Você está na página 1de 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


DHF (Dengue Haemoragic Fever) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti
betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006:
123). Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit ini, yaitu fase demam, fase
ktiris, dan fase penyembuhan. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang
dapat membunuh virus demam berdarah, tetapi penyakit ini dapat dicegah
dengan memutuskan mata rantainya. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah
dengan cara kimia, seperti pengasapan/fogging, secara biologi yaitu dengan
memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, dan secara fisik yaitu dengan
kegiatan 3M (menguras, menutup, dan mengubur) barang-barang bekas yang
dapat menampung air.
Menurut Word Health Organization (1995) populasi di dunia
diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama
yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga
diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap
tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam
dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah
sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15
tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan
perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2012).
Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota
Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak
saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Buletin Jendela
Epidemiologi, Volume 2, 2010).

Pada bulan Januari 2009, penderita DHF di Jawa Tengah sebanyak


1706 orang. Sedangkan kasus DHF yang terjadi di beberapa kota di Jawa

1
tengah sampai pertengahan 2009 sebanyak 2767 orang, 73 diantaranya
meninggal (Lismiyati 2009). Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani
dapat mengalami Dengue Syok Syndrome (DSS) yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini dikarenakan pasien mengalami devisit volume cairan akibat
meningkatnya permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju
luar pembuluh. Sebagai akibatnya hampir 35 % pasien DHF yang terlambat
ditangani di rumah sakit mengalami syok hipovolemik hingga meninggal.
Saat ini angka kejadian DHF di rumah sakit semakin meningkat, tidak hanya
pada kasus anak, tetapi pada remaja dan juga dewasa. Oleh karena itu,
diharapkan perawat memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang cukup
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan DHF di rumah
sakit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari DHF?
2. Bagaimana epidemologi penyakit DHF?
3. Bagaimana etiologi dari DHF?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit DHF?
5. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit DHF?
6. Apa saja klasifikasi dan komplikasi penyakit DHF?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit DHF?
8. Bagaimana penatalaksanaan untuk klien DHF?
9. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada pasien DHF?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menyelesaikan tugas makalah mengenai SGD Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Penyakit DHF. Mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan asuhan keperawatan dan meningkatakan kualiatas hidup
pasien penderita DHF.

2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tentang penyakit DHF
2. Untuk mengetahui epidemologi penyakit DHF.
3. Untuk mengetahui etiologi DHF
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit DHF.
5. Untuk mengetahui manifestasi dari penyakit DHF
6. Untuk mengetahui klasifikasi dan komplikasi penyakit DHF.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit DHF.
8. Untuk mengetahui penatalaksaan untuk pasien DHF.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada
pasien yang mengalami penyakit DHF

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue ialah suatu infeksi arbovirus (arthrop-borne virus) akut,
ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes (FK UI, 1985, hlm. 607). Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina). DHF terutama
menyerang anak, remaja, dan dewasa dan seringkali menyebabkan kematian
bagi penderita (Christantie Effendy, Skp. 1995).
Demam dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali
disertai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan
leukopenia sebagai gejalanya. Demam berdarah dengue (DHF) ditandai oleh
emapat manifestasi klinis utama: demam tinggi, fenomena hemoragik, sering
dengan hepatomegali dan pada kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi.
Dapat mengalami syok hipovolemik yang diakibatkan oleh kebocoran
plasma. Syok ini disebut sindrom syok dengue (DSS) dan dapat menjadi fatal
(WOC edisi 2).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan
oleh karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah
Dengue (Hidayat, 2006). Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam
berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Nursalam, 2005).
DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala
utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leucopenia, dengan atau
tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, trombositopenia ringan dan bintikbintik
perdarahahan (ptekie) spontan (Noer, 2000).
Demam berdarah dengue adalah penyakit akut dengan ciri-ciri demam
manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).

