Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
nurkholisalrosyid
Iklan
BAB I
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Menurut Mansjoer (2005:356), fraktur tibia (bumper fracture/fraktur tibia plateau) adalah fraktur y
ang terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke
tanah. Menurut pendapat lain yaitu Smeltzer (2002:2357), fraktur adalah terputusnya kontinuit
as tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (1996:1138)
, fraktur adalah terputusnya jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh r
udapaksa. Kemudian menurut Tucker (1998:198), fraktur adalah patah tulang atau terputusnya k
ontinuitas tulang. Pendapat lain oleh Doenges (1999:761) yang menerangkan bahwa, fraktur adal
ah pemisahan atau patahnya tulang.
Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai pengertian tersebut di atas adalah bahwa fraktur
merupakan suatu keadaan terputusnya jaringan atau kontinuitas tulang dan atau tulang rawan ya
ng pada umumnya disebabkan oleh rudapaksa dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya.
Fraktur complete adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami perges
eran (bergeser pada posisi normal). Fraktur in complete, patah hanya terjadi pada sebagian dari
garis tengah tulang.
Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit. Fraktur terbuka (fraktur kom
pleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tula
ng. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
Grade II luka lebih besar, luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupak
an yang paling kuat.
Menurut Smeltzer (2001:257) fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulan
g, fraktur bergeser/tidak bergeser. Jenis ukuran fraktur adalah:
Greenstick : fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya me
mbengkok.
Oblique : fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak s
tabil dibanding batang tulang).
Depresi : fraktur dengan tulang patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada t
ulang tengkorak dan tulang wajah).
Kompresi : fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
Patologik : fraktur yang terjadi pada bawah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
paget, metastasis tumor tulang).
Avulasi : tertariknya fragmen tulang dan ligamen atau tendon pada perlekatannya.
Menurut Long (1996:357) dan Reeves (2001:248), faktor-faktor yang dapat menyebabkan fraktur a
dalah:
Patah karena letih, patah tulang karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi, seperti karena ber
jalan kaki yang terlalu jauh.
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur
sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan kecelakaan kendara
an bermotor.
Sedangkan menurut Appley (1995:212) faktor-faktor yang dapat menyebabkan fraktur adalah:
Terjadi akibat benturan dan cidera yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan
.
Trauma langsung
Tulang dapat patah pada area yang terkena jaringan lunak. Pemukulan menyebabkan fraktur m
elintang. Penghancuran menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang lu
as.
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang tertekan kekuatan itu.
Kekuatan dapat berupa:
3) Penekukan dan penekanan menyebabkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai
fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga terpisah.
Fraktur kelelahan
Terjadi akibat tekanan berulang-ulang sering ditemukan pada tibia, fibula, metatarsal, terutama p
ada atlet dan penari.
Fraktur patologik
Fraktur yang dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misal: oleh tumor at
au tulang itu sangat rapuh atau osteoporosis).
D. Manifestasi Klinis
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integ
ritas tulang tempat melekatnya otot.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang m
elekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang t
eraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdara
han yang mengikuti fraktur.
F. Penatalaksanaan Fraktur
Reposisi
Setiap pergeseran atau angulasi pada ujung patahan harus direposisi dengan hati-hati melalui tin
dakan manipulasi yang biasanya dengan anestesi umum.
Imobilisasi
1) Fiksasi Interna
Ujung patahan tulang disatukan dan difiksasi pada operasi misalnya : dengan sekrup, paku, plat
logam.
2) Fiksasi Interna
Untuk memperbaiki otot yang dapat mengecil secara cepat jika tidak dipakai.
Penatalaksanaan medis dengan ORIF
Pengertian
ORIF atau Open Reduction Internal Fixation adalah reduksi terbuka dari fiksasi internal di mana
dilakukan insisi pada tempat yang mengalami fraktur. Kemudian direposisi untuk mendapatkan
posisi yang normal dan setelah direduksi, fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ort
hopedik berupa pen, sekrup, plat dan paku (Price,1996:374).
Indikasi
3) Fraktur patologik.
4) Fraktur multiple.
5) Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (paraplegi, pasien dengan cidera multiple s
angat lanjut usia).
