Você está na página 1de 16

Admin 19.

10

Analis dan Desain Struktur Baja Pada Gedung Bertingkat


Berdasarkan SNI

Konstruksi Baja Pada Gedung Bertingkat

Analis dan Desain Struktur Baja Pada Gedung Bertingkat Berdasarkan SNI

Material baja sebagai bahan konstruksi telah digunakan sejak lama mengingat keunggulannya
dibandingkan material konstruksi yang lain. Dalam perencanaan struktur bangunan, kita juga tidak boleh
mengabaikan faktor gempa yang mungkin sewaktu-waktu dapat terjadi. Dalam hal ini akan direncanakan
gedung bertingkat 4 tanpa bresing dan dengan bresing. Kedua gedung tersebut akan dibahas analisis
simpangan yang terjadi akibat beban gempa. Dalam analisis beban gempa digunakan metoda analisis
dinamik. Analisis dan desain struktur akan dilakukan dengan bantuan program ETABS. Sebagai hasil
dari analisis dan desain bangunan tersebut diatas diperoleh nilai waktu getar alami (T) antara gedung A
lebih besar 58,652% dibandingkan dengan gedung B, nilai eksentrisitas rencana pusat gempa antara
gedung B lebih besar 10,137% dibandingkan dengan gedung A, nilai simpangan antara gedung tanpa
bresing lebih besar 78,279% dibandingkan gedung menggunakan bresing, Penggunaan bresing dapat
mengurangi simpangan yang terjadi akibat beban gempa.

Perencanaan gedung bertingkat harus dipikirkan dengan matang karena menyangkut investasi dana
yang jumlahnya tidak sedikit. Berbagai hal perlu ditinjau yang meliputi beberapa kriteria, yaitu 3S :
strength, stiffness, dan serviceability. Analisis struktur gedung bertingkat dapat dilakukan dengan
computer berbasis elemen hingga (finite element) dengan sofware yang telah umum digunakan oleh para
perencana, misalnya : SAP (Structure Analysis Program) atau ETABS (Extended 3D Analysis Building
Systems).

Konsep perancangan konstruksi didasarkan pada analisis kekuatan batas (ultimate-strength) yang
mempunyai daktilitas cukup untuk menyerap energi gempa sesuai peraturan yang berlaku. Berbagai
macam kombinasi pembebanan yang meliputi beban mati, beban hidup, beban angin, dan beban gempa
dihitung dengan pemodelan struktur 3-D (space-frame). Kombinasi pembebanan yang dimaksud adalah
sebagai berikut :

1,4DL
1,2DL + 1,6LL
1,2DL + 1LL + 1EX + 0,3EY
1,2DL + 1LL - 1EX + 0,3EY
1,2DL + 1LL + 1EX - 0,3EY
1,2DL + 1LL - 1EX - 0,3EY
1,2DL + 1LL + 0,3EX + 1EY
1,2DL + 1LL - 0,3EX + 1EY
1,2DL + 1LL + 0,3EX - 1EY
1,2DL + 1LL - 0,3EX - 1EY
0,9DL + 1EX + 0,3EY
0,9DL + 1EX - 0,3EY
0,9DL - 1EX + 0,3EY
0,9DL - 1EX - 0,3EY
0,9DL + 0,3EX + 1EY
0,9DL + 0,3EX - 1EY
0,9DL - 0,3EX + 1EY
0,9DL - 0,3EX - 1EY

Keterangan :
DL = Beban mati (Dead Load)
LL = Beban Hidup (Live Load)
EX = Beban gempa searah sumbu x (Earthquake- X)
EY = Beban gempa searah sumbu y (Earthquake- Y)

Di negara Indonesia ada 3 jenis sistem struktur yang digunakan yaitu:

1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) atau Ordinary Moment Resisting Frame
(OMRF)Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk di zona gempa 1 dan 2 yaitu
wilayah dengan tingkat gempa rendah. Acuan perhitungan yang digunakan adalah SNI 03-2847-2002 pasal
3 sampai pasal 20.
2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) atau Intermediate Moment Resisting
Frame (IMRF) Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk di zona gempa 3 dan
4 yaitu wilayah dengan tingkat gempaan sedang. Pasal- pasal yang digunakan dalam SNI 03-2847-2002
adalah Pasal 3 sampai pasal 20, ditambah dengan pasal 23.2 sampai dengan 23.10.2
3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) atau Special Moment Resisting Frame
(SMRF) Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk pada zona 5 dan 6 yaitu
wilayah dengan tingkat gempaan tinggi atau diaplikasikan dalam perencanaan High Rise Building.