4
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan penyakit endemis di
Indonesia dan sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat. Penyakit Demam Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue
yang akut dan ditandai dengan panas mendadak selama 2 – 7 hari tanpa sebab
yang jelas disertai dengan manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis
kadang disertai muntah darah, berak darah, kesadaran menurun, dan syock
(Soegijanto, 2006).

2.2 Epidemologi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan
demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS)
ditularkan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi. Dalam 50 tahun terakhir,
kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke
negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan
(WHO, 2009).
Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784,
sedangkan di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830 – 1870.
Di Afrika wabah demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871 – 1873 dan di
Amerika Serikat pada tahun 1922 terjadi wabah demam dengue dengan 2 juta
penderita.
Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi,
yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480
orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih(Kusriastuti R. Depkes RI.
2005). Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah
kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah
kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau
case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855
orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89% (Kusriastuti R. Depkes
RI. 2010).

5
Provinsi Jawa Tengah dapat dikatakan sebagai provinsi yang endemis
untuk penyakit DBD. Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2007 terdapat sebanyak 20.565 kasus, tahun 2008
sebanyak 19.307 kasus, tahun 2009 kasus turun menjadi 18.728 kasus dan
pada tahun 2010 sekitar 17.000 kasus DBD.
Di beberapa negara penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya
musim, jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan
curah hujan. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas,
akan tetapi secara garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita
meningkat antara bulan September sampai Februari dan mencapai puncaknya
pada bulan Januari. Di daerah urban yang berpenduduk padat puncak
penderita adalah bulan Juni-Juli hal ini bertepatan dengan awal musim
kemarau. Dari pengamatan di Surabaya antara tahun 1987-1991 menunjukkan
bahwa distribusinya berubah-ubah dan puncaknya mengikuti pola perubahan
kejadian musim hujan ke musim panas atau sebaliknya.
Demikian juga data yang ada pada instalasi rawat inap di bagian ilmu
kesehatan anak RSUD Dr. Soetomo pada tahun 1997, polanya tidak banyak
perbedaan. Dikemukakan bahwa banyaknya kasus DBD tersebut ada
hubunganya dengan kepadatan nyamuk dewasa dan jentik nyamuk Aedes
aegyti yang sering dijumpai ditempat penampungan air akibat curah hujan.
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada
kelompok umur <15 tahun 95% dan mengalami pergeseran dengan adanya
peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan
proporsi penserita pada kelompok >45 tahun sangat rendah seperti yang
terjadi di Jawa Timur bekisar 3,64% (Wirahjanto A, Soegijanto S edisi 2.
2006).

2.3 Etiologi
1. Virus dengue
Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia,

6
maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto,
1990; 36). Diketahui ada empat jenis virus yang mengakibatkan demam
berdarah yaitu DEN-1, DEN-2, DEN3, dan DEN-4.
2. Nyamuk aedes aegypti
Yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne
siensis, infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
420).
3. Host (pembawa)
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga
ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya
maupun virus dengue tipe lainnya.

2.4 Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma ke ruang ekstra selular.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh
penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot,, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-
bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali)
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinema serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma leakage)
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pembesaran cairan

7
intravena. Oleh karena itu pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk
memantau hematokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen
hemokonsentrasi yang terjadi. Rumus perhitungan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
𝐴−𝐵
𝑥 100% = 𝐶
𝐵
Keterangan:
A = Ht tertinggi selama dirawat
B = Ht saat pulang
C = prosentase hematokrit
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma terah teratasi sehingga pemberian cairan
intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik.
Ganggaun hemostasis pada DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan
hampir seluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan
jaringan adrenal. Hati umumnya membesar dengan perlemakan dan koagulasi
nekrosis pada daerah sentral atau parasentral lobulus hati.