5) Memerlukan anestesi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Departemen Kesehatan RI (1996:93), keuntungan ORIF adalah:
Sedangkan kerugian ORIF menurut Price (1996:372) adalah risiko infeksi melalui pen, karena 10%
dari jumlah total pasien yang dipasang internal fiksasi terinfeksi, bila pen terinfeksi maka akan te
rjadi osteomyelitis yang sukar disembuhkan. Perawatan luka diberikan 2 kali sehari agar infeksi t
idak terjadi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai pengertian di atas bahwa tujuan dari penatalaksan
aan ORIF adalah:
Pemeriksaan sirkulasi.
Pemasangan alat bila dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan yang lebi
h berat pada jaringan lunak, terdiri dari:
Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (Open Reduction Internal
Fixation) atroplastik, eksisional, eksisi fragmen dan pemasangan endoprostacid.
Penatalaksanaan keperawatan
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur menurut Doenges (2000: 762) adalah sebagai berikut
:
Pemeriksaan Rontgen
Untuk memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lu
nak.
Pemeriksaan Laboratorium
H. Konsep Keperawatan
1. Fokus Pengkajian
Menurut Doenges (2000:761), pengkajian pasien post ORIF adalah sebagai berikut:
Aktivitas dan istirahat
Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fr
aktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dan dari pembengkakan jaringan serta nyeri).
Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas), hi
potensi (kehilangan darah), penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal yang cidera, pengi
sian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Neurosensasi
Gejala : Hilang gerakan atau sensori, spasme otot, keras atau kesemutan (parestesis).
Tanda : Perforasi lokal : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), s
pasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan ata
u kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf, sp
asme atau kram otot (setelah imobilisasi).
Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal (
dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post ORIF dengan fraktur tibia 1/3 proksimal d
extra menurut Wilkinson (2007: 629) adalah:
Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik (cidera jaringan luna
k).
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, medikasi, bedah perbaikan, perub
ahan pigmentasi dan perubahan sensasi.
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kehancuran jaringan (kehilangan barier kulit)
dan kerusakan respon imun.
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep diri, gambaran diri
, adanya ancaman kematian (tersedak atau sulit bernafas).
Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah
, cidera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus dan hipovolemia.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi, traksi atau gips pada ekstremitas.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri atau
vena, trauma pada pembuluh darah.
3. Fokus Intervensi
Fokus intervensi keperawatan pada pasien ORIF menurut Doenges (1999: 764-775) dan Engram (1
998: 629) adalah sebagai berikut:
Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik (cidera jaringan lun
ak).
Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, menunjukkan tindakan santai,
dapat beraktivitas, tidur, istirahat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas t
erapeutik sesuai indikasi.
Intervensi :
1) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi, karakteristik nyeri dan k
aji tingkat nyeri dengan standar PQRST
Rasional : Untuk memulihkan pengawasan keefektifan intervensi, tingkat ansietas dapat memp
engaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental dalam aktivitas, begitu juga berpar
tisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolus
i inflamasi pada jaringan yang cidera.
5) Berikan alternatif tindakan kenyamanan. Contoh : pijatan, perubahan posisi, relaksasi, naf
as dalam, imajinasi dan sentuhan terapeutik.
Kriteria hasil : Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi
yang mungkin, mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit.
Intervensi :
1) Kaji keadaan imobilisasi dan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
2) Bantu pasien dalam rentang gerak, latih dan bantu ROM(Range Of Motion) pasif/aktif.
Rasional : Mengawasi adanya hipotensi postural karena tirah baring, posisi elevasi dapat men
gurangi edema.
6) Ubah posisi secara periodik dan dorong pasien untuk latihan batuk efektif dan nafas dal
am.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, medikasi, bedah perbaikan, perub
ahan pigmentasi dan perubahan sensasi.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan ketidaknyamanan hilang dan mencapai penyembuhan luka s
esuai waktu.
Intervensi :
1) Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi di seki
tar luka.
Rasional : Meminimalkan tekanan pada area yang terpasang gips atau traksi.
6) Lakukan perawatan pada area kulit yang terpasang gips atau traksi ataupun yang dilaku
kan tindakan bedah.
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kehancuran jaringan (kehilangan barier kulit)
dan kerusakan respon imun.
Kriteria hasil : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritem
a dan demam.
Intervensi :
1) Pantau kondisi umum pasien dan monitor tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi.