Langkah pertama yang harus diperhatikan dalam perencanaan gedung adalah pengumpulan data
proyek yang meliputi :

1. Data tanah dari hasil sondir dan boring,


2. Data bangunan,
3. Data gambar proyek, terdiri dari gambar arsitektur, gambar struktur, gambar potongan, dan denah
lantai,
4. Data lain yang menyangkut RKS (Rencana Kerja dan Syarat- syarat)
PEMBEBANAN PADA STRUKTUR BANGUNAN
SENIN, NOVEMBER 28, 2011 ADI ATMADILAGA NO COMMENTS

Pembebanan pada struktur bangunan merupakan salah satu hal yang terpenting dalam perencanaan
sebuah gedung. Kesalahan dalam perencanaan beban atau penerapan beban pada perhitungan akan
mengakibatkan kesalahan yang fatal pada hasil desain bangunan tersebut. Untuk itu sangat penting bagi
kita untuk merencanakan pembebanan pada struktur bangunan dengan sangat teliti agar bangunan yang
didesain tersebut nantinya akan aman pada saat dibangun dan digunakan.

Berikut saya akan menjelaskan tentang pembebanan pada struktur bangunan.

Definisi utama beban adalah : sekelompok gaya yang akan bekerja pada suatu luasan struktur.
Setiap struktur yang akan direncanakan sebenarnya telah ditentukan oleh kode – kode pembebanan
yang telah ditetapkan berupa standar nasional Indonesia (SNI)

Seberapa penting pembebanan ini ?

Kode Pembebanan
 PPUG 1987 (Peraturan Pembebanan Gedung)
 ASCE 2005 (Gedung Lengkap)
 SNI 1726 -2002 (Perencanaan Gempa)
 SNI T02 -2005 (Pembebanan Jembatan)
 SNI 03 – 2833 -200x (Gempa dinamis jembatan)

Kode Perencanaan

 SNI 03 1729 2002 Struktur Baja


 SNI 03 xxxx 2002 Struktur Beton
 SNI 03 xxxx 2002 Struktur Kayu
 SNI T03 – 2005 Jembatan Baja
 SNI T12 – 2004 Jembatan Beton

Beban Pada Gedung

Pembebanan pada Gedung biasanya terdiri dari :

 Beban Mati
 Beban Hidup
 Beban Angin
 Beban Gempa
 Beban Additional (Tergantung kondisi dan situasi)

Beban Mati

 Beban Mati : Beban yang tetap berada di gedung


 dan tidak berubah ubah
 Beban Balok (Profil x γ )
 Beban Kolom (Profil x γ )
 Beban Plat (Profil x γ )
 Beban Dinding ( tinggi x berat /m2)
 PPUG
 => 2.5 KN /m2 untuk susunan ½ bata

Beban Hidup

Beban Hidup : adalah beban yang berubah ubah pada struktur dan tidak tetap. Termasuk beban berat
manusia dan perabotnya atau beban menurut fungsinya

 Ruang Kantor
 Ruang Pertunjukkan
 Parkir

Beban Angin

Beban angin adalah beban yang bekerja horisontal / tegak lurus terhadap tinggi bangunan. Untuk gedung
– gedung yang dianggap tinggi angin harus diperhitungkan bebannya karena berpengaruh terhadap story
drift/simpangan gedung dan penulangan geser.
Kode perencanaan yang dianggap paling tepat saat ini untuk Indonesia adalah kode ASCE 7 2005
chapter 6.
Beban Angin sangat dipengaruhi faktor topografi dan luasan bangunan.

