Você está na página 1de 12

BAB II

ANALISA KASUS

Demam berdarah dengue (DBD) yang biasa disebut Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di
dunia terutama negara berkembang. Di Indonesia, masalah penyakit tersebut muncul sejak
tahun 1968 di Surabaya. Belakangan ini, masalah DBD telah menjadi masalah klasik yang
kejadiannya hampir dipastikan muncul setiap tahun terutama pada awal musim penghujan.
(1)
Kejadian luar biasapenyakit telah sering dilaporkan dari berbagai negara.Penyakit
dengue terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropisdengan sekitar 2,5 milyar
penduduk yang mempunyairisiko untuk terjangkitpenyakitini.Diperkirakan setiap tahun
sekitar 50 juta manusia terinfeksivirusdengue yang 500.000 diantaranya memerlukan rawat
inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia Tenggara
denganjumlahpenduduk sekitar 13 miliarmerupakan daerah endemis,Indonesia bersama
dengan Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, SriLanka, Thailand dan Timor Leste
termasuk ke dalam kategori endemik (endemik tinggi). Dinegara tersebut penyakit
dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian
pada anak.(4)

Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Flaviridae yang ditularkan oleh
serangga (arthropoda borne virus = arbovirus). Virus tersebut mempunyai 4 serotype yaitu
DEN- 1, DEN-2, DEN-3 dan DEN- 4. Seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu
serotypes virus tersebut biasanya kebal teradadap serotype yang sama dalam jangka waktu
tertentu, namun tidak kebal terhadap serotipe lainnya, bahkan menjadi sensitif terhadap
serangan demam berdarah dengue. Serangga yang diketahui menjadi vector utama adalah
nyamuk Aedes Aegypti dan nyamuk kebun Aedes Albopictus.(2)

Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan: 1.Faktor virus, yaitu serotipe,
jumlah dan virulensi. 2. Faktor pejamu, genetik, usia, status gizi, penyakit komorbid dan
interaksi antara virus dengan pejamu. 3. Faktor lingkungan, musim, curah hujan, suhu
udara, kepadatan Penduduk, mobilitas penduduk dan kesehatan lingkungan

Peran sistem imun dalam infeksi virus dengue adalah sebagai berikut :

 Infeksi pertama kali (primer) menimbulkan kekebalan seumur hidup untuk serotipe
penyebab.
 Infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda (secondary heterologous
infection) pada umumnya memberikan manifestasi klinis yang lebih berat
dibandingkan dengan infeksi primer.
 Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki antibodi dapat menunjukkan manifestasi
klinis berat walaupun pada infeksi primer.
 Perembesan plasma sebagai tanda karakteristik untuk DBD terjadi pada saat jumlah
virus dalam darah menurun.
 Perembesan plasma terjadi dalam waktu singkat (24-48jam) dan pada pemeriksaan
patologi tidak ditemukan kerusakan dari set endotel pembuluh darah. (4)

Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptoatik atau dapat menyebabkan


undifferentiated fever, demam dengue dan demam berdarah tanpa syok atau disertai syok.
Demam berdarah dengue sering terjadi pada anak-anak di usia kurang dari 15 tahun di daerah
yang endemik namun tetap pada orang dewasa tetap dapat terinfeksi. Gejala klinik pada
demam berdarah dengue ditandai dengan demam tinggi dan kontinyu selama 2-7 hari
sebelum suhu badan menurun, adanya manifestasi perdarahan, hepatomegali dan gangguan
sirkulasi darah/syok. Gejala klinik pada demam berdarah dengue muncul dengan peningktan
suhu disertai wajah yang kemerahan dan symptoms yang sama dengan dengue fever seperti
anorexia, muntah, sakit kepala dan nyeri sendi, tulang atau otot. Sakit pada tenggorokan dan
rasa tidak nyaman pada ulu hati sampai nyeri di seluruh perut dapat terjadi.(3)

Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat luas dapat bersifat asimtomatik/ tak
bergejala, demam yang tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus lain (sindrom
virus/vira lsyndrome, undifferentiated fev·er), demam dengue (DD), demam berdarah
dengue (DBD) dan Expanded dengue syndromelorganopati (manifestasi klinis yang
tidak lazim) seperti tertera padagambar di atas.
Pada test rumple leede/test tourniquet ditemukan ≥ 10 peteki/cm2 merupakan fenomena
perdarahan yang sering ditemukan pada demam berdarah dengue. dan dapat di lihat pada fase
demam. Selain itu dapat ditemukan manifestasi perdarahan lain berupa ruam dan peteki pada
wajah, juga dapat ditemukan epistaksis dan perdarah gusi meskipun cukup jarang.
Pembesaran hepar juga dapat terjadi dan ditemukan pada saat palpasi daerah hiponkondriasis
kanan pada abdomen, saat palpasi hepar dapat teraban antara2-4 cm di bawah kosta kanan.
Ukuran pembesaran hepar tidak memiliki korelasi dengan beratnya penyakit tetapi
hepatomegaly cukup sering ditemukan pada demam berdarah disertai syok.(3)
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi pleura, apabila
kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites. Pemeriksaan rontgen foto dada posisi
lateral dekubitus kanan, efusi pleura terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan yang
sering dijumpai. Derajat luasnya efusipleura seiring dengan beratnya pennyakit.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dipakai untuk menemukan asites dan efusi pleura.
Penebalan dinding kandung empedu (Gall bladder wall thickening) mendahului manifestasi
klinis kebocoran plasma lain. Peningkatan nilai hematokrit (~20% dari data dasar) dan
penurunan kadar protein plasma terutama albumin serum (>0,5 g/dL daridata dasar)
merupakan tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan
berkurangnya volume intravaskular yang akan menyebabkan syok hipovolemi yang dikenal
sebagai sindrom syok dengue (SSD) yang memperburuk prognosis.(4)
Manifestasi klinis DBD terdiri atastiga fase yaitu fase demam,kritis, serta konvalesens.
Setiap fase perlu pemantauan yang cermat, karena setiap fase mempunyai risiko yang dapat
memperberat keadaan sakit.
 Fase Demam
Pada kasus ringan semua tabda dan gejala sembuh seiring dengan menghilangnya demam.
Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh menurun segera, tidak secara
bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai berkeringat dan perubahan pada laju nadi
dan tekanan darah. Hal ini merupakan gangguan ringan sistem sirkulasi akibat kebocoran
plasma yang tidak berat. Pada kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang
bermakna sehingga akan menimbulkan hipovolemidan bila berat menimbulkan syok
dengan mortalitas yang tinggi.
Hari

Suhu

Masalah Klinis
Potensial

Perubahan
Parameter
Hematologi
Serologi & Virologi

Fase Penyakit

 Fase Kritis (Fase Syok)


Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence), pada saat ini
terjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemi.
Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadi syok yaitu dengan mengeal
tanda dan gejala yang mendahului syok (warning sign). Warning sign umumnya terjadi
menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari sakit ke 3-7. Muntah terus-menerus dan
nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal perembesan plasma dan bertambah hebat saat
pasien masuk ke keaadaan syok. Pasien semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar.
Gejala tersebut dapat tetap menetap walaupun telah terjadi syok. Kelemahan, pusing atau
hipotensi postural dapat terjadi selama syok. Perdaahan mukosa spontan atau perdarahan
di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi yang penting. Hepatomegali dan
nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan progresif
menjad di bawah 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematokrit di atas data dasar merupakan
tanda awal perembesan plasma dan pada umumnya di dahului leukopenia (≤5000
sel/mm3).
Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda paling awal
yang sensitif dalam mendeteksi perembesan plasma yang pada umumnyaberlangsung
selama24-48jam.Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan darah serta
volume nadi, oleh karena itu, pengukuran hematokrit berkala sangat penting, apabila makin
meningkat berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan volume
intravaskular bertambah, sehingga penggantian cairan yang adekuat dapatmencegah
syokhipovolemi.
Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok terkompensasi),
namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akanjatuh ke dalam syok
dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan profoundshock yang menyebabkan
asidosis metabolik, gangguan organ progresif, dan koagulasi intravaskular diseminata.
Perdarahan hebat yang terjadi menyebabkan penurunan hematokrit, dan jumlah leukosit
yang semula leukopenia dapat meningkat sebagai respons stres padapasien dengan
perdarahan hebat. Beberapa pasien masuk kefasekritis perembesan plasma dankemudian
mengalami syok sebelum demam turun, pada pasien tersebut peningkatan hematokrit serta
trombositopenia terjadi sangat cepat. Selain itu, pada pasien DBD baik yang disertai syok
atau tidak dapat terjadi keterlibatan organ misalnya hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis,
dan/atau perdarahan hebat, yangdikenal sebagai expanded dengue syndrome.
 Fase penyembuhan (fase konvalesens)
Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48 jam, terjadi
reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular kedalam ruang intravaskular yang berlangsung
secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu makan membaik,
gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis menyusul
kemudian. Pada beberapa pasien dapat ditemukan ruam konvalesens, beberapa kasus lain
dapat disertai pruritus umum. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi pada
umumnya terjadi pada tahap ini. Hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah
karena efek dilusi cairan yang direabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera
setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi pemulihan jumlah trombosit umumnya lebih
lambat. Gangguan pemapasan akibat efusi pleura masif danascites, edema paru atau gagal
jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase pemulihan jika cairan
intravena diberikan berlebihan. Penyulit dapat terjadi pada fase demam, fase kritis, dan fase
konvalesens tertera gambar.(4)

Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat sangat
penting dalam tatalaksana klinis, surveilans, penelitian, dan uji klinis vaksin. Pemeriksaan
laboratorium untuk infeksi virus dengue adalah:
 Isolasi virus
 Deteksi asam nukleat virus
 Deteksi antigen virus
 Deteksi serum respons imun/ uji serologi serum imun
 Analisis parameter hematologi

Isolasi virus

Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel nyamuk
atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang rumit dan hanya tersedia di beberapa laboratorium besar yang terutama
dilakukan untuk tujuan penelitian, sehingga tidak tersedia di laboratorium konvensional.
Isolasi virus hanya dapat dilakukan pada enam hari pertama demam.

Deteksi asam nukleat virus

Genome virus dengue yang terdiri dari asam ribonukleat (ribonucleic acid/RNA) dapat
dideteksi melalui pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR).
Metode pemeriksaan bisa berupa nested-PCR, one-step multiplex RT-PCR, real-time RT-
PCR, dan isothermal amplification method. Pemeriksaan ini hanya tersedia di laboratorium
yang memiliki peralatan biologi molekuler dan petugas laboratorium yang handal. Memberi
hasil positif bila sediaan diambil pada enam hari pertama demam.

Deteksi antigen virus dengue

Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS-I antigen virus dengue (NS-1dengueantigen), yaitu suatu glikoprotein yang
diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan dan replikasi virus. Protein ini
dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari pertama demam dan menghilang
setclah 5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari demam dan kemudian makin menurun
setelahnya

Deteksi respons imun serum

Pemeriksaan respons imun serum berupa Haemaglutination inhibition test (uji HI),
complement fixation test(CFT), neutralization test(uji ncutralisasi), pemeriksaan serologi
IgM dan IgG anti dengue.

Haemaglutination inhibitiontest(UjiHI).

Padasaatinitidakbanyaklaboratorium yangmenyediakan pemeriksaan


ini.UjiH.I.walausensitifnamunkurangspesifik danmemerlukan dua sediaan serum akut dan
konvalesens,sehingga tidak dapat digunakan untukmenegakkandiagnosisdini.

