pasti si empunya darah,
air mani, air liur, helaian rambut dan berbagai – bagai cairan badan atau jaringan
dengan sel – sel bernukleus yang dijumpai ditempat kejadian atau pada tubuh
mangsa/ korban. DNA dari pada bukti fisik sel bernukleus dan DNA dari pada orang
– orang yang disyaki/ dicurigai sebagai penjenayah/ pelaku kriminal diproses untuk
mendapatkan corak garis – garis kode DNA. Si empunya bukti fisik sel bernukleus itu
akan menunjukkan kesemua garis kode DNA yang sepadan dengan corak garis –
garis kode DNA sample yang ditemui ditempat kejadian atau tubuh korban.


Langkah 1 Langkah 2
Kesan darah dilarutkan Benang – benang panjang DNA
Dan DNA dipisahkan Dipotong menjadi berjuta – juta benang
Dari pada komponen DNA yang lebih
Lain kesan darah Pendek menggunakan
Enzim restriktif
endonuklease
Langkah 3 Langkah 4
Potongan – potongan DNA Potongan – potongan DNA
Disusun mengikuti saiz/ ukuran yang mengandung urutan yng hendak

Page 208
Menggunakan gel dan dikesan dipindahkan
Arus elektrik. Potongan – ke membran akan bergabung
potongan DNA yang lebih dengan potongan DNA yang mempunyai
cepat dan jauh dari urutan sepadan
titik permulaan.

Langkah 5
Film X-ray yang sensitif
Terhadap pancaran bahan radioaktif
Diletakan di atas membran
Garis – garis kode terbentuk
Diatas film X-ray (autoradiograf
akibat pancaran dari probe DNA
Skema: langkah – langkah kaidah pencirian DNA

D. POLA PENURUNAN GEN


Setiap anak akan menerima setengah pasang kromosom dari ayah dan
setengah kromosom lainnya dari ibu sehingga setiap individu mrembawa sifat yang
diturunka baik dari ibu san ayah. Sedangkan DNA yang berada pada mitokondria dari
ibu hanya kepada anak – anaknya. Keunikan pola pewarisan DNA mitrokondia
menyebabkan DNA mitokondria dapat digunakan sebagai marka untuk
mengidentifikasi hubungan kekerabatan membedakan individu yng satu degan yang
lain.
DNA inti peternitas / matenitas
(pola penurunan patrilineal dan matrilineal)

DNA mitrojkondia →tes mtDNA penurunan maternal.


(pola penurunan matrilineal)

Page 209
Perbedaan penanda DNA nuklear dengan DNA Mitokondria
DNA Inti DNA Mitokondria
Ukuran -3 juta Bp 16.569 bp
genome
Kopi per sel 2 (1 dari tiap Induk) Bisa lebih dari 1000
Struktur Linier, terbungkus Sirkular
kromosom
Diturunkan Ayah dan ibu (kecuali Ibu
Dari Y)
Keunikan Unik untuk tiap individu Tidak sepenuhnya unik
(kecuali saudara kembar / khas
indentik)
Tingkat Rendah 5-10 kali DNA inti
mutasi

Jadi DNA mitokondria diwariskan dari pihak ibu pada anak. Ini didasarkan
karena mitokondria sel sperma kebanyakan berada pada bagian ekor dari sperma dan
merupakan sumber energi untuk pergerakan sel sperma, tetapi ianya tidak ikut dalam
pembuahan sel telur.

E. ANALISIS VNTR LAIN


Setelah penemuan Jeffry tentang DNA tahun 1984 saat ini banyak ditemukan
Variable Number of Tandem Repeats (VNTR). Metode pemeriksaan pun menjadi
beraneka ragam dengan menggunakan enzim restriksi, sistem labeling pelacak dan
pelacak yang berbeda walaupun memang semuanya masih menggunakan metode
southern blot seperti metode Jeffreys itu sendiri.
Setelah kemudian ditemukan sesuatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus
tunggal (Single Locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode
baru ini, pada sistem pelacak dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu
pemeriksaan hanyalah satu lokus tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya
hanya akan didapatkan dua pita DNA saja. Karena pola penurunan DNA ini juga
sama, maka satu pita berasal dari ibu dan pita satunya berasal dari ayah.
Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya
menjadi lebih mudah dan sederhana. Keuntungan lain ialah dapat jumlah pelaku
perkosaan. Jika pada usap vagina korban ditemukan ada enam pita DNA misalnya ,
maka pelaku perkosaan ada tiga orang (satu orang 2 pita). Kelemahannya adalah
jumlah pita yang sedikit membuat kekuatan diskriminasi individunya lebih kecil,
sehingga untuk identifikasi personal selain kasus perkosaan, perlu dilakukan
pemeriksaan dengan pelacakan beberapa lokus sekaligus.

Page 210
Secara umum, metode Jeffreys dan pelacak multi lokus dianjurkan untuk
kasus identifikasi personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode
dengan pelacak lokus tunggal.

GAMBAR

Keterangan: Pemeriksaan DNA dengan pelacak DNA lokus tunggal hanya


akan menghasilkan 2 pita untuk setiap sample (satu jika homozigot). Pada kasus
perkosaan ini ditemukan 4 pita pada sample usap vagina (mixture), yang
menunjukkan pelakunya ada 2 orang. Pembandingan pita tersebut dengan pita 3 orang
tersangka (suspect) menunjukkan tersangka no 1 dan 3 yang merupakan pelaku
perkosaan tersebut.

F. PEMERIKSAAN RFLP
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Poly morphisms
(RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang
fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi
mempunyai kemampuan untuk memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu
sehingga akan menghasilkan potongan – potongan DNA tertentu. Adanya mutasi
tertentu pada lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya dapat dipotong
menjadi tak dapat dipotong sehingga terbentuk fragmen DNA yang lebih panjang.
Variasi inilah yang menjadi dasar metode analisis RFLP.
Dijelaskan bahwa Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP),
adalah teknik awal yang digunakan. Dalam teknik ini, suatu enzim restriction
endonuclease, enzim khusus yang memotong DNA pada urutan tertentu, untuk
memecahkan DNA dalam potongan – potongan kecil pada pola rangkaian spesifik
yang dikenal sebagai restriction endonuclease recognition site. Jadi, suatu profil
restriksi bagi DNA manusia tertentu bisa dihasilkan. Ukuran potongan – potongan ini
disebut fragmen restriksi.
RFLP adalah aplikasi DNA yang original bagi pemeriksaan forensik. Teknik
ini dulu adalah standar dalam forensik DNA untuk waktu yang lama karena ini
menawarkan diskriminasi derajat tinggi dan dalam beberapa keadaan itu masih

Page 211
digunakan. Dengan perkembangan yang lebih baru dengan teknik analisis DNA yang
lebih efektif, RFLP sudah tidak banyak dipakai karena ini membutuhkan jumlah
sample DNA yang relatif banyak. Apalagi, sample yang terdegradasi oleh faktor
lingkungan seperti kotoran atau jamur, tidak dapat bekerja baik pada RFLP. Lagipula
untuk mengumpulkan sample yang tidak di degradasi dalam jumlah banyak sangat
sulit ditemukan diluar tubuh manusia.
Metode pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode southern blot
tetapi dapat juga dengan metode PCR.
Short Tandem Repeat Analysis (Analysis STR), teknologi yang digunakan
untuk mengevaluasi region STR bisa digunakan untuk membedakan profil DNA yang
lain. FBI menggunakan 13 regio spesifik STR yang merupakan standar bagi CODIS
(Combined Offender DNA Indexing System). CODIS adalah suatu program software
yang beroperasi lokal, Negara bagian dan nasional database dari profil – profil DNA
narapidana, pelanggaran kejahatan, bukti kejahatan yang tak terpecahkan, dan orang –
orang hilang.
Pendekatan DNA forensik baru yang telah dipakai secara luas adalah analysis
rangkaian mitokondrial DNA (mtDNA). Analysis mtDNA digunakan untuk
memeriksa DNA dari sample yang tidak dapat dianalisis dengan RFLP atau PCR.
Nuclear DNA harus diekstraksi dari sample bila dipakai RFLP, PCR, dan STR.
Mitokondria berisi DNA yang berbeda dengan DNA dari nucleus. Teknik ini
mengambil ekstraksi DNA dari organella selluler mitokondria, sangat berguna untuk
sample yang kecil atau sample yang kuno atau sangat terdegradasi. Ini karena sel –
sel banyak sekali mengandung mitokondria, sehingga sample – sample yang sangat
terdegradasi pun akan cukup mtDNA –nya untuk diperoleh rangkaiannya. Sampel –
sampel biologis yang sudah lama yang kurang materi seluler berinti, seperti rambut,
tulang, gigi tidak dapat lagi dianalisis dengan baik oleh STR dan RFLP.
Setiap ibu memiliki mitokondrial DNA yang sama dengan anak. Ini karena
mitokondria dari setiap embrio yang baru datang dari sel telur ibunya. Sperma bapak
hanya mengkontribusikan nuclear DNA.

III. PCR DNA


Struktur kimiawi DNA dari tiap orang adalah sama, yang berbeda hanyalah
urutan / susunan dari pasangan basa yang membentuk DNA tersebut. Ada jutaan
pasangan basa yang terkandung dalam DNA setiap orang, dimana urutan/ susunan
basa-basa tersebut berbeda untuk setiap orang. Berdasarkan perbedaan urutan /
susunan basa – basa dalam DNA tersebutlah, setiap orang dapat diidentifikasi. Meski
demikian, karena ada jutaan pasangan basa, pekerjaan tersebut akan membutuhkan
waktu lama.
Sebagai penggantinya, para ahli dapat menggunakan metode yang lebih
pendek, yaitu Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA, yaitu berdasarkan adanya

Page 212
pola pengulangan urutan / deretan basa dalam DNA setiap orang. Meski demikian,
pola ini tidak dapat memberikan suatu sidik jari secara individu, tetapi dapat
digunakan untuk menentukan apakah dua contoh DNA yang dianalisis berasal dari
orang yang sama, atau orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga satu sama
lain, atau mereka sama sekali tidak mempunyai hubungan keluarga. Para ahli
menggunakan sejumlah kecil deretan DNA yang diketahui bervariasi diantara sekian
banyak individu, dan menganalisisnya untuk memperoleh tingkat kemungkinan
kecocokan tertentu.
Finger print DNA merupakan metode relatif murah, mudah, dan cepat.
Caranya, seperti layaknya membandingkan sidik jari korban dengan sidik jari
sebelumnya seperti pada paspor. Ketepatannya tinggi karena memiliki variasi besar
dengan perhitungan satu berbanding dua milyar.
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk
memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim
polymerase DNA.
Di Indonesia, fingerprint DNA mencuat namanya sebagai cara identifikasi
kejahatan dan korban yang telah hancur setelah terjadi peristiwa peledakan bom
ditanah air seperti kasus bom Bali, bom Mariot, peledakan bom di depan Kedubes
Australia dan lain – lain. Penggunaan informasi Fingerprint DNA di Indonesia boleh
dibilang masih sangat baru sedangkan dinegara – negara maju, hal ini telah biasa
dilakukan.
Penemuan teknik polymerase Chain Reaction (PCR) menyebabkan perubahan
yang cukup revolusioner di berbagai bidang. Hasil aplikasi dari tehnik PCR ini
disebut dengan Finger Print DNA yang merupakan gambaran pola potongan DNA
dari setiap individu. Karena setiap individu mempunyai Fingerprint DNA yang
berbeda maka dalam kasus forensik, informasi ini bisa digunakan sebagai bukti kuat
kejahatan dipengadilan.
DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti
sel. DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa
berubah sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis
keturunan ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya. Dalam
kasus – kasus kriminal, penggunaan kedua tes DNA diatas, bergantung pada barang
bukti apa yang ditemukan ditempat kejadian perkara (TKP). Seperti jika ditemukan
puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA inti sel yang terdapat dalam epitel
bibir karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel dalam bibir ada yang tertinggal
dipuntung rokok. Epitel ini masih mengandung unsur DNA yang dapat dilacak.
Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya, tetapi yang lebih utama
adalah kepala spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel didalamnya. Sedangkan
jika di TKP ditemukan satu helai rambut maka sampel ini dapat diperiksa asal ada
akarnya. Namun untuk DNA mitokondria tidak harus ada akar, cukup potongan

Page 213
rambut karena diketahui bahwa pada ujung rambut terdapat DNA mitikondria,
sedangkan akar rambut terdapat DNA inti sel. Bagian-bagian tubuh lainnya yang
dapat diperiksa selain epitel bibir, sperma dan rambut adalah darah, daging, tulang
dan kaku.

A. METODE PCR DNA


Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang
dicampur dengan deoksiribonekleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP,
CTP, TTP, dan GTP), enzim polymerase DNA dan sepasang primer jika
dipanaskan, didinginkan lalu dipanaskan lagi akan memperbanyak diri dua kali
lipat. Jika siklus ini diulang sebanyak n kali, maka DNA akan memperbanyak diri
2n kali lipat.
Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untai tunggal yang
sengaja dibuat dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan
diperbanyak, sehingga diibaratkan sebagai patokan pembatas bagian DNA yang
akan diperbanyak.
GAMBAR

Keterangan: Suatu siklus PCR terdiri dari fase denaturasi, fase


penempelan primer dan fase ekstensi/elongasi. Setiap siklus pemanasan,
pendinginan dan pemanasan ini DNA akan memperbanyak diri menjadi 2 kali
lipat.
Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang
berkisar antara 90 - 95 derajat C (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda
(Double Stranded) terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (Single
Stranded). Proses ini dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu tertentu (fase
penempelan primer atau primer annealing) yang dihitung dengan rumus Thein
dan Wallace : suhu = 4 (G + C) + (A + T)
G, C, A, dan T adalah jumlah basa guanin, Sitosin, Adenin, dan Timin
pada primer yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa
komplemennya pada DNA untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan
pemanasan kembali antara 70 – 75 derajat C (fase ekstensi atau elongasi), yang

Page 214
akan membuat primer memperpanjang diri membentuk komplemen dari untaian
tunggal dengan menggunakan bahan dNTP. (2)
Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan bila bagian DNA
yang ingin diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya
adalah menentukan dan menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari
basa pada ujung – ujung bagian yang akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri
merupakan suatu proses pencampuran antara DNA cetakan (template) yang akan
diperbanyak, dNTP, primer, enzim polymerase DNA dan larutan buffer dalam
reaksi 50 ul atau 100 ul. Campuran ini didapatkan pada tiga suhu secara berulang
sebanyak n buah siklus (biasanya dibawah 35 siklus).
Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi
amat sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan
melakukan elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.
Lokus DNA yang dapat dianalisis dengan metode PCR, meliputi banyak
sekali lokus VNTR maupun RFLP lainnya, diantara lokus D1S58 (dulu disebut
D1S80) dan D2S44. metode analisis dengan PCR ini begitu banyak disukai
sehingga penemuan – penemuan lokus DNA polimorfik yang potensial untuk
analisis kasus forensik terus terjadi tanpa henti setiap saat.
GAMBAR

(A) (B)

(C)

Page 215
Keterangan: Proses PCR kini telah lebih disederhanakan dengan dibuatnya mesin
PCR yang dapat diprogram dengan computer (Gambar A dan B). Dengan alat
Thermal cycler (Gambar B) ini kita tinggal mencampur bahan menaruhnya pada
bagian atas alat ini, lalu mengatur program yang diinginkan dan tinggal
menunggu DNA memperbanyak diri hanya beberapa jam saja. Sayangnya alat
semacm ini masih amat mahal harganya. PCR dengan menggunakan system
pembagi temperatur yang sederhana (Gambar C).

Sistematika analisis fingerprint DNA sama dengan metode analisis ilmiah


yang biasa dilakukan di laboratorium kimia. Sistematika ini dimulai dari proses
pengambilan sampel sampai ke analisis dengan PCR. Pada pengambilan sampel
dibutuhkan kehati – hatian dan kesterilan peralatan yang digunakan. Setelah
didapat sampel dari bagian tubuh tertentu, maka dilakukan isolasi untuk
mendapatkan sampel DNA. Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah
Phenolchloroform dan chilex. Phenolchloroform biasa digunakan untuk isolasi
darah yang berbentuk cairan sedangkan chilex digunakan untuk mengisolasi
barang bukti berupa rambut. Lama waktu proses tergantung dari kemudahan suatu
sampel di isolasi, bisa saja hanya beberapa hari atau bahkan bisa berbulan –
bulan.
Tahapan selanjutnya adalah sampel DNA dimasukkan ke dalam mesin
PCR. Langkah dasar penyusunan Fingerprint DNA dengan PCR yaitu dengan
amplifikasi (pembesaran) sebuah set potongan DNA yang urutannya belum
diketahui. Prosedur ini dimulai dengan mencampurkan sebuah primer amplikasi
dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram DNA sudah cukup untuk membuat
plate reaksi. Jumlah sebesar itu dapat diperoleh dari isolasi satu tetes darah kering,
dari sel – sel yang melekat pada pangkal rambut atau dari sampel jaringan apa
saja yang ditemukan di TKP. Kemudian primer amplifikasi tersebut digunakan
untuk penjiplakan pada sample DNA yang mempunyai urutan basa yang cocok.
Hasil akhirnya berupa kopi urutan DNA lengkap hasil aplifikasi dari DNA sample
Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis
untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka
jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu juga berbeda.
Pola pita inilah yang dimaksud DNA Fingerprint. Adanya kesalahan bahwa
kemiripan pola pita bisa terjadi secara random (kebetulan) sangat kecil
kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta,. Finishing dari metode ini
adalah mencocokan tipe – tipe Fingerprint DNA dengan pemilik sampel jaringan
(tersangka pelaku kejahatan).

Page 216
B. PROSES PCR YANG SEDERHANA
Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio- molekuler identifikasi
personal dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme
protein, seperti golongan darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan
pertama, ia hanya dimungkinkan dilakukan pada bahan yang segar karena protein
cepat rusak oleh pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan
kesimpulan eksklusi yaitu “ pasti bukan” atau “ mungkin”.
Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan
pada kelompok yang tak ter-esklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap
banyak sistem sekaligus (membutuhkan biaya dan waktu yang banyak).
Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan
kemampuan eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap
atau bahkan pengganti yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang
nyaris seperti sidik jari.
Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk
memperbanyak DNA jutaan sampai milyaran kali memungkinkan dianalisisnya
sampel forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku
(cakaran korban pada pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung
rokok dan sebagainya. Kelebihan lain dari pemeriksaan dengan PCR adalah
kemampuannya untuk menganalisis bahan yang sudah berdegradasi sebagian. Hal
ini penting karena banyak dari sampel forensik merupakan sampel postmortem
yang tak segar lagi.
Metode perbanyakan DNA dengan PCR pertama kali ditemukan oleh kary
Mullis yang menggunakannya pertama kali untuk mendiagnosis kelainan genetik
yang dikenal sebagai anemia sel sabit (sickle cell anemia). Ketika itu dengan
menggunakan enzim DNA polymerase dari fragmen Klenow yamng dipanen dari
bakteri E. coli ia berhasil memperbanyak fragmen DNA yang mengatur
penurunan sifat penyakit tadi. Yang dikerjakannya saat itu hanyalah kerja yang
amat sederhana yaitu mencampur DNA, enzim polymerase, dua buah
oligonukleotida (primer), bahan DNA (dNTP) lalu menempatkan campuran
tersebut berturut – turut pada 3 tempat yang bersuhu tertentu secara berulang –
ulang. Setiap kali ia melakukan satu siklus (3 kali perubahan suhu), DNA yang
dimaksud memperbanyak diri sebanyak dua kali lipat. Dengan demikian, jika
dilakukan pemindahan sebanyak 20 kali siklus saja maka DNA yang akan
diperoleh banyaknya mencapai 2 pangkat 20 atau sama dengan sejuta kali lipat.
Temuan Kary Mullis ini pada awalnya kurang begitu diminati orang
karena dianggap kurang praktis. Masalahnya enzim polymerase klenow ini tidak
tahan panas, sedangkan proses PCR membutuhkan suhu tinggi. Akibat enzim
yang bekerja optimal pada suhu 37 derejat C ini, perlu terus ditambahkan selama

Page 217
proses berlangsung untuk mengimbangi adanya sejumlah enzim yang nonaktif
pada suhu yang panas tadi.
Kemudian ditemukan enzim polymerase lain yang tahan panas yang
diekstraksi dari suatu organisme bernama Thermus aquaticus. Enzim polymerase
ini yang dikenal dengan sebutan Taq polymerase bekerja optimal pada suhu 75
derajat C serta masih stabil sampai suhu 94 – 95 derajat C. Dengan penemuan
enzim ini bukan saja proses PCR dipermudah karena tidak memerlukan
penambahan enzim selama proses berlangsung, tetapi hasil perbanyakan DNA
nya juga lebih spesifik dalam arti kesalahan dan perbanyakan DNA menjadi jauh
berkurang.
GAMBAR

Pada proses PCR, tindakan


nawal adalah menentukan
bagian DNA mana yang akan
diperbanyak. Lalu dengan
pemanasan pada suhu 94-95
derajat Celsius, maka DNA
akan mengalami denaturasi
menjadi 2 untai tunggal.
Tahapan PCR berikutnya
adalah proses penempelan
primer pada ujung-ujung
potongan DNA dgn
pendinginan sampai 30-50
derajat celcius. Tahap terakhir
adalah memperpanjang
(extension) primer sehingga
terbentuk untai ganda DNA
yg lengkap. Pd siklus pertama
ini akan dihasilkan dua kopi
DNA yg akan menjadi empat
setelah siklus kedua selesai.
Beberapa waktu yang lalu kembali ditemukan enzim polymerase yang
lebih tahan panas dibandingkan Taq polymerase yang dinamakan Vent DNA
Polymerase. Enzim ini diisolasi dari Thermococcus litoralis, suatu
Archaebacterium yang didapat dari lubang pembuangan udara panas pada kapal
selam. Polymerase ini bukan saja tahan terhadap suhu 98 – 100 derajat C, tetapi
juga menghasilkan produk PCR yang lebih spesifik dibandingkan Taq
polymerase.
GAMBAR

Page 218
C. DNA MATERI KEHIDUPAN
Setiap makhluk hidup memiliki kode genetik yang menyimpan informasi
tentang segala aspek kehidupannya, kode itu yang menentukan akan menjadi
seperti apa makhluk tersebut. Kode genetik yang dikenal sebagai Deoxyribo
Nucleic Acid (DNA) umumnya terdapat didalam inti sel. DNA yang terdiri dari
susunan gula ribosa , fosfat serta komponen basa Cytosin , Guanin, Timin, dan
Adenin. Basa – basa ini sedemikian rupa dalam dua buah untaian yang saling
melingkar satu sama lain ( disebut susunan “double helix” atau untaian ganda ).
Kedua untaian tadi menempel satu sama lain karena setiap basa pada untaian yang
satu berkaitan dengan basa pada untaian lawannya. Ikatan itu sedemikian rupa
sehingga basa Cytosin selalu berikatan dengan Guanin, dan Adenin dengan
Timin. Dengan demikian dikatakan bahwa untai yang satu merupakan komplemen
(pasangan) dari untai DNA yang lainnya.

Page 219
Pada waktu tejadi pembiakan sel (mitosis) didalam inti sel terjadi
perbanyakan DNA secara lamiah. Mula – mula kedua untai DNA terpisah satu
sama lain (disebut denaturasi) sehingga membentuk dua untai tunggal. Masing –
masing untai itu kemudian membentuk komplemennya sendiri – sendiri dengan
bantuan enzim perangkai DNA (DNA polymerase). Enzim ini akan mengikatkan
basa – basa komplemen pada setiap basa pada untai DNA tadi sampai terbentuk
sepasang DNA untai ganda kembali. Dengan demikian dari satu DNA kini
terbentuk dua DNA dengan separuh bagiannya merupakan DNA bentukan baru
yang komplementer terhadap DNA asal. Proses pemanjangan DNA yang terjadi
selalu bermula pada satu ujung tertentu yang dikenal sebagai ujung 5’. Ujung
DNA yang berlawanan dengan ujung 5’ dikenal sebagai ujung 3’. Proses ini
berulang terus menerus sampai diperoleh cukup banyak DNA. Proses alamiah
inilah yang kemudian dicoba ditiru secara laboratoris pada metode PCR.

D. KOMPONEN PCR
Polymerase Chain Reaction atau PCR pada prinsipnya merupakan suatu
metode untuk memperbanyak DNA atau bagian DNA secara enzimatis. Untuk
memperbanyaknya digunakan enzim DNA polymerase yang stabil pada suhu
tinggi. Pada saat ini enzim polymerase yang paling banyak digunakan adalah Taq
Polymerase dan Vent polymerase.
Pada suatu reaksi PCR kita mencampurkan 5 komponen dalam satu tabung
reaksi dengan total volume hanya sekitar 50 – 100 mikroliter. Komponen –
komponen tersebut adalah DNA cetakan yang akan diperbanyak (template),
primer, bahan DNA (dNTP), enzim polymerase serta larutan dapar (buffer).
Untuk setiap reaksi PCR kita hanya memerlukan sedikit DNA saja sebagai
cetakan. Sebagai contoh, jika yang akan diperbanyak adalah DNA manusia. Kita
hanya memerlukan 0,1 mikrogram DNA saja sebagai cetakan dan untuk itu satu
akar rambut atau setetes darah sudah lebih dari cukup sebagai cetakan. Tentu saja
jika kita mempunyai DNA yang lebih banyak, berarti lebih banyak template
sehingga akan semakin banyak juga panen DNA yang akan kita peroleh. Pada
kenyatannya kita memang menggunakan DNA lebih banyak, sekitar 1-4 µg DNA
untuk sekali reaksi.
Syarat utama untuk melakukan perbanyakan DNA adalah kita harus tahu
bagian mana dari DNA yang akan kita perbanyak. Jadi pertama – tama kita harus
tahu urutan basa bagian DNA yang dimaksud. Setelah ditentukan bagian yang
akan diperbanyak kita buat patokan atau pembatas pada ujung – ujung bagian
DNA ini. Pembatas ini, yang kita kenal sebagai primer, merupakan satu untaian
DNA rantai pendek (oligonukleotida) yang terdiri dari 15 sampai 20 basa. Urutan
basa ini merupakan basa komplemen dari masing – masing ujung fragmen DNA
yang akan diperbanyak. Dengan demikian untuk satu reaksi PCR kita akan

Page 220
memerlukan sepasang primer sebagai pembatas. Pada pooses perbanyakan DNA,
primer akan menempel pada ujung DNA cetakan, lalu primer ini akan
diperpanjang dengan penambahan basa – basa lain yang komplementer terhadap
basa DNA cetakan sehingga akhirnya kita akan mendapati untaian DNA lengkap
kembali sebanyak dua kopi.
Bahan utama untuk membuat DNA adalah nukleotida trifosfat (NTP) yang
terdiri dari Adenosin tri phosphat (ATP), Cytosin Tri Posphat (CTP), Guanin Tri
Posphat (GTP) serta Thymine Tri Posphat (TTP). Keempat nukleotida ini secara
keseluruhan dikenal sebagai dNTP. Pada proses perbanyakan DNA, primer akan
mengalami pemanjangan dengan mengikat basa – basa yang merupakan
komplemen dari basa pada DNA cetakan. Jika pada DNA cetakan terdapat basa
Cytosin maka GTP yang akan menempel dan seterusnya.
Selain bahan – bahn utama diatas, untuk kelangsungan reaksi secara
optimal diperlukan juga suatu larutan dapar atau buffer. Bahan yang ada dalam
buffer bermacam - macam bergantung kepada jenis enzim yang digunakan
namun pada umumnya mengandung kalium, magnesium, Tris dan beberapa bahan
kimia lain.

E. SIKLUS PCR
Satu siklus PCR terdiri dari tiga tahapan yaitu satu urutan pemanasan,
pendinginan lalu pemanasan kembali campuran reaksi PCR. Pada pemanasan
awal yang dikenal sebagai tahapan DENATURASI, DNA cetakan akan tercerai
dari satu untai ganda menjadi dua untai tunggal yang terpisah. Untuk proses ini
umumnya dibutuhkan pemanasan antara 94 – 96 derajat C selama beberapa puluh
detik. Tahap kedua adalah pendinginan sampai suhu 30 – 50 derajat C selama
beberapa puluh detik. Tahap yang disebut tahap ANNEALING (penempelan) ini
merupakan tahap primer menempel pada ujung 5’ pada bagian DNA yang akan
diperbanyak. Primer ini dapat menempel karena dia telah dibuat khusus sehingga
urutan basa nya merupakan urutan basa komplemen dari DNA pada ujung bagian
yang akan diperbanyak.
Setelah tahap penempelan ini berlangsung maka primer perlu
diperpanjang agar terbentuk DNA untai ganda yang lengkap. Fase ketiga ini
dikenal sebagai fase EXTENSION (fase pemanjangan) dan terjadi pada suhu
tinggi yaitu sekitar 72 derajat C . proses ini memerlukan waktu beberapa menit.
Untuk dapat mengetahui apakah reaksi PCR yang kita lakukan telah
berhasil untuk memperbanyak DNA atau tidak, maka kita menampilkan DNA
hasil proses PCR pada bahan agar dan melakukan elektroforesis (pemisahan
dalam medan listrik). Dengan menambah zat warna ethidium bromide maka
produk PCR dapat kita amati dibawah cahaya ultraviolet. Proses PCR kita

Page 221
dikatakan berlangsung baik jika pada agar kita dapati adanya pita atau bintik
DNA.

IV. PENGAMBILAN SAMPLE DNA


Jika bukti DNA tidak secara tepat didokumentasikan , diambil, dikemas dan
diawetkan, bukti ini tidak legal dan tidak memenuhi syarat ilmiah yang dapat diterima
dalam pengadilan hukum (15)
- Jika bukti DNA tidak didokumentasikan dengan tepat, asal barang bukti
tersebut dipertanyakan.
- Jika bukti DNA tidak dikumpul dengan tepat, maka aktivitas biologisnya
bisa hilang.
- Jika bukti DNA tidak dikemas dengan tepat, maka kontaminasi dapat saja
terjadi
- Jika bukti DNA tidak diawetkan dengan tepat, maka dekomposisi dan
pembusukan dapat terjadi.
Bila bukti DNA ditransfer dengan alat langsung atau tidak langsung, bukti itu
akan bersisa pada permukan oleh penyerapan atau perlekatan. Secara umum, bukti
biologis cair diabsorbsi ke dalam permukaan, dan bukti biologis padat melekat pada
permukaannya. Pengambilan, pengemasan, dan pengawetan bukti DNA tergantung
pada keadaan cair atau padat dan kondisi bukti tersebut.
Makin utuh integritas keaslian bukti itu hingga tiba di laboratorium, makin
besar kemungkinan didapat hasil pemeriksaan yang berguna. Penting untuk
menggunakan variasi teknik dalam mengambil bukti cairan tubuh.
Bukti DNA yang biasanya diserahkan untuk diperiksa adalah:
1. Darah (baik darah basah maupun darah kering, darah dipermukaan maupun
didalam salju atau air, noda kering atau cair).
2. Semen dan noda semen (cair atau kering), atau yang berasal dari vagina,
mulut, anus dari korban kekerasan seksual.
3. Salvia, urin cair maupun bercaknya
4. Bekas puntung rokok, ataupun hasil kunyahan lainnya.
5. jaringan tulang, gigi, rambut.

Cara Pengambilan Sampel


Darah diambil sebanyak 2 ml dengan
menggunakan tabung EDTA kemudian diberi label
yang jelas, dan tanggal pengambilan sampel. Sampel
disimpan pada suhu 40C.
Setiap makhluk hidup pasti mempunyai
DNA, jadi setiap tindakan kriminal memungkinkan
untuk mendapatkan alat bukti yang terkontaminasi

Page 222
oleh pelaku, biasanya didapatkan dari berbagai sumber, seperti :
- pakaian dalam
- bekas jilatan
- puntung rokok
- bekas gelas minum
- ceceran darah, air mani, kelenjar ludah
Fingerprint DNA dapat dilakukan hanya dengan menggunakan sejumlah
kecil tanda bukti seperti jaringan, rambut, darah atau cairan lain dari tubuh. Finge
print DNA adalah suatu proses perbandingan, DNA dari kriminal harus
dibandingkan dengan DNA sampel tersangka. Spesimen yang baik untuk
perbandingan jumlahnya 1 ml, dan darah harus diperlakukan dengan bahan kimia
ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) untuk menghindari adanya pembekuan
sample darah.

V. MANFAAT DAN KEGUNAAN


A. Pemeriksaan DNA
Tes DNA dilakukan dengan berbagai alasan seperti persoalan pribadi dan
hukum antara lain
 Tunjangan anak
 Perwalian anak
 Adopsi
 Imigrasi
 Warisan
 Masalah Forensik

B. Finger Print DNA


1. Paling Tajam
Pada saat ini metode pemeriksaan DNA paling tajam dibandingkan metode
identifikasi jenazah lainnya dengan tingkat akurasi mendekati seratus persen.
Hasilnya juga stabil dan bisa menggunakan semua bagian tubuh korban. Pemeriksaan
DNA bisa diambil dari sample mana pun, yang penting sel itu memiliki inti sel. Yang
paling banyak digunakan memang biasanya darah, namun bisa juga cairan sperma,
tulang, rambut, ludah, urin, maupun kotoran manusia. Tentunya pemeriksaan DNA
ini harus ada sampel pembanding, yakni dari keluarga korban, terutama orang tuanya.
Pemeriksaan DNA juga hanya perlu waktu paling lama dua hari, bahkan Taiwan
memiliki peralatan cangih yang dapat memeriksa DNA dalam 4,5 jam.
Kendala yang ada lebih pada keterbatasan ahli DNA forensik yang memiliki
kemampuan menganalisis hasil pemeriksaan DNA korban atau tersangka serta
tingginya biaya pemeriksaan

Page 223
C. Sangat Valid
Metode identifikasi DNA ini sangat valid karena mendekati seratus persen,
apalagi bila yang dibandingkan DNA mitokondrianya, yang berasal dari ibu. DNA
mitokondria adalah genom manusia diluar inti, beruntai ganda dan berbentuk sirkular.
DNA mitokondria sangat tepat untuk kedokteran forensik karena jumlah kopi jenis
DNA ini sangat tinggi dan tidak ada rekombinasinya. Karena itu, identifikasi DNA
juga bisa untuk mengetahui hubungan biologis antar individu dengan cara
membandingkan pola DNA-nya. Caranya, menganalisa pola DNA menggunakan
marka STR (Short Tandem Repeat), yakni lokus DNA yang tersusun atas
pengulangan dua sampai enam nukleotida. Setelah diisolasi, DNA digandakan dengan
metode polymerase chain reaction (PCR), kemudian dicocokkan dengan pengurutan
DNA (Sequencing) sesuai standar Biro Investigasi Federal (FBI) di Amerika.
D. Manfaat dan Kegunaan PCR
Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk
memperbanyak DNA jutaan sampai milyar kali, memungkinkan :
 Dianalisisnya sampel forensik yang jumlahnya sangat minim, seperti
analisis kerokan kuku (cakaran korban pada pelaku), bercak mani atau
darah yang minim, puntung rokok dan sebagainya.
 Kelebihan lain dari pemeriksaan PCR adalah kemampuannya untuk
menganalisis bahan yang sudah berdegradasi sebagian. Hal ini penting
karena banyak dari sampele forensik merupakan sampel postmortem yang
tak segar lagi.

E. Hemat waktu
Untuk satu siklus PCR umumnya kita hanya memerlukan waktu antara 2
sampai 5 menit saja dan dalam waktu tersebut DNA akan berlipat dua kali jumlahnya.
Untuk mendapatkan hasil DNA yang cukup banyak maka siklus ini diulang beberapa
puluh kali. Secara teoritis jika kita melakukan sejumlah n siklus PCR kita akan
mendapatkan perbanyakan DNA sebanyak 2 pangkat n kali lipat. Walaupun demikian
tidaklah dianjurkan melakukan perbanyakan lebih dari 30 atau 40 kali siklus karena
diatas angka ini terjadi apa yang dinamakan efek pendataran (plateau). Pada efek ini
penambahan siklus PCR tidak akan lagi menghasilkan jumlah DNA seefektif semula
karena bahan – bahan pada reaksi telah hampir habis. Jika misalnya kita ingin
memperbanyak DNA sebanyak sejuta kali maka kita cukup melakukan 20 siklus PCR
yang hanya memakan waktu 20 x 5 menit atau 100 menit saja. Dengan demikian
dapat kita bayangkan betapa cepatnya kerja metode ini.
Saat ini dengan adanya alat yang semi otomatis maka seluruh proses menjadi
lebih mudah. Proses PCR akan berjalan sendiri setelah kita memprogram para meter
suhu serta waktu kedalam alat tersebut, menentukan banyak siklus dan memasukkan
campuran reaksi PCR, setelah proses dijalankan kita tinggal menunggu sampai

Page 224
seluruh proses selesai. Sayangnya alat yang dinamakan Thermal Cycler, Thermal
Controller atau PCR machine ini masih mahal harganya, berkisar antara 10 sampai 25
juta rupiah.
Walaupun demikian tidak adanya alat bukan merupakan halangan untuk
melakukan PCR karena kita dapat melakukan prosedur seperti Karl Mullis. Untuk itu
kita cukup menyiapkan tiga buah incubator air (waterbath) dengan tiga suhu yang
berbeda. Kita tinggal memindah – mindahkan tabung reaksi dari satu waterbath ke
waterbath lainnya secara berurutan. Jumlah pemindahannya silahkan hitung sendiri
yaitu sebanyak 3 kali jumlah siklus yang kita tentukan, jadi lumayan juga tenaga yang
mesti dikeluarkannya untuk itu.

F. Kegunaan Lain
Sejak ditemukannya metode PCR yang dilanjutkan dengan penemuan Taq
Polymerase yang thermostabil, suatu revolusi dibidang bioteknologi telah terjadi.
Berturut – turut para peneliti di berbagai belahan dunia melaporkan kegunaan PCR
dalam berbagai bidang. Didalam bidang kedokteran, selain untuk mendeteksi virus
AIDS pada penyakit AIDS yang dini, tehnik PCR juga dilaporkan berguna untuk
mendeteksi berbagai penyakit lain seperti penyakit malaria, TBC, meningitis,
penyakit virus, penyakit autoimun, penyakit genetik serta untuk mendeteksi adanya
gen pembawa kanker (onkogen).
Pada penyakit infeksi, proses PCR dilakukan terutama jika kuman, virus atau
parasitnya, berjumlah sangat sedikit sehingga sulit dideteksi dengan cara biasa.
Dengan PCR maka DNA kuman virus, atau parasit ini akan diperbanyak sehingga
dapat diketahui ada atau tidaknya. Sedangkan pada pemeriksaan penyakit genetik (
keturunan ) serta pencairan adanya onkogen, proses PCR dilakukan untuk
memperbanyak gen tersebut. Jika gennya memang ada, maka setelah proses PCR
akan tampak adanya produk PCR pada agar hasil elektroforesis, pemeriksaan ini
dilakukan misalnya untuk mendeteksi adanya gen penyebab penyakit. Jika
didapatkan gen demikian pada kadua pasangan yang ingin menikah, maka besarnya
resiko yang akan mendapatkan anak yang menderita penyakit ini (walaupun kedua
orang tuanya nampak normal) tentu perlu diberitahukan pada pasangan tersebut. Data
hasil PCR ini bermanfaat terutama untuk bahan pertimbangan oleh pasangan tersebut
sebelum mereka memutuskan untuk mempunyai anak.
Dalam bidang penelitian metode PCR sangat berguna untuk mendeteksi
adanya suatu mutasi pada DNA serta untuk pembuatan vaksin. Dengan melokalisir
gen – gen pembentuk antigen lalu memperbanyaknya kita akan mendapatkan cukup
antigen yang merupakan bahan untuk membuat vaksin. Saat ini dengan adanya tehnik
tertentu untuk menggabungkan fragmen DNA satu dengan yang lainnya maka
dimungkinkan untuk membuat vaksin yang mengandung sekaligus beberapa antigen.

Page 225
Teknik ini sekarang telah mulai digunakan untuk pembuatan beberapa vaksin,
diantaranya adalah vaksin AIDS dan malaria.
Dalam bidang kedokteran forensik metode PCR sangat berguna untuk
melakukan identifikasi korban atau pelaku kejahatan, karena bahan yang diperoleh
berupa rambut, darah, jaringan, sperma dan lain – lain biasanya amat sedikit
jumlahnya sehingga sering kali tak dapat dideteksi dengan cara biasa. Kemampuan
PCR untuk memperbanyak DNA dari sampel yang tidak segar lagi juga merupakan
keuntungan, karena bahan pada kasus forensik umumnya sudah tidak segar lagi. PCR
membantu memperbanyak DNA ini sehingga cukup banyak untuk dapat dianalisis
lebih lanjut, misalnya untuk dipakai pemeriksaan sidik DNA.
Pada kasus penganiayaan dengan korban sempat mencakar pelakunya, dengan
mengambil kerokan bagian dalam kuku korban akan didapat sejumlah sel kulit pelaku
berikut DNA nya. Dengan memperbanyak DNA nya itu lalu dilakukan proses sidik
DNA (DNA fingerprint) maka akan didapat siapa pelakunya. Dalam pelacakan
pelaku perkosaan yang hanya meninggalkan sedikit bercak sperma, kasus tabrak lari
serta pembunuhan yang meninggalkan sedikit benda bukti berupa darah, rambut atau
jaringan maka PCR akan membantu memperbanyak sehingga dapat dianalisis lebih
lanjut. Ini tentu bukan berita yang baik bagi para pelaku tindak kriminal.

VI. WHATMAN FTA TECHNOLOGY


Jika pada pemeriksaan DNA fingerprint maupun metode PCR dilakukan,
maka penentuan identitas terhadap sampel yang dicurigai dan dicocokkan dengan dua
sampel lainnya, misalnya sampel DNA korban (anak) diambil untuk kemudian
dicocokkan dengan sample DNA si ayah dan si ibu.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mencocokkan ketiga hal tersebut tentunya


membutuhkan biaya yang sangat besar.
Saat ini ejikman institute Jakarta telah menginformasikan adanya teknologi
terbaru pemeriksaan dan pengambilan sample DNA yang sangat inovatif yaitu dengan
menganalisis setetes sampel darah maupun pengambilan apusan mukosa mulut /
buccal (buccal swab).

Page 226
Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan sederhana dan sampel dapat
disimpan didalam ruang tertentu hingga 14 – 30 tahun.

Perkembangan teknologi terbaru ini sangat inovatif oleh karena setiap orang
akan memiliki sample yang telah ada dan dapat disimpan untuk waktu yang cukup
lama. Dan pada saat waktu tertentu terjadi sesuatu dengan orang tersebut, maka
sampel yang telah tersimpan dapat langsung dicocokkan dengan sampel yang
dicurigai, tanpa harus mengambil sampel-sampel lain dari orangtua atau saudaranya,
yang tentunya akan menjadi masalah tersendiri lagi, baik dari segi waktu maupun
biaya.

VII. PERMASALAHAN
Walaupun penerapan Fingerprint DNA forensik ini sangat berguna, tetapi
untuk penerapannya di Indonesia (untuk orang – orang Indonesia ) menghadapi
beberapa kendala yaitu:
- karena belum tersedianya pengujian ini untuk kalangan pengguna lokal
- metode tes DNA sangat rumit dan tergolong teknologi tinggi
- keterbatasannya tenaga ahli DNA forensik yang memiliki kemampuan
menganalisis hasil pemeriksaan
- mahalnya biaya pengujian.
- Penyalahgunaan sidik jari, bisa saja data basis genetika (data base) itu,
dimanfaatkan untuk merugikan seseorang, berdasarkan pelacakan asal usul
keturunan atau penyakitnya. Pihak asuransi misalnya dapat menolak
menanggung risiko akibat penyakit genetika atau sebuah kantor, memecat
pegawainya gara – gara diketahui memiliki potensi penyakit keturunan.

Page 227
Salah satu kendala terbesar yang masih dirasakan pada metode PCR ini adalah
terutama masalah kontaminasi. Proses perbanyakan DNA yang dilakukan dengan
begitu hebat tentu juga akan memperbanyak DNA kontaminan, dan jika ini sampai
terjadi kacaulah semuanya. Atas dasar itulah maka semua prosedur harus dilakukan
secara ekstra hati – hati dan bersih.
Bahan – bahan seperti pipet, tabung reaksi haruslah yang sekali pakai
langsung buang. Dan pemeriksaan harus selalu mengenakan jas laboratorium dan
sarung tangan selama proses persiapan reaksi PCR.
Keadaan lain yang dirasakan adalah masih mahalnya alat serta bahan untuk
metode ini. Enzym polymerase yang digunakan harganya bisa mencapai setengah
jutaan rupiah per militer, walaupun penggunaan hanya beberapa mikroliter saja untuk
sekali pakai.
Terlepas dari segala kendala diatas agaknya metode ini memang sudah
saatnya kita kenal dengan memanfaatkannya untuk berbagai usaha peningkatan
kesehatan dan kesejahteraan umat manusia. Karena bagaimanapun hebatnya suatu
teknologi tanpa dimanfaatkan ia tak lebih dari seonggok sampah belaka.

VIII. SARAN
- Sebaiknya diusahakan untuk selalu melakukan fingerprint DNA dalam setiap
identifikasi forensik, terutama pada kasus tertentu, oleh karena terbukti akurat
dan valid.
- Menambah jumlah ahli DNA forensik yang memiliki kemampuan
menganalisis hasil pemeriksaan.

IX. PENUTUP
Kemampuan ahli forensik dalam mengendus jejak kejahatan melalui metode
analisis fingerprint DNA merupakan suatu langkah maju dalam proses pengungkapan
kejahatan di Indonesia. Keakuratan hasil yang hampir mencapai 100% menjadikan
metode fingerprint DNA selangkah lebih maju dibandingkan proses biometri
(identifikasi menggunakan sidik jari, retina mata, susunan gigi, bentuk tengkorak
kepala serta bagian tubuh lainnya) yang telah lama digunakan kepolisian untuk
identifikasi. Terlepas dari keuntungannya itu, penerapan fingerprint DNA masih
terbatas di Indonesia dikarenakan dana yang dibutuhkan sangat mahal dan SDM
forensik yang kurang, sehingga kepolisian RI biasanya memanfaatkan teknologi bio-
molekuler ini pada saat menyangkut kasus – kasus nasional seperti peristiwa
peledakan bom atau untuk potongan tubuh korban yang telah hancur, yang tidak
dapat diidentifikasi lagi dengan proses biometri.

Page 228
.KEMATIAN MENDADAK AKIBAT PENYAKIT SYSTEM
CARDIOVASKULER

BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui jumlah penduduk di Indonesia adalah yang kelima
terbesar di dunia. Ini merupakan suatu potensi nasional yang besar bila dapat dibina
kualitas insaninya. Pada dasarnya kualitas manusia ditentukan oleh derajat kesehatannya.
Yang ingin dicapai pada tahun 2000 seperti yang dicanangkan oleh WHO (Badan
Kesehatan se-Dunia) adalah ”Health For All By The Year 2000” . untuk itu harus
dimengerti masalah kesehatan di negara berkembang pada umumnya dan di Indonesia
pada khususnya. Hal ini sangat terkait dengan pola kependudukan serta lingkungan yang
mempengaruhinya. Sebagaimana dilihat, piramida kependudukan di Indonesia pada saat
ini menunjukkan besarnya jumlah anak-anak umur 0-15 tahun yaitu 38,6 % dari jumlah
seluruh penduduk. Dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan derajat kesehatan hal ini
akan bergeser ,karena semakin banyak penduduk usia dewasa muda dan dan orang-orang
yang menjadi tua. Dalam tahun 2000 diperkirakan bahwa umur harapan hidup meningkat
menjadi 66 tahun dari sebelumnya yaitu 60-62 tahun pada tahun 1990.
Dengan pergeseran pola kependudukan ini bergeser pula pola penyakit di
masyarakat, yaitu dari penyakit infeksi, baik infeksi saluran napas maupun
gastrointestinal yang pada saat itu masih menduduki sebab kematian yang utama, kepada
penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit
kanker dan lain sebagainya. Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)
dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir menunjukkan kenaikan yang jelas. Survei
kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan Departemen Kesehatan tahun 1986
menunjukkan bahwa penyakit jantung menduduki urutan ke-3 sebagai penyebab
kematian, dengan catatan pada golongan umur 45 tahun keatas penyakit kardiovaskuler
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian, sedangkan pada SKRT tahun
1972 penyakit jantung masih menduduki urutan ke-11.
Selain faktor kependudukan, yang mempengaruhi meningkatnya penyakit
kardiovaskuler adalah faktor berubahnya masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.
Hal ini terutama terlihat di kota-kota besar dimana terdapat ketegangan jiwa, berubahnya
kebiasaan hidup seperti kurang gerak, berubahnya pola makan ke arah konsumsi tinggi
lemak, kebiasaan merokok dan lain-lain. Penyakit kardiovarkuler yang banyak di
Indonesia adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung reumatik dan penyakit darah
tinggi (hipertensi) . namun penyakit jantung bawaan juga semakin banyak ditemukan
karena perbaikan diagnostik dan pelayanan perawatan perinatal.
Penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat merupakan epidemi. Lebih dari
seperempat orang Amerika terkena penyakit ini baik yang menyerang jantung atau
pembuluh darah . kira-kira 1 juta kematian per tahun dihubungkan dengan gangguan
kardiovaskuler. Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian
utama di Amerika, merenggut jiwa hampir sebanyak semua penyebab kematian lain
digabung menjadi satu. Menurut American Heart Association, di Amerika Serikat ada 1
kematian akibat penyakit Kardiovaskuler tiap 32 detik. Serangan jantung merupakan
penyebab kematian dan kesakitan karena kardiovaskuler, kira-kira 525.000 kematian
dalam satu tahun berhubungan dengan serangan jantung , kebanyakan dari mereka yang

Page 229
meninggal adalah pria usia pertengahan . yang perlu diperhatikan adalah bahwa serangan
jantung sering kali datang tanpa peringatan atau dengan hanya sedikit tanda-tanda awal.
Insidens kematian mendadak dari gangguan tinggi. Lebih dari separoh kematian akibat
infark miokardium terjadi dalam beberapa jam setelah awitan gejala dan sebelum
penderita mencapai rumah sakit.

BAB II
PEMBAHASAN
1 Definisi
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit, seringkali mendatangkan
kecurigaan baik bagi penyidik maupun masyarakat umum ,khususnya bila kematian
tersebut menimpa orang yang cukup dikenal oleh masyarakat, kematian di rumah tahanan
dan di tempat-tempat umum seperti di hotel, cottage atau motel. Kecurigaan akan adanya
unsur kriminal pada kasus kematian mendadak, terutama disebabkan masalah TKP-nya,
yaitu bukan di rumah korban atau di rumah sakit ,melainkan di tempat umum. Dengan
demikian kematian mendadak termasuk kasus forensik, walaupun hasil otopsi
menunjukkan bahwa kematian korban karena penyakit jantung, perdarahan otak atau
pecahnya aneurysma cerebri.
Kematian mendadak (sudden death) adalah suatu kematian yang disebabkan oleh
penyakit alamiah, terjadi secara tiba-tiba dan tidak disangka-sangka dimana faktor trauma
dan keracunan tidak ada. Jadi pengertian kematian mendadak disini tidak hanya meliputi
kematian-kematian yang seketika , melainkan juga peristiwa kematian yang bersifat tidak
terduga-duga. Demikian kematiannya terjadi secara tiba-tiba menimpa seseorang yang
kelihatannya sehat maupun yang sakit ringan saja, dengan adanya faktor pencetus
ataupun tidak .
2. penyebab kematian mendadak
Secara garis besar lesi yang dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba, dapat
dibagi tiga golongan :
a. Penyakit alamiah yang prosesnya lambat dan tersembunyi, merusak organ vital
tanpa menimbulkan gejala sampai berhentinya fungsi organ tersebut. Misalnya
kematian yang tiba-tiba oleh karena penyakit arteri coronaria.

b. Pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba, yang menimbulkan pendarahan fatal.


Misalnya pecahnya aneurisma aorta dengan perdarahan pada kantong pericard
atau pecahnya aneurisma pada circulus Willisi yang mengakibatkan perdarahan
subarachnoid atau pecahnya kehamilan ectopic dengan perdarahan ke dalam
cavum peritoneum.

c. Penyakit infeksi laten yang berkembang tanpa menimbulkan gejala sampai


penderita mati. Misalnya endokarditis bakterial .

Penyakit-penyaki pada sistem kardiovaskuler yang menyebabkan kematian mendadak


tersebut adalah :
1. Arteriosclerosis heart disease, seperti :
= Coronary thrombosis
= Coronary occlusion

Page 230
= Myocard infarction
2. Congestive heart failure
3. Pulmonary embolism infarct
4. Aneurysma aorta
5. Functional heart disease : = arrhythmia
= atrial fibrilation
6. Acut myocarditis non rheumatic
7. Rheumatic myocarditis

3. Anatomi dan Fisiologi jantung dan pembuluh darah.


Jantung normal yang dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum
medialis dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan dibatasi oleh sternum
dan iga 3,4 dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median
sternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring ke depan kiri dan apeks kordis berada
paling depan dalam rongga dada. Apeks ini dapat diraba pada ruang sela iga 4-5 dekat
garis medio-klavikuler kiri. Batas kranial dibentuk oleh aorta asendens, arteri pulmonalis
dan vena kava superior . ukuran atrium kanan dan berat jantung tergantung pada umur,
jenis kelamin, tinggi badan, lemak epikardium dan nutrisi seseorang. Anatomi jantung
dapat dibagi dalam 2 katagori, yaitu anatomi luar dan anatomi dalam. Anatomi luar;
atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus coronarius yang mengelilingi jantung. Pada
sulkus ini berjalan a. Coroner kanan dan a. Sirkumfleks setelah dipercabangkan dari
aorta. Bagian luar kedua ventrikeldipisahkan oleh sulkus inter-ventrikuler anterior di
sebelah depan, yang ditempati oleh a. Desendens anterior kiri dan sulkus inter-ventrikuler
posterior di sebelah belakang yang dilewati oleh a. Desendens posterior. Jantung
dibungkus oleh jaringan ikat tebal (perikardium), terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium
viseral dan perikardium parietal. Permukaan jantung yang diliputi oleh perikardium
viseral lebih dikenal sebagai epikardium, yang meluas sampai beberapa sentimeter diatas
pangkal aorta dan a.pulmonalis.selanjutnya jaringan ini akan berputar-lekuk (refleksi)
menjadi perikardium parietal, sehingga terbentuk ruang pemisah yang berisi cairan
bening licin agar jantung mudah bergerak saat pemompaan darah. Adanya perikardium
ini menyebabkan jantung terfiksasi dalam rongga dada dengan terbentuknya ligamen
,perlekatan perikardium parietal dengan manubrium sterni disebut ligamen perikardio-
sternal superior ,dan perlekatan pada prosesus sifoideus sebagai ligamen perikardiosternal
inferior. Selanjutnya pada kolumna vertebra disebut ligamen perikardiovertebral dan pada
diafragma sebagai ligamen perikardiofrenikus . pada orang norman jumlah cairan
perikardium sekitar 10-20 ml. Kerangka jantung merupakan jaringan ikat tersusun
dengan kompak pada bagian tengah jantung yang merupakan tempat pijakan atau
landasan ventrikel , atrium dan katub-katub jantung. Bagian tengah badan jaringan ikat
tersebut disebut trigonum fibrosa dekstra, yang mengikat bagian medial katub trikuspid,
mitral dan anulus aorta. Jaringan ikat padat ini meluas ke arah lateral kiri membentuk
trigonum fibrosa sinistra. Perluasan kedua trigonum tersebut melingkari katub trikuspid
dan mitral membentuk anuli fibrosa kordis sebagai tempat pertautan langsung otot
ventrikel, atrium, katub trikuspid dan mitral. Salah satu perluasan penting dari kerangka
jantung kedalam ventrikel adalah terbentuknya septum interventrikuler pars-
membranasea. Bagian septum ini juga meluas dan berhubungan dengan daun septal katub
trikuspid dan sebagian dinding atrium kanan .

Page 231
Anatomi dalam ; jantung terdiri dari 4 ruang yaitu atrium kanan dan kiri serta ventrikel
kanan dan kiri.belahan kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Darah vena mengalir ke
dalam jantung melalui vena kava superior dan inferior masuk ke dalam atrium kanan
yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Kemudian selama fase diastol, darah dalam
atrium kanan akan mengalir ke dalam ventrikel kanan melewati katub trikuspid. Secara
anatomi atrium kanan terletak agak ke depan dibanding ventrikel kanan atau atrium kiri.
Pada bagian antero-superior atrium kanan terdapat lekukan ruang atau kantong berbentuk
daun telinga disebut aurikel. Permukaan endokardium atrium kanan tidak sama ,pada
posterior dan septal licin dan rata, tetapi daerah lateral dan aurikel permukaannya kasar
dan tersusun dari serabut-serabut otot yang berjalan paralel yang disebut otot pektinatus.
Tebal rata-rata dinding atrium kanan adalah 2 mm .
Kedua vena kava bermura pada tempat yang berbeda ,vena kava superior bermuara pada
dinding supero-posterior, sedangkan vena kava inferior pada dinding infero-latero-
posterior. Pada muara vena kava inferior ini terdapat lipatan katub rudimenter yang
disebut katub eustachii. Septum interatrial terletak pada bagian postero-inferior dinding
medial atrium kanan .pada pertengahan septum terdapat lekukan dangkal berbentuk
lonjong yang disebut fosa ovalis, yang mempunyai lipatan tetap di bagian anterior dan
disebut limbus fosa ovalis. Sinus koronarius, yang menampung darah vena dari dinding
jantung dan bermuara pada atrium kanan ,terletak antara muara vena kava inferior dan
katub trikuspid. Pada muara sinus koroner terdapat lipatan jaringan ikat rudimenter yang
disebut katub Thebesii. Pada dinding atrium kanan terdapat nodus sumber listrik jantung,
yaitu nodus sino-atrial terletak pada pinggir lateral pertemuan muara vena kava superior
dan aurikel, tepat dibawah sulkus terminalis. Sedangkan nodus atrio-ventrikuler terletak
pada antero-medial muara sinus koroner, dibawah katub trikuspid ..
Ventrikel kanan terletak paling depan didalam rongga dada, yaitu tepat dibawah
manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel kiri
dan di medial atrium kiri. Perbedaan bentuk kedua ventrikel dapat dilihat pada potongan
melintang . ventrikel kanan berbentuk bulan sabit, atau setengah bulatan, berdinding tipis
dengan tebal 4-5 mm. Bentuk ventikel kanan seperti ini disebabkan oleh tekanan di
ventrikel kiri yang lebih besar. Secara fungsional septum lebih berperan pada ventrikel
kiri , sehingga sinkronisasi gerakan lebih mengikuti gerakan ventrikel kiri. Dinding
anterior dan inferior ventrikel kanan disusun oleh serabut otot yang disebut trabekula
kame, yang sering membentuk persilangan satu sama lain. Otot ini dibagian apikal
ventrikel kanan berukuran besar yang disebut trabekula septomarginal (moderator band).
Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar . ruang
alur masuk ventrikel kanan (right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katub trikuspid,
trabekel anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur keluar ventrikel
kanan (right ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin
terletak dibagian superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau konus
anteriosus. Alur masuk dan alur keluar ventrikel kanan dipisahkan oleh krista
supraventrikuler yang terletak tepat diatas daun anterior katub trikuspid .
Atrium kiri menerima darah dari 4 vena pulmonalis yang bermuara pada dinding
postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena kanan dan kiri. Letak
atrium kiri adalah di postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar
tembus dada tidak tampak , tebal dindingnya 3 mm, sedikit lebih tebal daripada dinding
atrium kanan . endokardiumnya licin dan otot pektinatus hanya ada pada aurikelnya .

Page 232
Ventrikel kiri berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya mengarah ke
antero-inferior kiri menjadi apeks kordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah anulus
mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan, sehingga
menempati 75 % masa otot jantung seluruhnya. Tebal dinding ventrikel kiri saat diastolik
8-12 mm. Batas dinding medialnya berupa septum interventrikuler yang memisahkannya
dari ventrikel kanan. Rentangan septum ini berbentuk segitiga , dimana dasar segitiga
tersebut adalah pada daerah katub aorta. Sekat inter-ventrikuler terdiri dari 2 bagian yaitu
bagian muskuler menempati hampir seluruh bagian septum dan bagian membranus . pada
duapertiga dari dinding septum terdapat serabut otot trabekel kame dan sepertiga bagian
endokardiumnya licin ..
Katub jantung : antara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari
jantung terdapat katub – katub jantung, yaitu katub atrio - ventrikuler dan katub
semiluner. Katub semiluner aorta dan pulmonal adalah sama, tetapi katub aorta lebih
tebal . kedua katub ini terletak pada alur keluar dari masing-masing ventrikel dengan
katub pulmonal yang terletak lebih antero-superior dan agak ke kiri.setiap katub terdiri
dari 3 lembar jaringan ikat daun katub atau daun katub yang berbentuk huruf U. Pinggir
bawah tiap daun katub melekat dan bergantung pada anulus aorta dan anulus pulmonal,
dimana pinggir atas mengarah ke lumen. Di belakang tiap daun katub , dinding pembuluh
darah melebar dan berbentuk seperti kantong dikenal sebagai sinus Valsava. Ujung bebas
tiap daun katub berbentuk konkaf dan terdapat nodul pada pertengahannya, yang dikenal
sebagai nodulus aranti. Ketiga daun katub aorta dikenal sebagai daun katub koroner
kanan,kiri dan daun katub non koroner . katub pulmonal terdiri dari daun katub anterior,
daun katub kanan dan kiri.
Katub atrio-ventrikuler; aliran darah yang melewati katub mitral atau trikuspid diatur
oleh interaksi antara atrium, anulus fibrosus, daun katub, korda tendinea, otot papilaris
dan otot ventrikel.keenam komponen ini membentuk kompleks mitral dan trikuspid yang
secara fungsional harus diperhitungkan sebagai satu unit. Gangguan salah satu bagian
tersebut akan mengakibatkan gangguan hemodinamik yang serius. Katub mitral terdiri
dari daun katub mitral anterior dan daun katub mitral posterior. Daun katub anterior lebih
lebar dan mudah bergerak, melekat seperti tirai dari basal ventrikel kiri dan meluas secara
diagonal sehingga membagi ruang aliran menjadi alur masuk dan alur keluar . alur masuk
ventrikel kiri berbentuk seperti corong, mulai dari anulus mitral, kemudian dengan daun
katub mitral melekat pada otot papilaris melalui korda tendinea. Alur keluar ventrikel kiri
dibatasi oleh daun katub anterior berbentuk segitiga, dihubungkan dengan kedua bibir
daun katub posterior melalui komisura, sedangkan daun katub posterior berbentuk segi
empat ,lebih panjang ,lebih kaku dan menempati dua pertiga lingkaran cincin mitral.
Daun katub posterior mitral melekat pada otot papilaris melalui korda tendinea. Daun
katub posterior mitral melekat pada otot papilaris melalui korda tendinea.daun katub
posterior terdiri dari 3 lengkungan yang tidak terpisah satu sama lain , yaitu skalop
lateral, intermedia dan medial
Katub trikuspid terdirir dari 3 daun katub utama yang ukurannya tidak sama, yaitu daun
katub anterior, septal dan posterior. Daun katub anterior berukuran paling lebar, melekat
dari daerah infundibular kearah kaudal menuju infero-lateral dinding ventrikel kanan .
daun katub septel melekat pada kedua bagian septum muskuler maupun membranus,
yang sering menutupi VSD kecil tipe alur keluar. Daun katub posterior merupakan yang
terkecil, melekat pada cincin trikuspid pada sisi postero-inferior. Secara keseluruhan

Page 233
terdapat perbedaan bermakna antara anatomi katub mitral dan trikuspid. Katub trikuspid
lebih tipis, lebih bening dan pertautan antara ketiga daun katub itu dihubungkan oleh
komisura..
Otot papilaris; terletak pada kedua dinding ventrikel dibawah komisura dan merupakan
proyeksi penonjolan trabekula kame, baik berbentuk tunggal atau ganda. Otot papilaris
pada ventrikel kiri terdiri dari bagian anterior dan posterior. Otot papilaris anterior
terletak pada komisura antero-lateral, sedangkan otot papilaris posterior pada komisura
postero-medial. Penonjolan otot papilaris dalam ventrikel kiri pada bagian sepertiga distal
dan pertengahan ventrikel kiri. Didalam ventrikel kanan terdapat 3 macam otot papilaris
yaitu otot papilaris anterior yang terbesar ,terletak dibawah komisura dan berhubungan
dengan trabekel septomarginal, otot papilaris posterior dan otot papilaris septal yang
paling kecil.
Korda tendinea; katub mitral dan trikuspid dihubungkan dengan otot papilaris oleh
korda tendinea, yaitu jaringan ikat kuat berbentuk tali pengikat yang melekat pada ujung-
ujung otot papilaris. Didalam ventrikel kiri ,ditemukan korda tendinea anterior yang
melekat pada otot papilaris anterior menuju ujung daun katub mitral anterior dan
posterior. Korda tendinea posterior yang melekat pada otot papilaris posterior menuju
pinggir kedua daun katub mitral. Seluruh pinggir daun katub bertaut melalui serabut-
serabut kecil tali korda untuk bertemu dengan serabut yang lebih besar kemudian melekat
pada otot papilaris. Pada saat sistol, tekanan ventrikel kiri akan menyebar kepermukaan
daun katub secara merata dan menyebabkan ketegangan pada seluruh serabut korda.
Bilamana terjadi disfungsi otot papilaris atau terputusnya tali korda , maka akan terjadi
insufisiensi katub.
Persarafan jantung; jantung dipersarafi oleh sistim saraf otonom yaitu saraf simpatis
dan parasimpatis. Serabut-serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan
ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama memberikan
persarafan pada nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler dan serabut-serabut otot atrium, dapat
pula menyebar kedalam ventrikel kiri. Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal
dari medula spinalis torakal atas ,yaitu torakal 3 sampai dengan 6, sebelum mencapai
jantung akan melalui pleksus kardialis kemudian berakhir pada ganglion servikalis
superior, medial atau inferior. Serabut post-ganglionik akan menjadi saraf kardialis untuk
masuk kedalam jantung. Persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di
medula oblongata, serabut-serabutnya akan bergabung dengan serabut simpatis didalam
pleksus kardialis. Rangsangan simpatis akan dihantar oleh norepineprin ,sedangkan
rangsangan saraf parasimpatis akan dihantar oleh asetilkolin. Pada orang normal kerja
saraf simpatis adalah mempengaruhi kerja otot ventrikel sedangkan parasimpatis
mengontrol irama jantung dan laju denyut jantung.
Perdarahan jantung; perdarahan otot jantung berasal dari aorta melalui 2 pembuluh
koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar
dari sinus valsava aorta. A.koroner kiri berjalan di belakang a.pulmonal sebagai arteri
koroner kiri utama sepanjang 1-2 cm. Arteri ini bercabang menjadi arteri sirkumfleks dan
arteri desendens anterior kiri. Arteri sirkumfleks berjalan pada sulkus atrio-ventrikuler
mengelilingi permukaan posterior jantung. Sedangkan arteri desendens anterior kiri
berjalan pada sulkus inter-ventrikuler sampai ke apeks. Kedua pembuluh darah ini
bercabang-cabang mendarahi daerah antara kedua sulkus tersebut. Setelah keluar dari
sinus Valsava aorta, a. Koroner kanan berjalan didalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan

Page 234
bawah mencapai kruks. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan untuk
mendarahi nodus sino-atrial, dan cabang lain adalah a.koroner desendens posterior yang
akan mendarahi nodus atrio-ventrikuler. .
Vena; aliran darah balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner yang
berjalan berdampingan dengan a.koroner ,akan masuk kedalam atrium kanan melalui
sinus koronarius. Selain itu terdapat juga vena-vena kecil yang disebut vena Thebesii,
yang bermuara langsung kedalam atrium kanan.
Pembuluh limfe; terdiri dari 3 kelompok pleksus, yaitu subendokardial, miokardial dan
subepikardial. Penampungan cairan limfe dari kelompok pleksus yang paling besar
adalah pleksus subepikardial, dimana pembuluh-pembuluh limfe akan membentuk satu
trunkus yang berjalan sejajar dengan a.koroner kemudian meninggalkan jantung didepan
a.pulmonal dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava superior dan arteri
inominata..
4. Penyakit-penyaki pada sistem kardiovaskuler yang menyebabkan kematian
mendadak
A. Aterosclerosis heart disease,
Manifestasi klinis penyakit jantung koroner (PJK) bervariasi tergantung pada
derajat aliran dalam arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupi kebutuhan
jaringan tak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam keadaan normal,
dimana a.koroner tidak mengalami penyempitan atau spasme, peningkatan kebutuhan
jaringan otot miokard dipenuhi oleh peningkatan aliran darah, sebab aliran darah
koroner dapat ditingkatkan sampai 5 kali dibandingkan saat istirahat, yaitu dengan
cara meningkatkan frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup seperti pada saat
melakukan aktifitas fisik, bekerja atau olah raga .
Factor –faktor yang mempengaruhi aliran koroner; factor yang mempengaruhi
besar dan sifat arus koroner antara lain anatomi dan factor mekanis, system
otoregulasi dan tahanan perifer.
Anatomi dan mekanis; a.koroner bermuara di pangkal aorta pada sinus Valsava, yang
berada di belakang katub aorta. Arus darah yang keluar dari bilik kiri bersifat turbulen
yang menyebabkan terhambatnya aliran koroner .
Factor mekanis akibat tekanan pada a.koroner; a.koroner tidak seluruhnya berada di
permukaan jantung, tetapi sebagian besar berada di miokard, sehingga sewaktu
jantung berkontraksi atau sistol tekanan intramiokard meningkat, hal mana akan
menghambat aliran darah koroner. Karena itu dapat dipahami aliran darah koroner 80
% terjadi pada saat diastole dan hanya 20 % saat sistol. Besar kecilnya liang a.koroner
juga menentukan aliran . makin kecil liang yang disebabkan oleh proses
aterosklerosis, maka makin kecil pula aliran darah koroner.
System otoregulasi; otot polos arteriol mampu melakukan adaptasi, berkontraksi
(vasokontriksi) maupun berdilatasi baik oleh rangsangan metabolism maupun adanya
zat-zat lain seperti adenine, ion K, prostaglandin dan kinin. Demikian juga oleh
karena adanya regulasi saraf, baik yang bersifat alfa dan beta adrenergic maupun
yang bersifat tekanan (baroreseptor) .
Tekanan perfusi; meskipun aliran darah dalam a.koroner dapat terjadi, tetapi perfusi
kedalam jaringan memerlukan tekanan tertentu, yang disebut tekanan perfusi.
Tekanan perfusi dipengaruhi oleh tekanan cairan dalam rongga jantung, khususnya
tekanan ventrikel kiri, yang secara umum diketahui melalui pengukuran tekanan

Page 235
darah. Tekanan perfusi normal antara 70-130 mmHg. Pada tekanan perfusi normal
tersebut system otoregulasi dapat berjalan dengan baik. Bila tekanan perfusi menurun
dibawah 60 mmHg, maka system regulasi aliran darah koroner tidak bekerja,
sehingga aliran darah koroner hanya ditentukan oleh tekanan perfusi itu sendiri. Hal
ini menyebabkan kebutuhan jaringan tidak tercukupi. Dalam klinis keadaan ini
menunjukkan suatu fase hipotensif yang mengarah gagal jantung. Artinya kerja
jantung tidak mencukupi kebutuhan dirinya sendiri ,karena sistim otoregulasi lumpuh
.
Ketidakseimbangan pasok dan kebutuhan; berbagai keadaan akan mempengaruhi
antara pasok dan kebutuhan, yang pada dasarnya melalui mekanisme sederhana yaitu
1.pasok berkurang meskipun kebutuhan tak bertambah, 2.kebutuhan meningkat
sedangkan pasok tetap. Bila a.koroner mengalami penyempitan (stenosis) atau
penciutan (spasme), pasok a.koroner tidak mencukupi kebutuhan, secara popular
terjadi ketidakseimbangan antara pasok (supply) dan kebutuhan (demand), hal mana
akan memberikan gangguan. Manifestasi gangguan dapat bervariasi tergantung
kepada berat ringannya stenosis atau spasme, kebutuhan jaringan (saat istirahat atau
bekerja) dan luasnya daerah yang terkena. Dalam keadaan istirahat, meskipun
a.koroner mengalami stenosis lumen sampai 60 % belum menimbulkan gejala, sebab
aliran darah koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan , antara lain dengan
mekanisme pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) pasca daerah stenosis. Stenosis
koroner pada keadaan ini tidak memberi keluhan, sering disebut penyakit jantung
koroner laten atau silent ischemia. Bila terjadi peningkatan kebutuhan jaringan
(bekerja, olah raga, berpikir,sesudah makan) aliran yang tadinya mencukupi menjadi
kurang. Hal ini menyebabkan hipoksia jaringan yang akan menghasilkan peningkatan
hasil metabolism, misalnya asam laktat. Kekurangan oksigenisasi jaringan akan
menimbulkan manifestasi klinis nyeri dada,rasa berat,rasa tertekan, panas, rasa
tercekik, tidak enak di dada, capek dan kadang-kadang seperti masuk angin.
Manifestasi angina yang timbul sesudah aktivitas fisik disebut effort angina, yang
pertama kali dilukiskan Heberden (1772). Penyempitan melampaui 80 % saat istirahat
atau penyempitan kurang dari 80 % tetapi melakukan aktivitas fisik atau psikis akan
menjadi krisis karena peningkatan kebutuhan, bila proses krisis ini berlangsung lama
maka hipoksia jaringan akan berlanjut terus tidak hanya menimbulkan gangguan yang
reversible tetapi malahan lebih jauh lagi. Otot jantung/miokard akan mengalami
kerusakan , jaringan mati atau nekrosis atau disebut sebagai infark miokard .
System kolateral; suatu proses stenosi maupun infark kadang kala tidak memberikan
gejala, meskipun stenosis yang terjadi sangat kritis. Ternyata stenosis kritis
merangsang pembentukan kolateral, dan hal ini membantu memberikan pasok
kedaerah yang tadinya mengalami kekurangan aliran darah akibat proses stenosis atau
infark. Latihan fisik yang teratur diketahui juga mampu merangsang pembentukan
kolateral, salah satu kemungkinan saat melakukan aktivitas fisik terjadi peningkatan
kebutuhan miokard. dalam keadaan pasok tidak mencukupi namun tidak sampai
menimbulkan proses kritis, sudah cukup untuk merangsang terbukanya sistim
kolateral yang memang telah ada .
Aterosklerosis koroner; pembuluh arteri seperti juga organ-organ lain dalam
tubuh mengikuti proses umur (ketuaan) dimana terjadi proses yang karakteristik
seperti penebalan lapisan intima, berkurangnya elastisitas ,penumpukan kalsium dan

Page 236
bertambahnya diameter lapisan intima. Lobstein yang pertama menyebutnya sebagai
arteriosklerosis. Pembuluh koroner terdiri dari 3 lapisan yaitu tunika intima (lapisan
dalam),tunika media dan tunika adventisia (lapisan luar). Tunika intima terdiri dari 2
lapisan . lapisan tipis sel-sel endotel merupakan lapisan yang memberikan
permukaan licin antara darah dan dinding arteri serta lapisan subendothelium. Sel-sel
endotel ini memproduksikan zat-zat seperti prostaglandin, heparin dan activator
plasminogen yang membentu mencegah agregasi trombosit dan vasokontriksi. Selain
itu endotel juga mempunyai daya regenerasi cepat untuk memelihara daya anti
trombogenik arteri. Jaringan ikat menunjang lapisan endotel dan memisahkannya
dengan lapisan yang lain.
Untuk dapat mengerti tentang evolusi alamiah aterosklerosis banyak penyelidik telah
melakukan otopsi mayat dalam berbagai usia. Pada pembuluh koroner terlihat
penonjolan yang diikuti dengan garis lemak (fatty streak) pada intima pembuluh yang
timbul sejak umur dibawah 10 tahun. Garis lemak ini mula-mula timbul pada aorta
dan a.koroner. pada umur 20 tahun keatas garis lemak ini dapat terlihat hampir pada
setiap orang. Pada banyak orang garis lemak ini tumbuh lebih progresif menjadi
fibrous plaque yaitu suatu penonjolan jaringan kolagen dan sel-sel nekrosis. Lesi ini
padat, pucat dan berwarna kelabu yang disebut ateroma. Plak fibrus ini timbul pada
umur tiga puluhan. Pada umur diatas 40 tahun timbul lesi yang lebih kompleks dan
timbul konsekuensi klinis seperti angina pectoris, infark miokard dan mati mendadak.
Lesi kompleks terjadi apabila pada plak fibrus timbul nekrosis dan terjadi perdarahan
thrombosis, ulcerasi, kalsifikasi atau aneurisma
Hipotesis proses aterosklerosis adalah 1.teori infiltrasi/incrustation, 2.teori
pertumbuhan klonal dan 3.teori luka. Aterosklerosis adalah suatu penyakit sistemik
dan karena itu jarang timbul pada hanya satu pembuluh darah. Plak sering timbul
pada tempat-tempat dimana terjadi turbulensi maksimum seperti pada percabangan ,
daerah dengan tekanan tinggi ,daerah yang pernah kena trauma dimana terjadi
deskuamasi endotel yang menyebabkan adesi trombosit. Dalam keadaan normal,
a.koroner dapat mengalirkan darah hamper 10 % dari curah jantung per menit yaitu
kira-kira 50-75 ml darah per 100 gram miokard. Dalam keadaan stress atau latihan
maka timbul aliran cadangan koroner ,dimana aliran koroner bisa sampai 240 ml per
100 gram miokard .
Pada keadaan stenosis maka aliran cadangan koroner dapat mempertahankan aliran
basal di sebelah distal stenosis. Pada stenosis 70 % atau lebih tetap saja aliran distal
stenosis tidak mencukupi pada saat stress atau latihan ,sehingga menyebabkan
iskemia .
Dari hasil penelitian epidemiologi lebih kurang 30 tahun yang lalu diketahui beberapa
factor yang dapat mempengaruhi dan merangsang terbentuknya aterosklerosis.
Factor-faktor ini disebut factor resiko. Factor resiko ada yang dapat dimodifikasi dan
ada yang tidak dapat dimodifikasi. Factor resiko yang penting yang dapat
dimodifikasi adalah: merokok, hiperlipoproteinemia dan hiperkolesterolemia,
hipertensi, diabetes mellitus dan kegemukan. Factor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah : usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan penyakit
aterosklerosis. Aterosklerosis lebih banyak diderita pria karena diduga factor
hormonal seperti estrogen melindungi wanita . setelah menopause perbandingan
wanita dan pria sama .