Beban Gempa

Beban Gempa adalah beban yang disebakan oleh bergeraknya tanah akibat proses alami.
Beban Gempa Terdiri dari 2 konsep yaitu desain statis dan desain dinamis
Untuk bangunan tinggi beban gempa harus diterapkan sedemikian rupa sehingga bangunan harus
mampu menahan
gempa ulang 50 tahun.
Pada Desain Gempa inilah nilai daktalitas suatu bangunan dapat ditentukan

Beban additional

Beban additional adalah beban yang memiliki nilai lebih besar dari nilai beban mati atau beban hidup dan
merupakan bagian dari struktur yang harus ditinjau ulang.
Contoh beban additional adalah :

 Tandon air di atas bangunan


 Kuda – Kuda
 Tangga
 Lift
 Arsitektur seperti sunscreen

Aplikasi Beban Mati dan Hidup

Aplikasi Beban terdiri dari beberapa konsep.

 Konsep Konvensional

=> Beban disini akan diperhitungkan terlebih sebagai Trapesium dan Segitiga

 Konsep Portal Ekuivalen


=> Beban disini akan dibagi menjadi beban merata dan dianggap bekerja sepanjang jalur pembebanan
masing - masing

 Konsep Direct

=> Beban disini akan diterapkan langsung sesuai model

Penerapan Beban Mati

Dalam kasus desain, pertama bagian bagian struktur akan diprakirakan pada sub preliminary desain
Balok (1/10 -1/14) Bentang Kolom diprakirakan berdasarkan rumus tertentu atau minimal equal dengan b
balok atau lebih besar dari 250 mm yang disyaratkan Plat diprakirakan tebalnya terhadap fungsi
bangunan atau mengacu pada prasyarat Kembali, jika kasusnya adalah desain maka berat sendiri dari
balok, kolom , plat akan diperhitungkan dalam simulasi hingga desain equal dengan model Jika analisa
(sudah ada) maka berat sendiri dapat diperlakukan sebagai beban yang diperhitungkan atau juga
dihitung oleh perangkat lunak Beban dinding harus diterapkan ke seluruh balok atau mengacu pada
gambar arsitektur

Penerapan Beban Hidup

Beban hidup diterapkan ke seluruh lantai yang ada berdasarkan pada fungsinya.

Penerapan Beban Angin

 Beban Angin diterapkan pada sumbu X dan Y atau Utara – Selatan dan timur – Barat
 Beban adalah beban garis

Penerapan Beban Gempa

 Beban Gempa diterapkan ke sumbu X dan Y atau S-N dan E-W


 Beban berupa beban titik

Kombinasi

 U = 1,4 D (4)
 U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) (5)
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) (6)
U = 0,9 D ± 1,6 W (7)
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E (8)
60 dar i 278
U = 0,9 D ± 1,0 E (9)
U = 1,4 (D + F) (10)
U = 1,2(D +T ) + 1,6L + 0,5(A atau R) (11)

8) Untuk perencanaan daerah pengangkuran pasca tarik harus digunakan faktor beban 1,2
terhadap gaya penarikan tendon maksimum.
9) Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka pengaruh beban tersebut
dikalikan dengan faktor 1,2.

 Digunakan Nilai yang paling besar.


 YANG MANA ?
 Perangkat lunak telah menyertakan fasilitas pencarian nilai terbesar
Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung
SABTU, NOVEMBER 26, 2011 ADI ATMADILAGA NO COMMENTS

Untuk Mendesain sebuah gedung / bangunan tentunya salah satu yang harus kita perhitungkan adalah
beban yang berkerja pada konstruksi gedung tersebut. Dengan mengetahui berapa besar beban yang
berkerja pada suatu konstruksi maka kita akan dapat merancang kekuatan sebuah gedung sesuai
dengan spesifikasi kekuatan yang akan kita desain berdasarkan kebutuhannya. Untuk itu maka
dikeluarkanlah peraturan pembebanan gedung indonesia yang dikeluarkan oleh pemerintah sesuai
dengan SNI yang berlaku. Peraturan pembebanan Gedung Indonesia ini diterbitkan guna mempermudah
dalam perencanaan. Peraturan Pembebanan Gedung indonesia ini juga membantu kita dengan
mempermudah kita dalam menentukan besarnya beban yang berkerja. Peraturan Pembebanan Gedung
Indonesia tentunya menjamin kesesuaian beban dengan ketelitian yang baik karena Peraturan
Pembebanan Gedung Indonesia yang diterbitkan oleh pemerintah sudah melewati beberapa pengujian,
penelitian, perhitungan, serta pendalaman yang teliti oleh para ahli, sehingga dengan mengacu pada
Peraturan Pembebanan Gedung Indonesia Ini akan memberikan perhitungan beban yang aman bagi
struktur bangunan kita.

