Você está na página 1de 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di dalam kehidupan kita ada banyak realitas dalam kehidupan manusia yang
dapat mempengaruhi kehidupan manusia itu sendiri . Peristiwa –peristiwa dalam
kehidupan kita menciptakan tekanan dalam kehidupan kita . Pengaruh dan realita
kehidupan ini akan menjadi lebih baik atau lebih buruk tergantung pada bagaiman
cara manusia itu menerimanya dan manusia itu berada. Karya sastra adalah
ciptaan penulis yang disampaikan secara komunikatif yang sering menceritakan
sebuah kisah dengan plot dan melalui penggunaan berbagai perangkat sastra.
Berbagai jenis novel yang dibuat, baik genre keluarga ,komedi, percintaan,
bahkan religi sekalipun.Tokoh utama merupakan tokoh yang memiliki
peranan penting dalam suatu cerita. Dalam menyajikan kejiwaan tokoh
cerita dapat dikaitkan dengan ilmu psikologi, karena tokoh yang ditampilkan
dalam karya sastra memiliki karakter dan gejolak psikologis tertentu.

Gejolak psikologis yang dialami oleh tokoh utama dalam suatu cerita
merupakan cerminan sikap dan perilaku manusia. Dalam penelitian ini, peneliti
menjelaskan kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori psikoanalisis
Sigmund Freud. Teori psikoanalisis Sigmund Freud dipilih pada penelitian ini
untuk memahami dan menjelaskan permasalahan batin atau jiwa serta
kepribadian yang tercermin dalam diri tokoh utama. Peneliti menggunakan
teori tersebut karena dianggap paling tepat untuk menganalisis kepribadian
sang tokoh, yang meliputi: struktur kepribadian dan dinamika kepribadian
tokoh utama pria dalam novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman
El- Shirazy. P s i k o a n a l i s i s S i g m u n d F r e u d
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini
yaitu:
1. Bagaimanakah struktur kepribadian tokoh utama pria dalam novel
“Bidadari Bermata Bening” karya Habiburrahman El Shirazy?

2. Bagaimanakah Bagaimanakah dinamika kepribadian tokoh utama pria


dalam novel “Bidadari Bermata Bening” karya Habiburrahman El Shirazy?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan bagaimanakah Bagaimanakah struktur kepribadian tokoh


utama pria dalam novel “Bidadari Bermata Bening” karya Habiburrahman
El Shirazy.

2. Mendeskripsikan bagaimanakah dinamika kepribadian tokoh utama pria


dalam novel “Bidadari Bermata Bening” karya Habiburrahman El
Shirazy.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis.
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menjad referensi di bidang kesastraan, khususnya
kajian psikologisastra serta menambah ranah kajian mengenai psikoanalisis
Sigmund Freud tokoh utama pria dalam novel “Bidadari Bermata Bening” karya
Habiburrahman El Shirazy.

b. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan di
bidang penelitian sastra, khususnya bidang pengkajian prosa non fiksi yaitu
karakter tokoh yang ada pada novel.

2. Bagi pembaca hasil penelitian dapat menambah wawasan mengenai


karakter tokoh”.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Penokohan

Penokohan merupakan salah satu unsur intrinsik yang terdapat dalam karya
sastra. Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2000:165) adalah
orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Berdasarkan
pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa tokoh adalah individu rekaan pada
sebuah cerita sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita.

Aminuddin (dalam Nurgiyantoro, 1995:79-80) menyatakan terdapat dua macam


tokoh dalam suatu cerita, yaitu :

1.Tokoh utama

Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu
cerita.Tokoh ini merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai
pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.Bahkan pada novel-novel tertentu,
tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap
halaman buku cerita yang bersangkutan.

2. Tokoh pembantu

Tokoh pembantu adalah tokoh yang memiliki peranan tidak penting dalam cerita
dan kehadiran tokoh ini hanya sekedar menunjang tokoh utama.psikologis.Ilmu
ini juga harus bisa meramal tingkah laku , kejadian, atau akibat yang belum
muncul pada diri individu.
Dalam psikologi terdapat tiga aliran pemikiran.

1. Psikoanalisis, yang menghadirkan manusia sebagai bentukan dari naluri-


naluri dan konflik-konflikstruktur kepribadian.
2. Behaviorisme, mencirikan manusia sebagai korban yang fleksibel, pasif
dan penurut terhadapstimulus lingkungan.
3. Psikologii humanistik, manusia digambarkan sebagai makhluk yang bebas
dan bermartabat serta selalu bergerak kearah pengungkapan segenap
potensi yang dimilikinya apabila lingkungan memungkinkannya (
koswara, 1991: 109).