Page 237
Merokok dapat merangsang proses atherosclerosis karena efek langsung terhadap
dinding arteri. Karbon monoksida dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri ,
nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi
trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri , sedang glikoprotein
tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri .
Hiperlipoproteinemia tipe II menurut pembagian Frederickson merupakan ancaman
bagi usia muda sedang pada usia lanjut adalah tipe IV (peninggian kolesterol dan
trigliserida).
Hipertensi dengan tekanan darah diatas 160/95 mmHg dapat merangsang terjadinya
atherosclerosis karena tekanan tinggi ini dapat merupakan beban tekanan pada
dinding arteri .
Diabetes melitus menyebabkan gangguan lipoprotein (dyslipoproteinaemia). Ini
disuga sebagai penyebab gangguan vaskuler berupa mikroangiopati. Atherosclerosis
yang dipercepat ( accelerated atherosclerosis) merupakan komplikasi utama pada
juvenile insulin dependent diabetes mellitus.
Kegemukan mungkin bukan factor resiko yang berdiri sendiri, karena pada umumnya
selalu diikuti oleh factor resiko yang lain. Bahay
a aterosklerosis menjadi lebih besar kalau ada kombinasi 2 atau 3 faktor resiko.

B. Gagal jantung Congestive.

DEFINISI

Adalah kelainan fungsi jantung , dimana jantung gagal memompakan darah


untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan. Gagal jantung kongesti berarti gagal
jantung kanan dan dengan gagal jantung kiri secara bersamaan .

Etiologi

1. Penyakit jantung koroner

Patofisiologi :

PJK  sclerosis arteri koronaria  supply (penyediaan) darah ke jantung berkurang


 kontraksi ventrikel kiri (-) ventrikel kiri kompensasi .

2. Hipertensi Heart Disease

Patofisiologi :

Hipertensi  tahanan perifer meningkat  tekanan ventrikel kiri meningkat


ventrikel kiri kompensasi  ventrikel kiri gagal  tekanan ventrikel kiri

Page 238
meningkat  tekanan atrium kiri meningkat  tekanan vena pulmonal meningkat
 kelainan di vaskuler paru meningkat  transudasi (perpindahan) cairan 
oedema paru  gangguan vaskuler paru  tekanan arteri pulmonal paru meningkat
 tekanan ventrikel kanan meningkat  gagal jantung kanan.

3. Penyakit Jantung Anemia

Penyakit jantung anemia  kemampuan untuk mengikat oksigen rendah sehingga


jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi oksigen jaringan.

4. Kelainan katup

Katup yang mengalami kelainan biasanya katup Mitral atau katup Aorta.

Banyak proses-proses penyakit dapat mengganggu efisiensi memompa dari jantung untuk
menyebabkan gagal jantung kongestif. Di Amerika, penyebab-penyebab yang paling
umum dari gagal jantung kongestif adalah:

o penyakit arteri koroner


o tekanan darah tinggi (hipertensi)
o penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan
o penyakit-penyakit dari klep-klep jantung .

Penyebab-penyebab yang kurang umum termasuk infeksi-infeksi virus dari kekakuan otot
jantung, penyakit-penyakit tiroid, penyakit-penyakit irama jantung dan banyak lain-
lainnya. Harus juga dicatat bahwa pada pasien-pasien dengan penyakit jantung yang
mendasarinya, meminum obat-obat tertentu dapat menjurus pada perkembangan atau
perburukan dari gagal jantung kongestif.

Gejala-Gejala Gagal Jantung Kongestif

Secara klinis gagal jantung kongesti ini tampak sebagai suatu keadaan dimana penderita
sesak napas disertai gejala-gejala bendungan cairan di vena jugularis, hepatomegali,
splenomegali, asites dan edema perifer. Gagal jantung kongesti biasanya dimulai lebih
dulu oleh gagal jantung kiri dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan .

A. Emboli Paru,

Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah penyumbatan arteri pulmonalis


(arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa
merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban,
sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran
darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.
Page 239
Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah
yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa
dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang
tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak
mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru.
Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru,
yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan
dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk
hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa
menyebabkan kematian mendadak.

PENYEBAB
Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di
tungkai atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan
ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor.
Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut
trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat
atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada
dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak
kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang
menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.
Penyebab terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat diketahui,
tetapi faktor predisposisinya (faktor pendukungnya) sangat jelas, yaitu:
o Pembedahan

o Tirah baring atau tidak melakukan aktivitas dalam waktu lama (seperti duduk
selama perjalanan dengan mobil, pesawat terbang maupun kereta api)

o Stroke

o Serangan jantung

o Obesitas (kegemukan)

o Patah tulang tungkai tungkai atau tulang pangggul

o Meningkatnya kecenderungan darah untuk menggumpal (pada kanker tertentu,


pemakaian pil kontrasepsi, kekurangan faktor penghambat pembekuan darah
bawaan)

o Persalinan

o Trauma berat

o Luka bakar.

Page 240
GEJALA
Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering
menyebabkan sesak nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama
bila tidak ditemukan adanya infark. Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli
paru mungkin sifatnya samar atau menyerupai gejala penyakit lainnya:
o batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah)

o sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika
sedang melakukan aktivitas

o nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya
tajam atau menusuk)

o nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau
membungkuk

o pernafasan cepat

o denyut jantung cepat (takikardia).

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:


o wheezing/bengek

o kulit lembab

o kulit berwarna kebiruan

o nyeri pinggul

o nyeri tungkai (salah satu atau keduanya)

o pembengkakan tungkai

o tekanan darah rendah

o denyut nadi lemah atau tak teraba

o pusing

o pingsan

o berkeringat

o cemas.

Page 241
Diagnosa
Diagnosis emboli paru ditegakkan berdasarkan gejala dan faktor pendukungnya.
Pemeriksaan untuk menilai fungsi paru-paru:
o Gas darah arteri

o Oksimetri denyut nadi.

Pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan luasnya emboli:


o Rontgen dada

o Skening ventilasi / perfusi paru

o Angiogram paru.

Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab tersering):


o USG Doppler pada aliran darah anggota gerak

o Venografi tungkai

o Pletsimografi tungkai.

Pengobatan
Pengobatan emboli paru dimulai dengan pemberian oksigen dan obat pereda
nyeri. Oksigen diberikan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang normal.
Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan
memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah
ada. Terapi antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian
dilanjutkan dengan pemberian warfarin per-oral (melalui mulut). Heparin dan
warfarin diberikan bersama selama 5-7 hari, sampai pemeriksaan darah menunjukkan
adanya perbaikan. Lamanya pemberian antikoagulan (anti pembekuan darah)
tergantung dari keadaan penderita.
Jika emboli paru disebabkan oleh faktor predisposisi sementara, (misalnya
pembedahan), pengobatan diteruskan selama 2-3 bulan. Jika penyebabnya adalah
masalah jangka panjang, pengobatan diteruskan selama 3-6 bulan, tapi kadang
diteruskan sampai batas yang tidak tentu. Pada saat menjalani terapi warfarin, darah
harus diperiksa secara rutin untuk mengetahui apakah perlu dilakukan penyesuaian
dosis warfarin atau tidak. Penderita dengan resiko meninggal karena emboli paru,
bisa memperoleh manfaat dari 2 jenis terapi lainnya, yaitu terapi trombolitik dan
pembedahan.
Terapi trombolitik (obat yang memecah gumpalan) bisa berupa streptokinase,
urokinase atau aktivator plasminogen jaringan. Tetapi obat-obatan ini tidak dapat
diberikan kepada penderita yang:
o telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya

o wanita hamil

o menderita stroke

Page 242
o mempunyai bakat untuk mengalami perdarahan yang hebat.

Pada emboli paru yang berat atau pada penderita yang memiliki resiko tinggi
mengalami kekambuhan, mungkin perlu dilakukan pembedahan, yaitu biasanya
dilakukan embolektomi paru (pemindahan embolus dari arteri pulmonalis).
Jika tidak bisa diberikan terapi antikoagulan, maka dipasang penyaring pada vena
kava inferior. Alat ini dipasang pada vena sentral utama di perut, yang dirancang
untuk menghalangi bekuan yang besar agar tidak dapat masuk ke dalam pembuluh
darah paru.
Prognosis
Sulit untuk menentukan prognosis dari emboli paru, karena banyak kasus
yang tidak terdiagnosis. Prognosisnya seringkali berhubungan dengan penyakit yang
mendasarinya (misalnya kanker, pembedahan, trauma dan lain-lain).
Pada emboli paru yang berat, dimana telah terjadi syok dan gagal jantung,
maka angka kematiannya bisa mencapai lebih dari 50%.
Pencegahan
Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan
berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk
penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
o menggunakan stoking elastis

o melakukan latihan kaki

o bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan. Stoking kaki dirancang untuk
mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan,
sehingga menurunkan resiko emboli paru.

o Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan


pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan
tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi.

Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan,


sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami
pembentukan gumpalan, yaitu:
o penderita gagal jantung atau syok

o penyakit paru menahun

o kegemukan

o sebelumnya sudah mempunyai gumpalan.

Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya
perdarahan pada daerah ini lebih besar. kepada pasien rawat inap yang mempunyai
resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak
akan menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga

Page 243
membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa
menyebabkan perdarahan. Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan
terbentuknya gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan
untuk memperbaiki posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi ini bisa
dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan.

B. Aneurisma Aorta

DEFINISI
Aneurisma adalah suatu penonjolan (pelebaran, dilatasi) pada dinding suatu arteri.
Aneurisma Aorta perut atau Aneurisma Aorta Abdominalis (Abdominal aortic
aneurysmsterjadi pada bagian dari aorta yang melewati perut. Penyakit ini cenderung
terjadi pada suatu keluarga (diturunkan). Aneurisma ini sering terjadi pada penderita
tekanan darah tinggi, ukurannya lebih besar dari 7,5 cm dan bisa pecah. (Diameter
normal dari aorta adalah 1,8-2,5 cm).
PENYEBAB
Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi faktor resiko terjadinya aneurisma aorta
abdominalis adalah aterosklerosis dan hipertensi.
Aneurisma aorta abdominalis bisa disebabkan oleh:

 Infeksi
 Kelainan bawaan pada jaringan ikat yang membentuk dinding arteri
 Trauma.

Aneurisma aorta abdominalis bisa terjadi pada siapa saja, tetapi paling sering ditemukan
pada pria usia 40-70 tahun. Pada anak-anak, aneurisma bisa terjadi akibat cedera tumpul
pada perut atau akibat sindroma Marfan. Komplikasi yang sering terjadi adalah pecahnya
aneurisma yang bisa menyebabkan perdarahan hebat ke dalam rongga perut. Aneurisma
yang pecah lebih sering ditemukan pada penderita yang memiliki aneurisma lebih besar
dari 5 cm.
GEJALA
Penderita sering merasakan denyutan di perutnya. Aneurisma bisa menimbulkan
nyeri, terutama berupa nyeri yang menusuk dalam di punggung. Nyeri bisa menjadi berat
dan biasanya menetap, tetapi perubahan posisi badan bisa mengurangi rasa nyeri ini.
Pertanda awal dari pecahnya aneurisma biasanya adalah nyeri yang luar biasa di
perut bagian bawah dan punggung dan nyeri tumpul di atas aneurisma. Pada perdarahan
dalam yang berat, penderita bisa jatuh ke dalam keadaan syok. Pecahnya aneurisma
abdominalis sering berakibat fatal.
DIAGNOSA
Banyak penderita yang tidak memiliki gejala dan terdiagnosis pada pemeriksaan
fisik rutin atau pada pemeriksaan rontgen yang dilakukan untuk alasan lain. Pada
pemeriksaan fisik, dokter bisa merasakan adanya massa yang berdenyut di garis tengah
perut. Aneurisma yang berkembang dengan cepat dan hampir pecah, sering terasa nyeri
atau menimbulkan nyeri tumpul bila ditekan. Pada penderita yang gemuk, aneurisma
yang lebarpun sering tidak dapat ditemukan.

Page 244
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat membantu menegakkan diagnosis
aneurisma:

 Foto rontgen perut bisa memperlihatkan suatu aneurisma yang memiliki endapan
kalsium di dindingnya
 USG bisa menunjukkan dengan jelas ukuran dari aneurisma
 CT scan yang dilakukan setelah penyuntikan zat warna secara intravena, bisa
secara tepat menunjukkan ukuran dan bentuk aneurisma, tetapi biayanya mahal
 MRI scan juga merupakan pemeriksaan yang akurat, tetapi biayanya mahal.

Pengobatan

Pengobatan aneurisma tergantung kepada ukurannya. Jika lebarnya kurang dari 5


cm, jarang pecah; tetapi jika lebih lebar dari 6 cm, sering pecah. Karena itu pada
aneurisma yang lebih lebar dari 5 cm, dilakukan pembedahan. Pada pembedahan
dimasukkan pencangkokan sintetik untuk memperbaiki aneurisma. Angka kematian
karena pembedahan ini adalah sebesar 2%.

Aneurisma yang pecah atau terancam pecah, perlu ditangani melalui pembedahan
darurat. Resiko kematian selama pembedahan aneurisma yang pecah adalah sebesar 50%.
Jika suatu aneurisma pecah, ginjal memiliki resiko untuk mengalami cedera karena
terganggunya aliran darah ke ginjal atau karena syok akibat kehilangan darah. Jika
setelah pembedahan terjadi gagal ginjal, harapan hidup penderita sangat tipis. Aneurisma
yang pecah dan tidak diobati, selalu berakibat fatal.

C. Arrythmia

Denyut jantung tidak normal yang dalam istilah kedokteran dikenal dengan
nama Arrhythmia disebabkan oleh gangguan impuls saraf listrik dari jantung.
Arrhythmia temporer disebabkan oleh alkohol, kafein, atau insomia dan biasanya
tidak perlu dikhawatirkan. Penyebab paling umum arrhythmia adalah
Arteriosclerosis dimana penumpukan lemak di arteri menyebabkan penyempitan
pembuluh darah dan darah yang masuk ke jantung berkurang. Arrhythmia lebih
sering terjadi setelah serangan jantung.

Sebuah aritmia bisa diam dan tidak menimbulkan gejala. Seorang dokter dapat
mendeteksi detak jantung tidak teratur selama pemeriksaan fisik dengan mengambil
pulsa Anda atau melalui elektrokardiogram (EKG).

Ketika gejala-gejala muncul, mereka mungkin mencakup:

 Palpitasi (perasaan jantung berdetak dilewati, berkibar atau "sandal jepit," atau
perasaan bahwa hati Anda adalah "melarikan diri").

Page 245
 Berdebar di dada Anda.
 Pusing atau merasa pusing.
 Pingsan.
 Sesak napas.
 Dada ketidaknyamanan.
 Kelemahan atau kelelahan (merasa sangat lelah).

Tes digunakan untuk mendiagnosa aritmia atau menentukan penyebabnya termasuk:

 Elektrokardiogram
 Holter monitor
 Event monitor
 Stress test
 Ekokardiogram
 Kateterisasi jantung
 Elektrofisiologi studi (EPS)
 Kepala-up meja uji kemiringan

Pengobatan tergantung pada jenis aritmia dan keseriusan Anda. Beberapa orang dengan
aritmia tidak perlu dilakukan pengobatan. Bagi orang lain, pengobatan dapat mencakup
obat-obatan, membuat perubahan gaya hidup dan menjalani prosedur bedah. Berbagai
obat tersedia untuk mengobati aritmia. Ini termasuk:

 obat antiarrhythmic. ini obat kontrol denyut jantung, dan termasuk beta-blocker.
 Terapi antikoagulan atau antiplatelet. Obat ini mengurangi risiko pembekuan
darah dan stroke. Ini termasuk warfarin (darah "kurus") atau aspirin.

Karena setiap orang berbeda, mungkin diperlukan beberapa percobaan obat dan dosis
untuk menemukan satu yang terbaik bagi Anda.

 Jika Anda melihat bahwa irama jantung Anda tidak teratur lebih sering terjadi
dengan kegiatan tertentu, Anda harus menghindari mereka.
 Jika Anda merokok, berhentilah.
 Batasi konsumsi alkohol.
 Membatasi atau menghentikan penggunaan kafein. Beberapa orang sensitif
terhadap kafein dan mungkin melihat gejala lebih ketika menggunakan produk
kafein (seperti teh, kopi, cola dan beberapa obat over-the-counter).
 Tinggal jauh dari stimulan yang digunakan dalam obat batuk dan dingin.
Beberapa obat tersebut mengandung bahan-bahan yang dapat meningkatkan detak
jantung yang tidak teratur. Baca label dan meminta dokter Anda atau apoteker
obat apa yang terbaik bagi Anda.

Page 246
D. Atrial Fibrilasi
Fibrilasi atrial (Atrial Fibrillation, AF) merupakan aritmia yang sering
dijumpai dan berhubungan dengan mortalitas dan mortalitas yang tinggi, Prevalensi
AF semakin meningkat bersamaan dengan peningkatan populasi usia lanjut dan
insiden penyakit kardiovaskular. Saat ini AF mengenai 2,2 juta individu di Amerika
Serikat dan diperkirakan akan meningkat 2,5 kali pada tahun 2050. Jumlah tersebut
dibawah angka sesungguhnya karena banyak kasus yang asimptomatik. Di Inggris
lebih dari 46 ribu kasus baru didiagnosa setiap tahunnya. Pada penduduk usia > 50
tahun, prevalensi meningkat 2 kali tiap decade. Fibrilasi atrial berkaitan dengan
terjadinya 5 kali peningkatan kejadian trombo emboli, gagal jantung, penurunan
kualitas hidup , penurunan produktivitas kerja, hospitalisasi dan tingginya biaya
perawatan kesehatan. Berkisar 36% dari seluruh penderita stroke usia 80-89 tahun
disebabkan oleh AF . Dibandingkan dengan populasi dengan irama sinus didapatkan
1,5-1,9 kali peningkatan terjadinya kematian pada penderita dengan AF. Sehingga
penanganan AF merupakan tantangan bagi seorang kardiologi dan penemuan strategi
penanganan terbaik sangatlah penting.
Terapi farmakologi masih merupakan terapi utama pada penanganan AF,
meliputi obat-obatan anti aritmia yang mempunyai efek blokade nodus AV untuk
mengontrol respon ventrikel atau konversi ke irama sinus, antikoagulan dan obat-
obatan yang dapat mempertahankan irama sinus untuk mencegah rekurensi AF
(upstream therapies). Obat antiaritmia memiliki keterbatasan efikasi dan terjadinya
efek samping sehingga memacu berkembangnya terapi non-farmakologi sebagai
alternatif modalitas terapi AF untuk mempertahankan irama sinus dengan efek
samping yang lebih kecil . Pada pasien-pasien yang refrakter, tidak dapat
mentoleransi atau kontraindikasi terhadap terapi farmakologi, maka terapi
nonfarmakologi dapat memberikan manfaat baik digunakan sendiri atau kombinasi
dengan terapi farmakologi .

Page 247
KEMATIAN MENDADAK
AKIBAT PENYAKIT SISTEM RESPIRASI

BAB I
PENDAHULUAN
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit, sering kali mendatangkan
kecurigaan baik bagi penyidik maupun masyarakat umum, khususnya bila kematian
tersebut menimpa orang yang cukup dikenal oleh masyarakat, kematian di rumah tahanan
dan di tempat-tempat umum, seperti di hotel, cottege atau motel.
Kecurigaan akan adanya unsur kriminal pada kasus kematian mendadak, terutama
disebabkan masalah TKP nya yaitu bukan di rumah korban atau di rumah sakit,
melainkan di tempat umum. Disamping itu oleh karena kematiannya bersifat tiba-tiba
atau tidak disangka-sangka yang terjadi pada orang yang sebelumnya tampak sehat.
Dengan demikian kematian mendadak termasuk kasus forensic, walaupun hasil otopsi
menunjukkan bahwa kematian korban disebabkan oleh penyakit , bukan oleh karena
ruda paksa atau keracunan. Kadang-kadang sulit untuk membedakan gambaran kematian
yang mendadak termasuk kasus forensik, walau hasil otopsi menunjukkan bahwa
kematian korban karena penyakit jantung, perdarahan otak atau pecahnya aneurysma
cerebri.
Kematian yang wajar adalah secara wajar dan kematian yang pada mulanya didahului
oleh faktor luar . misalnya membedakan gambaran kematian pada penderita cirrhosis
hepatis akibat lanjutan dari penyakit hepatitis , dengan proses lanjutan dari nekrosis hati
oleh karena keracunan. Gambaran diatas juga sulit dibedakan dengan penderita cirrhosis
hepatis oleh karena chronik alkoholisme. Pada kematian tiba-tiba , faktor pencetus boleh
saja ada ataupun tidak ada . dalam kasus-kasus demikian, dokter hendaknya tidak
menyatakan penyebab kematian tanpa melakukan pemeriksaan post-mortem meskipun
bukti yang kuat tentang penyakitnya ada.
Pada kasus-kasus yang telah mengalami pembusukan suatu kematian tidak wajar dapat
menjadi kematian wajar, demikian juga dapat terjadi sebaliknya.
Secara garis besar lesi yang dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba ,dapat
dibagi tiga golongan.
1. Penyakit alamiah yang prosesnya lambat dan tersembunyi, merusak organ vital tanpa
menimbulkan gejala sampai berhentinya fungsi organ tersebut . misalnya penyakit
arteri koronaria.
2. Pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba , yang menimbulkan perdarahan fatal,
misalnya pecahnya aneurisma aorta dengan perdarahan pada kantong pericard atau
pecahnya aneurisma pada circulus willisi yang mengakibatkan perdarahan
subarachnoid atau pecahnya kehamilan ectopic dengan perdarahan ke dalam cavum
peritoneum.

Page 248
3. Penyakit infeksi laten yang berkembang tanpa menimbulkan gejala sampai penderita
mati. Misalnya ambulatory lobar.
Penyebab kematian mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh yaitu sistem
susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem gastrointestinal ,
sistem urogenital,dan sistem endokrin.
Insidensi kematian mendadak di Indonesia sukar didapat karena banyak kasus
yang ditangani tidak tuntas (penyidikan tidak dilanjutkan). Bagian Kedokteran Forensik
FKUI telah mendapatkan angka yang menunjukkan jumlah kematian mendadak pada
tahun 1990 , yaitu dari 2461 kasus ditemukan 227 laki-laki (9,2%) dan 50 perempuan
(2%). Pada tahun 1992, dari 2557 kasus ditemukan 228 laki-laki (8,9%) dan 54
perempuan (2,1%).
Berdasarkan Chief Medical Examiner New York, insidensi kematian mendadak
akibat penyakit kardiovaskular adalah 44,9%, gangguan sistem pernafasan 23,1%,
kelainan sistem saraf pusat (otak dan meningen) 17,9%, penyakit saluran cerna 6,5%,
saluran kemih 1,9%, penyakit genitalia 1,3%, kombinasi penyakit saluran cerna dengan
urogenital 9,7 %. Distribusi persentase kematian mendadak ini juga berdasarkan hasil
otopsi.
Di dalam makalah ini dibahas mengenai kelainan maupun penyakit sistem
pernapasan yang dapat menyebabkan kematian mendadak serta menjelaskan hasil
pemeriksaan dalam (otopsi) dari korban.
Di Maio mencatat, bahwa ada sekitar 10% kasus kematian mendadak yang diakibatkan
oleh penyakit system respirasi dari seluruh total kasus – kasus kematian mendadak .
kematian mendadak akibat sistem respirasi adalah kematian oleh berbagai keadaan yang
dapat menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan yang dapat mengancam
keselamatan si penderita, hingga memerlukan pertolongan segera yang dapat menolong si
korban agar jangan sampai jatuh ke fase gagal napas yang irreversibel dan dapat
berakibat fatal. Kondisi ini yang disebut sebagai kondisi gawat paru atau kedaruratan
paru. Berbagai keadaan yang dapat menimbulkan kedaruratan paru diantaranya :
1. Status asmatikus.
2. Hemoptisis masif.
3. Pneumothorak, dll

BAB. II.PEMBAHASAN
1.Definisi
Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden unexpected
natural death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebabnya, yaitu natural (alamiah
atau wajar). Mendadak di sini diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga
dan tidak diharapkan. Camp menyebutkan batasan waktu kurang dari 48 jam sejak timbul
gejala pertama.

Page 249
Definisi kematian mendadak menurut WHO adalah kematian yang terjadi dalam
waktu 24 jam sejak timbulnya gejala. Namun, berdasarkan ilmu forensik, kematian
mendadak terjadi dalam waktu menit maupun detik setelah timbulnya gejala.
Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka bila kematian tersebut didahului oleh
keluhan, gejala, dan terdapat saksi biasanya tidak akan menjadi masalah kedokteran
forensik. Namun, apabila kematian terjadi tanpa riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka
dapat menimbulkan kecurigaan bagi penyidik apakah terkait unsur pidana di dalamnya.
KUHAP pasal 133, 134, dan 135 memberi wewenang bagi penyidik untuk meminta
bantuan dokter guna mencari kejelasan sebab kematiannya.

2.ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN


Secara harafiah pernafasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke
sel- sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel- sel ke udara bebas. Pergerakan udara
masuk dan keluar dari saluran udara disebut ventilasi atau bernafas.
PENGERTIAN PERNAPASAN .
- Pernapasan merupakan pertukaran O2 dan CO2 antara sel-sel tubuh serta lingkungan.
- Pernapasan juga merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
O2 dan mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari oksidasi dari tubuh.
- Penghisapan udara kedalam tubuh disebut proses inspirasi dan menghembuskan udara
keluar tubuh disebut proses ekspirasi.
FUNGSI PERNAPASAN , beberapa fungsi pernapasan yang penting adalah :
1. Mengambil O2 yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh untuk
mengadakan pembakaran.
2. Mengeluarkan CO2 yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran kemudian dibawa oleh
darah ke paru-paru untuk dibuang.
Fisiologi saluran pernapasan.
Ada 2 bagian yang mungkin dapat digambarkan dalam pernapasan yaitu :
1. O2  hidung  trachea  alveoli  pembuluh kapiler alveolus  ikatan O2
dengan Hb  jantung  seluruh tubuh sampai ke setiap sel.
2. CO2  membran alveoli  kapiler  alveoli  bronchioli  bronchus  trakea
 hidung.

Saluran pernapasan. Saluran pernapasan terdiri atas kebawah dapat dirinci sebagai
berikut : rongga hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru-paru
(bronkiolus, alveolus)

Rongga hidung.
Nares anterior adalah saluran-saluran didalam lubang hidung. saluran-saluran ini
bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum hidung. Rongga hidung
dilapisi selaput lendir yang sangat kaya pembuluh darah dan bersambung dengan lapisan

Page 250
faring dan selaput lendir. Semua sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga
hidung.
Rongga hidung sendiri berfungsi sebagai berikut :
- Bekerja sebagai saluran udara pernapasan.
- Sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung.
- Dapat menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa .
- Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernapasan oleh
leukosit yang terdapat dalam selaput lendir atau hidung.
Pada bagian belakang rongga hidung terdapat ruangan yang disebut nasofaring. Rongga
hidung dan nasofaring berhubungan dengan :
1. Sinus paranasalis, yaitu rongga-rongga pada tulang kranial. Berhubungan dengan
rongga hidung melalui ostium (lubang) . terdapat beberapa sinus paranasalis, sinus
maksilaris dan sinus ethmoidalis yang dekat dengan permukaan dan sinus
sphenoidalis dan sinus ethmoidalis yang terletak lebih dalam.
2. Duktus nasolacrimalis, yang menyalurkan air mata kedalam hidung.
3. Tuba eustachius, yang berhubungan dengan ruang telinga bagian tengah.

Pada rongga hidung misalnya terjadi influenza atau hidung buntu, tidak boleh dilupakan
kemungkinan tertutupnya lubang tersebut sehingga dapat menimbulkan penumpukan
cairan dan terjadi radang didalam sinus paranasaalis dan ruang telinga tengah akibatnya
dapat terjadi sinusitis, otitis media, keluar air mata, karena duktus lakrimalis buntu.
Karena itu pada hidung buntu perlu diberi obat-obatan tetes hidung untuk mengurangi
kemungkinan tertutupnya lubang-lubang tersebut diatas.

Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Bila terjadi radang disebut
faringitis. Faring terbagi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
1. Nasofaring.
Adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka kearah rongga nasal melalui 2
naris interna (koana) yaitu:
a. Dua tuba eustachius (auditorik) yang menghubungkan nasofaring dengan telinga
tengah . tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi
kendang telinga.
b. Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak
didekat naris internal. Pembesaran pada adenoid dapat menghambat aliran darah
2. Orofaring
Dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum
keras tulang.

Page 251
a. Uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur
kebawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak.
b. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
3. Laringofaring.
Mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem
respiratorik selanjutnya.

Laring
Laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan napas terhadap
masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat antara lain oleh benda asing ,
infeksi (misalnya difteri) dan tumor.
Di bagian laring terdapat beberapa organ yaitu :
- Epiglottis, merupakan katup tulang rawan untuk menutup laring sewaktu orang
menelan . bila waktu makan kita berbicara (epiglotis terbuka) makanan bisa masuk ke
laring dan terbatuk-batuk. Pada saat bernapas epiglotis terbuka tapi pada saat menelan
epiglotis menutup laring. Jika masuk ke laring maka akan batuk dan di bantu bulu-
bulu getar silia untuk menyaring debu, kotoran-kotoran.
- Jika bernapas melalui mulut udara yang mesuk ke paru-paru tak dapat disaring,
dilembabkan atau dihangatkan yang menimbulkan gangguan tubuh dan sel-sel
bersilia akan rusak adanya gas beracun dan dehidrasi.
- Pita suara, terdapat dua pita suara yang dapat ditegangkan dan dikendurkan, sehingga
lebar sela-sela antara pita-pita tersebut berubah-ubah sewaktu bernapas dan berbicara.
Selama pernapasan pita suara sedikit terpisah sehingga udara dapat keluar masuk.

trakea
trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin kartilago yang
terdiri dari tulang –tulang rawan yang berbentuk hurup C .trakea dilapisi oleh selaput
lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir.

Percabangan bronkus
Bronkus merupakan percabangan trakea. Setiap bronkus primer bercabang 9-12 kali
untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil.
Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronkial yang selanjutnya secara
berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik,
duktus alveolar, dan alveoli. Dibagian bronkus masih disebut pernapasan extrapulmonar
dan sampai memasuki paru-paru disebut intrapulmonar.

Paru-paru (bronkiolus, alveolus)

Page 252
Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga
dan letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur otot padat yang berada
dibelakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar, esofagus dan
trakea. Paru-paru berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan pembagian ruang
sebagai berikut :
1. Paru kanan memiliki 3 lobus.
2. Paru kiri 2 lobus.

Paru – paru (pulmo) adalah dua buah organ lembut, kenyal dan berisi udara, satu di kanan
dan satu di kiri rongga dada. Berat paru kanan kira – kira 625 gram dan berat paru kiri
kira – kira 567 gram. Bentuk sebuah paru adalah sebagai kerucut terbelah sagital, warna
kelabu kemerahan.

Page 253
Paru kanan terdiri dari tiga lobus yaitu ;
o Lobus Superior (bagian puncak)
o Lobus Posterior (bagian tengah)
o Lobus Inferior
Ketiga lobus ini dipisahkan oleh fissure oblique. Pada paru kanan terdapat 10 segmen
dimana tiga segmen untuk lobus superior, dua segmen untuk lobus medius, dan lima
segmen untuk lobus inferior.

Page 254
Paru kiri terdiri dari dua lobus yaitu ;
o Lobus atas (bagian puncak)
o Lobus Inferior (bagian bawah)
Pada paru kiri mempunyai delapan segmen, dimana empat segmen untuk lobus superior,
dan empat segmen untuk lobus inferior. Tempat masuk dan keluar bersama dari
bronchus, arteri, vena pulmonalis, saraf dan pembuluh limfe ke dalam paru – paru disebut
hilus pulmonalis. Paru – paru pria lebih besar dari wanita, dengan perbandingan 1 : 37
dan 1 : 43 dari berat badan.

Page 255
PROSES TERJADINYA PERNAPASAN
Pernapasan adalah proses inspirasi udara kedalam paru-paru dan ekspirasi udara dari
paru-paru ke lingkungan luar tubuh. Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat
merangsang dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Saat ekspirasi otot akan kendor
lagi dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali maka udara di dorong
keluar. Jadi proses respirasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga
pleura dan paru-paru.

PENGATURAN DAN PENGENDALIAN PERNAPASAN


Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh 2 faktor utama yaitu faktor kimiawi
dan pengendalian oleh saraf.
Kendali kimiawi.
Faktor kimiawi adalah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan
frekuensi, kecepatan dan dalamnya gerakan pernapasan. Pusat pernapasan sangat peka
pada reaksi kimia. CO2 adalah produk asam dari metabolisme yang merangsang pusat
pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot pernapasan.
Latihan menyebabkan peningkatan pada jumlah CO2 yang dihasilkan oleh kerja otot-otot.
Peningkatan kadar CO2 dalam darah atau peningkatan konsentrasi ion hidrogen darah,
mempunyai efek kuat yang langsung pada neuron-neuron susunan retikular yang

Page 256
menyebabkan peningkatan kecepatan dan dalamnya pernapasan dengan peningkatan
ekskresi CO2 .
Pusat pengendalian ada di kemoreseptor yang mendeteksi perubahan kadar
oksigen, CO2 dan ion hidrogen dalam darah arteri dan cairan cerebro spinalis dan
menyebabkan penyesuaian yang tepat antara frekuensi dan kedalaman respirasi.
1. Kemoreseptor sentral.
Yaitu neuron yang terletak dipermukaan ventral lateral medulla. Peningkatan
kadar CO2 dalam darah arteri dan cairan serebrospinalis merangsang peningkatan
frekuensi dan kedalaman respirasi. Penurunan kadar O2 hanya sedikit berpengaruh
pada kemoreseptor sentral.
2. Kemorseptor perifer.
Terletak di badan aorta dan karotid pada sistem arteri. Kemorseptor ini merespon
terhadap perubahan konsentrasi ion oksigen, CO2 ,dan ion hidrogen.
Contoh : kalau kita melakukan olah raga maka akan terjadi proses pembakaran
didalam tubuh , hal ini memerlukan oksigen yang sangat besar, maka efek dari
kompensasi tubuh adalah dengan jalan respirasi yang cepat dan dalam untuk
menyediakan bahan bakar tersebut, sewaktu kita mulai istirahat maka tubuh akan
kembali normal karena oksigen yang dibutuhkan standar karena pembakaran
yang terjadi tidak terlalu banyak (standart).

Kendali saraf
Pernapasan dikendalikan oleh sel-sel saraf dalam susunan retikularis dibatang,
terutama pada medulla. Sel-sel ini mengirim impuls menuruni medulla spinalis kemudian
melalui saraf frenikus ke diafragma dan melalui saraf-saraf intercostalis ke otot-otot
intercostalis . jadi pusat pernapasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medulla
oblongata yang mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan impuls aferen yang di
rangsang oleh pemekaran gelembung udara, yang diantarkan oleh saraf vagus ke pusat
pernapasan di dalam medula.
Susunan retikularis mempunyai pola aktivitas saraf dengan irama teratur yang
mempertahankan aktivitas berirama dari otot-otot ini. Irama ini dilengkapi dengan
Hering-Breuer yaitu reseptor-reseptor yang regang yang terdapat pada parenkim paru-
paru yang memancarkan rangsangan ke medulla oblongata melalui vagus ,pengembangan
paru-paru yang cepat menghambat rangsangan respirasi.
Reseptor regangan di jaringan paru-paru mengirim impuls-impuls melalui nervus vagus
ke batang otak impuls ini menghambat inspirasi saat paru-paru dikembangkan dan
merangsang inspirasi bila paru di kempeskan.
Selain nyeri dan impuls saraf dari gerakan anggota badan, menyebabkan peningkatan
pada kecepatan dan kedalaman pernapasan, karena kerjanya pada susunan retikular.

Page 257
Beberapa faktor tertentu merangsang pusat pernapasan yang terletak di dalam medulla
oblongata dan kalau dirangsang maka pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan
oleh saraf spinalis ke otot pernapasan yaitu diafragma dan otot interkostalis.

TRANSPOR OKSIGEN (PERTUKARAN GAS)

Oksigen tidak terlalu mudah larut dalam air dan tidak cukup mudah dibawa dalam larutan
air sederhana untuk mempertahankan kehidupan jaringan. Sehingga sekitar 97 % oksigen
dalam darah di bawa eritrosit yang telah berikatan dengan hemoglobin (Hb), 3 % sisanya
larut dalam plasma. Hb merupakan kombinasi antara haeme (suatu ikatan besi-purfirin)
dan globin (suatu protein), Hb berikatan dengan oksigen membentuk oksihemoglobin
(HbO2). Setiap molekul dalam keempat molekul besi dalam Hb berikatan dengan satu
molekul oksigen untuk membentuk oksihemoglobin (HbO2) yang berwarna merah tua.
Setiap sel darah merah mengandung 280 juta molekul Hb dan setiap gram Hb dapat
mengikat 1,34 ml oksigen. Dan 100 ml darah rata-rata mengandung 15 gram Hb untuk
maksimum 20 ml O2 per 100 ml darah (15x1,34).
Darah arteri secara normal membawa 97 % oksigen, pernapasan dalam atau menghirup
oksigen murni tidak dapat memberi peningkatan yang berarti pada kejenuhan Hb dengan
oksigen tetapi menghirup oksigen murni dapat meningkatkan penghantaran oksigen
kedalam jaringan karena volume oksigen terlarut dalam plasma meningkat.
Dalam darah vena PO2 mencapai 40 mmhg dan Hb masih 75 % jenuh. Hal ini
menunjukkan darah hanya melepas sekitar ¼ muatan oksigennya saat melewati jaringan.
Hal ini memberikan rentang keamanan yang tinggi jika sewaktu-waktu pernapasan
terganggu atau kebutuhan oksigen jaringan meningkat.

TRANSPOR CO2
Didalam jaringan tubuh konsentrasinya relatif tinggi, CO2 berkombinasi dengan
air dalam korpus sel darah merah untuk membentuk ion-ion bikarbonat. Bila ion-ion
bikarbonat mencapai paru-paru konsentrasi CO2 relatif rendah, terbentuk kembali CO2
dan air, dan CO2 dilepaskan sebagai gas. CO2 yang berdifusi kedalam darah dari jaringan
dibawa ke paru-paru melalui cara sebagai berikut sebagian kecil CO2 (7-8 %) tetap
terlarut dalam plasma , CO2 yang tersisa bergerak kedalam sel darah merah, dimana 25 %
nya bergabung dalam bentuk reversible yang tidak kuat dengan gugus amino dibagian
globin pada Hb untuk membentuk karbaminohemoglobin.

PENYAKIT SISTEM RESPIRASI YANG MENYEBABKAN KEMATIAN


MENDADAK.

Gawat paru/ kedaruratan paru adalah berbagai keadaan yang dapat menimbulkan
gangguan pada sistem pernapasan yang dapat mengancam keselamatan jiwa korban,

Page 258
hingga memerlukan pertolongan segera yang dapat menolong si penderita agar jangan
sampai jatuh ke fase gagal napas yang irreversibel dan berakibat fatal. Berbagai keadaan
yang dapat menimbulkan kedaruratan paru diantaranya :
1. Faktor dari saluran napas
2. Faktor lingkungan serta faktor di luar sistem pernapasan
Dari kedua hal diatas maka dapat kita bagi , gawat paru sebagai berikut :
A. Faktor dari saluran napas atau dapat disebut akibat penyakit primer yang mengenai
sistem bronkhopulmoner antara lain :
1. Status asmatikus.
2. Hemoptisis masif.
3. Pneumothorak
B. Faktor lingkungan serta faktor diluar paru atau dapat disebut gangguan fungsi paru
yang sekunder terhadap organ lain . atau dapat pula dianggap faktor luar yang dapat
mengganggu sistem pernapasan dari paru akan membawa akibat gangguan sistem
pernapasan dan paru yang cukup serius dan menimbulkan gangguan ventilasi
pulmonal.
1. Inhalasi benda asing dan gas beracun.
2. Tenggelam
3. Udema paru.
4. ARDS
Keadaan diatas akan memberikan adanya perubahan yang dalam waktu singkat pada
fungsi parua :
 Fungsi respirasi masih dapat dipertahankan, dimana kebutuhan oksigen oleh
jaringan masih dapat dikonsumsi paru ,serta produksi karbon dioksida oleh
jaringan masih dapat dikeluarkan oleh paru.
 Fungsi respirasi tidak dapat dipertahankan, dimana telah timbul tanda-tanda
hipoksia, hiperkapnia maupun penurunan PH. Keadaan ini dapat timbul secara
cepat dalam waktu relatif singkat, dan keadaan ini dapat dengan segera berakibat
fatal.
Melihat problem yang timbul dimana dapat mengancam keselamatan jiwa si
penderita maka kita mempunyai satu prinsip dasar : tindakan utama adalah
penyelamatan jiwa si penderita dari pada penegakan etiologi atau diagnostik.
Penilaian untuk tindakan darurat :
- Keadaan umum si penderita (disini dapat kita nilai tingkat stress yang
merupakan cermin keadaan yang mengancam jiwa si penderita) : Gelisah
yang luar biasa, Sianotik berat, Kesulitan bernapas, Mudah tersinggung,
Bingung, Mengantuk/menguap, disorientasi.
- Frekwensi pernapasan serta irama napas. Respirasi lambat dan dangkal
(gangguan pada pusat pernapasan ), Takhipnoe menandai penyakit paru
akut, penyakit sistemik (mis. Sepsis, perdarahan, syok, ketoasidosis).

Page 259
- Keadaan kardiovaskuler, tekanan darah meninggi atau menurun sesuai
dengan tingkat gangguan sistem kardiovaskuler yang terjadi. Denyut nadi,
irama jantung.
- Gangguan analisa gas darah dan elektrolit, respiratori asidosis atau alkalosis
respiratori. Penurunan nilai Na, K, Cl.
- Kelelahan otot pernapasan, pernapasan paksa dimana terlihat otot dada dan
otot bantu pernapasan meregang secara kuat dan membentuk alur napas
paksa yang tidak teraturt.

STATUS ASMATIKUS
Definisi. Suatu serangan asma akut dengan derajat obstruksi yang berat dari awal atau
semakin berat dan pada pemberian pengobatan konvensional tidak memberikan respon
yang baik.
Keadaan ini merupakan kedaruratan medik yang mengancam jiwa si penderita tetapi
secara potensial dapat disembuhkan .penilaian beratnya serangan perlu dilihat/ dinilai
secara tepat. Dimana hal ini berguna bagi penatalaksanaan yang adekuat . penilaian ini di
dasari pada klinis dan pemeriksaan obyektif berdasarkan kriteria British Thoracic
Society.
1. Asma akut berat yang potensial mengancam jiwa mempunyai gejala dan tanda
sebagai berikut :
 Bising atau mengi atau whezing dan sesak napas bertambah sehingga penderita
tidak dapat menyelesaikan satu kalimat dalam satu tarikan napas atau penderita
tidak dapat berdiri dari kursi tempat tidur.
 Frekwensi napas > 25 kali/menit
 Denyut nadi > 110 kali/menit
 Arus puncak ekspirasi (APE) < 40 % nilai dugaan atau > 200 liter/menit, untuk
indonesia < 120 liter/menit.
 Pulsus paradoksus, yaitu tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi turun > 10
mmhg.
2. Serangan asma akut sangat berat dan sudah mengancam jiwa, apabila ditemukan :
silent chest sewaktu auskultasi, sianotik berat, bradikardi, gelisah yang sangat
3. Pada pemeriksaan analisa gas darah (Astrub) : tekanan CO2 meningkat, tekanan O2 <
60 mmHg, PH rendah.

PATOFISIOLOGI
Yang paling sering diserang adalah bronkus yang berukuran 3-5 mm dengan distribusi
yang luas. Gangguan serangan diakibatkan oleh :
a. Peningkatan resistensi saluran respirasi, akan mengganggu perfusi ratio.
b. Terdapatnya air tappering, dimana volume inspirasi > volume ekspirasi hal ini akan
menambah tingkat dispnoe.

Page 260
c. Adanya bronkospame yang disertai pula dengan edema saluran napas.
d. Mukus dengan viskositas tinggi dalam lumen bronkus yang dapat menambah tingkat
obstruksi.
e. Infeksi yang menghasilkan eksudat, dapat mengganggu jalan napas
f. Pada tingkat awal serangan PaCO2 dan PH selalu konstan. Bila serangan sudah cukup
lama maka akan timbul PH menurun, PaO2 meningkat . setiap perubahan PaCO2 yang
menurunkan PH merupakan tingkat kegawatan yang kritis .

PENATALAKSANAAN
1. POSISI PENDERITA SEMI-VOLAR
2. Pemberian oksigen dengan penggunaan masker dengan tekanan oksigen sesuai
kebutuhan, biasanya diatas 4-6 liter/menit.
3. Inhalasi atau nebulizer agonis beta-2 dosis tinggi, biasanya salbutamol 1,5-5 mg
bersamaan dengan oksigen . bila tidak membaik dapat diulangi tiap 4 jam.
4. Kortikosteroid dosis tinggi secara sistemik, prednison 30-60 mg IV setiap 6 jam.
5. Infus/drips aminophylin 0,5-0,9 mg/kgBB/hari
6. Jika dijumpai tanda-tanda infeksi, pertimbangkan pemberian antibiotika yang sesuai
atau antibiotika broadspektrum.
7. Pemberian mukolitik bila diperlukan.

PEMERIKSAAN FORENSIK
Pada pemeriksaan luar dapat dijumpai tanda aspiksia .
Perubahan yang terjadi pada setiap sediaan secara makroskopik dan mikroskopik
penderita status asmatikus yang telah diotopsi, berupa : sembab mukosa dan submukosa,
penebalan membran basalis, infiltrasi sel radang (terutama eosinofil dan netrofil),
hiperplasi otot polos, mucus plug yang terdapat didalam lumen bronkus dan kontraksi
otot polos bronkus.
Makroskopik : paru tampak pucat, menggelembung (over distended), selain itu juga
dijumpai daerah atelektasis, yaitu bagian paru yang tidak berisi udara atau kolaps,
sehingga daerah tadi ditandai dengan jaringan paru yang mengeras, kaku dan disertai
dahak kental (mucus plug) . mucus plug mengandung sel PMN, sel eosinofil, kristal
”Charcot Leyden” dan campuran sel eosinofil bersama sel epitel yang membentuk spiral
dari Churschmann. Pada dahak penderita asma sering dijumpai sel epitel bersilia
memadat dan membentuk massa sferis yang disebut Badan Creola (Creola Bodies)
sebagai akibat adanya deskuamasi.

HEMOPTISIS (BATUK DARAH)


DEFINISI, adalah batuk-batuk dengan dahak bercampur darah dan berlangsung terus
menerus dengan interval yang relatif singkat.

Page 261
Hemoptisis masif:
1. Bila batuk darah lebih dari 600 cc/24 jam.
2. Bila batuk darah kurang dari 600 cc/24 jam tetapi lebih dari 250 cc/24 jam,
dimana kadar Hb < 10 gr%.
3. Bila batuk darah < 600 cc/24 jam, Hb > 10 gr% ,tetapi batuk darah tidak berhenti
selama 48 jam.
ETIOLOGI
1. Infeksi terutama : Tb paru baik pada penyakit aktif maupun yang telah mengalami
kesembuhan. Pneumonia, abses paru, jamur paru, bronkiektasis.
2. Karsinoma paru.
3. Kerusakan pembuluh darah paru.
4. Obstruksi benda asing
5. Dan lain-lain.

Tingkat kegawatan hemoptisis ditentukan oleh 3 faktor :


1. Terjadinya aspiksia oleh karena bekuan darah dalam saluran napas.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama timbulnya hemoptisis dapat menimbulkan
syok hipovolemik.
3. Adanya aspirasi pneumonia, dimana terjadi infeksi beberapa jam atau beberapa
hari setelah perdarahan. Hal ini dapat mengakibatkan obstruksi.

PATOGENESIS
Asal anatomi perdarahan akan berbeda untuk setiap proses patologis tertentu. Pada Tb
paru perdarahan dapat terjadi pecahnya aneurisma Rasmussen dan juga dapat disebabkan
oleh hypervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan arteri bronkialis. Pada
bronkitis perdarahan dapat terjadi akibat pecahnya pembuluh darah superfisial mukosa.
Jadi secara umum timbulnya perdarahan disebabkan pecahnya pembuluh darah di saluran
napas atau daerah parenkym paru yang berhubungan dengan bronkhiolus atau bronkhus.

PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan penderita adalah :
1. Mencegah terjadinya asfiksia.
2. Menghentikan perdarahan sesegera mungkin.
3. Memperbaiki faal paru.
4. Mencegah terjadinya aspirasi pneumonia.
5. Memberikan terafi pada penyakit yang mendasarinya.
Dari kelima tujuan diatas maka penatalaksanaan hemoptisis masif dapat kita bagi atas 2
bagian :
a. Penatalaksanaan konservatif.
b. Penatalaksanaan agresif-invasif dan operatif.

Page 262
PENATALAKSANAAN KONSERVATIF
Tindakan yang diambil adalah menghentikan perdarahan dan memperbaiki keadaan
umum penderita, hal ini dilaksanakan dengan cara :
1. Menenangkan penderita, sehingga penderita tidak merasa takut untuk batuk dan
mengeluarkan dahak yang bercampur darah agar perdarahan lebih mudah berhenti.
2. Penderita berbaring pada posisi bagian paru yang sakit dan sedikit Trendelenberg,
terutama bila refleks batuk menurun.
3. Jalan napas dibiarkan tetap terbuka. Bila terjadi penutupan jalan napas segera
lakukan pengisapan agar kembali bebas . sebaiknya penderita memakai endotrakeal
tube agar mudah untuk aspirasi dengan menggunakan suction.
4. Pemasangan IVFD atau DVP agar mudah untuk pemasukan intravena fluid ataupun
pemberian obat parenteral.
5. Pemberian obat hemostatika yang akan berguna buat membantu penghentian
perdarahan, baik secara drips atau perbolus.
6. Pemberian obat sedatif ringan guna mengurangi kegelisahan penderita.
7. Transfusi darah bila angka hematokrit menurun di bawah nilai 25-30 % atau Hb < 10
gr%
8. Mempertahankan PaO2 tetap diatas 60 %.

PENATALAKSANAAN AGRESIF-INVASIF DAN OPERATIF :


Indikasi pelaksanaan tindakan ini bila telah jelas perdarahan yang terjadi telah
mengancam keselamatan jiwa si penderita dimana tidak lagi dapat dilakukan dengan
tindakan konservatif. Perdarahan yang terjadi sudah sangat banyak dan dijumpai adanya
tanda-tanda penurunan keadaan umum si penderita.
Bronkoskopi serat optik (BSO) dapat dilakukan disamping untuk diagnostik juga terafi,
tetapi sebaiknya pelaksanaan ini dilakukan di kamar bedah agar bila tindakan ini gagal
dapat segera dilakukan tindakan operatif. Dengan BSO kita lakukan bilasan dengan
cairan adrenalin, penekanan ujung bronkhoskopi pada daerah lokus perdarahan dengan
tujuan untuk membantu menekan perdarahan (wedging), juga dapat dilakukan dengan
memasang balon Fogarty.
Sesuai dengan kemajuan tehnologi maka saat ini sedang berkembang pula penggunaan
sinar laser, dimana sinar laser mempunyai 3 efek pada jaringan tubuh kita:
1. Efek penguapan (evaporasi), dengan penggunaan sinar laser CO2 yang
mempunyai daya tembus pendek, ini dipergunakan pada perdarahan di daerah
bronkus.
2. Efek koagulasi, disini dipergunakan sinar laser ARG, daya tembus lebih tinggi
hingga sering digunakan buat menghentikan perdarahan di bronkus hingga ke
percabangan yang lebih jauh.

Page 263
3. Efek koagulasi dengan penggunaan sinar laser Nd YAG yang mempunyai daya
tembus lebih jauh dari ARG.
Tetapi harus diingat bahwa penggunaan sinar laser dapat mengakibatkan terbakarnya
trakeobronkhial yang akan menimbulkan fistula.
Tindakan lainnya adalah tindakan alternatif terakhir adalah tindakan operasi. Tindakan
ini didasari dengan terlihatnya tanda atau timbulnya hemoptisis masif yang sangat
mengancam jiwa si penderita sesuai dengan kriteria hemoptisis masif diatas.

PNEUMOTHORAX SPONTAN
Pneumothorax spontan bisa saja disebabkan oleh pecahnya emphysema (udara di
dalam rongga paru) dan robeknya dinding dada. Salah satu penyebab kematian mendadak
yang bukan oleh karena trauma tetapi oleh karena penyakit adalah emphysema.
Pada emphysema, terjadi peningkatan tekanan udara didalam rongga paru – paru
secara permanent dari daerah tepi (distal) atau mengarah ketengah (terminal bronchiale)
disertai penekanan dinding rongga dada sehingga mengakibatkan penderita mengalami
sesak nafas dan batuk kronik. Ada dua jenis emphysema yaitu emphysema alveolar dan
emphysema centrilobular.
Pada emphysema centrilobular, bila emphysema pecah akan mengakibatkan
gangguan fungsi pernafasan (gagalnya mekanisme kompensasi paru). Selain itu, pada
emphysema kronik dapat pula mengakibatkan hipoksia kronik yang tentunya dapat
mengakibatkan hipertensi pulmonum. Akibatnya paru mengembang dan tepi paru
menjadi tipis dan menegang sehingga terjadi gagal nafas dengan komplikasi kegagalan
ventrikuler kanan.

Page 264
Cara autopsy pneumothorax ;
Pada kekerasan yang mengenai dada, dapat terjadi patah tulang iga yang
mengakibatkan tertusuknya paru dan selanjutnya meninbulkan pneumothoraks. Dalam
hal demikian, pembuktian dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara membuka
rongga dada dibawah permukaan air untuk melihat keluarnya gelembung udara.
Kulit daerah dada yang telah dilepaskan dari dinding dada dipegang pada tepi
bebasnya sedemikian rupa sehingga membentuk semacam kantong dengan dasar dinding
dada. Dengan sebuah scapel, dinding dada diiris di bawah permukaan air sampai
menembus kerongga dada. Pengumpulan udara dalam rongga dada pada pneumothorax
akan menyebabkn ke luar gelembung udara dari lubang.
Pemeriksaan pneumothorax dapat pula dilakukan dengan menggunakan semperit
gelas yang besar (ukuran 25 centimeter kubik) dan jarum trokar. Semperit diisi setengah
penuh, lalu dengan jarum trokar, sela iga ditusuk. Adanya pengumpulan udara dalam
rongga dada akan menyebabkan keluar gelembung udara ke dalam air dalam semperit.

TROMBOEMBOLUS ARTERI PULMONUM


Mekanisme kematian akibat tromboembolus pulmonary adalah dengan cara
melakukan sumbatan aliran darah oleh emboli yang besar disertai dengan vasokontriksi
pembuluh darah akibat vasospasme yang disebabkan oleh emboli – emboli kecil yang
terbentuk pada pembuluh darah. Bila pembuluh darah dimasuki oleh emboli udara maka
pembuluh darah diberbagai tempat dapat tersumbat / terblok sehingga mengakibatkan
hambatan sirkulasi diberbagai level, dan terjadi anoksia dari jaringan. Emboli udara yang
terjadi karena trauma dapat berupa peristiwa pembunuhan atau kecelakaan dan bisa
menyebabkan kematian mendadak.

Ada banyak kasus maupun keadaan yang bisa menjadi penyebab terjadinya
tromboembolus, seperti ;
a) Keadaan statis.
Immobilisasi yang terlalu lama / bed rest yang lama pada penderita penyakit kronik
seperti stroke, lumpuh tungkai bawah, obesitas, tumor intra pelvic, kehamilan dan

Page 265
masa sesudah melahirkan / nifas dapat menyebabkan peredaran darah pada tungkai
bawah terhambat.
→ Copeland (1987) menyebutkan bahwa dari kasus yang diperiksanya ada 21 dari
kasus yang mati mendadak diakibatkan trombonembolus pulmonum, dan
mempunyai riwayat pernah dibedah ataupun diopname dirumah sakit selama lebih
kurang 120 hari sebelum akhirnya terjadi kematian.
→ Seorang yang menderita serosistadenoma ovarium yang besar, akan
menyebabkan terjadinya penekanan pada vena yang disebabkan oleh tumor
tersebut.

b) Keadaan pasca trauma dengan robekan vena


→ Bila robekan vena terjadi, dan korban sempat hidup beberapa lama maka
tromboembolus dapat terjadi dan akan mengalir hingga menyumbat didaerah arteri
pulmonum.
→ Pada kasus – kasus aborsi dimana udara masuk kedalam sirkulasi melalui
pembuluh darah plasenta yang terbuka.

c) Keadaan hiperkoagulitas.
Pada keadaan ini darah menjadi lebih cepat / mudah membeku melebihi biasanya.

d) Pada “Caisson’s Disase”


Yaitu keadaan dimana orang – orang yang bekerja di saluran bawah air atau
lingkungan yang memiliki tekanan udara yang tinggi seperti dalam laut.(7)

Cara autopsy dugaan kematian akibat emboli udara ;


Dikenal 2 jenis emboli udara berdasarkan letak dari emboli udara, yaitu emboli udara
vena (emboli udara paru) dan emboli udara arterial (emboli udara sistemik).
Pemeriksaan emboli udara vena
Kulit daerah leher dibiarkan utuh untuk sementara dan jangan ganjal bahu mayat
dengan balok. Kulit dan otot dinding dada serta rongga perut dibuka seperti biasa. Tulang
iga dipotong mulai dari iga ke 3 kearah kaudo – kateral. Insersi otot diafragma dipotong
untuk melepaskan bagian bawag sternum dan iga. Kemudian bagian depan dinding dada
ini dilepaskan dengan terlebih dahulu menggergaji tulang dada (sternum) melintang
setinggi iga ke – 3. Tindakan memotong tulang dada setinggi iga ke – 3 dilakukan untuk
mencegah terpotongnya pembuluh darah besar yang berjalan di belakang iga ke -2 dan
tulang selangka.
Kantung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan memanjang pada
tempat yang letaknya paling tinggi (di pertengahan kantung jantung)sepanjang 5 – 7
centimeter. Kedalam kantung jantung kemudian diisikan air sehingga seluruh jantung
terdapat di bawah permukaan air (terendam). Dengan pisau organ, tusuklah ventrikel

Page 266
kanan dekat dengan permulaan arteri pulmonalis sampai menembus ke dalam bilik kanan.
Dengan melakukan pemutaran bidang pisau (knife blade) sebanyak 90 derajat maka
lubang tusukan diperlebar. Perhatikan apakah terdapat gelembung udara yang keluar dari
lubang tersebut. Dengancara yang sama, ventrikel kiri juga dilubangi dan perhatikan juga
apakah terdapat gelembung udara yang keluar.
Pemeriksaan emboli udara arterial
Untuk membuktikan adanya emboli udara arterial, lakukan persiapan pemeriksaan
seperti pada pemeriksaan emboli udara vena. Dengan jantung yang seluruhnya terdapat di
bawah permukaan air, lakukan pemotongan permulaan arteri coronaria kiri dengan jalan
mengirisnya pada bagian anterior septum dan perhatikan apakah terdapat gelembung
udara yang keluar. Bila perlu dapat dilakukan pengurutan sepanjang septum dari arah
apex jantung kearah tempat pengirisan.

PNEUMONIA
Peradangan akut parenkim paru- paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi disebut
sebagai pneumonia atau pneumonitis. Banyaknya kasus bronkopneumonia merupakan
akibat komplikasi sekunder dari penyakit yang lain.
Dalam beberapa kasus, didapati bahwa korban yang dimasukkan ke rumah sakit akibat
trauma atau kecelakaan jalan raya meninggal dunia akibat cedera yang dialami pada saat
kecelakaan tersebut bersama komplikasi bronkopneumonia.
Kematian tiba – tiba akibat bronkopneumonia dan atau pneumonia lobar sering
kali terjadi pada pemabuk, orang gila dan pengemis yang hidupnya terlantar. Mereka
mudah mengalami penyakit tersebut karena system imunitas (pertahanan tubuh) yang
lemah dan mempunyai kerentanan untuk terhinggap penyakit paru.(1)(2)
Pneumonia sendiri adalah suatu proses inflamasi pada jaringan alveoli paru –
paru. Ada 3 tipe yang diketahui yaitu bronchopneumonia, lobar pneumonia dan
interstitial pneumonia. Bronchopneumonia disebabkan oleh berbagai bakteri. Lesi
umumnya di daerah lobus bawah paru dengan gambaran mikroskopik tampak proses
bronchiolitis, dimana bronchiolus dijumpai inflamasi dan epithelium rusak juga dijumpai
kongesti jaringan sel – sel polymorph.(4) Selain disebabkan oleh bakteri, juga oleh virus,
influenza (tipe A, B, dan C), akibat aspirasi (aspiration pneumonia), akibat cairan (lipid
pneumonia), juga bisa disebabkan staphylococcus, klebsiella, streptococcus,
pseudomonas dan sebagainya.
Pada saat pemeriksaan postmortem dilakukan maka akan tampak gambaran
proses konsolidasi dengan nanah pada sekitar bronkus ataupun bisa pada seluruh lobus
paru – paru. Selain itu bisa terlihat bercak – bercak bronchopneumonia pada selururuh
lobus paru – paru yang disebut pula bronkiolitis.
.

Page 267
.

TINDAKAN PENYUNTIKAN INTRAVENA


Bila terdapat udara sebanyak 100 ml memasuki sirkulasi darah maka akan berakibat fatal.
Sedangkan pada jumlah yang kecil, misalnya 8 ml, dapat pula menyebabkan kematian,
apabila disertai dengan adanya defek septum ventrikel atau atrium.
Gejala – gejala yang timbul akibat tromboembolus arteri pulmonum berupa sakit /
nyeri dada yang berat, kesulitan bernafas (dyspnoe), dan koma akibat hipoksia hingga
berakhir dengan kematian. Lebih kurang 1/3 dari korban yang mengalami
tromboembolus pulmonum yang berat akan meninggal dalam waktu 1 jam saat mulainya
gejala. Pada saat dilakukan autopsy, maka perlu dicari segala kemungkinan yang menjadi
predisposisi dari terbentuknya tromboembolus arteri pulmonum.
Emboli bisa pula disebabkan oleh cairan amnion yang terjadi akibat masuknya
cairan amnion kedalam system peredaran darah. Pernah dilaporkan seorang wanita muda
meninggal dunia segera setelah mengalami sawan (epilepsy) dan melahirkan anak. Hal
ini dibuktikan dengan pemeriksaan forensik dimana pada pemeriksaan patologi anatomi
dijumpai gambaran mikroskopik adanya gumpalan sel skuamous berkeratin di dalam
saluran darah paru – paru.

OEDEMA GLOTIS.
Oedema glotis menjadi penting dengan aspek medikolegalnya, karena faktor zat
korosif maupun irritan dapat mengakibatkan regurgitasi sehingga menyebabkan
muntahan masuk ke dalam saluran pernafasan. Keadaan ini bisa mengakibatkan oedema
glottis dan dengan sangat cepat mengakibatkan kematian karena ketiadaan udara yang
masuk ke paru – paru.
Ruptur dari abses retrofaringeal (quincy) akan menyebabkan pus dan jaringan nekrotik
masuk ke faring dan laring. Difteri juga bisa mengakibatkan kematian mendadak. Pada
anak – anak yang sering terjadi adalah epiglottis fulminan. Proses infeksi pada laring
dengan oedema yang besar dapat menjadi awal terjadinya kematian dalam beberapa jam

Page 268
setelah onset penyakit tersebut, dan ini harus ditangani dengan intubasi atau trakeostomi
untuk menyelamatkan hidup.

BAB IV
PENUTUP

Menentukan penyebab kematian pada kasus korban mati mendadak tidak selalu
dapat dengan mudah ditentukan, perlu pemeriksaan yang lengkap dan teliti kemungkinan
kelainan anatomi setiap sistem secara makroskopik dan jangan lupa untuk dilakukan
pemeriksaan histopatologi setiap organ penting masing-masing sistem , juga perlu
dilakukan pemeriksaan toxikologi jaringan setiap organ dan cairan tubuh.
Penyakit- penyakit pernapasan diklasifikasikan berdasarkan etiologi, letak
anatomis, sifat kronik penyakit penyakit dan perubahan- perubahan struktur serta fungsi.
Kematian mendadak pada system pernafasan adalah problema yang relatif sering terjadi
yang biasanya meskipun tidak selalu, merupakan tahap akhir dari penyakit kronik pada
sistem pernafasan. Bila gangguan aliran udara di paru – paru tidak segera diatasi maka
terjadi peningkatan kadar karbondioksida (CO2), timbul asidosis metabolic, kelelahan dan
berakhir dengan kematian.

Page 269
KEMATIAN MENDADAK
AKIBAT PENYAKIT SISTEM SYARAF PUSAT

BAB. I. PENDAHULUAN
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit, sering kali mendatangkan
kecurigaan baik bagi penyidik maupun masyarakat umum, khususnya bila kematian
tersebut menimpa orang yang cukup dikenal oleh masyarakat, kematian di rumah tahanan
dan di tempat-tempat umum, seperti di hotel, cottege atau motel.
Kecurigaan akan adanya unsur kriminal pada kasus kematian mendadak, terutama
disebabkan masalah TKP nya yaitu bukan di rumah korban atau di rumah sakit,
melainkan di tempat umum. Disamping itu oleh karena kematiannya bersifat tiba-tiba
atau tidak disangka-sangka yang terjadi pada orang yang sebelumnya tampak sehat.
Dengan demikian kematian mendadak termasuk kasus forensic, walaupun hasil otopsi
menunjukkan bahwa kematian korban disebabkan oleh penyakit, bukan oleh karena
ruda paksa atau keracunan. Kadang-kadang sulit untuk membedakan gambaran kematian
yang mendadak termasuk kasus forensik, walau hasil otopsi menunjukkan bahwa
kematian korban karena penyakit jantung, perdarahan otak atau pecahnya aneurysma
cerebri.
Kematian yang wajar adalah secara wajar dan kematian yang pada mulanya didahului
oleh faktor luar . misalnya membedakan gambaran kematian pada penderita cirrhosis
hepatis akibat lanjutan dari penyakit hepatitis , dengan proses lanjutan dari nekrosis hati
oleh karena keracunan. Gambaran diatas juga sulit dibedakan dengan penderita cirrhosis
hepatis oleh karena chronik alkoholisme. Pada kematian tiba-tiba , faktor pencetus boleh
saja ada ataupun tidak ada . dalam kasus-kasus demikian, dokter hendaknya tidak
menyatakan penyebab kematian tanpa melakukan pemeriksaan post-mortem meskipun
bukti yang kuat tentang penyakitnya ada.
Pada kasus-kasus yang telah mengalami pembusukan suatu kematian tidak wajar dapat
menjadi kematian wajar, demikian juga dapat terjadi sebaliknya.
Secara garis besar lesi yang dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba ,dapat dibagi
tiga golongan.
4. Penyakit alamiah yang prosesnya lambat dan tersembunyi, merusak organ vital tanpa
menimbulkan gejala sampai berhentinya fungsi organ tersebut . misalnya penyakit
arteri koronaria.
5. Pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba , yang menimbulkan perdarahan fatal,
misalnya pecahnya aneurisma aorta dengan perdarahan pada kantong pericard atau
pecahnya aneurisma pada circulus willisi yang mengakibatkan perdarahan
subarachnoid atau pecahnya kehamilan ectopic dengan perdarahan ke dalam cavum
peritoneum.
6. Penyakit infeksi laten yang berkembang tanpa menimbulkan gejala sampai penderita
mati. Misalnya ambulatory lobar.

Page 270
Penyebab kematian mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh yaitu sistem
susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem gastrointestinal ,
sistem urogenital,dan sistem endokrin.
Insidensi kematian mendadak di Indonesia sukar didapat karena banyak kasus
yang ditangani tidak tuntas (penyidikan tidak dilanjutkan). Bagian Kedokteran Forensik
FKUI telah mendapatkan angka yang menunjukkan jumlah kematian mendadak pada
tahun 1990 , yaitu dari 2461 kasus ditemukan 227 laki-laki (9,2%) dan 50 perempuan
(2%). Pada tahun 1992, dari 2557 kasus ditemukan 228 laki-laki (8,9%) dan 54
perempuan (2,1%).
Berdasarkan Chief Medical Examiner New York, insidensi kematian mendadak
akibat penyakit kardiovaskular adalah 44,9%, gangguan sistem pernafasan 23,1%,
kelainan sistem saraf pusat (otak dan meningen) 17,9%, penyakit saluran cerna 6,5%,
saluran kemih 1,9%, penyakit genitalia 1,3%, kombinasi penyakit saluran cerna dengan
urogenital 9,7 %. Distribusi persentase kematian mendadak ini juga berdasarkan hasil
otopsi.
Angka kematian mendadak akibat kelainan maupun penyakit susunan saraf pusat
adalah sekitar 17,9% dari seluruh penyebab kematian di dunia. Banyak variasi penyebab
pada kasus ini. Oleh karena itu, untuk dapat menentukan kematian seseorang sebagai
individu (somatic death), diperlukan kriteria diagnostik yang benar berdasarkan konsep
diagnostik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Di dalam makalah ini
dibahas mengenai kelainan maupun penyakit susunan saraf pusat yang dapat
menyebabkan kematian mendadak serta menjelaskan hasil pemeriksaan dalam (otopsi)
dari korban.

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA


1 Definisi
Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden unexpected
natural death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebabnya, yaitu natural (alamiah
atau wajar). Mendadak di sini diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga
dan tidak diharapkan. Camp menyebutkan batasan waktu kurang dari 48 jam sejak timbul
gejala pertama.
Definisi kematian mendadak menurut WHO adalah kematian yang terjadi dalam
waktu 24 jam sejak timbulnya gejala. Namun, berdasarkan ilmu forensik, kematian
mendadak terjadi dalam waktu menit maupun detik setelah timbulnya gejala.
Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka bila kematian tersebut didahului oleh
keluhan, gejala, dan terdapat saksi biasanya tidak akan menjadi masalah kedokteran
forensik. Namun, apabila kematian terjadi tanpa riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka
dapat menimbulkan kecurigaan bagi penyidik apakah terkait unsur pidana di dalamnya.
KUHAP pasal 133, 134, dan 135 memberi wewenang bagi penyidik untuk meminta
bantuan dokter guna mencari kejelasan sebab kematiannya.

Page 271
2 Anatomi dan Fisiologi Susunan Saraf Pusat
Bagian-bagian sistem syaraf adalah :
1. Sistem saraf pusat (central Nervous System/CNS), komponen :
a. Medula Spinalis (sumsum tulang belakang)
b. Otak (otak besar, otak kecil, batang otak)
2. Sistem saraf tepi (peripheral Nervous system), komponen :
a. Susunan saraf somatic
b. Susunan saraf otonom
1) Susunan saraf simpatis.
2) Susunan saraf parasimpatis.

a. Medula Spinalis
Disebut juga sumsum tulang belakang. Yang terlindung di dalam tulang belakang
dan berfungsi untuk mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh serta
berperan dalam :
- Gerak reflex.
- Berisi pusat pengontrolan yang penting.
- Heart rate control atau denyut jantung.
- Pengatur tekanan darah.
- Breathing/ pernapasan.
- Swallowing/menelan.
- Vomiting/muntah.
Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang memiliki fungsi sebagai
penghantar impuls dari neuron-neuron yang berasal dari perifer ke otak maupun
sebaliknya. Kontak antara neuron tersebut menimbulkan gerakan berjalan, refleks untuk
menarik bagian tubuh dari suatu objek, refleks untuk membantu kaki menopang tubuh
terhadap gaya berat, refleks untuk mengatur kerja pembuluh darah setempat, gerakan
gastrointestinal, dan masih banyak fungsi lainnya.

b. OTAK
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari
semua alat tubuh ,bagian dari saraf sentral yang terletak didalam rongga tengkorak (cranium)
yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Berat otak orang dewasa kira-kira 1400 gram.
1.Perkembangan otak.
Otak terletak dalam rongga cranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpusbstriatum, thalamus serta hipotalamus.
Fungsi menerima dan mengintegrasikan informasi mengenai kesadaran dan emosi.

Page 272
b. Otak tengah, mengkoordinir otot yang berhubungan dengan penglihatan dan
pendengaran. Otak ini menjadi tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang (pons), bagian otak yang menonjol kebanyakan tersusun dari lapisan fiber
(berserat) dan termasuk sel yang terlibat dalam pengontrolan pernapasan. Otak
belakang ini menjadi :
 Pons vorali, membantu meneruskan informasi.
 Medulla oblongata, mengendalikan fungsi otomatis organ dalam (internal)
 Serebelum, mengkoordinasikan pergerakan dasar.

2.pelindung otak
Otak dilindungi oleh :
 Kulit kepala dan rambut.
 Tulang tengkorak dan columna vertebral
 Meningen (selaput otak)

3.bagian-bagian otak
Bagian dari otak secara garis besar terdiri dari :
a. Cerebral hemisphere (cerebrum/otak besar)
b. Diencephalon
c. Brain stem (batang otak)
d. Cerebellum (otak kecil)

OTAK BESAR
Berpasangan (kanan dan kiri) bagian atas dari otak yang mengisi lebih dari setengah masa otak.
Permukaannya berasal dari bagian yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci)
Cerebrum dibagi dalam 4 lobus yaitu :
- Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung jawab untuk proses berpikir
- Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan sensasi perabaan,
tekanan dan sedikit menerima perubahan temperature.
- Lobus occipitalis, mengandung area visual yang menerima sensasi dari mata.
- Lobus temporal, mengandung area auditori yang menerima sensasi dari telinga .
Area khusus otak besar (cerebrum) adalah :
 Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor sensori tubuh.
 Primary motor area yang mengirim impuls ke otot skeletal.
 Broca,s area yang terlibat dalam kemampuan bicara.

OTAK KECIL
Terletak dalam fosa cranial posterior, dibawah tentorium cerebellum bagian posterior dari pons
varoli dan medulla oblongata. Cerebellum mempunyai 2 hemisfer yang dihubungkan oleh
fermis. Berat cerebellum lebih kurang 150 gram (8,5-9 % dari berat otak seluruhnya).

Page 273
Fungsi cerebellum mengembalikan tonus otot diluar kesadaran yang merupakan suatu
mekanisme saraf yang berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian terhadap :
 Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap
tubuh.
 Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan di bawah
pengendalian kemauan dan mempunyai aspek ketrampilan.
Setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam kegiatan sejumlah otot. Otot antagonis harus
mengalami relaksasi secara teratur dan otot sinergis berusaha memfiksasi sendi sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan oleh bermacam pergerakan.

VENTRIKEL OTAK
Yaitu beberapa rongga yang saling berhubungan didalam otak dan berisi cairan serebrospinalis.
Fungsi dari cairan serebrospinalis adalah:
- Sebagai buffer.
- Melindungi otak dan sumsum tulang belakang dari goncangan dan trauma.
- Menghantarkan makanan ke system syaraf pusat.
Ada tiga jenis kelompok saraf yang dibentuk oleh saraf serebrospinalis yaitu:
1. Saraf sensorik (saraf afferent), yaitu membawa impuls dari otak dan medulla spinalis ke
perifer.
2. Saraf motorik (saraf efferent) ,menghantar impuls dari otak dan medulla spinalis ke
perifer.
3. Saraf campuran, yang mengandung serabut motorik dan sensorik, sehingga dapat
menghantar impuls dalam dua jurusan.