Peraturan Pembebanan Gedung Indonesia sebenarnya sudah terdapat pada SNI Perencanaan
bangunan gedung Beton Bertulang, SNI Perencanaan Bangunan Tahan Gempa, Bahkan Peraturan
Pembebanan Gedung Indonesia yang banyak dijual di toko-toko buku.

Dalam artikel ini saya akan memberikan rangkuman yang ada didalam peraturan pembebanan gedung di
Indonesia yang umum / sering digunakan dalam perencanaan gedung.

Kombinasi Pembebanan :

- Pembebanan Tetap :M+H

- Pembebanan Sementara : M + H + A

:M+H+G

- Pembebanan Khusus :M+H+G


:M+H+A+K

:M+H+G+K

dengan,

M = Beban Mati, DL (Dead Load)

H = Beban Hidup, LL (Live Load)

A = Beban Angin, WL (Wind Load)

G = Beban Hidup, E (Earthquake)

K = Beban Khusus

Beban Khusus, beban akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan
pondasi, susut, gaya rem dari keran, gaya sentrifugal, getaran mesin.

Perencanaan komponen struktural gedung direncanakan dengan kekuatan batas (ULS), maka beban
tersebut perlu dikalikan dengan faktor beban.

Kombinasi pembebanan dengan Faktor Beban yang dipakai adalah yang biasanya digunakan untuk
bangunan tembokan sebagai berikut:

1.U = 1.4 DL
2. U = 1.4 DL + 1.6 LL
3. U = 1.4 DL + 1.6 LL + 1.4 (1.0 EQX + 0.3 EQY + 0.67 EQZ)
4. U = 1.4 DL + 1.6 LL + 1.4 (0.3 EQX + 1.0 EQY + 0.67 EQZ)
5. U = 0.9 DL + 1.4 (1.0 EQX + 0.3 EQY + 0.67 EQZ)
6. U = 0.9 DL + 1.4 (0.3 EQX + 1.0 EQY + 0.67 EQZ)
7. U = 1.2 DL + 1.2 LL ± 1.2 WA
8. U = 1.2 DL + 1.2 LL ± 1.2 WB

Dimana:
U = Beban ultimate
DL = Beban mati
LL = Beban hidup
EQ = Beban gempa
W = Beban angin

Pada peninjauan beban kerja pada tanah dan pondasi, perhitungan Daya Dukung Tanah
(DDT) izin dapat dinaikkan (lihat tabel).
Jenis Tanah Pondasi Pembebanan Tetap DDT izin (kg/cm2) Pembebanan Sementara kenaikan DDT
izin (%)

Keras ≥ 5,0 50

Sedang 2,0 – 5,0 30

Lunak 0,5 – 2,0 0 - 30

Sangat Lunak 0,0 - 0,5 0

Note : 1 kg/cm2 = 98,0665 kPa (kN/m2)

Faktor keamanan (SF ≥ 1,5) tinjauan terhadap guling, gelincir dll. Beban Mati, berat sendiri bahan
bangunan komponen gedung.