3) Kaji sisi pen dan kulit. Perhatikan adanya keluhan peningkatan nyeri
Rasional : Kekakuan otot, spasme tonus otot rahang menunjukkan tanda tetanus.
7) Selidiki adanya nyeri yang muncul secara tiba-tiba, perhatikan adanya keluhan peningkat
an nyeri.
8) Berikan perawatan dengan teknik septik dan aseptik pada pen kawat steril dan alat-alat
yang terpasang pada pasien (kateter, infus)
Rasional : Program pengobatan untuk mencegah infeksi, untuk menjamin keseimbangan Nitro
gen positif dan meningkatkan proses penyembuhan.
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep diri, gambaran diri
, adanya ancaman kematian (tersedak atau sulit bernafas).
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani
, pasien mengakui dan mendiskusikan rasa takut, pasien menunjukkan tentang perasaan yang te
pat
Intervensi :
Rasional : Menenangkan dan menurunkan ansietas karena ketidaktahuan dan atau takut menj
adi kesepian.
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu pasien melalui penilaian awal,
juga selama pemulihan.
Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah
: cidera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus dan hipovolemia.
Kriteria hasil : Terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi normal, sensasi biasa, tanda vital st
abil dan haluaran urine adekuat untuk situasi individu.
Intervensi :
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
Rasional : Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan ganggua
n arterial, sianosis diduga adanya gangguan vena.
Rasional : Alat traksi dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah atau saraf, teruta
ma pada aksila dan lipat paha, mengakibatkan iskemia dan kerusakan saraf permanen.
5) Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat atau sianosis umum, kulit dingin, perub
ahan mental
Rasional : Menurunkan edema atau pembentukan hematoma yang dapat mengganggu sirkula
si.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi, traksi atau gips pada ekstremitas
Intervensi :
Rasional : Fraktur dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas seh
ari-hari.
2) Libatkan orang terdekat dalam perawatan diri.
Rasional : Rasa harga diri dapat ditingkatkan dengan aktivitas perawatan diri.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri atau
vena, trauma pada pembuluh darah.
Kriteria hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik/sensorik yan
g membaik, menunjukkan tidak terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial).
Intervensi :
1) Melakukan perawatan sirkulasi perifer secara komprehensif misal: periksa nadi perifer, ede
ma, pengisian kapiler, warna, dan suhu ekstremitas.
3) Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih tinggi dari jantung.
4) Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
Rasional : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya peningkatan aliran dar
ah dan perfusi jaringan.
5) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan norm
alnya.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti trombosit & anti koagulan, contoh: hep
arin dan warfarin natrium.
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00 WIB. Data diperoleh dari
pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan metode
Autoanamnesa dan Alloanamnesa.
Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Agama : Katholik
Tanggal masuk : 22 April 2008
No. RM : 147689
Nama : Ny. I
Umur : 49 tahun
Pendidikan : SD
Keluhan Utama
Riwayat Kesehatan
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS. Bila sakit pasien langsung diba
wa ke Puskesmas/ mantri di daerahnya. Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien
tidak pernah mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan belum pernah dioper
asi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, jantung dan hipertensi. Tetapi sekarang ini pa
sien menderita penyakit DM (Diabetes Mellitus) terbukti dengan kadar GDS (Gula Darah Sewaktu)
tanggal 29 April 2008 yaitu 198 mg/dl dan gula darah 2 jam PP (Post Prandial) yaitu 22 5 mg/
dl.
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami kecelakaan. P
asien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit yang diderita suaminya.
Di dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti DM, hipertens
i, jantung dan penyakit menular seperti TBC, AIDS, Hepatitis. Pasien juga mengatakan bahwa di
dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai alergi baik obat-obatan maupun makanan.
Selama sakit : Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya jadi k
eluarga akan merawat Tn. H dengan baik. Pasien mengatakan jika sudah sembuh nanti akan le
bih memperhatikan kesehatan dan akan berhati-hati jika naik kendaraan.
Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu nasi, sayur (
bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu, daging). Porsi 1 piring habis. Pasien
tidak suka makanan (sayuran yang bersantan contohnya: sayur nangka, kluwih, dan opor). Pasien
biasa minum 6-7 gelas perhari ± 1400 cc, pasien biasanya minum air putih dan teh.