2.2 Struktur kepribadian saigmund freud

Tingkah laku menurut Freud, merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi


ketiga sistem kepribadian (id, ego dan super-ego).Faktor-faktor yang
memengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor
kontemporer, analoginya faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam
pembentukan kepribadian individu.Selanjutnya Freud membahas pembagian
psikisme manusia :

1. Id (Das Es)

Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini
kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek
psikologik yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan
beroperasi dalam daerah unansdous, mewakili subjektivitas yang tidak pemah
disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk
mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari
struktur kepribadian lainnya. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan
(pleasunprinciple), yaitu: berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa
sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat enerji
yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan enerji yang
mendambakan kepuasan.

Jadi ketika ada stimuli yang memicu enerji untuk bekerja – timbul tegangan
enerji – id beroperasi dengan prinsip kenikmatan; berusaha mengurangi atau
menghilangkan tegangan itu; mengembalikan din ke tingkat enerji yang
rendah.Pleasure principle diproses dengan dua Cara, tindak refleks (reflex
actions) dan proses primer (primaryprocess). Tindak refleks adalah reaksi
otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata – dipakai untuk
menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan.
Proses primer adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat
mengurangi atau menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus
kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya.
Proses membentuk gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan, disebut
pemenuhan hasrat (nosh fullment), misalnya mimpi, lamunan, dan halusinasi
psikotik.

2. Ego (Das Ich)

Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita; sehingga ego
beroperasi mengikuti prinsip realita (realityprinciple); usaha memperoleh
kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah terjadinya tegangan barn atau
menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat
memuaskan kebutuhan. Prinsip realita itu dikerjakan melalui proses sekunder
(secondaryprocess), yakni berfikir realistik menyusun rencana dan menguji
apakah rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud. Proses pengujian itu
disebut uji realita (reality testin ; melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana
yang telah difikirkan secara realistik. Dari cara kerjanya dapat difahami sebagian
besar daerah operasi ego berada di kesadaran, namun ada sebagian kecil ego
beroperasi di daerah prasadar dan daerah taksadar.
3. Superego (Das Ueber Ich)

Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi
memakai prinsip idealistik (idealisticprinciple) sebagai lawan dari prinsip
kepuasan Id dan prinsip realistik dari Ego.Superego berkembang dari ego, dan
seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri.Sama dengan ego, superego
beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak
mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan
kesempurnaan yang diperjuangkannya tidak realistik (Id tidak realistik dalam
memperjuangkan kenikmatan).

Prinsip idealistik mempunyai dua subprinsip, yakni conscience dan ego-


ideal.Super-ego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai
orang tua atau interpretasi orang tua mengenai standar sosial, yang diajarkan
kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkahlaku yang
dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima anak menjadi
suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun
yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar
kesempurnaan atau ego ideal, yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan.
Proses mengembangkan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima standar
salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah terjadi introyeksi,
kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.

2.2 Dinamika Kepribadian

Tingkat-tingkat kehidupan mental dan bagian-bagian pikiran mengacu pada


struktur atau susunan kepribadian, sedangkan kepribadian juga melakukan
sesuatu. Dengan demikian, Freud mengemukakan suatu prinsip yang disebut
prinsip motivasional atau dinamik, untuk menjelaskan kekuatan-kekuatan yang
mendorong di balik tindakan-tindakan manusia.
Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kenikmatan dan
mereduksikan tegangan serta kecemasan. Motivasi disebabkan oleh energi-energi
fisik yang berasal dari insting-insting (Semiun, 2006: 68).

a. Naluri (Instinct)

Menurut Semiun (2006: 69), Freud menggunakan kata jerman (trieb) untuk
menyebut dorongan atau stimulus dalam individu. Istilah ini lebih tepat jika
diterjemahkan sebagai insting, tetapi mungkin lebih tepat jika disebut dorongan
atau impuls. Bagi Freud, konsep insting adalah konsep psikologis dan biologis,
suatu konsep perbatasan pada batas antara gejala tubuh dan gejala mental. Insting
dapat didefinisikan sebagai perwujudan psikologis dari sumber rangsangan
somatik dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut hasrat,
sedangkan rangsangan jasmaniahnya dari mana hasrat muncul disebut kebutuhan.