8
Kompleks
Infeksi Dengue antigen antibodi
+ komplemen

Demam Mual, Hepato- Alkalosis Trombosit- Vaskulitis Reaksi


Muntah megali respiratorik openia Imunologik
(trauma
dengan
salisilat)
Dehidrasi
Hemoragik Permeabilitas
diastensis vaskular Derajat I
meningkat

Hemokonsentrasi
Kebocoran Hipoproteinemia
Plasma
Efusi Serosa

Hiponatremia Derajat II
Hipovolemia Peningk Penurunan
atan ekskresi
reabsorb Na+ urine
si air &
Hipotens dan Na+ peningkata
oleh n
a
ginjal osmolalitas

Syok
Derajat III

Hipoksia Derajat IV
jaringan

DIC Asidosis
metabolik
Perdarahan Masif

Kematian

Gambar 1.1 Patofisiologi DHF

9
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada DHF yang timbul bervariasi berdasarkan
derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya
mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil,
saat demam pasien kompos mentis.

Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mulai mendadak,


malaise muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan batuk. Pada fase kedua penderita
biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab, badan panas, maka merah,
keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada
petekie tersebar pada dahi dan tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak,
dan mudah memar serta berdarah pada tempat fungsi vena adalah lazim. Ruam
makular atau makulopopular mungkin muncul dan mungkin ada sianosis
sekeliling mulut dan perifer. Nadi lemah cepat dan kecil dan suara jantung
halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi costa dan
biasanya keras agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau
perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak
terkoreksi.
Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DHF,
gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF
adalah:
1. Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit waktu
menelan
2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, tidak nafsu
makan (anoreksia), diare, konstipasi
3. Keluhan sistem tubuh yang lain seperti nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu
hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan
(fushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan
fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentu dan pergerakan bola
mata terasa pegal.

10
Patokan WHO (1975) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah
sebagai berikut:

1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.


2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji turniket positif
dan salah satu bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi), hematemesis, dan atau melena.
3. Perbesaran hati
4. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah
menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik
20 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab
terutama pada ujung hidung, jari, dan kaki, penderita gelisah, timbul
sianosis disekitar mulut.

Gambaran klinis kemungkinan terjadinya renjatan hari ke-3 sampai


hari ke-7:

1. Perubahan sensorik dan nyeri perut


2. Perdarahan nyata selain perdarahan kulit
3. Terdapatnya efusi pleura atau asites
4. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih
5. Trombosit kurang dari 50.000/mikroliter
6. Hiponatremia dengan Na urine <10 mmol/L
7. EKG abnormal
8. Hipotensi

2.6 Klasifikasi
Menurut WHO (1986) DHF diklasifikasi berdasarkan derajat beratnya
penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4, sebagai berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Uji tourniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.

11
2. Derajat II
Deajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau ditempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari
(tanda-tanda dini renjatan)
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

2.7 Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Perdarahan luas.
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati,
trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi
perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis,
dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity
dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung
menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel
dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.

12
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan
nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel
kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan
lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah
a. Trombosit menurun.
b. HB meningkat lebih 20 %.
c. HT meningkat lebih 20 %.
d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
e. Protein darah rendah.
f. Ureum PH bisa meningkat.
g. NA dan CL rendah
2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test)
a. Rontgen thorax : Efusi pleura.
b. Uji test tourniket (+)
Tes torniket dilakukan dengan menggembungkan manset tekanan darah
pada lengan atas sampai titik tengah antara tekanan sistolik dan diasolik
selama 5 menit. Tes dianggap positif bila ada petekie 20 atau lebih per
2,5 cm (1 inchi). Tes mungkin negatif atau positif ringan selama fase
syok berat. Ini biasanya menjadi positif kuat, bila tes dilakukan setelah
pemulihan dari syok.