Cairan Cerebrospinalis

LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke
dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke ventriculus
quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum melalui
foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system
ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan
memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas
otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi)
ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya
berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai
daerah – kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal
minimum harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu
sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan
produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.
Seluruh ruang yang melingkupi otak dan medulla spinalis memiliki volume kira-
kira 1600-1700 mililiter dan sekitar 150 mililiter dari volume ini ditempati oleh cairan

Page 274
cerebrospinal dan sisanya oleh otak dan medulla. Cairan ini ditemukan dalam ventrikel
otak, sisterna sekitar otak, dan di dalam ruang subarachnoid sekitar otak dan medulla
spinalis. Seluruh ruangan berhubungan satu sama lain. Tekanan cairan diatur pada suatu
tingkat yang konstan. Fungsi utama cairan cerebrospinal adalah untuk melindungi otak
dalam kubahnya yang padat. Otak dan cairan cerebrospinal memiliki gaya berat yang
spesifik yang kurang lebih sama sehingga otak terapung dalam cairan ini.5

Gambar. Sirkulasi LCS

Sirkulasi Otak

Pada daerah batang otak, Arteri vertebralis dextra et sinistra akan bergabung
membentuk arteri basilaris yang nantinya akan membentuk banyak cabang yang
memperdarahi daerah tersendiri. Pada akhirnya arteri basilaris ini kemudian pada bagian
posterior otak akan terbagi menjadi dua cabang yaitu arteri cerebri posterior dextra dan
sinistra. Arteri cerebri posterior ini sendiri dapat di bedakan menjadi dua bagian yaitu
pars postcomunikalis dan pars prekomunikalis. Arteri cerebri posterior ini kemudian akan
membentuk suatu anyaman pembuluh darah berbentuk lingkaran yang disebut sirkulus
Willisi. Pada sirkulus Willisi selain terdapat Arteri Cerebri media dan arteri Cerebri
anterior, terdapat pula banyak percabangan kecil yang membentuk arteriae.

Page 275
Selaput Otak

Selaput otak terdiri dari tiga bagian, yaitu tepat di bawah tabula interna ada
selaput duramater yang melekat secara longgar. Terdapat ruang di bawah duramater yang
disebut subdural. Lapisan kedua adalah arachnoidmater dan ruang di bawahnya adalah
subarachnoid tempat cairan serebrospinal mengalir. Lapisan terakhir adalah piamater
yang melekat pada permukaan otak dan mengikuti girus dan sulkus otak.

Gambar. Selaput Otak

Gambar 1. Lapisan-lapisan selaput otak/meninges

Page 276
Gambar. 1 Anatomi pembuluh darah otak

Page 277
3 Jenis-jenis Penyebab Kematian Mendadak
1. ARTERIOSCLEROSIS PADA OTAK ( penebalan dinding pembuluh nadi otak)
Perubahan patologis primer pada arteriosclerosis otak terjadi didalam vasculare
darah cerebral, meskipun perubahan yang serupa dapat pula terjadi didalam pembuluh
darah sistemik lainnya. Penyakit tersebut terutama pada usia tua dan dianggap oleh
banyak ahli sebagai suatu manifestasi yang normal dari proses penuaan pada manusia.
Gangguan metabolisme terutama lemak dianggap merupakan perubahan utama yang
menyertainya
Patologi
Perubahan atheromatous (degenerasi lemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding
pembuluh nadi) dalam sistim arteri secara relatif sering ditemukan pada pemeriksaan
postmortem dari tubuh orang-orang yang telah mencapai usia pertengahan. Seluruh
pembuluh darah dengan pelbagai ukuran turut terkena perubahan atheromatous ini.
Melalui mikroskop kita dapat melihat kombinasi antara perubahan degeneratif
(kemunduran) dan proliferatif (produktip). Tunika muscularis merupakan tempat utama
proliferasi. Daerah-daerah pelunakan otak yang tersebar, yang mengalami atrofi
menyeluruh dan terdapat senile plaques pada corteksnya, acapkali ditemukan.
Lesi atherosclerotic (bentuk arteriosklerosis dengan timbunan zat lemak didalam dan
dibawah lapisan intima dinding pembuluh darah) yang berat dan paling sering terjadi ,
yang dicatat dari analisis 1175 autopsi secara berturut-turut, terletak pada 4 daerah dari
circulus Willisi. Ke-4 daerah tersebut adalah arteri basilaris proximal dan distal, arteri
carotis interna pada trifurcationya ,bagian 1/3 pertama dari arteri cerebri media, dan
bagian pertama dari arteri cerebri posterior.
Penyempitan pembuluh darah yang berat dan cukup untuk menimbulkan insufisiensi
vascular terdapat pada 2 % kasus usia 30-40 tahun dan sebanyak 6-8 % pada pasien-
pasien yang berusia dari 60-70 tahun. Pada pasien yang lebih muda usianya ,
penyempitan pembuluh pada bagian anterior circulus Willisi terjadi dalam arteri carotis
interna atau bagian pertama dari arteri cerebri media. Pada pasien yang lebih tua
,penyempitan hampir terdapat hanya dalam bagian posterior circulus Willisi pada arteri
basilaris, dalam arteri vertebra atau bagian pertama arteri cerebri posterior.

Gambaran klinis
Keluhan nyeri kepala, dizziness (pusing), tinnitus (telinga berdengung), dan insomnia
(tidak bisa tidur) sering dujumpai. Daya ingatan dapat terganggu. Diketahui adanya
perubahan personalitas (kepribadian) dan judgement (pendapat/keputusan) cenderung
mengalami gangguan, sedangkan aphasia (kehilangan daya pengutaraan melalui bicara,
menulis atau penggunaan tanda-tanda, dan kehilangan pengertian bahasa yang didengar
atau dibaca), delusi (waham), hallucinasi, kelainan perangai dan dementia (keruntuhan

Page 278
mental) terjadi pada stadium-stadium lanjut. Paralisis agitans (= penyakit parkinson,
penyakit karena kerusakan pusat-pusat saraf pada dasar otak, terutama globus pallidus
dan substantia nigra, ditandai dengan menjadi kakunya otot-otot serta tremor) dan
sindroma apopleksia/stroke ( kehilangan kesadaran mendadak diikuti kelumpuhan karena
gangguan peredaran darah) merupakan komplikasi yang sering ditemukan.
Arteriosklerosis dalam bagian tubuh lainnya seperti retina atau ekstremitas dapat terjadi
bersama dengan arteriosclerosis cerebri.

B. ANEURYSMA INTRACRANIAL
Aneurysma (pelebaran pembuluh darah setempat) dapat terjadi akibat arteriosclerosis,
abnormalitas kongenital atau emboli. Aneurisma intracranial mempunyai berbagai ukuran
dari sebesar kacang polong sampai sebesar buah jeruk, dan setiap saat ukuran setiap
aneurisma akan berbeda-beda. Aneurisma yang besar dapat menimbulkan erosi tulang
tengkorak serta sella tursica dan menekan saraf cranialis serta jaringan otak disekitarnya.
Kebanyakan aneurisma tersebut terletak di dekat permukaan dasar tengkorak dan hampir
setengahnya berasal dari arteri carotis interna atau dari arteri cerebri media. Biasanya
aneurisma intracranial hanya sebuah (tunggal) namun kadang kala multiple. Ditemukan
bahwa aneurisma kongenital intracranial dapat terjadi bersamaan dengan ginjal polikistik
dan coartatio aorta (penyempitan aorta, biasanya sekitar pangkal duktus arteriosus).

Patologi
Pelebaran fusiformis dari arteria basilaris atau bagian terminal arteri carotis interna dapat
terjadi akibat perubahan arteriosclerotik yang difus. Aneurisma saccular, miliaris, sering
terjadi didekat bifurcatio pembuluh darah dalam circulus Willisi dan disertai abnormalitas
kongenital pada tunica muscularisnya. Aneurisma mycotik yang disebabkan oleh arteritis
akibat emboli bacterial, secara relatif jarang dijumpai. Aneurisma yang besar dapat berisi
bekuan darah , sebagian atau seluruhnya. Kadang-kadang aneurisma tersebut mengalami
kalsifikasi (pengerasan).

Gambaran klinik
Sebelum terjadi ruptur, aneurisma dapat memberikan gejala atau tanpa gejala yang
bergantung pada lokasi dan ukuran aneurisma tersebut. Nyeri kepala saat mengeluarkan
tenaga dan gangguan nervus cranialis II, III, IV cenderung terdapat. Kadang-kadang
terdengar bruit dengan auskultasi pada tempat yang sakit. Menjelang terjadinya ruptur,
gejala-gejalanya sama denga gejala perdarahan subarachnoid. Nyeri kepala unilateral
(satu sisi) yang berulang kadang terdapat dan secara klinik mirip dengan nyeri kepala
pada migraine.

Kematian, berhubungan dengan perdarahan spontan subarachnoid.

Page 279
Aneurisma yang terjadi pada arteri di otak disebut aneurisma cerebral. Terkadang
juga disebut Berry Aneurisma karena bentuknya menyerupai buah beri yang kecil.
Sebagian besar aneurisma cerebral tidak menunjukkkan gejala hingga ukurannya
bertambah besar, terjadi kebocoran darah dan kemudian pecah. Pecahnya aneurisma
cerebral dapat menyebabkan stroke. Gejala dan tandanya timbul secara tiba-tiba, meliputi
sakit kepala hebat, mual, muntah, leher kaku, kelemahan tubuh yang tiba-tiba, kesulitan
bicara yang tiba-tiba, bahkan kehilangan kesadaran, koma, bahkan kematian. Aneurisma
cerebral berbahaya tergantung pada ukuran dan lokasinya di otak, walaupun aneurisme
tersebut pecah seseorang dapat tetap sehat.

Gambar.1 Berry Aneurisma


Pencarian sumber perdarahan terkadang sulit. Dari perdarahan subarachnoid
spontan, sekitar 85% disebabkan oleh aneurisma. Tapi selebihnya tidak menunjukkan
adanya aneurisma, bahkan setelah pencarian yang cermat. Hal ini mungkin karena
kerusakan aneurisma yang kecil pada saat pecahnya aneurisma tersebut, tapi hal tersebut
sepertinya disebabkan oleh perembesan darah dari pembuluh tanpa adanya aneurisma,
sebagai akibat adanya titik lemah pada pembuluh darah tersebut.
Pencarian terhadap suatu aneurisma yang kecil pada otopsi cukup sulit karena
lapisan jendalan darah yang terperangkap pada selaput otak dan pembuluh darah.
Pemotongan secara tumpul dapat diterapkan, dengan menggunakan lengan scalpel
maupun bagian tengah forsep. Darah sebaiknya dicuci secara konstan dengan aliran air
yang kontinyu. Dapat juga dengan menyuntikkan air ke salah satu bagian akhir potongan
arteri vertebral, setelah sebelumnya mengikat secara hati-hati pembuluh darah lainnya
serta dua potongan akhir arteri karotis, untuk melihat dimana air tersebut merembes.
Sumber rembesan tersebut seringkali multiple walaupun terkadang berasal dari robekan-
robekan artefaktual pada pembuluh darah kecil selama otopsi akibat manipulasi otak.
Pencarian aneurisma pada otak lebih baik dilakukan pada otak yang masih segar, karena
pengawetan dengan formalin dapat menyebabkan pengerasan jendalan darah sehingga
tidak dapat dipindahkan tanpa risiko merobek pembuluh darah maupun aneurisma yang

Page 280
lain. Aneurisma sering ditemukan pada percabangan arteri serebralis media dan arteri
comunis posterior, percabangan arteri basilaris, otak bagian tengah di fissura Sylvii, pada
arteri Comunis anterior atau pada tempat penggabungan arteri comunis posterior ke
pembuluh darah cerebral posterior. Suatu aneurisma kadang terletak pada ateri bagian
korteks dapat pula menjadi bagian pada pemukaan cerebrum yang membuatnya menjadi
sulit untuk ditemukan. Jika pembengkakan ( yang mungkin telah kolaps pada otopsi )
tidak terlihat pada pemeriksaan superficial di sirkulus Willisi, pembuluh darah tersebut
harus diangkat secara perlahan-lahan dari permukaan otak dengan alat yang tumpul
sehingga sisi bawahnya dapat diperiksa.
Aneurisma Berry biasanya terdapat multiple dalam ukuran yang bervariasi,
mulai dari beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter walaupun umumnya memiliki
diameter 3 – 8 milimeter.
Pada otopsi, diagnosis perdarahan arachnoid dapat dilihat secara langsung. Hal ini
dikarenakan titik perdarahan umumnya terdapat pada sirkulus wilisi. Perdarahan yang
paling banyak dapat dilihat pada daerah basal otak terutama pada sisterna basalis. Darah
umumnya akan menyebar ke samping dan menutupi seluruh permukaan hemisfer otak.
Darah akan berwarna merah terang pada perdarahan yang masih baru. Jika sudah satu
minggu, warna menjadi kecoklatan akibat perubahan hemoglobin. Hemosiderin dapat
diidentifikasi dengan pewarnaan Perl Stain setelah 3 hari perdarahan. Pencarian terhadap
suatu aneurisma yang kecil pada otopsi cukup sulit karena jendalan darah yang
terperangkap pada selaput otak dan pembuluh darah.

Gambar.2 Aneurisme Berry


pada arteri vertebralis yang dapat menyebabkan perdarahan subarachnoid yang
terjadi secara tiba-tiba dan fatal. Aneurisma ini berasal dari Circulus Willisi

C. CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)


Yaitu kejadian yang berkaitan dengan pembuluh darah otak.

Page 281
Onset apopleksia atau stroke yang akut biasanya berhubungan dengan penyakit pada
sistim vascular intracranial atau penyakit darah atau disebabkan oleh trauma. Penyebab
paling sering pada gangguan fungsi otak yang menyeluruh atau focal adalah lesi vascular
cerebri. Tipe-tipe utama dari cerebrovascular accident yang spontan dapat digolongkan
yaitu : 1)Thrombosis cerebri, 2)Hemorrhage cerebri, 3)emboli cerebri atau 4)hemorrhage
subarachnoid.
ETIOLOGI
CVA dapat terjadi pada segala usia, tetapi thrombosis dan perdarahan intracerebri jarang
ditemukan sebelum usia 40 tahun. Puncak incident thrombosis cerebri ialah pada umur
50-70 tahun, sedangkan bagi perdarahan cerebri 40-70 tahun. Baik pemeriksaan cerebral
angiography maupun pemeriksaan postmortem telah menunjukan bahwa pada pasien
insufisiensi cerebrovascular terdapat insiden occlusi atau stenosis arteri extracranial yang
tinggi, gambar :

Patologi
1). Thrombosis cerebri, biasanya disertai perlunakan otak (encephalomalacia), kadang-
kadang perlunakan otak terjadi tanpa terlihatnya thrombosis pembuluh –pembuluh darah
cerebri. Sejauh ini kausa yang paling sering ialah arteriosclerosis. Penyebab lainnya
meliputi vasculitis, meningitis, encephalitis, thromboangitis obliterans periarteritis
nodosa, polycythemia, dehydrasi, obstruksi mekanis oleh massa dan infeksi sistemik
yang akut pada masa kanak-kanak. Pada pasien-pasien arteriosclerosis, thrombosis
cerebri (adanya bekuan darah dalam pembuluh darah otak) dianggap terjadi setelah
pembekuan darah pada tempat alirannya dirintangi oleh bercak sclerotic (pengerasan)
pada dinding pembuluh darah.
Ischaemia dan infark jaringan otak pada daerah yang diperdarahi dapat terjadi setelah
occlusi arteri cerebri dengan kongesti dan oedema pada daerah sekitarnya. Setelah
beberapa hari, edema menghilang, otak yang ischaemic mengalami necrosis. Jaringan
otak yang necrotik mengalami liquefaksi (pencairan) dan diangkut keluar oleh
macrophage, parut glial /neuroglia (jaringan penunjang dalam system saraf pusat, terdiri
atas sel-sel glia, serabut glia, dan zat antarsel homogeny) dan vascular menggantikan
sebagian jaringan otak yang rusak, yang menimbulkan pengerutan jaringan otak atau
pembentukan kista-kista multilokuler yang kecil dan diisi oleh cairan jernih. Kadang-
kadang sel darah merah menyebuk daerah jaringan yang necrotic dan membentuk red
infarct . pada kasus-kasus ini terasa bahwa bekuan (embolus) yang menyumbat bergerak
kea rah distal yang memungkinkan perdarahan lewat dinding pembuluh yang necrotic.

2)hemorrhage cerebri, perdarahan kedalam otak atau meningen terjadi akibat rupture
salah satu pembuluh darah dan pada mayoritas kasus yang besar berasal dari rupture
pembuluh darah yang mengalami arteriosclerotic. Penyebab lainnya meliputi rupture dari
aneurisma congenital dan mycotik, infeksi akut, zat-zat toksik, kelainan darah, trauma

Page 282
dan penyakit sistemik. Hemorrhage profunda kedalam substansi otak, terutama pons dan
mesencephalon dapat terjadi akibat trauma kepala atau berhubungan dengan tumor otak
supratentorial. Perdarahan yang tersebar secara difus dengan pelbagai ukuran dapat
disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah otak akibat infeksi akut,toxin atau obat-
obatan, leukemia akut, polycythemia, thrombocytopenic purpura dan scorbut. Mekanisme
terjadinya rupture pada pembuluh darah yang sakit tetap belum jelas. Sebagian
perdarahan berasal dari pembuluh arteri dan sebagian lagi dari vena. Perlunakan jaringan
otak disekitar pembuluh darah mungkin mempercepat rupture pembuluh darah tersebut.
Rupture vasa vasorum dari pembuluh yang berukuran sedang dapat mempercepat
haemorrhage cerebri. Perubahan penampang dan desakan didalam pembuluh darah ikut
mengambil peranan dalam peristiwa rupture sebuah pembuluh darah. Bekuan darah
menghancurkan dan menggantikan jaringan otak di dekatnya, biasanya jaringan otak di
sekitarnya melunak. Pada haemorrhage yang besar, tempat rupture mungkin tidak
tampak. Tempat yang paling sering dari perdarahan biasa ialah basal ganglia yang meluas
meliputi capsula interna dan kadang-kadang pecah kedalam ventriculus leteralis, dimana
darah menyebar lewat system ventricular kedalam ruang subarachnoid pada konveksitas
dan dasar otak. Pada kasus-kasus dimana terjadi kesembuhan ,darah dan jaringan otak
yang necrotic diangkut oleh macrophage. Darah diangkut keluar dan jaringan otak yang
rusak seluruhnya diganti oleh jaringan ikat, glia dan pembuluh-pembuluh darah yang
baru, yang menghasilkan daerah yang mengerut dan terisi cairan.

3)emboli cerebri, yaitu penyumbatan pembuluh darah oleh sepotong kecil bekuan darah,
tumor, lemak, udara atau substansi lainnya atau oleh segumpal bakteri. Setelah
penyumbatan pembuluh darah, terjadi necrosis pada daerah yang diperdarahi oleh
pembuluh tersebut. Kebanyakan emboli cerebri bersifat steril walaupun emboli pada
pasien-pasien infeksi pulmonum atau endocarditis dapat berisi bakteri dan menimbulkan
encephalitis, abscess atau meningitis. Sumber emboli cerebri yang paling umum ialah
penyakit jantung, sekalipun emboli dapat terjadi pada proses-proses thrombosis atau
suppuratif dari setiap bagian tubuh atau pada penyakit vascular extracranial. Emboli
udara dapat terjadi setelah cedera pada paru-paru. Emboli lemak dapat menyertai fracture
tulang panjang. Pada anak-anak, emboli cerebri terjadi bersama penyakit jantung
rheumatic atau endocarditis infeksiosa. Pada usia pertengahan dan pasien-pasien berumur
lanjut, kerapkali emboli cerebri terjadi pada fibrilasi atrium atau thrombosis coronaria.
Embolus dapat menyumbat pembuluh darah otak secara total atau partial. Daerah
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah ini akan mengalami infark dan berubah
dengan cara yang sama dimana terjadi resolusi suatu infark thrombotic. Infark merah
pada otak sering terdapat bersama emboli cerebri. Apabila embolinya septic, dapat terjadi
encephalitis atau abscess, atau kalau infeksi terbatas pada pembuluh darah, maka terjadi
dilatasi mycotik aneurisma. Keadaan ini dapat mengalami rupture kemudian, yang

Page 283
menimbulkan perdarahan cerebri. Emboli otak sering bersifat multiple dan terjadi infark
pada paru-paru, lien, ren, dan pembuluh darah perifer serta organ viscera lainnya.

4)Hemorrhage Subarachnoid, perdarahan ini disebabkan oleh trauma kepala, blood


dyscrasia, tumor intracranial, anomaly vascular, perdarahan intracerebral atau penyakit
infeksi. Perdarahan subarachnoid yang primer berkenaan dengan perdarahan akibat
rupture pembuluh darah didalam ruang subarachnoid . mayoritas luas dari keadaan
tersebut disebabkan oleh kelemahan congenital pembuluh darah. Kerapkali ditemukan
kelainan pertumbuhan tunica media terutama di daerah bifurcation. Pada kelompok usia
yang lebih tua, arteriosclerosis merupakan factor yang turut mengambil bagian. Emboli
septic dengan aneurysma mycotik dan syphilis kadangkala merupakan factor yang
significant.

Gambar.3 Stroke Hemoragik 7

Page 284
Gambar. 4 Stroke Iskemik

Gambar.6 Gambaran Edema Otak

Page 285
Gambar. 7 Kematian Jaringan Otak akibat Emboli

Gambar.8 Gambaran Selaput Meningen akibat meningitis akut

BAB. III
PENUTUP
- Penyakit dan kelainan pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan kematian
mendadak walaupun bukan merupakan penyebab yang terbanyak
- Untuk mengetahui penyebab kematian mendadak tersebut tidak dapat
ditentukan hanya dengan pemeriksaan luar dan harus dibantu dengan otopsi
- Pada otopsi kematian mendadak akibat pecahnya aneurisma otak harus
dilakukan pencarian sumber perdarahan.

Page 286
KEMATIAN MENDADAK
AKIBAT PENYAKIT SYSTEM PENCERNAAN
BAB I. PENDAHULUAN
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit, sering kali mendatangkan
kecurigaan baik bagi penyidik maupun masyarakat umum, khususnya bila kematian
tersebut menimpa orang yang cukup dikenal oleh masyarakat, kematian di rumah tahanan
dan di tempat-tempat umum, seperti di hotel, cottege atau motel. Kecurigaan akan adanya
unsur kriminal pada kasus kematian mendadak, terutama disebabkan masalah TKP nya
yaitu bukan di rumah korban atau di rumah sakit, melainkan di tempat umum. Disamping
itu oleh karena kematiannya bersifat tiba-tiba atau tidak disangka-sangka yang terjadi
pada orang yang sebelumnya tampak sehat. Dengan demikian kematian mendadak
merupakan kasus forensic walaupun korban meninggal disebabkan oleh penyakit, bukan
oleh karena ruda paksa atau keracunan. Kadang-kadang sulit untuk membedakan
gambaran kematian yang mendadak termasuk kasus forensik, walau hasil otopsi
menunjukkan bahwa kematian korban karena penyakit jantung, perdarahan otak atau
pecahnya aneurysma cerebri .
Kematian yang wajar adalah secara wajar dan kematian yang pada mulanya didahului
oleh faktor luar . misalnya membedakan gambaran kematian pada penderita cirrhosis
hepatis akibat lanjutan dari penyakit hepatitis , dengan proses lanjutan dari nekrosis hati
oleh karena keracunan. Gambaran diatas juga sulit dibedakan dengan penderita cirrhosis
hepatis oleh karena chronik alkoholisme. Pada kematian tiba-tiba , faktor pencetus boleh
saja ada ataupun tidak ada . dalam kasus-kasus demikian, dokter hendaknya tidak
menyatakan penyebab kematian tanpa melakukan pemeriksaan post-mortem meskipun
bukti yang kuat tentang penyakitnya ada. Pada kasus-kasus yang telah mengalami
pembusukan suatu kematian tidak wajar dapat menjadi kematian wajar, demikian juga
dapat terjadi sebaliknya .
Secara garis besar lesi yang dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba ,dapat
dibagi tiga golongan.
7. Penyakit alamiah yang prosesnya lambat dan tersembunyi, merusak organ vital tanpa
menimbulkan gejala sampai berhentinya fungsi organ tersebut . misalnya penyakit
arteri koronaria.
8. Pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba , yang menimbulkan perdarahan fatal,
misalnya pecahnya aneurisma aorta dengan perdarahan pada kantong pericard atau
pecahnya aneurisma pada circulus willisi yang mengakibatkan perdarahan
subarachnoid atau pecahnya kehamilan ectopic dengan perdarahan ke dalam cavum
peritoneum.
9. Penyakit infeksi laten yang berkembang tanpa menimbulkan gejala sampai penderita
mati .
kematian mendadak pada seseorang bisa terjadi karena hal-hal yang tidak alamiah ,seperti
keracunan, kekerasan atau merupakan hasil akhir dari keadaan alamiah . angka kejadian
kematian mendadak sekitar 10 % dari seluruh kematian .
Adapun penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara mendadak
adalah penyakit pada susunan saraf pusat, penyakit pada sistem kardio-vaskuler, penyakit
pada sistem pernapasan, penyakit pada sistem gastrointestinal dan sistem uro-genital .

Page 287
Penyakit – penyakit pada sistem digestivus yang dapat menyebabkan kematian
mendadak adalah :
- Cirrhosis hepatis
- Gastroenteritis terutama pada anak- anak
- Neoplasma pada lambung atau hepar
- Varises oesophagus yang pecah
- Perforasi ulcus duodenum
- Obstruksi tractus gastrointestinalis
- Pancreatitis acut
- Hepatitis, dan lain-lain .

BAB II. PEMBAHASAN


II.1. Definisi
Kematian mendadak (sudden death) adalah suatu kematian yang disebabkan oleh
penyakit alamiah, terjadi secara tiba-tiba dan tidak disangka-sangka dimana faktor trauma
dan keracunan tidak ada. Jadi pengertian kematian mendadak disini tidak hanya meliputi
kematian-kematian yang seketika , melainkan juga peristiwa kematian yang bersifat tidak
terduga-duga. Demikian kematiannya terjadi secara tiba-tiba menimpa seseorang yang
kelihatannya sehat maupun yang sakit ringan saja, dengan adanya faktor pencetus
ataupun tidak .
II.2.Anatomi Dan Fisiologi

Saluran pencernaan atau sistem gastroinstestinal merupakan saluran yang


menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan
jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan
zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus .
Fungsi primer saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terus menerus pada tubuh
akan air, elektrolit dan zat gizi , sehingga siap diabsorbsi. Selama dalam proses
pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang dapat diserap dan
digunakan oleh sel jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat makanan terjadi karena kerja
berbagai enzim yang terkandung dalam berbagai cairan pencernaan. Setiap jenis zat ini
mempunyai tugas khusus menyaring dan bekerja atas satu jenis makanan dan tidak
mempunyai pengaruh terhadap jenis lainnya .
Beberapa pengertian secara umum mengenai proses pencernaan adalah sebagai berikut :
1. Ingesti adalah masuknya makanan kedalam mulut, disini terjadi proses
pemotongan dan penggilingan makanan yang dilakukan secara mekanik oleh gigi.
2. Peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang menggerakkan
makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
3. Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul kecil
sehingga absorbs dapat berlangsung.
4. Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna, juga
bakteri dalam bentuk feses dari saluran pencernaan.

Page 288
5. Absorbs adalah pergerakan produk akhir pencernaan dari lumen saluran
pencernaan kedalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh
sel-sel tubuh .

SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN SECARA UMUM


Saluran pencernaan makanan secara umum terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut :
mulut – pharynx (tekak) – oesophagus (kerongkongan) – ventrikulus/gaster (lambung) –
Usus halus – colon (usus besar) – Anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ
yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu .

1. MULUT (ORIS)

Mulut merupakan jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi organ aksesori yang
berfungsi dalam proses awal pencernaan. Secara umum mulut terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi.

b. Bagian rongga mulut (bagian dalam) yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung
dengan faring.

Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, dibawahnya terletak kelenjar-
kelenjar halus yang mengeluarkan lendir, selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga
memuat banyak ujung akhir saraf sensorik. Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan
sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa) .
Di mulut ada beberapa bagian yang perlu diketahui yaitu antara lain :
1.palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. palatum durum (palatum keras), yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari
sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang
palatum

b. palatum mole (palatum lunak), terletak dibelakang yang merupakan lipatan


menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir .

2.rongga mulut
a. gigi, tersusun atas 2 bagian yaitu gigi primer dan gigi sekunder.

 Gigi primer, mulai dari ruang diantara 2 gigi depan yang terdiri dari 2 gigi
seri, 1 taring, 2 geraham (molar) dan untuk total keseluruhannya 20 gigi.

 Gigi sekunder terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar (bicuspid) dan 3
geraham (tricuspid) untuk total keseluruhannya 32 buah.

Gigi juga ada 2 macam yaitu :


 Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan.

Page 289
 Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah.

Fungsi gigi adalah dalam proses mastikasi (pengunyahan). Makanan yang masuk
dalam mulut dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan bercampur dengan salipa
untuk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan.
b. Lidah, berfungsi untuk menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan. Selain
itu juga untuk pengecapan dan produksi wicara. Lidah terdiri atas otot serat
lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, dilekatkan pada frenulum lingua. Dibagian
belakang, pangkal lidah terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan
napas pada waktu menelan makanan , supaya makanan jangan masuk ke jalan
napas. Kerja otot lidah ini dapat digerakkan atas 3 bagian yaitu :

- Radiks lingua (pangkal lidah)

- Dorsum lingua (punggung lidah)

- Apeks lingua (ujung lidah)

Pada lidah terdapat indra peraba dan perasa :


- Asin , dibagian lateral lidah

- Manis, dibagian ujung dan anterior lidah

- Asam, dibagian lateral lidah

- Pahit, bagian belakang lidah .

2. FARING

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan


(oesofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang
banyak mengandung limposit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak
bersimpangan antara jalan napas dan jalan makanan ,yang letaknya dibelakang rongga
mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang. Jalan udara dan jalan makanan
pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian
depan sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari
ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melalui ressus priformis masuk
ke oesofagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah masuknya
makanan ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup sementara. Permulaan
menelan, otot mulut dan lidah kontraksi secara bersamaan .
3. OESOFAGUS

Merupakan saluran yang menghubungkan tekak (faring) dengan lambung, panjangnya


sekitar 9-25 cm dengan diameter sekitar 2.54 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak dibawah lambung. Esofagus berawal dari area laringofaring, melewati diafragma
dan hiatus esofagus. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung

Page 290
setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung
dengan lambung
Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak
peristaltik. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mukus untuk melumasi dan
melindungi esofagus tetapi esofagus tidak memproduksi enzim pencernaan .
4. LAMBUNG (GASTER)

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di
daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus gaster berhubungan dengan
esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah difragma di depan pankreas dan
limpa, menempel disebelah kiri fundus gaster.
Bagian-bagian lambung terdiri atas :
a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri ostium
kardium dan biasanya penuh berisi gas .
b. Korpus ventrikuli, setinggi ostium kardium ,suatu lekukan pada bagian bawah
kurvatura minor.
c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal
membentuk spinter pilorus.
d. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari ostium kardiak
sampai ke pilorus.
e. Kurvatura manyor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri
ostium kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus
inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor
sampai ke limpa.
f. Osteum kardiakum merupakan tempat dimana esofagus bagian abdomen masuk
ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Fungsi lambung :
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Produksi kimus, aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa
homogen setengah cair, berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan
mendorongnya kedalam duodenum.
c. Digesti protein, lambung memulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam
klorida.
d. Produksi mukus, mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barier setebal 1
mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dari sekresinya sendiri.
e. Produksi faktor instrinsik, yaitu glikoprotein yang disekresi sel parietal dan
vitamin B12 yang didapat dari makanan yang dicerna di lambung yang terikat
pada faktor intrinsik. Komplek faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum usus
halus dimana tempat vitamin B 12 di absorbsi.

Page 291
f. Absorbsi, dilambung hanya terjadi absorbsi nutrien sedikit. Beberapa zat yang
diabsorbsi antara lain adalah beberapa obat yang larut lemak (aspirin) dan alkohol
diabsorbsi pada dinding lambung serta zat yang larut dalam air terabsorbsi dalam
jumlah yang tidak jelas.

5. USUS HALUS
Usus halus adalah saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar, yang merupakan
tuba terlilit yang merentang dari sfingter pylorus sampai katub ileosekal, tempatnya
menyatu dengan usus besar.
Susunan usus halus :
a. Duodenum, disebut juga usus 12 jari, panjangnya 25-30 cm, berbentuk sepatu
kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas yang
menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida.
Duodenum merupakan bagian terpendek dari usus halus
b. Yeyenum, lanjutan duodenum dengan panjang 1-1,5 meter.
c. Ileum, panjangnya 2-2,5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada
dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk
kipas dikenal sebagai mesenterium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan
sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikal, orifisium ini
diperkuat oleh sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katub valvula
seikalis atau valvula baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon
asendens tidak masuk kembali ke ileum.

Fungsi usus halus :


a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-
kapiler darah dan saluran-saluran limfe dengan proses sebagai berikut :

 Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

 Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

b. Secara selektif mengabsorbsi produk digesti dan juga air, garam dan vitamin .

6. USUS BESAR

Usus besar merupakan bagian akhir dari proses pencernaan, karena sebagai tempat
pembuangan , maka di usus besar sebagian nutrien telah dicerna dan di absorbsi dan
hanya menyisakan zat-zat yang tidak dicerna. Makanan biasanya memerlukan waktu
2-5 hari untuk menempuh ujung saluran pencernaan , 2-6 jam di lambung, 6-8 jam di
usus halus dan sisa waktunya berada di usus besar.
Secara anatomi, usus besar panjangnya lebih kurang 1,5 meter, lebarnya 5-6 cm.
Ukurannya lebih besar dari pada usus halus, disini terdapat taenia coli dan apendiks

Page 292
epiploika, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak memiliki villi, tidak
memiliki lipatan-lipatan sirkuler (plicae circulares). Dibagian bawah terdapat katub
ileosekal yaitu katub antara usus halus dan usus besar. Katub ini tertutup dan akan
terbuka untuk merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus
mengalir 15 ml sekali masuk dan untuk total aliran sebanyak 500 ml/hari.
Usus besar terdiri dari : caecum (sekum), colon ascendens, colon transversum, colon
descendens, colon sigmoid, rektum dan canalis ani serta spinkter ani.
Fungsi usus besar :
1. Menyerap air dan elektrolit 80 % - 90% dari makanan dan mengubah dari cairan
menjadi masa.

2. Tempat tinggal sejumlah bakteri coli, yang mampu mencerna sejumlah kecil
selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari.

3. Memproduksi vitamin antara lainvitamin K, riboplafin, dan tiamin serta berbagai


gas.

4. Penyiapan selulosa yang berupa hidrat arang dalam tumbuh-tumbuhan dan


sayuran hijau .

HEPAR (hati)
Organ paling besar didalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya 1300-1550 gram,
letaknya dibagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma. Hepar
terletak di quadran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang
rusuk sehingga dalam keadaan normal hepar yang sehat tidak teraba. Hati menerima
darah teroksigenasi dari arteri hepatika dan darah yang tidak teroksigenasi tetapi kaya
akan nutrien vena porta hepatika.
Pembagian hati , hati dibagi atas 2 lapisan utama yaitu :
a. Permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma .

b. Permukaan bawah tidak ada dan memperlihatkan lekukan fisura transfersus dan
fisura longitudinal yang memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati,
selanjutnya hati dibagi 4 belahan yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata dan
lobus quadratus .

KANDUNG EMPEDU
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran
berotot, letaknya dalam sebuah lobus disebelah permukaan bawah hati sampai pinggir
depannya, panjangnya 8-12 cm berisi 60 cm.
Empedu yang diproduksi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli empedu yang kemudian
menjadi duktus hepatica kanan dan kiri. Duktus hepatica menyatu untuk membentuk
duktus hepatic komunis yang kemudian menyatu dengan duktus sisticus dari kandung
empedu dan keluar dari hati sebagai duktus empedu komunis. Duktus empedu komunis
bersama dengan duktus pancreas bermuara di duodenum atau dialihkan untuk
penyimpanan dikandung empedu.
Fungsi kandung empedu :

Page 293
1. Sebagai persediaan getah empedu dan membuat getah empedu menjadi kental.

2. Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati jumlah setiap hari
dari setiap orang dikeluarkan 500-1000 ml sehari yang digunakan untuk mencerna
lemak 80 % dari getah empedu pigmen (warna) insulin dan zat lainnya .

PANKREAS
Pankreas adalah kelenjar terelongasi berukuran besar dibalik kurvatura mayor lambung.
Kelenjar pankreas strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah, panjangnya kira-kira
15 cm, lebarnya 5 cm mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90
g. Terbentang pada vertebral lumbalis I & II di belakang lambung.
Fungsi pankreas:
a. Fungsi eksokrin (asinar), yang membentuk getah pankreas yang berisi enzim-
enzim pencernaan dan larutan berair yang mengandung ion bikarbonat dalam
konsentrasi tinggi. Produk gabungan sel-sel asinar mengalir melalui duktus
pankreas, yang menyatu melalui duktus empedu komunis dan masuk duodenum
di titik ampula hepatopankreas. Getah pankreas ini dikirim kedalam duodenum
melalui duktus pankreatikus yang bermuara pada papila vateri yang terletak pada
dinding duodenum. Pankreas menerima darah dari arteri pankreatika dan
mengalirkan darahnya ke vena kava inferior melalui vena pankreatika.

b. Fungsi endokrin (pulau langerhans), sekelompak kecil sel epitelium yang


berbentuk pulau-pulau kecil atau kepulauan langerhans, yang bersama-sama
membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin dan glukagon yang
langsung dialirkan kedalam peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melewati
duktus untuk membantu metabolisme karbohidrat .

II.3.KEMATIAN MENDADAK AKIBAT PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN


Penyakit pada system gastrointestinal atau system pencernaan yang tersering
menyebabkan kematian mendadak adalah penyakit tukak lambung (maag), dimana
manifestasinya adalah muntah darah. Penyakit hati yang kronis (sirosis hepatis) juga
dapat menyebabkan perdarahan di lambung oleh karena terjadi perbendungan pembuluh
balik dan dan kemudian pecah ke dalam lambung dan akhirnya dimuntahkan .
1. Sirosis Hepatis

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya fibrosis yang
luas, terbentuknya nodul, adanya proses regenerasi sel-sel parenkim hati yang
mengakibatkan terganggunya arsitektur (susunan lobulus) hati. Secara klinis serosis
hepatis memiliki 2 unsur yaitu : tanda-tanda portal hipertensi dan gangguan fungsi hati.
Berbeda dengan hepatitis kronis dimana dijumpai sel-sel hati rusak tetapi tidak ada portal
hipertensi. Jadi diagnosa penyakit sirosis hepatis jika ada 3 unsur yaitu fibrosis, nodule
dan regenerasi. Untuk mengetahui adanya fibrosis dapat dilakukan pemeriksaan USG
maupun biopsi liver (diagnosis pasti). Jika korban meninggal dapat dilakukan
pemeriksaan histopatologi (PA) .
Etiologi :

Page 294
Pacu utama yang mengakibatkan gambaran sirosis hati tersebut adalah peradangan yang
menimbulkan nekrosis dan fibrogenesis. Sebagai etiologi dari sirosis
1. Hepatitis virus : jenis B dan jenis non B

2. Alkohol

3. Gangguan metabolik, yang sering disebut adalah hemokromatosis, defisiensi alfa-


1- antitripsin, diabetes melitus, penyakit wilson, galaktosemia, tirosinosis
kongenital dan penyakit penimbunan glikogen.

4. Penyumbatan aliran empedu intra hepatik dan ekstra hepatik yang lama

5. Bendungan aliran vena hepatika yang dapat terjadi pada penyakit veno oklusif.
Penyakit perikarditis konstruktif dan sindrom Budd- Chiari

6. Gangguan immunitas seperti pada hepatitis lupoid

7. Toksin dan Obat- obatan umpama pada pemakaian metotreksat

8. Operasi usus pada keadaan obesitas

9. Malnutrisi

10. Infeksi parasit yang kronis yaitu skistosomiasis

11. Disebutkan pula ada hubungannya dengan malaria .

Mekanisme portal hipertensi.


1. Sel hati rusak (Fibrosis, nodule, regenerasi)  gangguan fungsi hati  aliran
darah terganggu  portal hipertensi.

2. Pembuluh darah rusak  aliran darah terganggu  terjadi peningkatan di vena


porta  portal hipertensi .

Hipertensi portal ini menyebabkan kelainan-kelainan sistemik berupa splenomegali, vena


kolateral, hemorroid, ascites dan varises esofagus.
Gagal hati menyebabkan :
 Gagal metabolisme protein.

Hipoproteinemia  hipoalbuminemia  tekanan osmotic menurun  ascites.


 Keseimbangan hormon terganggu

Hiperestrogenisme, karena estrogen yang dimetabolisme, akibatnya terjadi palmar


eritema (dilatasi arterial ), spider naevi, hiperpigmentasi.
 Fungsi hemapoetik terganggu : anemia, leukemia, trombositopenia .

KLASIFIKASI
Secara fungsional (klinis) serosis hepatis dibagi 2 bagian yaitu :
Page 295
1. Serosis hepatis stadium kompensata, stadium ini gambaran klinis masih samar-
samar.

2. Serosis hepatis stadium dekompensata, stadium ini gambaran klinis sangat jelas,
dimana dijumpai salah satu tanda dari ascites atau oedem atau ikterus .

GEJALA KLINIK
a. Mata , oedema palpebra, anemia karena metabolisme albumin/globulin, sehingga
mengganggu pembentukan eritrosit. Ikterus karena metabolisme intra hepatic
terganggu.

b. Tangan, dijumpai eriteme palmaris.

c. Abdomen, dijumpai ascites, splenomegali, hepatomegali, kolateral vein, caput


medusa.

d. Dada , dijumpai spider naevi, otot-otot pectoralis atropi.

e. Alat kelamin, dijumpai atropi testis.

f. Kaki ,dijumpai oedem pre tibia .

Komplikasi serosis hepatis : ascites, hepatic ensefalopati, PSMBA, hepatorenal sindrom,


spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP) .
2.PERDARAHAN SALURAN MAKANAN BAGIAN ATAS (PSMBA).
PSMBA adalah perdarahan yang berasal dari daerah ligamentum Treitz keatas (dari
proximal jejunum ,duodenum,gaster dan esophagus) . perdarahan dapat berupa
hematemesis, melena atau hematemesis et melena. Pada keadaan syok atau penderita
sangat lemah, kadang-kadang tidak dijumpai hematemesis ,hanya melena saja.
Pendarahan massif dianggap bila penderita kehilangan darah lebih dari 1500 cc (25 % )
yang sering kali menimbulkan gangguan hemodinamik .
Etiologi :
a. Varises esophagus pada sirosis hati dengan hipertensi portal.

b. Tukak peptikum akut dan kronik

c. Gastritis erosive (karena obat-obatan, terutama NSAID)

d. Keganasan , misalnya Ca.lambung.

e. DHF, ITP, Leukemia, hemofili, epistaksis, dan lain-lain .

Tanda dan gejala :


- Keluhan dyspepsia.

- Berumur lanjut

- Berat badan menurun, selera makan berkurang.

Page 296
- Tekanan darah dan denyut nadi menurun (apakah pasien syok)

- Kesadaran menurun.

- Akral dingin, pucat.

- Takikardia

- Tanda kronik penyakit hati

- Massa di epigastrium (Ca. lambung).

- Melena lebih dominan daripada hematemesis.(hematemesis adalah muntah darah


berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas, melena adalah
buang air besar berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian
atas).berbeda dengan hematoskezia yaitu buang air besar berupa darah segar
berwarna merah yang berasal dari saluran cerna bagian bawah .

Perbedaan etiologi PSMBA dan PSMBB


PSMBA PSMBB
Varises esophagus Disentri
Perdarahan ulkus (dyspepsia ulcer) Polip recti
Gastritis erosive (karena obat nsaid) Haemorroid
Stress ulcer (perdarahan akibat penyakit berat dan Colitis
berbaring lama)
DHF,ITP,Leukemia,hemofili,epistaksis,dll Keganasan, perforasi typoid.
Dan lain-lain Kelainan hematochezia (darah
segar)

Diagnose pasti :
1. Endoskopi ,untuk melihat asal perdarahan

2. USG, untuk melihat tanda-tanda Ca.lambung, Ca.esophagus,hipertensi portal,


hepatoma,varises esophagus .

3.ILEUS PARALITIK
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung/distensi usus karena usus
tidak dapat bergerak (mengalami dismotilitas), pasien tidak dapat buang air besar .
Tanda dan gejala :
- Perut kembung (distensi), bising usus menurun dan hilang.

- Muntah ,bias disertai diare, tidak bias buang air besar.

- Dapat disertai demam

- Keadaan umum pasien tampak sakit ringan hingga sakit berat, bias disertai
penurunan kesadaran, syok .

Page 297
- Pada colok dubur : rectum tidak kolaps, tidak ada kontraksi.

- Adanya penyakit yang meningkatkan risiko : batu empedu, trauma, tindakan


bedah di abdomen, DM, hipokalemia, obat spasmolitik, pancreatitis akut,
pneumonia dan semua jenis infeksi tubuh

4.HEMATOSKEZIA
Hematoskezia adalah buang air besar berupa darah segar berwarna merah yang berasal
dari saluran cerna bagian bawah .
Gejala dan tanda :
- Buang air besar berupa darah merah segar sampai merah tua.

- Demam bila penyebabnya infeksi usus.

- Nyeri perut diatas umbilicus seperti kejang /kolik atau perut kanan bawah yang
hilang timbul dapat akut atau kronik, dapat ditemukan massa.

- Dapat disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok hipovolemik.

- Bising usus menurun atau hilang.

- Berat badan dapat menurun

- Adanya riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makanan yang tidak
biasanya, mendapat terapi antibiotika, penyakit kardiovaskuler, dapat disertai
gejala ekstraintestinal seperti kelainan kulit, sendi dan radang mata .

Komplikasi:
a. Syok hipovolemik

b. Gagal ginjal akut

c. Anemia karena perdarahan .

5. AKUT ABDOMEN.

Akut abdomen adalah suatu keadaan yang mendadak di dalam rongga perut dan yang
membutuhkan tindakan segera, tindakan ini pada umumnya adalah operasi. Dikatakan
pada umumnya karena ada beberapa kekecualian dimana kita tidak melakukan
tindakan operasi atau jika kita lakukan tindakan operasi maka sangat berbahaya
sekali, misalnya pada pancreatitis akuta dan infiltrate appendicitis .
Umumnya gejala –gejala timbul mendadak dan bergantung kepada penyebab penyakit.
Penyebab akut abdomen dapat dibagi sebagai berikut :
1. Peradangan mendadak salah satu alat intra abdomen.

2. Perforasi tractus digestivus.

3. Perdarahan intra abdominal.

Page 298
4. Ileus obstruktip tractus digestivus .

Ad.1. peradangan pada alat intra abdominal :


Alat intra abdominal yang sering meradang adalah :
a. Umbai cacing / usus buntu (appendicitis)

b. Kandung empedu (kolesistitis).

c. Pancreas (pancreatitis)

d. Diverticulum (kantong abnormal) usus (diverticulitis)

Ad.2. perforasi tractus digestivus.


Perforasi alat-alat tractus digestivus dapat dibagi dalam :
a. Perforasi ulcus ventriculi (tukak lambung)

b. Perforasi usus halus oleh typoid

c. Perforasi oleh trauma (tumpul atau tajam)

Pada ketiga kondisi diatas menunjukkan gejala-gejala hamper sama, gejala tersebut
adalah :
 Nyeri yang tiba-tiba,

 Nausea

 Muntah

 Defens musculair

 Ileus paralitik

 Syok .

Ad.3. perdarahan intra abdominal, biasanya timbul akibat trauma .


Ad.4. ileus obstruktif
Ileus obstruktif merupakan suatu syndrome yang sering dijumpai dan sangat berbahaya
dalam bedah abdomen dan membutuhkan tindakan segera.
Dibagi dalam 2 golongan :
1. Obstruksi tinggi, jika mengenai usus halus.

2. Obstruksi rendah, jika mengenai kolon

Jika obstruksi ini disertai juga dengan obstruksi sirkulasi, maka disebut strangulasi.
Pembagian Wangensteen :
A. 1.lumen usus menyempit (congenital, atresia, stenosis)

2.”acquired” (radang, trauma, neoplastik)

Page 299
3.kompressi dari luar (panggul kecil)
B. Karena adhesi atau streng
C. Hernia
D.Volvulus
E. Invaginasi
GEJALA DAN TANDA
Gejala utama : tidak flatus, tidak defekasi sejak beberapa waktu, mules hebat, muntah
terus menerus.
Pada ileus obstruktif tinggi , muntah cepat datang, sedang pada obstruktif yang rendah
sama sekali tidak ada muntah. Pada ileus tinggi muntah berlangsung lama ,sampai
muntah feses.
Pada auskultasi akan terdengar hyperperistaltik usus yang tinggi/mengeras .
II.4. PEMERIKSAAN OTOPSI
Kadang-kadang sangat sulit membedakan kematian yang wajar dengan kematian tidak
wajar , terutama dalam hal korban ditemukan mati tanpa adanya saksi . sering juga
didapati kesimpulan yang keliru tentang sebab-sebab kematian dikarenakan hanya
berdasarkan kelainan-kelainan yang tampak di bagian tubuh luar yang dapat
menimbulkan sangkaan kematian tidak wajar. Penyelidikan medikolegal pada kasus-
kasus kematian yang wajar adalah sangat penting dilakukan otopsi, untuk menentukan
apakah kematian oleh karena penyakit tertentu . sering pada kasus-kasus yang sudah
membusuk , kematian tampak seperti disebabkan penyakit alamiah. Pada hal sebenarnya
merupakan kasus pembunuhan dengan kekerasan tanpa adanya tanda-tanda kekerasan
dari luar .

BAB III. PENUTUP


Menentukan penyebab kematian pada kasus korban mati mendadak tidak selalu
dapat dengan mudah ditentukan, perlu pemeriksaan yang lengkap dan teliti kemungkinan
kelainan anatomi setiap sistem secara makroskopik dan jangan lupa untuk dilakukan
pemeriksaan histopatologi setiap organ penting masing-masing sistem , juga perlu
dilakukan pemeriksaan toxikologi jaringan setiap organ dan cairan tubuh.
Penyakit- penyakit saluran pencernaan yang menyebabkan kematian mendadak
umumnya akibat perdarahan meskipun tidak selalu.

Page 300
KEMATIAN MENDADAK
AKIBAT PENYAKIT SYSTEM UROGENITAL

BAB I.
PENDAHULUAN
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit, sering kali mendatangkan
kecurigaan baik bagi penyidik maupun masyarakat umum, khususnya bila kematian
tersebut menimpa orang yang cukup dikenal oleh masyarakat, kematian di rumah tahanan
dan di tempat-tempat umum, seperti di hotel, cottege atau motel.
Kecurigaan akan adanya unsur kriminal pada kasus kematian mendadak, terutama
disebabkan masalah TKP nya yaitu bukan di rumah korban atau di rumah sakit,
melainkan di tempat umum. Disamping itu oleh karena kematiannya bersifat tiba-tiba
atau tidak disangka-sangka yang terjadi pada orang yang sebelumnya tampak sehat.
Dengan demikian kematian keseluruhan si korban meninggal disebabkan oleh penyakit,
bukan oleh karena ruda paksa atau keracunan. Kadang-kadang sulit untuk membedakan
gambaran kematian yang mendadak termasuk kasus forensik, walau hasil otopsi
menunjukkan bahwa kematian korban karena penyakit jantung, perdarahan otak atau
pecahnya aneurysma cerebri.
Kematian yang wajar adalah secara wajar dan kematian yang pada mulanya didahului
oleh faktor luar . misalnya membedakan gambaran kematian pada penderita cirrhosis
hepatis akibat lanjutan dari penyakit hepatitis , dengan proses lanjutan dari nekrosis hati
oleh karena keracunan. Gambaran diatas juga sulit dibedakan dengan penderita cirrhosis
hepatis oleh karena chronik alkoholisme. Pada kematian tiba-tiba , faktor pencetus boleh
saja ada ataupun tidak ada . dalam kasus-kasus demikian, dokter hendaknya tidak
menyatakan penyebab kematian tanpa melakukan pemeriksaan post-mortem meskipun
bukti yang kuat tentang penyakitnya ada.
Pada kasus-kasus yang telah mengalami pembusukan suatu kematian tidak wajar dapat
menjadi kematian wajar, demikian juga dapat terjadi sebaliknya.
Secara garis besar lesi yang dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba ,dapat
dibagi tiga golongan.
10. Penyakit alamiah yang prosesnya lambat dan tersembunyi, merusak organ vital
tanpa menimbulkan gejala sampai berhentinya fungsi organ tersebut . misalnya
penyakit arteri koronaria.
11. Pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba , yang menimbulkan perdarahan fatal,
misalnya pecahnya aneurisma aorta dengan perdarahan pada kantong pericard atau
pecahnya aneurisma pada circulus willisi yang mengakibatkan perdarahan
subarachnoid atau pecahnya kehamilan ectopic dengan perdarahan ke dalam cavum
peritoneum.
12. Penyakit infeksi laten yang berkembang tanpa menimbulkan gejala sampai
penderita mati. Misalnya ambulatory lobar.

Page 301
Penyebab kematian mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh yaitu sistem
susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem gastrointestinal ,
sistem urogenital,dan sistem endokrin. Dalam membahas penyakit pada system
urogenital adalah semua penyakit yang berhubungan dengan system saluran kemih dan
system reproduksi yang dapat menyebabkan kematian mendadak. Sehingga dijumpai
beberapa perbedaan penyakit pada system urogenital antara pria dan wanita.
Beberapa kelainan system urogenital yang dapat menyebabkan kematian
mendadak adalah sebagai berikut :
o Nefritis Kronik
o Nefrolithiasis
o Hidronefrosis obstruksi dan pionefrosis
o Tuberkulosis ginjal
o Tumor pada ginjal atau kandung kemih
o Ruptur kehamilan ektopik
o Toxemia gravidarum
o Perdarahan uterus akibat fibroid.
o Kista ovarium atau tumor fibroid yang terpelintir
o Hernia skrotalis
o Kanker vulva yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah femoral.
Penyakit urogenital sering kali mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit yang
kadang kala menyerupai gejala embolisme pulmonum. Jadi ada baiknya jika pada
pemeriksaan tidak menemukan adanya thrombus dalam arteri pulmonum, sebaiknya
segera dilakukan pemeriksaan biokimia darah untuk menyingkirkan segala kemungkinan
– kemungkinan yang meragukan.

BAB II
PEMBAHASAN

1. ANATOMI DAN FUNGSI GINJAL


System perkemihan adalah suatu system yang didalamnya terjadi proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh. Zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh akan larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine . dan zat
yang dipergunakan oleh tubuh akan beredar kembali kedalam tubuh melalui pembuluh
kapiler darah ginjal, masuk kedalam pembuluh darah dan selanjutnya beredar keseluruh
tubuh. System perkemihan ini merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri dari ginjal,
ureter, vesika urinaria dan uretra dengan fungsi sebagai berikut :
a. Ginjal ,membuat urine.
b. Ureter, menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kencing.
c. Kandung kencing, bekerja sebagai penampung.
d. Uretra ,mengeluarkan urine dari kandung kencing.

Page 302
GINJAL,
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas, bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke
medial,pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah,
sistim limfatik, sistim saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Ginjal
merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh. Ginjal
terletak dalam rongga abdomen, retroperitoneal primer kiri dan kanan kolumna
vertebralis yang dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritoneum. Batas
atas ginjal kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal kanan setinggi iga ke-12 dan batas bawah
ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis ke-3. Setiap ginjal memiliki panjang 11-25 cm ,
lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm. ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan, berat ginjal
dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram . dan diatas setiap ginjal terdapat
kelenjar suprarenal.
Fungsi ginjal dalam homeostasis, berbagai fungsi ginjal antara lain adalah :
 Mengekskresikan sebagian terbesar produk akhir metabolism tubuh (sisa metabolism
dan obat-obatan)
 Mengontrol sekresi hormone-hormonaldosteron dan ADH dalam mengatur jumlah
cairan tubuh.
 Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D
 Menghasilkan beberapa hormone antara lain :
Eritropoetin yang berfungsi sebagai pembentukan sel darah merah.
Renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah serta hormone
prostaglandin.
Aliran darah ginjal, kecepatan aliran darah melalui kedua ginjal sekitar 70 kg atau
sekitar 1200 ml/menit. Ada 2 jaringan kapiler yang mensuplai nefron tersebut
1)Glomerulus, 2)kapiler peritubulus. Jaringan kapiler glomerulus menerima darahnya
dari arteriol afferent dan jaringan ini dipisahkan dari jaringan kapiler peritubulus yang
dialiri oleh arteriol efferent, yang memberikan tahanan cukup besar terhadap aliran darah.
Sebagai akibatnya, jaringan kapiler glomerulus merupakan suatu jaringan bertekanan
tinggi sedangkan jaringan kapiler peritubulus merupakan suatu jaringan bertekanan
rendah.
Vasa recta adalah suatu bagian khusus dari system kapiler peritubulus, yang merupakan
suatu jalinan kapiler yang turun kesekitar bagian bawah ansa henle. Kapiler ini
membentuk gulungan di dalam medulla ginjal dan kemudian kembali ke kortek sebelum
bermuara kedalam vena. Vasa recta memegang peranan khusus dalam pembentukan urine
pekat.
Di dalam arteriol afferent tekanan turun dari 100 mmHg pada ujung arterinya menjadi
tekanan rata-rata kira-kira 60 mmHg di dalam glomerulus. Ketika darah mengalir melalui
arteriol efferent dari glomerulus ke system kapiler peritubulus ,tekanan tersebut turun 47
mmHg lagi menjadi suatu tekanan kapiler peritubulus rata-rata sekitar sebesar 13 mmHg.

Page 303
Jadi jaringan kapiler bertekanan tinggi didalam glomerulus bekerja pada tekanan rata-rata
sebesar 60 mmHg , sehingga menyebabkan filtrasi cairan yang cepat ke kapsul Bowman,
sebaliknya jaringan kapiler bertekanan rendah di dalam sistim kapiler peritubulus bekerja
pada tekanan rata-rata 13 mmHg yang memungkinkan absorbs cairan yang cepat karena
tingginya tekanan osmotic plasma.
Struktur sekitar ginjal. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang
disebut kapsula fibrosa (true kapsul) ginjal dan di luar terdapat jaringan lemak perirenal.
Di sebelah cranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal (Glandula adrenal/suprarenal) yang
berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama ginjal dan jaringan lemak perirenal
dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat
meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstra vasasi urine pada saat
terjadinya trauma ginjal . selain itu fasia gerota berfungsi sebagai barier dalam
menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastase tumor ginjal ke organ di
sekitarnya. Di sebelah posterior ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta
tulang iga XI dan XII. Sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hati, kolon, dan duodenum sehingga
letaknya lebih rendah dari yang kiri. Sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung,
penkreas, jejunum dan kolon.
Struktur ginjal. Secara anatomi ginjal dibagi 2 bagian yaitu korteks dan medulla
ginjal.di dalam kortek terdapat berjuta nefron sedangkan di dalam medulla banyak
terdapat duktus ginjal. Darah yang membawa sisa hasil metabolism tubuh di filtrasi di
dalam glomerulus kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolism mengalami sekresi bersama air
membentuk urine. Setaiap hari lebih kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus
dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron di salurkan
melalui piramida ke sistim pelvikalis ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Sistim pelvikalis ginjal terdiri atas kaliks minor , infundibullum, kaliks mayor dan
pileum/pelvis renalis. Mukosa sistim pelvikalis terdiri atas epitel transisional dan dinding
nya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke
ureter.
Nilai normal ginjal.
Berat : 150 gr
Bentuk : Seperti biji kacang merah
Panjang : 11, 5 cm, lebar 6 cm, tebal 3 cm
Tebak korteks : 1,2 cm – 1,5 cm
Warna ginjal : Coklat kemerahan
Konsistensi : Padat

Page 304
URETER.
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine dari
pielum ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 20 cm.
Dinding terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot polos sirkulair dan
longitudinal yang dapat melakukan peristaltik (kontraksi) guna mengeluarkan urine ke
buli-buli. Jika karena suatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi
otot polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong atau mengeluarkan
sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi ini dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang
secara berkala sesuai dengan irama kontraksi ureter. Sepanjang perjalanan ureter dari
pielum menuju buli-buli, secara anatomis beberapa tempat yang ukuran diameternya
relatif lebih sempit dari pada ditempat lain, sehingga batu atau benda lain yang berasal
dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat penyempitan itu antara lain adalah
1)pada perbatasan antara pelpis renalis dan ureter atau pelvi ureter junction, 2)tempat
ureter menyilang arteri iliaka rongga pelvis dan 3)pada saat ureter masuk ke buli-buli.
Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli (intra
mural). Keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke ureter
atau refluk vesiko ureter pada saat buli-buli berkontraksi.
Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi 2 bagian yaitu
ureter pars abdominalis yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa

Page 305
iliaka dan ureter pars pelvika, yaitu mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai
masuk ke buli buli. Disamping itu ureter secara radiologis dibagi 3 bagian yaitu : 1)ureter
1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum, 2)ureter 1/3 medial
mulai dari batas atas sacrum sampai pada batas bawah sacrum dan 3)ureter 1/3 distal
mulai batas bawah sacrum sampai masuk ke buli-buli.
Ureter : Diameter : 1 – 10 cm
: Panjang : 25 – 30 cm

BULI-BULI
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapisan otot detrusor yang saling
berayam. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal ,ditengah merupakan otot sirkulair
dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel
transisional yang sama seperti mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter dan uretra
posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.
Secara anatomi bentuk buli terdiri atas 3 permukaan yaitu : 1)permukaan superior yang
berbatasan dengan rongga peritoneum, 2)dua permukaan inferiolateral, 3)permukaan
posterior.
Buli-buli berpungsi menampung urine dari ureter dan mengeluarkannya melalui uretra
dalam mekanisme miksi. Dalam menampung urine ,buli-buli mempunyai kapasitas

Page 306
maksimal yang volume untuk orang dewasa lebih kurang 300-450 ml, sedangkan untuk
anak menurut formula dari Koff adalah :

Kapasitas buli = (umur (tahun) + 2) x 30 ml

Pada saat kosong buli-buli terletak di belakang simphisis pubis dan pada saat
penuhberada diatas simpisis pubissehingga dapat dipalpasi. Buli-buli yang terisi penuh
memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di
medula spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot destrusor,
terbukanya leher buli dan relaksasi spingter uretra sehingga terjadi proses miksi.

URETRA
Merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi.
Secara anatomi uretra dibagi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria
organ ini berpungsi juga dalam menyalurkan cairan mani/sperma. Uretra diperlengkapi
dengan spingter uretra interna yang terletak pada pembatasan buli-buli dan uretra, serta
sfingter uratra eksterna yang terletak pada pembatasan uretra anterior dan posterior .
sfingter uretra interna dipersarafi oleh sistim saraf simpatis sehingga pada saat buli-buli
penuh sfingter ini terbuka . sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi
oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang, pada saat
kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Panjang uretra wanita 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa 20-25 cm. Perbedaan
panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering pada
pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra pars membranase . di bagian posterior lumen
uretra prostatika terdapat tonjolan verumontanum dan disebelah proksimal dan distal dari
verumontanum ini terdapat Krista uretralis.bagian akhir dari vasdeferen yaitu kedua
duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi
kelenjar prostat bermuara didalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang di bungkus oleh korpus spongiosum penis.
Uretra anterior terdiri atas : 1) pars bulbosa ,2)pars pendularis ,3) fossa navikularis dan
4)meatus uretra eksterna di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar
yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar cowperi berada didalam
diafragma urogenitalis dan bermuara diuretra pars bulbosa. Letak uretra wanita berada
dibawah simpisis pubis dan bermuara sebelah anterior vagina . didalam uretra bermuara
kelenjar periuretra diantara kelenjar skene . kurang lebih 1/3 medial uretra, terdapat
sfingter uretra eksterna yang terdiri dari otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra terdapat
eksterna dan tonus otot levator ini berfungsi mempertahankan urine tetap berada didalam
buli pada saat perasaan ingin miksi . miksi terjadi jika tekanan intra vesika melebihi
tekanan intrauretra akibat kontraksi otot destrusor dan relaksasi sfingter uretra eksterna.

Page 307
2. KELAINAN GINJAL
Kelainan ginjal yang merupakan penyebab kematian mendadak biasanya
peradangan dan payah ginjal mendadak (acut renal failure).

Gagal ginjal akut (acute Renal Failure)


Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal dimana ginjal
sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai
kenaikan ureum dan kreatinin darah. Sampai sekarang pembagian GGA atas prarenal,
renal dan posrenal merupakan pembagian yang praktis dan bermanfaat baik dipandang
dari segi diagnostik maupun pengelolaannya .
Bila kita berhadapan dengan penderita GGA, pertama kita harus pikirkan kemungkinan
GGA prarenal dan posrenal, mengingat kedua macam GGA ini potensial reversibel .
GGA renal sebagian besar berupa nekrosis tubular akut (NTA) sebagai akibat/kelanjutan
GGA prarenal yang terlambat atau kurang baik penanganannya. Disamping itu GGA
renal dapat disebabkan karena kelainan primer pada ginjal seperti glomerulonefritis akut,
penyakit kolagen, dan lain-lain.
Ad.1.Gagal ginjal akut prarenal.
Adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila
perfusi ginjal segera diperbaiki. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa
adanya kelainan histologik/morfologi pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak
segera diperbaiki, akan mengakibatkan terjadinya nekrosis tubular akut (GGA renal)

ETIOLOGI,
a.penurunan volume vaskular : kehilangan darah/plasma(perdarahan, luka bakar),
kehilangan cairan ekstraselular (muntah, diare).
b.kenaikan kapasitas vaskular: sepsis, blokade ganglion, reaksi anafilaktik.
c.penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung : renjatan kardiogenik, payah
jantung kongestif, tamponade jantung, disritmia, emboli paru, infark jantung.

PATOGENESIS.
Ketiga etiologi di atas akan mengakibatkan penurunan perfusi jantung, kenaikan
sekresi ADH dan aldosteron serta kenaikan reabsorbsi natrium di tubuli proksimal.
Mekanisme adaptasi ini bertujuan untuk mempertahankan volume intravaskular dengan
mencegah kehilangan natrium dan air dalam urine. Kekurangan perfusi tersebut harus
segera dikoreksi untuk mencegah terjadinya nekrosis tubular akut (NTA).

Page 308
PEMERIKSAAN KLINIS
Anamnesis, perlu ditanyakan segala kemungkinan etiologinya.
Pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan gejala vital, tensi, nadi, turgor, tekanan vena sentral
serta ada/ tidaknya hipotensi ortostatik.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah: ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas.
Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis.

PATOLOGI ANATOMI
GGA prarenal merupakan kelainan fungsional dan tidak ada perubahan patologi anatomi.

DIAGNOSIS BANDING
Perlu dipikirkan diagnosis banding antara GGA prarenal dan renal.
GGA prarenal GGA renal/NTA
Albuminuria - +
Oliguria +++ +++
Berat jenis urin 1.020 1.002 – 1.012
Sedimen urin Normal Silinder sel epitel
Osmolaritas (mOsm/L) 400 Isoosmotik
Ureum urin/ureum plasma 10 10
Na urin (mEq/l) 20 20
Ureum/kreatinin plasma 10:1 10:1
Tabel diagnosis banding GGA prarenal dan GGA renal/NTA

DIAGNOSIS
GGA prarenal ditegakkan diagnosisnya atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium.
Oliguria akan disertai dengan berat jenis dan osmolaritas urin yang tinggi, sedangkan
kadar Na dalam urin rendah (lihat tabel).

PENGELOLAAN
Penyebab GGA prarenal harus segera dihilangkan/dikoreksi serta diusahakan untuk dapat
mempertahankan diuresis, kalau perlu dapat diberikan manitol atau furosemid. Pemberian
diuretik hanya akan berhasil bila masih berupa GGA prerenal ,bila sudah terjadi GGA
renal maka tidak akan ada respons. Pada kasus-kasus tertentu ,dosis tinggi furosemid
dapat mengubah GGA oligurik menjadi GGA poliurik . ini akan mempermudah
pengelolaannya.

Page 309
PENCEGAHAN
Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya di hindari dan bila sudah terjadi harus segera
diperbaiki. Pemberian manitol pada operasi dengan risiko tinggi untuk terjadinya
GGA/NTA, sangat bermanfaat.

GAGAL GINJAL AKUT POSRENAL.


GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya
dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat
juga karena ekstravasasi (keluarnya darah dari pembuluh darah)
1. Etiologi
a. Obstruksi :
 Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal, dll
 Tubuli ginjal : kristal, pigmen, protein (mieloma)
b. Ekstravasasi.
2. Patogenesis
Disini secara mekanik terjadi gangguan aliran kencing pada kedua sisi, atau obstruksi
satu sisi dimana ginjal sebelah lainnya sudah mengalami nefrektomi (pembuangan
nefron). Akibatnya akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis dan terganggunya
proses filtrasi glomerular. Kelainannya bersifat reversibel bila obstruksinya segera
dihilangkan.
3. Pemeriksaan klinis.
Anamnesis yang mencurigakan ke arah kemungkinan obstruksi antara lain : poliuria,
yang diikuti oleh anuria. Obstruksi partial ureter dapat mengakibatkan sindrom
seperti diabetes insipidus yang resisten terhadap pitresin (pitresin-resistent diabetus
insipidus like syndrome). Mekanisme terjadinya sindrom ini belum diketahui dengan
pasti. Gejala lain yang mengarah kemungkinan obstruksi antara lain adanya
anamnesis tentang kolik, batu dan lain sebagainya. Pemeriksaan fisik yang perlu
diperhatikan antara lain adanya hidronefrosis bilateral. Juga perlu dilakukan palpasi
kandung kemih.
4. Pemeriksaan laboratorium
Darah : ureum, kreatinin dan elektrolit.
Urin : ureum ,kreatinin, elektrolit dan berat jenis urin.
5. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan radiologis (foto polos
perut, pielografi intravena, pielografi retrograd atau pielografi antegrad), renografi
radioaktif atau ultrasonografi.
6. Pengelolaan
Pengelolaan GGA posrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat menghilangkan
obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan

Page 310
tindakan dialisis terlebih dahulu. Perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya sindrom
pasca obstruksi, berupa poliuria hebat yang memerlukan koreksi cairan dan elektrolit.
7. Pencegahan
Pada umumnya untuk GGA posrenal sulit dilakukan pencegahan, mengingat
penyebabnya sebagian besar tidak diketahui sebelumnya. Kemungkinan yang dapat
dilakukan pencegahan dan di Indonesia cukup banyak kasusnya adalah obstruksi
karena batu.

GAGAL GINJAL AKUT RENAL


A. GGA Renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
 Glomerulonefritis akut.
 Nefrosklerosis maligna.
 Penyakit kolagen
 Angitis hipersensitif
 Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia atau kuman.
B. Nekrosis tubular akut (NTA) (= NEFROPATI VASOMOTORIK AKUT), yang
terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA prarenal atau pengaruh bahan
nefrotoksik. Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat
mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikal akut (NKA) dimana lesi pada umumnya
difus pada seluruh korteks yang bersifat ireversibel. Bila lesinya tidak difus (patchy)
ada kemungkinan reversibel.

NEKROSIS TUBULAR AKUT


1. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, NTA dapat dibedakan atas :
a. Tipe iskemik yang merupakan kelanjutan GGA prarenal.
b. Tipe nefrotoksik yang terjadi karena bahan nefrotoksik seperti : merkuri,
karbon tetraklorid, neomisin, kanamisin, gentamisin, dll
c. Tipe kombinasi antara tipe iskemik dan nefrotoksik seperti yang terjadi akibat:
mioglobinuria, hemolisis intravaskular, malaria, sepsis dan lain sebagainya.
2. Patologi anatomi
Perubahan histologi ternyata tidak ada korelasinya dengan berat ringannya GGA.
Pada glomeruli umumnya tidak dijumpai perubahan, kelainan terutama dijumpai pada
tubuli. Histopatologik dikenal 2 macam bentuk kelainan yaitu lesi nefrotoksik dan lesi
iskemik. Makroskopik ginjal membesar, permukaan irisan nampak sembab dan pada
perbatasan kortikomedular nampak kepucatan.

Page 311
3. Patogenesis
Bermacam-macam hipotesis telah diajukan ,namun sampai saat ini yang dianggap
paling mungkin mendasari adanya NTA adalah kelainan tubular dan vaskular.
a. Teori tubular. Disini oliguria disebabkan karena adanya obstruksi pada tubuli
sebagai akibat adanya silinder, sisa sel yang rusak dan edema interstitial.
b. Teori vaskular. Dianggap yang berperan adalah adanya vasokontriksi pra-
glomerular yang hebat. Vasokontriksi ini disebabkan antara lain karena
pengaruh :
 Sistim renin-angiotensin
 Gagalnya aliran tubuli untuk membawa prostaglandin dari medula ke
kortek, dimana pada keadaan normal akan menghambat vasokontriksi
arterio aferent.
 Katekolamin.
 Endotoksin.
4. Perjalanan klinis.
Perjalanan klinis NTA dibedakan atas fase oliguria, poliuria dan penyembuhan.
Dikenal pula adanya GGA poliurik dimana tidak jelas adanya fase oliguria
a. Fase oliguria.
Umumnya berlangsung 7-21 hari, biasanya kurang dari 4 minggu. Bila fase ini
lebih dari 4 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan nekrosis kortikal akut.
Dalam hal ini ada indikasi untuk melakukan biopsi ginjal. Gejala klinis yang dapat
dijumpai berupa sindrom uremia yakni :
 Kesadaran : disorientasi, gelisah, apati, letargi, somnolent sampai koma.
 GI : anoreksia, mual, muntah, singultus, mulut terasa kering, stomatitis,
perdarahan GI.
 KV : hipertensi, payah jantung, perikarditis.
 Pernapasan: dapat Kussmaul, dispnea, Cheyne-Stokes atau stertoreus, bau
napas khas berbau ureum dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik.
 Kulit/mukosa : perdarahan, anemia, dermatitis uremik dan dapat dijumpai
adanya edema karena overhidrasi.
Pemeriksaan laboratorium
 Kenaikan sisa metabolisme protein : ureum, kreatinin,NPN, asam urat.
 Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
 Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
b. Fase poliuria
Pada fase terjadi diuresis, dimana volume urin lebih dari 1 liter/ 24 jam. Poliuria
terjadi karena efek diuretik ureum, disamping adanya gangguan faal tubuli dalam
mereabsorbsi garam dan air. Pada fase ini mula-mula kadar ureum dan kreatinin

Page 312
masih meningkat terutama pada 3-5 hari pertama. Baru kemudian setelah itu akan
menurun dan diikuti dengan perbaikan klinisnya. Ini disebabkan karena pada
permulaan fase poliuria, LFG masih terlalu rendah. Pada fase ini akan banyak
kehilangan cairan dan elektrolit sehingga perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya
dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit.
c. Fase penyembuhan
Berlangsung 6-12 bulan, faal ginjal yang paling akhir menjadi normal adalah faal
konsentrasi
5. Diagnosis NTA
Diagnosis NTA dapat ditegakkan pada penderita oliguria bila disertai dengan :
a. Konsentrasi Na dalam urin tinggi, lebih dari 20 mEq/L.
b. Osmolaritas urin rendah yaitu kurang dari 400 mOsm/l
c. Kadar ureum urin dibagi kadar ureum plasma kurang 10
d. Kadar ureum plasma dibagi kadar kreatinin plasma kurang dari 10.
e. Uji diuretik tidak menunjukkan terjadinya diuresis.
6. Prognosis
Kurang baik sebab kematian terbesar adalah terjadinya komplikasi infeksi.
7. Pengelolaan NTA
Tujuan pengelolaan adalah mencegah terjadinya komplikasi metabolik dan infeksi
serta mempertahankan penderita tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara
spontan. Prinsip pengelolaannya terdiri atas mengobati penyebab NTA,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah infeksi dan bila
sudah ada infeksi harus segera diberi pengobatan yang tepat dan efektif.

3. ALAT REPRODUKSI LAKI-LAKI


Sistim reproduksi lakilaki terdiri dari testis, vesika seminalis, kelenjar prostat, kelenjar
prostat, epididimis, vas deferen, semen, uretra, penis, skrotum.

Saluran alat reproduksi laki-laki.