Complementfixation test(ujiCFT)

Tidak banyak dipakai secara luasuntuktujuan menegakkan diagnosis,


sulituntukdilakukandanmemerlukanpetugasyangsangatterlatih.

UjiNeutralisasi

Merupakanpemeriksaan yangpalingsensitifdanspesifik,metodeyang paling sering


dipakai adalah plaque reduction neutralization test (PRNT).Pemeriksaan ini mahal,
perluwaktu,secarateknikcukuprumit, olehkarenaitu jarang dilakukan
dilaboratoriumklinik.Sangatberguna untukpenelitianpembuatandanefikasivaksin.

PemeriksaanserologiIgMdanIgGantidengue

lmunoglobulinM antidenguememilikikadarbervariasi,padaumumnya dapat terdeteksi


pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah sembilan puluh hari. Pada infeksi dengue
primer, IgG anti dengue muncullebihlambatdibandingkan
denganIgMantidengue,namunpada infeksi sekunder muncul lcbih cepat. Kadar IgG anti
dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik NS-1 antigen virus dengue dan IgG serta IgM
antidengue, merupakan petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk
membedakan antara infeksi primer dengan infeksi sekunder. Gambar 6 menunjukkan
waktu perjalanan penyakit infeksivirusdengueprimerdansekunder,
sertametodediagnostikyang dapatdigunakanuntukmendeteksiinfeksivirusdengue.

Parameter hematologi

Parameter hematologiterutama pemerik aan hitung leukosit,nilai hematokrit,danjumlah


trombosit sangatpcntingdanmerupakan bagian dai diagnosisklinisdemamberdarahdengue.

 Padaawal fasedemam hitung leukosit dapat normal ataudengan peningkatan neutrofil,


selanjutnya diikuti penurunan jumlah leukosit dan neutrofil,yang mencapaititikterendah
pada akhir fase demam. Perubahan jumlah leukosit (<5.000 sel/rnrrr') dan rasio
antara neutrofil dan limfosit (neutrofil <limfosit) berguna dalammemprediksimasa kritis
perembesanplasma.Seringkali ditemukan limfositosis relatif dengan peningkatan limfosit
atipik pada akhir fase demam dan saat masuk fase konvalesens. Perubahan
inijugadapatterlihatpadaDD.
 Padaawalfasedemamjumlah trombosit normal,kemudian dirkuti oleh
penurunan.Trombositopenia di bawah I00.000/µL dapat ditemukan pada DD,namun
selalu ditemukan pada DBD. Penurunan trombosit yangmendadak dibawah I00.000/uL
terjadi padaakhir fasedemam memasuki fasekritis atausaatpenurunan suhu.Trombositopeni
padaumurnnya ditemukan antara harisakit ketiga sampai delapan,dan sering mendahului
peningkatan hematokrit. Jumlah trombosit berhubungan dengan derajat penyakit
DBD.Disamping itu terjadi gangguan fungsitrombosit (trombositopati).Perubahan
iniberlangsung singkat dan kembali normalselama fasepenyembuhan.
 Pada awaldemam nilaihematrokit masih normal.Peningkatan ringan pada umumnya
disebabkan oleh demam tinggianoreksia dan muntah.Peningkatan hematokrit lebih dari
20% merupakan tanda dari adanya kebocoran plasma.Trombositopeni dibawah
I00.000/µL dan peningkatan hematokrit lebih dari 20% merupa- kanbagian
daridiagnosisklinis DBD.Harusdiperhatikanbahwa nilai hematrokit dapat diakibatkan
oleh penggantian cairan dan adanyaperdarahan

Tanda dan gejala demam berdarah dengue pada fase awal sangat menyerupai
demam dengue,tanda dan gejala yang karakteristik berupa tanda kebocoran plasma baru
timbul bcbcrapa hari kemudian. Oleh karena itu padapasien dengan diagnosis
klinis demam dengue yang ditegakkan pada saat masuk, baik yang kcmudian
diperlakukan sebagai pasicn rawat jalan maupun rawat inap (Iihat Bab Tata
Laksana),masih perlu dievaluasi lebih lanjut apakah hanya demam dengue
atau mcrupakan demam berdarah dengue fase awal, Pasien demam berdarah dengue
memiliki risiko untuk mengalami syok, sehingga harus mcnjalani rawat
inap dengan tatalaksana yang berbeda dari demamdengue.