Selama sakit : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan
RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien hanya makan dan habis ½ p
orsi makanan karena masakan yang disediakan dari RS tidak enak. Setiap sebelum makan pasie
n selalu diberikan injeksi Actrapid 4 IU (IntraUnit) pada lengannya secara SC (SubCutan). Pasien
minum air putih ± 5-6 gelas setiap harinya ± 1200 cc. Diit dari RS yaitu RKTP ( Rendah Kalori
Tinggi Protein ).
Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari biasanya saat pag
i hari dengan konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak ada lendir/ darah
, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari BAK (Buang Air Kecil) 7-8 x/ hari dengan konsiste
nsi jernih, kekuningan dan bau khas.
Selama sakit : Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah tetap 1 kal
i dalam sehari tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning kecoklatan, bau khas dan tidak a
da lendir/ darah. Pasien mengatakan BAK 4-5 x/ hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan
bau khas. Pasien BAB dan BAK dibantu oleh keluarga dengan menggunakan pispot.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam dimulai pukul 22.00–04.00 WI
B, tidurnya tidak ada gangguan. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah tidur siang.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidur setelah minum obat. Selama di RS Ortopedi p
asien bisa tidur tetapi jika nyeri bekas operasi kambuh pasien terbangun. Pasien tidur malam ±
8 jam dimulai pukul 21.00–05.00 WIB dan tidur siang ± 2 jam dimulai pukul 12.00–14.00 WIB.
Pasien tidur dengan posisi elevasi tungkai.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai sopir. Berangkat jam 06.00
pagi dan pulang tidak tentu, tapi rata-rata pulang jam 20.00 WIB. Keseharian pasien hanya dila
kukan untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pasien tidak pernah
mengikuti kegiatan yang ada di desanya karena pekerjaannya yang selalu pulang malam.
Selama sakit : Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien mengatakan
aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah istrinya (Ny. I). Untuk makan dis
uapi, minum diambilkan, BAK dan BAB dengan pispot. Pasien dibantu keluarga karena tidak bis
a bergerak. Pasien setiap pagi disibin oleh istrinya.
Makan/minum
Mandi
Toilet
Berpakaian
PP
Keterangan :
0 : Mandiri
4 : Tergantung sepenuhnya
Pola Kognitif
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika tidak seger
a diatasi.
Selama sakit : Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan penangananan dari pat
ah tulang yang sedang dideritanya, pasien mendapatkan informasi dari dokter dan perawat yang
merawatnya.
1) Gambaran diri : Pasien mengatakan sedih dengan keadaannya saat ini, tetapi pasien
bisa menerima kondisinya saat ini karena masih banyak orang yang lebih menderita.
2) Harga diri : Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan keadaannya
sekarang ini, keluarga dan sahabat selalu memberi semangat menjalani hidup.
4) Identitas : Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah yang ber
umur 49 tahun dan beragama Katholik.
5) Ideal diri : Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas
seperti sediakala sebelum sakit dan dapat berkumpul dengan keluarga, saudara, dan sahabat.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, teman, tetangga baik tidak
ada masalah.
Selama sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan dokter, perawat di RS Ortopedi dan
dengan pasien lain baik. Istri selalu setia menunggu pasien di RS (Rumah Sakit).
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien
mengatakan masih melakukan hubungan seksual dengan istrinya ± 2 kali dalam seminggu.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien
mengatakan selama dirinya dirawat di RS pasien belum melakukan hubungan seksual dengan istr
inya karena saat ini yang dipikirkan pasien adalah tungkai kakinya bisa cepat sembuh.
Sebelum sakit : Bila ada masalah, pasien menceritakan kepada keluarga. Pasien mengatak
an bila ada masalah maka diselesaikan secara musyawarah.
Selama sakit : Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima keadaannya s
erta menyerahkan kepada Tuhan dengan keadaannya saat ini, serta menyerahkan pengobatannya
kepada tim medis RS Ortopedi.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena keadaannya se
karang ini tetapi pasien selalu berdo’a kepada Tuhan agar cepat diberi kesembuhan.
Tanda-tanda vital :
2) N (Nadi) : 80 x/ menit
3) S (Suhu) : 367 oC
4) RR (Respirasi) : 24 x/ menit
Rambut : Kulit kepala bersih, rambut hitam, lurus, tidak beruban, rambut pendek, tida
k berketombe, rambut bersih.