1. Skrotum.
Adalah kantong longar yang tersusun atas kulit, fasia, dan otot polos yang
membungkus dan menopang testis di luar tubuh yang pada suhu optimum untuk
produksi spermatozoa. Ada otot dartos yaitu suatu lapisan serat dalam fasia dasar
yang berkontraksi untuk membentuk kerutan pada kulit skrotum sebagai respon
terhadap udara dingin atau eksitasi seksual (terangsang) . ada 2 kantong scrotum yang
setiap skrotum berisi satu testis tunggal yang dipisahkan oleh septum internal.
2. Testis
Adalah organ lunak, berbentuk oval dengan panjang 4-5 cm dan diameter 2,5 cm.
Fungsi untuk menghasilkan hormon testosteron dan sperma. Dibagian kelenjar testis
ada beberapa bagian yaitu :

Page 313
a. Tunika albugínea, yaitu kapsul yang membungkus testis yang merentang
kearah dalam yang terdiri dari sekitar 250 lobulus.
b. Tubulus seminiferus, yaitu tempat berlangsungnya spermatogenesis yang
terlilit dalam lobulus. Didalamnya terdapat sel sertoli yang fungsinya adalah
memberi nutrisi pada spermatozoa yang sedang berkembang, pembentukan
hormon testosteron dan estrogen serta produksi hormon inhibin (negative
feedback) sehingga FSH turun.
c. Duktus, yang membawa sperma matur dari testis ke bagian eksterior tubuh.
dalam testis sperma bergerak ke lumen tubulus seminiferus, kemudian menuju
tubulus rekti, kemudian menuju jaring-jaring kanal testis yang bersambungan
dengan 10-15 duktus eferen yang muncul dari bagian atas testis.
d. Epididimis, yaitu tuba terlilit yang panjangnya mencapai 4-6 meter yang
terletak disepanjang sisi posterior testis. Dibagian ini menerima sperma dari
duktus aferen. Fungsi epididimis sebagai tempat pematangan sperma.
Epididimis menyimpan sperma dan mampu mempertahankannya sampai 6
minggu. Selama 6 minggu ini sperma akan menjadi motil, matur, sempurna
dan mampu melakukan fertilisasi.
e. Duktus deferen, adalah kelanjutan dari epididimis yang berupa tuba lurus
yang terletak dalam korda spermatic yang mengandung pembuluh darah dan
pembuluh limpatik, syaraf SSO,otot kremaster dan jaringan ikat. Duktus ini
mengalir di balik kandung kemih bagian bawah untuk bergabung dengan
duktus ejaculator.
3. Duktus ejakulator
Merupakan tempat pertemuan pembesaran (ámpula) dibagian kedua ujung duktus
deferen dan duktus dari vesika seminalis. Panjang mencapai sekitar 2 cm dan
menembus kelenjar prostat untuk bergabung dengan uretra yang berasal dari kandung
kemih.
4. Uretra, yang merentang dari kandung kemih sampai ujung penis sebagai saluran
sperma dan urin.
5. Kelenjar eksesoris :
a. Sepasang vesikel seminalis, yang merupakan kantong terkonvulsi (berkelok-
kelok) yang bermuara kedalam duktus ejakulator menghasilkan secret berupa
cairan kental dan basa yang kaya akan fruktosa ,yang berfungsi untuk melindungi
dan memberi nutrisi sperma, meningkatkan PH ejakulat dan mengandung
prostaglandin yang menyebabkan gerakan spermatozoa lebih cepat, sehingga
lebih cepat sampai ke tuba fallopi. Setengah lebih sekresi vesika seminalis adalah
semen.
b. Kelenjar prostat, mengeluarkan cairan basa yang menyerupai susu yang
menetralisir asiditas vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas sperma
yang optimum pada PH 6-6,5. Kelenjar ini membesar saat remaja dan mencapai

Page 314
ukuran optimalnya usia 20 tahun. Pada banyak laki-laki ukurannya bertambah
besar seiring bertambahnya usia ,sehingga saat berusia tujuh puluhan tahun 2/3
dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang mengganggu
perkemihan.
Prostat (pria) : Berat : 20 gr
: Konsistensi : Kenyal
Kelenjar prostat ; perhatikan besarnya konsitensi dan saluran prostat, apakah ada /
tidak penyempitan.
c. Kelenjar bulbouretral (cowper), adalah sepasang kelenjar kecil yang
ukurannya dan bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar ini mensekresi
cairan basa yang mengandung mukus kedalam uretra penis untuk melumasi
dan melindungi serta ditambahkan pada semen (spermatozoa + secret).

Testis : Berat : 10,5 – 14 gram


: Bentuk : Oval agak pipih
: Panjang : 4 – 5 cm
: Tebal Transversa : 2,5 cm
: Jarak anteroposterior : 3 cm
: Ukuran epididimis sebesar biji kacang tanah (panjang 1,0 cm,
lebar 0,5 cm.
Sewaktu masih berada di dalam perut sampai berusia 4 bulan testis berada
didalam rongga perut dan kemudian secara perlahan turun ke kantung scrotum
pada saat berusia 8 bulan.

Page 315
6. Penis, berfungsi untuk tempat keluar urine, semen serta sebagai organ kopulasi. Penis
terdiri dari 3 bagian yaitu : akar, badan dan glans penis yang banyak mengandung
ujung-ujung saraf sensorik. Badan penis dibentuk dari 3 masa jaringan erektil silindris
yang terdiri dari 2 korpus kavernosum dan satu korpus spongiosum ventral disekitar
uretra.
a. Mekanisme ereksi penis.
Ereksi adalah salah satu fungsi vaskuler korpus kavernosum dibawah
pengendalian system saraf otak. Jika penis lunak maka stimulus simpatis
terhadap arterial penis menyebabkan kontriksi sebagian organ ini, sehingga aliran
darah melalui penis tetap hanya sedikit. Saat stimulasi mental atau seksual,
stimulasi parasimpatis menyebabkan vasodilatasi arterial yang memasuki penis
sehingga lebih banyak darah yang memasuki vena dibandingkan yang dapat di
drainase vena. Sinusoid korpus kapernosum berdistensi karena berisi darah dan
menekan vena yang dikelilingi tunika albugiena non distensi. Setelah ejakulasi
impuls simpatis menyebabkan terjadinya vasokontriksi arteri dan darah akan
mengalir ke vena untuk dibawa menjauhi korpus. Penis mengalami detumesensi
atau kembali ke kondisi lunak.
b. Ejakulasi
Adalah saat pengeluaran sperma yang merupakan titik kulminasi aksi seksual
pada laki-laki. Semen diejakulasi melalui serangkaian semprotan. Impuls simpatis
dari pusat refleks medulla spinalis menjalar disepanjang saraf spinal lumbal (L1
dan L2) menuju organ genital dan menyebabkan kontriksi peristaltik dalam
duktus testis, epididimis dan duktus deferen. Kontraksi ini menggerakkan sperma
disepanjang saluran. Impuls parasimpatis menjalar pada saraf pudendal dan
menyebabkan otot bulbokavernosum pada dasar penis berkontraksi secara
berirama. Kontraksi yang stimulan pada vesika seminalis, prostat dan kelenjar
bulbouretral menyebabkan terjadinya sekresi cairan seminal yang bercampur
dengan sperma untuk membentuk semen.
c. Kuantitas dan komposisi semen.
Volume ejakulasi berkisar antara 1-10 ml dan rata-rata 3 ml. Semen terdiri dari 90
% air dan mengandung 50-120 juta sperma per ml. Volume sperma mencapai 5 %
volume semen.
Bagian pertama ejakulasi mengandung spermatozoa, cairan epididimal dan
sekresi kelenjar prostat dan bulbouretral. Bagian terakhir ejakulasi berisi sekresi
dari vesika seminalis. Setelah ejakulasi, spermatozoa bertahan hidup hanya 24-72
jam dalam saluran reproduksi perempuan. Sperma dapat disimpan beberapa hari
pada suhu rendah atau dibekukan jika akan disimpan lebih dari satu tahun.
Spermatozoa bergerak dengan ekornya 1-4 mm/mnt.
d. Tempat spermatogenesis

Page 316
Spermatogenesis adalah proses perkembangan spermatogonia menjadi
spermatozoa dan berlangsung sekitar 64 hari (lebih atau kurang 4 hari).
Spermatogonia terletak berdekatan dengan membran basalis tubulus seminiferus
yang berproliferasi melalui mitosis dan berdiferensiasi menjadi spermatosis
primer. Setelah itu mengalami pembelahan meiosis untuk membentuk 2
spermatosit sekunder. Tahap akhir spermatogenesis adalah maturasi spermatid
menjadi spermatozoa (sperma). Sperma matur memiliki 1 kepala, 1 badan dan 1
flagelum (ekor).
 Kepala berisi nucleus dan dilapisi akrosom (tutup kepala) yang
mengandung enzim diperlukan untuk menembus ovum.
 Badan mengandung mitokondria yang memproduksi ATP yang diperlukan
untuk pergerakan
 Goyangan flagelum mengakibatkan motilitas sperma (untuk berenang).

4. ALAT REPRODUKSI PEREMPUAN


Sistem reproduksi perempuan terdiri atas genitalia externa dan genitalia interna.
1. Genitalia Externa, secara kesatuan disebut vulva atau pudendum.
Terdiri dari ;
a. Mons pubis, adalah bantalan jaringan lemak dan kulit yang terletak diatas simpisis
pubis. Bagian ini tertutup rambut pubis setelah pubertas.
b. Labia mayora (bibir mayor) adalah 2 lapisan kulit longitudinal yang merentang
kebawah dari mons pubis dan menyatu pada sisi posterior perineum. Labium
mayor analog dengan skrotum pada laki-laki.
c. Labia minora (bibir minora) adalah lipatan kulit diantara labium mayora, tetapi
mengandung kelenjar sebasea dan beberapakelenjar keringat . pertemuan lipatan-
lipatan labia minora dibawah klitoris disebut prepusium dan area lipatan dibawah
klitoris disebut frenulum.
d. Klitoris, homolog dengan penis laki-laki, tetapi lebih kecil dan tidak memiliki
mulut uretra. Klitoris terdiri dari 2 krura (akar), satu batang dan satu glans klitoris
bundar yang banyak mengandung ujung saraf dan sangat sensitif. Batang klitoris
mengandung 2 korpora kavernosum yang tersusun dari jaringan erektil. Saat
mengembung dengan darah selama eksitasi seksual, bagian ini bertanggung jawab
untuk ereksi klitoris.
e. Vestibula, adalah area yang dikelilingi oleh labia minora yang menutupi mulut
uretra, mulut vagina dan duktus kelenjar bartholini (homolog dengan kelenjar
bulbouretral). Kelenjar ini memproduksi beberapa tetes sekresi mukus untuk
membantu melumasi orifisium vaginal saat eksitasi vaginal seksual. Bulbura
vestibular adalah masa jaringan erektil dalam disubstansi jaringan labial. Bagian
ini sebanding dengan korpora spongiosum penis.

Page 317
f. Orifisium uretra, adalah jalur keluar urine dari kandung kemih, tepi lateralnya
mengandung duktus untuk kelenjar parauretral (skene) yang dianggap homolog
dengan kelenjar prostat pada laki-laki.
g. Mulut vagina, terletak bawah orifisium uretra. Himen adalah suatu membran yang
bentuk dan ukurannya bervariasi, melingkari mulut vagina.
h. Perineum, yaitu kulit antara pertemuan dua lipatan labia mayor dan anus yang
merupakan area berbentuk seperti intan yang terbentang dari simpisis pubis di sisi
anterior sampai ke koksiks disisi posterior dan ke tuberositas iskial disisi lateral.

2. Genitalia interna, terdiri dari ovarium, tuba fallopi, uterus dan vagina.
a. Ovarium, panjang 3-5 cm, lebar 2-3 cm dan tebal 1 cm, dengan bentuk seperti
kacang kenari. Masing-masing ovarium terletak pada dinding samping rongga
pelvis posterior dalam sebuah ceruk dalam. Struktur ovarium dilapisi epitelium
germinal (permukaan) jaringan ovarium tersusun dari ;
 Medula ovarium, merupakan area terdalam yang mengandung pembuluh
darah dan limfatik, serabut saraf, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat.
 Korteks, merupakan lapisan stroma luar yang rapat, yang mengandung
folikel ovarium (unit fungsional pada ovarium).
b. Dua tuba uterin (tuba fallopi), fungsi menerima dan mentransport oosit ke uterus
setelah ovulasi. Tuba fallopi panjang 10 cm, diameter 0,7 cm, yang ditopang
ligamen besar uterus. Salah satu ujungnya melekat pada uterus dan ujung lainnya
membuka kedalam rongga pelvis. Fertilisasi biasanya terjadi di 1/3 bagian atas
tuba fallopi.
Tuba fallopi terdiri dari :
 Infundibulum, adalah ujung terbuka yang menyerupai corong (ostium pasa
tuba uterin). Bagian ini memiliki motil menyerupai jaring (fimbria) yang
merentang diatas permukaan ovarium untuk membantu menyapu oosit
terovulasi kedalam tuba.
 Ampula, merupakan bagian tengah segmen tuba.
 Ismus, merupakan segmen terdekat dari uterus.
c. Uterus, merupakan organ tunggal muskular dan berongga berbentuk seperti
buah pir terbalik dengan ukuran saat tidak hamil panjang 7 cm, lebar 5 cm
dan diameter 2,3 cm .organ ini terletak dalam rongga pelvis diantara rektum
dan kandung kemih , bagian-bagian uterus :
 Dinding uterus, terdiri dari bagian terluar serosa (perimetrium), bagian
tengah (meometrium) yang merupakan lapisan otot polos dan bagian
terdalam (endometrium) ,bagian inilah yang menjalani perubahan siklus
selama menstruasi dan membentuk lokasi implantasi untuk ovum yang
dibuahi.

Page 318
 Fundus uterus, yang merupakan bagian bundar yang letaknya superior
terhadap mulut tuba fallopi.
 Badan uterus, merupakan bagian yang terluas yang berdinding tebal yang
membungkus rongga uterus.
 Serviks, merupakan leher bawah uterus yang terkontriksi.
 Portio vaginalis, merupakan bagian serviks yang menonjol kedalam ujung
bagian atas vagina.

Perkembangan uterus berdasarkan umur dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

d. Vagina, adalah tuba fibromuskularis yang dapat berdistansi yang merupakan


jalan lahir bayi dan aliran menstrual yang fungsinya sebagai organ kopulasi
perempuan. Ukuran vagina bervariasi tetapi panjang sekitar 8-10 sm. Organ
ini menghadap uterus pada sudut sekitar 45 derajat. Vagina dilembabkan dan
dilumasi oleh cairan yang berasal dari kapiler pada dinding vaginal dan
sekresi dari kelenjar-kelenjar serviks.

Page 319
5. KELAINAN GINEKOLOGI
A. TOXAEMIA PADA KEHAMILAN (TOXAEMIA GRAVIDARUM)
Definisi : toxaemia adalah suatu keadaan yang menyertai kehamilan, dimana terdapat
trias berupa hipertensi, oedema dan proteinuria.
Etiologi : belum jelas, tetapi disangka yang memegang peranan ialah hormon
choriogonadotropin (HCG), misalnya pada gemelli, mola hydatidosa.
Frekuensi : 7 % dari semua kehamilan ,terutama pada primipara dan pada wanita dengan
keadaan sosial ekonomi yang buruk, juga pada wanita dengan psyche (kejiwaan) yang
labil.
Klasifikasi :
1. Acute toxaemia: a. Preeklampsia (tanpa kejang), ringan maupun berat.
b.Eklampsia (ada kejang)
2. Toxaemia berdasarkan suatu Chronic Vascular Desease.
a. Tanpa superimposed acute toxaemia, terdapat pada kehamilan kurang dari 24
minggu dan tidak disertai kejang-kejang.
b. Dengan superimposed acute toxaemia, disini tekanan sistolik naik lebih dari
30 mmHg dan tekanan diastolik naik lebih dari 15 mmHg.
3. Unclassified toxaemia
Dasar dari semua keadaan toxaemia ialah vagotonia (rangsangan yang berlebihan dari
saraf vagus yang mempengaruhi pembuluh darah) yang menyebabkan spasme arteriol
dengan akibat aliran oksigen ke organ tubuh kurang. Dalam hal ini yang terkena ialah
otak, hati, jantung, ginjal. Dan pada placenta terjadi nekrosis kemudian haemorrhagia.
Tanda klinis : hypertensi, oedema, proteinuria. Untuk diagnosis cukup satu gejala tetapi
umumnya dua gejala.
Hipertensi : tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg, tekanan diastolik lebih dari 90
mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik lebih dari 30 mmHg, kenaikan tekanan diastolik
lebih dari 15 mmHg.
Oedema : occult oedema (udem yang tersamar), ialah kalau pada waktu istirahat
oedemanya berkurang, oedema tidak menifest dan berat badan naik lebih dari 600
gram/minggu.
Penyebab oedema :
1. Spasme arteriol  permeabilitas kapiler meningkat  albumin keluar melalui
dinding kapiler  hypoproteinemia dalam pembuluh darah  tekanan koloid
osmotik dalam pembuluh darah berkurang  cairan keluar karena tekanan koloid
osmotik jaringan meningkat.
2. Retensi natrium menyebabkan diuresis berkurang.
3. Vagotonia  diproduksi 2 macam hormon yaitu aldosteron dari glandula suprarenalis
dan antidiuretic hormon dari hypofise yang menghambat diuresis.

Page 320
Proteinuria, penyebabnya ialah spasme arteriol dan permeabilitas kapiler meningkat

Toxemia gravidarum dapat terjadi secara cepat dan tanpa tanda – tanda sebelumnya,
misalnya eklampsia, kematian dapat terjadi pada saat kejang.

B. KISTA OVARIUM TERPELINTIR


Beberapa kejadian sudden death adalah akibat syok karena terpelintirnya tangkai
fibromioma subserous dari uterus atau terpelintirnya kista ovarium pada tungkainya.
Kondisi yang mempermudah terjadinya torsi adalah kehamilan, karena pada kehamilan
uterus yang membesar dapat mengubah letak tumor, serta setelah persalinan dapat terjadi
perubahan mendadak dalam rongga perut.
Kista dapat berputar apabila kista tersebut bertangkai, mempunyai diameter 5 cm
atau lebih tetapi belum amat besar, karena tumor yang sangat besar terbatas gerakannya.
Kista ovarium yang sering terjadi torsi (terpelintir) adalah kista dermoid dan kista
fibromatous, namun kista lain tidak terlalu besar dan tidak terfiksasi. Biasanya penderita
menyebutkan bahwa sebelum terjadi torsi mereka melakukan gerakan – gerakan yang
tidak biasan, namun torsi dapat juga terjadi sewaktu tidur.
Putaran tangkai menyebabkan gangguan sirkulasi meskipun gangguan ini jarang
bersifat fatal. Akibat putaran tangkai ini menimbulkan tarikan melalui ligamentum
infundibulum pelvikum terhadap peritoneum parietale dan ini menimbulkan rasa sakit,
serta penderita dapat muntah secara tiba – tiba.
Karena pada prinsipnya vena lebih mudah tertekan, maka terjadi pembendungan
darah dalam kista dengan akibat pembesaran tumor sehingga terjadilah perdarahan di
dalamnya. Jika putaran tangkai berjalan terus, maka akan terjadi nekrosis hemorhagik
dalam kista, dan jika tidak segera diambil tindakan akan menyebabkan terjadinya robekan
dinding kista dengan perdarahan intra abdominal atau peradangan sekunder. Bila putaran
tungkai terjadi perlahan – lahan, kista dapat melekat pada omentum sehingga terjadi
sirkulasi yang baru untuk kista tersebut.

C. KELAINAN ORGAN GENITAL (HERNIA)


Hernia merupakan penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu
dasar pada fasia dan muskulo aponeurotik dinding perut baik secara kongenital ataupun
didapat yang memberikan jalan ke luar pada setiap alat tubuh (usus) selain yang biasa
melalui dinding tersebut. Lubang itu dapat timbul karena sewaktu masa embrional lubang
tersebut tidak menutup atau melebar.
Hernia pada dasarnya terdiri dari 3 hal, yaitu kantong, isi dan cincin. Ada
berbagai macam jenis hernia menurut tempatnya seperti hernia diafragmatika (hiatus
hernia), hernia scotalis, hernia umbilicus dan hernia inguinalis. Pada suatu waktu hernia
ini tidak dapat masuk kembali (hernia yang irreponibilis) akibatnya terjadi gangguan isi
saluran pencernaan (usus) dan diikuti dengan gangguan vasculer (proses strangulasi)

Page 321
akibatnya terjadi proses pembusukan organ saluran cerna yang disebut hernia incarserata.
Apabila hernia ini tidak segera diobati dapat berakhir pada kematian.
Pada pemeriksaan dalam tampak isi saluran cerna berada pada rongga yang tidak
sebenarnya seperti di rongga paru – paru pada hernia diafragmatika, di kantung buah pelir
(scrotum) pada hernia inguinalis dan sebagainya. Pada pemeriksaan dalam hal ini
tidaklah sulit untuk menemukannya.

Gejala klinik
Umumnya penderita mengatakan adanya benjolan diselangkangan atau
dikemaluan. Benjolan iti bisa mengecil atau menghilang dan bila menangis, mengejan
pada waktu defekasi atau miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat
pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala mual dan muntah bila ada
komplikasi.

D. KELAINAN GINEKOLOGI LAIN


Ruptur spontan dari kehamilan ektopik pada tuba falopi akan mengakibatkan
perdarahan akut yang fatal dan dapat masuk ke dalam rongga peritoneum, merupakan
penyakit sistem reproduksi yang paling sering menyebabkan kematian mendadak (sudden
death).
Sudden death selama kehamilan dapat terjadi karena suatu emboli pulmonal yang
massif dari trombosit di vena pelvic yang diduga sebelumnya. Komplikasi total yang
sama dapat juga terjadi pada wanita yang memiliki fibromioma yang besar pada uterus.
Anemia berat akibat perdarahan kronik yang parah dari uterus dengan fibromioma
submucous dapat menyebabkan kematiaan yang tidak terduga. Karsinoma vulva yang
tidak diobati dapat berkembang ke bahagian paha yang menyebabkab erosi dari vena
femoralis dan menyebabkan perdarahan eksternal yang parah.

Page 322
BAB III.
PENUTUP

Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia
darah (dan lingkungan dalam tubuh) dengan mengeksresikan solute dan air secara
selektif. Kalau kedua ginjal karena suatu hal gagal melakukan fungsinya, maka kematian
akan terjadi dalam waktu 3 sampai 4 minggu.
Pada kematian mendadak tentunya korban sebelumnya tidak pernah mengeluhkan
adanya menderita penyakit tertentu, demikian pula bahwa sebab kematiannya bukan
karena keracunan ataupun akibat trauma. Kematian mendadak bisa terjadi oleh karena
akibat adanya penyakit pada system urogenital, system saraf pusat, system endokrin,
system respirasi, system hemopoetik dan sebagainya.
Penyakit urogenital sering kali mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit yang
kadang kala menyerupai gejala embolisme pulmonum. Jadi ada baiknya jika pada
pemeriksaan tidak menemukan adanya thrombus dalam arteri pulmonum, sebaiknya
segera dilakukan pemeriksaan biokimia darah untuk menyingkirkan segala kemungkinan
– kemungkinan yang meragukan.

Page 323
KEMATIAN MENDADAK
AKIBAT PENYAKIT SYSTEM ENDOKRIN
BAB I. PENDAHULUAN
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit, sering kali mendatangkan
kecurigaan baik bagi penyidik maupun masyarakat umum, khususnya bila kematian
tersebut menimpa orang yang cukup dikenal oleh masyarakat, kematian di rumah tahanan
dan di tempat-tempat umum, seperti di hotel, cottege atau motel. Kecurigaan akan adanya
unsur kriminal pada kasus kematian mendadak, terutama disebabkan masalah TKP nya
yaitu bukan di rumah korban atau di rumah sakit, melainkan di tempat umum. Disamping
itu oleh karena kematiannya bersifat tiba-tiba atau tidak disangka-sangka yang terjadi
pada orang yang sebelumnya tampak sehat. Dengan demikian kematian mendadak
merupakan kasus forensic walaupun korban meninggal disebabkan oleh penyakit, bukan
oleh karena ruda paksa atau keracunan. Kadang-kadang sulit untuk membedakan
gambaran kematian yang mendadak termasuk kasus forensik, walau hasil otopsi
menunjukkan bahwa kematian korban karena penyakit jantung, perdarahan otak atau
pecahnya aneurysma cerebri.
Kematian yang wajar adalah secara wajar dan kematian yang pada mulanya didahului
oleh faktor luar . misalnya membedakan gambaran kematian pada penderita cirrhosis
hepatis akibat lanjutan dari penyakit hepatitis , dengan proses lanjutan dari nekrosis hati
oleh karena keracunan. Gambaran diatas juga sulit dibedakan dengan penderita cirrhosis
hepatis oleh karena chronik alkoholisme. Pada kematian tiba-tiba , faktor pencetus boleh
saja ada ataupun tidak ada . dalam kasus-kasus demikian, dokter hendaknya tidak
menyatakan penyebab kematian tanpa melakukan pemeriksaan post-mortem meskipun
bukti yang kuat tentang penyakitnya ada.
Pada kasus-kasus yang telah mengalami pembusukan suatu kematian tidak wajar dapat
menjadi kematian wajar, demikian juga dapat terjadi sebaliknya.
Secara garis besar lesi yang dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba ,dapat
dibagi tiga golongan.
13. Penyakit alamiah yang prosesnya lambat dan tersembunyi, merusak organ vital
tanpa menimbulkan gejala sampai berhentinya fungsi organ tersebut . misalnya
penyakit arteri koronaria.
14. Pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba , yang menimbulkan perdarahan fatal,
misalnya pecahnya aneurisma aorta dengan perdarahan pada kantong pericard atau
pecahnya aneurisma pada circulus willisi yang mengakibatkan perdarahan
subarachnoid atau pecahnya kehamilan ectopic dengan perdarahan ke dalam cavum
peritoneum.
15. Penyakit infeksi laten yang berkembang tanpa menimbulkan gejala sampai
penderita mati. Misalnya ambulatory lobar.
Penyebab kematian mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh yaitu sistem
susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem gastrointestinal ,
sistem urogenital,dan sistem endokrin.
Insidensi kematian mendadak di Indonesia sukar didapat karena banyak kasus
yang ditangani tidak tuntas (penyidikan tidak dilanjutkan). Bagian Kedokteran Forensik
FKUI telah mendapatkan angka yang menunjukkan jumlah kematian mendadak pada

Page 324
tahun 1990 , yaitu dari 2461 kasus ditemukan 227 laki-laki (9,2%) dan 50 perempuan
(2%). Pada tahun 1992, dari 2557 kasus ditemukan 228 laki-laki (8,9%) dan 54
perempuan (2,1%).
Berdasarkan Chief Medical Examiner New York, insidensi kematian mendadak
akibat penyakit kardiovaskular adalah 44,9%, gangguan sistem pernafasan 23,1%,
kelainan sistem saraf pusat (otak dan meningen) 17,9%, penyakit saluran cerna 6,5%,
saluran kemih 1,9%, penyakit genitalia 1,3%, kombinasi penyakit saluran cerna dengan
urogenital 9,7 %. Distribusi persentase kematian mendadak ini juga berdasarkan hasil
otopsi.
Fungsi tubuh diatur oleh 2 sistem pengatur utama yaitu sistim saraf dan system
hormonal (system endokrin). Pada umumnya system hormonal terutama berhubungan
dengan pengaturan berbagai fungsi metabolism tubuh, mengatur kecepatan reaksi kimia
di dalam sel atau transport zat-zat melalui membrane sel atau aspek-aspek metabolism sel
lainnya seperti pertumbuhan dan sekresi.
Sistem endokrin yang terdiri dari kelenjar – kelenjar yang mensekresi hormone
membantu memelihara dan mengatur fungsi- fungsi Vital seperti : 1. respon terhadap
stress dan cedera 2. Pertumbuhan dan perkembangan 3. Reproduksi 4. Homeostasis ion 5.
Metabolisme energy. Jika terjadi stress atau cedera, system endokrin memacu
serangkaian reaksi yang ditujukan untuk mempertahankan tekanan darah dan
mempertahankan hidup. Yang terutama terlibat dalam reaksi ini adalah aksis
hypothalamus hipofisis – adrenal.
Tampa system endokrin akan terjadi gangguan pertumbuhan dan mencapai
kedewasaan; demikian juga infertilitas. Yang paling banyak terpengaruh adalah aksis
hipotalamus – hipofisis gonad. Di dalam makalah ini dibahas mengenai kelainan maupun
penyakit sistem endokrin yang dapat menyebabkan kematian mendadak serta
menjelaskan hasil pemeriksaan dalam (otopsi) dari korban

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 defenisi.
Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden unexpected
natural death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebabnya, yaitu natural (alamiah
atau wajar). Mendadak di sini diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga
dan tidak diharapkan. penyebab kematiannya bukan karena keracunan ataupun akibat
trauma. Kematian mendadak bisa terjadi oleh karena akibat adanya penyakit pada system
urogenital, system saraf pusat, system endokrin, system respirasi, system hemopoetik dan
sebagainya. Camp menyebutkan batasan waktu kurang dari 48 jam sejak timbul gejala
pertama.
Definisi kematian mendadak menurut WHO adalah kematian yang terjadi dalam
waktu 24 jam sejak timbulnya gejala. Namun, berdasarkan ilmu forensik, kematian
mendadak terjadi dalam waktu menit maupun detik setelah timbulnya gejala.
Fungsi tubuh diatur oleh 2 sistem pengatur utama yaitu sistim saraf dan system
hormonal (system endokrin). Pada umumnya system hormonal terutama berhubungan
dengan pengaturan berbagai fungsi metabolism tubuh, mengatur kecepatan reaksi kimia
di dalam sel atau transport zat-zat melalui membrane sel atau aspek-aspek metabolism sel
lainnya seperti pertumbuhan dan sekresi. Sistem endokrin yang terdiri dari kelenjar –
kelenjar yang mensekresi hormone membantu memelihara dan mengatur fungsi- fungsi

Page 325
Vital seperti : 1. respon terhadap stress dan cedera 2. Pertumbuhan dan perkembangan 3.
Reproduksi 4. Homeostasis ion 5. Metabolisme energy. Jika terjadi stress atau cedera,
system endokrin memacu serangkaian reaksi yang ditujukan untuk mempertahankan
tekanan darah dan mempertahankan hidup. Yang terutama terlibat dalam reaksi ini adalah
aksis hypothalamus hipofisis – adrenal.
2.2 Anatomi dan fsiologi
Sistem endokrin merupakan kumpulan jaringan yang sangat terintegrasi dan
terdistribusi secara luas untuk mengoordinasikan keseimbangan metabolism
(homeostasis) antara berbagai organ tubuh. Pada penyampaian sinyal endokrin, molekul-
molekul yang disekresi (disebut hormone) bekerja pada sel- sel target yang letaknya jauh
dari lokasi sintesis molekul tersebut. Peningkatan aktivitas jaringan target kerap kali
menurunkan aktivitas kelenjar semula yang mensekresi hormone penstimulasi – suatu
proses yang dinamakan inhibisi umpan – balik.

Gambar system endokrin secara umum

Page 326
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan
dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan
menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak
memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat dan kelenjar-
kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin. Cabang kedokteran yang mempelajari
kelainan pada kelenjar endokrin disebut endokrinologi, suatu cabang ilmu kedokteran
yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan penyakit dalam.

Kelenjar pada sistim Endokrin

Organ utama dari sistem endokrin adalah:

Page 327
o Kelenjar hipofisis anterior posterior.
o Kelenjar thyroid (kel. Gondok)
o 4 kelenjar parathyroid (anak gondok)
o 2 kelenjar adrenal (supra renalis/anak ginjal)
o Pulau langerhans (pancreas)
o 2 ovarium
o 2 testis
o Kelenjar pineal
o Kelenjar timus

1. KELENJAR HIPOFISIS (PITUITARI)

Merupakan kelenjar kecil, garis tengahnya kurang dari 1 cm dan berat sekitar 0.5-1 gram
yang terletak dalam sel latursica pada basis otak dan dihubungkan dengan hipotalamus
oleh tangkai pituitaria atau infundibulum hipotalami.

Secara fisiologis hipofisis dibagi dalam 2 bagian :

a) Hipofisis anterior (adehipofisis), sekresi hipofisis anterior diatur oleh hormone yang
dinamakan “releasing”(RH) dan “inhibitory hormone (“factor”)/IH hipotalamus”
yang disekresi dalam hipotalamus sendiri dan kemudian dihantarkan ke hipofisis
anterior melalui pembuluh darah kecil yang dinamakan pembuluh portal hipotalamik-
hipofisial. Kelenjar hipofisis anterior terdiri atas beberapa jenis sel, Pada umumnya
terdapat satu jenis sel untuk setiap jenis hormone yang dibentuk pada kelenjar ini
dengan teknik perawatan khusus, berbagai jenis sel ini dapat dibedakan satu sama
lain. Satu-satunya kemungkinan pengecualiannya adalah sel dari jenis yang sama
mungkin mensekresi hormone luteinisasi dan hormone perangsang folikel.
b) Hipofisis posterior (neurohipofisis), sekresi hipofisis posterior diatur oleh serabut
saraf yang berasal dari hipotalamus dan berakhir pada hipofisis posterior. Kelenjar
Hipofisis posterior terutama terdiri dari sel-sel seperti sel glia yang dinamakan
pituisit. Akan tetapi pituisit tidak mensekresi hormone, mereka bekerja sebagai
struktur penyokong untuk serabut saraf terminal yang jumlahnya banyak dan ujung-
ujung saraf terminal dari traktus saraf yang berasal dari nuclei supraoptikus dan
paraventrikularis hipotalamus. Traktus-traktus ini berjalan ke neurohipofisis melalui
infundibulum hipotalami. Ujung-ujung saraf merupakan tombol-tombol bulosa yang
terletak pada permukaan kapiler, tempat mereka mensekresi hormone-hormon
hipofisis posterior : hormone antidiuretik (ADH)/vasopresin, oksitosin. Kedua
hormone ini merupakan polipeptida kecil, masing-masing mengandung 9 asam
amino. Mereka identik satu sama lain kecuali untuk 2 asam amino. Secara garis besar
dapat diterangkan sbb:

Page 328
1.1 HORMON HIPOFISIS ANTERIOR

1. Growt Hormon (GH) atau somatotropic hormone (STH) , adalah sejenis hormone
protein yang mengendalikan pertumbuhan seluruh sel tubuh dengan merangsang
seluruh jaringan tubuh untuk menambah ukuran sel dan memperbanyak mitosis
sehingga jumlah sel bertambah.

GH mempunyai efek metabolic yaitu :

 Protein sintesis lebih


 Penggunaan KH berkurang
 Mobilisasi lemak berlebih.

2. TSH (Thyroid Stimulating Hormon : hormone perangsang thyroid), kelenjar tiroid


terletak tepat dibawah laring sebelah kanan dan kiri depan trakea, mensekresi
tiroksin, triyodotironin, yang mempunyai efek nyata pada kecepatan metabolism
tubuh. Kelenjar ini juga mensekresi kalsitonin, suatu hormone yang penting untuk
metabolism kalsium.

Fungsi hormone tiroid, mempunyai 2 efek utama yaitu :

 Meningkatkan kecepatan metabolism secara keseluruhan


 Pada anak-anak merangsang pertumbuhan

Kelainan kelenjar tiroid :

a. Kegagalan sekresi tiroid, pada anak-anak dapat terjadi kegagalan sekresi


tiroid mengakibatkan kretinisme. Anak tampak dwafisme dan mengalami
retardasi mental, dengan kulit tebal, rambut jarang, suara serak dan lidah
menonjol keluar.

Pada orang dewasa tiroid dapat mengalami kerusakan secara perlahan oleh
penyakit autoimun. Hal ini terjadi pada miksedemia dengan perlambatan
semua fungsi tubuh, ketumpulan mental, suhu tubuh subnormal, kulit
kasar tebal dan suara serak.

b. Kelebihan sekresi tiroid, Hipertiroidisme terjadi karena sintesis abnormal


suatu senyawa di dalam tubuh yang menyerupai TSH. Kondisi ini
mengakibatkan peningkatan aktifitas metabolic dengan peningkatan nafsu
makan dan pembentukan panas. Gejala : ansietas, mudah terangsang,

Page 329
tremor halus pada tangan, intoleransi terhadap hangat, penurunan berat
badan, diare, berkeringat dan ekspresi melotot.

3. ACTH (adrenocorticotropik hormone), Adrenocorticotropin, Corticotropin.


4. Hormone perangsang folikel (FSH: follicle stimulating hormone) dan luteining
hormone (LH).
5. PROLAKTIN.

1.2 HORMON HIPOFISIS POSTERIOR

1. ADH (antidiuretik hormone), fungsi menghemat air dan mengatur tekanan


osmotic cairan tubuh 95 % dari total osmotic pressure pada ECF ditentukan ole
konsentrasi ion Na. jadi ADH mengatur konsentrasi ion Na pada ECF.

Factor yang mempengaruhi sekresi ADH:

a. ADH meningkat pada trauma, rasa sakit, cemas dan obat-obatan, misalnya
morpin, nikotin, tranquilizer.
b. ADH menurun pada pemberian alcohol.

Sekresi abnormal ADH.

a. Hiposekresi mengakibatkan diabetes insipidus, yang ditandai dengan rasa


haus yang berlebihan, juga produksi urin yang berlebihan. Kondisi ini
dapat diatasi dengan pemberian ADH dalam jumlah kecil.
b. Hipersekresi, menyebabkan retensi air, difusi cairan tubuh dan
peningkatan volume darah.

2. Oxitocin, pada laki-laki tidak dikenal fungsinya. Pada perempuan oxitosi :

a. Menstimulasi kontraksi sel-sel otot polos uterus selama senggama dan saat
persalinan serta kelahiran pada ibu hamil.
b. Menyebabkan keluarnya air susu dari kelenjar mamae pada ibu menyusui
dengan menstimulasi sel-sel mio epitelliel disekitar alveoli kelenjar
mammae.

2. HORMON KELENJAR TIROID (KEL.GONDOK)

1. Tiroksin atau tetraiodotironin (T4), 90 % dari seluruh sekresi kelenjar tiroid.


2. Triiodotironin (T3), sekresi dalam jumlah kecil.

Efek fisiologis hormone tiroid :

Page 330
 Meningkatkan laju metabolic hampir semua sel tubuh dengan menstimulasi
komsumsi oksigen dan memperbesar pengeluaran energy, terutama dalam
bentuk panas.
 Pertumbuhan dan maturitas normal tulang dan gigi, jaringan ikat serta
jaringan saraf.

Abnormalisasi sekresi :

a. Hipotiroidisme, mengakibatkan penurunan aktivitas metabolic, konstipasi, letargi,


reaksi mental lambat dan peningkatan simpanan lemak pada anak kecil
mengakibatkan retardasi mental (kretinisme)
b. Hipertiroidisme, mengakibatkan aktivitas metabolic meningkat, berat badan turun,
gelisah, tremor, diare, frekuensi jantung meningkat. Hipertiroidisme berlebihan
dapat mengakibatkan goiter eksoftalmik dengan gejala berupa pembekakan
jaringan di bawah kantong mata, sehingga bola mata menonjol.

Gambaran Histologi

Page 331
3. KELENJAR PARATIROID

Kelenjar paratiroid adalah 4 organ kecil masing-masing berukuran sebesar biji apel,
terletak pada permukaan posterior kel.tiroid dan dipisahkan dari kelenjar tiroid oleh
kapsul jaringan ikat. Peningkatan aktivitas kel.paratiroid menyebabkan absorbs garam-
garam kalsium yang cepat dari tulang dengan akibat hiperkalsemia pada cairan ekstrasel.
Hipofungsi kel.paratiroid menyebabkan hipokalsemia, sering dengan akibat tetani.

Hormone paratiroid juga penting pada metabolism fosfat serta metabolism kalsium.

Efek fisiologis : mengendalikan keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh melalui
peningkatan kadar fosfat darah.

 Ion kalsium penting untuk pembentukan tulang dan gigi, koagulasi darah, kontraksi
otot, permeabilitas membrane sel dan kemampuan eksitabilitas neuromuscular yang
normal.
 Ion fosfat untuk metabolism selluler, system buffer asam basa tubuh, juga sebagai
komponen nukleotida dan membrane sel.

Abnormalitas sekresi ,

 Hipersekresi /hiperparatiroidisme,penyebab biasanya tumor dari salah satu kel.


Paratiroid. Hal ini meningkatkan konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstrasel.
 Hiposekresi, menyebabkan osteoklast tulang hampir tidak aktif sama sekali sebagai
akibatnya reabsorbsi tulang demikian tertekan sehingga kadar kalsium dalam cairan
tubuh berkurang.
 Rickets terutama pada anak-anak akibat defisiensi kalsium atau fosfat dalam cairan
ekstrasel. Biasanya rickets disebabkan kekurangan vit.D bukan kekurangan
kalsium/fosfat dalam diet. Bila anak mendapat sinar matahari cukup, UV membentuk
vit D3 (KOLEKALSIFEROL) yang mencegah rickets dengan meningkatkan absorbs
kalsium dan fosfat dari usus.

4. KELENJAR ADRENAL

Adalah 2 masa triangular pipih berwarna kuning yang terutama pada jaringan adiposa.
Organ ini berada dikutub atas ginjal.

Hormone yang dihasilkan : Katekolamin, epineprin, norepineprin. Di sekresi oleh sel-sel


kromatin medulla adrenal untuk merespon stimulus preganglion simpatis. Fungsi
mempersiapkan tubuh terhadap aktivitas fisik yang merespon stress, kegembiraan,
cedera, latihan dan penurunan kadar gula darah.

Page 332
Abnormalitas hormone.

1. Hipoadrenalisme (penyakit Addison), oleh karena kortek adrenal gagal


menghasilkan hormone ,paling sering akibat atrofi primer kortek adrenal mungkin
akibat autoimun terhadap kortek adrenal tetapi sering oleh karena tuberculosis
pada kelenjar adrenal atau invasi korteks adrenal oleh kanker.
2. Hiperadrenalisme (penyakit Cushing), akibat tumor salah satu kortek adrenal yang
mensekresi kortisol atau hyperplasia umum korteks adrenal.

Sindroma Cushing: mobilisasi lemak dari bagian bawah tubuh ,dengan


pengendapan lemak ekstra bersamaan pada daerah torak yang menimbulkan apa
yang disebut “badan sapi” sekresi steroid yang berlebihan mengakibatkan wajah
edema, serta potensi androgenic, beberapa hormone menyebabkan jerawat dan
hirsutisme (pertumbuhan rambut wajah yang berlebihan) . penampilan wajah total
sering dikatakan muka bulan (moon face).

5. HORMON PANKREAS (pulau Langerhans), ada 4 jenis sel penghasil hormone


endokrin pada pulau langerhan pancreas yaitu :

1. Sel alfa: mensekresi glucagon yaitu meningkatkan kadar gula darah.


2. Sel beta : mensekresi insulin yaitu menurunkan kadar gula darah
3. Sel delta: mensekresi somatostatin (hormone penghalang), hormone pertumbuhan
yang menghambat sekresi glucagon dan insulin.
4. Sel F :mensekresi polipeptida pancreas, sejenis hormone pencernaan yang dilepas
setelah makan.

6. KELENJAR PINEAL

Terbentuk dari jaringan saraf dan terletak di langit-langit ventrikel ketiga otak, terdiri dari
pinealosit dan sel neuroglia penopang. Mensekresi Melatonin. memiliki efek inhibisi
terhadap pelepasan gonadotropin dan menghambat produksi melanin oleh melanosit di
kulit.

7. KELENJAR TIMUS.

Mensekresi Timosin yang berfungsi :

1. Mengendalikan perkembangan sistim imun dependen timus dengan menstimulasi


diferensiasi dan proliferasi sel limfosit T .

Page 333
2. Mungkin berperan dalam penyakit immune defisiensi congenital seperti
agamaglobulinemia yaitu ketidakmampuan total untuk memproduksi antibody.

2.3 PENYAKIT SISTEM ENDOKRIN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN


MENDADAK

Meskipun sangat jarang , penyakit pada organ endokrin dapat menyebabkan


kematian tak terduga karena efek dari organ atau system lain. Thyrotoxicosis (Goodbody,
1963) dan miksedema dapat menyebabkan kematian mendadak akibat efeknya pada
jantung. Kelenjar adrenal pada otopsi medikolegal kerap menunjukkan perubahan
patologik akibat penyakit lain dibandingkan penyebab utama kematian itu sendiri. Pada
feokromositoma, gangguan pada medulla adrenal, dapat mempercepat gagal jantung oleh
karena timbul hipertensi paroksismal. Korteks yang mengalami atrofi jarang sekali
ditemukan pada kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan. Hal ini lebih umum
terjadi pada kasus mati akibat asma pada penggunaan terapi steroid. Voigt (1966) telah
melakukan survey gangguan adrenal pada otopsi medikolegal.
Kematian mendadak akibat gangguan endokrin dan gangguan metabolic misalnya
akibat diabetes membutuhkan analisa biokimia post-mortem. Satu kesulitan utama
adalah kurangnya pengetahuan akan tipe dan kadar pada perubahan konstituensi
biokimiawi normal pada cairan tubuh dengan waktu pasase setelah terjadi kematian.

1. Krisis hipoglikemi

Definisi : satu refleksi dari beberapa kemungkinan gangguan metabolism karbohidrat


dengan akibat menurunnya kadar gula darah ke batas abnormal ( < 59 mg % ) .

Hipoglikemi adalah keadaan dimana kadar glukosa berada dibawah batas normal. Batas
terendah KGD puasa adalah 60 mg %, sehingga bila < 60 mg % disebut hipoglikemi.
Gejala hipoglikemi akan timbul apabila kadar glukosa lebih rendah dari 45 mg %.

Kematian akibat anoksia jaringan otak karena keadaan hipoglikemi itu sendiri.

Hipoglikemi sangat memungkinkan untuk menyebabkan kematian mendadak


walaupun jarang berlaku. Hipoglikemi bisa terjadi umumnya karena aktivitas biokimia
kelenjar pancreas dan produksi insulin yang berlebihan.

2. DIABETES MELLITUS

Definisi, penyakit metabolic yang ditandai dengan adanya hiperglikemia dan glukosuria,
akibat gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya yang dalam
jangka waktu panjang dapat menyebabkan kerusakan dan kegagalan fungsi berbagai
organ, penyakit ini bersifat irreversible.

Gejala klinis DM

Page 334
Gejala khas : poliuria, polidipsia, penurunan berat badan secara drastic.

Gejala tidak khas : kesemutan, keputihan, bisul yang hilang timbul, cepat lelah, gatal di
daerah genital, infeksi yang sulit sembuh, penglihatan kabur, mudah mengantuk.

Hiperglikemi adalah penyakit kencing manis yang disebabkan oleh kekurangan insulin
secara mutlak atau relative dan sering kali dikaitkan dengan penyakit organ pancreas dan
dapat mengakibatkan kematian mendadak. Pada saat ini terapi yang paling banyak
dikembangkan dan diterapkan pada pengelolaan pasien DM adalah dengan insulin yang
ditemukan pertama kali oleh Banting dan Belt (1921). Pada hiperglikemi yang berat
penderita mengalami diuresis osmotic dan penghidratan hipertonik. Kadar aseton
meningkat dan dapat mengakibatkan penderita menjadi koma dan dapat menjadi cardiac
arrest akibat peningkatan kadar potassium darah.

Koma diabetic, jenis aketotik (tampa keton) dan pada koma diabetes kadar rata-
rata glukosa lebih kurang 2000 mg / dl. Secara kasat mata dan pemeriksaan histology,
terbukti bahwa pada diabetes pada pengambilan sampel urine rutin pada korban- korban
yang meninggal dijumpai kadar minimal sodium fluoride dan ini menjadi kata kunci
untuk analisa glukosa dan keton bodies.

Pada pemeriksaan forensic untuk mendiagnosa kadar glukosa darah dikatakan


tidak akurat. Oleh sebab itu untuk mengukur kadar glukosa darah secara tepat dan akurat
paska kematian maka kadar glukosa didalam cairan vitereus yang harus diperiksa.

3. HIPERTIROID (TIROTOKSIKOSIS)

Pengertian.

Tirotoksikosis merupakan suatu keadaan dimana di dapatkan kelebihan hormone tiroid


karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang
ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormone tiroid berlebihan.

Tirotoksikosis dibagi dalam 2 kategori :

1. Kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme


2. Kelainan yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme

Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang
merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan.

Etiologi tersering ialah hipertiroidisme karena penyakit Graves, struma multinodosa


toksik (Plummer), dan adenoma toksik. Penyebab lain ialah tiroiditis, penyakit
trofoblastik, pemakaian yodium berlebihan, obat hormone tiroid, dll.

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam jiwa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit

Page 335
Graves atau struma multinodular toksik dan berhubungan dengan factor pencetus :
infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi,
penghentian obat anti-tiroid, terapi I, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru,
penyakit serebrovaskuler/ strok, palpasi tiroid terlalu kuat.

Gejala dan tanda tirotoksikosis : hiperaktivitas, palpitasi, berat badan turun, napsu makan
meningkat, tidak tahan panas, banyak keringat, mudah lelah ,sering buang air besar,
oligomenore / amenore dan libido turun, takikardi , fibrilasi atrial, tremor halus, reflex
meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok, bruit.

Hipertiroid terjadi pada struma toksik difus (penyakit graves), struma nodosa toksik,
pengobatan berlebihan dengan toksin, tiroiditis, struma ovarium (jarang) dan metastasis
luas karsinoma tiroid terdiferensiasi. Gangguan autoimun dengan atau tampa reaksi
radang dapat menyebabkan struma graves yang bergejala hipertiroid dan struma
hashimoto yang akhirnya mengakibatkan hipotiroid. Contoh kelainan hyperplasia ialah
struma koloid dan struma endemic. Keganasan terutama disebabkan adenokarsinoma.

Penyebab pembengkakan kronis tiroid

Struma non neoplastik

a. Simple

 Hyperplastic diffuse
 Coloid diffuse
 Nodular local atau diffuse
 Dyshormogenesis: terjadi karena defisiensi enzyme karena defek genetic.
Jika berat, selain menyebabkan struma juga dapat menyebabkan
hipotiroid.

b. Toxic

 Primer : diffuse
 Sekunder : noduler

Macamnya:

Struma Hyperplastica Diffusa

Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine absolut atau relatif. Ini terjadi
selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Akibat kekurangan iodine kelenjar
menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin untuk memenuhi kebutuhan asupan
iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi

Page 336
dan koloid pucat. Pada saat puber, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan, tubuh
memerlukan iodine dalam jumlah besar. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan
terjadi defisiensi iodine, akibatnya jumlah hormon tiroksin berkurang. Untuk
mengkompensasi hal ini maka tiroid akan berhiperplasi. Apabila kemudian intake iodine
dicukupi, ataupun kebutuhan iodine tubuh yang menurun, maka tiroid akan masuk ke fase
istirahat.

Struma Colloides Diffusa

Akibat involusi vesikel tiroid, defisiensi iodine terbantu melalui hiperplasi,


kelenjar kembali normal karena mengalami evolusi dan ukuran kelenjar membesar.
Involusi adalah kembalinya suatu organ atau kelenjar ke ukuran semula setelah
sebelumnya mengalami pembesaran. Pada saat kebutuhan fisiologis tubuh meningkat,
misalnya karena pubertas, laktasi, kehamilan dan stres, ataupun pada saat terjadi
defisiensi iodine, maka kebutuhan tiroid tubuh akan terbantu oleh hiperplasi kelenjar
tiroid. Setelah itu kelenjar akan kembali normal dan mengalami involusi. Akibatnya
vesikel akan mengalami distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.

Struma Nodular

Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sekuel dari struma
colloides. Diakibatkan oleh kebutuhan berlebihan yang lama dari tiroksin. Tiap folikel
normal mengalami siklus sekresi dan istirahat untuk memenuhi kebutuhan tiroksin tubuh.
Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma
nodduler, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya
segolongan kecil yang mengalami hiperplasi. Yang lainnya mengalami hiperinvolusi
(involusi yang berlebihan/ jadi mengecil).

Struma Nodular Soliter

Meskipun kelihatannya hanya terdapat satu nodul, namun ternyata di klinis


hampir 50% pasien yang menunjukkan struma satu nodul, setelah diperiksa ternyata
merupakan struma multinoduler. Akibatnya sering sukar untuk menegakkan diagnosis
dari keadaan klinis seperti itu. Sebenarnya sebagian besar struma ini benigna, tetapi
karena adanya kemungkinan toksik atau ganas, maka perlu tindakan
pembedahan. Pemeriksaan dengan Thyroid Imaging tidak hanya untuk mendeteksi
adanya nodul tapi juga untuk penegakan diagnosis fungsi.

Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan


kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan
biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

Page 337
Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang
merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Hipertiroidisme (Hyperthyrodism)
adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja secara berlebihan sehingga
menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah.

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat
mengancam jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit
Graves atau Struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus:
infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi,
penghentian obat anti tiroid, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit
serebrovaskular / strok, palpasi tiroid terlalu kuat.

Penyebab Hipertiroidisme

Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau


hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan
TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.
Hipertiroidisme akibat malfungsi hipofisis memberikan gamban kadar HT dan TSH yang
finggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme
akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan
TRH yang berlebihan.

Penyebab Utama

 Penyakit Grave
 Toxic multinodular goitre
 Solitary toxic adenoma

Penyebab Lain

 Tiroiditis
 Penyakit troboblastis
 Ambilan hormone tiroid secara berlebihan
 Pemakaian yodium yang berlebihan
 Kanker pituitari
 Obat-obatan seperti Amiodarone

Page 338
Diagnosa

Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan
memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau
kelenjar tiroid.

 TSH (Tiroid Stimulating Hormone)


 Bebas T4 (tiroksin)
 Bebas T3 (triiodotironin)
 Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultra bunyi untuk memastikan
pembesaran kelenjar tiroid
 Tiroid scan untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid
 Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
 Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia

Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik
(thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid atau terjadi pada pasien hipertiroid
yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar
yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 oF) dan apabila
tidak diobati, dapat menyebabkan kematian. Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati
Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat
antitiroid.

Gambaran Klinis

 Peningkatan kontraktilitas jantung maupun kebutuhan oksigen pada


jaringan perifer
 Perubahan ocular
 Tremor, hiperaktivitas, ketidakstabilan emosional, ansietas,
ketidakmampuan berkonsentrasi dan insomnia.
 Kulit pasien tirotoksikosis cenderung terasa hangat, basah dan tampak
kemerahan (flushing)
 Hipermotilitas, malabsorbsi dan diare

Patologi

Kelenjar tiroid pada penyakit Graves membesar secara difus, lunak dan
hipervaskularisasi. Pada penyakit Graves seringkali berhubungan dengan hiperplasi
limfoid dan infiltrasi luas dan kadang- kadang disertai dengan pembesaran limpa dan

Page 339
timus. Hipertiroidisme dapat menyebabkan degenerasi serabut otot skelet dan
pembesaran jantung.

Gejala khas pada hipertiroidisme ialah irtitabilitas, intoleransi terhadap panas,


banyak keringat, palpitasi dan berat badan menurun. Tanda klinis yang khas adalah
kulit hangat dan lembab, tremor halus pada jari yang terentang.

4. Hipotiroidisme

Fungsi tiroid dapat berkurang, normal atau bertambah, pengurangan fungsi atau
hipotiroidisme dapat disebabkan oleh penyakit hypothalamus, kerusakan kelenjar
hipofisis, defisiensi yodium, obat anti tiroid dan tiroiditis. Juga terdapat keadaan yang
dikenal dengan hipotiroidisme iatrogenic, yang terjadi sesudah tiroidektomi atau setelah
terapi dengan yodium radioaktif.

Hipotiroidisme mengakibatkan penurunan aktivitas metabolic, konstipasi, letargi, reaksi


mental lambat dan peningkatan simpanan lemak pada anak kecil mengakibatkan retardasi
mental (kretinisme).

5. Hipoparatiroid

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak
adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh
kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid
dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).
Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
Etiologi
Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada anak-
anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme :

1. Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama :


o Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
o Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).
2. Hipomagnesemia.
3. Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.
4. Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat,
yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa
sampai 9,5-12,5 mgr%). Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi
hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi
yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat

Page 340
kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang
berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua
berhubungan dengan operasi total tiroidektomi.
Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat
(diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena
sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi
tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat
sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak
dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1)
pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %,
dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada
bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon
terganggu.
Manifestasi Klinis
Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut
menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus. Tetanus merupakan
hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi spasmodik atau tak
terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter.
Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan kram pada ekstremitas
dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus
yang nyata, tanda-tanda mencakup bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal
(fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi karpofalangeal), disfagia,
fotopobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas,
depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi.

Komplikasi
1. Kalsium serum menurun

2. Fosfat serum meninggi

Penatalaksanaan
Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5
mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila
terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan
adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan
iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital
dapat diberikan.
Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi
hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens
reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi
hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan
pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus
memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba,

Page 341
cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis
mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami
gangguan pernafasan.
Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium
serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk
susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus
dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena
mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak larut. Tablet oral
garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet.
Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat
fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus gastrointestinal. Preparat vitamin D
dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau
ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan
akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.

6. Penyakit Graves

Penyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling


sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering
ditemukan pada wanita dari pada pria. Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling
mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis
(hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, serta
dermopati, meskipun jarang.
Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun
demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang
belum diketahui secara pasti meningkatnya risiko menderita penyakit Graves.
Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit
autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin
Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.

Definisi
Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering
hipertiroidisme adalah suatu penyakit autoimun yang biasanya ditandai oleh produksi
antibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves
memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu
pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan
kadang-kadang dengan dermopati.

Etiologi
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya
sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi
genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat
dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit

Page 342
Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali
lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka
kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.

Patogenesis
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang
berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk
mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi
dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang
pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi
didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan
penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis
terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.
Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin
(Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat
pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-
sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan
kelenjar tiroid penderita penyakit Graves.

Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila
terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan
molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk
mempresentasikan antigen pada limfosit T.

Gambar 1 : Patogenesis Penyakit Graves

Page 343
Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-B8 dan
HLA-DR3 pada ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina dan HLA-B17
pada orang kulit hitam. Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis penyakit
tiroid otoimun seperti penyakit Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia
akan merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai
akibat pengaruh sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi basil gram negatif Yersinia
enterocolitica, yang menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang
dengan otoantigen kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia enterocolitica terbukti
dapat bereaksi silang dengan TSH-R antibody pada membran sel tiroid yang dapat
mencetuskan episode akut penyakit Graves. Asupan yodium yang tinggi dapat
meningkatkan kadar iodinated immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik sehingga
meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid otoimun. Dosis terapeutik
dari lithium yang sering digunakan dalam pengobatan psikosa manik depresif, dapat pula
mempengaruhi fungsi sel limfosit T suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit
tiroid otoimun.

Faktor stres juga diduga dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves, namun
sampai saat ini belum ada hipotesis yang memperkuat dugaan tersebut. Terjadinya
oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi sitotoksik
lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau
TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk
dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga
menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.

Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin


didalam jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya
akumulasi glikosaminoglikans. Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan
perangsangan katekolamin, seperti takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya
hiperreaktivitas katekolamin, terutama epinefrin diduga disebabkan karena terjadinya
peningkatan reseptor katekolamin didalam otot jantung.

Gambaran Klinis

Gejala dan Tanda

Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan
ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat
hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang
berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan
aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas,
keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu

Page 344
makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi
ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada
tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai
dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan
kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran
klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter
difus dan eksoftalmus.

Penyakit graves gbr.histologis

Penanggulangan

Terapi penyakit graves ditujukan pada pengendalian stadium tirotoksikosis


dengan pemberian antitiroid seperti propiltiourasil (PTU) atau karbimasol. Terapi
definitive dapat dipilih antara pengobatan antitiroid jangka panjang, ablasio dengan
yodium radioaktif atau tiroidektomi subtotal bilateral.

7. Karsinoma Tiroid

Sistem endokrin meliputi sistem dan alat yang mengeluarkan hormon. Yang
termasuk kelenjar endokrin adalah hypothalamus, kelenjar hipofisis anterior dan
posterior, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, pulau langerhans pankreas, korteks dan
medulla anak ginjal, ovarium, testis, dan sel endokrin di saluran cerna yang disebut sel
aminprekussor uptake and decarboxylation (sel APUD). Fungsi dari kelenjar tiroid
sendiri adalah untuk mensekresi tiroksin (T4) suatu hormon penting untuk metabolisme
tubuh. Berbagai perubahan neoplasma pada kelenjar tiroid dapat terjadi pada tumor yang
Page 345
jinak maupun ganas. Secara klinis, antara neoplasma tiroid yang jinak maupun ganas
sering sukar dibedakan. Pada neoplasma yang ganas bisa saja neoplasma tiroid itu baru
muncul beberapa bulan terakhir, tetapi dapat pula sudah mengalami pembesaran kelenjar
tiroid berpuluh tahun lamanya, serta hanya memberikan gejala klinis yang ringan.

Karsinoma tiroid jarang didapati, insidensnya sekitar 3- 5% dari semua tumor


maligna, terutama di negara endemik dan untuk tipe yang tidak berdifferensiasi. Dapat
dijumpai disegala usia dengan puncak pada usia muda (7- 20 tahun), usia setengah baya
(40- 60 tahun). Pada Pria insidensnya 3/100.000/tahun dan wanita sekitar
8/100.000/tahun.

Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga kecenderungan nodul


tiroid tersebut ganas atau tidak, yaitu dari besar dan bentuknya, konsistensi, hubungan
dengan struktur sekitarnya, hiperfungsi atau hipofungsi dari kelenjar tiroid dan pada
periksan biopsi jarum halus. Juga riwayat terpapar sinar radiasi pada saat anak- anak,
intake yodium yang tinggi berhubungan dengan karsinoma papiller yang biasa terlihat.
Sedangkan usia kurang dari 40 tahun, asupan yodium kurang biasa didapati pada
penderita karsinoma tiroid follikuler.
Kanker tiroid mempunyai 4 tipe, yaitu: papiler, folikuler, meduller dan anaplastik.

Kanker jarang memberikan gejala pembesaran kelenjar, lebih sering memberikan


pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Kanker tiroid seringkali memberikan
hambatan dalam penyerapan yodium dan membatasi dalam produksi hormon tiroid
namun seringkali menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga memberikan
gejala hipertiroidisme.

Etiologi
Belum diketahui pasti. Yang berperan khususnya untuk well differentiated
karsinoma (papiller dan follikuler) adalah radiasi dan goiter endemis dan untuk jenis
meduller adalah faktor genetik. Belum diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk
kanker anaplastik dan meduller. Diperkirakan kanker tiroid anaplastik berasal dari
perubahan kanker berdifferensiasi baik (papiller dan follikuler) dengan kemungkinan
jenis follikuler dua kali lebih besar. Sedangkan limfoma pada tiroid diperkirakan karena
perubahan- perubahan ganas dari tiroid hashimoto.

Patofisologi
Adenokarsinoma papiler biasanya bersifat multisentrik dan 50% penderita dengan
ada sarang ganas dilobus homolateral dan lobus kontralateral. Metastasis mula-mula ke
kelenjar limfe regional, dan akhirnya terjadi metastasis hematogen. Umumnya
adenokarsinoma follikuler bersifat unifokal, dengan metastasis juga ke kelenjar limfe

Page 346
leher, tetapi kurang sering dan kurang banyak, namun lebih sering metastasisnya secara
hematogen.

Adenokarsinoma meduller berasal dari sel C sehingga kadang mengeluarkan


kalsitonin (sel APUD). Pada tahap dini terjadi metastasis ke kelenjar life regional.
Adenokarsinoma anaplastik yang jarang ditemukan, merupakan tumor yang tumbuh
agresif , bertumbuh cepat dan mengakibatkan penyusupan kejaringan sekitarnya terutama
trakea sehingga terjadi stenosis yang menyebabkan kesulitan bernafas. Tahap dini terjadi
penyebaran hematogen. Dan penyembuhan jarang tercapai. Penyusupan karsinoma tiroid
dapat ditemukan di trakea, faring esophagus, N.rekurens, pembuluh darah karotis,
struktur lain dalam darah dan kulit. Sedangkan metastasis hematogen ditemukan terutama
di paru, tulang, otak dan hati.

Klasifikasi Histopatologi

1. Adenokarsinoma berdifferensiasi baik, terdiri dari

o Papiller
o Follikuler
o Campuran papiller dan follikuler

2. Adenokarsinoma berdifferensiasi buruk, terdiri dari:

o Karsinoma sel kecil (Small cell carcinoma)


o Karsinoma sel besar (giant cell carcinoma)
o Karsinoma sel spindle (spindle cell carcinoma)

3. Karsinoma meduller
4. Karsinoma sel skuamosa
5. Non epithelial: limfoma, sarkoma, metastatik tumor, teratoma maligna, dan
tumor yang tak dapat diklasifikasikan.

PENUTUP

Meskipun sangat jarang, penyakit pada organ endokrin dapat


menyebabkan kematian tak terduga karena efek dari organ atau system lain. Salah
satunyaThyrotoxicosis dan miksedema dapat menyebabkan kematian mendadak
akibat efeknya pada jantung. Pada pemeriksaan jantung mungkin dapat ditemukan
adanya dilatasi. Penyakit tiroid dapat menyebabkan kematian mendadak jika
terjadi perdarahan pada nodul tiroid yang menyebabkan trakea tertekan.

Page 347
Kelenjar adrenal pada otopsi medikolegal kerap menunjukkan perubahan
patologik akibat penyakit lain dibandingkan penyebab utama kematian itu sendiri,
misalnya feokromositoma, gangguan pada medulla adrenal, dapat mempercepat
gagal jantung oleh karena timbulnya hipertensi paroksismal.

Kematian mendadak akibat gangguan endokrin dan gangguan metabolic


lainnya membutuhkan analisa biokimia post-mortem. Satu kesulitan utama adalah
kurangnya pengetahuan akan tipe dan kadar pada perubahan konstituensi
biokimiawi normal pada cairan tubuh dengan waktu pasase setelah terjadi
kematian.

Page 348
KEMATIAN MENDADAK
AKIBAT
PENYAKIT SYSTEM HEMOPOETIK

BAB I
PENDAHULUAN

Kematian mendadak adalah kematian yang cepat, tidak terduga dan kebanyakan
tanpa saksi maupun penyebab yang jelas saat jenazah ditemukan. Angka kejadian
kematian mendadak sekitar 10% dari seluruh kematian
Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung
elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel- sel yang terfiksasi dalam
tubuh dan lingkungan luar serta memiliki sifat- sifat protektif terhadap organisme sebagai
suatu keseluruhan dan khususnya terhadap darah sendiri.
Komponen cair darah yang disebut plasma terdiri dari 91 % sampai 92 % air yang
berperan sebagai medium transpor dan 7 % - 9 % terdiri dari zat padat. Zat- zat padat itu
adalah protein- protein seperti albumin, globulin dan fibrinogen.
Darah merupakan alat pengangkut utama di dalam tubuh kita. Darah juga
mempunyai fungsi – fungsi antara lain menjaga tekanan osmosis antara darah dan
jaringan tetap normal, menjaga keseimbangan asam – basa dalam darah, mengatur suhu
tubuh, dan sebagai alat ”pertahanan” terhadap serangan penyakit.
Volume darah dalam tubuh kira – kira 1/13 dari berat tubuh kita. Pada orang dewasa
normal, volume darah lebih kurang 5 liter. Darah adalah jaringan ikat berbentuk cair,
tersusun atas 4 bagian yaitu yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), sel
– sel darah pembeku (trombosit), dan cairan darah (plasma darah). Kelainan hemopoetik
(kelainan darah) dapat berkembang secara tersembunyi dan dapat menyebabkan kematian
yang tidak terduga akibat komplikasi yang mungkin terjadi.

BAB II
PEMBAHASAN
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut
oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan
tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai
bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai
penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai
merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh
hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam
bentuk heme, yang merupakan SS tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.

Page 349
Komposisi Darah
Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian
dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium
cairan darah yang disebut plasma darah.

3.1. SEL DARAH MERAH (ERITROSIT)


Bentuk sel – sel darah merah seperti cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua
sisinya, sehingga bila dilihat dari samping nampak seperti dua buah bulan sabit yang
bertolak belakang. Sel darah merah tidak berinti, bila dilihat satu persatu berwarna
kuning tua, tetapi dalam jumlah besar kelihatan berwarna merah.
Sel darah merah dibuat di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek yang
pipih dan tidak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa, dari sumsum
tulang dalam batang iga – iga dan dari sternum. Perkembangan sel darah merah dalam
sumsum tulang melalui beberapa tahap mula – mula besar dan berisi inti (nukleus) dan
tidak mengandung hemoglobin. Kemudian dimuati hemoglobin (Hb) dan akhirnya
kehilangan intinya, sehingga dapat diedarkan ke dalam peredaran darah.

Rata – rata lama hidup sel darah merah kira – kira 120 hari. Sel – sel darah merah
menjadi rusak dan dihancurkan dalam sistem retikulo endotelium terutama dalam limpa
dan hati. Globin dan hemoglobin akan dipecah menjadi asam amino untuk digunakan
sebagai protein dalam jaringan dan zat besi (Fe) dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan
untuk dibuang dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin
diubah lagi menjadi bilirubin (warna kuning empedu) dan biliverdin, yaitu yang
berwarna kehijau – hijauan.

Bila terjadi perdarahan, maka sel darah merah beserta hemoglobinnya sebagai
pembawa oksigen akan hilang, dan sel – sel itu diganti dalam waktu beberapa minggu
berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40%, maka perlu dilakukan
transfusi darah.

Page 350
Dalam berbagai bentuk anemia jumlah hemoglobin dalam darah berkurang. Pada
anemia yang sangat parah kadar itu bisa di bawah 30% atau 5 gram setiap 100 ml. Karena
hemoglobin mengandung zat besi yang diperlukan untuk mengikat oksigen, maka dapat
dimengerti bahwa pasien seperti itu akan memperlihatkan gejala kekurangan oksigen
seperti nafas pendek. Ini adalah gejala pertama anemia kekurangan zat besi.

3.2. SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT)


Sel darah putih (leukosit) warnanya bening, bentuknya lebih besar dibanding dengan
sel darah merah (eritrosit), tetapi jumlahnya lebih sedikit. Dalam setiap 1 mm3 darah
terdapat 6000 – 9000 sel darah putih. Leukosit mempunyai sebuah inti yang berbelah
banyak dan protoplasmanya berbulir (granulosit). Kekurangan granulosit disebut
granulositopenia dan tidak adanya granulosit disebut agranulositopenia, hal ini dapat
timbul setelah memakan obat – obat tertentu termasuk juga beberapa zat antibiotik.
Sel neutrofil paling banyak dijumpai pada sel darah putih dan menyerap pewarna
netral atau campuran asam dan basa tampak bewarna ungu. sedangkan sel eusinofil hanya
sedikit dijumpai pada sel darah putih dan menyerap pewarna yang bersifat asam (eosin)
dan kelihatan merah. Dan sel basofil menyerap pewarna basa sehingga menjadi biru.
Limfosit membentuk 25% dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini dibentuk di
dalam kelenjar limpa dan dalam sumsum tulang. Selain itu ada sejumlah kecil sel – sel
yang berukuran lebih besar yang disebut monosit. Sel monosit dan granulosit mampu
mengadakan gerakan amuboid dan mempunyai sifat fagosit (pemakan).

Page 351
3.3. SEL DARAH PEMBEKU (TROMBOSIT)
Sel – sel darah pembeku (keping – keping darah) adalah sel – sel kecil kira – kira
sepertiga ukuran sel darah merah, bentuk tidak teratur, mudah pecah dan tidak
mempunyai inti. Dalam setiap 1 mm3 darah terdapat kira – kira 300.000 trombosit.
Trombosit sangat berperan penting dalam proses pembekuan darah.
Bagaimana terjadinya proses pembekuan darah ?
Di dalam sel – sel darah pembeku terdapat enzim yang disebut trombokinase. Bila
kulit kita luka, maka darah akan keluar sehingga sel – sel pembeku akan pecah dan keluar
dari dalamnya suatu zat, yaitu protrombin. Zat ini karena pengaruh garam – garam
kalsium (Ca) dan tromboplastin akan berubah menjadi trombin. Trombin ini adalah suatu
enzim yang dapat mengubah fibrinogen manjadi fibrin. Fibrinogen adalah protein yang
larut dalam plasma darah, sedangkan fibrin merupakan benang – benang halus yang
menutup luka dan menjaring sel – sel darah lainnya.
Vitamin yang berpengaruh pada pembuatan protrombin yang terjadi di dalam hati
ialah vitamin K, yaitu suatu vitamin yang dibuat oleh bakteri usus besar (Escherichia
coli).

3.4. RHESUS SYSTEM


Landsteiner dan Wiener pada tahun 1940 memperkenalkan faktor darah pada
manusia yang disebut Rhesus atau Rh. Rhesus ini diperoleh dari marmut atau kelinci
yang diberi suntikan berasal dari rhesus monyet. Reaksi ini menghasilkan anti serum
yang sudah mengalami aglutinasi dari sel darah merah monyet tetapi juga sekitar 80%
dari sampel – sampel darah kulit putih. Sel darah merah yang mengalami aglutinasi
dengan antibodi yang baru akan membentuk rhesus positif dan sel darah merah yang
tidak mengalami aglutinasi akan membentuk rhesus negatif. Individu yang kekurangan
rhesus antigen mungkin disebabkan adanya bentuk rhesus antibodi yang didapat sewaktu
transfusi darah yang mengandung rhesus positif atau bawaan pada bayi yang
mengandung rhesus positif.
Rhesus negatif biasanya terdapat pada bangsa jepang, china, Filipina, penduduk asli
Amerika (Indian), Hawai dan penduduk asli Australia (Aborigin). Insiden rhesus negatif
lebih tinggi pada bangsa kulit putih (14,7%), bangsa negro (8,1%), dan bangsa Asia
(7,1%). Jika rhesus positif dilakukan transfusi darah ke individu rhesus negatif maka
tidak menimbulkan reaksi untuk pertama kali, dan reaksi akan timbul setelah transfusi
yang kedua.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering dilakukan
pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer pada hampir semua
bentuk tindakan kekerasan, maka penyelidikan terhadap darah ini sangat berguna untuk
mengungkapkan suatu tindakan kriminal.

Page 352
Kandungan pada suatu sel darah merah terutama terdiri dari hemoglobin yang
mengandung enzim peroksidase. Jika terpapar pada udara maka hemoglobin akan
berubah menjadi hematin. Hematin bertindak seperti pseudo-peroksidase yang
aktivitasnya lebih lemah dibandingkan yang ada pada hemoglobin.
Protein yang terdapat pada darah berupa fibrinogen,albumin atau globulin bisa
dipisahkan menggunakan teknik elektroforesis.
Kelihatannya memang mudah melakukan pemeriksaan pada bercak darah, tetapi
pada pelaksanaanya di lapangan akan ditemukan kesulitan yaitu jika
i. Bercak darah sangat kecil dan gambaran fisiknya sudah berubah
ii. Bercak darah terdapat pada bahan dasar yang berwarna gelap.

Letak dan gambaran bercak darah bisa membantu dalam menentukan adanya
tindakan kriminil. Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah

A. Pemeriksaan umum dengan mata telanjang


1. Bercak darah bisa berwarna merah, merah kecoklatan atau hitam, tergantung dari
lamanya/usia bercak darah tersebut.
o Bercak darah yang masih segar : merah terang
o 24 jam : merah kecoklatan
o Lebih dari 24 jam : kehitaman
o Sumber darah bisa berasal dari :
 Darah yang dimuntahkan : berwarna coklat
 Dari paru-paru : darah berbusa
o Bisul : Pada bercak darah tersebut mungkin ditemukan sel-sel nanah
dan bakteri
o Darah menstruasi : berwarna hitam dan mengandung sel-sel
endometrium dan sel epitel vagina
o Hidung : mengandung mukosa hidung dan bulu hidung.

2. Darah ante-mortem bisa dibedakan dari darah post-mortem berdasarkan beberapa


hal dibawah ini :
Darah ante-mortem Darah post-mortem
o Perdarahan Lebih banyak Sedikit
o Penyebaran Ada Tidak ada
o Bekuan Darah Ada.
Bentuknya kaku dan elastis. Warnanya tidak mudah berubah jika dibilas.
Biasanya tidak ada.Kalaupun ada, hanya sedikit dan rapuh. Warnanya mudah
putar jika dibilas.

Page 353
Pemeriksaan Kimia
Dasar : Pada hemoglobin terdapat enzim yang disebut peroksidase. Enzim ini akan
mengoksidasi unsur yang terdapat pada bercak darah jika hidrogen peroksida, akan
menghasilkan warna yang khas.

3.5. PENENTUAN GOLONGAN DARAH


A. Darah Segar
Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena
merupakan cairan biologik dengan sifat – sifat potensial lebih spesifik untuk golongan
manusia tertentu. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan terhadap
darah adalah penentuan golongan darah.
Jika tidak melihat kepada subgroups maka dikenal empat golongan darah yaitu :
Gol darah A Eritrosit mengandung aglutinogen A dan serum aglutinin anti-B
Gol darah B Eritrosit mengandung aglutinogen B dan serum aglutinin anti-A
Gol darah O Eritrosit tidak mengandung aglutinogen, sedangkan serum mengandung
aglutinin anti-A dan anti-B.
Gol darah AB Eritrosit mengandung aglutinogen A dan B, sedangkan serum tidak
mengandung aglutinin.
Penetapan golongan darah dilakukan dengan cara menentukan jenis aglutinogen
yang ada dalam sel, namun di samping itu juga dikenal penetapan jenis aglutinin yang
ada dalam serum (reserve grouping, serum grouping, cnfirmation grouping). Cara yang
terbaik ialah melakukan kedua penetapan, yakni penetapan aglutinogen dan penetapan
aglutinin secara bersama – sama.
Cara penentuan berdasarkan jenis aglutinin dengan menggunakan objek glass
dapat dilakukan bila darah masih segar dengan menentukan jenis aglutinin dan antigen.
Adapun prosedur pemeriksaan :
 Taruh di sebelah kiri objek glass 1 tetes serum anti-A dan di sebelah kanan 1 tetes
seru anti-B.
 Lalu taruh setetes darah pada masing – masing serum itu dan diaduk dengan
ujung lidi.
 Goyangkan kaca dengan membuat gerakan melingkar.
 Perhatikan adanya aglutinasi dengan mata belaka dan benarkan pendapat / hasil
tersebut dengan memakai mikroskop.
 Kadang kala dibuat 3 tetesan yaitu dengan menambahkan tetesan serum anti-A, B
(serum golongan darah O ).