13
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring atau istirahat baring
2. Diet makan lunak
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa: susu, teh manis, sirop
dan beri penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali). Ringer
Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan,
mengandung Na+130 mEq/liter, K+,4 mEq/liter, korektor basa 28
mEq/liter, Cl- 109 mEq/liter dan Ca++ 3 mEq/liter.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin
atau dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian dengan kompres
dingin.
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder
(kolaborasi dengan dokter)
10. Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksan laboratorium yang memburuk.
11. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter)

14
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Keluhan yang biasanya pada pasien DHF datang ke rumah sakit adalah
panas tinggi dan pasien lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil
dan saat demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari
ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola
mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi
(grade III, IV), melena atau hematemasis.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
5. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak
dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual, muntah,dan nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan
tidak disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat

15
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang.
7. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang
kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di
kamar).
8. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena.
c. Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau
banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan
kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.
e. Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aegypti. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga
yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
a. Kesadaran : Apatis
b. Vital sign : TD : 110/70 mmHg
c. Kepala : Bentuk mesochepal
d. Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis
e. Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
f. Hidung : ada perdarahan hidung / epsitaksis

16
g. Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan
pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada,
nyeri telan.
i. Dada
Inspeksi : simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan
Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan
Perkusi : Sonor
Palpasi : taktil fremitus normal
j. Abdomen :
Inspeksi : bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)
Auskultasi : bising usus 8x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
k. Ekstrimitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi
tulang
l. Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter
10. Sistem integumen
Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin dan lembab. Kuku sianosis atau tidak.
a. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy),
mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada
grade II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering,
terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan
mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telingga (grade
II, III, IV).
b. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura),
rales, ronchi, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.

17
c. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.
d. Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan proses penyakit
(veremia).

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan


intraseluler ke ekstraseluler.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan dirongga
paru (effusi pleura).
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan
sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit saat menelan.
5. Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan dengan
trombositopenia.
6. Gangguan rasa nyaman; nyeri sehubungan dengan mekanisme patologis
(proses penyakit).
7. Potensial terjadi syok hipovolemik sehubungan dengan perdarahan hebat.
8. Kecemasan ringan-sedang sehubungan dengan kondisi pasien yang
memburuk.

3.3 Interverensi
1. Diagnosa Keperawatan: Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
sehubungan dengan proses penyakit (veremia).

Tujuan Intevensi Rasional

Mengobservasi TTV; suhu, TTV merupakan acuan untuk


nadi, tensi, pernapasan mengetahui keadaan umum pasien
Suhu tubuh setiap 3 jam atau lebih
normal (36-37oC) Memberikan penjelas Penjelasan tentang kondisi yang
tentang penyebab demam dialami pasien dapat membatu
atau peningkatan suhu pasien/keluarga mengurangi kecemasan

18
yang timbul
Menganjurkan pasien untuk Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
banyak minum ± 2,5 penguapan tubuh meningkat sehingga
liter/24 jam dan jelaskan perlu diimbangi dengan asupan cairan
manfaat bagi pasien yang banyak
Memberikan kompres Kompres dingin akan membantu
dingin (pada daerah axilla menurunkan suhu tubuh
dan lipatan paha)
Pasien bebas dari Memberikan terapi cairan Pemberian cairan sangat penting bagi
demam intravena dan obat-obatan pasien dengan suhu tinggi. Pemberian
sesuai dengan program cairan merupakan wewnang dokter
dokter (masalah kolaborasi) sehingga perawat perlu kolaborasi
dalam hal ini.

2. Diagnosa Keperawatan: Defisit volume cairan berhubungan dengan


berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler.
Tujuan Intevensi Rasional
Kaji keadaan umum pasien Menetapkan data dasar pasien, untuk
(lemah pucat, tachicardi) mengetahui dengan cepat
serta tanda-tanda vital. penyimpangan dari keadaan normalnya.
Observasi adanya tanda- Agar dapat segera dilakukan tindakan
Setelah dilakukan tanda syok. untuk menangani syok yang dialami
tindakan pasien.
keperawatan Berikan cairan intravaskuler Pemberian cairan IV sangat penting
defisit volume sesuai program dokter. bagi pasien yang mengalami defisit
cairan dapat volume cairan dengan keadaan umum
terpenuhi. yang buruk karena cairan langsung
masuk kedalam pembuluh darah.
Anjurkan pasien untuk Asupan cairan sangat diperlukan untuk
banyak minum. menambah volume cairan tubuh.
Kaji tanda dan gejala Untuk mengetahui penyebab devisit

19
dehidrasi atau hipovolemik volume cairan, jika haluaran urine < 25
(riwayat muntah diare, ml/jam, maka pasien mengalami syok.
kehausan turgor jelek).
Kaji perubahan haluaran Untuk mengetahui keseimbangan cairan
urine dan monitor asupan dan tingkatan dehidrasi.
haluaran.