Diagnosisklinisdemamberdarahdengue

 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi,terus-menerus(kontinua), bifasik

 Manifestasiperdarahan baikyang spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,epistaksis,


perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupunberupaujitourniquetteyangpositif

 Nyerikepala,mialgia,artralgia,nyeriretroorbital

 DijumpaikasusDemamBerdarahDengue baikdilingkungansekolah, rumahataudisekitarrumah

 Hepatomegali

 Terdapatkebocoran plasmayangditandaidengansalahsatutanda/gejala:
Peningkatannilaihematokrit,>20%daripemeriksaanawalatau daridatapopulasimenurutumur

 Ditemukanadanyaefusipleura,asites

 Hipoalbuminemia,hipoproteinemia

 Trombositopenia<IOO.OOO/mm3

Demamdisertai denganduaataulebih manifestasi klinis,ditambahbukti


perembesanplasmadantrombositopeniacukup untukmenegakkandiagnosis DBD.

Tatalaksanapasienrawatinapdemamberdarah dengue

Tata laksana yang tepat dan segera mengurangi morbiditas dan


mortalitasDBD,terapiyang berlebihanscpertikelebihancairan(fluid
overload)akanmemperberatkeadaansakit.PengobatanDBD bersifat sirntornatis
dansuportif,terapi suportifberupa penggantian cairanyang
merupakanpokokutamadalamtatalaksana DBD.

Berbeda dengan DD,pada DBDterjadi kebocoran plasma yangapabila cukup banyak


maka akan menimbulkan syok hipovolemi (demam berdarah dengan syok/sindrom syok
dengue) dengan mortalitas yang tinggi.Dengandemikian penggantian cairan ditujukan untuk
mencegah timbulnya syok. Masalahnya adalah kapan terjadi perembesan plasma. dan
pemeriksaan sederhana apa yang dapat dipakai sebagai indikator terjadinya
perembesan plasma.Perembesan plasma terutama terjadi saat suhu tubuh turun (time of
feverdefervescence).Pemeriksaan nilai hematokrit merupakan indikator yang sensitif
untukmendeteksiderajat perembesan plasma, sehingga jumlah cairan yang diberikan harus
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan hematokrit. Perlu diperhatikan bahwa kebocoran
plasma pada demam berdarah dengue bersifat sementara, sehinggapemberian cairan jumlah
banyak danjangkawaktu lama dapatmenimbulkankelcbihancairan dengan
segalaakibatnya.Terapisimtomatis diberikan terutama untuk kenyamanan pasien, sepcrti
pemberian antipiretik dan istirahat.

Penggantian cairan

 Jeniscairan

Cairankristaloid isotonik merupakan cairan pilihan untuk pasienDBD.Tidak dianjurkan