Tafsiran hasil : (+ berarti terjadi aglutinasi)


Anti-A Anti-B Anti A-B Golongan darah
- - - O
+ - + A

Page 354
- + + B
+ + + AB
Catatan ; Serum Anti-A biasanya diberi warna hijau atau biru, serum Anti-B warna
kuning.

Darah segar yang dipakai boleh dari kapiler atau vena yang telah membeku.
Jumlah darah yang dicampur dengan serum sebaiknya sehingga campuran itu akan
mencapai nilai hematokrit 2%.

B. Darah Kering
Apabila dijumpai darah kering maka penentuan golongan darah dapat dilakukan
dengan cara menentukan jenis aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh
lebih stabil dibandingkan aglutinin. Diantara sistem – sistem golongan darah yang paling
lama bertahan adalah antigen dari golongan darah A-B-O. Penentuan jenis antigen dapat
dilakukan dengan cara absorpsi elusi atau aglutinasi campuran. Prosedur atau cara
yang biasa dilakukan adalah cara absorpsi elusi. Bila terjadi aglutinasi (penggumpalan),
berarti darah mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indikator.

3.6. PENENTUAN SUATU CAIRAN ADALAH DARAH


Pemeriksaan laboratorium ini merupakan pemeriksaan kimiawi yang terdiri dari
pemeriksaan penyaringan darah dan pemeriksaan penentuan darah yang bertujuan untuk
membuktikan bahwa suatu bercak / sampel yang diperiksa adalah merupakan darah.
A. Pemeriksaan Penyaringan Darah
1. Reaksi Benzidin
Reagen yang digunakan dalam reaksi benzidin adalah larutan jenuh kristal benzidin
dalam asam asetat glasial (10% benzidin dalam asetat glisisal), yang disebut sebagai
larutan benzidin.
Prosedur pemeriksaan :
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai terpapar darah, kemudian
diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes reagen benzidin. Hasil positif pada reaksi
benzidin adalah apabila timbul warna biru gelap pada kertas saring. Hasil negatif
menunjukkan bahwa yang diperiksa bukan darah.

Page 355
2. Reaksi Fenolftalin (Phenolphthalin)
Reagen yang digunakan dalam reaksi ini adalah reagen yang dibuat dari fenolftalin 2
gr + 100 ml NaOH 20% yang dipanaskan dengan biji – biji zinc sehingga terbentuk
fenolftalin yang tidak berwarna.
Prosedur pemeriksaan :
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai terpapar sampel / bercak
darah, kemudian langsung diteteskan dengan reagen fenolftalin yang akan memberikan
warna merah muda bila positif, hasil negatif menunjukkan bahwa sampel yang diperiksa
bukan darah.

B. Pemeriksaan Penentuan Darah.


Pemeriksaan ini didasarkan pada terdapatnya pigmen / kristal hematin (hemin)
dan hemokhromogen, menggunakan 2 reaksi yang umum dilakukan yaitu reaksi
Teichman dan reaksi Wagenar.

3. Reaksi Teichman
Letakkan seujung jarum bercak kering di atas objek glass kemudian tambahkan 1
butir kristal NaCl dan 1 tetes asam asetat glisial lalu tutup dengan deck glass dan
panaskan. Dinyatakan hasil positif dengan tampaknya kristal hemin yang berbentuk
batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskop.

4. Reaksi Wagenar
Letakkan seujung jarum bercak kering pada objek glass, letakkan juga sebutir
pasir, lalu tutup dengan deck glass sehingga antara objek glass dan deck glass terdapat
celah untuk penguapan zat. Pada satu sisi diteteskan aceton dan pada sisi yang
berlawanan diteteskan HCl encer lalu dipanaskan.
Hasil positif bila terlihat kristal aceton-hemin berbentuk batang berwarna coklat.
Hasil negatif selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan darah, juga dapat dijumpai
hasil negatif pada bercak yang memang darah, akibat bercak tersebut struktur kimiawinya
telah rusak misalnya bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar dan sebagainya.

5. PRECIPITIN TEST
Tujuan pemeriksaan serologik ini untuk menentukan apakah bercak darah tersebut
berasal dari manusia. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti
human globulin) serta terhadap protein hewan.
Test precipitin sangat sensitif, hanya dibutuhkan sedikit darah saja. Test ini tetap
akan memberikan reaksi pada darah yang telah berumur 10 – 15 tahun, bahkan ekstrak
yang berasal dari mummi yang telah berumur lebih dari 4000 tahun masih memberikan
hasil positif.

Page 356
Prinsip dasar dari pemeriksaan ini adalah bahwa jika suatu protein asing
disuntikan pada hewan, maka hewan tersebut akan menghasilkan antibodi dalam serum
darahnya. Antibodi ini akan membentuk endapan jika dicampur dengan larutan yang
mengandung protein. Protein asing yang disuntikan itu disebut antigen. Antibodi yang
menyebabkan terjadinya endapan disebut presipitin.

Limpa
Ukuran limpa yang sangat besar sangat berbahaya karena dapat terjadi ruptur
(pecah) walaupun dengan trauma yang sedikit. Pada penyakit seperti leukemia, hemofilia,
malaria, thypoid, maupun leismaniasis dapat menyebabkan terjadinya splenomegali
(limpa membesar) serta kematian mendadak apabila limpa tersebut pecah sehingga
mengakibatkan terjadinya perdarahan intra peritoneum (Spriangle dan adelson, 1966).

3.7. BEBERAPA PENYAKIT DARAH YANG DAPAT MENYEBABKAN


KEMATIAN MENDADAK.
Kematian medadak akibat penyakit darah dapat dibagikan kepada 3 golongan,
yaitu penyakit sel darah merah, penyakit sel darah putih dan penyakit karena gangguan
faktor pembekuan darah.

1. Penyakit sel darah merah


Penyakit sel darah merah paling sering terjadi dan dapat menyebabkan kematian
mendadak adalah anemia (kekurangan jumlah sel darah merah). Contohnya penderita
anemia sel sabit (sickle cell anemia) dapat menyebabkan kematian mendadak apabila
mengalami krisis sel darah merah yang membentuk sel sabit lalu kemudian menyumbat
pembuluh darah kapiler sehingga menyebabkan infark pada organ yang terkena
Pada pemeriksaan post mortem tampak seluruh organ penderita kelihatan pucat
kecuali hati dan limpa. Tampak limpa biasanya mengecil dan berfibrosis (auto
splenektomi). Bisa pula dijumpai adanya ”gamma – gandy bodies) yaitu beberapa nodul
siderofibrosis dalam limpa disekitar korpus malphigi (malphigian corpuscles) akibat
infark jaringan limpa yang terjadi saat ”krisis sabit” yang berulang – ulang.
Sumsum tulang menunjukkan beberapa area yang mengalami infark, baik yang
telah lama maupun yang masih baru. Hati (hepar) bisa kelihatan besar, terkongesti dan
berwarna merah. Terdapat banyak sel darah merah yang berbentuk sel sabit terperangkap
di dalam sinusoid. Bila penderita sering mendapat transfusi darah pada masa sebelumnya,
terdapat hemosiderosis dan eritrofagositosis oleh sel kupffer di dalam hati. Edema paru
dapat pula terjadi. Saluran darah di paru – paru menunjukkan tanda – tanda hipertensi
pulmonari. Ventrikel jantung kanan tampak membesar dan dilatasi.
Perubahan massa sel darah merah menimbulkan dua keadaan yang berbeda. Jika
jumlah seldarah merah kurang, maka timbul anemia. Sebaliknya, keadaan dimana sel
darah merah terlalu banyak disebut polisitemia.

Page 357
Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis,
terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau
karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran seldarah merah.
Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah :
1. Hemoglobinopati yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misalnya anemia sel
sabit.
2. Gangguan sintesis globin misalnya talasemia
3. Gangguan membran sel darah merah misalnya sferisitosis herediter
4. Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6- fosfat dehidrogenase)
Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun hemolisis dapat juga
disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah, yang sering kali memerlukan
respon imun.

2. Penyakit sel darah putih


Penyakit sel darah putih yang sering menyebabkan kematian mendadak adalah
leukemia. Leukemia mula- mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai ”sel
darah putih”. Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada yang normal, jumlahnya berlebihan dan dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri dengan kematian. Kelainan yang
utama terdapat dalam jaringan , yaitu di beberapa jaringan tempat pembentukan sel darah
dan kelainan pada jaringan – jaringan tertentu akibat mengumpulnya sel – sel leukemia di
tempat itu.
Kelainan utama pada leukemia akut adalah pada pematangannya. Selama sel itu
tidak matang, maka sel tersebut mempunyai kemampuan yang lambat untuk melakukan
proliferasi akibatnya sel – sel tersebut semakin banyak dan akhirnya menumpuk di
jaringan. Pada beberapa penderita leukemia, perdarahan otak yang multiple akan
menyebabkan lesi yang fatal.
Apabila jumlah sel darah putih yang keluar sangat banyak akan menyebabkan
anemia sehingga dapat merusak miokardium yang telah terganggu misalnya karena
arteriosklerosis dari pembuluh darah koroner akibat mengakibatkan kehilangan fungsi
jantung secara tiba – tiba. Anemia pernicious dan leukemia akan mengakibatkan edema
pulmonum yang berhubungan dengan degenerasi otot jantung kronik dapat menyebabkan
kematian mendadak (sudden death).

Etiologi
Walaupun penyebab dasar leukimia tidak diketahui, pengaruh genetik maupun
faktor- faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan. Faktor- faktor lingkungan
berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia yang timbul
bertahun- tahun kemudian.

3. Penyakit faktor pembekuan darah

Page 358
Ini dikenal dengan istilah sindrom koagulopati intravasculer. Penyakit ini
disebabkan oleh berbagai faktor seperti akibat komplikasi forensik (embolisme cairan
amnion, sepsis karena pengguguran / abortus, toksemia, kematian janin), infeksi (sepsis
organisme gram negatif, septikemia meningokokkus, malaria, histoplasmosis,
aspergilosis), neoplasma (karsinoma pankreas, prostat, paru – paru, lambung leukemia),
luka bakar, hemangioma, gigitan ular dan lain – lain.

Faktor yang berperan untuk terjadinya proses koagulasi (pembekuan) darah yaitu
fibrin yang berasal dari fibrinogen dan platelet (faktor pembekuan). Apabila kekurangan
faktor ini akan memperburuk keadaan serta dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
dan berakhir dengan kematian.

3.8.TRANSFUSI DARAH
Mengetahui golongan darah sangat besar manfaatnya, misalnya untuk menolong
orang yang menderita suatu perdarahan yang hebat ialah dengan memberikan darah orang
lain kepada sipenderita. Hal inilah yang kita sebut transfusi (pindah tuang) darah. Dalam
transfusi dalam harus dilakukan dengan golongan darah yang sama dan hanya dalam
keadaan darurat dapat diberikan darah dari donor universal (golongan darah O)
Hal – hal dibawah ini adalah bahaya dari transfusi darah :
o Transfusi darah yang tidak cocok dapat menimbulkan kematian mendadak atau
kematian dalam waktu singkat tetapi pasien bisa juga selamat.
o Transfusi yang cepat dapat menyebabkan overload dari jantung
o Transfusi darah yang sangat dingin (mengalami komplikasi selama pengawetan)
juga dapat menimbulkan bahaya dengan carayang sama.
o Persedian darah yang sudah lama atau transfusi darah yang sudah terhemolisa
juga dapat menyebabkan masalah yang serupa.
o Transfusi darah berulang dapat menyebabkan kondisi patologis tertentu yang
tidak diharapkan dalam bidang kedokteran.
o Transfusi darah yang sudah terkontaminasi atau terinfeksi dapat menimbulkan
efek segera seperti efek terlambat dari infeksi.

Transfusi Darah Yang Tidak Cocok


Pada transfusi darah yang tidak cocok akan menyebabkan terjadinya shock,
demam, kekakuan, penurunan tekanan darah, nadi cepat, dan pasien bisa mati atau
sembuh dengan komplikasi akut atau kronik. Selama pemeriksaan postmortem, gumpalan
dari aglutinasi darah merah bisa atau tidak dideteksi di pembuluh darah.
Secara histologis, tubulus ginjal akan memperlihatkan perubahan degeneratif
dengan sel darah merah di dalamnya, serta dijumpai perdarahan di bawah mucosa
lambung dan di bawah permukaan dari pleura. Adapun bahan – bahan yang perlu
diawetkan untuk pemeriksaan post mortem :

Page 359
o Ginjal untuk pemeriksaan histologis
o Darah, dan urine untuk pemeriksaan serologi, biokimia, mikroskopik dan
spectroscopic test.
Sebagai bahan tambahan selain bahan – bahan yang berasal dari tubuh korban, maka
bahan lain yang sebaiknya juga disimpan seperti sample darah transfusi, sample darah
dari subjek sebelum dilakukan transfusi serta sample darah dari subjek setelah ditranfusi.
Jika kemudian terjadi kematian maka sample darah setelah dan setelah transfusi dan
sebelum mati jika ada.
Ketika shock lama, atau darah yang hemolisis atau darah yang sangat dingin atau
darah yang terinfeksi di transfusikan maka banyak atau sedikit akan timbul gejala klinis.
Gambaran hematologic atau biokimia keduanya dalam darah dan urine adalah sama.
Selama transfusi darah, jantung ungkin overload dan mungkin terjadi kegagalan sistem
kardiovasculer hingga kematian. Diagnosa postmortem dan penyebab kematian dalam hal
ini sangat sulit.

BAB IV
PENUTUP

Kematian mendadak pada seseorang bisa terjadi karena hal-hal yang


tidak alamiah, seperti keracunan, kekerasan, atau merupakan hasil akhir
dari keadaan alamiah. Angka kejadian kematian mendadak sekitar 10 % dari
seluruh kematian. Dalam dunia kedokteran, para ahli kedokteran forensik
dan patolog yang terlibat dalam otopsi forensik, mengatakan “kematian
mendadak” tidak berarti mati tiba-tiba.
Beberapa orang menyatakan waktu kematian pada kematian mendadak kurang
dari 24 jam. Tapi dalam implikasinya kematian mendadak adalah kematian yang cepat,
tidak terduga dan kebanyakan tanpa saksi maupun penyebab yang jelas saat jenazah
ditemukan.
Volume darah dalam tubuh kira – kira 1/13 dari berat tubuh kita. Pada orang
dewasa normal, volume darah lebih kurang 5 liter. Darah adalah jaringan ikat berbentuk
cair, tersusun atas 4 bagian yaitu yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), sel – sel darah pembeku (trombosit), dan cairan darah (plasma darah).
Sel darah merah dibuat di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek
yang pipih dan tidak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa, dari
sumsum tulang dalam batang iga – iga dan dari sternum. Penyakit sel darah merah paling
sering terjadi dan dapat menyebabkan kematian mendadak adalah anemia (kekurangan
jumlah sel darah merah).

Page 360
Leukosit mempunyai sebuah inti yang berbelah banyak dan terdiri dari granulosit,
sel neutrofil, limfosit dan monosit. Penyakit sel darah putih yang sering menyebabkan
kematian mendadak adalah leukemia. Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang
abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada yang normal,
jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri
dengan kematian.

Page 361
KEMATIAN MENDADAK AKIBAT PENYAKIT
SYSTEM INFANT DEATH SYNDROM
BAB I. PENDAHULUAN
Sindroma Kematian Bayi Mendadak (SIDS, Sudden Infant Death Syndrome)
adalah suatu kematian yang mendadak dan tidak terduga pada bayi yang tampaknya
sehat. SIDS merupakan penyebab kematian yang paling sering ditemukan pada bayi yang
berusia 2 minggu-1 tahun. 3 dari 2000 bayi mengalami SIDS dan hampir selalu ketika
mereka sedang tidur. Kebanyakan SIDS terjadi pada usia 2-4 bulan dan terjadi di seluruh
dunia.
Kematian bayi mendadak tidak terduga dan dengan alasan yang tetap tidak jelas,
bahkan setelah otopsi, merupakan kematian paling utama pada tahun pertama kehidupan
setelah masa neonatus. Peristiwa ini menggambarkan sindroma bayi mati mendadak
(SIDS yaitu Sudden Infant Death Syndrome).

Sindrom mati mendadak itu banyak dikaitkan dengan kurangnya respons


yang mengejutkan pada otak yang memicu bayi bernapas megap-megap. Dalam
kondisi semacam itu, bayi akan menangis untuk merangsang pernapasan normal
kembali.
BAB II.PEMBAHASAN
1. Definisi
SIDS adalah sebutan kematian mendadak bagi bayi atau balita dibawah satu
tahun tanpa ada pertanda sebelumnya.
Di Amerika Serikat, sindrom ini disebut sebagai pembunuh nomor wahid. Namun, apa
penyebab SIDS, para ahli hingga kini belum satu kata. Center for Disease Control and
Prevention, misalnya, menyatakan penyebab datangnya SIDS adalah gangguan
pernapasan pada bayi ketika tidur. Dokter Debra E Weese-Mayer, profesor dan direktur
Pediatric of Respiratory Medicine di Rush University Medical Center, Chicago,
menjelaskan bahwa mutasi gen diindikasikan sebagai penyebab SIDS. Kesimpulan itu dia
dapatkan setelah dirinya meneliti 92 bayi, baik yang terkena SIDS maupun yang tidak.
Hasilnya ditemukan mutasi gen bernama 5-HTT yang berhubungan dengan proses
pengaturan serotonin, zat kimia yang berfungsi dalam pernapasan dan denyut jantung.
Saraf bayi yang biasanya berfungsi untuk membangunkan bayi dan membantu
pernapasan mereka saat kekurangan oksigen terganggu oleh mutasi gen itu. Akibatnya,
bayi sulit terbangun dan berkemungkinan meninggal dunia akibat kekurangan pasokan
oksigen. Weese-Mayer juga menyatakan bahwa aspek etnis menentukan SIDS pada bayi.
Penelitiannya membuktikan bahwa bayi yang berkulit hitam lebih berisiko mengalami
mutasi gen dibandingkan bayi yang berkulit putih.
kelompok ilmuwan dari National Institute of Child Health and Human
Development, bagian dari National Institutes of Health di Bethesda, Maryland,
menemukan penyebab lain terkait sindrom itu. Setelah meneliti 31 mayat bayi yang
meninggal akibat SIDS dan 10 bayi lainnya yang tidak mengalaminya pada 2006,
ditemukan fakta bahwa kelainan biologis bayi dalam otak ternyata juga menyebabkan
SIDS. Berdasarkan temuan mereka, bayi yang mengalami SIDS umumnya mengalami
kerusakan kemampuan otak dalam menggunakan seretonin dan neurotansmiter yang

Page 362
memainkan peran penting dalam mengatur sistem pernapasan dan denyut jantung pada
bayi. Itu bisa melemahkan kemampuan otak bayi untuk mengatur seluruh sistem tubuh
mereka, termasuk juga pernapasan ketika tidur. Sinyal dari otak yang seharusnya
membangunkan bayi dan membantu pernapasan mereka saat kekurangan oksigen tidak
berfungsi. Mereka akan sulit bangun tidur, dan suplai oksigen berkurang hingga lemas.
Penelitian itu diperkuat dengan hasil penelitian European Mollecular Biology
Laboratory in Monterotondo, Italy and Colleague, yang juga menyebut melemahnya
kandungan seretonin dalam otak bertanggung jawab terhadap terjadinya SIDS. Hanya
saja, kesimpulan tersebut diambil melalui tikus percobaan yang mempunyai gejala
hampir sama dengan kematian akibat sindrom kematian pada bayi.
Studi yang diumumkan dalam Journal of the American Medical Association (2008),
National Institutes of Health Maryland itu juga menjelaskan risiko SIDS akan meningkat
jika faktor kekurangan biologis otak bayi dipacu oleh pengaruh lingkungan. Antara lain
seperti terbiasa tidur tengkurap, alas tidur dan selimut yang terlalu lembut pada masa
rawan perkembangan awal kehidupan bayi, dan perputaran udara dalam kamar bayi yang
tidak lancar. Yang harus diingat, kata mereka, kondisi leher bayi masih belum maksimal
sehingga sulit untuk memutar kepala secara leluasa untuk memperoleh udara ketika
bernapas.
Untuk mengurangi risiko SIDS, salah satu cara yang disarankan adalah menggunakan
kipas angin. Penelitian para ilmuwan dari Divisi Penelitian Kaiser Permanente,
California, Amerika, dalam Archieves of Pediatric and Adolescent Medicine, Oktober
tahun lalu, mengungkap hal tersebut. Penelitian yang didanai oleh Institut Kesehatan
Amerika itu dilakukan dengan mewawancarai ibu-ibu dari 185 bayi yang meninggal
akibat SIDS dan 312 bayi sehat. Mereka menemukan kenyataan bahwa jendela yang
dibuka dalam kamar bayi juga mengurangi risiko SIDS sebesar 36 persen ketimbang
dengan bayi yang tidur dalam keadaan kamar tertutup meskipun hubungannya tidak
terlalu berarti.
Kematian bayi dapat disebut sebagai SIDS apabila:

 Bayi meninggal mendadak.


 Penyebab kematian tak diketahui walaupun sudah diotopsi, x-ray, investigasi tkp,
dll secara menyeluruh.
 Gizi bayi cukup.
 Tak ada pertanda penyakit.
 Tak ada tanda kekerasan.
 CPR atau pernafasan buatan jarang sekali memberi efek pada bayi yang sudah
tidak bernafas.

Penyebab ketidaknormalan itu masih belum diketahui jelas. Namun, bukti statistik
menunjukkan ada kaitan bayi yang terpapar tembakau selama kehamilan dengan sindrom
mati mendadak pada bayi. Tim dokter yang dipimpin Dr Anne Chang, seorang profesor
di bidang pernapasan di Royal Children’s Hospital Foundation di Brisbane, Australia,
berupaya mencari kaitan antara kedua hal itu dengan mengamati 20 bayi sehat berusia
sekitar tiga sampai lima bulan. Usia itu merupakan usia yang berisiko mati mendadak.

Page 363
Para ahli mengamati sepuluh ibu bayi yang tidak merokok pada masa kehamilan,
sedangkan yang lain merokok selama kehamilan. Untuk penelitian, bayi diletakkan di
punggung, posisi yang direkomendasikan untuk mencegah kematian mendadak.
Kemudian, bayi-bayi itu diganggu oleh suara nyanyian yang kekuatannya mencapai 80
desibel dari pengeras suara di dekat mereka setelah tidur. Tes dilakukan selama para bayi
tidur nyenyak dan dalam keadaan terang sepanjang tahap tidur antara sepuluh sampai dua
belas jam. Irama jantung dan pernapasan serta respons tingkah laku bayi seperti gerakan
badan dan membuka mata diamati. Para peneliti menemukan tidak ada perbedaan cara
tidur bayi atau bangun ketika suara terdengar selama tidur nyenyak.

Periode ditentukan oleh kecepatan gerak mata di samping pupil. Tetapi, perbedaan besar
meningkat pada respons mereka selama membuka mata atau bergerak selama periode itu,
bahkan ketika rangsangan terhadap telinga diperbesar. Para peneliti percaya penemuan
itu menambah kecurigaan bahwa nikotin dapat berakibat pada perkembangan kunci
fungsi motoris bayi, yakni memerintahkan otak untuk tidur dan membangunkan serta
fungsi jantung sertaparu-paru. Penyebabnya tidak diketahui. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa SIDS lebih sering terjadi pada bayi yang tidurnya tengkurap
dibandingkan dengan bayi yang tidurnya terlentang atau miring. Karena itu sebaiknya
bayi ditidurkan dalam posisi terlentang atau miring. Resiko terjadinya SIDS juga
ditemukan pada bayi yang pada saat tidur wajahnya menghadap ke kasur atau selimut
yang lembut/empuk. Karena itu sebaiknya bayi ditidurkan diatas kasur yang keras.

2.Faktor resiko terjadinya SIDS:


- Tidur tengkurap (pada bayi kurang dari 4 bulan)

- Kasur yang lembut (pada bayi kuran dari 1 tahun)

- Bayi premature

- Riwayat SIDS pada saudara kandung

- Banyak anak

- Musim dingin

- Ibunya perokok

- Ibunya pecandu obat terlarang

- Ibunya berusia muda

- Jarak yang pendek diantara 2 kehamilan

- Perawatan selama kehamilan yang kurang

Page 364
- Golongan sosial-ekonomi rendah. SIDS lebih banyak ditemukan pada bayi laki-
laki

Beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua untuk menekan risiko bayi mengalami
sudden infant death syndrome (SIDS).
1. Perhatikan posisi tidur

Di Amerika, SIDS lebih sering terjadi pada bayi yang tidur dengan posisi
tengkurap. tengkurap bermanfaat untuk membantu perkembangan bagian otot leher
bayi, selain itu baik pula untuk perkembangan otot napasnya. "Tapi harus dicermati,
jangan sampai ada yang menghalangi jalan napas bayi, khususnya bayi yang belum
bisa mengangkat kepala.
2. Sirkulasi udara

Pastikan ruang tidur bayi memiliki sirkulasi udara yang baik. Sebuah penelitian
menunjukkan angka kejadian SIDS lebih rendah pada bayi yang tidur menggunakan
kipas angin dibanding yang memakai penyejuk ruangan.
3. Tempat tidur

Tidurkan bayi di kasur yang tidak terlalu empuk dan tidak menggunakan bantal,
khususnya jika bayi tidur tengkurap. Jauhkan selimut, boneka, atau benda lain yang
bisa menutup hidungnya.
4. Pengawasan

Kebiasaan orangtua di Indonesia yang tidur bersama bayinya ternyata bisa


mengurangi risiko SIDS. "Ibu bisa mengawasi jika bayinya tertutup hidungnya atau
mengalami henti napas," katanya. Hindari pula membedong bayi terlalu kuat karena
bayi masih bernapas menggunakan dada dan perut. Apa jadinya jika ia dibedong
kuat-kuat.
5. Posisi menyusui

Pilihlah posisi menyusui yang aman untuk bayi, yakni satu tangan ibu yang
diangkat ke atas kepala bayi. "Jangan sampai bayi tertindih tangan ibunya,"

3.Faktor-Faktor Yang Mungkin Menyebabkan Bayi Meninggal Mendadak

1. Jeda pernafasan karena Apnea dan sianosis yang lama selama tidur telah
diobservasi pada dua bayi yang kemudian dianggap meninggal karena SIDS dan
telah diamati pula adanya obstruksi saluran nafas bagian atas dengan jeda
pernafasan serta bradikardia yang lama pada bayi-bayi dengan SIDS abortif.
Walaupun demikian masih belum pasti apakah apnea sentral atau apnea obstruktif
yang lebih penting dalam terjadinya SIDS.
2. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah mengisyaratkan
bahwa bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas pada susunan saraf pusat.
3. Fungsi saluran nafas atas yang abnormal, berdasarkan pada perkembangan dan
anatomi, maka bayi yang muda dianggap beresiko tinggi terhadap saluran
Page 365
pernafasan bagian atas, apakah keadaan ini terjadi pada SIDS masih belum di
ketahui.
4. Reflek saluran nafas yang hiperreaktif karena masuknya sejumlah cairan ke dalam
laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan di duga menimblkan apnea,
maka di berikan perhatian yang cukup besar akan kemungkinan reflek
gasoesofagus dan aspirasi sebagai mekanisme primer terjadinya SIDS pada
beberapa bayi.
5. Abnormalitas jantung, beberapa ahli mengajukan adanya ketidakstabilan pada
jantung muda, tetapi tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan saa ini untuk
menunjukan bahwa aritmia jantung memainkan perana pada SIDS.

4.Gejala : Tidak ada gejala yang mendahului terjadinya SIDS. .

5.Diagnosa
SIDS didiagnosis jika seorang bayi yang tampaknya sehat tiba-tiba meninggal dan
hasil otopsi tidak menunjukkan adanya penyebab kematian yang jelas. Semakin banyak
bukti bahwa bayi dengan resiko SIDS mempunyai cacat fisiologik sebelum lahir. Pada
neonatus dapat di temukan nilai apgar yang rendah dan abnormalitas control respirasi,
denyut jantung dan suhu tubuh, serta dapat pula mengalami retardasi pertumbuhan pasca
natal.

6.Pengobatan
Orang tua yang kehilangan anaknya karena SIDS memerlukan dukungan emosional.
Penyebab kematian anaknya tidak diketahui, sehingga mereka seringkali merasa bersalah.
Mungkin ada baiknya jika orang tua merencanakan untuk memiliki anak lagi.

7.Pencegahan
Angka kejadian SIDS telah menurun secara berarti (hampir mendekati 50%) sejak
para orang tua dianjurkan untuk menidurkan bayinya dalam posisi terlentang atau miring
(terutama ke kanan).

1. Jangan pernah menengkurapkan bayi secara sengaja ketika bayi tersebut belum
waktunya untuk bisa tengkurap sendiri secara alami.
2. Selalu letakkan bayi Anda dalam posisi terlentang ketika ia sedang tidur,
walaupun saat tidur siang. Posisi ini adalah posisi yang paling aman bagi bayi
yang sehat untuk mengurangi risiko SIDS.
3. Gunakan kasur atau matras yang rata dan tidak terlalu empuk. Penelitian
menyimpulkan bahwa risiko SIDS akan meningkat drastis apabila bayi diletakkan
di atas kasur yang terlalu empuk, sofa, bantalan sofa, kasur air, bulu domba atau
permukaan lembut lainnya.

Page 366
4. Jauhkan berbagai selimut atau kain yang lembut, berbulu dan lemas serta mainan
yang diisi dengan kapuk atau kain dari sekitar tempat tidur bayi Anda. Hal ini
untuk mencegah bayi Anda terselimuti atau tertindih benda-benda tersebut.
5. Pastikan bahwa setiap orang yang suka mengurus bayi Anda atau tempat
penitipan bayi untuk mengetahui semua hal di atas. Ingat setiap hitungan waktu
tidur mengandung risiko SIDS.
6. Pastikan wajah dan kepala bayi Anda tidak tertutup oleh apapun selama dia tidur.
Jauhkan selimut dan kain penutup apapun dari hidung dan mulut bayi Anda.
7. Pakaikan pakaian tidur lengkap kepada bayi Anda sehingga tidak perlu lagi untuk
menggunakan selimut. Tetapi seandainya tetap diperlukan selimut sebaiknya
Anda perhatikan hal-hal berikut ini: Pastikan kaki bayi Anda berada di ujung
ranjangnya, Selimutnya tidak lebih tinggi dari dada si bayi,Ujung bawah selimut
yang ke arah kaki bayi, Anda selipkan di bawah kasur atau matras sehingga
terhimpit.
8. Jangan biarkan siapapun merokok di sekitar bayi Anda khususnya Anda sendiri.
Hentikan kebiasaan merokok pada masa kehamilan maupun kelahiran bayi Anda
dan pastikan orang di sekitar si bayi tidak ada yang merokok.
9. Jangan biarkan bayi Anda kepanasan atau kegerahan selama dia tidur. Buat dia
tetap hangat tetapi jangan terlalu panas atau gerah. Kamar bayi sebaiknya berada
pada suhu yang nyaman bagi orang dewasa. Selimut yang terlalu tebal dan
berlapis-lapis bisa membuat bayi Anda terlalu kepanasan.
10. Temani bayi Anda saat ia tidur. Jangan pernah ditinggal-tinggal sendiri untuk
waktu yang cukup lama.

Perlu diketahui juga, SIDS lebih umum terjadi di negara barat dari pada di kawasan
timur. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada umumnya bayi di negara Eropa dan
Amerika Serikat tidur di ruangan terpisah dengan orang tuanya sedangkan di negara-
negara timur lazimnya bayi tidur bersama orang tua sehingga memudahkan orang tua
mengawasi sang buah hati.
Tetapi bagaimanapun tentunya ada baiknya untuk mencegah sebelum terlambat.
Beberapa tips:

1. Jangan merokok, mengkonsumsi kafein berlebihan, menggunakan obat terlarang,


dan mengkonsumsi alkohol saat hamil. Studi menyatakan bahwa ibu yang
mengonsumsi zat-zat tersebut lebih rawan menghadapi SIDS.
2. Jangan merokok di sekitar bayi, daya tahan tubuh bayi masih lemah. Paru-
parunya pun juga tidak sekuat orang dewasa, karena itu hindari merokok di
sekitar bayi.
3. Jaga suhu ruangan tempat bayi tidur.
4. Perhatikan pakaian bayi, pastikan hangat, tidak terlalu dingin atau terlalu panas.
Jangan pakaikan pakaian yang terlalu ketat.

Page 367
5. Singkirkan benda-benda yang dapat menghalangi jalur pernafasan bayi,
perhitungkan juga kemungkinan pergerakan bayi.
6. Tidurkan bayi dengan posisi menghadap atas, tidur tengkurap memang bagus
untuk melatih perkembangan otot leher bayi. Namun selalu awasi bayi bila tidur
tengkurap, karena posisi ini menyulitkan bayi untuk bernafas.

Jika bayi belum berusia setahun, sebaiknya hindarkan tidur tengkurap dalam waktu
lama.
Kipas angin disebut-sebut sebagai salah satu sarana untuk menghindarkan bayi dari
kematian mendadak atau SIDS. Tapi para ahli sepakat bahwa dibutuhkan penelitian lebih
lanjut soal itu.

Ada tiga hal yang menyebabkan masalah kematian pada bayi :


1. kematian karena adanya kelainan bawaan semisal bayi lahir dengan kelainan
jantung dan paru-paru yang memungkinkan kejadian kematiannya diprediksi.
Terlebih bila kelainan tersebut merupakan salah satu faktor risiko.

2. kematian karena penyakit yang didapat, semisal radang paru-paru atau


pneumonia maupun akibat suatu kecelakaan yang didapat di rumah, di jalan, atau
di mana pun.

3. Sementara kematian berikut yang lebih dikenal dengan istilah SIDS, agak sulit
diprediksi. Sebab, kejadian kematian ini bersifat dadakan, hingga tak pernah bisa
diperkirakan apa penyebabnya dan bagaimana mengantisipasinya.

Menurut spesialis anak dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, angka


kejadian SIDS di Amerika cukup tinggi, meski tak ada angka pastinya. Sementara di
Indonesia, data mengenai berapa banyak kasus kejadiannya malah tak diketahui hanya
saja di beberapa negara, kejadian SIDS cenderung meningkat. Terutama pada bayi yang
terbiasa tidur dengan posisi tengkurap.
Sebetulnya, posisi tidur tengkurap bermanfaat untuk mencegah terjadinya aspirasi
/ tersedak. Yakni, masuknya cairan muntahan ke dalam paru-paru yang bisa
membahayakan. Selain itu, baik pula untuk pergerakan otot pernapasannya. "Tapi posisi
tidur ini mesti dicermati bila bayi memiliki kelainan neurologis semisal pergerakan
kepalanya susah." Meski tak ada batasan waktu yang baku, orang tua harus tetap
mengawasi bila bayinya tidur dengan posisi ini sekalipun bayi punya insting untuk
membebaskan diri. Artinya, jika napasnya susah, ia akan bergerak dengan sendirinya.
Meskipun begitu para ilmuwan dan pakar kesehatan belum menemukan secara pasti apa
penyebab SIDS. Namun ada beberapa teori yang dikemukakan, diantaranya :

 Malfungsi otak, teori ini mengatakan bahwa terjadi delay antara sel-sel saraf yang
mengatur kerja jantung dan sistem respirasi.

Page 368
 Hyperthermia, peningkatan suhu tubuh bayi ( yang mungkin disebabkan ruangan
yang terlalu panas) dapat mempengaruhi metabolisme tubuh bayi yang
berpengaruh pada peningkatan kerja jantung berlebihan.
 Apnea.
 Kekurangan oksigen, dapat terjadi karena berbagai faktor.
 Dll.

Para ahli berpendapat SIDS terjadi karena kombinasi berbagai penyebab di atas.
Namun tetap saja penyebab pastinya belum diketahui.
Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kejadian SIDS, diantaranya :
Faktor Ibu
Selama masa kehamilan, faktor diri ibu sangat berpengaruh. Ibu yang merokok,
minum minuman beralkohol, mengonsumsi obat-obatan secara bebas, berpeluang
memperoleh bayi yang pertumbuhannya terganggu. Hal ini bisa menjadi risiko faktor
penyebab terjadinya SIDS.

Kelahiran Prematur
Prematuritas juga bisa menjadi risiko terjadinya SIDS karena organ-organ
tubuhnya yang belum matang dan sempurna. Demikian juga dengan sistem
pernapasannya yang bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasannya. Sementara
pada bayi yang tidak dilahirkan prematur, sistem pernapasannya mulai bagus/matang di
usia 8 bulanan. Itu sebabnya kasus SIDS jarang dijumpai pada bayi atas usia 6 bulan.

Sulit Napas
Sesudah bayi lahir, ada kejadian yang dinamakan asfiksia. Yakni bayi mengalami
kesulitan bernapas. Biasanya akan menampakkan gejala biru, susah bernapas, dan
berkurangnya denyut jantung.

Disfungsi Pada Batang Otak


Usia terbanyak kejadian SIDS ditemui pada bayi usia 2-4 bulan. Sedangkan
mayoritas atau 95 persen, dijumpai pada bayi di bawah 6 bulan. Penyebabnya,
kemungkinan terjadi disfungsi atau gangguan pada batang otak. Gangguan ini
mengakibatkan berubahnya pola pernapasan si bayi. Dalam bahasa Inggris istilahnya
arousal, yang bisa digambarkan mirip orang yang kekurangan oksigen selagi tidur.
Ini membuatnya gelagapan dan terbangun, tapi kemudian bisa tertidur lagi. Nah,
pada bayi, tingkat kewaspadaan inilah yang terganggu sementara ia tak mampu
mengatasinya. Singkatnya, berawal dari fungsi otak yang terganggu/berkurang tanpa
diketahui penyebabnya. Proses arousal-nya pun jadi kurang bagus yang diikuti dengan
pola tidur dan kontrol kurang bagus serta pola pernapasannya juga tak baik. Perubahan-
perubahan tersebut menyebabkan gangguan/perubahan denyut jantung dan peningkatan

Page 369
suhu tubuh. Akibatnya, paru-parunya jadi kekurangan oksigen lalu menyebabkan
gangguan berhenti napas.

Posisi Tidur Tengkurap


Kejadian SIDS akibat posisi tidur tengkurap ternyata sekitar 3 kali lebih besar
dibanding posisi terlentang. Ini bisa dimengerti karena pergerakan kepala pada pada bayi
usia 2 bulan mestinya sudah kuat. Sedangkan bayi dengan gangguan di otak umumnya
tidak kuat mengangkat kepalanya. Akibatnya, posisi tidur tengkurap memperbesar
kemungkinan terjadinya SIDS. Belum lagi faktor kasur yang sangat empuk atau lunak,
yang menyebabkan kepalanya "terbenam" ke dalam kasur. Akibatnya, bayi kesulitan
mengangkat kepalanya mencari udara bebas.
Di lain pihak, sebetulnya kalau kondisi si bayi normal-normal saja (dalam arti tak
ada dasar gangguan otak), maka posisi tidur tengkurap tak memicu terjadinya SIDS.
Sayangnya, ada-tidaknya gangguan atau kelainan pada batang otak bayi baru lahir, tidak
mudah segera diketahui. Sementara dari hasil otopsi pada bayi-bayi di luar negeri yang
mengalami SIDS, ternyata kejadian ini terutama terjadi pada bayi-bayi yang memiliki
kelainan pada batang otak, pembengkakan pada paru-paru, dan perdarahan pada daerah
sekitar dada. Semua itu dapat terjadi akibat kondisi asfiksia/kesulitan bernapas akibat
hipoksia atau kekurangan oksigen dalam jangka waktu cukup lama dalam darahnya.

Dialami Ras Tertentu


Soal ras ternyata merupakan salah satu faktor munculnya kejadian SIDS yang
banyak terjadi pada kalangan kulit hitam. Namun, tandas Bambang, itu kejadian di luar
negeri, sedangkan di Indonesia belum ada penelitiannya.

Kurang Pengawasan
Bisa pula terjadi bayi tertutup selimut dalam keadaan tidur. Tentu saja risiko
SIDS tetap terbuka, terlebih bila dibarengi dengan kurangnya pengawasan orang tua.
Selama tetap diawasi dengan baik, menyelimuti bayi tak akan jadi masalah. Selain itu,
pernah pula dilaporkan bayi mengalami SIDS karena hidung dan mulutnya tertutup
payudara si ibu saat menyusui. Kemungkinan ini terjadi bila ibu menyusui bayinya
sambil tiduran, tapi kemudian tertidur karena capek. Tertutupnya mulut dan hidung si
bayi membuat bayi seperti dibekap.
Tak sedikit bayi yang mati mendadak saat sedang tidur. Penyebabnya belum
diketahui dengan pasti, namun diduga karena bayi tidur dalam posisi tengkurap atau
karena bayi menghirup zat yang membuatnya sulit bernapas.
8.Beberapa penyakit penyebab SIDS menurut DIMAIO (1998)
1.penyakit jantung antara lain : infeksi, kelainan jantung bawaan, kardiomiopati,
abnormalitas katub, stenosis aorta, tumor, kegagalan sistim konduksi, fibroblastosis
otot,stres emosi.
2.penyakit pembuluh darah : abnormalitas aorta, abnormalitas arteri koronaria,
malformasi vaskuler, hipertensi pulmonum, marfan,s disease.
Page 370
3.penyakit saluran napas : asma bronkial, sumbatan saluran napas atas, displasia
bronkopulmonum, bronkopneumonia akut, perdarahan paru masif, hemosiderosis
pulmonum, pneumotoraks tension.
4.penyakit sistim saraf pusat : tumor otak, epilepsi, infeksi, perdarahan diatesis, tuberous
sklerosis.
5.kelainan darah : hemoglobinopathy, limphoma, leukemia, gangguan pembekuan darah,
ruptur limpa.
6.penyakit saluran cerna : gastroenteritis, obstruksi saluran cerna, hernia diafragmatika
bawaan, anoreksia nervosa.
7.penyakit saluran kemih : penyakit ginjal primer, ovarium terpelintir.
8.penyakit metabolik/endokrin : kegagalan oksidasi asam lemak, kegagalan metabolik
karbohidrat, kegagalan asam amino, diabetis melitus, hipoplasia adrenal, sindroma reye.
9. lain-lain : kelainan kromoson, anafilaktik.
9.PEMERIKSAAN POST MORTEM
1. Pemeriksaan luar : tidak dijumpai tanda-tanda kekerasan, dijumpai adanya tanda
asfiksia.

2. Pemeriksaan dalam : dijumpai gambaran pembendungan dan asfiksia dari organ-


organ viceral, edema glotis, corpus alienum, kelainan anatomi organ dalam

3. Pemeriksaan tambahan : sitologi (temuan virus, bakteri), kimia (kadar elektroli


melalui vitreous), histopatologi jaringan (gambaran bronkiolitis paru, encephalitis,
stenosis hati), toksikologi (kadar obat atau racun), radiologi (pneumothoraks
spontan)

10.ASPEK MEDIKOLEGAL
1. mati wajar oleh karena penyakit-penyakit bawaan atau penyakit yang di dapat
selama hidup.

2. Kecelakaan, misalnya salah posisi tidur, tertutup bantal atau selimut.

3. Pembunuhan yang ditutupi dengan kecelakaan.

PERMASALAHAN
a) Faktor penyebab SIDS sangat beragam (multi faktorial)

b) Insidens di Indonesia tidak jelas

c) Autopsi kasus SIDS di indonesia jarang.

d) Kematian tiba-tiba pada bayi sering dianggap biasa.

e) Orang tua/keluarga biasanya menolak unuk dilakukan autopsi pada bayinya .

Page 371
PENUTUP
SIDS adalah sebutan kematian mendadak bagi bayi atau balita dibawah satu
tahun tanpa ada pertanda sebelumnya. Jika bayi belum berusia setahun, sebaiknya
hindarkan tidur tengkurap dalam waktu lama. Kipas angin disebut-sebut sebagai salah
satu sarana untuk menghindarkan bayi dari kematian mendadak atau SIDS.
Dalam Journal of the American Medical Association (2008), National Institutes of
Health Maryland itu juga menjelaskan risiko SIDS akan meningkat jika faktor
kekurangan biologis otak bayi dipacu oleh pengaruh lingkungan. Antara lain seperti
terbiasa tidur tengkurap, alas tidur dan selimut yang terlalu lembut pada masa rawan
perkembangan awal kehidupan bayi dan perputaran udara dalam kamar bayi yang tidak
lancar. Namun tetap saja penyebab pastinya belum diketahui.

Page 372
KEMATIAN AKIBAT TINDAKAN MEDIS

(KEMATIAN AKIBAT SYOK ANAFILAKTIK)

BABI. Pendahuluan

Anaphylaxis berasal dari bahasa Yunani, dari 2 kata, ana artinya jauh dan phylaxis
artinya perlindungan. Secara bahasa artinya adalah menghilangkan perlindungan. (1, 2)
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Portier dan Richet pada tahun 1902 ketika
memberikan dosis vaksinasi dari anemon laut untuk kedua kalinya pada seekor anjing.
Hasilnya, anjing tersebut mati mendadak.

Reaksi anafilaksis merupakan reaksi alergi akut sistemik dan termasuk reaksi
Hipersensivitas Tipe I pada manusia dan mamalia pada umumnya. Reaksi ini harus
dibedakan dengan reaksi anafilaktoid. Gejala, terapi, dan risiko kematiannya sama tetapi
degranulasi sel mast atau basofil terjadi tanpa keterlibatan atau mediasi dari IgE.

Pada kematian akibat reaksi anafilaksis, onset gejala biasanya muncul pada 15
hingga 20 menit pertama, dan menyebabkan kematian dalam 1-2 jam. Reaksi anafilaktik
yang fatal terjadi akibat adanya distress pernafasan akut dan kolaps sirkulasi.

Pada kasus-kasus syok anafilaktik yang menyebabkan kematian inilah aspek-


aspek medikolegal perlu diperhatikan. Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran
hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya, kasus-kasus
seperti ini akan dipertanyakan oleh masyarakat apakah termasuk tindakan malpraktek
atau tidak. Dalam referat ini, selain akan dipaparkan aspek klinis dari syok anafilaktik,
sedikit pembahasan tentang sudut medikolegalnya akan turut pula disertakan.

BAB.II. PEMBAHASAN

A.Defenisi

Anafilaksis adalah reaksi alergi umum pada beberapa system organ terutama
kardiovaskular, respirasi, kulit dan gastrointestinal yang merupakan reaksi imunologis
yang didahului dengan terpaparnya allergen yang sebelumnya sudah tersensitasi.

Sedangkan syok anafilaktik merupakan tipe paling berat dari reaksi anafilaksis.
Muncul ketika respon alergi memacu pelepasan cepat mediator imunologis dari sel mast
dalam jumlah besar yang menyebabkan vasodilatasi sistemik (dihubungkan dengan

Page 373
penurunan tekanan darah secara tiba-tiba) dan edema mukosa bronchial (menghasilkan
bronkokontriksi dan kesulitan nafas). Hal ini bisa menyebabkan kematian dalam hitungan
menit jika tidak segera ditangani.

B.Etiologi

Adapun beberapa alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis adalah


sebagai berikut:

Tabel 1. Alergen yang Menimbulkan Reaksi Anafilaktik

Makanan Krustasea : lobster, udang, kepiting

Moluska : kerang

Ikan

Kacang-kacangan dan biji-bijian

Buah beri

Putih telur

Susu
Obat Hormon : insulin, PTH, ACTH, vasopressin, relaxin

Enzim : tripsin, chymotripsin, penicillinase, asparaginase

Vaksin dan darah

Toxoid : ATS, ADS, SABU

Ekstrak allergen untuk uji kulit

Dextran

Antibiotik : Penisilin, streptomisin, tetrasiklin,


ciprofloksasin, amphotericin B, nitrofurantoin

Agen diagnostic kontras

Vitamin B1 dan asam folat

Page 374
Agen anastesi : lidokain, prokain

Lain-lain : barbiturate, diazepam, phebitoin, protamine,


aminopyrine, acetyl cystein, codein, morfin, asam salisilat,
HCT
Bisa serangga Lebah madu, jaket kuning, semut api, tawon
Lain-lain Lateks, karet, glikoprotein seminal fluid

Gambar 1. Alergen penyebab reaksi alergi

Tabel 2. Frekuensi Beberapa Agen Penyebab Reaksi Anafilaksis dan Kematian di


Amerika Serikat :

Agen Frekuensi Rx Frekuensi Rx Berat Kematian per


Sedang Tahun
Penisilin 0,5-1 % 0,04 % 400-800
Sengatan 0,5 % 0,05 % ≥ 100
Media 5% 0,1 % 250-1000
kontras

Dari Lavine SJ, Shelhamer JH: Anaphylaxis. In: Critical Care. Civetta JM, Raylor RW,
Kirby RR (editors). Lippincott, 1992

C.Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kematian akibat reaksi anafilaksis sistemik kira-kira 1500-


2000 kematian per tahun. Kasus nonfatal lebih sering muncul, yakni sekitar0,2 % dari
populasi setiap tahunnya.(4) Prevalensi kunjungan ke bagian kegawatdaruratan kira-kira 2
per 10.000 penduduk sampai 5 per 10.000 penduduk. Neugut et al memperkirakan
bahwa 1-15 % dari populasi Amerika Serikat berada dalam risiko mendapatkan reaksi
anafilaktik atau reaksi anafilaktoid. Lebih lanjut, mereka memperkirakan rata-rata reaksi
anafilaksis akibat makanan adalah 0,0004%, 0,7-10% untuk penisilin, 0,22-1% untuk
media radiokontras, dan 0,5-5% untuk gigitan serangga.

Faktor Risiko

 Atopi merupakan faktor risiko. Pada studi berbasis populasi di Olmsted County,
53% dari pasien anafilaksis memiliki riwayat penyakit atopi. Penelitian lain
menunjukkan bahwa atopi merupakan faktor risiko untuk reaksi anfilaksis
terhadap makanan, reaksi anafilaksis yang diinduksi oleh latihan fisik, anafilaksis

Page 375
idiopatik, reaksi terhadap radiokontras, dan reaksi terhadap latex. Sementara, hal
ini tidak didapati pada reaksi terhadap penisilin dan gigitan serangga.
 Cara dan waktu pemberian berpengaruh terhadap terjadinya reaksi anafilaksis.
Pemberian secara oral lebih sedikit kemungkinannya menimbulkan reaksi dan
kalaupun ada biasanya tidak berat, meskipun reaksi fatal dapat terjadi pada
seseorang yang memang alergi setelah menelan makanan. Selain itu, semakin
lama interval pajanan pertama dan kedua, semakin kecil kemungkinan reaksi
anafilaksis akan muncul kembali. Hal ini berhubungan dengan katabolisme dan
penurunan sintesis dari IgE spesifik seiring waktu.
 Asma merupakan faktor risiko yang fatal berakibat fatal. Lebih dari 90%
kematian karena anafilaksis makanan terjadi pada pasien asma.
 Penundaan pemberian epinefrin juga merupakan faktor risiko yang berakibat fatal.

D.Patofisiologi

Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe segera


(immediate type reaction) oleh Coomb dan Gell (1963), timbul segera setelah tubuh
terpajan dengan allergen. Anafilaksis diperantarai melalui ikatan antigen kepada antibodi
IgE pada sel mast jaringan ikat di seluruh tubuh individu dengan predisposisi genetik,
yang menyebabkan terjadinya pelepasan mediator inflamasi.

Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut

1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya dengan reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Alergen
yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran pencernaan yang
ditangkap oleh makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut
kepada limfosit T yang akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-3) yang
menginduksi limfosit B berfloriferasi menjadi sel plasma (plasmosit). Plasmosit
akan memproduksi IgE spesifik untuk antigen tersebut. IgE ini kemudian terikat
padareseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan Basofil.
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen
yang sama dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan
reaksi.
3. Fase efektor yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator-mediator yang dilepas selmast.

Gambar 2.Skema Reaksi hipersensitifitas tipe I

Antigen merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel Th2. IgE
diikat oleh sel mast dan basofil melalui reseptor Fc. Sel mast banyak ditemukan pada

Page 376
jaringan ikat di bawah permukaan epitel, termasuk pada jaringan submukosa traktus
gastrointestinal, traktus respiratorius, dan pada lapisan dermis kulit. Apabila tubuh
terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tesebut akan diikat oleh IgE yang
sudah ada pada permukaan sel mast/basofil. Akibat ikatan antigen IgE, sel mast/basofil
mengalami degranulasi dan melepas mediator antara lain histamin, leukotrien, dan
prostaglandin. Respon fisiologis terhadap mediator tersebut antara lain spasme otot polos
pada traktus respiratorius dan gastrointestinal, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas
vaskular, dan stimulasi ujung saraf sensorik. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala
klasik anafilaksis seperti flushing (kemerahan), urtikaria, pruritus, spasme otot bronkus,
dan kram pada abdomen dengan nausea, vomitus, dan diare. Hipotensi dan syok dapat
tejadi sebagai akibat dari kehilangan volume intravaskular, vasodilatasi, dan disfungsi
miokard. Peningkatan permeabilitas vaskuler dapat menyebabkan pergeseran 50 %
volume vaskuler ke ruang extravaskuler dalam 10 menit.

Histamin memperantarai efek tersebut di atas melalui aktivasi resptor histamin 1


(H1) dan histamin 2 (H2). Vasodilatasi diperantarai oleh baik reseptor H1 maupun H2.
reseptor H2 memberikan efek langsung pada otot polos sementara reseptor H1
menstimulasi sel endotel untuk memproduki NO. Efek pada jantung sebagian besar
diperantarai oleh reseptor H2. Resptor H1 secara primer bertanggungjawab untuk
kontraksi otot polos extravaskular (misalnya otot bronkus dan otot gasrointestinal).

Reaksi sistemik akut umumnya mulai timbul beberapa menit setelah pemaparan
alergen; keterlambatan yang lebih lama dari 1 jam sangat jarang terjadi. Pada kepekaan
yang ekstrim, penyuntikan alegen dapat segera menyebabkan keatian atau reaksi subletal
dan umumnya reaksi-reaksi yang paling berat terjadi paling cepat.

Para peneliti secara khusus membedakan anafilaksis dengan reaksi anafilaktoid.


Dimana keduanya memiliki gejala, penatalaksanaan, dan resiko kematian yang sama,
tetapi pada anafilaksis degranulasi sel mast atau basofil selalu diperantarai oleh IgE,
sedangkan pada reaksi anafilaktoid degranulasi sel mast atau basofil tidak diperantarai
oleh IgE.

E.Manifestasi Klinik

Pada sebagian besar studi, frekuensi gejala dan tanda anafilaksis dikelompokkan
berdasarkan sistem organ. Pada studi Olmsted County, ditemukan 100 % pasien
mengalami manisfestasi kulit, studi lain menyebutkan 90 % pasien mengalami
manifestasi kulit, 69 % bermanifetasi pada system respiratorius, 41 % melibatkan system
kardiovaskuler, dan 24 % bermanifestasi pada oral atau gastrointestinal.

Page 377
Pasien seringkali awalnya melaporkan gatal dan kemerahan pada kulit yang
kemudian diikuti gejala berikut :

a. Kulit : flushing (kemerahan), urtikaria, angioedema, pruritus, dan bengkak.


b. Respiratorius : diawali dengan rasa penuh pada tenggorokan,yang kemudian
menjadi dyspnea,disfonia,suara serak dan batuk, dapat ditemukan wheezing. Jika
terjadi edema paru akan timbul sianosis selain dyspnea. Selain itu dapat
ditemukan rhinorrhea dan kongesti nasal.
c. Kardiovaskular : diawali dengan rasa kelemahan dan pingsan (fainting) yang
dapat disertai dengan aritmia, gangguan konduksi, dan iskemia miokardial,
palpitasi.
d. Gastrointestinal : nausea, vomitus, diare, kram.
e. Neurologik : sakit kepala (jarang).

Gambar 3. Gejala Reaksi Anafilaksis

Gejala biasanya mulai dalam 5-30 menit dari waktu setelah antigen disuntikkan
tetapi dapat terjadi dalam beberapa detik. Jika antigen tersebut ditelan, gejala umumnya
muncul dalam 2 jam, walaupun gejala seringkali muncul lebih cepat. Pada kasus yang
jarang, gejala dapat tertunda onsetnya selama beberapa jam. Pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan :

a. Respiratorius :

1. Angioedema pada lidah dan bibir dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
2. Edema laring yang dapat bermanifestasi sebagai stridor atau haus akan udara yang
berat.
3. Kehilangan suara, suara nafas yang kasar (hoarseness), dan atau disfagia dapat
terjadi
4. Bronkospasme, edema jalan nafas, dan hipersekresi mukus yang bermanifestasi
menjadi wheezing.
5. Hipoksia yang dapat mengganggu status mental

b. Kardiovaskular :

1. Takikardia, sebagai kompensasi terhadap kehilangan volume intravaskular.


2. Hipotensi akibat kelemahan kapiler, vasodilatasi, dan hipoksik miokardial.

Gambar 4. Gejala Reaksi Anafilaksis

c. Mukokutan :

Page 378
1. Kemerahan (flushing) terutamadi pipi. Urtikaria dapat terjadi di seluruh tubuh.
Lesi eritematous, meninggi, sangat gatal, dan ukurannya bervariasi.
2. Angioedema yang melibatkan lapisan dermal kulit dan biasanya tidak gatal
dan nonpitting. Biasanya ditemukan pada laring, bibir, kelopak mata, tangan,
kaki, dan genital. Edema pada laring dapat mematikan oleh karena obstruksi
pernafasan.

d. Gastrointestinal : vomitus, diare, dan distensi abdomen

F.Pemeriksaan Laboratorium

Peningkatan hematokrit umumnya ditemukan sebagai akibat dari


hemokonsentrasi karena peningkatan permeabilitas vaskuler. Serum tryptase sel mast
biasanya meningkat.

G.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan syok dimulai dengan tindakan umum untuk memulihkan perfusi


jaringan dan oksigenasi sel. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Untuk
perfusi jaringan, diperlukan tekanan darah sekurang-kurangnya 70-80 mmHg supaya
kebutuhan metabolit dan zat asam jaringan dapat dipenuhi. Tekanan darah ini dapat
dicapai dengan memperhatikan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A) harus bebas, kalau
perlu dengan intubasi. Pernafasan (B) harus terjamin, kalau perlu dengan ventilasi buatan
dan pemberian oksigen 100%. Pada pasien syok yang menggunakan ventilasi mekanis,
kebutuhan oksigen dapat dipenuhi sebesar 20-25%.Defisit volume peredaran darah (C)
pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemik relatif ( syok septik dan anafilaktik) dapat
diatasi dengan pemberian cairan intravena dan memperhatikan fungsi jantung. Adapun
tindakan yang dilakukan yaitu :

 Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis


 Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat atau sengatan
hewan longgarkan 1-2 menit tiap 10 menit.
 Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala (posisi shock)
dengan alas keras.
 Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi
 Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia
persiapkandari mulut kemulut.

Gambar 5. Penanganan syok anafilaktik .

Page 379
 Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl
fisiologis, 0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan Tensi dan
produksi urine Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas
tubuh /24 jam Bila 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam
 Bila perlu pasang CVP (Central Venous Pressure)

Medikamentosa

I. Adrenalin 1:1000, 0,3 –0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom. Dapat
diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada stadium terminal /
pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan
1-2 ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB).
II. Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis
tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam bila tetap sesak dan hipotensi
segera rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV
III. Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml
garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 –1,2 mg/kg/jam
IV. Korticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama
72 jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit

Monitoring

 Observasi ketat selama 24 jam, 6 jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi
membaik
 Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan
 Darah : Gas darah
 EKG

H.Kematian dan Autopsi Pada Syok Anafilaktik

Kematian pada syok anafilaktik kebanyakan disebabkan oleh kolapsnya jantung


dan edema laring oleh obat-obatan, makanan, dan gigitan serangga. Gejala yang timbul
pada serangan anafilaksis antara lain pusing, gatal pada kulit, urtikaria, sesak nafas,
wheezing, kesulitan dan kegagalan pernafasan. Pada kematian karena anafilaksis,
munculnya gejala biasanya berlangsung pada 15-20 menit pertama. Saat pasien
meninggal sangat dibutuhkan dokumen (medical record) yang baik tentang
perkembangan penyakit pasien mulai dari gejala terjadinya reaksi anafilaksis sampai
pasien meninggal. Kematian biasanya terjadi dalam waktu 1-2 jam. Beberapa serangga
seperti salah satu jenis semut, bisa yang dihasilkan sangat toksik dan kematian terjadi
tanpa berlangsungnya reaksi anafilaktik jika gigitannya banyak.

Page 380
Reaksi anafilaksis yang fatal menyababkan terjadinya acute respiratory distress
atau circulatory collapse. Obstruksi pada saluran pernafasan bagian atas dapat
disebabkan oleh edema laring dan pharing. Pada saluran pernafasan bagian bawah
disebabkan oleh bronkospasme dengan kontraksi dari otot-otot pernafasan, vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas kapiler. Henti jantung mungkin disebabkan karena
terhentinya pernafasan, Efek langsung oleh mediator kimia pada syok anafilaksis
disebabkan oleh hilangnya cairan intravascular oleh edema dan vasodilatasi.

Dalam satu kepustakaan dituliskan Pumphrey dan Roberts melakukan autopsi


pada 56 kasus kematian syok anafilaksis. Didapatkan 16 kasus disebabkan oleh alergi
makanan karena kesulitan bernafas dengan 13 kasus karena henti nafas. Sebaliknya, syok
tanpa kesulitan bernafas ditemukan pada 9 dari 19 kasus karena sengitan serangga dan 12
dari 21 kasus karena reaksi iatrogenik.

Pada autopsi, hal-hal yang bisa ditemukan tidak spesifik. Seringkali didapatkan
edema laring, tetapi jarang didapatkan obstruksi komplit dari saluran pernafasan.
Pumphrey dan Roberts melaporkan edema laring dan pharing masing-masing didapatkan
8% dan 49%. Emfisema yang disebabkan oleh bronkokonstriksi bisa ditemukan.
Kongesti pulmonal dan visceral, edema, dan perdarahan pulmonal bisa didapatkantetapi
tidak spesifik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pumphrey dan Roberts, 23dari 56
kematian karena anafilasis tidak ditemukan kelainan kelainan makroskopik pada autopsi.

Untuk membuat diagnosis adanya reaksi anafilaksis ditentukan adanya riwayat


alergi atau ada yang menyaksikan seseorang meninggal karena sengatan serangga,
makanan dan obat-obatan. Kebanyakan kematian yang berhubungan dengan obat-
obatanyaitu penggunaan penicillin atau agen iodine-containing contrast yang digunakan
untuk tujuan diagnosis. Petunjuk penggunaan agen low-osmolar pada radiologi dapat
mengurangi jumlah reaksi membahayakan yang bisa timbul karena agen iodinated
contrast.

Pada kematian yang disebabkan oleh gigitan serangga, adanya elevasi dari venom-
spesifik IgE antibody dapat dideteksi pada darah postmortem. Elevasi level dari IgE
spesifik antibody tidak selalu mengindikasikan terjadinya reaksi anafilaktik, kecuali jika
seseorang memang sensitif dengan venom (bisa) tersebut. Ditemukannya antibodi dapat
menjelaskan terjadinya reaksi anafilaksis karena gigitan serangga. Tidak semua kematian
karena reaksi anafilaksis menunjukkan adanya antibodi yang spesifik dengan serangga
yang menggigitnya. Pada beberapa kasus, cross-reaction dengan antigen pada serangga
lainnya yang bisa menyebabkan kematian karena alergi masih memungkinkan.

I.Aspek Medikolegal

Page 381
Reaksi alergi yang bisa timbul tidak sama pada setiap orang, bisa ringan berupa
gatal yang hilang dengan sendirinya, bisa pula berat hingga fatal. Reaksi alergi terhadap
obat muncul tanpa diduga. Seseorang yang tadinya tidak apa-apa minum Antalgin, suatu
ketika gatal sekujur tubuhnya setelah minum antalgin. Jangka waktu munculnya pun bisa
cepat bisa lambat, demikian pula berat ringannya. Seseorang mungkin langsung syok tak
sadarkan diri sesaat setelah minum antalgin, misalnya. Sementara yang lain hanya gatal,
beberapa saat kemudian hilang gatalnya. Berikut beberapa contoh kasus pasien dengan
reaksi alergi :

 Seorang penderita mendapatkan obat. Beberapa saat kemudian penderita tersebut


datang lagi dengan keluhan gatal setelah minum obat, yang kemungkinan
menandakan reaksi alergi. Pada kasus ini, seorang dokter wajib memberikan
catatan tertulis reaksi alergi obat kepada penderita. Tidak cukup hanya
mengatakan bahwa si penderita alergi terhadap obat A. Catatan diberikan kepada
penderita disertai pesan agar menyerahkan catatan alergi tersebut kepada dokter
manapun jika sewaktu-waktu sakit. Selain memberikan catatan riwayat alergi
kepada penderita, dokter tersebut wajib mencatat dalam rekam medik.
 Seorang penderita membawa satu tas berisi obat minum, obat suntik dan suntikan
kecil, disertai surat dari dokter ahli agar penderita diinjeksi obat secara berkala
selama waktu tertentu (kasus penderita TBC berulang). Dalam surat disebutkan
agar penderita ditest (test kulit) terlebih dahulu menggunakan pengenceran
tertentu. Siapa sangka, ketika test sedang berlangsung (belum sampai tuntas test
kulit), tiba-tiba penderita syok (anafilaktik syok). Tak sadarkan diri, ngorok, nadi
tak teraba, napas megap-megap. Setelah tindakan darurat penanganan anafilaktik
syok sesuai prosedur tetap (protap), penderita dapat diselamatkan.
 Seorang pasien berobat ke dokter kemudian padasaat pasien diterapi dengan
suntikan pasien tiba-tiba kolaps akibat obat suntik yang diberikan atau yang biasa
disebut anafilaktik syok. Dalam hal ini dokter perlu melawan reaksi tersebut
dengan memberikan penanganan berupa pemberian kortikosteroid atau kalau
perlu pemberian adrenalin. Namun dokter tersebut tidak memberikan obat
tersebut karena alasan obat tersebut tidak ada sehingga pasien tersebut meninggal
dunia. Maka dokter tersebut dapat dipidana karena kealpaan dan kelalaiannya
menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

Adapun aspek medikolegal pasien dengan anafilaktik yaitu:

 Keterlambatan menganggap/madiagnosis pasien tersebut mengalami anafilaktik


padahal sudah terjadi sinkop dan hipotensi sehingga tidak diberikan penanganan
yang cepat dan tepat.
 Tidak menganamnesa penyakit alergi yang diderita pasien sebelumnya sebelum
terapi diberikan (obat, makanan, atopi)

Page 382
 Kelalaian memeberikan resep injeksi epinefrin dan penjelasan kepada pasien
tentang penyimpanan dan penggunaannya.
 Kegagalan mendiagnosis penyebab terjadinya anafilaktik
 Tidak mencegah terjadinya reaksi obat pada pasien yang diketahui hampir atau
sensitif dengan melakukan tes terlebih dahulu (cross-reacting drug).
 Lalai memberikan informed consent sebelum melakukan tindakan pada pasien
 Tidak memberikan penanganan yang tepat (sesuai prosedur penanganan syok
anafilaktik)
 Tidak bersiaga dengan menyediakan emergency kit bila melakukan injeksi.

Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan melakukan


malpraktek makin meningkat dimana-mana. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya. Disisi
lain para dokter dituntut untuk melaksanakan tugas dan kewajiban profesinya dengan
hati-hati dan penuh rasa tanggung jawab. Malprektek medik adalah kelalaian seorang
dokter untuk mempergunakan tingkat ilmu pengetahuan dan keterampilannnya untuk
untuk mengobati pasien atau atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang
sama. Yang dimaksud kelalaian adalah kurang hati-hatiatau bisa pula diartikan
melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik.

J.Adapun Hukum/Undang-Undang yang berhubungan dengan kasus-kasus syok


anafilaktik antara lain

UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 53


1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standarprofesi dan menghormati hak pasien.
3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pcmbuktian, dapat melakukan tindakan
medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan
yang bersangkutan.

UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 54


1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian data
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan

UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 55


1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan.

Page 383
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45


1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnyamencakup :
 diagnosis dan tata cara tindakan medis;
 tujuan tindakan medis yang dilakukan;
 alternatif tindakan lain dan risikonya;
 risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
 prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis
maupun lisan.
5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.
UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 46
1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah
pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 50


Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.

UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 51


Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.

UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 52

Page 384
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.

UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 79


a. Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang
b. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

KUHP,Pasal 359
Barang siapa karena kesalahan (kealpaaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun.

Page 385
KEMATIAN AKIBAT TINDAKAN ANASTESI

BAB I. PENDAHULUAN
Walaupun suatu tindakan pembedahan atau prosedur pengobatan dijalankan dengan
cermat dan cakap oleh ahlinya dengan kemahiran dan pengalamannya , namun kadang
kala terjadi juga komplikasi dan kematian yang tidak diduga sebelumnya.
Lahey dan Ruzicka (1950) menyatakan tingkat kematian saat anestesi dengan berbagai
sebab ketika pemberian anestesi ialah 1 dalam 1000 kasus. Harrison (1978) juga
menyatakan tingkat kematian selama tindakan anestesi ialah 0.22 per 1000 kasus.
Data terbaru yang dikemukakan oleh Lunn dan Mushin (1982) menyatakan tingkat
kematian saat pemberian anestesi sebanyak 1 dalam 10.000 kasus. Penurunan tingkat
kematian ini disebabkan modernisasi teknik pemberian anestesi jika dibandingkan
dengan teknik yang dilakukan pada tahun 1950-an.

BAB.II.TINJAUAN PUSTAKA

1.Definisi.

Kematian anestesi didefinisikan sebagai kematian yang terjadi ketika atau dalam waktu
24 jam setelah pemberian anestesi atau jika korban mati setelah gagal sadar dari pengaruh
zat anestesi (tidak berapa lama kematian terjadi setelah pemberian anestesi)

Dalam praktek patologi forensic sehari-hari, semua kematian yang berhubungan dengan
pemberian anestesi dan pembedahan dicurigai sebagai kematian anestetik karena kita
tidak dapat memisahkan apakah korban mati akibat pemberian anesthesia ataupun akibat
prosedur pembedahan sehingga pemeriksaan postmortem dan toksikologi dijalankan.

Sebagai seorang dokter atau dokter ahli Untuk menetukan penyebab kematian akibat
anestesi, maka perlu dilakukan pemeriksaan postmortem juga harus mengetahui cirri-ciri
umum dan gejala anestesi serta komplikasi yang mungkin ditemukan . dengan demikian
barulah dapat menentukan penyebab kematian korban dari hasil pemeriksaan postmortem
dan toksikologinya, atau menentukan apakah ada kaitannya atau tidak antara kematian
korban dengan tindakan anestesi yang diterima korban.

2.Klasifikasi , Anestesi dapat dibagi atas dua jenis yaitu anestesi umum dan anestesi
local.

A. ANESTESI UMUM

Anestesi umum ialah pembiusan secara sistemik dengan efek kehilangan kesadaran dari
pasien/korban. Keadaan ini hanya dapat tercapai apabila obat anestesi telah menghambat
fungsi otak secara berkelanjutan. Pada fase awal pemberian anestesi mungkin timbul
perasaan gembira, dan halusinasi. Anestesi umum dapat dibagi dalam beberapa tingkatan
:

Page 386
1. tingkat pertama : hilang rasa sakit karena hambatan terhadap pusat-pusat yang lebih
tinggi di kortek cerebri .
2. tingkat kedua : delirium atau gelisah karena hambatan terhadap pusat-pusat motor di
korteks.
3. tingkat ketiga : fase pembedahan karena pusat-pusat automatic yang lebih rendah kini
bebas dari pengaruh kortek. tingkat ketiga ini dibagi dalam 4 fase :

a. fase 1, gerakan reflek hilang.


b. Fase 2 ,tonus otot menurun.
c. Fase 3, kelumpuhan sepenuhnya.
d. Fase 4, tonus otot dan reflex hilang sepenuhnya.

4. Tingkat keempat : disebut juga tingkat keracunan jika terjadi kelumpuhan atau
paralisis yang menurun yang tidak menentu dan melibatkan korteks, ganglion basal,
serebelum, medulla dan saraf tepi. Tanda-tanda ini berbeda-beda mengikuti jenis
premedikasi, hipoksia ,kelebihan karbon dioksida, renjatan dan sebagainya .
5. Tingkat kelima : kematian.

Obat anestesi umum

Terdapat beberapa obat anestesi umum yang sering digunakan dalam tindakan anestesi
sehari-hari yaitu :

 Kloroform
 Siklopropana
 Etil klorida
 Halotan
 Nitrogen oksida
 Divinil oksida.
 Trikloroetilena

B. ANESTESI LOKAL

Definisi, anestesi local ialah pembiusan daerah-daerah tertentu pada tubuh pasien/korban
dengan menggunakan obat anestesi. Anestesi local dapat menyebabkan beberapa
komplikasi dan kadang kala menyebabkan kematian pada pasien.

Beberapa obat anestesi local yang sering digunakan dalam tindakan pembiusan antara
lain : procaine, lidocaine, chloroprocaine, dibucaine, hexylcaine, mepivacaine,
piperocaine, prilocaine, tetracaine dan lain-lain. Kepekaan obat anestesi local disekitar
ujung saraf yang diperlukan untuk member efek anestesi local adalah lebih tinggi
daripada kepekaannya dalam darah. Sehingga jika diberi secara sistemik butuh dosis
lebih besar sehingga dapat menyebabkan efek toksik, oleh karena itu obat anestesis local

Page 387
harus diberikan secara local pada saraf dan bersifat setempat untuk menghindari
penyerapan melalui peredaran darah sistemik . jika dosis yang berlebihan memasuki
peredaran darah sistemik, dapat menyebabkan kejang dan rangsangan system saraf pusat.

Gejala toksik mudah terjadi jika kadar yang diserap dari obat anestesi local melebihi
kadar toksiknya ,oleh karena itu dosis yang tinggi dan diserap secara perlahan-lahan
menghasilkan efek toksik yang lebih kecil disbanding dengan dosis yang rendah tetapi
diserap dengan cepat atau diberikan terus secara suntikan kedalam pembuluh darah.
Gejala toksik bergantung pada kepekaan obat anestesi yang terdapat dalam darah.

Secara umum obat anestesi local yang masuk kedalam pembuluh darah sistemik pada
kepekatan yang rendah akan merangsang system saraf pusat, tetapi sebaliknya menekan
aktivitas kerja jantung. Bagaimana pada kepekatan tinggi ,system saraf pusat tertekan
dengan hebat dan menyebabkan kelumpuhan. Barbiturate yaitu obat antidotum yang
sering digunakan, hanya mampu menekan efek rangsangan terhadap system saraf pusat
tetapi tidak mampu melindungi jantung. Berger (1974) telah melaporkan kasus dua
orang wanita mati sewaktu pemberian anestesi paraservikal untuk menggugurkan
kandungannya. Obat anestesi yang diberikannya ialah lignocaine hidroklorida. Dalam
beberapa menit setelah diberikan secara suntikan korban mengalami kejang hingga
korban mati. Dalam kasus ini kemungkinan korban telah diberi lignocaine hidroklorida
secara berlebihan.

Lamanya efek anestesi terhadap system saraf dan jaringan setempat bergantung pada sifat
kimia obat. Efek obat anestesi ini dapat dihilangkan jika obat tersebut disingkirkan dari
jaringan setempat atau dari peredaran darah. Oleh sebab kebanyakan obat ini disingkirkan
melalui hepar, maka obat ini dapat menimbulkan keracunan bagi pasien yang menderita
penyakit hepar. Selain itu semakin mudah dan cepat sesuatu obat disingkirkan maka
semakin kurang kemungkinan ia bersifat toksik.

Beberapa factor yang sering dijumpai sebagai penyebab timbulnya gejala toksik pada
anestesi local ialah:

1. Suntikan obat anestesi yang tidak diduga masuk kedalam pembuluh darah.
2. Suntikan obat anestesi yang berlebihan pada sekali suntikan.
3. Suntikan obat anestesi dengan dosis tepat, tapi masuk ke dalam jaringan yang banyak
pembuluh darah tanpa diberi suntikan obat vasokonstriktor terlebih dahulu.
4. Kelalaian menyuntikan obat anestesi tanpa mencairkannya terlebih dahulu.
5. Pemberian obat anestesi yang mempunyai efek keamanan yang rendah.
6. Absorbs obat anestesi yang berlebihan ke membrane mucus.eksperimen telah
meninjukan bahwa penyerapan melalui mukosa endotrakea dan uretra terjadi begitu
cepat ,seolah-olah diberikan secara suntikan terus kedalam pembuluh darah.
7. Pemberian obat anestesi dengan dosis yang biasa pada pasien dengan kondisi yang
buruk dan penderita penyakit ginjal dan hepar.

GEJALA TOKSIK OBAT ANESTESI LOKAL.