3. Diagnosa Keperawan: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan


penumpukan cairan dirongga paru (efusi pleura).
Tujuan Intevensi Rasional
Kaji frekuensi kedalaman Kecepatan biasanya meningkat, dispnea
pernafasan dan ekspansi dan terjadi peningkatan kerja nafas.
dada.
Auskultasi bunyi nafas dan Ronchi menyertai obstruksi jalan nafas
catat adanya bunyi nafas atau kegagalan pernafasan.
Setelah dilakukan ronchi.
tindakan Tinggikan kepala dan bantu Duduk tinggi memungkinkan
keperawatan pola mengubah posisi. pengembangan paru dan memudahkan
nafas menjadi pernafasan diafragma, pengubahan
efektif atau posisi meningkatkan pengisian udara
normal. segmen paru.
Bantu pasien mengatasi Perasaan takut dan ansietas berat
takut atau ansietas. berhubungan dengan ketidakmampuan
bernafas atau terjadinya hipoksemia.
Berikan oksigen tambahan. Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas.

4. Diagnosa Keperawatan: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi;


kurang dari kebutuhan sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia, dan
sakit saat menelan.

20
Tujuan Intevensi Rasional
Memberikan makanan yang Membantu mengurangi kelelahan
mudah ditelan seperti; bubur, pasien dan meningkatkan asupan
tim dan dihidangkan saat makanan karena mudah ditelan.
masih hangat.
Memberikan makanan dalam Untuk menghindari mual dan
porsi kecil dan frekuensi muntah.
sering.
Kebutuhan nutrisi
Menjelaskan manfaat Meningkatkan pengetahuan pasien
pasien terpenuhi,
makanan/nutrisi bagi pasien tentang nutrisi sehingga motivasi
pasien
terutama pada saat pasien untuk makan meningkat.
mampumenghabiskan
sakit.
makanan sesuai
Mencatat jumlah/porsi Untuk mengetahui pemenuhan
dengan porsi yang
makanan yang dihabiskan nutrisi pasien.
diberikan/dibutuhkan.
oleh pasien setiap hari.
Memberikan nutrisi parenteral Nutrisi parenteral sangat
(kolaborasi dengan dokter). bermanffat/dibutuhkan pasien
terutama jika intake per-oral
sangat kurang. Jenis dan jumlah
pemberian nutrisi parenteral
merupakan wewenang dokter.

5. Diagnosa Keperawatan: Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut


sehubungan dengan trombositopenia.
Tujuan Intevensi Resional
Memonitor tanda-tanda Penurunan jumlah trombosit
penuruan trombosit yang merupakan tanda-tanda adanya
disertai dengan tanda-tanda kebocoran pembuluh darah yang
Jumlah trombosit klinis. pada tahap tertentu dapat
meningkat. menimbulkan tanda-tanda klinis
berupa perdarahan (nyata) seperti
epistaksis, patikie, dll.
Memonitor jumlah trombosit Dengan jumlah trombrosit yang

21
setiap hari. dipantau setiap hari, dapat dikethui
tingkat kebocoran pembuluh darah
dan kemungkinan perdarahan yang
dapat dialami pasien.
Menganjurkan pasien untuk Aktivitas pasien yang tidak
banyak istirahat. terkontroldapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
Tidak terjadi tanda-
Memberikan penjelasan Keterlibatan keluarga dengan
tanda perdarahan
kepada pasien/keluarga untuk segera melaporkan terjadinya
lebih lanjut (secara
segara melapor jika ada perdarahan (nyata) akan
klinis)
tanda-tanda perdarahan lebih membantu pasien mendapatkan
lanjut seperti: hematemesis, penanganan sedini mungkin.
melena, epistaxis.

6. Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa nyaman; nyeri sehubungan


dengan mekanisme patologis (proses penyakit).
Tujuan Intervensi Rasional
Mengkaji tingkat nyeri yang Untuk mengetahui berapa berat
dialami pasien dengan memberi nyeri yang dialami pasien.
rentang nyeri (0-10), biarkan pasien
menentukan tingkat nyeri yang
dialaminya, tetapkan tipe nyeri
Rasa nyaman yang dialami pasien, respon pasien
pasien terhadap nyeri yang dialami pasien.
terpenuhi Mengkaji faktor-faktor yang Rekasi pasien terhadap nyeri
mempengaruhi reaksi pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor,
terhadap nyeri (budaya, pendidikan, dengan mengetahui faktor-faktor
dll) tersebut maka perawat dapat
melakukan intervensi yang sesuai
dengan masalah klien. Respons

22
individu terhadap nyeri sangat
berbeda atau bervariasi, sehingga
perawat perlu mengkaji lebih lanjut
untuk menghindari kesalahan
persepsi terhadap kondisi yang
dialami pasien. Mislanya: pasien
yang berteriak karena nyeri belum
tentu mengalami nyeri yang lebih
hebat dari pasien lain yang menutup
matanya, mengigit bibir atau
berpegangan erat.
Memberikan posisi yang nyaman, Untuk mengurangi rasa nyeri.
usahakan situasi ruangan yang
tenang.
Memberikan suasana gembira bagi Dengan melakukan aktivitas lain,
pasien, alihkan perhatian pasien pasien dapat sedikit melupakan
dari rasa nyeri (libatkan keluarga). perhatiannya terhadap nyeri yang
Menganjurkan pasien untuk dialaminya.
membaca buku, mendengarkan
musik, menonton TV.
Memberikan kesempatan pasien Tetap berhubungan dengan orang-
Nyeri
untuk berkomunikasi dengan orang terdekat atau teman membuat
berkurang atau
teman-temannya atau orang pasien gembira/bahagia dan dapat
hilang
terdekat. mengalihkan perhatiannya terhadap
nyeri.
Memberikan obat-obat analgetik Obat-obatan analgentik dapat
(kolaborasi dengan dokter) menekan atau mngurangi nyeri
pasien. Perlu adanya kolaborasi
dengan dokter karena pemberian
obat merupakan wewenang dokter.

23
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
DHF adalah penyakit yang banyak menyerang anak dan remaja serta
secara seringkali menjadi penyebab kematian. Penderita yang mengalami
DHF biasanya menunjukkan gejala klinik seperti panas tinggi (2-7hari),
tampak bintik-bintik merah dibawah kulit, mual dan nyeri abdomen. Pada
kondisi yang lebih lanjut sering kali penderita mengalami perdarahan berupa
epitaksis, hematemesis, dan melena serta tidak jarang pula penderita sampai
mengalami Dengue Shock Syndrom (DSS). Virus Dengue masuk ke dalam
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terjadi viremia, yang ditandai dengan
demam mendadak tanpa penyebab yang jelas disertai gejala lain seperti sakit
kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di seluruh tubuh, nafsu makan
berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit. WHO (1975)
membagi DHF dalam 4 derajat : derajat I, derajat II, derajat III dan derajat IV.

24
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Christantie.1995. Perawatan Pasien DHF. EGC : Jakarta.


WHO. Demam Berdarah Dengue: Diagnosa, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian 2th Ed. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk.2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. EGC : Jakarta.
Hastuti, Oktri.2008. Demam Berdarah Denngue: Penyakit & Cara
Pencegahannya (1 vols). Kanisius (Anggota IKAPI) : Yogyakarta

Candra, Aryu.2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan


Faktor Risiko Penularan. Aspirator Journal of Vector-Borne Diseases
Studies,2 (2), 110-119.

25

Você também pode gostar