pernberian cairan hipotonik seperti NaCl0,45%, kecuali bagipasien usia <6bulan. Dalam
keadaan normal setelah satu jam pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12 volume yang
bertahan dalam ruang intravaskular sedangkan cairan isotonis 1/4volume yang bertahan,
sisanya terdistribusi ke ruang intraselula dan ekstruselular. Pada keadaan permeabilitas yang
meningkat volume cairan yang bertahan akan semakin berkurang sehingga Iebih mudah
terjadi kelebihan cairan pada pemberian cairan hipotonis.Cairankoloid hiperonkotik
(osmolaritas >300 mOsm/L) seperti dextran40atau HES walaupun lebih lama bertahan dalam
ruang intravaskular namunmemilikiefek samping seperti alergi,mengganggu
fungsikoagulasi,dan berpotensimengganggu fungsiginjal. Jenis cairaninihanya diberikan
pada 1) perembesan plasma masifyang ditunjukkan dengan nilaihematokrit yang makin
meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi cairan kristaloid yang adekuat, atau 2)pada
keadaan syokyang tidak berhasil dengan pemberian bolus cairan kristaloid yang kedua.Cairan
koloid isoonkotik kurang efektif. Pada bayi<6 bulan diberikancairanNaCl0,45% atasdasar
pertimbangan fungsi fisiologisyang berbeda dengananakyang lebih besar.
 Jumlahcairan
Volumecairanyang diberikandisesuaikandengan beratbadan, kondisiklinis dantemuan
laboratorium. Pasien denganobcsitas, pemberian jumlahcairanharus hati-hati
karenamudahterjadi kelebihan cairan, penghitungan cairan sebaiknya berdasarkan
beratbadanideal.Pada DBD terjadi hemokonsentrasiakibat
kebocoranplasma>20%,olehkarenaitujumlah cairanyangdiberikandiperkirakan
sebesarkebutuhanrumatan (maintenance)ditambahdengan perkiraandefisitcairan5%.Untuk
memudahkan,tabel8 memperlihatkan kebutuhan volume cairanyang harusdiberikan
dosisrumatandanapabiladisertaidefisitcairan5%.
Banyak ditemukan di klinisiadalah pasien yang belum menunjukkanpeningkatan
hematokrityangberarti(padakeadaan inidiagnosis yang ditegakkan masih DD),namun
dihawatirkan merupakanfaseawalsakit DBD,makavolume cairanyang diberikan cukup
rumatan atausesuai kebutuhan. Volume cairan ditingkatkan apabila
nilaihematokritnaikdankemudian diturunkan bertahap seiring dengan
penurunannilaihematokrit.
 Antipiretik

Parasetamol10-15mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu >38°C denganinterval4-6jam, hindari


pemberian aspirin/NSAID/ ibuprofen. Berikankompreshangat.

 Nutrisi

Apabilapasienmasih bisaminum,dianjurkanminumyangcukup,
terutamaminumcairanyangmengandung elektrolit.

Pemantauan

 Selama perawatan pantau keadaan umum pasien, nafsu makan, muntah dan perdarahan

 Perfusi perifer,harus sering diulang untuk mendeteksi awalgejala syok (mudah


dilakukan).

 Tanda-tanda vital, seperti suhu, frekuensi nadi, frekuensi napas, dantekanan darah
harus dilakukan setiap 2-4 jam sekali.

 Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasiatau pemberian cairan


intravena (sebagai data dasar), diupayakan dilakukan setiap 4-6jam sekali.

 Volume urin perlu ditampung minimal 8-12jam.


 Diupayakan jumlah urin ~1.0 mL/kgBB/jam (berat badan diukur dari beratbadan
ideal).

 Pada pasien dengan risiko tinggi, misalnya obesitas, bayi,ibu hamil, komorbid (diabetes
mellitus,hipertensi, thalassemia, sindrom nefrotik, dan lain-lain) diperlukan
pemeriksaanlaboratorium atas indikasi

 Pantaudarah perifer lengkap,kadar guladarah,uji fungsi hati, dan sistem


koagulasisesuaiindikasi.

 Apabila diperlukan pemeriksaan radiologiuntuk mendetcksi adanyaefusipleura,


pemeriksaanyangdimintaadalahfoto
radiologidadadenganposisilateralkanandekubitus(rightlateral decubitus).

 Periksagolongandarah.

 Pemeriksaan lainatasindikasi,misalnya ultrasonografi abdomen, EKG,danlainnya.

Você também pode gostar