Page 388
Gejala toksik obat anestesi local terhadap system saraf pusat ialah gelisah, pening kepala,
mual, muntah dan kejang. Gejala ini akan diikuti dengan kelumpuhan dan kehilangan
kesadaran (tidak sadarkan diri) .

Kematian biasanya terjadi akibat kelumpuhan system pernapasan. Penanganan yang


sering diberikan ialah pemberian barbiturate jika terjadi rangsangan terhadap system saraf
pusat dan pemberian adrenalin jika terjadi kejang .

3.Kematian akibat tindakan anestesi.

Kematian akibat tindakan anestesi dibagi atas dua bagian yaitu :

1. Kematian yang terjadi saat pemberian anestesi tetapi bukan akibat anestesi itu sendiri.

a. Kematian akibat penyakit atau trauma yang memerlukan pembedahan dan


pemberian anestesi.
b. Kematian akibat penyakit selain penyakit yang menyebabkan korban terpaksa
dibedah dan yang telah didiagnosis sebelum pembedahan dijalankan.
c. Kematian akibat penyakit selain penyakit yang menyebabkan korban terpaksa
dibedah, dan yang tidak didiagnosis sebelum pembedahan dijalankan.
d. Kematian akibat kejang pembedahan
e. Kematian akibat pembedahan saat pemberian obat anestesi.

2. Kematian akibat pemberian obat anestesi itu sendiri.

a. Kematian akibat bahaya anestetik.


b. Kematian akibat kegagalan pernapasan.
c. Tekanan pusat pernapasan.
d. Sumbatan saluran pernapasan
e. Kegagalan kardiovaskular

1. Kematian akibat penyakit atau trauma yang memerlukan pembedahan dan


pemberian anestesi.

Apabila trauma atau penyakit yang memerlukan korban menjalani pembedahan, maka
trauma atau penyakit itu sendiri dapat menyebabkan kematian jika keadaannya cukup
serius. Dalam hal ini trauma/penyakit tersebut dikatakan sebagai penyebab kematian,
walaupun pembedahan atau pemberian anestesi mungkin mengawali atau
mempercepat kematian korban. Banyak kasus kematian saat anestesi pada Kelompok
ini.

Page 389
2. Kematian akibat penyakit selain penyakit yang menyebabkan korban terpaksa
dibedah dan yang telah di diagnosis sebelum pembedahan dijalankan.

Korban yang mengidap penyakit yang kronis, yang secara tersendiri dapat
menyebabkan kematian (seperti kegagalan jantung kronik, penyakit katub jantung dan
lain-lain), korban mungkin terpaksa menjalani pembedahan karena penyakit lain
ataupun trauma yang dialaminya. Ahli bedah sendiri telah menyarankan agar korban
menjalani pembedahan tersebut sungguhpun resikonya tinggi. Dalam hal seperti ini,
risiko kematian sewaktu pembedahan dan pemberian anestesi menjadi meningkat
dibandingkan dengan korban yang berkeadaan normal (tanpa penyakit lain selain
penyakit/trauma sebagai indikasi pembedahan). Penyebab Kematian korban
dianggap adalah penyakit yang dialami oleh korban. Dan bukan komplikasi yang
timbul akibat pembedahan dan pemberian anestesi.

3. Kematian akibat penyakit selain penyakit yang menyebabkan korban terpaksa


dibedah, dan yang tidak didiagnosis sebelum pembedahan dijalankan.

Pemeriksaan postmortem terhadap korban yang telah dianestesi sebelumnya mungkin


memberi hasil/petunjuk tentang adanya penyakit yang serius yang mungkin
merupakan factor memperberat sebab kematian atau factor yang mempercepat
kematian korban, tetapi penyakit tersebut tidak di diagnosis sebelum pembedahan di
jalankan. Dalam hal seperti ini maka perlulah sebelum korban dilakukan pembedahan
supaya konsul dengan ahli lain yang terkait . terdapat beberapa penyakit serius seperti
penyakit arteri koronaria yang bersifat tersembunyi secara klinis. Bahkan penyakit ini
mungkin tidak dapat diketahui walaupun pemeriksaan klinis yang cermat dan lengkap
telah dijalani. Kegagalan untuk mengetahui penyakit seperti ini sebelum pembedahan
tidak menunjukkan bahwa dokter telah melakukan kelalaian dalam pengobatan.

4. Kematian akibat kejang pembedahan

Factor utama yang mungkin menyebabkan kematian korban yang sedang di bawah
pengaruh anestesi ialah renjatan pembedahan . kemungkinan besar kematian seperti
ini berlaku/terjadi jika keadaan korban sebelum pembedahan sangat buruk. Kadang
kala kematian seperti ini dapat juga terjadi jika pembedahan yang dilakukan
memakan waktu yang lama , korban mengalami renjatan dan sesak napas serta lelah
akibat pembedahan. Pembedahan yang memakan waktu lama mungkin disebabkan
oleh suatu kesulitan atau komplikasi yang tidak diduga sebelumnya. Pembedahan
tanpa keahlian yang baik mungkin merupakan factor penting yang dapat
menyebabkan korban mengalami renjatan dan lelah sewaktu dilakukan pembedahan.

5. Kematian akibat pembedahan saat pemberian obat anestesi.

Kadang kala kematian atau kejadian yang tidak diingini semasa pembedahan (surgical
mishop) seperti terpotongnya pembuluh darah besar ketika pemberian anestesi
berlangsung dapat terjadi. Korban mungkin mati akibat perbuatan yang tidak

Page 390
disengaja, dokter bedah yang melakukannya bertanggung jawab secara langsung atas
perbuatannya terhadap ahli waris korban .

Beberapa komplikasi kardiovaskuler yang berkaitan dengan kematian anestetik :

a. Pemberian cairan terlalu banyak yang menyebabkan edema paru-paru.


b. Embolisme udara melalui transfuse atau embolisme thrombus, lemak, cairan
amnion, sumsum tulang dari dalam tubuh korban.
c. Pemberian darah / transfusi yang salah menyebabkan korban mengalami
reaksi transfuse.
d. Pemberian darah yang mengandung kuman/tidak steril.
e. Pemberian darah yang terlalu dingin atau terlalu panas.
f. pemberian darah yang telah lama disimpan menyebabkan komplikasi
hiperkalemia dan gangguan elektrolit

pemberian darah atau cairan yang mengandung kuman walaupun kuman-kuman itu
telah mati, dapat menyebabkan reaksi pirogenik (demam) yang berat. Korban akan
mengalami renjatan yang berat karena tekanan darahnya turun secara mendadak,
denyut nadi meningkat, suhu tubuhnya meningkat, disamping sesak napas .

pemeriksaan postmortem menunjukkan perdarahan di bagian subendokardium pada


septum interventrikel jantung. Pemeriksaan histology menunjukkan gumpalan bakteri
dalam limpa, ginjal, dan organ-organ dalam lainnya.bakteri yang sama dapat dijumpai
pada sisa darah yang diberikan pada korban. Selain itu pemberian darah yang
mengandung kuman dapat menimbulkan komplikasi hiperkalemia dan gangguan
elektrolit, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian karena hemolisis sel-sel darah
yang telah diberikan itu.

Korban hanya boleh menerima darah yang sesuai dengan darahnya, jika tidak maka
reaksi transfuse akan terjadi. Sel-sel darah merah yang diberikan kepada korban akan
teraglutinasi dan mengalami hemolisis dalam pembuluh darah atau dalam limpa.
Korban dapat meninggal akibat hemolisis yang berat, infeksi organ-organ penting
(vital) apabila gumpalan darah menyumbat arteriol atau kapiler dan renjatan reaksi
transfuse.

6. Kematian akibat bahaya anestetik

Kebanyakan kematian korban yang masih berada di bawah pengaruh anestesi adalah
akibat komplikasi ketika korban menerima anestesi dan bukan karena obat anestesi .
selain itu kebanyakan kematian akibat anestesi disebabkan oleh efek yang tidak
sesuai dengan efek yang seharusnya yang sebagaimana biasanya. Keracunan akibat
pemberian satu jenis obat anestesi memang bisa terjadi, tetapi lebih sering terjadi
keracunan akibat pemberian lebih dari satu obat (polifarmasi).

Page 391
Kematian akibat penggunaan obat anestesi yang salah dan akibat reaksi atipikal
terhadap obat anestesi (alergi atau idiosinkrasi) jarang sekali terjadi.

Satu lagi komplikasi yang jarang terjadi, kelalaian menyalurkan isi tabung gas yaitu
pemberian gas oksigen melalui saluran nitrogen oksida dan sebaliknya. Walau
bagaimanapun , terdapat satu kemungkinan yang masih dapat terjadi yaitu selang
saluran gas anestesi atau oksigen longgar dan lepas atau terlipat sehingga menghalani
aliran gas tanpa disadari oleh ahli anestesi jika tidak diperiksa dengan teliti

Gas anestesi mudah terbakar, terdapat beberapa sumber api dalam system pemberian
obat anestesi seperti percikan api yang melewati selang gas anestesi yang dapat
memicu terjadinya kebakaran saat pembedahan. Selain itu De Nava dan Mc Dermott
(1960) telah melaporkan kemungkinan terkumpulnya campuran gas anestesi di dalam
gaster korban sehingga menyebabkan kebakaran. hal ini perlu dipikirkan jika terjadi
kebakaran setelah pemberian anestesi.

7. Kematian akibat Kegagalan pernapasan

Kematian akibat kegagalan pernapasan dapat terjadi saat pemberian anestesi jika
sumber oksigen tidak mencukupi akibat tekanan terhadap pusat pernapasan atau
akibat penyumbatan saluran pernapasan. Jika korban masih sadar, tanda-tanda
kegagalan pernapasan seperti sianosis dan kesukaran bernapas jelas terlihat. Pada
korban yang berada di bawah pengaruh anestesi , tanda –tanda ini tidak jelas dan
biasanya bersifat tersamar. Kecuali jika ahli anestesi mengamati dan memeriksa
korban secara terus menerus dan teliti, hipoksia yang sangat buruk dapat terjadi jika
tidak dilakukan tindakan yang cepat dan sesuai.

8. Penekanan pusat pernapasan

Kegagalan pernapasan akibat penekanan pusat pernapasan dapat terjadi akibat


keracunan obat anestesi. Keracunan mudah terjadi pada penggunaan Thiopental
terutama jika korban orang tua dan sakit menahun. Pemberian obat-obatan
pramedikasi yang berlebihan bersama sama obat anestesi dapat menyebabkan korban
mengalami kegagalan pernapasan. Pemberian obat relaksasi yang berlebihan seperti
kurare dapat menyebabkan kegagalan pernapasan jika otot interkostal dan diafragma
mengalami kelumpuhan.

9. Sumbatan saluran pernapasan

Kegagalan pernapasan akibat penyumbatan saluran pernapasan dapat terjadi yang


disebabkan berbagai factor. Jika anestesi korban tidak begitu dalam, hanya di
peringkat 2 hingga 3, korban dapat mengalami spasme laring saat dokter
memasukkan alat intubasi atau bronkoskopi menelusuri laring dan trakea. Spasme
laring menyebabkan hipoksia . tahab berat ringannya spasme laring tergantung obat
anestesi yang digunakan. Spasme laring paling buruk jika barbiturate diberikan secara
intravena. Spasme laring hilang sebelum hipoksia menimbulkan kematian , tetapi

Page 392
kadangkala kematian mendadak dapat terjadi akibat kegagalan kardiovaskuler
neurogenik. Penyumbatan saluran pernapasan dapat terjadi akibat spasme bronchial
yang disebabkan oleh rangsangan saraf vagus oleh obat anestesi itu sendiri seperti
barbiturate dan siklopropana. Penyumbatan saluran pernapasan dapat juga disebabkan
gigi palsu ke laring, trakea atau bronkus, dapat juga terjadi oleh karena perdarahan
dari tempat trauma atau pembedahan di bagian nasofaring, penyumbatan ini dapat
terjadi saat pemulihan dari kondisi anestesi umum. Penyumbatan juga dapat terjadi
jika korban tidak diletakkan dengan kedudukan yang betul setelah pembedahan oleh
lidah korban yang jatuh kebelakang menutupi laring.

Mendelson menyatakan : aspirasi isi lambung ke dalam paru ketika anestesi kasus
obstetric dapat menyebabkan terjadinya sindrom seperti asma (sindrom mendelson)
oleh karena aspirasi isi lambung yang mengandung asam hidroklorik, prognosis
korban sangat buruk.

10. Kegagalan kardiovaskular

Sebab yang paling sering menyebabkan kematian mendadak saat korban di bawah
pengaruh anestesi umum ialah kegagalan kardiovaskuler akut. Hal ini dapat terjadi
dalam semua jenis pembedahan, semua tingkat anestesi (pembedahan atau
pemulihan) , semua jenis obat anestesi maupun gabungannya. Keadaan ini biasanya
terjadi oleh karena ahli anestesi kurang pengalaman ataupun kurang hati-hati. Walau
sekalipun ahli anestesi yang berpengalaman tidak luput dari masalah ini .kematian
korban secara mendadak disebabkan oleh kegagalan kardiovaskuler akut jenis
neurogenik. Keadaan ini biasanya terjadi dimana pembedahan dilakukan sementara
korban dalam pengaruh anestesi yang tidak cukup dalam untuk dilakukan tindakan
pembedahan. Contoh , ahli bedah mungkin telah memulai pembedahannya sebelum
korban benar-benar telah teranestesi. Juga tarikan terhadap organ dalam ketika
anesthesia tidak begitu dalam menyebabkan rangsangan saraf aferen tidak dapat
dihalangi dengan secukupnya .

4. MEKANISME KEMATIAN

Anestesi umum menekan sistim saraf pusat secara terus menerus di mulai di pusat-pusat
di korteks, diikuti dengan pusat-pusat spina dan akhirnya pusat-pusat medulla. Ketika
anestesi yang dangkal , pusat-pusat di korteks dapat tertekan sepenuhnya ,sementara
pusat-pusat spina tertekan hanya sedikit , dalam hal ini rangsangan saraf perifer melalui
pusat-pusat spina tidak dapat dihilangkan sehingga timbul reflex vagus terhadap jantung
yang menyebabkan kematian korban.

5. PEMERIKSAAN POSTMORTEM

Pemeriksaan postmortem kasus kematian anestesi akan menunjukkan penemuan yang


berbeda tergantung pada sebab kematian. Tidak dijumpai tanda-tanda khusus jika korban
mati akibat kegagalan kardiovaskuler akut jenis neurogenik. Perubahan yang kelihatan
pada organ dalam kebanyakan kasus merupakan perubahan hipoksia. Sampel udara

Page 393
alveolus dapat diambil dengan menggunakan alat suntikan untuk menusuk kedalam paru
sebelum rongga dada dibuka. Sampel darah, paru-paru, otak diambil serta dibekukan
dengan segera dengan nitrogen cair .

Pemeriksaan menggunakan teknik kromatografi gas dapat memberikan hasil dan


diketahui kuantitas obat anestesi yang dijumpai dalam sampel.

Tanda pembedahan tidak selalu dijumpai dalam kasus kematian anestesi karena korban
mungkin telah mati sebelum pembedahan dijalankan, yaitu sesaat setelah pemberian
anestesi. Kelalaian atau kesalahan prosedur pembedahan yang mungkin terjadi seperti
terpotongnya pembuluh darah besar, pengikatan ureter secara tidak sengaja sehingga
menyebabkan kegagalan ginjal dan lain-lain dapat dijumpai ketika dilakukan
pemeriksaan postmortem.

Teknik angiografi postmortem sangat membantu terutama untuk mengetahui pembuluh


darah yang terpotong oleh ahli bedah ketika pembedahan dilakukan, atau pembuluh darah
yang telah terbuka jahitannya atau pembuluh darah yang tidak dijahit karena tidak ada
perdarahan ketika pembedahan karena tekanan darah korban yang rendah.

Semua organ dalam perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya penyakit atau
trauma yang cukup serius yang dapat menyebabkan kematian korban. Jika kematian oleh
karena obat anestesi yang berlebihan maka bau obat tersebut dapat dijumpai ketika
pemeriksaan postmortem. Tempurung kepala korban perlu dibedah terlebih dahulu
karena bau obat anestesi sangat mudah tercium dari pada jaringan otak. Bagian terendah
organ dalam kelihatan terkongesti dan sering dijumpai pada kasus anestesi yang agak
lama.

6. ANALISA TOKSIKOLOGI

Analisa toksikologi untuk menentukan kepekatan obat anestesi dalam organ perlu
dilakukan dalam mencari /menentukan penyebab kematian anestesi. Walaupun kematian
akibat keracunan obat anestesi jarang terjadi , namun untuk mencari penyebab kematian
anestesi perlu dilakukan ,oleh karena itu lakukan pengiriman sampel darah, jaringan dan
udara dari paru-paru untuk dianalisa.

KESIMPULAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian akibat anaestesi meliputi kurangnya
pengalaman dalam bidang anestesi, obat-obatan anestesi, faktor klinik dan kecelakaan
teknik. Kematian akibat kecelakaan saat pembedahan biasanya dideteksi dari autopsi.
Pada kebanyakan kasus kematian yang berhubungan dengan anestesi, penyebab kematian
adalah penyakit.
Pemeriksaan postmortem kasus kematian anestesi kadang masih sulit menentukan
penyebab kematian untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan
histology jaringan maupun pemeriksaan toksikologi baik cairan tubuh maupun jaringan
organ dalam.

Page 394
KEMATIAN AKIBAT
PEMBEDAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

Kematian selama tindakan medis merupakan kematian yang sering


menimbulkan kecurigaan keluarga dan masyarakat, sehingga pemeriksaan yang
lengkap dan pengungkapan sebab kematian sangat diperlukan. Faktor utama yang
diperiksa dan diidentifikasi adalah faktor tindakan medis yang secara langsung
atau memberi kontribusi terhadap kematian korban dengan menyingkirkan sebab-
sebab lainnya. Walaupun sesuatu pembedahan atau prosedur pengobatan
dijalankan secara cermat dan teliti oleh ahli-ahli yang berkompetensi, trampil dan
berpengalaman, namum kadang kala terjadi juga komplikasi dan kematian yang
tak diduga sebelumnya. Lahey dan Rudzieka (1950) menemukan jumlah kematian
selama dalam pengaruh anestesi dan proses pembedahan adalah sebanyak 1 dalam
1000 kasus. Horisson (1978) menyatakan jumlah kematian selama pengaruh
anestesi adalah 0,22 per 1000 kasus, data terbaru yang dikemukakan oleh Lunn
dan Mushin (1982) menyatakan kematian selama dalam pengaruh anestesi
sebanyak 1 dalam 10.000 kasus. Penurunan jumlah kasus kematian ini mungkin
disebabkan oleh modernisasi teknik pemberian anestesi dibandingkan dengan
teknik yang dilakukan pada tahun 1950an
Di Britania Raya dan Irlandia, angka kematian akibat bedah sesar pada tahun
1865 adalah 85 %. Beberapa penemuan yang membantu menurunkan angka
kematian antara lain :
- Pengembangan prinsip-prinsip asepsis.

- Pengenalan prosedur penjahitan rahim oleh Max Sanger pada tahun 1882.

- Bedah sesar extraperitoneal dilanjutkan dengan sayatan mendatar rendah


(Kronig, 1912).

- Perkembangan teknik anestesi.

- Transfuse darah.

- Antibiotic

BAB II
PEMBAHASAN
Dalam kasus-kasus di pengadilan, kematian yang terjadi selama atau di
dalam waktu yang singkat setelah operasi bedah, prosedur diagnostik invasif atau
anestesi menjadi subjek dari penyelidikan medikolegal (Forensik Klinik). Selain
itu kematian yang diduga disebabkan atau didukung oleh tindakan ini (tanpa

Page 395
melihat waktu terjadinya) termasuk didalamnya jika dokter atau keluarga
memperhatikan bahwa suatu penyebab kematian berhubungan dengan keadaan
itu. Agar penyelidikan lebih efektif harus disertai pemeriksaan bedah mayat
(autopsy) dan ahli patologi yang terlibat pada kasus ini mempunyai tugas yang
berat dan harus professional
Ahli patologi sedapat mungkin independent (bebas) dari pengaruh institusi
dimana kematian terjadi dan dimanapun tindakan itu (pembedah) dilakukan. Hal
ini adalah bagian dari prinsip pelayanan seorang ahli patologi yang harus
dipegang teguh. Adalah penting memisahkan antara loyalitas kedua elemen yang
tidak menimbulkan suatu kolusi namum menimbulkan keterkaitan publik terhadap
pelayanan seorang ahli patologi yang independent. Selain itu juga sangat berguna
bila mempunyai seorang klinisi atau pendapat ahli dari seorang konsultan klinik
independent yang tidak berhubungan dengan rumah sakit dan yang tidak
merupakan kolega dari tim yang terlibat kasus ini.
Perlu dipahami setiap klinisi bahwa pada tiap tindakan medis mempunyai
potensi membahayakan pasien. Secara teoritis sangat mungkin tindakan medis ini
dapat menimbulkan kematian terutama pada prosedur diagnostik, pembedahan
dan anestesi. Kematian dimana tidak selalu diakibatkan ketidaksempurnaan
tindakan medis tetapi banyak disebabkan oleh kondisi-kondisi lain. Secara umum
kematian selama tindakan medis dapat timbul akibat beberapa faktor :
1. Fase terminal perjalanan penyakit alamiah yang diderita pasien.
2. Manifestasi dari salah satu resiko atau komplikasi dari tindakan medis.
3. Akibat kecelakaan medis (medical mishap)
4. Akibat kelalaian medis (medical negligence)
5. Akibat kesengajaan.
Resiko atau komplikasi yang menyebabkan kematian dapat merupakan akibat
dari tindakan medis itu sendiri tetapi dapat juga oleh karena obat-obatan yang digunakan
(misal obat anestesi), situasi dan kondisi tertentu dari pasien atau keadaan
hipersensitifitas pasien. Resiko tersebut belum tentu harus di pertanggungjawabkan oleh
dokter, bila semua prosedur yang harus dilakukan sesuai dengan standard. Pada
umumnya dokter tidak bertanggung jawab terhadap resiko medis bila resiko tersebut
tidak diduga sebelumnya (unforeseeable), resiko yang tidak dapat dihindari
(unavoidable) serta yang tidak diharapkan (undesirable).

II.1. MODE DAN PENYEBAB KEMATIAN


Untuk memudahkan pendekatan dan pemeriksaan kematian akibat tindakan
medis, beberapa penulis membagi kematian tersebut dalam beberapa kategori. Pembagian
ini dibuat untuk mempermudah menganalisa semua faktor dan kondisi yang ikut berperan
dalam kematian pasien.
1. Kematian akibat penyakit dasar yang diderita pasien

Banyaknya kematian selama tindakan bedah atau prosedur anestesi yang disebabkan
oleh proses penyakit atau cedera dimana prosedur telah dikerjakan. Misalnya
kematian pada pasien dengan penyakit jantung dengan tindakan by pass jantung dapat
mengalami kematian tiba-tiba . Kematian mungkin tidak dapat dihindari pada
beberapa kasus dimana intervensi darurat adalah satu-satunya yang diharapkan untuk

Page 396
menyelamatkan pasien. Agaknya ini harus dilakukan dengan peluang sukses atau
meringankan, intervensi dengan cara lain tidak dibenarkan , tetapi kesimpulan untuk
tidak melakukan operasi adalah sulit
Oleh Perhimpunan Anestesiologist Amerika “The American Sociaty of
Anaesthesiology (ASA) mempunyai sistem klasifikasi untuk kematian selama prosedur
bedah yaitu sebagai berikut :
 ASA I : Keadaan dengan penyakit yang tidak serius.
 ASA II : Keadaan yang bisa mempunyai penyakit yang serius tetapi ada
pembatasan aktifitas fisik.
 ASA III : Keadaan dengan penyakit yang serius dan pembatasan aktifitas fisik
 ASA IV : Keadaan dengan penyakit serius yang diterapi terus menerus dan ada
pembatasan aktifitas fisik.
 ASA V : Keadaan dengan penyakit serius yang kematiannya diduga dalam 24
jam, dengan atau tanpa terapi
Perhimpunan merekomendasikan bahwa kelas ASA I – III diminta perhatian
penuh karena diharapkan pasien terus hidup. Juga kelas ASA IV yang bersifat elektif dan
tidak emergensi / darurat, dengan tidak diduga kematian juga termasuk didalamnya.
Meskipun kelompok ASA IV dan ASA V memiliki harapan hidup yang kecil tetapi
kematian korban digolongkan kepada kematian mendadak tidak terduga. Prinsip umum
adalah bahwa kematian tidak terduga harus diselidiki.
Seorang ahli patologi akan mendapat masalah mengenai autopsy, biasanya dengan
pertanyaan “Apakah kematian ini terjadi jika operasi tidak dilakukan ?”, kadang-kadang
ini tidak bisa dijawab. Jika seseorang mempunyai kebocoran aneurisma aorta, dimana
terjadi robekan,sementara pembedahan masih di atas kulit maka disetujui bahwa proses
penyakit sebagai penyebab kematian yang primer. Walaupun ada pendapat obat-obat
anestesi mempunyai kontribusi menambah gangguan ringan terhadap peningkatan darah
yang selanjutnya membelah dinding aneurisma. Jika seseorang meninggal karena emboli
paru 7 hari setelah gastrektomi elektif untuk ulkus peptikum, hubungan antara operasi
dengan kematian dapat dengan keras ditolak,walupun seperlima emboli paru dapat terjadi
tanpa predisposisi
2. Kematian akibat gangguan fungsi organ vital selama tindakan
a. Kematian yang terjadi akibat tindakan pemasangan kateter pada atrium kanan,
vertikel kanan atau arteri pulmonum yang bisa berakibat robeknya serambi,
bilik atau pembuluh tersebut.
b. Robeknya / bocornya arteri jantung pada tindakan angiography atau
angioplastic.
c. Kegagalan mekanik yang tidak dapat diperjelas secara terperinci, terutama
yang disebabkan oleh penyakit karena mudahnya pembuluh darah atau organ
tersebut pecah. misalnya pada pasien dengan aneurisma aorta abdominalis bila
aneurisma pecah pada saat dilakukan pembedahan maka kegagalannya bisa
sampai 50 % dan dapat menyebabkan kematian.

3. Kematian akibat emboli udara selama pembedahan

Page 397
a. Lebih sering pada tindakan bedah :
- Operasi sistem saraf pusat
- Tindakan laminectomy
b. Kematian pada lain waktu akibat emboli udara pasca tindakan bedah besar.
c. Ditemukannya udara di pembuluh darah epicardial dari jantung seperti pada
atrium dan vertikel kanan

4. Kematian yang berhubungan dengan anestesi

Kematian akibat tindakan anestesi dibagi atas dua bagian yaitu :

A. Kematian yang terjadi saat pemberian anestesi tetapi bukan akibat anestesi itu sendiri.

f. Kematian akibat penyakit atau trauma yang memerlukan pembedahan dan


pemberian anestesi.

trauma atau penyakit yang memerlukan korban menjalani pembedahan itu


sendiri dapat menyebabkan kematian jika keadaannya cukup serius. Dalam hal
ini trauma/penyakit tersebut dikatakan sebagai penyebab kematian, walaupun
pembedahan atau pemberian anestesi mungkin mengawali atau mempercepat
kematian korban. Banyak kasus kematian saat anestesi pada Kelompok ini

g. Kematian akibat penyakit selain penyakit yang menyebabkan korban terpaksa


dibedah dan yang telah didiagnosis sebelum pembedahan dijalankan.

Korban yang mengidap penyakit yang kronis, yang secara tersendiri dapat
menyebabkan kematian (seperti kegagalan jantung kronik, penyakit katub
jantung dan lain-lain), korban mungkin terpaksa menjalani pembedahan
karena penyakit lain ataupun trauma yang dialaminya. Dalam hal seperti ini,
risiko kematian sewaktu pembedahan menjadi meningkat dibandingkan
dengan korban yang berkeadaan normal (tanpa penyakit lain selain
penyakit/trauma sebagai indikasi pembedahan). Penyebab Kematian korban
dianggap adalah penyakit yang dialami oleh korban. Dan bukan komplikasi
yang timbul akibat pembedahan dan pemberian anestesi

h. Kematian akibat penyakit selain penyakit yang menyebabkan korban terpaksa


dibedah, dan yang tidak didiagnosis sebelum pembedahan dijalankan.

Pemeriksaan postmortem korban pasca anestesi ,mungkin memberi


hasil/petunjuk tentang adanya penyakit yang serius yang mungkin merupakan
factor memperberat sebab kematian atau factor yang mempercepat kematian
korban, tetapi penyakit tersebut tidak di diagnosis sebelum pembedahan di
jalankan. Dalam hal seperti ini maka perlulah sebelum korban dilakukan
pembedahan supaya konsul dengan ahli lain yang terkait . terdapat beberapa

Page 398
penyakit serius seperti penyakit arteri koronaria yang bersifat tersembunyi
secara klinis. Bahkan penyakit ini mungkin tidak dapat diketahui walaupun
pemeriksaan klinis yang cermat dan lengkap telah dijalani. Kegagalan untuk
mengetahui penyakit seperti ini sebelum pembedahan tidak menunjukkan
bahwa dokter telah melakukan kelalaian dalam pengobatan

i. Kematian akibat kejang pembedahan

Factor utama yang mungkin menyebabkan kematian korban yang sedang di


bawah pengaruh anestesi ialah renjatan pembedahan . kemungkinan besar
kematian seperti ini berlaku/terjadi jika keadaan korban sebelum pembedahan
sangat buruk. Kadang kala kematian seperti ini dapat juga terjadi jika
pembedahan yang dilakukan memakan waktu yang lama , korban mengalami
renjatan dan sesak napas serta lelah akibat pembedahan

j. Kematian akibat pembedahan saat pemberian obat anestesi

Kadang kala kematian atau kejadian yang tidak diingini semasa pembedahan
(surgical mishop) seperti terpotongnya pembuluh darah besar dapat terjadi.
Korban mungkin mati akibat perbuatan yang tidak disengaja, dokter bedah
yang melakukannya bertanggung jawab secara langsung atas perbuatannya
terhadap ahli waris korban

Beberapa komplikasi kardiovaskuler yang berkaitan dengan kematian


anestetik :

g. Pemberian cairan terlalu banyak yang menyebabkan edema paru-paru.


h. Embolisme udara melalui transfuse atau embolisme thrombus, lemak,
cairan amnion, sumsum tulang dari dalam tubuh korban.
i. Pemberian darah / transfusi yang salah menyebabkan korban mengalami
reaksi transfuse.
j. Pemberian darah yang mengandung kuman/tidak steril.
k. Pemberian darah yang terlalu dingin atau terlalu panas.
l. pemberian darah yang telah lama disimpan menyebabkan komplikasi
hiperkalemia dan gangguan elektrolit

pemberian darah atau cairan yang mengandung kuman walaupun kuman-


kuman itu telah mati, dapat menyebabkan reaksi pirogenik (demam) yang
berat. Korban akan mengalami renjatan yang berat karena tekanan darahnya
turun secara mendadak, denyut nadi meningkat, suhu tubuhnya meningkat,
disamping sesak napas

B. Kematian akibat pemberian obat anestesi itu sendiri.

f. Kematian akibat bahaya anestetik.


Page 399
Kebanyakan kematian korban yang masih berada di bawah pengaruh anestesi
adalah akibat komplikasi ketika korban menerima anestesi dan bukan karena
obat anestesi . selain itu kebanyakan kematian akibat anestesi disebabkan oleh
efek yang tidak sesuai dengan efek yang seharusnya yang sebagaimana
biasanya. Keracunan akibat pemberian satu jenis obat anestesi memang bisa
terjadi, tetapi lebih sering terjadi keracunan akibat pemberian lebih dari satu
obat (polifarmasi)

g. Kematian akibat kegagalan pernapasan.

Kematian akibat kegagalan pernapasan dapat terjadi saat pemberian anestesi


jika sumber oksigen tidak mencukupi akibat tekanan terhadap pusat
pernapasan atau akibat penyumbatan saluran pernapasan. Jika korban masih
sadar, tanda-tanda kegagalan pernapasan seperti sianosis dan kesukaran
bernapas jelas terlihat. Pada korban yang berada di bawah pengaruh anestesi ,
tanda –tanda ini tidak jelas dan biasanya bersifat tersamar. Kecuali jika ahli
anestesi mengamati dan memeriksa korban secara terus menerus dan teliti,
hipoksia yang sangat buruk dapat terjadi jika tidak dilakukan tindakan yang
cepat dan sesuai

h. Tekanan pusat pernapasan.

Kegagalan pernapasan oleh karena penekanan pusat pernapasan akibat


keracunan obat anestesi dapat terjadi. Keracunan mudah terjadi pada
penggunaan Thiopental terutama jika korban orang tua dan sakit menahun

i. Sumbatan saluran pernapasan

Kegagalan pernapasan akibat sumbatan saluran pernapasan dapat terjadi yang


disebabkan berbagai factor. Jika anestesi korban tidak begitu dalam, hanya di
peringkat 2 hingga 3, korban dapat mengalami spasme laring saat dokter
memasukkan alat intubasi atau bronkoskopi menelusuri laring dan trakea.
Penyumbatan saluran pernapasan dapat juga terjadi akibat spasme bronchial
yang disebabkan oleh rangsangan saraf vagus oleh obat anestesi itu sendiri
seperti barbiturate dan siklopropana. Penyumbatan saluran pernapasan dapat
juga disebabkan gigi palsu ke laring, trakea atau bronkus, dapat juga terjadi
oleh karena perdarahan dari tempat trauma atau pembedahan di bagian
nasofaring, penyumbatan ini dapat terjadi saat pemulihan dari kondisi anestesi
umum. Penyumbatan juga dapat terjadi jika korban tidak diletakkan dengan
kedudukan yang betul setelah pembedahan oleh lidah korban yang jatuh
kebelakang menutupi laring

j. Kegagalan kardiovaskular

Page 400
Sebab yang paling sering menyebabkan kematian mendadak saat korban di
bawah pengaruh anestesi umum ialah kegagalan kardiovaskuler akut.
.kematian korban secara mendadak disebabkan oleh kegagalan kardiovaskuler
akut jenis neurogenik. Keadaan ini biasanya terjadi dimana pembedahan
dilakukan sementara korban dalam pengaruh anestesi yang tidak cukup dalam
untuk dilakukan tindakan pembedahan. Contoh , ahli bedah mungkin telah
memulai pembedahannya sebelum korban benar-benar telah teranestesi. Juga
tarikan terhadap organ dalam ketika anesthesia tidak begitu dalam
menyebabkan rangsangan saraf aferen tidak dapat dihalangi dengan
secukupnya

5. Kematian yang penyebabnya tidak dapat ditentukan .


Pada kategori ini, tidak ditemukan penyebab kematian walaupun mungkin telah
dilakukan pemeriksaan autopsy lengkap dari analisis toksikologi (1). Namum
biasanya mekanisme kematian diakibatkan oleh karena gangguan jantung

II.2 KEMATIAN SELAMA PEMBEDAHAN


Resiko selalu melekat pada tindakan pembedahan baik sebelum, selama atau
sesudah operasi. Salah satu resiko tersebut adalah kematian pasien dan kematian tersebut
oleh Asosiasi Ahli Bedah Amerika digolongkan sebagai “Death Related to Surgical
Care”, meliputi kematian :
1. Kematian yang diakibatkan keterlambatan dan kesalahan diagnosis yang memerlukan
pembedahan sebagai tindakan pilihan.
2. Kematian akibat kesalahan premedikasi sebelum operasi.
3. Kematian akibat anestesi selama operasi.
4. Kematian akibat perdarahan, syok atau henti jantung selama anestesi
5. Kematian durante (selama) operasi akibat luka bakar berat akibat bedah elektrik dan
ledakan dari elektrokauter.
6. Kematian akibat prosedur bedah yang tidak sempurna karena dokter bedah gagal
melakukan semua prosedur yang diindikasikan.
7. Kematian setelah operasi akibat perdarahan, emboli paru atau infeksi nosokomial.
Kematian durante operasi paling sering disebabkan emboli udara, dimana
kematian terjadi sangat mendadak dan cepat. Emboli udara paling sering terjadi pada
operasi susunan saraf pusat. Kematian durante operasi juga dapat disebabkan oleh
gangguan fungsi organ vital selama manipulasi pembedahan. Gangguan fungsi organ
vital sebagian besar terjadi saat memasukkan kateter ke atrium kanan, vertikel kanan atau
arteri pulmonalis yang menyebabkan perforasi pada bagian-bagian tersebut.
II.3 TEMUAN POST MORTEM PADA KEMATIAN AKIBAT TINDAKAN
ANASTESI DAN PEMBEDAHAN
Beberapa keadaan yang sulit dan perlu mendapat perhatian terhadap jenis
kematian ini :

Page 401
1) Penemuan morfologis khususnya kematian akibat anestesi mungkin minimal atau
tidak ada. Pendapat ahli dan informasi klinik yang lengkap sangat dibutuhkan.
2) Informasi penuh dibutuhkan sebelum dilakukan autopsi. Catatan pasien sangat
penting bersama dengan informasi relevan lainnya. Kadang – kadang catatan
perawatan mungkin lebih baik daripada dokter karena lebih terperinci dan dicatat
dalam waktu yangg lebih pendek. Diskusi antara patolog, ahli bedah, dan ahli
anestesi bisa mendatangkan kesimpulan yang lebih baik yang akan memberikan
konsensus pendapat terbaik kepada penyidik.
3) Sejumlah tindakan pendahuluan pada pasien selama pembedahan dan anestesi,
seperti endotracheal tube, indwelling needle, intravasculer cannulae, chest tube,
kateter, drain luka, elektroda monitor dan protese logam adalah penting, dimana
tidak seorangpun boleh memindahkan sebelum autopsi, karena tempat dan
keasliannya perlu diperiksa.
4) Tehnik autopsi pada kematian akibat tindakan pembedahan mungkin sulit,
khususnya pada daerah abdomen dan thorak. Eksudat, sepsis, dan adhesi kulit
khususnya jika tehnik pembedahan tidak diketahui sepenuhnya. Perubahan
postmortem dapat tampak berkomplikasi lebih jauh, misalnya garis jahitan yang
baru pada usus dan lambung bisa terlihat seperti bocoran, tapi ini mungkin
disebabkan autolisis dan pengangkatan jaringan pada autopsi bisa merobek
struktur vital

BAB III
KESIMPULAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian selama tindakan medis dapat timbul
akibat fase terminal perjalanan penyakit alamiah yang diderita pasien, manifestasi dari
salah satu resiko atau komplikasi dari tindakan medis, akibat kecelakaan medis (medical
mishap), maupun akibat kelalaian medis (medical negligence). Serta faktor yang tidak
diketahui penyebabnya.
Tujuan melakukan pemeriksaan postmortem terhadap kasus kematian pasca
tindakan pembedahan adalah untuk mengetahui apakah kematian korban oleh karena
resiko dari tindakan bedah itu sendiri atau suatu kesalahan oleh pihak dokter (dokter
bedah, anestesi atau ahli lainnya) sewaktu menjalankan prosedur pengobatan terhadap
pasien. Resiko selalu melekat pada tindakan pembedahan baik sebelum, selama atau
sesudah operasi.

Page 402
FORENSIK KLINIK
BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu kedokteran forensik merupakan cabang spesialistik Ilmu Kedokteran yang


memanfaatkan Ilmu Kedokteran untuk membantu penegakan hukum,keadilan dan
memecahkan masalah-masalah di bidang hukum. Di Indonesia pasca kemerdekaan para
pakar dibidang medicolegal sciene mengganti nama cabang ilmu tersebut yang semula
berbahasa Belanda menjadi Ilmu Kedokteran Kehakiman. Istilah ini dipakai hingga
sekarang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) yang berlaku
sejak 31 Desember 1981 memakai istilah “Kedokteran Kehakiman” dalam pasal-
pasalnya.
Ilmu forensik adalah ilmu lintas disiplin. Pada dasarnya ilmu ini hadir untuk
membantu proses hukum dan keadilan. Proses hukum ini dimulai dari adanya korban.
Untuk dapat membuktikan telah terjadinya tindak pidana, penyidik memerlukan bukti
atau kebenaran material. Karena kekerasan terjadi pada manusia, maka diperlukan
bantuan ahli ( dokter ) untuk memeriksa korban. Hasil pemeriksaan ini di Indonesia
disebut Visum et Repertum ( VeR ) yang diserahkan oleh dokter kepada penyidik yang
akan menggunakannya sebagai petunjuk atau pedoman dalam mengusut dan menyidik
perkara tersebut. VeR akan berperan sebagai alat bukti yang sah oleh jaksa, pembela dan
hakim.
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang, dengan cara mengenal dan
memperhatikan ciri-ciri dan sifat-sifat untuk membedakan individu tersebut dengan
individu lain, baik hidup atau yang sudah meninggal. Identifikasi forensik dapat
dilakukan dengan beberapa cara, dengan cara patologis, klinis dan antropologis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FORENSIK KLINIK


Pelayanan Kedokteran forensik adalah pelayanan kesehatan yang meliputi korban
hidup dan korban mati yang berhubungan dengan tindak pidana.
Forensik Klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup
pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudian aspek
medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinik merupakan area
praktek medis yang mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum. Pasien yang
termasuk kedalam lingkup pelayanan forensik klinik adalah pasien datang dengan surat
permintaan visum, pasien korban tindak pidana penganiayaan, pasien korban kecelakaan
lalu lintas, pasien dengan luka yang tidak jelas penyebabnya, pasien korban kekerasan
seksual, pasien korban kecarunan/peracunan, pasien datang dengan surat permintaan
visum. Jika pasien yang diperiksa termasuk ke dalam salah satu kriteria diatas, maka
dokter mestinya sudah siap dengan pencatatan luka/cedera yang lengkap

Page 403
2.2 PERAN FORENSIK KLINIK DALAM PELAYANAN MEDIKOLEGAL
Beban/kewajiban untuk membuat visum et repertum atas seorang korban tindak
pidana tidak bisa terlepas dari praktek sehari – hari. Dalam penyidikan untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban yang diduga karena peristiwa tindak pidana,
seorang penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Seorang dokter sebagaimana
pasal 179 KUHAP wajib memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenarnya menurut pengetahuan di bidang keahliannya demi keadilan.
Ketentuan tentang bantuan dokter untuk kepentingan peradilan didalam KUHAP
tercantum didalam pasal 133 (1) :” Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya”.
Pasal 179 : “(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan. (2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya”. Pasal 120
”(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus. (2) AhIi tersebut mengangkat sumpah atau
mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut
pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta
martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat
menolak untuk memberikan keterangan yang diminta”. Pasal 180 : “(1) Dalam hal
diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan,
hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan
bahan baru oleh yang berkepentingan”.
Seorang dokter jika dimintakan kepadanya untuk membuatkan visum et repertum,
maka secara hukum dokter wajib melakukan dan tidak ada alasan untuk menolak. Dokter
baru akan mengelurkan hasil visum et repertum jika ada permintaan tertulis dari penyidik
yaitu berupa surat permintaan visum (SPV).
Pada praktek sehari – hari sering SPV datang belakangan. Untuk beberapa hal ini
bisa dimaklumi, mungkin dengan alasan kondisi korban yang tidak memungkinkan untuk
lapor ke polisi, kantor polisi yang jauh atau tidak mengerti tatacara pelaporan ke polisi.
Sehingga yang sering terjadi adalah korban tindak pidana dengan surat permintaan visum
yang datang terlambat, dokter kesulitan dalam membuatkan visum karena luka sudah di
rawat dan tidak ingat lagi deskripsi luka pada saat pertama kali pasien datang, sehingga
barang bukti menjadi tidak asli/ hilang.
Visum adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya, mebuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan dalam

Page 404
pemeriksaan manusia ataupun bagian tubuh manusia, baik dalam keadaan hidup maupun
meninggal berdasarkan keilmuannya.
Dasar hukum Visum et Repertum :
 Lembaran Negara tahun 1973 No. 350 pasal 1 dan pasal 2
 Statsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan 2
 KUHAP Pasal 133
 KUHAP pasal 6 (1)
 Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983
 pasal 179 KUHAP
Peran pembuatan Visum et Repertum dalam proses peradilan adalah sebagai salah
satu barang bukti (corpus delicti) yang sah dipengadilan karena barang buktinya sendiri
telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi Visum et Repertum
merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal
184. Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi.
2. Keterangan ahli.
3. Keterangan terdakwa.
4. Surat-surat.
5. Petunjuk.

Pihak yang berhak meminta VeR :


1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat
Negara untuk menjalankan undang-undang.
2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat
4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C
Syarat pembuat:
· Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
· Di wilayah sendiri
· Memiliki SIP
· Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR korban hidup, yaitu :
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban
atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban
6. Ada identitas pemintanya
7. Mencantumkan tanggal permintaan
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Page 405
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR jenazah, yaitu :
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.

Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas
waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila
belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.

Jenis-jenis Visum et Repertum


Visum et repertum terdiri dari beberapa jenis, antara lain :
1. Visum orang hidup
Yang termasuk visum untuk korban hidup adalah visum yang diberikan untuk
korban luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, psikiatri dan lain-lain.
Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk korban hidup dapat dibedakan atas :
a. Visum seketika ( definitive )
yaitu visum yang langsung diberikan setelah korban selesai diperiksa. Visum
inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.
b. Visum sementara
yaitu visum yang diberikan pada korban yang masih dalam perawatan. Biasanya
visum sementara ini diperlukan penyidik untuk menentukan jenis kekerasan, sehingga
dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam menginterogasi tersangka.
Pemberian visum sementara ini hanya merupakan barang bukti untuk melakukan
penangkapan dan penahanan terhadap terdakwa atas telah terjadinya suatu peristiwa
pidana, misalnya penganiayaan, pemerkosaan, percobaan membunuh dan lain-lain.
Penangkapan dan penahanan tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang dengan
hanya dilandasi adanya dugaan. Akan tetapi harus didasarkan atas bukti-bukti permulaan.
Apabila sikorban sudah sembuh atau sudah meninggal, maka dokter harus
mengganti visum sementara yang telah dikeluarkan terdahulu dan berkewajiban untuk
membuat visum yang baru. Dalam visum yang baru sebagai pengganti visum sementara,
dokter telah sampai pada kesimpulan tentang apa yang dilihat dan diketahuinya dari
tubuh korban unutk bahan pembuktian dipersidangan. Sedangkan visum sementara tadi
tidak dapat diajukan sebagai alat bukti karena dalam visum sementara dokter belum
sampai pada suatu kesimpulan terhadap apa yang dilihat dan didapat dari pemeriksaan
korban.

Page 406
c. Visum lanjutan
yaitu visum yang diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan
merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan sebelumnya.
Dalam visum ini harus dicantumkan nomor dan tanggal dari visum sementara
yang telah diberikan. Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum
lanjutan tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat visum sementara, tetapi
oleh dokter yang terakhir merawat penderita.

Beberapa hal yang akan dituangkan dalam visum et repertum korban hidup adalah
:
1. Kronologis kejadian
2. Keadaan umum pasien
3. Luka/cedera yang ditemukan
4. Tindakan yang dilakukan terhadap pasien
5. Keadaan sewaktu dalam perawatan dan keadaan waktu pulang
6. Pada kesimpulan harus dijelaskan luka/cedera, kekerasan penyebab dan
derajat/kualifikasi luka.
Kesemua unsur diatas harus dituangkan ke dalam visum et repertum, yang
dibuatkan dalam bentuk kalimat dan dalam bahasa Indonesia yang baku.
Deskripsi luka merupakan bagian yang cukup penting dalam visum et repertum.
Tatacara penulisan luka adalah dengan urutan : regio, koordinat, jenis luka, deskripsi luka
dan ukuran luka.
Pada bagian kesimpulan, permasalahan sering terjadi dalam penentuan derajat
luka. Derajat luka sangat berkaitan dengan jenis penganiayaan yang dilakukan dan berat
ringannya ancaman hukuman terhadap pelaku. Pada umumnya penentuan derajat luka
tidaklah sulit bagi dokter akan tetapi sampai saat ini belum ada standarisasi dari
penentuan derajat luka, dokter hanya akan membuat derajat luka berdasarkan pemikiran
mereka masing – masing, sehingga derajat luka bisa berbeda antara satu dokter dengan
dokter yang lainnya. Hal ini tidak menjadi masalah sepanjang apa yang dibuat oleh
dokter bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah.

2. Visum jenazah Visum et repertum jenazah , dapat dibedakan atas beberapa, yaitu :
a. Visum dengan pemeriksaan luar
Pemeriksaan luar yang dimaksud tidak dapat memberikan kepada umum apakah
pemeriksaan pertama bagian luar saja, oleh karena kurang jelas disebutkan tetapi
mungkin pembuat undang-undang hanyalah pemeriksaan luar saja. Pemeriksaan mayat
yang hanya ditujukan pada bagian luar saja pada umumnya kurang dapat memberikan
hasil yang diharapkan dalam membuktikan faktor penyebab kematian sikorban atau
dengan kata lain hasil pemeriksaan tersebut kurang sempurna.
b. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam
Visum ini sering menimbulkan permasalahan antara penyidik, dokter dan
masyarakat terutama dalam visum pemeriksaan luar dan dalam ( autopsy ). Masalah
Page 407
disini adalah hambatan dari keluarga korban bila visum harus dibuat melalui bedah
mayat. Pemeriksaan bedah mayat berarti membuka semua rongga tubuh ( kepala, dada,
perut, dan pinggul ) dan memeriksa semua dapat menentukan sebab kematian maupun
penyakit atau kelainan yang mungkin terdapat pada si korban. Dokter dalam
kesimpulannya hanya membuat keterangan tentang kematian korban, misalnya,kematian
akibat keracunan, pendarahan diotak dan sebagainya.
Hubungan dokter pasien mensyaratkan dijaganya rahasia kedokteran secara ketat
sesuai dengan dengan sumpah dokter menurut peraturan pemerintah No.10 tahun 1996
tentang rahasia kedokteran dengan sanksi hukum dalam pasal 322 kitab undang-undang
hukum pidana (KUHP). Dengan adanya SPV maka dokter yang menangani pasien yang
merupakan korban tindak pidana harus berperan sebagai dokter ”forensik”. Sebagai
dokter “forensik”, dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, serta mengumpulkan berbagai bukti tindak pidana dan melaporkan hasilnya
dalam bentuk VER ke penyidik. visum et repertum di buat berdasarkan undang-undang
yaitu pasal 120, 179,133 ayat 1 KUHP , maka dokter tidak dapat di tuntut karena
membuka rahasia pekerjaan sebagaimana di atur dalam pasal 322 KUHP meskipun
dokter membuat nya tanpa seizin pasien.
3. Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat setelahdokter
selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP
4. Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai
melaksanakan penggalian jenazah.
5. Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan di
sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.
6. Visum et repertum barang bukti, misalnya visum terhadap barang bukti yang
ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak
mani, selongsong peluru, pisau.

Forensik klinik pada kasus perlukaan


Korban dengan tindak pidana berupa perlukaan yang datang ke RS, khususnya
yang lukanya ringan, seringkali telah melapor ke polisi sebelum datang ke dokter. Pada
kasus ini korban datang ke RS dengan membawa Surat Permintaan Visum et Repertum
(SPV) dari penyidik dan seringkali juga dengan diantar oleh penyidik. Pada kasus
semacam ini, bagian admisi RS biasanya langsung menerima SPV, menyatukannya
dengan Medical Record, dan membuat catatan dalam Rekam Medik bahwa kasus tersebut
merupakan “kasus polisi” atau “kasus VER”. Adanya tanda ini merupakan isyarat bagi
dokter Instalasi Gawat Darurat agar ia memeriksa pasien ini secara yang lebih teliti dan
berhati-hati, karena pencatatannya nanti akan dijadikan dasar untuk pembuatan VER.
Pada beberapa RS yang sistemnya baik, khusus untuk kasus semacam ini telah disediakan
suplemen gambar-gambar skematis berbagai bagian tubuh, yang dapat ditambahkan
untuk kemudahan pencatatan luka. Gambar skematis ini penting karena akan
memudahkan pencatatan lokasi luka dan membuat pencatatan luka menjadi lebih cepat
dan mudah. Pada banyak kasus lainnya pasien dengan perlukaan atau keracunan, datang

Page 408
ke RS untuk meminta pertolongan medis. Setelah dokter selesai melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan melakukan pengobatan gawat darurat, ia biasanya telah dapat
memperkirakan apakah kasusnya merupakan kasus tindak pidana atau bukan.
Jika dokter menduga kasus tersebut terjadi akibat suatu tindak pidana, maka
dokter sebaiknya menganjurkan kepada pasien agar melaporkan kasusnya ke polisi untuk
ditangani lebih lanjut secara hukum. Akan tetapi sebagai seseorang yang secara kebetulan
mengetahui bahwa ada tindak pidana yang telah terjadi, dokter punya kewajiban untuk
melaksanakan pasal 108 yang mengatur mengenai pengaduan dan pelaporan tindak
pidana, yang bunyinya sebagai berikut:
1. Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban
peristiwa yang merupakan tindak pidana BERHAK untuk mengajukan laporan atau
pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tulisan
2. Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak
pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum, WAJIB seketika itu juga melaporkan
hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik
3. Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya mengetahui
tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana WAJIB melaporkan hal
tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
Pemeriksaan terhadap pasien yang merupakan korban tindak pidana menyebabkan
dokter harus berperan ganda sebagai dokter klinik dan juga sebagai dokter “forensik”.
Sebagai dokter klinik (attending doctor), dokter mengikat perjanjian perdata dengan
pasien (kontrak terapetik) dalam rangka pengobatan terhadap penyakit pasien. Dalam
hubungan ini dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
lalu menegakkan diagnosis, memberikan pengobatan dan meramalkan prognosis penyakit
pasien.
Pemeriksaan baru dianggap selesai jika dokter telah dapat mengetahui derajat
luka, yaitu pada saat hasil pengobatan dan prognosis telah dapat ditentukan.
Prinsip utama yang harus diingat adalah bahwa dalam penentuan derajat luka kita
melihat dari pandangan medis, tidak melihat siapa korban, apa pekerjaannya. Guna
memudahkan dalam penentuan derajat luka, bisa dengan cara sebagai berikut :
 Luka ringan/ Luka derajat I/ Luka golongan C ; sebagaimana diatur dalam pasal
352 (1) KUHP menyatakan bahwa “penganiayaan yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian,
diancam, sebagai penganiayaan ringan”
 Luka sedang/ Luka derajat II/ Luka golongan B ; Selanjutnya rumusan hukum
tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam pasal 351 (1) KUHP
menyatakan “ penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah “. Pada pasal ini tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila
kita memeriksa seorang dan didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka
korban dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Jadi inti dari pasal ini adalah jika
perbuatan tersebut menimbulkan halangan atau penyakit dalam menjalankan

Page 409
pekerjaan atau jabatan dan percahariannya untuk sementara waktu maka itu
termasuk dalam penganiayaan sedang.
 Luka berat/ Luka derajat III/ Luka golongan A ; penganiayaan yang menimbulkan
luka berat diatur dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa” Jika
perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun”. Pasal 353 (2) KUHP : “Jika perbuatan itu
mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun”. Pasal 354 (1) KUHP : “(1) Barang siapa sengaja melukai
berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana
penjara paling lama delapan tahun”. Pasal 355 (1) : “berat yang dilakukan
dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun”. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90 KUHP secara
limitatif. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu
luka sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka korban tersebut
dimasukkan dalam kategori tersebut. Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah :
 jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
 tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
 kehilangan salah satu panca indera;
 mendapat cacat berat;
 menderita sakit lumpuh;
 terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
 gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Setelah ditentukan derajat luka, selanjutnya kalimat yang akan ditulis didalam
kesimpulan visum adalah: jika luka derajat tiga, kalimatnya sesuai dengan kriteria dalam
pasal 90 KUHP yang cocok dengan luka/cedera yang ditemukan. Jika derajat dua, dipakai
kalimat yang ada di Pasal 351 KUHP (penganiayaan) yaitu : “penganiayaan diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah” dan jika derajat satu, dipakai kalimat yang ada di
pasal 352 KUHP (penganiayaan ringan) yaitu: ”cedera/luka tersebut telah menimbulkan
penyakit/halangan dalam menjalankan pekerjaan/jabatan dan pencahariannya untuk
sementara waktu”.
Yang diharapkan dari dokter adalah dari sudut pandang ilmu kedokteran. Dokter
dapat membantu kalangan hukum dalam menilai berat ringan luka yang dialami korban
pada waktu atau selama perawatan yang dilakukannya.
Pada kecelakaan luka yang ditimbulkan umunya karena kekerasan tumpul, tetapi
dapat pula terjadi karena kekerasan tajam atau karena luka tembak. Biasanya berlokasi
pada satu sisi tubuh misalnya saat jatuh pada satu sisi tubuh, tetapi dapat pula pada
seluruh tubuh ( berguling-guling). Arah luka tidak menentu.

Page 410
Forensik klinik pada kasus korban kejahatan seksual
Kejahatan seksual merupakan semua tindakan seksual, percobaan tindakan
seksual, komentar yang tidak diinginkan, perdangangan seks dengan menggunakan
paksaan, ancaman, paksaan fisik oleh siapa saja tanpa memandang hubungan dengan
korban, dalam situasi apapun yang tidak terbatas baik di dalam rumah maupun
lingkungan lainnya.
Persetubuhan menurut Arrest HR 5 februari 1912 merupakan masuknya alat
kelamin pria kedalam alat kelamin wanita dengan atau tanpa keluarnya cairan mani.
Kejahatan seksual yang diatur dalam undang–undang diantaranya adalah
perkosaaan dan pencabulan.
Dokter perlu mengetahui ketentuan hukum yang berakaitan dengan tindak pidana
kekerasan pada manusia, agar memahami bantuan apa yang diperlukan penegak hukum
dari dokter.

Kejahatan seksual diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu :


1. Perkosaan
Perkosaan adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menyetubuhi seorang
wanita di luar perkawinan sesuai dengan pasal 285 KUHP yang menyatakan “Barang
siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun”. Pengertian kekerasan tidak saja mencederai
korban, tetapi membuat korban pingsan atau tidak berdaya dengan mempergunakan
alkoholatau obat-obatan juga termasuk kekerasan seperti yang diatur dalam KUHP pasal
89 “Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan” dan KUHP pasal 286 KUHP “Barang siapa bersetubuh dengan seorang
wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan
atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Hukuman maksimal untuk kasus perkosaan ini adalah 12 tahun kurungan penjara.
Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita bila berusia belum 15 tahun
tetapi sudah lebih dari 12 tahun maka penuntutan dilakukan bila korban dan keluarganya
mengadu kepada penyidik yang dikenal sebagai delik aduan. Tetapi bila umur korban
belum 12 tahun maka tidak diperlukan pengaduan. Pelaku dapat dihukum maksimal 9
tahun penjara, jika persetubuhan dilakukan terhadap wanita yang diketahui atau
sepatutnya dapat diduga berusia dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin sesuai
dengan KUHP pasal 287 yaitu :
(1)Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau
kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
(2)Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya wanita belum

Page 411
sampai dua belas tahun atau jika ada salah suatu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294.
Pasal 290 KHUP menyatakan bahwa “ (1) Kalau salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 286, 287, 288 dan 290 itu berakibat luka berat, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Kalau salah satu kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 289 dan 290 itu berakibat matinya orang,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Ketentuan hukum yang lain tentang persetubuhan tehadap wanita yang belum
pantas kawin adalah KUHP pasal 288 :
(1)Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinan, yang
diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin, diancam, apabila
perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2)Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
(3)Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2. Perbuatan cabul
Pencabulan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang didorong
oleh keinginan seksual untuk melakukan hal-hal yang dapat membangkitkan hawa nafsu
birahi, sehingga menimbulkan kepuasan pada dirinya tanpa ikatan suami-istri.
Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, maka ia akan diancam
dengan hukuman maksimal 9 tahun penjara, sesuai dengan Pasal 289 KUHP “Barang
siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan
yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun”. Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun jika dilakukan terhadap
orang yang sedang pingsan, tidak berdaya, dengan umur dibawah 15 tahun atau belum
pantas dikawin dengan atau tanpa bujukan sesuai dengan Pasal 290 KUHP ayat (1).
barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa
orang itu pingsan atau tidak berdaya;( 2). barang siapa melakukan perbuatan cabul
dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya
belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin. Sedangkan perbuatan cabul yang dilakukan terhadap orang
yang belum dewasa oleh sesama jenis diancam penjara maksimal 5 tahun sesuai dengan
asal 291 KUHP (1) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 2 87, 289, dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun;
(2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 2 86, 287, 289 dan 290
mengakibatkan kematian dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara pemberian, menjanjikan uang atau
barang, menyalahgunakan wibawa atau penyesatan terhadap orang yang belum diancam

Page 412
dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun sesuai dengan pasal 293 KUHP (1) ”Barang
siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa
yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan
seorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya,
diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun”. Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak, anak tiri, anak angkat,
anak yang belum dewasa yang pengawasan, pemeliharaan, pendidikan atau penjagaannya
diserahkan kepadanya, dengan bujang atau bawahan yang belum dewasa diancam dengan
hukuman penjara maksimal 7 tahun sesuai dengan pasal 294 KUHP yang menyatakan “
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak
piaraannya, anak yang di bawah pengawasannya, orang di bawah umur yang diserahkan
kepadanya untuk dipelihara, dididiknya atau dijaganya, atau bujangnya atau orang yang
di bawah umur, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.
Orang yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan, menjadi penghubung bagi
perbuatan cabul terhadap korban yang belum cukup umur diancam hukuman penjara
maksimal 5 tahun sesuai dengan pasal 295 KUHP (1) “Diancam: 1. dengan pidana
penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau
memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya,
atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum
dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya,
ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain;
2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1
di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang
sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain.

Pembuktian Persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke dalam
vagina, penetrasi tersebut dapat lengkap atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa disertai
ejakulasi.
Hal penting yang harus ditentukan dan dievaluasi pada korban kejahatan
seksual, yaitu :
Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan

Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke


dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa
terjadinya pancaran air mani, sehingga besarnya zakar dengan ketegangannya, sampai
seberapa jauh zakar masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan
mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat dipastikan bahwa pada
wanita tidak terjadi penetrasi, sebaliknya adanya robekan pada hymen hanya merupakan

Page 413
pertanda adanya sesuatu benda (penis atau benda lain), yang masuk ke dalam vagina.
Apabila pada persetubuhan tersebut disertai dengan ejakulasi dan ejakulat tersebut
mengandung sperma, maka adanya sperma di dalam liang vagina merupakan tanda pasti
adanya persetubuhan. Apabila ejakulat tidak mengandung sperma maka pembuktian
adanya persetubuhan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat
tersebut. Komponen yang terdapat di dalam ejakulat dan dapat diperiksa adalah enzim
asam fosfatase, kholin dan spermin. Ketiganya bila dibandingkan dengan sperma, nilai
untuk pembuktian lebih rendah oleh karena ketiga Komponen tersebut tidak spesifik.
Walaupun demikian enzim fosfatase masih dapat diandalkan, oleh karena kadar asam
fosfatase yang normalnya juga terdapat dalam vagina, kadarnya jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan asam fosfatase yang berasal dari kelenjar prostat.

Dengan demikian, apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan


persetubuhan itu tidak sampai berakhir dengan ejakulasi, dengan sendirinya pembuktian
adanya persetubuhan secara kedokteran forensik tidak mungkin dapat dilakukan secara
pasti. Sebagai konsekuensinya dokter tidak dapat secara pasti pula menentukan bahwa
pada wanita tidak terjadi persetubuhan. Maksimal dokter harus mengatakan bahwa pada
diri wanita yang diperiksa itu tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan, yang mencakup
dua kemungkinan: pertama, memang tidak ada persetubuhan, dan kedua, persetubuhan
ada tetapi tanda-tandanya tidak dapat ditemukan.
Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka perkiraan saat
terjadinya persetubuhan harus pula ditentukan. Hal ini menyangkut masalah alibi yang
sangat penting di dalam proses penyidikan. Sperma di dalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4-5 jam setelah persetubuhan. Sperma masih dapat ditemukan
tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan pada korban yang hidup.
Sedangkan pada orang yang mati sperma masih dapat ditemukan dalam vagina paling
lama sampai 7-8 hari setelah persetubuhan. Perkiraan saat terjadinya persetubuhan juga
dapat ditentukan dari proses penyembuhan selaput dara yang robek, yang pada umumnya
penyembuhan akan dicapai dalam waktu 7-10 hari setelah persetubuhan.

Trauma genitalia dan anus perempuan dapat disebabkan akibat paksaan penetrasi.
Penetrasi dapat berupa penis yang ereksi ataupun semiereksi, bagian tubuh lain seperti
jari dan lidah, atau benda lainnya. Daerah frenulum posterior , labia mayora dan minora,
hymen dan perianal merupakan lokasi cedera yang paling sering ditemukan.

Page 414
Tabel 1. Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban kejahatan seksual

Penyebab Hasil pemeriksaaan yang diharapkan

o Robekan pada selaput dara


Penetrasi zakar o Luka-luka pada bibir kemaluan dan
dinding vagina

o Sperma di dalam vagina


Pancaran air mani o Asam fostase, kholin dan sperma di
(ejakulasi) dalam vagina
o Kehamilan

o G.O. (kencing nanah)


o Lues (sifilis)
Penyakit kelamin

Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan

Beberapa lokasi luka yang sering ditemukan untuk pembuktian adanya kekerasan
yaitu pada daerah mulut dan bibir, leher, puting susu, pergelangan tangan, pangkal paha
serta di sekitar dan pada alat genital, dan biasanya berbentuk luka-luka lecet bekas kuku,
gigitan serta luka memar.
Di dalam hal pembuktian adanya kekerasan, tidak selamanya kekerasan tersebut
meninggalkan jejak atau bekas berbentuk luka. Oleh karena itu tidak ditemukannya luka
tidak berarti bahwa tidak terjadi kekerasan, sehingga penting bagi dokter untuk berhati-
hati mengggunakan kalimat tanda-tanda kekerasan dalam VeR yang dibuat.

Menetukan pingsan atau tidak berdaya

Hal ini sesuai dengan KUHP pasal 286. Pembiusan dikategorikan pula sebagai
tindakan kekerasan maka diperlukan pemeriksaan toksikologi pada korban untuk
menentukan ada tidaknya obat atau racun yang kiranya dapat membuat wanita menjadi
pingsan.

Page 415
Memperkirakan umur

Tujuan pemeriksaan untuk memperkirakan umur korban salah satunya mengacu


pada pasal 287 KUHP bahwa” barang siapa yang bersetubuh dengan seorang wanita
diluar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa
umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum
waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Tindak pidana ini merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut undang-undang
belum cukup umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12
tahun, penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan (delik
aduan).
Selain itu, pentingnya memperkirakan umur korban juga didasarkan pada pasal 81
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, bahwa:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap
orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pada kasus dimana umur korban belum jelas, maka memperkirakan umur
merupakan pekerjaan yang paling sulit, karena tidak ada satu metodepun yang dapat
memastikan umur seseorang dengan tepat. Dengan teknologi kedokteran yang canggih
pun maksimal hanya sampai pada perkiraan umur saja.
Perkiraan umur dapat diketahui dengan melakukan serangkaian pemeriksaan yang
meliputi pemeriksaan fisik, ciri-ciri seks sekunder, pertumbuhan gigi, fusi atau penyatuan
dari tulang-tulang khususnya tengkorak serta pemeriksaan yang memerlukan berbagai
sarana serta keahlian seperti pemeriksaan keadaan pertumbuhan gigi atau tulang dengan
menggunakan rontgen.
Dalam menilai perkiraan umur, dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan
bentuk badan korban sesuai dengan yang dikatakannya. Keadaan perkembangan
payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu dikemukakan. Ditentukan apakah gigi
geraham belakang ke-2 (molar ke-2) sudah tumbuh (terjadi pada umur kira-kira 12 tahun,
sedangkan molar ke-3 akan muncul pada usia 17-21 tahun atau lebih). Juga harus
ditanyakan apakah korban sudah pernah menstruasi bila umur korban tidak diketahui.
Selain itu perkiraan umur pada korban kejahatan seksual adalah dengan
memperhatikan ciri-ciri seks sekunder. Dalam hal ini termasuk perubahan pada genitalia,
payudara dan tumbuhnya rambut-rambut seksual yang pertama tumbuh hampir selalu di

Page 416
daerah pubis.
Sexual Maturation Rate (SMR) atau dikenal juga dengan Tanner Staging
merupakan penilaian ciri seks sekunder. SMR didasarkan pada penampakan rambut
pubis, perkembangan payudara dan terjadinya menarke pada perempuan. SMR stadium 1
menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan prapubertal, sedangkan stadium 2-5
menunjukkan pubertas progress. SMR stadium 5 pematangan seksual sudah sempurna.
Pematangan seksual berhubungan dengan pertumbuhan liniar, perubahan berat badan dan
komposisi tubuh, dan perubahan hormonal.

Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin.


Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin diperlukan untuk menentukan
pasal mana yang paling tepat dikenakan bagi si pelaku. Sebab, bila korban dikawin disaat
ia belum memenuhi syarat secara hukum dan undang-undang yang berlaku, maka si
pelaku harus dipidana. Terlebih lagi apabila korban masih di bawah umur, maka pelaku
dapat dikenakan sanksi sesuai pasal dalam KUHP maupun Undang-Undang nomor 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Penentuan pantas tidaknya seseorang untuk dikawin sangat tergantung dari
banyak hal, salah satunya dari segi mana seseorang tersebut ingin dilihat, apakah dari
segi biologis, sosial atau sebagai manusia seutuhnya serta berdasarkan undang-undang
yang berlaku.
Secara biologis jika persetubuhan dilakukan untuk mendapatkan keturunan,
pengertian pantas tidaknya buat kawin tergantung dari apakah korban telah siap untuk
dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah pernah mengalami menstruasi atau belum.
Bila dilihat dari segi perundang-undangan, yaitu undang-undang perkawinan pada Bab II
(Syarat-syarat perkawinan) pada pasal 7 ayat (1) berbunyi: “perkawinan hanya diizinkan
jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
tahun. Dengan demikian terbentur lagi pada masalah penentuan umur korban.”

Forensik klinik pada kasus KDRT


UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga No. 23 Tahun 2004 Pasal 1
angka 1 (UU PKDRT) memberikan pengertian bahwa: “Kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.”
Menurut UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 2 lingkup rumah tangga meliputi :
a. Suami, isteri, dan anak
b.Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang suami, istri, dan anak
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c.Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut.
Page 417
Mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud :
1. Kekerasan Fisik
Merupakan perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit , jatuh sakit, atau luka berat.
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam ruang lingkup
rumah tangga diancam dengan pidana 5-15 tahun penjara atau denda 15-45
jutarupiah. Kekerasan fisik yang menimbulkan penyakit/halangan dalam
menjalankan pekerjaan/pencarian ,erupakan delik aduan.
2. Kekerasan Psikis
Merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang
3. Kekerasan Seksual
Meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, maupun pemaksaan hubungan
seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain
untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual seperti
memaksa isteri melakukan seksual walaupun isteri dalam kondisi lelah dan tidak
siap termasuk saat haid, memaksa isteri melakukan hubungan seks dengan laki-
laki lain.
4. Penelantaran rumah tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku
bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar
rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Penelantaran
seperti meninggalkan isteri dan anak tanpa memberikan nafkah, tidak
memberikan isteri uang dalam jangka waktu yang lama bahkan bertahun-tahun
Karakteristik kasus KDRT
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus
memeriksa kesehatan korban sesuai standar profesinya, membuat laporan tertulis dan
VER atas permintaan penyidik dan kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki
kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti. Pelayanan kesehatan tersebut harys
didapatkan pada saran kesehatan milik pemerintah maupu swasta.
Tenaga kesehatan memang sering menjadi orang pertama yang ditemui oleh
korban KDRT, Karen aitu selaku dokter harus mampu mengenali kasus semacam ini,
karena sebagian akan mencerita kejadian sebenarnya tapi sebagian lagi tidak. Korban
KDRT umumnya datang dengan keluhan yang biasa dikategorikan ringan misalnya luka
lecet atau memar. Adapula yang datang dengan keluhan sakit kepala, mual, sakit perut,
atau diare, serta keluhan non spesifik lainnya. Pada umumnya pada kasus-kasus tersebut
ketahan mental mereka runtuh namun tidak tahu harus kemana sehingga kesaran
kesehatanlah yang mereka tuju.

Page 418
Ciri lain dalah mereka datang terlambat, dalam arti kejadian sudah satu atau dua
hari sebelum mereka datang ke sarana kesehatan. Korban dengan cedera kepala ringan
atau sedang baru datang ke dokter satu atau dua hari kemudian dengan alasan baru
mampu ( secara fisik )untuk keluar rumah saat itu. Koeban dengan luka yang cukup berat
dan membutuhkan tindakan medis jarang datang sendiri. Biasanya mereka datang
didampingi oleh pelaku. Setiap pertanyaan yang ditanyakan oleh tenaga kesehatan
dijawab oleh sipengantar dan jika dianalisa umumnya terdapat ketidaksinkronan antara
cerita dan luka yang ditemukan. Dan juga terdapat luka yang berbeda umurnya. Karena
perilaku abusive adalah perilaku yang berulang, maka pada korban dapat ditemukan luka
baru dan luka lama secara bersama-sama pada saat pemeriksaan.

Pemeriksaan Kedokteran Forensik dalam kasus KDRT


Pada kasus yang berhubungan dengan tindakan criminal, dokter dituntut untuk
mampu manjadi penilai/assessor. Dalam mengahadapi kasusu dengan kecurigaan KDRT,
yang pertama dapat dilakukan adalah mengupayakn anamnesa lebihh mendalam terhadap
tehadap korban tanpa didampingi oleh pihak pengantar. Apabila dokter dan korban
berbeda jenis kelamin, sebaiknya didampingi oleh perawat. Yakinkan pada pasien bahwa
dia dapat bercerita dengan aman tanpa didengar oleh pelaku/pengantar. Setelah itu
dilakuakn pemeriksaan secara menyeluruh dan seksama untuk menilai luka-luka yang
baru serta mencari kemungkinan luka lama yang dapat menujukkan adanya kekerasan
berulang. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan kecurigaan
seperti bone-scan pada kasus kekerasan terhadap anak. jangan lupa untuk membuat
cacatan rekam medik lengkap dan mudah dibaca.
Pada pemeriksaan terhadap terhadap korban kekerasan fisik dalam rangka
pembuatan visum, perlu memperhatikan klasifikasi lukayang mengacu pada pasal 44UU
PKDRT, yaitu :
a) Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari
b) Mengakibtakan jatuh sakit atau luka berat
c) Mengakibatkan kematian Pada pemeriksaan terhadap korban
kekerasan seksual, dalam rangka pembuatan kesimpulan visum. selain
mencari bukti-bukti adanya hubungan seksual dan tanda-tanda kekerasan, harus
pula dinilai pakah korban :
a) Mendapatkan luka yang tidak memberikan harapan akan sembuh
Sama sekali
b) Mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-
kurangnya 4 minggu terus menerus atau satu tahun tidak berturut-
turut.
c) Gugur atau matinya janin dalam kandungan
d) Akibat tindakan tersebut mengalami tidak berfungsinya alat

Page 419
Reproduksi.

Forensik klinik pada kasus keracunan/peracunan


Pelayanan forensik klinis kasus keracunan pada prinsipnya adalah mengumpulkan
bukti-bukti penggunaan racun dan menginterpretasikannya dalam bentuk sertifikasi yang
dapat dijadikan bukti dan dapat diterima di pengadilan.Informasi yang melatarbelakangi
keracunan menjadi salah satu bukti yang perlu digali dan dikumpulkan. Pemeriksaan
forensik dalam kasus keracunan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu atas dasar dari
tujuan pemeriksaan itu sendiri. Yang pertama, bertujuan untuk mencari penyebab
kematian, misalnya kematian karena keracunan morfin, sianida, keracunan
karbonmonoksida serta keracunan insektisida dan lain sebagainya. Yang kedua, dan ini
sebenarnya yang terbanyak kasusnya akan tetapi belum banyak disadari, adalah untuk
mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa pembunuhan, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan pesawat udara dan perkosaan dapat terjadi. Dengan demikian tujuan
yang kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang
terjadi, sampai sejauh mana obat-obatan atau racun tersebut berperan sehingga
kecelakaan pesawat udara misalnya, dapat terjadi.
Pemeriksaan korban keracunan pada prinsipnya sama secara medis maupun
secara forensik klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan.
Perbedaan yang ada adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa sertifikasi yang
memberi batuan pembuktian hukum terhadap korban. Sertifkasi yang dimaksud adalah
diterbitkannya visum et repertum peracunan.
Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis dapat bersifat autoanamnesis bila
korban kooperatif atau alloanamnesis baik terhadap keluarga koban atau penyidik.
Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam anamnesis :
- Jenis racun
- Cara masuk racun (route of administration) : melalui ditelan, terhisap
bersama udara pernafasan, melalui penyuntikan, penyerapan melalui kulit
yang sehat atau kulit yang sakit, melalui anus atau vagina.
- Data tentang kebiasaan dan kepribadian korban
- Keadaan sikiatri korban
- Keadaan kesehatan fisik korban
- Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang digunakan seperti penyakit,
riwayat alergi atau idiosinkrasi atau penggunaan zat-zat lain (ko-medikasi).