Secara spesifik dikatakan oleh Minderop (2013: 23-25) bahwa menurut


konsep Freud, naluri atau insting merupakan representasi psikologis bawaan dan
eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) akibat muncul suatu kebutuhan tubuh.
Bentuk naluri menurut Freud adalah pengurangan tegangan (tension reduction),
cirinya regresif dan bersifat konservatif (berupaya memelihara keseimbangan)
dengan memperbaiki keadaan kekurangan. Proses naluri berulang-ulang, tenang,
tegang, dan tenang (repetition compulsion).

b. Macam-macam Naluri

Menurut Freud, naluri yang terdapat dalam diri manusia bisa dibedakan dalam:
eros atau naluri kehidupan (life instinct) dan destructive

instinct atau naluri kematian (death instinct atau Thanatos). Naluri kehidupan
adalah naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego. Kata insting atau naluri bagi
Freud, pengertiannya bukan semata gambaran yang dirujuk oleh kata itu.
Instinct bagi orang Perancis memunculkan pengertian kemahiran atau semacam
penyesuaian biologis bawaan. Misalnya, pada hewan yang memiliki naluri
tertentu. Berhubung kata ini tidak mampu mencakup dunia manusia, maka Freud
menggunakan istilah lain yang disebutnya pulsi. Pulsi seksual disebutnya libido,
sedangkan pulsi non-seksual disebut alimentasi yang berhubungan dengan hasrat
makan dan minum (Minderop, 2013: 26).

c. Naluri Kematian dan Keinginan Mati

Freud meyakini bahwa perilaku manusia dilandasi oleh dua energi


mendasar yaitu, pertama, naluri kehidupan (life instincts atau Eros) yang
dimanifestasikan dalam perilaku seksual, menunjang kehidupan serta
pertumbuhan. Kedua, naluri kematian (death instincts atau Thanatos) yang
mendasari tindakan agresif dan destruktif. Kedua naluri ini, walaupun berada di
alam bawah sadar menjadi kekuatan motivasi (Hilgard et al via Minderop, 2013:
27). Naluri kematian dapat menjurus pada tindakan bunuh diri atau pengrusakan
diri (self destructive behavior) atau bersikap agresif terhadap orang lain (Hilgard
et al via Minderop, 2013: 27).

d. Kecemasan (Anxitas)

Situasi apapun yang mengancam kenyamanan suatu organism


diasumsikan melahirkan suatu kondisi yang disebut anxitas. Berbagai konflik dan
bentuk frustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai

tujuan merupakan salah satu sumber anxitas. Ancaman dimaksud dapat berupa
ancaman fisik, psikis, dan berbagai tekanan yang mengakibatkan timbulnya
anxitas. Kondisi ini diikuti oleh perasaan tidak nyaman yang dicirikan dengan
istilah khawatir, takut, tidak bahagia yang dapat dirasakan melalui berbagai level
(Hilgard et al via Minderop, 2013: 28).
Freud mengedepankan pentingnya anxitas. Ia membedakan antara kecemasan
objektif (objective anxiety) dan kecemasan neurotik (neurotic anxiety).
Kecemasan objektif merupakan respons realistis ketika seseorang merasakan
bahaya dalam suatu lingkungan. Menurut Freud kondisi ini sama dengan rasa
takut. Kecemasan neurotik berasal dari kata konflik alam bawah sadar dalam diri
individu karena konflik tersebut tidak disadari orang tersebut tidak menyadari
alasan dari kecemasan tersebut (Hilgard et al via Minderop, 2013: 28). Freud
percaya bahwa kecemasan sebagai hasil dari konflik bawah sadar merupakan
akibat dari konflik antara pulsi id (umumnya seksual dan agresif) dan pertahanan
dari ego dan superego (Minderop, 2013: 28)

2.3 . Tinjauan pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian sebuah karyailmiah.


Untukmengetahui keaslian penelitian ini akan dipaparkan beberapapenelitian yang
relevan dengan penelitianini.

Penelitian Astin (2006) dengan judul “Konflik Batin Tokoh Zazadalam Novel
Azalea Jingga karya Naning Pranoto: Tinjauan Psikologi Sastra”. Penelitian
tersebut menganalisis kehidupan Zaza, seorang perempua Australia berdarah
Irlandia-Inggris-Yahudi yang menikah dengan pria Indonesia. Pernikahan antara
dua insan yang berbeda latar belakang sosial dan budaya sering menimbulkan
konflik, baik konflik secara eksternal maupun
internal dalam diri tokoh.