BAHAN BANGUNAN.
Baja : 7.850 kg/m3

Batu Alam : 2.600 kg/m3

Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) : 1.500 kg/m 3

Batu karang (berat tumpuk) : 700 kg/m3

Batu pecah : 1.450 kg/m3

Besi tuang : 7.250 kg/m3

Beton (1) : 2.200 kg/m3

Beton bertulang (2) : 2.400 kg/m 3

Kayu (Kelas I) (3) : 1.000 kg/m 3

Kerikil, koral (kering udara sampai lembap, tanpa diayak) : 1.650 kg/m3
Pasangan bata merah : 1.700 kg/m3

Pasangan batu belah, batu belat, batu gunung : 2.200 kg/m 3

Pasangan batu cetak : 2.200 kg/m3

Pasangan batu karang : 1.450 kg/m3

Pasir (kering udara sampai lembap) : 1.600 kg/m 3

Pasir (jenuh air) : 1.800 kg/m3

Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembap) : 1.850 kg/m 3

Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembap) : 1.700 kg/m 3

Tanah, lempung dan lanau (basah) : 2.000 kg/m 3

Tanah hitam : 11.400 kg/m3

KOMPONEN GEDUNG
Adukan, per cm tebal :

- dari semen : 21 kg/m2

- dari kapur, semen merah atau tras : 17 kg/m 2

Aspal, termasuk bahan-bahan mineral tambahan, per cm tebal : 14 kg/m2

Dinding Pas. Bata merah :

- satu batu : 450 kg/m2

- setengah batu : 250 kg/m 2

Dinding pasangan batako :


Berlubang :

- tebal dinding 20 cm (HB 20) : 200 kg/m2

- tebal dinding 10 cm (HB 10) : 120 kg/m2

Tanpa lubang

- tebal dinding 15 cm : 300 kg/m2

- tebal dinding 10 cm : 200 kg/m2

Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku),
terdiri dari :

- semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan tebal maksimum 4 mm : 11 kg/m2

- kaca, dengan tebal 3 – 4 mm 10 kg/m 2

Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5m : 40 kg/m2,

dan untuk beban hidup maksimum : 200 kg/m 2

Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 7 kg/m 2 5m dan jarak s.k.s minimum
0,8 m

Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m 2 50 kg/m2

Bidang atap

Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m 2 : 40 kg/m2

Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng : 10 kg/m2

Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, 24 kg/m 2 tanpa adukan, per cm tebal

Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) : 11 kg/m 2


Catatan :

(1) Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi

(2) Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis, berat sendirinya harus ditentukan sendiri.

(3) Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis kayu tertentu lihat Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.

Beban Hidup pada lantai gedung, sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan

kegunaan dan juga dinding pemisah ringan (q ≤ 100 kg/m'). Beban berat dari lemari arsip, alat dan mesin
harus ditentukan tersendiri.

Tabel Beban Hidup pada Lantai Gedung.

a Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b. 200 kg/m2

b Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudang-gudang tidak 125 kg/m2
penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel.

c Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, 250 kg/m2
hotel, asrama dan rumah sakit.

d Lantai ruang olah raga 400 kg/m2

e Lantai ruang dansa 500 kg/m2

f Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang 400 kg/m2
lain dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti masjid, gereja,
ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton

g Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau 500 kg/m2
untuk penonton yang berdiri.

h Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c 300 kg/m2

i Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f 500 kg/m2
dan g.

j Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dan g. 250 kg/m2
k Lantai untuk: pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang 400 kg/m2
arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin,
harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan
tersendiri, dengan minimum

l Lantai gedung parkir bertingkat:

- untuk lantai bawah 800 kg/m2

- untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2

m Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan 300 kg/m2


terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan
minimum

Beban Hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum
sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Atap dan/atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang
menentukan (terbesar) dari:

 Beban terbagi rata air hujan, Wah = 40 - 0,8 α

dengan α = sudut kemiringan atap, derajat ( jika α > 50o dapat diabaikan).Wah = beban air
hujan, kg/m2 (min. Wah atau 20 kg/m2).

 Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan
peralatannya sebesar minimum 100 kg.

Balok tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atauvpenu
njang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat
sebesar minimum 200 kg.

Beban Hidup Horizontal perlu ditinjau akibat gaya desak orang yang nilainya berkisar 5% s/d 10% dari
beban hidup vertikal (gravitasi).

Reduksi Beban Hidup pada perencanaan balok induk dan portal (beban
vertikal/gravitasi), untuk memperhitungkan peluang terjadinya nilai beban hidup yang berubah-
ubah, beban hidup merata tersebut dapat dikalikan dengan koefisien reduksi.

Pada perhitungan gempa beban hidup yang berkerja pada lantai dapat direduksi hingga 30%

Você também pode gostar