Dalam pemeriksaan fisik, harus dicatat semua bukti-bukti medis meliputi tanda-
tanda mencurigakan pada tubuh korban seperti bau tertentu yang keluar dari mulut atau
saluran napas, warna muntahan dan cairan atau sekret yang keluar dari mulut atau saluran
napas, adanya tanda suntikan, dan tanda fenomena drainage. Gejala-gejala dan perlukaan
tertentu harus dicatat seperti kejang, pin point pupil atau tanda gagal napas. Demikian
juga terhadap luka-luka lecet sekitar mulut, luka suntikan atau kekerasan lainnya. Bau-
bau tertentu harus dikenali dalam pemeriksaan seperti bau amandel pada keracunan
sianida, bau pestisida atau bau minyak tanah yang dipakai sebagai pelarut.
Beberapa pertimbangan yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa untuk
mengetahui jenis racun yang masuk kedalam tubuh korban dapat melalui pemeriksaan
pada tinja korban atau dari bahan yang dimuntahkan oleh korban. Gejala yang

Page 420
ditimbulkan tergantung kepada jenis dan klasifikasi racun. Misalnya racun yang bersifat
korosif akan meninggalkan bekas pada bagian luar tubuh. Racun yang bersifat iritan
menyebabkan gejala yang mirip seperti kolera. Racun dari jenis spinal menyebabkan
rangsangan sehingga bisa menyebabkan kejang-kejang. Bukti-bukti yang sangat
menjurus adanya keracunan adalah dengan ditemukannya racun pada makanan, obat,
bahan yang dimuntahkan, urine atau feses. Dengan demikian setiap menangani kasus
yang diduga karena keracunan, setiap bahan tersebut diatas harus diambil untuk
pemeriksaan laboratorium.
Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan menggunakan Racun melalui
Visum Et Repertum 13,14
1. Dasar – Dasar Untuk Pembuktian
Dasar – dasar dibawah ini adalah kunci untuk membuktikan bahwa seseorang
telah diracuni:
a. Penemuan ; penemuan ini terdiri dari pembuktian secara legal dan demonstrasi
berdasarkan keraguan yang beralasan bahwa kematian tersebut disebabkan oleh racun.
Jangan pernah lupa pentingnya rantai pembuktian berdasarkan spesimen yang telah
diperiksa.
b. Alasan : hal ini sangat penting karena peyelidik harus menentukan secara jelas
maksud yang ada dibelakang tindakan peracunan tersebut. Mengapa kita harus
mengetahui tindakan yang dilakukan terhadap korban ? Hal ini menjadi dasar mengapa
penelitian tertutup terhadap korban (victimology) menjadi kunci utama terhadap kasus.
c. Maksud : merupakan tujuan dari seseorang individu yang mendapatkan tugas
dalam menjalankan aksinya. Disini penyelidik akan menyertai keterangan tentang
maksud dari suatu tindakan kriminal.
d. Akses dalam kepemilikan racun yang menjadi penyebab terhadap kematian :
seorang penyidik kriminal harus menunjukkan fakta – fakta seperti bukti pembelian
bahan racun (resep atau tanda tangan pada pencatatan pembelian). Apakah paket yang
berisi racun tersebut masih dalam bentuk asli, dibungkus atau terdapat di dalam kaleng
yang berhubungan dengan tersangka? Hal ini cukup untuk membuktikan bahwa tersangka
mempunyai akses dari tempat kerjanya, yaitu menggunakan bahan beracun yang berasal
dari tempat kerjanya atau mempunyai hobi yang melibatkan penggunaan bahan beracun
tersebut.
e. Akses terhadap korban : apakah terdapat suatu bukti bahwa tersangka
mempunyai pengetahuan tentang kebiasaan sehari – hari korban, apakah tersangka
mempunyai kesempatan untuk menguasai pertahanan diri dari korban dan apakah
tersangka dapat dengan mudah memberikan racun kepada korban baik secara langsung
maupun tidak langsung?
f. Kematian yang disebabkan oleh racun : harus ada data yang mencukupi, fakta –
fakta yang dapat mendukung dan alasan sehingga dapat menegakkan pernyataan ini.
Harus diingat bahwa dalam membuktikan bahwa seseorang mati karena racun, harus
didapatkan adanya bukti racun yang terdapat di dalam sistem sirkulasi darah dan/atau
organ tubuh. Jika adanya bukti racun di saluran gastrointestinal tidak dapat membuktikan

Page 421
bahwa kematian disebabkan oleh racun. Hal ini dikarenakan saluran gastrointestinal yang
secara anatomi dimulai dari mulut sampai anus bentuknya seperti pipa air taman,
berbentuk cekung dan terbuka pada kedua ujungnya, dan secara topografi terletak di
bagian luar dari tubuh. Oleh karena itu, untuk menjadikan hal tersebut menjadi
berbahaya, senyawa racun tersebut harus di absorbsi melewati dinding usus dan masuk
kedalam sistem sirkulasi sistemik sehingga racun tersebut dapat menempati lokasi yang
dapat mengakibatkan efek yang tidak menguntungkan.
g. Pembunuhan : hal ini tidak hanya dapat dibuktikan secara analitik atau melalui
autopsi saja tetapi tergantung dari kinerja penyidik krimininal pada olah TKP dan
pemeriksaan saksi mata. Penjelasan ini harus dikategorikan untuk menyingkirkan
kemungkinan bahwa kematian disebabkan oleh kecelakaan, penyalahgunaan substansi
berbahaya yang disengaja, atau merupakan tindakan bunuh diri.
Kesimpulannya, untuk memastikan kemungkinan adanya penghukuman, sangat
penting sekali bahwa pembuktian dari dasar penyidikan harus sangat jelas berdasarkan
kepada kesimpulannya yaitu kematian yang disebabkan oleh racun, yang memungkinkan
atau tidak memungkinkan adanya orang lain mempunyai akses untuk menambahi
substansi racun tersebut dan terdakwa tersebut mengetahui efek dari dosis letal pada
korban.
2. Pemeriksaan Peristiwa Keracunan
Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang
sejak semula sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan dan kasus yang
sampai saat ini sebelum otopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan
keracunan. Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pemeriksaan
setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada otopsi
ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan zat tertentu, misalnya bau
kutu busuk pada keracunan malation. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan
perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penting yaitu pemeriksaan di tempat kejadian,
pemeriksaan forensik dan pemeriksaan toksikologi.
 Pengelompokan racun dibagi berdasarkan:
1) Sumber racun.
Racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti opium (dari Papaver
somniferum), kokain , kurare, aflatoksin (dari Aspergilus niger), Amygdala (sianida
dalam tumbuhan). Racun yang berasal dari hewan : bias/ toksin ular/ laba-laba/ hewan
laut. Berasal dari mineral : arsen, timah hitam atau sintetik : heroin. a. Pengelompokan
Jenis Racun
2) Tempat Dimana Racun Berada.
a. Racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas beracun di alam.
b. Racun yang terdapat dalam rumah tangga misalnya, deterjen, desinfektan,
insektisida, pembersih (cleaners).
3) Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida,
pestisida. Racun yang digunakan dalam industry dan laboratorium, misalnya asam, basa
kuat, dan logam berat.

Page 422
4) Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya CN dalam singkong, toksin
botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta “racun” dalam bentuk obat, misalnya hipnotik,
sedative dan lain sebagainya.
5) Racun yang banyak beredar dikalangan medis. Hipnotika, sdativa,
transqullizer, Anti Depresan, Analgetika, Narkotika, Antibiotika.
6) Mekanisme kerja
a. Racun yang bekerja local atau setempat.
o Zat- zat korosif: lisol, asam urat, basa kuat.
o Zat yang bersifat iriatan: arsen, HgCl2.
o Zat yang bersifat anestetik: kokain, asam karbol.
b. Racun yang bekerja secara sistemik.
o Narkotika, barbiturat dan alcohol, terutama berpengaruh terhadap susunan
syaraf pusat.
o Digitalis dan amsam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.
o Karbon-monoksida dan sianida terutama berpengaruh terhadap sisetem
enzym pernafasan dalam sel.
o Insektisida golongan “chlorinated hydrocarbon”, dan golongan fosfor
organic; terutama berpengaruh terhadap hati.
o Strychnine, terutama berpengaruh pada medulla spinalis.
o Cantharides dan HgCl2; terutama berpengaruh terhadap ginjal.

c. Racun yang bekerja secara local dan sisematik.


o Asam okslat.
o Asam karbol.
o Arsen.
o Garam Pb.
o Racun yang mengikat gugus sulfhidril(-SH) misalnya Pb, yang
berpengaruh pada ATP-ase.
o Racun yang membentuk methemoglobin misalyna nitrat dan nitrit (nitrat
dalam usus oleh flora usus diubah menjadi nitrit).
o Berikut ini daftar beberapa racun umum dan gejalanya

Asam (HCL, H2SO4) Seperti terbakar sekitar mulut,


bibir, hidung
Aniline (hypnotic, nitrobenzene) Kulit muka dan leher terlihat
gelap
Atropine (belladonna), Dilatasi pupil
scopolamine
Arsenic (metal, mercuri, tembaga) Berat, diare yang tidak jelas
sebabnya
Basa Seperti terbakar sekitar mulut,
bibir, hidung
Asam karbol Bau seperti disinfectan

Page 423
Karbon mono oksida Kulit merah terang
Cyanide Mati cepat, kulit merah, bau
seperti buah peach
Racun makanan Muntah, sakit perut
Nikotin Kejang
Asam oksalat Bau seperti bawang
Opiat Miosis pupil
Natrium fluoride Kejang

Strychnine Kejang, muka dan leher gelap

Metal Diare, muntah, sakit perut

 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan


Dalam menyelidiki suatu kasus forensik karena keracunan baik secara sengaja
maupun tidak, seorang ahli kedokteran forensik harus memperhatikan beberapa faktor
yang mempengaruhinya. Untuk mengidentifikasikan faktor yang mempengaruhi
toksisitas harus mengetahui mekanisme farmakologik dari bahan kimia atau obat
terhadap makhluk hidup termasuk orang. Sehingga seorang ahli kedokteran forensik
harus mengetahui dasar-dasar respons tubuh terhadap obat tersebut. Untuk itu perlu
diketahui terlebih dahulu faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan, antara lain :
1. Cara masuk
a. Ditelan (peroral, ingesti)
b. Terhisap berasama udara pernafasan (Inhalasi)
c. Melalui penyuntikan (parenteral, injeksi, seperti intravena, intramuscular,
intraperitoneal)
d. Penyerapan melalui kulit yag sehat atau yang sakit
e. Melalui anus atau vagina (perektal, pervaginam)
Berdasarkan kecepatan kerjanya, maka racun paling cepat menimbulkan efek
pada manusia bila masuknya racun secara inhalasi, kemudian secara berturut-turut
intramuscular, intraperitoneal dan paling lambat ialah bila melalui kulit yang sehat.
2. Umur
Kecuali untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih
sensitive misalnya pada barbiturate. Bayi premature lebih rentan terhadap obat karena
eksresi melalui ginjal belum sempurna dan aktiviatas mikrosom dalam hati belum cukup.
3. Kondisi tubuh
Penderita penyakit ginjal umumnya lebih muda mengalami keracunan. Pada
penderita demam dan penyakit lambung, absorbsi dapat terjadi dengan lambat. Bentuk
fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung berisi atau kosong.
4. Kebiasaan

Page 424
Sangat berpengaruh pada racun golongan alcohol dan morfin sebab dapat terjadi
toleransi, tetapi toleransi tidak dapat menetap, jika suatu ketika dihentikan, maka
toleransi akan menurun lagi.
5. Waktu pemberian
Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan, absorbs terjadi lebih baik
sehigga efek akan timbul lebih cepat.
6. Kuantitas (dosis) racun
Pada umumnya dosis racun yang besar akan menyebabkan kematian yang lebih
cepat. Tetapi pada beberapa kasus, misalnya racun tembaga sulfat dalam dosis besar akan
merangsang muntah sehingga racun dikeluarkan dari dalam tubuh.
 Proses Pemeriksaan Di Tempat Kejadian (olah TKP)
Pemeriksaan ditempat kejadian penting untuk membantu penentuan penyebab
kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan untuk
menjelaskan apakah orang itu mati karena keracunan, misalnya dengan memeriksa
tempat obat, apakah ada sisa obat atau pembungkusnya. Apakah terdapat gelas atau alat
minum lain, atau ada surat perpisahan/ peninggalan jika merupakan kasus bunuh diri.
Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian, kapan terakhir kali
ditemukan dalam keadaan sehat, sebelum kejadian ini apakah sehat-sehat saja. Berapa
lama gejala yang timbul setelah makan/ minum terakhir, dan apa saja gejala-gejalanya.
Bila sebelumnya sudah sakit, apa penyakitnya, obat-obat apa yang diberikan serta siapa
yang memberi. Pada kasus kecelakaan, misalnya pada anak-anak, tanyakan dimana zat
beracun disimpan, apakah dekat makan minuman. Bagaimana keadaan emosi korban
tersebut sebelumnya dan apakah pekerjaan korban. Kemungkinan adanya industrial
poisoning, yaitu racun yang diperoleh dari tempat dia bekerja. Mengumpulkan barang
bukti. Kumpulkan obat-obatan dan pembungkusnya muntahan harus diambil dengan
kertas saring dan disimpan dalam toples, periksa adanya tiket dari apotik dan jangan lupa
memeriksa tempat sampah.

Aspek hukum dan medikolegal

Toksikologi forensik : Mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang


mempunyai efek membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai untuk
membantu mencari/menjelaskan penyebab kematian pada penyelidikan seperti kasus
pembunuhan (Buchari, 2010)

a) KUHP Pasal 202 – 205

Pasal 202

(1) Barangsiapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa sumber atau ke
dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau

Page 425
bersama-sama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan
itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun.

Pasal 203

(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang


sesuatu dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan
air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang
lain, sehingga karena perbuatan itu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Jika perrbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.

Pasal 204

(1) Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan


barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang,
padahal sifat; berbahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun.

Pasal 205

(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang


yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau dibagi-
bagikan tanpa diketahui sifat berbahanya oleh yang membeli atau yang
memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana dengan paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.
(3) Barang–barang itu dapat disita (Kitab Undang-undang Hukum Pidana, 2010)

Page 426
b) Undang-undang RI No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika
 Penyalahgunaan (pasal 59 ayat 1a)
 Pengedar (pasal 59 ayat 1c)
 Produsen (pasal 59 ayat 1 dan 2)

c) Undang-undang RI No.35 Tahun 2009 tentang narkotika

d) Keppres RI No.3 Tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman


beralkohol

e) Pasal 133 ayat 1 KUHAP

Pasal 133

(1) Dalam hal ini penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

Forensik Klinik pada kasus psikiatri


Istilah psikiatri forensik merupakan terjemahan dari forensic psychiatry
merupakan suatu istilah yang sudah lazim digunakan psychiatry forensik merupakan sub
spesialisasi ilmu kedokteran yang menelaah mental manusia dan berfungsi membantu
hukum dan peradilan. Sub spesialisasi ini merupakan titik singgung antara ilmu
kedokteran dan ilmu hukum dimana kegiatan utamanya adalah pembuatan Visum et
Repertum Psychiatricum untuk kasus pidana sebagai salah satu alat bukti seperti yang
tercantum dalam pasal 184 (1) KUHAP yakni sebagai keterangan ahli.
Dasar Hukum Pemeriksaan Psikiatri Forensik :
 UU Kesehatan nomor 36 /2011 Pasal 150:
(1)Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakan hukum (visum et
repertum psychiatricum) hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran
jiwa pada fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)Penetapan status kecakapan hukum seseorang yang diduga mengalami
gangguan kesehatan jiwa dilakukan oleh tim dokter yang mempunyai keahlian
dan kompetensi sesuai dengan standar profesi.

Kedudukan dokter dalam psikiatri forensic tidak sebagai terapis tetapi sebagai
perpanjangan tangan petugas hukum
Tugas dokter :
- menemukan fakta-fakta sebagai bukti
- berupaya memenuhi unsure untuk pengambilan keputusan dipengadilan

Indikasi pemeriksaan psikiatri forensik

Page 427
Pada delik pidana (pelaku):
 Menganiaya berat korbannya
 Disertai kejahatan seksuil berat
 Ada kesan terganggu jiwanya
 Residivis kronis yang tidak bias diterangkan
 Beberapa orang pelaku yang sepintas “abnormal”
Dasar hukum Visum et repertum psikiatri adalah pasal 44 (1) KUHP yang
berbunyi : Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling)
atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing) tidak dipidana.
Dalam ilmu psikiatri seseorang dianggap normal apabila ia masih menunjukkan
kemampuan untuk menyesuiakan diri dengan lingkungannya, mampuu memenuhi
tuntutan lingkungannya sesuai dengan norma dan niali serta menunjukkan produktivitas
yang wajar.
Ganggaun jiwa terjadi melalui proses perjalanan penyakit yang panjang,
gangguan ini dilandasi oleh faktor-faktor dasar dan dibangkitkan oleh faktor pencetus.
Faktor dasar telah ada sejak awal perkembangan seseorang yang didapatkan secara
genetic. Dan faktor pencetusnya yaitu stress psikososial seperti musibah, kehilangan,
stress dalam melakukan suatu pekerjaan dll.
Pembagian pada kasus psikiatri :
Retradasi mental adalah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal)
sejak masa perkambangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak) gejala utamanya
adalah intelegensia yang terbelakang. Retradasi mental merujuk pada fungsi intelektual
umum di bawah rata-rata yang terjadi bersamaan dengan perilaku adaktif dan
dimanifestasikan selama masa perkembangan. Retardasi mental :
– Ringan : IQ : 50-70. Retradasi mental ringan mungkin tidak terdiagnosis sampai
anak yang terkena memasuki sekolah, karena keterampilan social dan komunikasinya
mungkin adekuat dalam tahun tahun pra-sekolah. Tetapi, saat anak menjadi lebih besar,
deficit kognitif tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berfikir abstrak dan
egosentrik mungkin membedakan dirinya dari anak lain dalam usianya.
– Sedang : IQ : 35-49. Retradasi mental sedang mungkin didiagnosa pada usia yang
lebih muda dibanding retradasi mental ringan karena keterampilan komunikasi lebih
lambat dan isolasi social dirinya dimulai pada tahun usia sekolah dasar.
– Berat : IQ : 20-34. Retradasi mental berat biasanya jelas pada tahun-tahun
prasekolah, karena bicara anak yang terkena terbatas dan perkembangan motoriknya
buruk.
- Sangat berat : IQ : <20. Retradasi mental sangat berat sangat terbatas dalam
keterampilan komunikasi dan motoriknya dan memerlukan pengawasan yang terus
menerus.
DKJ ( Direktorat Kesehatan Jiwa ) Menegaskan : Barangsiapa melakukan tindak
pidana yang tidak apat dipertanggungjawabkan oleh karena pada waktu melakukan
perbuatan tersebut ia menderita gangguan jiwa / retardasi mental / gangguan kesadaran
Tidak dipidana. Dijelaskan pada pasal 44 ayat 1 : gangguan jiwa adalah gangguan
dalam hal kemampuan untuk menilai realitas. Retardasi mental :
– Ringan
– Sedang

Page 428
– Berat
• Yang dimaksud pelayanan kesehatan jiwa/RSJ Adalah RSJ pemerintah pusat/daerah
• Ternyata perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan pada seseorang karena
ayat 1. Maka hakim dapat meminta untuk mendapatkan perawatan di RSJ paling lama 1
tahun.
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita penyakit
jiwa (psikosis) tetapi juga yang retardasi mental. Apabila ditemukan penyakit jiwa maka
harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan,
semakin panjang jarak antara saat kejadian dan saat pemeriksaan akan menyulitkan
dokter untuk menentukannya.
VER psikiatri diperuntukkan bagi tersangka bukan bagi korban sebagaimana VER
lainnya. Menjelaskan tentang segi kejiwaan tersangka apakah dapat dipidana atau
tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukan, maka sebaiknya VER psikiatri
dibuat oleh dokter spesialis kedokteran jiwa.
Yang boleh / Wajib menerbitkan VER PSYDIATRICUM :
1. Dokter ahli kedokteran jiwa
2. Jika dokter ahli kedokteran jiwa tidak ada, dimungkinkan dokter umum dengan
penetapan SK Menkes, contohnya : Kepala kantor wilayah Depkes RI

KESIMPULAN

Forensik Klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup
pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudian aspek
medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinik merupakan area
praktek medis yang mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum.
Pasien yang termasuk kedalam lingkup pelayanan forensik klinik adalah pasien
datang dengan surat permintaan visum, pasien korban tindak pidana penganiayaan, pasien
korban kecelakaan lalu lintas, pasien dengan luka yang tidak jelas penyebabnya, pasien
korban kekerasan seksual, pasien korban kecarunan/peracunan, pasien datang dengan
surat permintaan visum.
Visum et repertum yang dibuat oleh dokter berperan sebagai alat bukti yang sah
dipengadilan yang dapat membantu penegak hukum untuk menentukan hukuman yang
tepat yang diberikan untuk pelaku kejahatan. Untuk itu, dokter harus mengetahui tentang
beberapa peraturan ketentuan hukum yang berhubungan dengan bantuan kepada penegak
hukum agar dokter mengetahui perannya dalam membantu penegak hukum, memahami
proses peradilan dan system pemeriksaan medikolegal dan peran bantuan tersebut perlu
dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Page 429
LABORATORIUM SEDERANA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pada setiap kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang
tertinggal, yang kalau diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam ilmu
forensik (forensic science) maka tidak mustahil kejahatan tersebut akan
dapat terungkap bahkan pada korban yang sudah membusuk ataupun
hangus, pelakunya akan dapat dikenali.
Pada kasus kejahatan dengan kekerasan fisik, seperti pembunuhan,
penganiayaan, perkosaan dan sebagainya, mungkin dapat ditemukan
darah, cairan mani, air liur, urin, rambut atau jaringan tubuh lain di tempat
kejadian tersebut. Bahan-bahan yang berasal dari korban atau pelaku
kejahatan maupun keduanya dapat digunakan untuk membantu
mengungkapkan peristiwa kejahatan tersebut secara ilmiah.
Barang bukti medik yang berasal dari tubuh korban akan lebih
banyak memberikan informasi seputar proses terjadinya kejahatan,
sedangkan barang bukti medik dari tubuh pelaku memberikan informasi
seputar identitas yang bersangkutan.
Oleh sebab itu pada kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan
terhadap manusia perlu dicari sebanyak mungkin barang bukti medik, baik
yang berasal dari tubuh korban maupun pelaku.
Karena sebenarnya, pada setiap kejadian kejahatan hampir selalu
ada barang bukti yang tertinggal, seperti yang dipergunakan oleh seorang
ahli hukum kenamaan Italia yang bernama E. Ferri, 1859-1927, bahwa ada
yang dinamakan ”saksi diam” yang terdiri antara lain atas :
1. Benda atau tubuh manusia yang telah mengalami kekerasan.
2. Senjata atau alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan.
3. Jejak atau bekas yang ditinggalkan oleh si penjahat pada tempat kejadian.
4. Benda-benda yang terbawa oleh si penjahat baik yang berasal dari benda
atau tubuh manusia yang mengalami kekerasan maupun yang berasal dari
tempat kejadian.
5. Benda-benda yang tertinggal pada benda atau tubuh manusia yang
mengalami kekerasan atau di tempat kejadian yang berasal dari alat atau
senjata yang dipakai ataupun berasal dari si penjahat sendiri.
Prinsip yang digunakan dalam pemeriksaan bahan-bahan/ bukti
fisik (bukti fisikal) ialah Prinsip Locard yang menyatakan “setiap sentuhan
akan meninggalkan kesan“. Kesan yang dimaksudkan disini tentunya ialah
bukti fisikal. Locard merupakan seorang ahli yang mengkaitkan/
menghubungkan antara korban, pelaku dan terdapat kejadian perkara
(TKP). Segitiga ini dikenal sebagai “Segitiga Locard”.
Pemeriksaan laboratorium sederhana adalah istilah yang digunakan
di ilmu kedokteran forensic sebagai salah satu cara untuk memeriksa

Page 430
barang bukti (sampel), akan tetapi tidak ada satu literaturpun yang dengan
jelas menerangkan batasan kata ”sederhana” pada istilah pemeriksaan
laboratorium sederhana forensik tersebut. Untuk itu saya sendiri mencoba
membatasinya, dengan menyatakan pemeriksaan laboratorium sederhana
yaitu pemeriksaan laboratorium yang dalam pengerjaannya mudah,
dengan alat dan reagen yang relatif murah serta mudah didapat namun
memberi nilai manfaat yang besar. Di dalam makalah ini akan dijelaskan
beberapa pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium sederhana yang
cenderung sering dilakukan untuk membantu dalam memeriksa bahan-
bahan (barang bukti) yang ditemui di TKP maupun pada korban yang
diperoleh pada saat melakukan pemeriksaan luar maupun dalam.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PEMERIKSAAN DARAH PADA KASUS PERLUKAAN
Darah merupakan bagian tubuh manusia yang dapat memberikan
banyak informasi penting bagi pengungkapan peristiwa pidana, baik yang
diambil dari tubuh manusia yang masih hidup ataupun yang sudah mati.
Ukuran sel darah merah pada manusia biasanya sebesar 1/3200
inch, sedangkan pada anjing sebesar 1/3500 inch, untuk membedakannnya
maka perlu dilakukan precipitin test.

Sel Darah Merah


Sumber dari : http://images.medicinenet.com/images/illustrations/blood_cells.jpg

A. Test Penyaringan dan Penentuan Cairan Darah


Pemeriksaan darah merupakan pemeriksaan penting dari
pemeriksaan biasa yang dilakukan pada kasus di forensik. Kadangkala
sampel merupakan sampel segar ataupun dengan tambahan pengawet
terutama pada kasus kriminal. Lebih sering lagi sampel di kirim ke
laboratorium berupa darah kering atau bercak kecoklatan yang terdapat
pada senjata, pakaian atau objek lainnya. Pemeriksaan yang dilakukan
untuk membedakan apakah yang terdapat pada objek tersebut adalah
darah atau bukan dengan pemeriksaan mikroskopis, kimiawi atau
serologik dan untuk menentukan apakah darah tersebut berasal dari
manusia atau bukan yang akan dibantu dengan reaksi presipitin. Hasil
yang signifikan tergantung dari individu atau masalah yang terdapat
dalam kasus tersebut.

Page 431
Ada banyak yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah
bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, dan apakah darah
tersebut berasal dari manusia atau hewan.
1. Pemeriksaan Kimiawi
a. Reaksi Benzidin
Cara pembuatan reagen benzidin : larutan jenuh
kristal benzidin dicampur dalam asam asetat glasial (10%
benzidin dalam asetat glasial), yang selanjutnya disebut
sebagai larutan benzidin.
Cara pemeriksaan : sepotong kertas saring
digosokkan pada bercak yang dicurigai terpapar darah,
kemudian diteteskan 1 tetes H2O2 20 % dan 1 tetes reagen
benzidin. Hasil positif pada reaksi benzidin adalah bila
timbul warna biru gelap pada kertas saring, menunjukkan
bahwa yang diperiksa darah.
Skema reaksi :
H2O2 + bercak (darah) H2O + On
Warna biru gelap
Reagen benzidin (proses observasi)
b. Reaksi Fenolftalin
Penelitian yang dilakukan oleh Kastle (1901 dan
1906), zat ini menghasilkan warna merah jambu terang saat
digunakan pada test identifikasi darah (Kastle-Meyer Test).
` Cara pembuatan reagen fenolftalin : 2 gram
Fenolftalin + 100 ml NaOH 20% yang dipanaskan dengan
biji-biji Zinc sehingga terbentuk Fenolftalin yang tidak
berwarna.
Cara pemeriksaan : sepotong kertas saring
digosokkan pada bercak yang dicurigai terpapar sampel/
bercak darah, kemudian langsung diteteskan dengan reagen
Fenolftalin yang akan memberikan warna merah muda bila
positif, menunjukkan bahwa sampel yang diperiksa darah.
Skema reaksi :
Bercak (darah) + Reagen Fenolftalin warna merah
muda.

Page 432
Test fenoftalein
Sumber : http://www.evidentcrimescene.com/cata/blood/

c. Reaksi Luminol
Selain itu bercak darah yang kering dapat juga
diperiksa dengan menggunakan test Luminol. Tes luminol
merupakan tes yang paling sensitif untuk mendeteksi bercak
darah.
Cara pemeriksaan : pakaian atau bahan yang
mengandung bercak di semprotkan dengan reagen Luminol.
Pemeriksaan dilakukan dalam ruang gelap. Hasil
pemeriksaan : bercak darah tampak bersinar (luminesence),
test ini merupakan test yang paling sensitif.
Cara pembuatan reagen luminol : 100 mg dari
senyawa 3 aminophtalhydrazide dicampur dengan 5 gram
senyawa sodium carbonate dilarutkan dalam 100 ml
aquades, sebelum dipergunakan larutan tersebut ditambah
700 mg sodium perborate.

Pemeriksaan luminol
Sumber : http://static.howstuffworks.com/gif/

2. Pemeriksaan Mikrokopis

Page 433
Pemeriksaan ini didasarkan pada terdapatnya pigmen/
kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen, menggunakan 3
reaksi yang umum dilakukan yaitu dengan reaksi Teichmann,
Wagenaar dan Takayama.
a. Reaksi Teichman
Seujung jarum bercak kering, diletakkan pada kaca
objek, tambahkan 1 butir kristal NaCl dan 1 tetes asam
asetat glasial, tutup dengan kaca penutup dan dipanaskan.
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal hemin
yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan
mikroskop.

Kristal hematin pada Teichmann tes


Sumber : http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/genetics/medgen/dnatesting/

b. Reaksi Wagenaar
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca
objek, letakkan juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca
penutup sehingga antara kaca objek dan kaca penutup
terdapat celah untuk penguapan zat. Pada satu sisi diteteskan
aceton dan pada sisi berlawanan diteteskan HCl encer,
kemudian dipanaskan. Hasil positif bila terlihat kristal
acetone-hemin berbentuk batang berwarna coklat. Hasil
positif pada pemeriksaan penentuan darah dan memastikan
bahwa bercak/ sampel yang diperiksa adalah darah. Hasil
negatif selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan
bercak darah, tetapi dapatnunjukkan bahwa bercak tersebut
yang memang darah, namun bercak darah tersebut struktur
kimiawinya telah rusak misalnya bercak darah yang sudah
lama sekali, terbakar dan sebagainya (negatif palsu).
c. Reaksi Takayama (Test kristal B Hemokromogen)
Apabila heme (senyawa protoporfirin besi yang
merupakan bagian pigmen atau bagian molekul hemoglobin
yang bebas protein dan bertanggung jawab untuk sifat
pembawa oksigen hemoglobin) sudah dipanaskan dengan
seksama dengan menggunakan pyridine di bawah kondisi
basa dengan tambahan sedikit gula seperti glukosa. Maka
kristal pyridine ferroprotoporphyrin atau hemokromogen
akan terbentuk.

Page 434
Cara pembuatan reagens Takayama : pyridine
redistilled 3 ml + larutan glukosa jenuh 3 ml + NaOH 10 %
3ml dan aquadest 7 ml.
Cara pemeriksaan : Ambil seujung jarum bercak
kering pada kaca obyek, teteskan reagens Takayama dan
tutup dengan penutup, lalu panaskan kaca obyek tersebut,
dan lihat di mikroskop.2
Hasil positif : dinyatakan dengan tampaknya kristal
halus berwarna merah jambu yang terlihat dengan
mikroskopik
Kelebihan : Test ini efektif dilakukan pada sampel
atau bercak yang sudah lama. Test ini masih dapat
memunculkan hasil positif, pada sampel yang mempunyai
hasil negatif dengan test Teichmann.
3. Pemeriksaan Serologis
a. Precipitin Test
Test Presipitin Cincin menggunakan metode
pemusingan sederhana (centrifuge) antara dua cairan dalam
tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak dari
bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Dasar dari pemeriksaan ini adalah bahwa jika suatu
protein asing disuntikkan pada hewan, maka hewan tersebut
akan menghasilkan antibodi dalam serum darahnya.
Antibodi ini akan membentuk endapan jika dicampur
dengan larutan yang mengandung protein asing tersebut
(larutan yang disuntikkan pada hewan tadi). Protein asing
yang disuntikkan itu disebut antigen. Antibodi yang bisa
menyebabkan terjadinya endapan disebut presipitin.
Tujuan pemeriksaan serologik ini : berguna untuk
menentukan spesies. Untuk menentukan apakah bercak
darah tersebut berasal dari manusia. Untuk itu dibutuhkan
antisera terhadap protein manusia (anti human globulin)
serta terhadap protein hewan.
 Cara pembuatan reagen presipitin : darah manusia
disuntikkan pada kelinci, darah kelinci akan membentuk
antibodi, dan akan bereaksi menetralisir darah manusia.
Setelah 5-7 hari darah kelinci tersebut kemudian diambil,
dan serum yang mengandung antibodi diisolir untuk
pemeriksaan, serum inilah yang disebut serum anti
manusia (human anti-serum).

Page 435
Cara membuat serum anti manusia, Sumber dari : Chadha PV, Widya
Medika.1995. h. 34.

Tes presipitin
Sumber : http://diverge.hunter.cuny.edu/~weigang/Images/18-03_precipitin
Cara kerja :
 Reaksi cincin (presipitin dalam tabung)
Ke dalam tabung reaksi kecil, dimasukkan serum
antiglobulin manusia (human-antisera), dan ke atasnya
dituangkan ekstrak darah (yang diperiksa) perlahan-
lahan melalui tepi tabung. Biarkan pada temperatur
ruang ± 1,5 jam.
 Reaksi presipitin dalam agar
Gelas objek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas
lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah
agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter
+2 mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis.
Masukkan serum antiglobulin manusia ke lubang tengah
dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran
di lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas objek ini di
dalam ruang lembab (moist chamber) pada temperatur
ruang selama satu malam.
Interpretasi hasil :
 Reaksi cincin → hasil positif tampak sebagai cincin
presipitasi yang keruh pada perbatasan kedua cairan.

Page 436
 Reaksi presipitin dalam agar → hasil positif memberikan
presipitin jernih pada perbatasan lubang tengah dan
lubang tepi.
Test presipitin sangat sensitif, hanya perlu sedikit
darah. Test ini tetap akan bereaksi pada darah yang telah
berumur 10-15 tahun, bahkan ekstrak yang berasal dari
mummi yang berumur lebih dari 4000 tahun masih memberi
hasil positif.
B. Pemeriksaan Golongan Darah
1. Darah Segar
Di antara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling
penting karena merupakan cairan biologik dengan sifat-sifat
potensial lebih spesifik untuk golongan manusia tertentu. Beberapa
pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan terhadap darah
adalah penentuan golongan darah. Jika tidak melihat kepada
subgroups maka dikenal empat golongan darah yaitu :
 Golongan darah A Eritrosit mengandung aglutinogen A dan
Serum aglutinin anti-B,
 Golongan darah B Eritrosit mengandung aglutinogen B dan
Serum aglutinin anti-A,
 Golongan darah O Eritrosit tidak mengandung aglutinogen,
sedangkan Serum mengandung aglutinin anti-A dan anti-B,
 Golongan darah AB Eritrosit mengandung aglutinogen A dan
B, sedangkan Serum tidak mengandung aglutinin.
Penetapan golongan darah dilakukan dengan cara menentukan
jenis aglutinogen yang ada dalam sel, namun disamping itu juga
dikenal penetapan jenis agglutinin yang ada dalam serum (reverse
grouping, serum grouping atau Confirmation grouping). Cara yang
terbaik ialah melakukan kedua penetapan, yakni penetapan
aglutinogen dan penetapan agglutinin secara bersama-sama. Cara
penentuan berdasarkan jenis aglutinin dengan menggunakan kaca
objek dapat dilakukan bila darah masih segar (utuh) dengan
menentukan jenis agglutinin dan antigen dengan prosedur :
 Taruhlah disebelah kiri kaca objek 1 tetes serum anti-A dan
di sebelah kanan 1 tetes serum anti-B
 Setetes kecil darah diteteskan pada masing-masing Serum itu
dan dicampur dengan ujung lidi.
 Goyangkan kaca dengan membuat gerakan melingkar.
 Perhatikan adanya aglutinasi dengan mata belaka dan
benarkan pendapat/ hasil tersebut dengan memakai
mikroskop.
 Kadangkala dibuat 3 tetesan yaitu dengan menambahkan
tetesan serum anti-A, B (serum gol-darah O).

Page 437
Tafsiran hasil
Anti-A Anti-B Anti A-B Golongan Darah
- - - O
+ - + A
- + + B
+ + + AB
Reaksi antigen-antibody dalam penilaian golongan darah
Sumber : Budiyanto A., Widiatmaka W., Atmaja D.S. Dalam: Ilmu Kedokteran
Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FK-UI. Jakarta. 1999.h.95.

Darah yang dipakai boleh darah kapiler segar atau vena yang
telah membeku dan sel-selnya kemudian dilepaskan memakai
ujung lidi. Jumlah darah yang dicampur dengan serum baiklah
demikian banyaknya sehingga campuran itu akan mencapai nilai
hematokrit 2%.

2. Darah Kering
Dilakukan terhadap bercak darah yang sudah kering (tidak lagi
segar). Diantara sistem-sistem golongan darah yang paling lama
bertahan adalah antigen dari sistem golongan darah ABO.
Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi
inhibisi, absorpsi elusi atau aglutinasi campuran. Prosedur atau
cara yang biasa dilakukan adalah cara absorpsi elusi dengan
prosedur sebagai berikut:12
 2 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi
dengan metil alkohol selama 15 menit.
 Benang diangkat dan dibiarkan mengering selanjutnya
dilakukan penguraian benang tersebut menjadi serat-serat halus
dengan menggunakan dua buah jarum.
 Lakukan juga terhadap benang yang tidak mengandung darah
sebagai kontrol negatif.
 Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi.
 Ke dalam tabung pertama diteteskan serum anti-A dan ke
dalam tabung kedua serum anti-B hingga serabut benang
tersebut terendam seluruhnya.
 Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu 4o C selama 1 malam.
 Lakukan pencucian dengan garam faal dingin (4o C) sebanyak
5-6 kali, lalu tambahkan 2 tetes suspensi 2 % sel indikator (sel
darah merah golongan A pada tabung pertama dan golongan B

Page 438
pada tabung kedua), pusing dengan kecepatan 1000 rpm
selama 1 menit.
 Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci sekali lagi dan kemudian
tambahkan 1-2 tetes larutan faal dingin.
 Panaskan pada suhu 56oC selama 10 menit dan pindahkan ke
dalam tabung lain.
 Tambahkan 1 tetes suspensi sel indikator ke dalam masing-
masing tabung, biarkan selama 5 menit, lalu pusing selama 1
menit pada kecepatan yang sama (1000 rpm).
Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi
aglutinasi (penggumpalan), berarti darah mengandung antigen
yang sesuai dengan antigen sel indikator.

Tes golongan darah


Sumber : http//:www.yumizone.com/

2.2. PEMERIKSAAN PADA KASUS TENGGELAM


A. Pemeriksaan Diatom
Diatom dan elemen plankton lain masuk ke dalam paru ketika
orang tenggelam menelan air. jaringan paru yang dikembangkan oleh
Revensorf, Later, corn dan Stochs menunjukan bahwa partikel
mikroskop seperti lycopodium, ragi dan tepung kanji yang masuk
kedalam pembuluh darah kapiler dan berjalan menuju jantung kiri.
Dalam pandangan kerja Muller dan Gorgs, hal ini sekarang diterima
bahwa kasus tenggelam dalam air yang kaya diatom, sejumlah kecil
plankton ini masuk ke dalam sirkulasi darah. Jika jantung masih
berdetak, diatom masuk kedalam sirkulasi darah akan
ditransportasikan keseluruh tubuh dalam sirkulasi dan mungkin masuk
ke dalam organ meliputi ginjal, otak dan sumsum tulang sebelum mati.
Di sisi lain, jika sebuah mayat ditenggelamkan dalam air meskipun
diatom dapat masuk kedalam paru-paru secara pasif tidak ada aliran
sirkulasi darah yang mungkin terjadi, secara teori tidak mungkin ada
diatom yang dapat ditemukan pada organ-organ dalam yang lebih jauh.
Sehingga beberapa ahli patologi forensik menentukan penemuan

Page 439
diatom dalam darah dan organ dalam yang merupakan fakta
patognomonik untuk diagnosa kematian oleh karena tenggelam.
Diatom termasuk kelas tumbuh-tumbuhan, adalah suatu ganggang
bersel satu yang ditemukan di air dengan pencahayaan yang cukup.
Dengan ukuran 40-200 micron, dengan bentuk yang dimiliki
bervariasi. Terdapat lebih kurang 10.000 spesies dan indentifikasi
berbagai jenis tipe ini bergantung pada pengalaman seorang botanist
dan biologist, tetapi klasifikasi secara umum meliputi :
“oligohalophilic” suatu diatom yang hidup di air segar dengan kadar
garam < 0,05 % dan “mesohalophilic” serta “polyhalophilic” yang
hidup di brackish water dan air laut dengan kadar garam > 0,05%.
Diatom memiliki struktur yang mengandung asam silikat SiO2.
Silikat sendiri memiliki sifat tahan terhadap adanya pembusukan.
Ganggang persik tersebut masuk ke dalam tubuh melalui peredaran
darah sehingga lokasi ganggang tersebut memperlihatkan apakah
korban tersebut mati tenggelam intravital atau post-mortal. Diatom
juga dapat dicari dalam jantung yang telah diencerkan dengan air agar
terjadi hemolisis dan baru kemudian disentrifus dan endapannya
diperiksa. Pada keadaan korban sudah sedemikian busuknya yaitu
korban sudah terbenam untuk yang ketiga kalinya, baik kulit maupun
organ-organ telah hancur, maka pemeriksaan diatom diambil dari
sumsum tulang panjang dan selanjutnya dilakukan proses yang sama.
Pada dasarnya ketika orang yang masih hidup tenggelam ke dalam air
yang mengandung diatom maka sebagian diatome akan penetrasi ke
dinding alveoli dan akan dibawa ke organ-organ target seperti otak,
ginjal, hati, dan sumsum. Sesudah dilakukan autopsi sampel dari
organ-organ tersebut dapat dicerna dengan asam kuat untuk
melarutkan jaringan lunak sehingga meninggalkan skleton diatom
yang resisten dan ini dapat diidentifikasi di bawah mikroskop.
Ketika orang yang sudah meninggal masuk ke dalam air atau saat
mati di dalam air bukan karena tenggelam, walaupun begitu diatome
masih mungkin mencapai paru melalui perembesan secara pasif. Tidak
adanya kontraksi jantung mencegah sirkulasi diatome ke organ-organ
jauh. Dengan ditemukannya diatom pada korban tenggelam dapat
memberikan penjelasan :
 Apakah orang tersebut masih hidup pada saat tenggelam?
 Apakah kematian orang tersebut diakibatkan tenggelam/ bukan?
 Perbandingan jenis diatom yang ada di air dan di tubuh korban.

Page 440
Prinsip sebaran Diatome pada korban yang mati tenggelam dengan mati
lebih dahulu lalu ditenggelamkan Sumber : Wahid S.A. Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementerian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur. 1993.h. 318.

Cara kerja : pengambilan sampel sebesar 1 x 1 x 1 cm (± 100


gram) dari subpleura pulmo (paru), tidak pada hilus. Sampel akan
lebih baik jika diambil dari sumsum tulang atau dinding pembuluh
darah. Masukkan sampel ke dalam tabung reaksi. Untuk melarutkan
protein paru tambahkan asam sulfat pekat (H2SO4) dan biarkan
selama 24 jam. Setelah itu ditetesi dengan asam nitrat (H2NO3).
Kemudian bubur paru-paru yang terbentuk dilarutkan dalam air
(H2O). Larutan kemudian disentrifus. Endapan hasil sentrifus
kemudian dibuat apusan pada gelas kaca dan kemudian dilihat di
bawah mikroskop gambaran diatome yang ditemukan.
Interpretasi pemeriksaan : pemeriksaan diatom positif bila pada
jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/ LPB atau per 10-
20 per satu sediaan atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya
satu.
Oleh karena diatom banyak terdapat di alam dan tergantung
musim, maka tidak ditemukannya diatome tidak dapat menyingkirkan
bahwa korban bukan mati tenggelam relevansi diatome terbatas pada
tenggelam dengan mekanisme asfiksia. Adanya diatom hanya
menunjukkan bahwa korban semasa hidupnya pernah kemasukan
ganggang kersik tadi. Pada pemeriksaan diatome dapat terjadi false
positif akibat kontaminasi dari dunia luar pada saat pemeriksaan
laboratorium. Contohnya dari inhalasi dan ingestan pemeriksaan. Dan
bisa juga false negatif dimana diatom yang harusnya ada, tetapi tidak
ditemukan. Contohnya Dry Drowning dan pemeriksaan Wet Drowning
yang salah (kesalahan laboratorium).

Page 441
Selain itu dikenal juga istilah pseudodiatom test, yaitu diatome test
positif (+) karena berhubungan dengan pekerjaan tertentu seperti
penyelam mutiara, penggali pasir di sungai dan pada mereka yang hobi
makan seafood.
Menurut Simpson bahwa tes diatom terkadang negatif, bahkan
pada kasus-kasus yang jelas-jelas tenggelam pada air yang banyak
diatom dan telah banyak hasil positif palsu yang dikatakan terjadi
karena alasan teknis dari karena itu tes ini jadi sangat tidak realibel
sehingga teknik ini seharusnya dilakukan dan hasilnya
diinterpretasikan dengan pertimbangan keadaan lain.

Beberapa bentuk Daotom,


Sumber : http://www.sbg.ac.at/ipk/avstudio/pierofun/rovigno/rovigno1.htm.

Cell diatom melingkar (Centric diatom)


Sumber : http://www.gpmatthews.nildram.co.uk/microscopes/pondlife_plants01.html

Cell diatom memanjang (pennate diatom)


Sumber :
http://www.cartage.org.lb/en/themes/sciences/BotanicalSciences/MajorDivisions/Kin
gdomProtista/Protists/protists.htm

Page 442
Epiphytic dikenal dengan kelompok diatom yang melekat pada tumbuhan lain
yang lebih besar.
Sumber : http://www.photolib.noaa.gov/htmls/reef0117.htm

Epipsamic dikenal dengan kelompok diatom yang hidup dan tumbuh pada pasir.
Sumber : http://maruf.wordpress.com/2005/12/22/mengenal-diatom/

Epipelic dikenal dengan kelompok diatom yang hidup dan tumbuh pada
permukaan tanah liat (mud) atau sediment. Sumber :
http://bennettkids.homestead.com/algae.html

Epilithic dikenal dengan kelompok diatom yang tumbuh dan melekat pada permukaan
batuan. Sumber : http://hawaii.gov/dlnr/dar/coral/coral_las_ais.html

Page 443
Epizoic dikenal dengan kelompok diatom yang melekat pada hewan
umumnya invertebrate dasar perairan.
Sumber :
http://flora.huji.ac.il/browse.asp?lang=en&action=content&keyword=%D7%A9%
D7%99%D7%9E%D7%95%D7%A9%D7%99_%D7%A6%D7%9E%D7%97%D
7%99%D7%9D_%D7%958

Endolithic dikenal dengan kelompok diatom yang tumbuh di dalam rongga batuan
pada dasar perairan.
Sumber : http://www.nmfs.hawaii.edu/cred/coraldiseases.php

Epizoic dikenal dengan kelompok diatom yang melekat pada hewan umumnya
invertebrate dasar perairan. Sumber :
http://www.botany.uwc.ac.za/clines/intro.htm

Page 444
Fouling di kenal dengan kelompok diatom yang melekat pada benda-benda yang
keras yang biasanya ditanam atau diletakkan pada dasar perairan.
Sumber : http://www.seafriends.org.nz/issues/res/gi/enviro.htm

Pinnularia subcapitata Air tawar Sumber : http://www.eol.org/pages/11755

Actinocyclus ehrenbergii Air payau Sumber : http://www.microscopy-


uk.org.uk/mag/imgjun07/dr-rc-oamaru2_html_m2207203.jpg

Senarius Dasar laut Sumber :


http://farm1.static.flickr.com/36/106828564_dc7b3a7178.jpg?v=0)

B. Pemeriksaan Getah Paru


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan adanya benda asing
di saluran pernafasan, seperti: lumpur, pasir, binatang air, tumbuhan
air, diatom dan sebagainya yang diakibatkan oleh karena tenggelam.
Pemeriksaan dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik. Prinsip
kerja pemeriksaan ini yaitu secara makroskopik dilihat permukaan
saluran pernafasan adakah benda asing yang ditemukan seperti yang
disebutkan diatas. Pemeriksaan dilakukan dengan mata telanjang.
Pemeriksaan secara mikroskopik dilakukan dengan cara permukaan
paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil sedikit cairan
perasan dari jaringan perifer paru, taruh/ letakkan pada gelas objek dan

Page 445
tutup dengan kaca penutup serta lihat dengan menggunakan mikroskop
temuan yang didapat.
2.3. PEMERIKSAAN PADA KASUS KEJAHATAN SEKSUAL
A. Pemeriksaan Cairan Mani Pada Sekret Vagina
Terhadap korban kejahatan seksual, pemeriksaan terhadap
sekret vagina termasuk jenis pemeriksaan yang paling rutin dilakukan.
Tentunya pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan adanya usaha
pemerkosaan. Dalam pemeriksaan sekret vagina umumnya ditujukan
untuk menentukan adanya cairan mani ataupun sperma pada sediaan
apus sekret vagina. Mani adalah hasil ejakulat yang berasal dari
seorang pria berupa cairan kental dan keruh, berisi sekret dari kelenjar
prostat, kelenjar-kelenjar lain dan spermatozoa.
Ada beberapa komponen-komponen yang terdapat di dalam
ejakulat yang dapat diperiksa seperti enzim asam fosfatase, kolin dan
spermin. Dari pemeriksaan terhadap sekret vagina maka harus
ditentukan apakah sekret vagina tersebut merupakan/ mengandung
cairan mani serta apakah juga mengandung spema. Perlu diketahui
bahwa tidak semua cairan mani mengandung sperma; misalnya pada
laki-laki azoospermia. Demikian pula tentang kemampuan hidup
sperma di dalam vagina, dikatakan bahwa sperma dapat bertahan
hidup didalam vagina selama lebih kurang 3 hari, sedangkan dalam
keadaan mati, sperma masih dapat ditemukan dalam vagina hingga
sekitar 1 minggu.
Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh
dan berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian
akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10-20
menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3-5 ml pada 1 kali
ejakulasi dengan pH 7,2-7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-
sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal
yang mengandung spermion dan beberapa enzim seperti fosfatase
asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang khas untuk spesies
tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120
juta per ml. Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4-5 jam post-coitus; sperma masih dapat
ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila
wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari.
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam sekret vagina
perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan
mani, beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membuktikan
hal tersebut adalah :
1. Reaksi Fosfatase Asam
Fosfatase asam adalah enzim yang dikeluarkan oleh
kelenjar prostat di dalam cairan semen/ mani dan didapatkan pada
konsentrasi tertinggi di atas 400 kali dalam mani dibandingkan
yang mengalir dibagian tubuh yang lain. Pada laki-laki muda

Page 446
berumur 16 tahun mencapai 540-4.000 unit per ml. Jumlah
fosfatase asam yang tinggi dihasilkan dari kelenjar prostat yaitu
3.300-23.200 unit per ml. Begitu banyak bahan yang berasal dari
tumbuhan yang telah diuji dan tidak satupun yang memberikan
hasil seperti fosfatase asam yang dihasilkan kelenjar prostat.
Prinsip pemeriksaan : adanya enzim fosfatase asam dalam
kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar prostat dengan aktifitas
enzim fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2.500 U.K.A (kaye).
Dalam sekret vagina setelah 3 hari abstinensi seksualitas
ditemukan aktifitas 0-6 unit (Risfiel). Dengan menentukan secara
kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm bercak, dapat
ditentukan apakah bercak tersebut adalah mani atau bukan.
Aktifitas 25 U.K.A per 1 cc ekstrak yang diperoleh 1 cm2 bercak
dianggap spesifik sebagai bercak mani. Reagen yang digunakan
untuk pemeriksaan ini adalah :
Larutan A :
Brentamin Fast Blue B 1g (1)
Natrium acetat trihyrate 20 g (2)
Glacial acetat acid 10 ml (3)
Aquadest 100 ml (4)
Prosedur kerja ke 1: (2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk
menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5, kemudian (1)
dilarutkan dalam larutan penyangga tersebut.
Larutan B :
Natrium-alfa-naphtyl phosphate 800 mg
Aquadest 10 ml
Prosedur kerja ke 2: 89 ml larutan A ditambah 1 ml larutan
B, lalu disaring cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika
disimpan di lemari es reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu
dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi. Enzim
fosfatase asam menghidrolisis Na-alfa naftil fosfat; alfa naftol yang
telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamine menghasilkan
zat warna azo yang berwarna ungu. Bahan yang akan diperiksa di
tempelkan pada kertas saring yang telah terlebih dahulu dibasahi
dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring
diangkat dan disemprot dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi
dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu.
Interpretasi pemeriksaan : perlu diperhatikan bahwa
intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur dan
tes ini tidak spesifik. Hasil positif semu dapat terjadi dengan feces,
air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan. Bercak yang
tidak mengandung enzim fosfatase asam memberi warna serentak
dengan intensitasnya secara tetap, sedangkan bercak yang
mengandung enzim fosfatase, memberikan intensitas warna secara
berangsur-angsur. Menurut penelitian, bila waktu reaksi 30 detik,
merupakan indikasi yang baik untuk adanya cairan mani. Bila 30-

Page 447
65 detik, indikasi sedang, dan masih perlu dikuatkan dengan
pemeriksaan elektroforesis. Bila > 65 detik, belum dapat
menyatakan sepenuhnya tidak terdapatnya cairan mani, karena
pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa
positif. Enzim fosfatsae asam yang terdapat dalam vagina
memberikan waktu reaksi rata-rata 90-100 detik. Adanya bakteri
dan fungi dapat mempercepat waktu reaksi.
2. Reaksi Berberio
Dasar reaksi adalah menentukan adanya spermin dalam
semen/ mani. Reagens yang digunakan adalah larutan asam pikrat
jenuh. Bercak diekstraksi dengan sedikit aquades. Ekstrak
diletakkan pada kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca
penutup. Reagen diteteskan/ dialirkan dengan pipet di bawah kaca
penutup.
Interpretasi pemeriksaan : hasil positif memperlihatkan
adanya kristal spermin pikrat yang kekuning-kuningan atau coklat
berbentuk jarum dengan ujung tumpul, dan kadang-kadang
terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin
pula berbentuk ovoid. Reaksi tersebut mempunyai arti bila
mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.

Hasil pemeriksaan pada tes Barberio


Sumber : http://www.imebinc.com/IMEB/images/itemssmall/K7028-A

3. Reaksi Florence (Kristal Kholin)


Dasar reaksi adalah untuk menemukan adanya kholin.
Reagen yang digunakan adalah :
Larutan lugol yang dapat dibuat dari :
Kalium yodida 1,5 g
Yodium 2,5 g
Aquades 30 ml
Bercak diekstraksi dengan sedikit aquades. Ekstrak
diletakkan pada kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca
penutup. Reagen dialirkan dengan pipet di bawah kaca penutup.
Interpretasi pemeriksaan : bila terdapat bercak mani,
tampak kristal kholin-peryodida berwarna coklat, berbentuk jarum
dengan ujung sering terbelah. Tes ini tidak khas untuk cairan mani
karena ekstrak jaringan berbagai organ, putih telur dan ekstrak
serangga akan memberikan kristal serupa. Sekret vagina kadang-
Page 448
kadang memberikan hasil positif. Sebaliknya bila mani belum
cukup berdegradasi, maka hasilnya mungkin negatif. Reaksi ini
dilakukan bila terdapat azoospermi dan cara lain untuk
menentukan tidak dapat dilakukan.
B. Pemeriksaan Cairan Mani Pada Pakaian
Bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap dari sekitarnya. Bercak
yang sudah agak tua berwarna agak kekuning-kuningan. Pada bahan
sutera atau nilon batasnya sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap
dari sekitarnya. Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak yang segar
akan menunjukkan permukaan kilat dan translusen, kemudian akan
mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning
sampai coklat. Pada tekstil yang menyerap, bercak yang segar tidak
berwarna atau bertepi kelabu yang berangsur-angsur akan berwarna
kuning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
Jenis pemeriksaan cairan mani pada pakaian :
1. Pewarnaan Baecchi
Reagens Baecchi dibuat dari :
Asam fukhsin (Acid Fuchsin) 1% 1 ml
Biru metilena (Methylene blue) 1% 1 ml
Asam klorida (Hcl) 1% 40 ml
Bercak yang dicurigai digunting sebesar 5 mm x 5 mm,
pada bagian pusat bercak. Bahan dipulas (diwarnai) dengan reagen
Baecchi selam 2-5 menit, dicuci dalam HCl 1% dan dilakukan
dehidrasi berturut-turut dalam alkohol 70%, 80% dan 95-100%
(alkohol absolut), lalu dijernihkan/ bersihkan dalam xylol (2 x).
kemudian dikeringkan diantara kertas saring. Dengan jarum
diambil 1-2 helai benang, letakkan pada gelas obyek dan diuraikan
sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan gelas tutup
dan balsam kanada, periksa dengan mikroskop pembesaran 400 x.
Interpretasi pemeriksaan : serabut pakaian tidak mengambil
warna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor
berwarna merah muda terlihat banyak menempel pada sarabut
benang.
2. Skrining Dengan Reagens Fosfaste Asam.
Prinsip pemeriksaan : sehelai kertas saring yang telah
dibasahi dengan aquades ditempelkan pada bercak yang dicurigai
selama 5-10 menit. Keringkan lalu semprot dengan reagens.
Interpretasi Pemeriksaan
Bila terlihat bercak berwarna ungu, kertas saring diletakkan
kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya semula. Dengan
demikian letak bercak pada kain dapat diketahui. Reaksi ini hanya
dilakukan bila pada pemeriksaan tidak dapat ditemukan
spermatozoa.

Page 449
Hasil positif untuk tes acid fosfatase
Sumber : http://www.state.nj.us/njsp/divorg/invest/criminalistics

C. Pemeriksaan Spermatozoa
Spermatozoa mempunyai bentuk khas untuk spesies tertentu
dengan jumlah yang bervariasi, biasanya 60 sampai 120 juta per ml.
Beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya sperma dalam cairan
vagina adalah:
1. Pemeriksaan Mikroskop Tanpa Pewarnaan
Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat
spermatozoa yang bergerak. Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini
paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya
persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3 jam setelah
persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak
dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini menjadi 3-4
jam. Setelah itu spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya
ekornya akan menghilang (lisis), sehingga dilakukan pemeriksaan
dengan pewarnaan.
Prinsip pemeriksaan : Satu tetes lendir vagina diletakkan
pada kaca obyek, dilihat dengan pembesaran 500 x serta kondensor
diturunkan. Perhatikan gerakan sperma. Bila sperma tidak
ditemukan lagi, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat
mengingat kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi
sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan
vagina.
2. Mikroskopis Dengan Pewarnaan
Dibuat sediaan apus cairan vaginal pada gelas objek,
keringkan dan difiksasi dengan melewatkan gelas objek sediaan
apus tersebut pada nyala api. Pulas (warnai) dengan HE, methylene
blue atau malachite green. Cara pewarnaan yang mudah dan baik
untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan malachite green
1% dalam air, dengan prosedur warnai dengan larutan malachite
green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air mengalir dan
setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish
1% dalam air selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air,
keringkan dan periksa di bawah mikroskop.

Page 450
Interpretasi pemeriksaan : pada pengamatan di bawah
mikroskop akan terlihat gambaran sperma dengan kepala sperma
tampak berwarna ungu menyala dan lehernya merah muda,
sedangkan ekornya berwarna hijau.
Hasil positif yang diperoleh membuktikan adanya cairan
mani ketika 1 sperma yang utuh ditemukan. Meskipun
memberikan cukup bukti, hasil positif sepatutnya ditemukan 2 atau
lebih sperma untuk mendukung pemeriksaan dan tidak cukup
dengan hanya menemukan sperma yang tidak utuh. Hasil negatif
tidak menyingkirkan cairan mani dari pewarnaan tersebut. Pewarna
buatan bisa dicuci atau sperma bisa disaring hanya dengan fraksi
cairan pada pewarna buatan atau laki-laki tersebut aspermia.
Pencucian pewarna buatan tidak selalu menghalangi bukti
meskipun bahan-bahan dalam cairan yang memberikan test kimia
positif dihancurkan dan dihilangkan, sperma tidak rusak dengan
sabun yang bersifat alkalis. Pewarnaan-pewarnaan dahulu atau
beberapa tahun bisa memberikan hasil positif tetapi semakin lama
pewarnaan tersebut disimpan maka kemungkinan kecil untuk
menemukan sperma yang utuh.

Mikroskopis sperma dengan pewarnaan HE


Sumber : http://www.state.nj.us/njsp/divorg/invest/criminalistics
2.4. PEMERIKSAAN PADA KASUS PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI
A. Pemeriksaan Udara Di Paru-Paru (Apung Paru)
Prinsipnya adalah dengan bernafasnya seorang bayi yang baru lahir
maka udara akan memasuki paru-paru dan mengisi alveoli paru.
Keberadaan udara di alveoli paru inilah yang dapat menyebabkan
paru-paru dapat mengapung bila diletakkan/ dimasukkan ke dalam air.
Tujuan : digunakan untuk mengetahui apakah bayi yang diperiksa
itu pernah bernafas.
Cara kerja : Syarat pemeriksaan sama dengan test emboli udara
yaitu mayat harus segar, cara pemeriksaan :
1. Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada
dalam satu kesatuan, pangkal dari esofagus dan trakea boleh diikat,
2. Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air,
3. Bila terapung, lepaskan organ paru-paru baik kiri atau yang kanan,

Page 451
4. Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan
dengan pemeriksaan masing-masing lobus (kanan terdapat 3 lobus,
yang kiri 2 lobus),
5. Apungkan semua lobus tersebut catat yang mana yang tenggelam
dan yang mana yang terapung,
6. Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5
potong dengan ukuran 5 mm x 5 mm dari tempat yang terpisah dan
perifer,
7. Apungkan ke 25 potongan kecil tersebut, bila terapung letakkan
potongan tersebut pada 2 karton dan lakukan penginjakan/
penekanan secara perlahan dengan menggunakan berat badan
kemudian dimasukan kembali ke dalam air.
Interpretasi hasil
1. Bila terapung berarti terapung positif, paru-paru mengandung
udara, bayi tersebut dilahirkan pernah bernafas,
2. Bila hanya sebagian yang terapung kemungkinan terjadi
pernapasan parsial, bayi tetap pernah bernafas setelah dilahirkan,
3. Bila tenggelam berarti tes apung negative, paru-paru tidak
mengandung udara, bayi tersebut dilahirkan belum pernah
bernafas (mati),
4. Hasil false positif bisa terjadi, dimana paru-paru dapat
mengapung namun proses paru mengapung disebabkan oleh
keberadaan udara/ gas pembusukan pada paru-paru.
B. Pemeriksaan Udara Di Saluran Makan (Test Breslau)
Prinsip : Sewaktu proses pernafasan, sejumlah udara akan masuk
ke dalam saluran pencernaan; lambung dan duodenum. Adanya udara
dalam jaringan ini merupakan bukti bahwa bayi lahir pernah bernafas
(dalam keadaan hidup). Hal-hal lain yang mungkin terdapat dalam
lambung dan usus adalah darah, mekonium dan cairan amnion.
Keadaan ini menunjukkan bahwa bayi telah melakukan usaha
pernafasan dan pada saat inspirasi menelan cairan tersebut. Adanya
cairan susu menunjukkan bayi telah hidup untuk beberapa waktu
lamanya.
Tujuan : untuk menentukan apakah seorang bayi itu dilahirkan
dalam keadaan hidup atau mati, dengan melihat ada atau tidaknya
udara di dalam lambung dan usus serta memperkirakan sudah berapa
lama bayi tersebut sudah bernafas (hidup).
Cara kerja : duodenum di dekat pylorus, usus halus di daerah
valvula Bauhini dan daerah usus besar di daerah rekto-sigmoid diikat
dengan tali rami. Esofagus telah diikat di atas diafragma dan telah
diputuskan diatas ikatan pada waktu alat-alat/ organ dada dikeluarkan.
Seluruh saluran cerna dikeluarkan dari rongga perut dan kemudian
diletakkan dalam air serta diperhatikan apakah seluruhnya mengapung

Page 452
atau tenggelam. Bila tidak seluruhnya mengapung maka diperhatikan
bagian mana saja yang mengapung.
Cara lain yaitu masing-masing bagian saluran cerna diuji secara
tersendiri. Pada tempat-tempat tersebut dibuat dua ikatan dan masing-
masing bagian dipisahkan diantara dua ikatan tersebut. Kemudian
masing-masing bagian diuji dengan meletakkannya di dalam air dan
diperhatikan bagian yang mengapung.
Interpretasi hasil : dilihat bagian mana yang mengapung, akan
menunjukkan berapa lama bayi sempat bernafas.
C. Pemeriksaan Saluran Telinga Tengah
Pada pemeriksaan ini yang diperiksa adalah jaringan konektif
gelatin pada telinga tengah yang akan berubah menjadi berisi udara
jika bayi telah melakukan pernafasan. Namun hasil pemeriksaan ini
kurang dapat diandalkan. Dasar dari uji telinga tengah (middle ear test)
Wreden-Wendt adalah bahwa adanya udara di dalam liang telinga
bagian tengah hanya dapat terjadi bila si anak pada saat dilahirkan
mengadakan gerakan menelan udara dan udara tersebut melalui tuba
auditiva eustachii yang terbuka (karena aktivitas musculus tensor et
levator veli palatini) lalu udara masuk ke dalam liang bagian tengah.
Cara kerja untuk dapat mengetahui keadaan tersebut yaitu
pembukaan liang telinga tengah harus dilakukan di dalam air; tentunya
baru dilakukan pada mayat yang masih segar. Dengan gunting yang
kuat atau pahat kecil, tegmen timpani dibuka di bawah permukaan air
dan diperhatikan apakah keluar gelembung-gelembung udara dari
telinga tengah (hasil positif) atau tidak (hasil negatif). Kedua telinga
tengah diuji. Hendaknya digunakan air yang tidak mengandung
gelembung udara, yakni air yang sudah dimasak dan dijaga agar tidak
terdapat gelembung udara yang melekat pada alat yang digunakan.
Sedangkan informasi dari Departemen/ Bagian Telinga-Hidung-
Tenggorokan (THT) menyebutkan bahwa penentuan adanya udara
dalam liang telinga tengah dapat dilakukan dengan menusuk gendang
telinga setelah telinga terlebih dahulu diisi dengan air, dan penusukan
dengan menggunakan jarum yang berisi air. Keluarnya udara dari liang
telinga mengidikasikan bahwa liang telinga tengah telah berisi udara,
dan bayi kemungkinan pernah pernah bernafas. Namun secara ilmu
kedokteran forensik hal tersebut masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut.
Hasil negatif tidak berarti bayi belum bernafas, karena bayi
mungkin saja tidak menelan udara walaupun ia bernafas pada waktu
dilahirkan. Debilitas vitae dapat menyebabkan bayi tidak mampu
untuk mengadakan gerakan menelan yang aktif dan udara tidak masuk
ke ruang telinga tengah. Uji Wreden-Wendt ini tidaklah lebih unggul
daripada uji apung paru. Hasil negatif semu maupun positif semu
(mayat sudah membusuk) dapat dijumpai. Kegunaan uji telinga tengah
ini adalah pada kasus mutilasi mayat bayi baru lahir yang masih segar,

Page 453
dimana hanya kepala bayi saja yang ditemukan, dapat digunakan untuk
menentukan apakah sudah pernah bernafas atau belum.
D. Penilaian pusat penulangan
1. Pusat penulangan pada distal femur dan proksima tibia
Buat irisan melintang pada kulit daerah lutut sampai
tempurung lutut. Dengan gunting ligamentum patellae dipotong
patellae disingkirkan. Dengan pisau, lakukan pengirisan distal
femur atau proksimal tibia mulai dari ujung, lapis demi lapis ke
arah methapyse. Pusat penulangan akan tampak sebagai bercak
berwarna merah homogen dengan diameter lebih dari 5 mm di
daerah ephypise tulang.
2. Pemeriksaan pusat penulangan pada thalus dan calcaneus
Untuk mencapai thallus dan calcaneus, telapak kaki bayi
dipotong dari sela jari ke 3 dan ke 4 sampai dengan tumit
melebarkan potongan pada kulit, tallus dan calcaneus dapat
dipotong sedikit longitudinal untuk memeriksa adanya pusat
penulangan.

2.5. PEMERIKSAAN PADA KASUS KEMATIAN MENDADAK


A. Test Emboli Udara
Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner,
tidak jarang terjadi. Pada emboli sistemik, udara masuk melalui
pembuluh vena yang ada di paru-paru, misalnya pada trauma dada dan
trauma daerah mediastinum yang merobek paru-paru dan merobek
pembuluh venanya. Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering,
udara masuk melalui pembuluh-pembuluh vena besar, yang terfiksasi,
misalnya pada daerah leher bagian bawah, lipat paha atau daerah
sekitar rahim (yang sedang hamil), dapat pula pada daerah lain,
misalnya pembuluh vena di pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan
udara masuk melalui jarum infus tadi.
Prinsip : tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara luar, sehingga
jika ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini
ditambah lagi dengan pergerakan pernafasan yang “ menyedot “.
Tujuan : untuk mengetahui ada tidaknya emboli dalam sirkulasi darah
yang mungkin disebabkan oleh trauma baik pada organ paru tersebut
atau pada organ lain.
Cara kerja
1. Emboli pulmoner
 Buat sayatan “ I “ dimulai dari insisura jugularis, ke arah
bawah sampai ke simfisis pubis
 Potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan,
pisahkan rawan iga dan tulang dada ke arah atas sampai ke
perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3
 Potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-
2 dan ke-3

Page 454
 Setelah kandung jantung tampak buat insisi pada bagian
depan kandung jantung dengan insisi “ I ”, sepanjang 5-7
cm; kedua ujung sayatan tersebut dijepit dan diangkat
dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar)
 Masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi
yang telah dibuat tadi sampai jantung terbenam; akan tetapi
pada umumnya bila jantung tetap terapung maka hal ini
merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung
 Tusuk dengan pisau (jarum) yang runcing, tepat di daerah
bilik jantung kanan, yang berbatasan dengan pangkal a.
pulmonalis, kemudian putar pisau itu 900.
 Bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada
arteri pulmonalis, ke arah bilik jantung, untuk melihat
keluarnya gelembung udara.
 Pada kasus abortus maka pemeriksaan dengan prinsip yang
sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada
jantung.
2. Emboli Sistemik
Pada prinsipnya sama dengan tes emboli pulmoner, letak
perbedaaannya adalah : pada tes emboli sistemik tidak dilakukan
penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada arteri
coronaria sinistra ramus desenden secara serial beberapa tempat
dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut, agar tampak
gelembung kecil yang keluar.
Interpretasi hasil : tes emboli positif jika keluar gelembung-
gelembung udara.
B. Test Pneumothorak
Pada kekerasan yang mengenai daerah dada, dapat terjadi patah
tulang iga yang mengakibatkan tertusuknya paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumothorak. Dalam hal demikian, pembuktian dapat
dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara membuka rongga dada
dibawah permukaan air untuk melihat gelembung udara. Cara autopsi
pada kasus dengan pneumothorak :
1. Kulit daerah dada yang telah dilepas dari dinding dada
dipegang pada tepi bebasnya sedemikian rupa sehingga
membentuk semacam kantong dengan dasar dinding dada.
2. Ke dalam kantong ini kemudian diisi air.
3. Dengan sebuah skalpel, dinding dada diiris dibawah
permukaan air sampai menembus ke rongga dada.
4. Pengumpulan udara dalam rongga dada pada pneumothorak
akan menyebabkan keluar gelembung udara dari lubang.
2.6. PEMERIKSAAN PADA KASUS KERACUNAN

Page 455
A. Karbon Monoksida (CO)
Gas Karbon Monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa dan tidak merangsang selaput lendir, sedikit
lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar. Gas CO dapat
ditemukan pada hasil pembakaran yang tidak sempurna dari karbon
dan bahan-bahan organik yang mengandung karbon. Sumber
terpenting adalah motor yang menggunakan bensin sebagai bahan
bakar (spark ignition), karena campuran bahan yang terbakar
mengandung bahan bakar lebih banyak dari pada udara sehingga gas
yang dikeluarkan mengandung 3-7% CO. Sebaliknya motor diesel
dengan compression ignition mengeluarkan sangat sedikit CO, kecuali
bila motor berfungsi tidak sempurna sehingga banyak mengeluarkan
asap hitam yang mengandung CO. Sumber lain gas CO adalah gas
arang batu yang mengandung kira-kira 5 % CO, alat pemanas
berbahan bakar gas, lemari es gas dan cerobong asap yang bekerja
tidak baik.

Cherry red color pada keracunan CO


Sumber : Dix J. Color Atlas of Forensic Pathology. CRC Press. Boca Raton: 2000

Hasil otopsi otak orang dengan keracunan CO, terdapat petekiae dan warnanya merah
terang.
Sumber :
http://www.meded.virginia.edu/courses/path/innes/images/rcdjpegs/rcd%20brain

CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh


hemoglobin secara reversible, membentuk karboksi-hemoglobin.
Selebihnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein
heme ekstravaskular lain. Afinitas CO terhadap hemoglobin adalah
210-300 kali afinitas O2. Akan tetapi ikatan CO dengan Hb tidak tetap
dan setelah dilepaskan oleh Hb, sel darah merah tidak mengalami
kerusakan. Bila orang yang telah mengabsorpsi CO dipindahkan ke
udara bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb

Page 456
semula akan berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam. Dalam waktu 6-8
jam darahnya tidak lagi mengandung COHb. Inhalasi O2 mempercepat
ekskresi CO sehingga dalam waktu 30 menit kadar COHb telah
berkurang setengah dari kadar semula. Umumnya kadar COHb akan
berkurang 50% bila penderita CO akut dipindahkan ke udara bersih
dan sisa COHb akan berkurang 8-10% setiap jamnya. Hal ini penting
untuk mengerti mengapa kadar COHb dalam darah korban rendah atau
negatif pada saat diperiksa, sedangkan korban menunjukkan gejala dan
atau kelainan histopatologis yang lazim ditemukan pada keracunan CO
akut.
Ada beberapa jenis Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan
untuk menentukan kadar CO di dalam darah :
1. Test Alkali Delusi (Alkali Delution Test/ Test Hoppe Seyler)
Ambil 2 buah tabung reaksi. Pada tabung reaksi pertama (I)
diteteskan 1-2 tetes darah korban (CoHb), dan pada tabung kedua
(II) diteteskan juga 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol.
Encerkan masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml air,
sehingga warna merah pada kedua tabung kurang lebih sama.
Kemudian pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan
masing-masing 5 tetes larutan NaOH (Sodium Hidroksida) 10-20
% lalu dikocok. Interpretasi hasil dilakukan dengan
memperhatikan perubahan warna pada masing-masing tabung
reaksi. Pada tabung reaksi I (darah COHb) akan tampak tetap
berwarna merah muda untuk beberapa saat, namun kemudian akan
berubah menjadi coklat kehijauan, sedangkan pada tabung reaksi II
(darah normal/ kontrol) akan tampak perubahan warna menjadi
coklat hijau karena terbentuk alkali hematin. Tes ini akan memberi
hasil positif jika sutrasi COHb sama atau lebih besar dari 10%.
Skema reaksi :
COHb+NaOH 10-20% tetap merah terang beberapa
saat
(1-2 tetes + 10 ml air) lalu menjadi coklat
kehijauan.
Darah Normal+NaOH 10-20% berwarna coklat
kekuningan
(1-2 tetes + 10 ml air) karena terbentuk alkali
hematin.
2. Modifikasi Tes Alkali Delusi
Ambil 1 bagian darah korban (COHb) dan tambahkan 20
bagian 0.01 N Ammonia (NH4OH). Hasil Positif bila
ditemukan perubahan warna menjadi warna merah muda. Hasil test
ini harus dibandingkan dengan blanko yang tersedia untuk melihat
perkiraan kadar CO dalam darah. Test dapat dilakukan pada darah
segar maupun darah busuk.
Skema reaksi :

Page 457
Darah CoHb + 0.01 N Ammonia Merah muda
(bandingkan
(1 Bagian) (20 Bagian) dengan blanko
kontrol).
3. Test Formalin (Eachlolz – Liebmann)
Ambil 2 buah tabung reaksi, pada tabung reaksi pertama (I)
diteteskan 1 bagian darah korban (COHb), dan pada tabung kedua
diteteskan 1 bagian tetes darah normal sebagai kontrol. Kemudian
pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan masing-masing
dengan jumlah bagian yang sama banyaknya larutan formalin 40
%. Hasilnya pada tabung reaksi I (darah COHb) akan terbentuk
koagulat (endapan) pada dasar berwarna merah, semakin tinggi
kadar COHb, maka semakin merah warna koagulatnya. Reaksi ini
memberi hasil positif jika saturasi COHb sama dengan atau lebih
besar dari 25 %, sedangkan pada tabung reaksi II (darah normal/
kontrol) terbentuk koagulat berwarna coklat.
Skema reaksi :
Tabung I : Darah COHb + Formalin 40% Koagulan berwarna
merah
(1 bagian) (1 bagian) didasarnya.
Tabung II: Darah Normal + Formalin 40% Koagulat warna
coklat
(1 bagian) (1 bagian) didasarnya.