Yuanti (2007) dengan judul “Tingkah Laku Abnormal Tokoh Santo Dalam Novel
Tulalit Karya Putu Wijaya : Tinjauan Psikologi Sastra”. Hasil penelitian tersebut
menemukan bahwa tokoh Santo mengalami schizophrenia paranoid. Hal tersebut
terjadi pada saat Santo, sang tokoh utama, mengalami schizophrenia paranoid
yang di dalamnya ada gangguan emosi, delusi kejar, delusi kebesaran, delusi
pengaruh, serta adanya halusinasi yang meliputi halusinasi merasa diikuti oleh
seseorang, halusinasi mendapat telegram dari mertuanya, halusinasi melihat
mertua perempuannya meninggal dunia, halusinasi melihat seseorang di dalam
gelas berisi air jeruk, berhalusinasi melihat seorang wanita terbujur di atas tempat
tidur, berhalusinasi melihat wajah istrinya yang hancur dan dirinya akan menjadi
korban kecelakaanpesawat.

Endah (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkah Laku


Ken Putri dalam Novel Merpait Biru Karya Abdul Munif: Tinjauan Psikologi
Sastra”. Penelitian tersebut menganalisis kehidupan Ken Ratri sebagai manusia
yang memiliki sikap baik, tetapi di lain pihak karena kondisi dan keadaan tidak
mencukupi kebutuhannya, ia mengambil jalan pintas untukmenjual diri. Dalam
bertingkah laku di dalam kehidupannya ia bisa jahat, baik, sedih senang, tertekan
jiwanya, dikuasai orang lain, menguasai orang lain, merasa rendah diri. Memiliki
teman dan musuh. Rahasia bahwa KenRatri salah satu mahasiswa yang menjadi
pelacur yang disimpan rapat kemudian terungkap dan menjadi perbincangan di
kampus menyebabkan beban batin baginya. Ia merasa bersalah karena dunia
mahasiswa yang penuh idealisme telah tercoreng dan terusik. Dengan demikian,
masalah yang dihadapi adalah masalah psikologi konflik batin yang menguasai
pikirannya dalam menghadapi masalah sosial dari kampusnya.

Paryanto (2003), melakukan penelitian yang berjudul “Aspek Moral dalam


Novel Para Priyayi: Analisis Psikologi Sastra”. Hasil ini menunjukkan bahwa
ngenger pengabdian tokoh Lantip yang telah berhasil menjadi seorang priyayi,
yang membuktikan dari pada keluarga, masyarakat, dan agama. Makna moral
dalam penelitian tersebut meliputi: (1). Peranan keluarga terhadap perkembangan
tokoh, (2). Penyesuaian diri dalam masyarakat, (3). Agama dalam kehidupan
masyarakat, (4). Motivasi kerja tokoh.
Sepengetahuan peneliti, penelitian dengan judul “ struktur kepribadian
dan dinamika kepribadian tokoh utama pria dalam novel Bidadari Bermata
Bening karya Habiburrahman El- Shirazy; p s i k o a n a l i s i s sigmund
f r e u d ” ini belum pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu.Akan tetapi, jenis
penelitian yang menganalisis tinjauan psikologi sastra sudah banyak dilakukan
oleh peneliti yang terdahulu. Dengan demikian, penelitian terdahulu tersebut
dapat dijadikan sebagai referensi terhadap penelitian ini.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Metode

Penelitian dasar adalah jenis penelitian yang banyak dilakukan secara individual,
terutama di lingkungan akademis. Jenis penelitian ini bharus dikuasai oleh
seorang peneliti sebelum mencoba untuk melakukan penelitian terapan karena
penelitian terapan pilihanrancangan dasarnya (strateginya) adalah menggunakan
rancangan penelitian dasar (Sutopo,2002: 110).
Dalam penelitian kualitatif terdapat tiga tingkatan penelitiankualitatif yang
meliputi (Sutopo, 2002: 110-111).

1. Penelitian eksploratif yakni merupakan tingkat penelitian awal yang


sifatnya merupakan penelitian penjelajahan, artinya peneliti sama sekali belum
mengenal apa yang terjadi.

