Você está na página 1de 6

Anak bronkopneumonia

Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan
bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus
influenza yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data WHO,
kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.

Anak dengan daya tahan atau imunitas terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang
atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain
faktor imunitas, faktor iatrogen juga memicu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada
paru, anastesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna. Insiden penyakit ini
pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko
kematian yang tinggi.

Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala klinis tersebut antara


lain:
a. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
b. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
c. Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
d. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
e. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari
yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
f. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
g. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan PMN
h. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan infiltrat
alveolar serta gambaran bronkopneumonia.
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan
pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:
1. Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
3. Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yangcepat yakni
>60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak usia 2
bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun.
4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas,
tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.
Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab pneumonia. Identifikasi
kuman penyebab dapat dilakukan melalui:
a. Kultur sputum/bilasan cairan lambung
b. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
c. Deteksi antigen bakteri
Penatalaksanaan pada pasien ini, yaitu:
Terapi suportif berupa pemberian O2 1 L/menit. Oksigen diberikan untuk mengatasi
hipoksemia, menurunkan usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja miokardium. Oksigen
penting diberikan kepada anak yang menunjukkan gejala adanya tarikan dinding dada
(retraksi) bagian bawah yang dalam; SpO2 <90%; frekuensi napas 60 x/menit atau lebih;
merintih setiap kali bernapas untuk bayi muda; dan adanya head nodding (anggukan kepala).
Pemberian Oksigen melalui nasal pronge yaitu 1-2 L/menit atau 0,5 L/menit untuk bayi
muda. Untuk kebutuhan cairan, sesuai dengan berat badan diberikan cairan N4D5 melalui
mikrodrip infus dengan 25-30 tetes per menit. N4D5 terdiri dari 100 cc D5% dengan 25 cc
NaCl, dimana kandungan dekstrosa 50 g (200 kkal), Na 38,5 mEq/L, Cl 38,5 mEq/L, Ca 200
mg/dL, dan total Osm 353. Sedangkan untuk mengatasi demamnya pasien diberikan
antipiretik parasetamol yang diberikan selama pasien demam. Dosis yang digunakan adalah
10-15 mg/kgBB/kali pemberian. Dapat diulang pemberiannya setiap 4-6 jam.Pemberian
antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pada kasus ini,
dipilih antibiotik ceftriaxone yang merupakan antibiotik sefalopsorin generasi ketiga dengan
aktivitas yang lebih luas terhadap bakteri gram negatif. Dosis ceftriaxone yaitu 50-100
mg/KgBB/hari, dalam dua dosis pemberian. Antibiotik ceftriaxone diberikan sebanyak 350
mg dua kali sehari secara intra vena.
IPD Demam tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkanoleh bakteri Salmonella
Typhi. Gambaran klinis demam tifoid pada anak umur < 5 tahun, khususnya di bawah 1
tahun lebih sulit diduga karena seringkali tidak khas dan sangat bervariasi.Masa inkubasi
demam tifoid berkisar antara 7-14 hari, namun dapat mencapai 3-30 hari.Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat.Kemudian menyusul gejala dan tanda klinis yang biasa
ditemukan.
Manifestasi klinis
Masa tunas sekitar 10-14 hari, dengan gejala yang tmbul bervariasi:
 Pada minggu pertama muncul tanda infeksi akut berupa demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otoo, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak nyaman
diperut, batuk, dan epitaksis. Demam yang terjadi berpola seperti anak tanggadengan
suhu makin tinggi dari hari ke hari lebih rendah pada pagi hari dan tinggi pada soe
hari.
 Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia relatif,
lidah tifoid (kotor ditengah, tepi dan ujung berwarna merah disertai tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran, dan yang lebih jarang
berupa roseolae.
Pemeriksaan penunjang
 Pemerikasaan darah perifer
 Uji widal
 Uji TUBEX
 Uji typhoidot
 Uji IgM Dipstick
 Kultur darah
Tatalaksana
 Istirahat dan perawatan untuk mencegah komplikasi
 Diet lunak dan terapi suportif
 Antibiotk dengan pilihan antaralain:
 Kloramfenikol 4x500mg/hari peroral/IV hingga 7 hari bebas demam
 Tiamfenikol 4x500mg
 Kortimoksasol 2x960mg selama 2 minggu
 Ampisilin dan amoksisilin 50-150mg/kgBB selama 2 minggu
 Seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100cc selama setengah jam perinfus
sekali perhari selama 3-5 hari
 Golongan fluorokuinolon:
 Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
 Siprofloksasin 2x500mg /hari selama 6 hari
 Ofloksasin 2x400mg /hari selama 7 hari
 Kombinsi antibiotik diberikan pada tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok
septik
 Pada kehamilan : ampisilin, amoksisilin, seftriakson.