4. Test Modifikasi Metode Gettler-Freimuth


Metode ini menggunakan beberapa pereaksi seperti :
 0.02 gr PdCl2. 2 aq + 2 tetes HCl Pekat (36%), yang
diencerkan dengan aquades sampai 10 ml.
 Larutan jenuh asam Fosfomolibdat (20MoO3. 2H3PO4 .48 aq)
dalam air.
 3.2 gr K-Ferrisianida + 0.8 Saponin, tambahkan aguades
sampai 100 ml.
 0.8 ml Asam laktat (BD : 1,20 ) per 100 ml aquades.
 10 gr Pb (asetat)2, 3 aq. Per 100 ml aquades.
 Kaprilik Alkohol.
Prinsip reaksi yaitu, bahwa bila gas CO dialirkan ke dalam
larutan fosfomolibdat maka tidak akan terjadi suatu reaksi (reaksi
I) dengan adanya Paladium maka CO akan diabsorbsi dan
diaktifkan oleh Palladium sehingga dapat mereduksi asam
Fosfomolibdat (Reaksi I dan II). Reaksi ini sangat sensitif.
Skema reaksi :
Reaksi I MoO3+ CO
Reaksi II Pd2++ CO + H20 Pd0 + CO2 + 2H+
Reaksi III 2M0O3 + CO Mo 2 O5 + CO2 Pdo (biru-
hijau)

Page 458
5. Teknik Mikrodifusi Conway Feldstein Klendshoj
Reaksi I: letakkan 2 ml larutan Sulfuric acid/ asam sulfurik
10% pada celah tepi wadah mikrodifusi conway. Kemudian
tempatkan 2 ml Palladium Chloride pada bagian tengah wadah
mikrodifusi conway. Pada bagian luar, lakukan reaksi II dengan
meneteskan 1 ml darah yang akan diuji (darah COHb) lalu
diatasnya teteskan 1 ml larutan Sulfuric acid 10% dan segera
wadah tersebut ditutup dengan penutup untuk beberapa saat.
Kemudian dengan kapas lidi diambil hasil reaksi II, kemudian hasil
reaksi II tersebut di aduk secara perlahan-lahan pada reaksi I
sehingga terjadi reaksi difusi. Biarkan hasil reaksi dalam suhu
kamar selama 1 jam. Hasil reaksi positif bahwa darah yang
diperiksa mengandung CO akan ditunjukkan dengan hasil reaksi
menjadi warna abu-abu kehitaman pada sebuah wadah yang
mengkilat akibat reaksi dengan palladium.
B. Pemeriksaan Alkohol
1. Teknik Mikrodiffusi Conway.
Alat : Mikrodiffusi Conway.
Reagensia : Kalium karbonat pekat, Asam sulfat pekat, Reagensia
Antie yang dibuat dari:
 (1). Larutan 3,70 gram Kalium-dikhromat dalam 150 ml
aquadest; tambahkan sambil diaduk dengan 280 ml asam
sulfat pekat,
 (2). Encerkan dengan aquadest sampai volumenya 500 ml.
Cara pemeriksaan dan interpretasi hasil
 Taruh 2 ml reagensia Antie pada ”center chamber”,
 Tuang 1 ml darah atau 1 ml urin yang akan diperiksa pada
”outer chamber”,
 Tuang 1 ml kalium-karbonat jenuh pada ”outer chamber”
yang berlawanan arahnya,
 Tutup mikrodiffusi tersebut dan digoyangkan agar terjadi
percampuran antara darah atau urin dengan kalium-karbonat;
diamkan selama 1 jam dalam temperatur kamar
 Buka tutup mikrodiffusi tersebut, dan lihat perubahan warna
yang terjadi pada ”center chamber”:
 Warna kuning kenari : alkohol negatif (-),
 Warna Kuning kehijauan: alkohol sekitar 80 mg%,
 Warna Kuning hijau: alkohol sekitar 150 mg%,
 Warna hijau-kuning-hijau: alkohol sekitar 230 mg%,
 Warna biru-kehijauan: alkohol sekitar 300 mg%.
C. Pemeriksaan Sianida
1. Teknik Mikrodiffusi Conway (Teknik Sianida I).
Alat : Mikrodiffusi Conway.
Page 459
Reagensia : Natrium-hidroksida 10%, Asam sulfat 10%, Ferrous-
sulfat 20%, HCl Pekat
Cara Pemeriksaan dan Interpretasi Hasil :
 Taruh 2 ml Natrium-hidroksida pada ”center chamber”,
 Taruh 2 ml asam sulfat 10% pada galangan kecil yang terdapat
pada mikrodiffusi, maksudnya: asam sulfat tersebut bertindak
sebagai ”sealer”,
 Tuang 1 ml material yang akan diperiksa (darah, isi lambung
dan lain-lain), pada ”outer chamber”; segera tuangkan diatasnya
dengan 1 ml asam sulfat, dan kemudian ditutup; goyangkan agar
terjadi percampuran yang baik,
 Diamkan agar berdiffusi selama 1 jam dalam temperatur kamar,
 Angkat tutup mikrodiffusi tersebut, dan tambahkan ferrous-
sulfat 20%,
 Hilangkan presipitat yang berwarna coklat dengan jalan
menambahkan 1-2 ml HCl pekat,
 Bila mengandung sianida: akan terjadi warna biru gelap.
2. Teknik Sianida II
 Kertas saring dicelup dalam asam pikrat jenuh, dan keringkan,
 Teteskan material yang akan diperiksa (darah, isi lambung dan
lain lain) pada kertas saring tersebut, dan biarkan mengering,
 Teteskan Natrium-karbonat 10% di tengah material yang telah
mengering tadi di kertas saring,
 Bila sianida ada maka akan terbentuk warna merah-keunguan,
bila sianida ada dengan kadar tinggi maka akan terbentuk warna
biru.
D. Pemeriksaan Derivat Fenotiazin (phenothiazine)
1. Metode : Forrest dan Forrest.
Cara pemeriksaan : teteskan 6 tetes Asam sulfat pekat dan 2 tetes
Ferri-khlorida 10% pada 2 ml urin, terbentuknya warna merah
jambu muda (pink), pertanda adanya derivat fenotiazin.
Buat FPN Reagensia :
 5 ml Ferri-khlorida 5% ditambah 45 ml nitric acid 20% dan
50 ml nitric acid 50% w/v.
 Teteskan 1 ml reagensia FPN pada 1 ml urin,
 Derivat Chlorinated: berwarna lembayung (lila)
 Derivat Fluorinated: berwarna merah daging
 Derivat Sulfurated: berwarna biru dan oranye
 Warna-warna tersebut cepat terjadi dan cepat pula memudar.
E. Pemeriksaan Salisilat
1. Metode: Test Phenistix.

Page 460
Cara pemeriksaan:
 Pada 2-3 ml urin diteteskan 1 ml ferri-khlorida 10%,
 Bila mengandung salisilat maka akan terjadi warna: Ungu tua,
 Kemudian didihkan urin tadi, dan lakukan tes ulang-an, bila
asam salisilat ada dalam urin, akan terjadi warna: Ungu.
 Tes ini akan positif walau orang tersebut menelan 5 gram
aspirin.
F. Pemeriksaan Arsen
1. Metode Reinsch Test
Prosedur :
 5-10 gram isi lambung atau 25 gram jaringan yang telah
dihaluskan diberi air secukupnya, tambahkan 5 ml HCl pekat.
 Kawat tembaga dibersihkan dengan jalan mencelupkannya
dengan cepat ke dalam HNO3, cuci dengan air sampai kawat
tembaga tersebut mengkilat.
 Celupkan tembaga tersebut ke dalam jaringan/ isi lambung dan
tabung yang berisi isi lambung atau jaringan tersebut
dipanaskan dalam penangas air (Water bath) selama 45 menit.
 Kawat tembaga diangkat dan dicuci dengan air mengalir dan
bersihkan dengan aquades.
Interpretasi hasil :
 Perhatikan warna yang tampak pada kawat tembaga tersebut,
arsenik akan memberikan warna putih kelabu atau hitam.
 Pada pemeriksaan mikroskopik, kristalnya berbentuk
oktahedral.
2. Metode Bettendorff Test
Reagensi : HCl pekat dan Stannous Chloride
Prosedur :
 Deposit arsenik pada test sebelumnya (test Reinsch) adalah
deposit arsenous oxide.
 Teteskan reagensia pada kawat tembaga (Reinsch test).
Interpretasi : hasil positif akan terbentuk presipitat yang berwarna
coklat kehitaman yang segera timbul.
3. Metode Marsh Test
Prosedur :
 Tes ini merupakan tes yang lebih baik untuk mendeteksi dan
menduga adanya arsenik.
 Tes ini didasarkan pada terbentuknya arsine (AsH3) sebagai
hasil kerja dari hidrogen yang terbentuk dari seng dan H2SO4.
 Gas arsine yang terbentuk dialirkan melalui tabung yang panas,
dan pada bagian tabung yang dingin akan terbentuk lapisan
seperti kaca.
Page 461
Interpretasi Hasil: Panjang lapisan kaca yang terbentuk sebanding
dengan konsentrasi arsenik yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa.

Kulit orang keracunan kronik arsen


Sumber : http://www.summagallicana.it/lessico/a/arsenicosi

2.7. PEMERIKSAAN RAMBUT


Diantara jaringan-jaringan tubuh yang mungkin ditemukan dan
merupakan bukti penting dalam kasus kejahatan, rambut mempunyai
peran yang cukup menonjol. Disamping jaringan keras seperti tulang, gigi
dan kuku, rambut juga bersifat sangat stabil terhadap temperatur
lingkungan dan pembusukan. Nilai bukti dari rambut akan bertambah pada
kasus yang tidak ditemukan bukti-bukti lain atau bukti-bukti lainnya telah
rusak.
Kegunaan pemeriksaan laboratorium terhadap rambut dalam
bidang forensik adalah untuk membantu penentuan identitas seseorang,
menunjukkan keterkaitan antara seseorang yang dicurigai dengan suatu
peristiwa kajahatan tertentu, antara korban dengan senjata atau antara
korban dengan kendaraan yang dicurigai.

Anatomi rambut Sumber : Wahid S.A. Bukti Fizikal. Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementerian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur. 1993: h. 320.

Dari rupa kutikula dan medulla, bentuk relatif dari medulla dan
korteks dan dari penampang-penampang melintang dari pada rambut,

Page 462
dapatlah diduga asal rambut. Pemeriksaan laboratorium terhadap rambut
meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik.
1. Pemeriksaan Makroskopik
Pada pemeriksaan makroskopik dicatat keadaan warna, panjang,
bentuk rambut apakah lurus, ikal atau keriting dan zat pewarna rambut
yang mungkin dijumpai.
2. Pemeriksaan Mikroskopik
Untuk pemeriksaan mikroskopik, perlu dibuat sediaan mikroskopik
rambut dengan cara rambut dibersihkan dengan air, alkohol, dan eter.
Kemudian letakkan pada gelas objek, tetesi gliserin dan tutup dengan
gelas penutup. Dengan cara ini dapat dilihat gambaran medula rambut.
Untuk melihat pola sisik dari rambut secara mikroskopik, dibuat
cetakan rambut tersebut pada sehelai film selulosa dengan meneteskan
asam asetat glasial, lalu letakkan rambut yang telah dibersihkan di
atasnya dan ditekan menggunakan gelas objek. Pola sisik dapat
didokumentasikan dengan membuat foto hasil pemeriksaan
mikroskopik. Disamping itu, pada pemeriksaan mikroskopik
ditentukan pula hal berikut :
a. Rambut manusia atau rambut hewan
Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-
sifat lapisan sisik (kutikula), gambaran korteks dan medula
rambut. Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, di
bawahnya terletak korteks yang terdiri dari gabungan serabut-
serabut dengan pigmen. Di tempat yang paling dalam \/ tengah,
terdapat medula yang mengandung pigmen dalam jumlah
terbanyak. Rambut manusia memilki diameter sekitar 50-150
mikron dengan bentuk kutikula yang pipih, sedangkan rambut
hewan memiliki diameter kurang dari 25 mikron atau lebih dari
300 mikron dengan kutikula yang kasar dan menonjol. Pigmen
pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan
pada hewan padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter
medula dengan diameter rambut pada rambut manusia (indeks
medula) adalah 1:3, sedangkan indeks medula rambut hewan
adalah 1:2 atau lebih besar. Pemeriksaan indeks medula
merupakan pemeriksaan yang terpenting untuk membedakan
rambut manusia dari rambut hewan. Dalam bentuk tabel dapat
kita lihat perbedaan tersebut:
Perbedaan rambut manusia dan binatang
Rambut Manusia Rambut binatang
Perabaan Halus dan tipis (Ø 50- Kasar dan tebal (Ø 25->300
150 mikron) mikron)
Kutikula Sisiknya kecil, rata Sisik besar, bentuk polyhedral,
serrated dan sekitar berombak dan sekitar batang
batang rambut padat rambut tidak padat
Medula Sempit, kadang- Lebar, selalu ada dan kontinu
kadang tidak ada, (Indeks medula = 1:2 atau

Page 463
terputus-putus atau lebih besar)
kontinu (Indeks
medula = 1:3)
Korteks Tebal, 4-10 kali lebar Tipis, jarang sekali sampai dua
medulla kali lebar medulla
Pigmen Lebih banyak Bentuk seragam (uniform),
dipinggir korteks letak ditepi atau di tengah
Tes Khas untuk manusia Khas untuk binatang
precipitin
Sumber http://www.google.co.id/imglanding?imgurl=http://hoofdhaar.files.wordpress.

Perbedaan rambut manusia dan hewan Sumber:


http://www.google.co.id/imglanding?imgurl=http://hoofdhaar.files.wordpress.

Cotton Viscose

Wool Triacetate
Mikroskopis berbagai macam serat
Sumber : http://www.policensw.com/info/forensic/forensic7a.html

human head Cat Dog


Mouse
hair

Page 464
Perbandingan Sisik Rambut Manusia dan Hewan
Sumber : http://www.policensw.com/info/forensic/forensic7a.html

Perbandingan mikroskopis rambut manusia dan anjing


Sumber : http://web1.d25.k12.id.us/home/staff/rudeer/forensichair.html

b. Asal tumbuh rambut manusia


Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan
atas rambut kepala, alis, bulu mata, bulu hidung, kumis dan
jenggot, rambut badan, rambut ketiak dan rambut kemaluan.
Umumnya tidak terdapat perbedaan yang tegas diantara jenis-
jenis rambut tersebut. Rambut kepala umumnya kasar, lemas,
lurus/ikal/keriting dan panjang dengan penampang melintang
yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval atau elips
(pada rambut yang ikal/ keriting). Alis, bulu mata, bulu hidung
umumnya relatif kasar, kadang-kadang kaku dan pendek.
Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar sedangkan
rambut badan halus dan pendek.
c. Rambut utuh atau rusak
Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan
memperlihatkan akar, bagian tengah dan ujung yang lengkap
pada rambut yang tercabut, rambut akan terlihat utuh dengan
disertai jaringan kulit. Sebaliknya rambut yang lepas sendiri
mempunyai akar yang mengerut tanpa jaringan kulit. Rambut
yang terpotong benda tajam, dengan mikroskop terlihat
terpotong rata, sedangkan akibat benda tumpul akan terlihat
terputus tidak rata.
Page 465
d. Jenis kelamin
Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi
petunjuk jenis kelamin. Tetapi untuk menentukan jenis kelamin
yang pasti, harus dilakukan pemeriksaan terhadap sel-sel
sarung akar rambut dengan larutan orcein. Pada rambut wanita
dapat ditemukan adanya kromatin seks pada inti sel-sel
tersebut.
e. Umur
Perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen
rambut sukar sekali dilakukan. Umumnya dapat dikatakan,
bahwa bila usia bertambah maka rambut akan rontok.
Rontoknya rambut pada pria umumnya terjadi pada dekade
kedua atau ke tiga, sedangkan pada wanita sering terjadi
rontoknya rambut ketiak dan pertumbuhan rambut pada wajah
pada saat menopause. Rambut ketiak dan kemaluan akan
tumbuh pada usia pubertas.
f. Penentuan golongan darah
`Penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan metode
absorbsi delusi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
golongan darah individu yang bersangkutan.
Cara pemeriksaan : rambut dipotong-potong sepanjang 0,5-
1 cm. Masukkan ke dalam mortir dan gerus hingga lapisan luar
rambut rusak. Jangan digerus hingga menjadi serbuk (bila perlu
dilihat dengan mikroskop stereoskopik). Masukkan ke dalam
dua tabung reaksi 60 x10 mm. Tambahkan anti A ke dalam
tabung pertama dan anti B ke dalam tabung kedua, kemudian
simpan dalam lemari es selama satu malam. Buang antisera
dengan pipet pasteur, cuci 5-6 x dengan larutan salin dingin
periksa apakah pencucian telah sempurna dengan
menambahkan suspensi sel indikator 2%. Lihat adanya
aglutinsai, bila tidak ada aglutinasi, cuci sekali lagi.
Tambahkan 2 tetes salin ke dalam masing-masing tabung dan
tempatkan pada suhu 56 0 C selama 10 menit pindahkan ke
dalam tabung baru. Tambahkan 1 tetes suspensi sel indikator
ke dalam masing-masing tabung. Biarkan selama 5 menit,
pusing selama satu menit dengan kecepatan 1000 RPM. Lihat
ada tidaknya aglutinasi.
Interpretasi Pemeriksaan
Tabung I Tabung II Kesimpulan
Aglutinasi + + AB
+ - A
- + B
- - O

Page 466
Sumber : Budiyanto A., Widiatmaka W., Atmaja D.S. Bagian Kedokteran Forensik FK-
UI. Jakarta. 1999.h.95.
Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap rambut tidak
dapat menentukan rambut tersebut berasal dari individu
tertentu tetapi hanya dapat memastikan rambut tersebut bukan
berasal dari orang tertentu (berdasarkan golongan darah).

Page 467
PENGAWETAN JENAZAH
PENDAHULUAN
Setiap terjadi kematian, maka ada kalanya keluarga duka/ jenazah
berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi tubuh jenazah agar tetap utuh, baik
untuk sementara waktu ataupun untuk selamanya. Sejak zaman dahulu telah kita
kenal usaha untuk mengawetkan jenazah, seperti yang paling terkenal adalah
Mummi Raja Firaun di Mesir.
Namun kadangkala, pernah pula dilaporkan bahwa ada beberapa jenazah
yang tidak membusuk setelah dikubur beberapa tahun lamanya, padahal pada tubuh
jenazah tersebut dilaporkan tidak pernah dilakukan tindakan pengawetan jenazah.
Misalnya jenazah Beato Paus Yohanes XXIII yang dibuka kembali kuburnya pada
tanggal 16 Januari 2001, yang masih tetap awet, padahal Paus tersebut telah
meninggal sejak 3 Juni 1962. Hanya saja, memang perlakuan tertentu dibuat
terhadap jenazah pada saat sebelum meninggal, misalnya dimasukkan ke dalam 3
buah peti- pertama peti mati yang terbuat dari kayu oak, lalu peti yang terbuat dari
timah serta peti dari kayu cypress (semacam kayu cemara), kemudian kepada
jenazah disemprotkan bahan kimia tertentu untuk menghilangkan bau dan kemudian
disegel kedap udara. Kenyataan yang lain juga ada membuktikan tentang awetnya
jenazah Santa Bernadetta Soubirous (1844-1879) dan Santa katarina Laboure
(1806-1876) yang juga tetap utuh setelah dibuka kuburnya beberapa tahun
kemudian, padahal pada tubuh jenazah tidak diberi pengawet khusus pada saat
meninggal. (www.catholicherald.com)
Seperti diketahui, bahwa mempertahankan kondisi tubuh mayat tetap utuh
untuk sementara waktu dapat terjadi secara alami maupun buatan. Secara alami
dapat terjadi karena proses adiposere (pelilinan) maupun mummifikasi
(pengeringan). Sedangkan secara buatan dapat terjadi karena perlakuan pendinginan
atau dengan menggunakan bahan pengawet tertentu.
Cara yang dilakukan orang untuk membuat pengawetan pada tubuh
jenazah juga bervariasi, baik dengan cara melumuri, menyemprotkan atau
menyuntikkan bahan tertentu. Dewasa ini telah pula dikembangkan teknik baru
untuk pengawetan jenazah dengan keunggulan – keunggulan yang lebih lagi.
Setiap tindakan pengawetan (Embalming) yang dilakukan haruslah
dilakukan oleh tenaga yang berkompeten untuk itu (dokter/dokter forensik) dan
dilakukan dengan teknik – teknik yang baik dan benar.

TUJUAN PENGAWETAN
Prinsip dasar pengawetan jenazah adalah bertujuan untuk
mempertahankan kondisi tetap tubuh agar terhindar dari proses pembusukan lanjut.
Pada waktu perang dunia kedua, tentara Amerika yang meninggal di
medan perang dan akan dibawa kembali kepada keluarganya tentunya harus tetap
dalam kondisi yang utuh (tidak terjadi pembusukan) agar dapat diterima keluarga
dalam keadaan baik serta dapat dikenali oleh keluarganya secara utuh. Tentu korban
tersebut dalam keadaan utuh. Penggunaan es untuk pengawetan jenazah (cooling of
body with ice) tentu tidaklah efektif, oleh karena jarak tempuh yang jauh dan medan
yang sulit. Sehingga saat itu, sempat digunakan cairan arsenic untuk mengawetkan.

Page 468
Tetapi karena sangat toksik dan beresiko karacunan, kemudian berkembang
pengawetan jenazah (Embalming) dengan menggunakan methyl alkohol.
Pada saat ini, tujuan pengawetan selain untuk mempertahankan kondisi
utuh dari tubuh jenazah atas permintaan keluarga maupun mungkin untuk tujuan
penyelidikan pada kasus-kasus tertentu, tujuan pengawetan selain itu adalah
pengawetan jenazah (embalming) juga dilakukan apabila mayat / jenazah tersebut
akan dikirim keluar daerah ataupun ke negara lain yang tentunya haruslah
diawetkan untuk menghindari pembusukan. Selain itu, bila mayat akan dikirim
melalui pesawat terbang, maka menurut standar prosedur penerbangan, maka mayat
haruslah lebih dahulu diawetkan dengan baik, bebas dari penyakit menular dan
dikemas dengan baik dan benar.
Pengawetan jenazah bagi yang menganut agama Islam disarankan
dilakukan dengan menggunakan lemari pendingin ( cold storage or refrigeration ),
kecuali bila akan dikirim.
Selain untuk kepentingan – kepentingan seperti yang disebutkan diatas,
pengawetan jenazah juga diperlukan untuk tujuan pendidikan pada mahasiswa
kedokteran sebagai bahan penelitian.
Jadi di Indonesia yang beriklim tropis ini sangat memungkinkan terjadinya
proses pembusukan dengan lebih cepat. Dari penjelasan diatas jelaslah pengawetan
jenazah diperlukan untuk mencegah proses pembusukan, mencegah bau busuk dan
membunuh mikroorganisme.
Indikasi dari pengawetan jenazah dilakukan adalah bila penguburan
dilakukan lebih dari 24 jam, bila jenazah akan dikirim ke tempat lain dengan
menggunakan kapal atau pesawat udara, bila sebab kematian jenazah karena
penyakit infeksi, jadi untuk mencegah infeksi meluas, permintaan keluarga agar
jenazah tetap awet oleh karena alasan tertentu.
METODE PENGAWETAN
Teknik maupun metode pengawetan jenazah (embalming method)
dilakukan dengan beberapa cara. Bahan – bahan untuk pengawetannya juga ada
beberapa macam. Cara pengawetan jenazah ada dua, yaitu : (1) alami serta(2)
buatan.
Secara terperinci metode pengawetan yang dapat terjadi pada tubuh
jenazah adalah:
a) Proses Alami.
1. Proses pengawetan yang terjadi secara alami pada tubuh mayat yang
meninggal ditempat yang bersalju yang memiliki suhu sangat dingin
sehingga temperatur udara bisa sangat ekstrim berada jauh pada bawah titik
nol. Pada kondisi ini tubuh akan terus dapat terpelihara sepanjang waktu
selama tubuh berada pada kondisi tersebut.
2. Proses mummifikasi pada tubuh jenazah, proses alami dapat membuat
kondisi mummifikasi pada tubuh jenazah dalam kondisi atmosfir yang
memungkinkan.
3. Proses adipocere pada jenazah, proses alami berupa penyabunan pada tubuh
yang dimungkinkan pada kondisi tertentu.

Page 469
4. Proses pengawetan pada jenazah yang dikubur pada kuburan (di tanah) yang
banyak mengandung kapur (lime) maupun arsen.
b) Proses Buatan
1. Pembekuan jenazah pada kamar pendingin (kulkas Mayat) pada suhu
dibawah 0 0 Celcius. Pada suhu -17c s/d -18c tubuh akan bisa tetap utuh
tanpa terjadi pembusukan untuk waktu yang tak terhingga, sepanjang suhu
tersebut dapat tetap dipertahankan.
2. Embalming, pengawetan jenazah dengan cara memasukkan zat pengawet
dengan cara menyuntikannya kedalam tubuh jenazah . bahan yang umum
digunakan adalah formalin.
3. Memasukkan / melumuri tubuh jenazah dengan bahan / zat arsen untuk
pengawetan
4. Proses mummifikasi yang dibuat dengan metode kimia tertentu. Ini
umumnya dilakukan pada zaman mesir kuno, dimana tubuh jenazah
dimummifikasi. Sebelum dilakukan proses mummifikasi, tubuh terlebih
dahulu dibuang organ bagian dalam (seluran pencernaan). Proses
mummifikasi mengakibatkan tubuh menjadi kering. Bahan yang digunakan
untuk proses mummifikasi ini hingga kini tidak jelas secara ilmiah.
Pada saat ini, pengawetan jenazah yang paling sering dapat kita lihat
adalah dengan cara memasukan kedalam lemari pendingin serta dengan cara
penyuntikan formalin. Pengawetan jenazah dengan cara memasukkan kedalam
lemari pendingin tentunya hanya ada pada fasilitas di rumah sakit. Penggunaan
bahan formalin yang paling sering digunakan oleh para praktisi (embalmer).
Beberapa bahan yang sering digunakan untuk mengawetkan jenazah
adalah formalin 10%, formaldehid 40%, larutan arsen, merkuri khlorida (lead
sulphide), formalin salin (formaldehid dengan NaCl), buffer formalin, Glyserin,
Glutaraldehyde serta methil alcohol.
Semua bahan – bahan pengawet jenazah ini juga sebagian digunakan
untuk fiksasi bahan – bahan/ organ – organ untuk histopatologi jaringan.
TEKNIK PENGAWETAN
Beberapa teknik pengawetan jenazah dapat dilakukan dengan cara
a. Teknik Superfisialis, yaitu dengan melumuri zat-zat pengawet pada kulit di
permukaan tubuh.
b. Teknik infiltrasi, yaitu dengan melakukan penyuntikan pada otot maupun
organ perut dan dada.
c. Teknik parenteral, yaitu dengan melakukan penyuntikan intravena maupun
intra arteri.
d. Teknik penyuntikan melalui intracardial.
e. Dengan mengeluarkan darah dari tubuh.
Yang paling sering dilakukan adalah dengan menyuntikan zat pengawet
(umumnya formalin 40%) kedalam rongga dada, rongga perut, otot, intra vena,
intra arteri, maupun kombinasi diantara semuanya.

Page 470
Pada teknik penyuntikan melalui arteri, maka cairan formalin disuntikkan
ke arteri, bisa melalui arteri axilaris, maupun arteri – arteri femoralis. Penyuntikan
dianggap cukup bila cairan formalin telah tampak dibagian venanya, demikian
pula sebaliknya. Teknik penyuntikan kedalam rongga dada dan perut dilakukan
dengan menyuntikanjarum yang panjang (trochar embalming) melalui dinding
perut dan dada.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bila kita akan melakukan
tindakan pengawetan jenazah yaitu
1. Memastikan bahwa jenazah memang benar – benar telah meninggal.
2. Tidak dijumpainya adanya kecurigaan atas kematian jenazah terutama bila
belum ditangani oleh penyelidik/penyidik polisi.
3. Sebelum melakukan penyuntikan, sebaiknya petugas (embalmer) memakai
pakaian yang lengkap, agar diri terlindungi dari terpaparnya zat pengawet
maupun kuman penyebab infeksi.
4. Tindakan pengawetan jenazah harus dilakukan oleh orang yang berkompeten.
(dokter).
Pengawetan jenazah yang dilakukan kadang kala mengakibatkan efek
yang bisa terjadi pada jenazah itu sendiri, pada pengawetan dengan penyuntikan
cairan formalin maka, beberapa hal bisa saja terjadi, diantaranya:
- Pembusukan oleh karena kegagalan proses pengawetan jenazah.
- Perubahan kulit warna pada wajah yaitu : kebiru – biruan, hitam maupun
menjadi hijau.
- Ketegangan (kontur) kulit yang menjadi keras.
- Bau cairan pengawet formalin yang menyengat.
- Meluapnya cairan pengawet dari hidung maupun dari mulut
- Kegagalan menutup kembali lubang bekas penyuntikan.

KOMPETENSI DOKTER
Tindakan pengawetan jenazah (embalming) yang dilakukan di Indonesia
pada saat belum berlakunya UU praktek kedokteran no 29/ thn 2004 (bahkan juga
mungkin sampai saat ini, bahwa hal itu dilakukan oleh dokter dan juga oleh para
medis. Pengawetan jenazah (embalming) jelas merupakan tindakan medis yang
dalam prakteknya memasukkan bahan kimia pada permukaan maupun terhadap
bagian tubuh manusia yang memang bertujuan untuk mematikan kuman,
mempertahankan bentuk dan mencegah keluarnya bau.(9) Sebelum diberlakukannya
undang – undang praktek kedokteran no 29 /thn 2004 tidak ada pengaturan yang
secara jelas mengatur tentang praktek pengawetan jenazah, artinya bahwa
pengawetan jenazah dapat dilakukan oleh orang selain dokter.
Saat ini, pasca UU praktek kedokteran no 29 / thn 2004, dimana
menekankan perlunya kompetensi dan kewenangan dalam setiap tindakan medis,
kejelasannya yaitu tentang kompetensi pengawetan jenazah yang memang
merupakan kewenangan dari dokter. Hal ini tentunya sangat beralasan dan
mendasar oleh karena pelajaran tentang pengawetan jenazah hanya ada pada
pendidikan dokter yaitu :

Page 471
1. Pendidikan Strata 2 (S2) Anatomi, yaitu pengawetan jenazah untuk preparasi
bahan praktikum anatomi.
2. Pendidikan PPDS patologi anatomi, yaitu pengawetan untuk organ dan jaringan.
3. Pendidikan PPDS kedokteran forensik, yaitu pengawetan jenazah dalam rangka
pemulasaraan jenazah.
Selain itu, pengawetan jenazah dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat juga merupakan kompetensi spesialis forensik dengan alasan bahwa :
a). Pengawetan jenazah dalam rangka pemulasaraan merupakan kompetensi
spesialis forensik ( ada dalam kurikulum PPDS-I Kedokteran forensik)
b). Sebelum pengawetan, pengawet (embalmer) harus memeriksa mayat dan
meyakinkan kematiannya adalah kematian wajar.
c). Pengawetan jenazah mempunyai aspek hukum yang kental karena terkait
dengan resiko penyebaran penyakit ke lingkungan (sanitasi), hukum
penerbangan (syarat pengangkutan jenazah antar kota / negara) dan hukum
pidana (penghilangan barang bukti).
Atas dasar diataslah maka para medis tidak dibenarkan melakukan
pengawetan jenazah dengan alasan apapun, dan Perhimpunan Dokter Forensik
Indonesia (PDFI) sebagai organisasi spesialis forensik selayaknya memberikan
kepastian hukum dengan secara terang menyatakan bahwa pengawetan jenazah
adalah kompetensi dokter spesialis forensik.
Hal ini tentunya sangat diperlukan agar kasus IPDN, dimana seorang
mantri kesehatan yang seorang tenaga pengawet jenazah dari RS. Hasan Sadikin
Bandung yang kemudian dituntut secara pidana atas pelanggaran UU (melakukan
tindakan medis tanpa keahlian dan kewenangan) Melanggar KUHP (menghilangkan
barang bukti) bisa dicegah dan tidak terulang lagi.
Selain itu pengawetan jenazah begitu erat berhubungan dengan rumah
duka. Jelas hal ini didasari atas fungsi Rumah duka yang menangani jenazah sejak
meninggal sampai di kubur. Tentunya jenazah juga akan dimandikan, diawetkan,
pemakaian baju, penyimpanan, penguburan maupun kremasi. Dalam hal
pengawetan jenazah di rumah duka, tentunya pula menjadi tanggung jawab dokter
spesialis forensik, sehingga dengan sendirinya pula maka penanggung jawab rumah
duka di masa berikut adalah seorang dokter spesialis forensik. Dengan alasan
karena keterkaitan yang erat antara fungsi rumah duka dengan pengawetan jenazah

ANALISA KERACUNAN PADA PENGAWETAN


Tindakan pengawetan jenazah haruslah mengikuti prosedur yang ada,
selain menentukan sebab kematiannya terlebih dahulu, menyelidiki adanya dugaan
tindak pidana atas kematian seseorang juga menjadi tidak kalah pentingnya pula.
Tindakan autopsy haruslah lebih didahulukan sebelum dilakukan pengawetan
jenazah. Alasannya tentu karena adanya reaksi antara racun yang mungkin bila ada
pada tubuh korban dengan zat pengawet misalnya :
1. Reaksi Sianida dengan cairan pengawet formalin yang dapat mengurangi daya
analisa racun pada masa berikutnya.

Page 472
2. Banyak cairan pengawet mengandung metil alkohol maupun etil alkohol ataupun
campuran kedua cairan tersebut dapat mengurangi nilai dan daya analisa racun,
tentunya dalam mendeteksi racun-racun yang jenis alkohol.
3. Pengawetan jaringan (fiksasi) dengan formalin dapat menimbulkan reaksi
dengan zat/cairan organik yang mungkin ada didalamnya seperti karena obat-
obatan. Tetapi karena proses fiksasi dapat membuat hasil penilaian atas racun
menjadi tidak lagi ada ataupun rendah.

CLEAN GEL SPRAY


Banyak keluarga menginginkan dilakukkannya tindakan pengawetan
jenazah karena alasan tertentu, tetapi keluarga menolak dilakukannya tindakan
penyuntikan maupun penyayatan (incision) terhadap tubuh jenazah karena mereka
tetap menginginkan agar tubuh jenazah tetap pada kondisi sedia kalanya (natural
appearance).
Untuk itu saat ini telah dikembangkan sebuah teknologi yang inovatif dan
terbaru tanpa tindakan penyuntikan terhadap tubuh mayat, yaitu Clean Gel Spray.
Clean Gel Spray merupakan cairan 50 ml yang mengandung campuran
minyak kapur barus (camphor oil), asam akrilik (Acrylic Acid) dan gas butan
(Butane gas). Clean Gel Spray sangat sederhana dalam penggunaannya, cepat
prosesnya dan tidak perlu ada tindakan penyuntikan / penyayatan pada tubuh
jenazah (non invasive).
Cara pakai Clean Gel Spray adalah dengan cara menyemprotkan larutan
gas (spray) kedalam lubang hidung, mulut (masing-masing selama 8 detik, melalui
vagina untuk wanita selama 4 detik dan melalui anus sisanya (sampai habis).
Setelah disemprotkan maka gas (spray) akan masuk kedalam saluran
pencernaan dan kemudian akan berubah bentuk menjadi kental (Gel). Kondisi /
keadaan seperti gel ini akan menyerap air yang ada di saluran pencernaan, menutup
saluran pencernaan dari udara luar, membunuh bakteri dan mencegah pembusukan.
Mekanismenya adalah larutan gas (spray) yang diupayakan tersebut akan
berubah menjadi gel pada daerah pharing/ trakea, saluran anus dan menyerap air
pada dinding saluran tersebut (;mengakibatkan keringnya lumen saluran
pencernaan). Pembusukan akan tertunda berlangsung selama 4 sampai 5 hari.
Kondisi warna kulit dan tekstur wajah akan tetap pada kondisi alami (natural).
Dengan teknologi terbaru ini, maka tentunya akan diperoleh hal-hal yang
lebih menguntungkan dari tindakan proses pengawetan jenazah yang conventional,
seperti: proses yang lebih cepat, bau busuk tidak dijumpai, bau bahan pengawet
tidak tercium (Clean Gel Spray beraroma Mint), perubahan warna yang minimal,
waktu pengawetan dapat berlangsung selama 4-5 hari (suhu kamar).
Clean Gel Spray mempermudah dalam pengawetan jenazah di rumah –
sakit dan rumah – duka. Mudah digunakan dan menyederhanakan cara penanganan
jenazah (tidak perlu lagi menggunakan “Dry Ice” yang tidak baik untuk
lingkungan). Menghemat waktu dan lebih aman bagi petugas penyelenggara
jenazah. Tidak perlu lagi khawatir adanya penularan penyakit dari tubuh jenazah.
Secara terperinci di jelaskan penggunaan Clean Gel Spray, yaitu:
- Menyumbat cairan yang keluar dari tubuh jenazah secara permanen.

Page 473
- Waktu pengerjaan yang dibutuhkan sangat singkat (sekitar 5 -10 menit)
- Mencegah pembusukan di dalam tubuh dan sekaligus bau dari jenazah.
- Memperkecil perubahan dan mempertahankan kondisi jenazah agar tetap
natural.
- Mencegah penyebaran penyakit yang keluar dari tubuh jenazah. Karena
prinsip kerjanya adalah menyerap cairan tubuh dan merubahnya menjadi gel,
sehingga menyumbat pengeluaran cairan dan mencegah pembusukan.
Termasuk penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti : HIV / AIDS,
Hepatitis, Kolera / Disentri dan lain – lain.
Clean Gel Spray dikemas dalam kaleng semprot 50 ml. Diteliti dan
dikembangkan oleh : Departemen Keperawatan Fakultas Kedokteran Mie
University dan Departemen Keperawatan Rumah Sakit Mie University, Jepang dan
bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Indonesia.
Teknis penggunaan Clean Gel Spray terhadap tubuh jenazah :
 Buka penutup kaleng dan kocok kaleng agar cairan dan gas didalamnya benar–benar
bercampur (terdengar suara bola besi di dalam). Langkah ini harus dilakukan setiap
kali sebelum digunakan.
 Masukkan selang plastik ke corong penyemprot sampai benar – benar kuat terpasang /
tidak lepas, jangan lepaskan penutup selang dengan lobang yang ada di ujung yang
lain.
 Masukkan ujung tersebut ke dalam tubuh jenazah sampai benar – benar masuk dan
rapat agar cairan Clean Gel tidak bocor ataupun meluap ke luar tubuh jenazah.
 Masukkan / suntikan dengan menyemprot Clean Gel Spray ke dalam tubuh, pertama :
kedua lubang hidung → mulut → vagina (bagi jenazah wanita) → anus.
Suntikan Clean Gel pada masing – masing lubang selama 3 – 4 detik, kecuali
kedalam anus yang disemprotkan sampai cairan Clean Gel di dalam kaleng benar –
benar habis.
 Pada saat pencabutan selang plastik harap hati – hati, agar Clean Gel tidak ikut
tertarik / atau bocor keluar, dan jika diperlukan tutup semua lobang tubuh di atas
dengan kapas yang tersedia dalam satu paket kemasan.

Page 474
(PERSIAPAN)  Ambil selang plastik yang
pendek.
 Masukkan ujung selang tanpa
“cap” ke corong semprot sampai
benar – benar kuat terpasang /
tidak lepas.
(HIDUNG)  Kocok kaleng Clean Gel Spray
agar antara powder dan gas
Butane bisa tercampur dengan
sempurna → terdengar bunyi
bola besi di dalam kaleng.
 Masukkan ujung dengan “cap”
berlobang ke dalam lobang kanan
hidung jenasah kira – kira 2 cm
→ sesuai panjang “cap” yang 2
cm.
 Masukkan sampai melewati
cuping hidung, agar cairan benar
– benar masuk ke dalam saluran
pernafasan.
 Pegang ujung selang pada saat
penyemprotan / penyuntikan
selama 3 – 4 detik (aerosol harus
benar – benar masuk saluran
hidung).
 Setelah selesai selang dicabut
dari hidung.
 Masukkan ke lobang hidung yang
satu dan lakukan hal yang sama.
 Tutup lobang hidung dengan
cotton balls yang tersedia (bila
diperlukan).
(MULUT)  Kocok kaleng Clean Gel Spray
agar antara powder dan gas
Butane bisa tercampur dengan
sempurna → terdengar bunyi
bola besi di dalam kaleng.
 Masukkan ujung dengan “cap”
berlobang ke dalam mulut sampai
kira – kira pangkal saluran

Page 475
kerongkongan jenasah kira – kira
2 cm → sesuai panjang “cap”
yang 2 cm.
 Pegang ujung selang pada saat
penyemprotan / penyuntikan
selama 3 – 4 detik (aerosol harus
benar – benar masuk kesaluran
kerongkongan).
 Setelah selesai selang dicabut
dari mulut.
(Penggantian –  Selang pendek diganti dengan
selang) yang panjang → hanya bila
diperlukan.
(VAGINA)  Kocok kaleng Clean Gel Spray
Khusus untuk agar antara powder dan gas
jenasah wanita Butane bisa tercampur dengan
sempurna → terdengar bunyi
bola besi di dalam kaleng.
 Masukkan ujung dengan “cap”
berlobang ke dalam vagina
jenasah kira – kira 2 cm → sesuai
panjang “cap” yang 2 cm.
 Pegang ujung selang pada saat
penyemprotan / penyuntikan
selama 3 – 4 detik (aerosol harus
benar – benar masuk ke saluran
vagina).
 Setelah selesai selang dicabut
dari vagina.
(ANUS)  Kocok kaleng Clean Gel Spray
agar antara powder dan gas
Butane bisa tercampur dengan
sempurna → terdengar bunyi
bola besi di dalam kaleng.
 Masukkan ujung dengan “cap”
berlobang ke dalam anus jenasah
kira- kira 2 cm → sesuai pajang
“cap” yang 2 cm.
 Pegang ujung selang pada saat
penyemprotan / penyuntikan

Page 476
sampai seluruh isi Clean Gel
Spray di dalam kaleng habis
sama sekali (aerosol harus benar
– benar masuk ke saluran anus).
 Setelah selesai selang dicabut
dari anus.
(Dikutip dari Harjadi M.T., Atmadja D.S. Peran Dokter Spesialis Forensik Dalam
Penanganan Jenazah di Rumah Duka. Kongres Nasional PDFI IV dan Medikolegal.
Medan. 2007).

Beberapa yang harus diperhatikan pada saat penyemprotan adalah: Jangan


dihisap atau diminum atau dimakan.Gunakan sarung tangan untuk menghindari
efek pada kulit yang sensitive. Simpan di tempat yang aman, jauh dari api dan
jangkauan anak – anak. Khusus digunakan hanya untuk jenazah.
Yang perlu diperhatikan pada penggunaan Clean Gel Spray dengan
memperhatikan makna tanda pada kaleng kemasan adalah:
BAHAYA Dengan mengindahkan tanda ini akan
mencegah bahaya yang timbul, seperti luka
berat ataupun kematian.
PERHATIAN Dengan mengindahkan tanda ini akan
mencegah bahaya yang timbul, seperti luka
berat ataupun kematian.
LARANGAN Tanda ini merupakan larangan keras.

BAHAYA Jangan digunakan selain untuk jenasah.


Produk ini diteliti dan dikembangkan
hanya untuk jenasah.
BAHAYA Jangan disemprotkan kearah orang lain.
Kalau sampai terhirup hidung atau
mulut akan mengakibatkan sesak nafas.
Kalau sampai terkena mata akan
mengakibatkan iritasi berat.

BAHAYA Jangan sampai salah disemprotkan


kearah diri sendiri (terutama untuk
pelaksana pengawetan jenasah).
Apabila sampai masuk hidung, mulut
ataupun mata akan sangat berbahaya.
BAHAYA Jangan disemprotkan dekat api.
Karena mengandung gas Butane yang
sangat mudah terbakar.
PERHATIAN Jangan menyemprot kearah udara,
karena bahan Poly Acrylic mudah
menyebar di udara, sehingga apabila

Page 477
terhirup hidung atau mulut dan juga
terkena mata akan sangat berbahaya.
Untuk pengetesan pada penyemprotan
yang aman lihat uraian di item nomor 8.
BAHAYA Bagi petugas pelaksana pengawetan
jenasah, terutama yang mempunyai kulit
yang sensitive direkomendasikan untuk
menggunakan sarung tangan sekali
pakai (disposal gloves).
Selain itu juga harus memperhatikan
Universal Precautions (Peraturan Kehati
– hatian).
PERHATIAN Pada saat pembuangan kaleng bekas
pakai, kaleng harus benar – benar
kosong baik isi powder maupun gasnya,
baru setelah itu boleh dibuang.
Untuk uraian lengkap prosedur
pembuangan lihat item nomor 9.

Satu set kemasan untuk satu jenasah. Di dalam satu paket kemasan terdiri dari :
 Kaleng Clean Gel Spray 1 buah
 Selang plastik (plastic tube) – pendek 1 buah
 Selang plastik (plastic tube) – panjang 1 buah
 Kapas penutup (cotton balls) 5 buah
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pemakaian Clean Gel
Spray untuk mendapatkan hasil yang maksimal :
1) Pada saat selang dimasukkan ke lobang hidung “cap” selang jangan sampai lepas,
karena “cap” ini menjadi tanda / ukuran berapa jauh selang sudah masuk ke
dalam tubuh jenasah.
2) Kocok dengan kuat kaleng Clean Gel Spray setiap sebelum pemakaian, karena
apabila pengocokan tidak cukup maka proses bercampurnya serbuk Clean Gel
dengan gas di dalam kaleng menjadi tidak sempurna.
3) Sedangkan pengocokan dilakukan dengan baik, maka pengeluaran gel dan gas
juga akan baik.
Pengocokan kaleng ini harus sering dilakukan pada saat pemakaian, karena
setelah beberapa saat tidak digunakan gel dan gas akan berpisah / tidak bercampur
lagi.
4) Pastikan 1 (satu) kaleng dihabiskan untuk 1 (satu) jenasah dan jangan digunakan
dua kali pada saat yang berbeda. Hal ini disebabkan gel yang keluar dari kaleng
akan menyumbat corong semprot dan kaleng sudah kehilangan tekanan karena
gas yang sebagian sudah keluar.

Beberapa jenis aplikasi yang dapat dilakukan adalah:


1. Jenasah anak – anak

Page 478
Clean Gel Spray juga bisa hanya disemprotkan / disuntikan ke dalam mulut dan
anus saja, bagian lain hanya bila dianggap perlu.
2. Jenasah karena gegar otak, pendarahan di otak ataupun luka dikepala
Bersihkan darah dari tempat keluarnya / luka, setelah itu yang pertama – tama
disemprot / dimasukan adalah lobang telinga kanan – kiri, baru bagian lain sesuai
urutan aplikasi.
3. Selain dari point 1) dan 2), untuk kasus pasca – operasi yang mengakibatkan
lobang di bagian tubuh atau anggota badan karena infus dan lain – lain, Clean Gel
Spray juga bisa disemprotkan / disuntikan ke dalam lobang tersebut.
Produk ini sudah terbukti daya gunanya, bisa menghentikan / menyumbat
cairan tubuh yang keluar dari tubuh jenasah, tapi tidak dapat menyumbat secara
keseluruhan seperti misalnya :
1) Apabila kondisi jenazah sudah terlalu banyak mengeluarkan darah (termasuk luka
di kepala), hal ini tidak bisa dihentikan secara sempurna (100 persen).
2) Clean Gel Spray memang mencegah pembusukan, secara umum tanpa “dry-ice”
dengan temperatur kamar bisa bertahan selama 1 minggu → diperlambat
pembusukannya. Namun hal ini juga melihat kondisi jenasah itu sendiri dan
lingkungannya, karena hasilnya akan berbeda – beda.
3) Pada dasarnya Clean Gel Spray bekerja dengan mematikan atau menjaga jenasah
dari bakteri pembusuk.
Secara table dapat dilihat beberapa pertanyaan yang bisa muncul dari
penggunaan clean gel spray, seperti:
Q Bisakah 1 (satu) kaleng Clean Gel Spray digunakan 2 kali
pemakaian ?
A Tidak bisa ; karena setelah pemakaian yang pertama corong semprot
sudah tersumbat dan sebagian gas sudah terpakai, sehingga sudah
tidak ada tekanan lagi.
Q Kenapa kadang – kadang pada waktu penyemprotan jenasah, aerosol
tidak keluar ?
A - Kemungkinan kaleng tidak cukup dikocok, mengakibatkan
powder dan gas tidak bercampur dengan sempurna, sehingga
hanya gas yang keluar dan powder menyumbat.
- Jangka waktu pengocokan dan pemakaian tidak boleh terlalu
lama untuk mencegah terpisahnya lagi antara powder dan gas.
Q Apa penyebabnya kalau pada saat penyemprotan di lobang hidung
jenasah, aerosol berbalik keluar ?
A - Posisi ujung selang kalau dengan “cap” tidak terbuka kearah
saluran, tapi tertutup dinding saluran karena bengkok, sehingga
ujung keluarnya Clean Gel menjadi tertutup.
- Pastikan masuknya selang adalah 2 cm, sesuai panjang “cap”,
karena kalau terlalu dalam juga akan berbalik / meluap keluar.
- Untuk lobang hidung yang ada polip / bisulnya disemprot /
dimasukkan melalui lobang mulut saja.

Page 479
Q Kenapa pada penyemprotan ke dalam anus jenasah, isi perut juga
ikut keluar ?
A - Kemungkinan isi perut jenasah masih penuh, sehingga ketika
disemprotkan Clean Gel isi perut berbalik keluar.
- Bisa juga karena selang dimasukkan terlalu dalam dan
tersumbat di dalam isi perut.
Q Bagaimana menangani jenasah dengan luka berat ataupun dengan
pendarahan di kepala ?
A Bersihkan darah dari tempat keluarnya darah / luka, setelah itu yang
pertama – tama disemprot / dimasukan adalah lobang telinga kanan
– kiri, baru bagian lain sesuai urutan aplikasi.

Page 480
PERAWATAN JENAZAH PADA KASUS PENYAKIT MENULAR

BAB I
PENDAHULUAN
Pelaksanaan pelayanan kamar jenazah dan instalasi kedokteran forensik di
Indonesia merupakan satu kesatuan pelayanan kedokteran di rumah sakit yang tata
laksana kegiatannya memerlukan panduan – panduan yang khusus.
Dan untuk setiap setiap mayat yang datang maupun yang berasal dari rumah
sakit haruslah melalui satu pintu yaitu melalui intalasi jenazah. Demikian pula
jenazah dari luar rumah sakit yang memerlukan pelayanan instalasi jenazah maupun
kedokteran forensik untuk tujuan autopsi (visum et repertum)
Begitu banyak diketahui penyakit – penyakit menular yang berkembang
secara pesat dewasa ini; seperti: HIV/AIDS, TBC paru, hepatitis, rabies, flu burung
(Avian Influenza), antrax, SARS dan sebagainya. Tentunya bagi seorang dokter (
ahli forensik ) haruslah berhati – hati dalam menangani jenazah – jenazah yang
mengidap penyakit menular, yaitu sejak penanganan yang dimulai dari kamar
perawatan hingga ke penguburan. Demikian pula dalam menangani kasus – kasus
forensic (autopsi) dengan korban yang kemungkinan mengidap penyakit menular
maka haruslah berhati – hati dalam menangani korban maupun barang bukti sejak
pada saat di TKP, juga pada saat membawa jenazah dan pada saat serta pada saat
autopsi maupun ketika perawatan jenazah.

BAB II
PEMBAHASAN
I. RESIKO PENYAKIT MENULAR
Dalam setiap tindakan penanganan jenazah maka penanganan secara terpadu
dan hati – hati sesuai dengan prosedur yang berlaku haruslah dilakukan.
Resiko untuk tertularnya penyakit menular dari jenazah kepada petugas
jenazah (dokter / dokter forensik) sangatlah besar. Hal ini tentu sangat beralasan
karena ternyata banyak kasus jenazah yang ditangani di kamar jenazah maupun
rumah duka adalah jenazah orang – orang pengguna obat – obatan dan homosexsual
yang tentunya beresiko tinggi untuk tertular HIV dan hepatitis. Hal tersebut akan
beresiko selain pada petugas jenazah (petugas forensik), tetapi juga kepada polisi
yang menangani kasus ditempat kejadian perkara (TKP) serta kepada ahli
laboratorium (Patologi Anatomi / Patologi Klinik).
Resiko untuk tertular penyakit bisa terjadi dari kontak langsung dengan
jenazah maupun kontak dengan barang – barang maupun produk jenazah seperti air
liur, darah, air mani, air seni (urin) dan sebagainya.
Memang bervariasi waktu yang digunakan untuk berpotensi terjadinya
penyebaran penyakit dari jenazah kepada petugas jenazah. Virus HIV (Human

Page 481
Immunodeficiency Virus) sendiri dikatakan memiliki waktu yang berbeda – beda
untuk bisa ditularkan ke manusia yang hidup. Cao dkk, menyebabkan bahwa HIV
yang terkandung dalam darah yang tersimpan dalam suhu ruangan masih dapat
menginfeksi (menularkan) hingga tiga minggu post mortem. Bankowski
menyebutkan bahwa sekitar 51% virus masih bertahan hidup hingga 21 jam setelah
meninggal pada plasma dan darah jenazah. Penelitian lain pun menyebutkan bahwa
virus HIV masih dapat hidup hingga 18 jam sampai 11 hari setelah orang pengidap
tersebut meninggal. Di limpa, virus HIV masih didapat hingga 14 hari setelah
meninggal. Mesin pendingin (refrigerator) dapat mempengaruhi keadaan virus.
Kultur darah yang diambil dari mesin pendingin ternyata masih mengandung virus
hingga 16 hari setelah kematian dan tentunya sangat beresiko untuk menularkan.
Dalam rangka mencegah resiko tertularnya penyakit menular kepada orang
lain, maka dilakukan usaha pengawetan jenazah. Juga menjadi salah satu syarat
dalam hal pengangkutan / pengiriman jenazah antar kota / negara berdasarkan
hukum penerbangan.
Pada jenazah dimana autopsi terpaksa dilakukan, maka haruslah dicegah
masuknya kuman, bakteri, virus pada saat dan selama autopsi (durante autopsi).
Prosedur dan tatalaksana dalam penanganan jenazah haruslah diikuti.

II. PROSEDUR UMUM


Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu
menerapkan kewaspadaan universal walaupun kadangkala mengakibatkan tradisi
budaya dan agama yang dianut keluarganya menjadi terganggu. Setiap petugas
kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga jenazah dan
mengambil tindakan yang sesuai dengan penanganan jenazah penyakit menular agar
tidak menambah resiko penularan penyakit seperti pada jenazah penderita hepatitis-
B, AIDS, kolera dan sebagainya. Tradisi yang berkaitan dengan perawatan terhadap
jenazah tersebut dapat diizinkan dengan memperhatikan hal-hal tertentu yang telah
dibuat diatas, seperti mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan.
Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh
manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita yang terinfeksi HIV
meninggal, viruspun akan mati.
Beberapa pedoman umum untuk perawatan jenazah adalah sebagai berikut :

A. Tindakan diluar kamar jenazah.


1. Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan
2. Memakai pelindung wajah dan jubah
3. Luruskan tubuh jenazah dan letakan dalam posisi terlentang dengan tangan
disisi atau terlipat didada.

Page 482
4. Tutup kelopak mata dan / atau ditutup dengan kapas atau kassa; begitu pula
menutup hidung dan telinga.
5. Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan
darah atau cairan tubuh lainnya.
6. Tutup anus dengan kasa dan pelester kedap air
7. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakan kasa bekas tersebut didalam
wadah yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal.
8. Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air.
9. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk diselesaikan
oleh keluarga.
10. Pasang label identitas pada kaki.
11. Beritahu kepada keluarga jenazah bahwa jenazah penderita penyakit
menular.
12. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.

B. Tindakan dikamar jenazah


1. Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan sebelum
memakai sarung tangan.
2. Petugas memakai alat pelindung
Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku)
Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut
Pelindung wajah (masker dan kaca mata)
Jubah atau celemek, sebaiknya yang kedap air.
3. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami cara
membersihkan / memandikan jenazah penderita penyakit menular.
4. Bungkus jenazah dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianut.
5. Cuci tangan memakai sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah
melepas sarung tangan.
6. Jenazah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali oleh
petugas khusus yang telah mahir dalam hal tersebut.
8. Jenazah tidak boleh diautopsi. Dalam hal tertentu autopsi dapat dilakukan
setelah dapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh
petugas yang telah mahir dalam hal tersebut.
9. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah :
Segera mencuci kulit dan permukaan kain dengan air mengalir bila
terkena darah atau cairan tubuh lain.

Page 483
Dilarang memanipulasi alat suntik atau menjarumkan jarum suntik ke
tutupnya. Buang semua alat benda tajam dalam wadah yang tahan
tusukan .
Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah dan / atau
cairan tubuh lain, maka segera dibersihkan dengan larutan klorin 0,5%.
Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus di proses dengan
urutan : Dekontaminasi, pembersihan, desinfeksi, atau sterilisasi.
Sampah atau bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam wadah
kantung plastik.
Pembuangan sampah dan bahan tercemar sesuai cara pengelolaan
sampah medis.

III. PERAWATAN JENAZAH AVIAN INFLUENZA


Berdasarkan pedoman penatalaksanaan flu burung pada sarana pelayanan
kesehatan yang dikeluarkan oleh direktorat jendral Bina Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI tahun 2006, disebutkan bahwa penatalaksanaan terhadap
jenazah pasien avian influenza (AI) dilakukan secara khusus, yaitu :
1. Memperhatikan norma agama atau kepercayaan dan perundangan yang berlaku.
2. pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan
3. Perlakuan terhadap jenazah dan penghapushamaan bahan dan alat yang
digunakan dalam penatalaksanaan jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.
Sedangkan di dalam kamar jenazah ditentukan secara jelas perlakuan
khusus jenazah pasien avian influenza meliputi :
a. Perlakuan terhadap jenazah : luruskan tubuh, tutup mata, telinga, dan mulut
dengan kapas / plaster kedap air. Lepaskan alat kesehatan yang terpasang, setiap
luka harus diplester dengan rapat. Tutup semua lubang pada tubuh jenazah
dengan kapas yang telah dibasahi dengan Natrium Hipoklorida 1:10.
b. Seluruh petugas pemulasaraan jenazah telah mempersiapkan universal
percaution (sebelumnya mencuci tangan dengan sabun, serta sebelum dan
sesudah sarung tangan dilepas).
c. Jika diperlukan untuk memandikan jenazah (bahan pencuci dibubuhi dengan
bahan desinfektan) atau perlakuan khusus terhadap jenazah maka hanya dapat
dilakukan oleh petugas khusus dengan tetap memperhatikan universal
precaution. Dalam hal ketika jenazah terpaksa dimandikan, maka memandikan
jenazah dengan menggunakan sabun dan larutan Natrium hipoklorida (bahan
pengelantang/ pemutih Bayclin) 1:10.
d. Jenazah pasien avian influenza ditutup dengan kain kafan / bahan dari plastik
(tidak dapat tembus air). Dapat juga jenazah ditutup dengan bahan kayu atau
bahan lain yang tidak mudah tercemar.
e. Jenazah tidak boleh dibalsam atau disuntik pengawet.

Page 484
f. Jika akan diautopsi, maka hanya dapat dilakukan oleh petugas khusus, autopsi
dapat dilakukan jika sudah ada izin dari pihak keluarga dan direktur rumah
sakit.
g. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
h. Jenazah sebaiknya hanya diantar / diangkut oleh mobil khusus jenazah.
i. Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam disemayamkan didalam pemulasaraan
jenazah.
Ditempat pemakaman umum, maka setelah semua prosedur jenazah
dilaksanakan dengan baik maka pihak kelurga dapat turut dalam penguburan jenazah
tersebut. Penguburan dapat dilakukan ditempat pemakaman umum.
Berhubung penanganan jenazah pasien avian influenza bersifat khusus,
maka menurut keterangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) hukum yang
digunakan menurut syariat islam adalah hukum darurat. Penatalaksanaan pasien flu
burung (avian influenza) ini juga sama dengan penatalaksanaan jenazah pasien
SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome).

IV. PERAWATAN JENAZAH PASIEN RABIES


Rabies (sinonim: Lyssa, hidrophobia, rege, toilwer) adalah suatu penyakit
infeksi akut susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua jenis binatang berdarah
panas dan manusia. Rabies merupakan salah satu penyakit menular tertua didunia.
Virus rabies, termasuk rhabdo virus, dilapisi oleh envelope yang
mengandung lipid yang dapat larut dengan eter, sehingga virus rabies menjadi mudah
sekali diinaktivasi dengan lipid solvent, misalnya air sabun 20% atau eter.
Hewan anjing dianggap sebagai reservoar utama di Indonesia. Binatang
canidae domestik khususnya anjing berperan ±90 % untuk menginfeksi, kucing ±6%
dan lain – lain termasuk monyet ±3%
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat
gigitan hewan yang mengandung virus dalam saliva nya. Virus rabies sendiri tidak
dapat menembus kulit utuh, akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya
jika kulit terluka atau tidak utuh. Virus memasuki badan melalui selaput mukosa yang
utuh, seperti selaput konjunctiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksternal. Namun
pernah juga dilaporkan adanya 3 kasus penyebaran virus rabies melalui inhalasi (air
borne).
Dalam penatalaksanaan jenazah pasien rabies maka ada ketentuan yang
harus dipenuhi agar terhindar dari penularannya.

KETENTUAN UMUM
Setiap jenazah yang meninggal dunia dengan penyakit rabies harus
diperlakukan secara manusia dan bermartabat, seperti layaknya jenazah meninggal
karena penyakit lainnya. Keluarga duka dari jenazah pasien penderita rabies harus

Page 485
diberikan kesempatan untuk yang terakhir kalinya melakukan upacara adat sesuai
dengan agama dan kepercayaan. Setiap petugas harus mentaati standar precaution
dalam penanganan jenazah agar terhindar dari penularan yaitu dengan cara: luka –
luka di plester dengan plester yang kedap air, sumbat semua lubang – lubang yang
ada pada seluruh tubuh, dan masukkan kedalam kantong jenazah yang tertutup untuk
menghindari penularan penyakit kepada lingkungan sekitar. Hindari proses
pengawetan / embalming terhadap jenazah.

PENATALAKSANAAN KHUSUS
Pada saat pasien penderita rabies meninggal dunia didalam ruang rawatan,
maka petugas / perawat jaga segera mencabut peralatan medis yang melekat pada
tubuh jenazah dan melakukan desinfektan terhadap peralatan sesuai standar
precaution, lalu petugas ruangan segera memanggil petugas kamar jenazah, dan
memberitahukan bahwa jenazah yang meninggal mengidap penyakit rabies. Tutup
semua lubang dengan plester kedap air dan sumbat semua lubang tubuh jenazah
dengan kapas yang telah dibasahi dengan Na. hipoklorida 1:10. petugas kamar
jenazah segera memasukkan jenazah kedalam kantong mayat yang kedap air, lalu
ditutup resletingnya dan dibawa ke kamar jenazah. Petugas kamar jenazah dalam
melaksanakan tugas wajib memakai pelindung diri dengan cara menggunakan apron
lengan panjang dari plastik, tutup kepala, tutup mata, masker, sarung tangan, serta
penutup sepatu dari plastik sesuai dengan protokal standar precaution yang berlaku
internasional. Keluarga dan kerabat dapat diberi kesempatan untuk melihat jenazah
untuk yang terakhir kalinya tanpa pernah menyentuh jenazah sebelum jenazah
dimandikan, oleh karena jenazah masih mungkin menularkan penyakit. Selama
pengangkutan jenazah dari ruang isolasi ke kamar jenazah, tidak diperkenankan untuk
membuka resleting kantong mayat dan diharuskan membawa kantong jenazah dengan
menggunakan kereta dorong yang tertutup rapat. Jenazah dimandikan dengan
menggunakan sabun dan larutan Natrium hiploklorida (bahan pengelantang), atau
pemutih (bayclin) 1:10. Jenazah diberi pakaian atau dikafani sesuai dengan adat dan
agamanya. Jenazah dimasukkan kedalam kantong plastik mayat, lalu kantong ditutup,
dimasukkan kedalam peti dan dilaksanakan penyegelan sesuai peraturan yang berlaku
dan selanjutnya jenazah dapat dikubur. Terhadap jenazah dianjurkan untuk dilakukan
kremasi, dengan tujuan untuk membasmi semua virus yang ada pada tubuh jenazah.
Kekecualian dapat diberikan jika keluarga duka menolak dengan alasan adat atau
agama.
Barang – barang yang terkontaminasi cairan tubuh jenazah, yaitu misalnya
berupa benda tajam yang sekali pakai (jarum suntik, mata pisau dan sebagainya)
dibuang ke dalam wadah dari kaleng tanpa perlu disarungkan kembali ke tutupnya.
Sedangkan benda – benda yang dapat diautoklaf seperti (kain, seprei, sarung bantal)
dilakukan autoklaf pada suhu 121 derajat celcius selama 30 menit. Peralatan bedah

Page 486
yang bukan sekali pakai dapat di autoklaf seperti diatas (pada suhu 121 derajat
Celsius selama 30 menit) atau direndam dalam larutan Na. hiploklorida 1:10, betadine
atau alkohol 70% selama sekurang – kurangnya 30 menit.
Untuk penatalaksanaan postmortem maka tindakan autopsi terhadap jenazah
yang meninggal dengan penyakit rabies haruslah meminta persetujuan keluarga untuk
melakukan tindakan autopsi klinis. Autopsi dilakukan tanpa disaksikan keluarga,
pada saat autopsi agar seminimal mungkin petugas yang terlibat dan alat serta bahan
yang dipakai.
Semua petugas yang terlibat dalam autopsi harus menjalankan standar
precaution dengan menggunakan personal protective equipment (PPE) yang
direkomendasikan. PPE dipakai sebelum memasuki ruang autopsi. Hindari
penggunaan gergaji listrik sewaktu membuka / memotong sistem saraf pusat, kelenjar
ludah dan otot karena virus masih mungkin ditemukan dalam ludah dan urin, tetapi
sangat kecil kemungkinan ditemukan dalam darah. Setelah autopsi selesai, segera
masukkan kembali semua organ ke dalam tubuh dan jahit kembali. Selanjutnya
lakukan prosedur memandikan jenazah. Bersihkan meja autopsi dan basahi dengan
Na. hiploklorida 1:10 biarkan 10 menit dan bilas segera.

V. PERAWATAN JENAZAH PASIEN TUBERKULOSIS


Tuberculosis (TBC) adalah suatu penyakit menular yang terjadi diparu – paru.
Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam dengan pertumbuhan sangat
lamban, yaitu mikrobakterium tuberculosis (dr. Robert Koch, 1882). Pada penderita
AIDS dengan daya tahan tubuh yang lemah, maka resiko untuk tertular basil TBC
sangat tinggi.
Penularan TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran
pernapasan dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah / dahak (droplet
infection) yang mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita “TBC Terbuka”,
atau adanya kontak antara tetes-tetes ludah / dahak tersebut dan luka di kulit.
Terdapat banyak kesalahpahaman mengenai daya penularan penyakit TBC.
Umumnya ada anggapan bahwa TBC bersifat sangat menular, tetapi pada hakikatnya
bahaya infeksi relatif tidak begitu besar dan dapat disamakan seperti penularan pada
penyakit infeksi saluran pernapasan lainnya seperti influenza. Akan tetapi, bahaya
tentunya semangkin meningkat, karena sering kali seseorang tidak diketahui sudah
menderita TBC dan telah menularkannya pada orang – orang disekitarnya sebelum
penyakitnya terdeteksi.
Oleh karena penyakit TBC merupakan penyakit menular, tentunya
penatalaksanaan perawatan jenazah penderita TBC juga haruslah mengikuti standar
precaution yang ditetapkan.

VI. PERAWATAN JENAZAH PASIEN HIV / AIDS

Page 487
Sindrom imunodefisiensi didapat (Acquired Immunodeficiency Syndrome,
AIDS) pertama sekali menarik perhatian bidang kesehatan masyarakat pada tahun
1981. AIDS menyebabkan infeksi oportunistik dan / atau neoplasma yang berkaitan
dengan defisiensi kekebalan pada pria homoseksual yang sebelumnya dalam keadaan
sehat. Sebelum etiologinya ditemukan, yaitu Human Immunodeficiency Virus tipe I
(HIV I) ditemukan, sudah semakin jelas diketahui bahwa transmisi penyebabnya
dapat ditularkan melalui darah, seksual dan perinatal.
HIV telah dapat diisolasikan dari darah, semen, cairan serviks dan vagina, air
liur, serum, urin, air mata, jaringan otak, dan cairan serebrospinal. Transmisi dapat
berlangsung efisien melalui darah dan cairan semen, demikian pula melalui ASI (air
susu ibu) serta sekret vagina/ serviks.
AIDS menyebabkan kerusakan fungsi kekebalan yang progresif dan
irreversibel. Namun morbiditas dan mortalitas dari AIDS terutama disebabkan oleh
infeksi – infeksi oportunistik mayor yang terjadi karena kurang baiknya aktivitas
sistem kekebalan. Dari laporan Kovacs, 1988 disebutkan bahwa berdasarkan hasil
autopsi menyebutkan bahwa 90% dari kematian penderita AIDS disebabkan oleh
infeksi.
Untuk keamanan maka, tentunya harus diketahui tatalaksana perawatan
jenazah sejak di TKP, di ruang autopsi di ruang laboratorium serta di sidang
pengadilan
a). Di tempat kejadian perkara (TKP).
Beberapa tahapan di TKP yang harus diperhatikan petugas olah TKP pada
saat memeriksa jenazah dengan resiko tinggi HIV AIDS adalah:
1. gunakan celemek yang sekali pakai dan cuci tangan dengan desinfektan
dan air yang mengalir setelah memegang jenazah
2. tidak merokok dan makan di TKP
3. gunakan sepatu sekali pakai pada saat memasuki TKP
4. hati–hati memegang material apapun agar tidak terkontaminasi
5. tidak merusak barang bukti di TKP pada saat memeriksa
6. tidak menugaskan petugas untuk mengolah TKP pada saat kesehatan
fisiknya sedang menurun.
b). Di Ruang Autopsi
Pada saat diruang autopsi harus diperhatikan beberapa hal :
1. jenazah harus ditangani oleh petugas khusus yang mengerti tentang resiko
penyakit menular
2. pakaian pelindung digunakan seperti : baju autopsi plastik, kaca mata, penutup
kepala, penutup mulut/ masker, sepatu dan sarung tangan sampai siku.
3. hati – hati dalam memakai alat–alat autopsi yang tajam.
4. jarum suntik, pisau, dibungkus kembali setelah digunakan

Page 488
5. hati–hati dalam mengamankan bahan–bahan untuk pemeriksaan ke
laboratorium.
6. setelah autopsy, desinfeksi alat–alat autopsi yang masih bisa dipakai dengan
natrium hipoklorida 1:10.

c). Di ruang laboratorium


1. petugas laboratorium menggunakan pakaian pelindung pada saat memeriksa
sample pada organ (dimana pengiriman sampel oleh petugas forensik harus
disertai dengan surat pengantar yang memuat bahwa sampel yang dikirim
adalah bahan terinfeksi HIV-AIDS).
2. cuci tangan sesudah dan sebelum memasuki area laboratorium
3. tidak makan maupun merokok diruang laboratorium
4. semua specimen di simpan dalam wadah tertutup rapat.
5. jika memungkinkan, bakar atau desinfektan specimen pada saat akan
dimusnahkan.
6. jangan gunakan pipet untuk menghisap sampel biologi

d). Di Ruang Sidang


Kadang kala pada kasus–kasus tertentu di sidang pengadilan hakim meminta
barang bukti untuk dihadirkan dalam rangka mencari bukti – bukti. Pada saat
menampilkan barang bukti dari korban yang diduga menderita HIV AIDS
haruslah hati–hati. Petugas sebaiknya memegang barang bukti dalam wadah
tertutup rapat dan menggunakan sarung tangan.
Setiap tindakan dalam menangani jenazah yang terinfeksi HIV AIDS
haruslah sesuai standar yang berlaku secara internasional.

VII. PERMASALAHAN
Dalam menangani jenazah penderita penyakit menular maka setiap petugas
haruslah mengikuti prosedur yang ditetapkan. Petugas rumah sakit (petugas
pemulasaraan jenazah) secara umum tentunya telah mengetahui prosedur
penanganan jenazah yang menderita penyakit menular. Hanya saja yang mungkin
yang sering menjadi permasalahan adalah kurangnya sarana dan prasarana serta
alat–alat dan bahan yang seharusnya dipergunakan.
Sering kali resiko tertular pada petugas karena tidak tersedianya bahan dan
peralatan yang cukup misalnya kurang tersedianya alat pelindung seperti penutup
kepala, kaca mata, penutup mulut, apron / celemek.
Disisi lain kadang kala penanganan jenazah telah dimulai ditempat kejadian
perkara dimana korban–korbannya adalah penderita dengan resiko tinggi
menderita penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya oleh petugas. Pada
saat menangani jenazah di TKP sedangkan petugas tidak mengetahui bahwa

Page 489
jenazah adalah resiko tinggi menderita penyakit menular, sehingga petugas
kadang kala tidak menggunakan pakaian pelindung yang lengkap dan tentunya
tidak mengikuti prosedur penanganan yang seharusnya.

BAB III
KESIMPULAN
Petugas kamar jenazah adalah salah satu petugas kesehatan yang memiliki
resiko tinggi untuk tertular penyakit menular baik pada saat tindakan autopsi,
sehingga perlu perhatian terhadap prosedur bagi semua pihak .
Pada setiap pusat pelayanan kesehatan sebaiknya penanganan terhadap
jenazah yang beresiko penyakit menular harus ditangani oleh petugas khusus dan
terlatih serta dilakukan di tempat yang telah ditentukan (kamar jenazah).
Penyediaan alat dan bahan yang memadai juga sebaiknya tetap tersedia agar
dapat digunakan seketika.
Pelatihan–pelatihan khusus yang berkesinambungan bagi petugas–petugas
resiko tinggi yang selalu kontak dengan jenazah– jenazah yang tentunya kadang
kala memiliki penyakit menular.

BAB III
PENUTUP

Instalasi jenazah sesuai standar prosedur rumah sakit merupakan instalasi


yang memiliki peranan inti sebagai pintu keluar satu – satunya dalam setiap
mengeluarkan jenazah yang akan dibawa keluar dari dalam rumah sakit.
Petugas instalasi jenazah tentunya memiliki resiko yang tinggi untuk tertular
penyakit menular pada saat menangani jenazah. Pengetahuan dari setiap petugas
hendaklah selalu ditingkatkan.
Ada banyak penyakit yang beresiko tingggi untuk menular kepada petugas
seperti rabies, HIV / AIDS, Tubekulosis, Flu burung, SARS dan sebagainya.
Mengikuti prosedur yang ketat dalam penatalaksanaan jenazah penderita
penyakit menular maka akan melindungi penderita dari resiko tertular penyakit.

Page 490
DAFTAR PUSTAKA
1. http://geradts.com/anil/ij/vol_008_no_001/papers/paper002.html.
2. Gordon. I, H. A. Sharpiro dan S. D Berson, Forensic Medicine (a guide to
principles) third edition, Chirchill Livingstone, 1988.
3. www.yahoo.com (Anil Aggrawal’s Internet journal of Forensic Medicine and
Toxicology).
4. Parikh C. K, Parikhs textbook of Medical Jurisprudence and Toxicology, Medical
Publication, Bombay – India,1979, pp.126.
th
5. Modi NJ, Medical Jurisprudence and Toksikologi, 18 Edition, Bombay- India,
1972, pp.88.
6. Chadha P.V, Ilmu Forensik dan Toksikologi , Alih bahasa Johan Hutauruk,
Widya Medika, Jakarta, 1975.
7. Knight B, Arnold, Simsons Forensic Medicine, 11th Edition, Oxford university
Press. Inc, New York – USA, 1997, p.19.
8. Idries AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensic, Edisi Pertama, PT. Binarupa
Aksara, Jakarta, 1989, pp.254.
9. Nandy A, Principles of Forensic Medicine, New General Book Agency (P) Ltd,
Calcuta-India, 1995, p.184.
10. Gresham. G.A dan A. F. Turner, Post Mortem Procedures (an illustrated
textbook), Published by Wolfe Medical Publications Ltd, 1979.
11. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Karya Anda, Surabaya.
12. Camps, Francis. E, Ed. Legal Medicene, Bristol, John Wright & Sons LTD.
1968.
13. Gonzales, Thomas. A, Morgan Vance, dkk, Legal Medicine Pathology And
Toxicology second edition. Appleton-Century-Crofts Inc. 1825.
14. Teknik Autopsi Forensik, Bagian Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
15. Amir A, Kapita Selekta Kedokteran Forensik, FK–USU, Medan, 1995, pp.57.
16. www.itsoke.net/mako/vet.htm-91k

Page 491
Page 492

Você também pode gostar