2. Penelitian deskriptif yakni merupakan penelitian lanjut dari penelitian


eksploratif.

3. Penelitian eksplanatif yakni merupakan kajian lanjutan dari


penelitiandeskriptof yang mengarah pada studi yang mengarah pada sebab
akibat, sebagai prediksi lanjutan dari terbuktinyta korelasi yangsignifikan
antara variabel-variabel yang terlibat.
3.2 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian


kualitatif deskriptif selalu bersifat deskriptif, artinya data yang dianalisis dan hasil
analisisnya berbentuk deskripsi fenomena, tidak berupa angka-angka atau
koefisien tentang hubungan antarvariabel.
Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, bukan angka-angka.
Tulisan hasil penelitian berisi kutipan-kutipan dari kumpulan data untuk
memberikan ilustrasi dan mengisi materi laporan (Aminuddin, 1990: 16).Hal-hal
yang perlu dipaparkan dalam penelitian ini meliputi objek penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.3 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitianini adalah


teknik pustaka, simak, dan catat. Teknik pustaka adalah teknik yang
menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperolehdata (Subroto, 1992: 42).

Data diperoleh dalam bentuk tulisan, yang harus dibaca, disimak, hal-hal
yang penting dicatat kemudian juga menyimpulkan dan mempelajari sumber
tulisan yang dapat dijadikan sebagai landasan teori dan acuan dalam hubungan
dengan objek yang akan diteliti. Teknik simak dan catat berarti peneliti sebagai
instrumen kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah dan teliti terhadap
sumber data primer, yakni teks novel Bidadari Bermata Bening
untukmemperoleh data yang diinginkan. Hasil penyimakan itu dicatat sebagai
data. Dalam data yang dicatat itu disertakan pula kode sumber datanya untuk
pengecekan ulang terhadap sumber data ketika diperlukan dalam rangka analisis
data.

3.4 Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian kualitatif dilaksanakan secara terus-
menerus, sejak pengumpulan data di lapangan sampai waktu penulisan laporan
penelitian (Melas dan Huberman dalam

Aminuddin, 1990: 18). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini


menggunakan
teknik pembacaan semiotika yakni pembacaan heuristik dan hermeneutik.
Menurut Riffaterre (dalam Sangidu, 2004: 19), pembacaan heuristik merupakan
cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan menginterpretasikan teks sastra
secara referensial lewat tanda-tanda linguistik. Pembacaan heuristik juga dapat
dilakukansecara struktural (Pradopo dalam Sangidu, 2004: 19).

Pembacaan ini berasumsi bahwa bahasa bersifat referensial, artinya bahasa


harusdihubungkan dengan hal-hal nyata. Pembacaan hermeneutik atau retroaktif
merupakankelanjutan dari pembacaan heuristik untuk mencari makna. Metode ini
merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan bekerja secara terus-
menerus lewat pembacaan teks sastra secara bolak-balik dari awal sampai akhir
(Riffaterre dan Culler dalam Sangidu, 2004:

. Salah satu tugas hermeneutik adalah menghidupkan dan merekonstruksi sebuah


teks dalam yang melingkupinya agar sebuah pernyataan itu tidak mengalami
aliensi dan menyesatkan.Langkah awal analisis novel Supernova Episode Akar,
yaitu memaparkan strukturnya dengan menggunakan metode pembacaan
heuristik, pada tahap ini pembaca dapat menemukan arti secara linguistik
(Abdullah dalam Sangidu, 2004: 19).

Selanjutnya dilakukan pembacaan hermeneutik, yaitu peneliti bekerja


secara terus-menerus lewat pembacaan teks sastra secara bolak-balik dari awal
sampai akhir untuk mengungkapkan aspek kepribadian pada tokoh utama novel
Supernova Episode Akar. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan kerangka
berpikir induktif. Hadi (1948: 42) menyatakan bahwa, metode induktif adalah
metode dengan langkah-langkah menelaah terhadap fakta-fakta yang khusus,
peristiwa yang konkret kemudian dari fakta-fakta yang khusu itu di balik,
digeneralisasikan yang mempunyai sifat umum. Realisasi cara berpikir induktif,
yaitu dengan membaca novel Supernova Episode Akar terlebih dahulu untuk
menemukan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh utama novel Supernova
Episode Akar, kemudian dihubungkan degan kejadian-kejadian dalam kehidupan
nyata.

Você também pode gostar