Obgyn

PREMATUR / PRETERM
A. Pengertian persalinan prematur
Persalinan premature adalah terjadinya persalinan pada usia kehamilan 37 minggu /
kurang dari 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari antara 1000 - 2500 gram
B. Etiologi persalinan premature
1. Komplikasi medis dan obstetric
 Perdarahan pada plasenta previa / solution plasenta
 Hipertensi dalam kehamilan
 KPD (ketuban pecah dini)
 Kehamilan kembar
2. Faktor gaya hidup / kebiasaan
 Merokok
 Gizi yang buruk
 Penambahan BB yang kurang saat hamil
 Pengunaan narkotika dan alkohol
 Stress psikososial
3. Infeksi cairan ketuban
4. Preterm ruptured membrane
5. Vaginosis bacterial
6. Trichomonas dan candida vaginistis
7. Clamidia
C. Penanganan persalinan premature
Prinsip penanganan persalinan premature adalah :
1. Coba hentikan kontraksi uterus / penundaan kelahiran /
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya
D. Upaya mengentikan kontraksi uterus
Kemungkinan obat – obatan tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk memberikan
kortikosteroid, intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup matang
untuk lahir (37 minggu),
 Penundaan kelahiran dilakukan bila :
1. Umur kehamilan 37 minggu
2. Pembukaan kehamilan kurng dari 3 cm
3. Tidak ada amnionitis, pre eklamsi atau perdarahan yang aktif
4. Tidak ada gawat janin
 Jika ibu masuk rumah sakit
1. Evaluasi ulang saban 2 jam untuk mengetahui dilatasi dan penipisan servik
2. Berikan tokolitik untuk memperbaiki kematangan paru
3. beri 2 dosis betametason 12 mg IM salang 2 jam (atau berikan 4 dosis deksametason 5
mg IM selang 6 jam)
4. Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas

POSTMATUR / POSTTERM
A. Pengertian post mature
Post matur adalah kehamilan yang ≥ 42 minggu (294 hari ) dihitung dari hari pertama
haid terakhir (HPHT)
B. Insiden
Bervariasi tergantung dari criteria diagnosa yang diambil, berkisar 4 – 14 %  10 %
C. Etiologi
1. Abnormalitas dari poros janin – hipopise – adrenal
2. Faktor regulasi hormonal
- Esterogen / progesterone rasio
- Prostaglandin
3. Kelainan congenital pada janin
- Ansepali
- Trisomi 16 dan 18
- Seckel’s darwfism
4. Kehamilan intrauterine
5. Defisiensi sulfatase pada plasenta
D. Sindrom pascamaturitas
Yaitu kehamilan pascamatur disertai oleh
 Oligohidramnion
 Cairan amnion mengandung mekonium
 BBl dengan derajat postmatur
 Stadium 1
Kulit menunjukan kehilangan vernik kaseosa dan maserasi berupa kulit kering,
rapuh dan mudah mengelupas
 Stadium 2
Gejala diatas ditambah pewarnaan mekonium / kehijauan pada kulit
 Stadium 3
Terdapat pewarnaan kunig kehijauan pada kuku, kulit dan tali pusat
E. Insiden : 10 % pada kehamilan 41 – 43 mg dan 33 % pada kehamilan 44 minggu
F. Manajemen
Pengawasan janin mencakup :

1. Hitung gerak janin (normal 7 x / 20 menit)


2. Nonstress test (NST) 2 kali seminggu dimulai pada usia kehamilan 41 minggu /
pengukuran cairan amnion 2 kali seminggu jika hasil non reaktif  lanjut dengan test
tekanan mengunakan oksitosin  hasil reaktif dengan nilai spesifikasinya 98,8 % 
janin berkemungkinan besar baik
3. BPP (biophysical profile) / profil biofisik setiap minggu mulai pada usia kehamilan
41 mingu disertai pengukuran volume cairan amnion 2 kali seminggu (normal air
ketuban > 1 cm / bidang)
4. Amnioskopi  banyak dan jernih  baik, tetapi jika air ketuban sedikit dan
mengandung mekonium  bayi beresiko mengalami aspiksia 33 %

Indikasi kelahiran :

1. Setiap hasil uji pengawasan janin yang tidak meyakinkan

 NST nonreaktif
 Oligohidramnion
 BPP ≤ 6 dengan volume cairan normal
 CST (contraction stress test) / Uji stress kontraksi positif
 Gerak janin menurun

2. Jika servik telah siap pada usia kehamilan 42 minggu, induksi harus dipertimbangkan
3. Konsultasi dengan dokter perlu dilakukkan setelah 42 minggu

Você também pode gostar