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada nyeri tek
an, tidak ada gangguan penglihatan, pupil isokor.
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran, tidak terdapat serumen,
tidak ada nyeri saat telinga ditekan dan ditarik.
Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan penciuman, tidak ada
massa, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, tidak ada perdarahan, tidak terpasang O2.
Mulut : Mulut berbau, gigi tidak caries, lidah kotor, tidak ada stomatitis, tidak me
makai gigi palsu, fungsi pengecapan baik, membran mukosa bibir lembab.
Wajah : Tampak segar, tampak bekas luka jatuh tetapi luka sudah mengering, keni
ng berkerut menahan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, simetris, tidak ada nyeri tekan dan
nyeri telan, tidak ada peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure).
Dada :
Pemeriksaan Fisik
1) Jantung :
d) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal terdengar lupdup, bising negatif, tidak ada s
uara tambahan.
2) Paru-paru :
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan kiri sa
ma.
c) Perkusi : Bunyi paru resonan
d) Auskultasi : Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada whezzing.
Abdomen :
a) Inspeksi : Tidak ada asites, tidak ada nodul, bentuk simetris, kontur kulit
lentur, tidak ada benjolan/ massa.
c) Perkusi : Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri tekan, suar
a tympani.
Genetalia : Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter. Untuk BAB dan B
AK dengan pispot.
Ekstremitas : 5 5
2 5
1) Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa dengan keku
atan maksimal, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per menit), tidak ada luka pada eks
tremitas atas, dapat digerakkan dengan bebas, dan tidak ada edema.
2) Ekstremitas bawah :
a) Kanan : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, tungkai kanan
terpasang balutan bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak tambas, tampak pada jari-jari
kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak terpasang drain.
R (Regio) : tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal pada tulang ti
bia).
S (Scale) : skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.
T (Time) : terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.
b) Kiri : Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal, tamp
ak pada lutut dan di bawah lutut sebelah kiri luka-luka post trauma, luka sedikit kering dan war
na merah.
Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak ada biang k
eringat, tidak ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di operasi ORIF tampak ad
anya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna kemerahan dan bengkak.
Pemeriksaan penunjang
Jenis pemeriksaan
Hasil
Satuan
Normal
LED
Hb
Leukosit
Trombosit
HCT
Masa perdarahan
Masa pembekuan
Basofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Alkali fosfat
Ureum
Kreatinin
GDS
Uric acid
Cholesterol acid
Trigliserid
HBSAg
Golongan darah : O
14,9
17.300
266.000
44
67
28
6,6
3,6
14
17
246
47
1,0
198
2,4
173
290
Negatif
Mm
gr/dl
/mm3
/mm3
Vol %
Menit
Menit
%
%
gr/dl
gr/dl
gr/dl
U/L
U/L
U/L
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
0-10
13-16
5.000-10.000
200.000-500.000
40-48
1-3
2-6
1-3
0-3
2-6
50-70
20-40
2-8
6-8
3,5-5,5
1,3-3,3
< 37
< 42
60-300
10-50
0,6-1,1
70-100
3,4-7
£ 220
£ 150
Negatif
Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa) tanggal 29 April 2008
GDP : 146 mg/dl
Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2008 (post operasi ORIF dan debridement).
Gambar tibia 1/3 proksimal post platting dengan 5 sekrup dan pinning os fibula 1/3 proksimal d
engan 4 sekrup.
Infus RL 20 tpm
Diit RKTP
Perawatan luka
Fisioterapi
Obat oral :
Analisa Data
Tgl/Jam
Data fokus
Problem
Etiologi
TTD
1-05-08
08.00 WIB
DS :Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai kakinya sebelah k
anan, skala nyeri: 6
DO :
3. R : Tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal tepatnya pada tulang tibia)
4. S : Skala nyeri: 6
5. T : Nyeri terus menerus berhenti saat posisi enak dan tidak bergerak
N : 80 x/ menit
S : 367 oC
RR : 24 x/ menit
9. Pasien tampak takut menggerakkan kakinya sebelah kanan
Nyeri akut Agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka insisi post operasi. Juritha
1-05-08
08.00 WIB
DS :1. Pasien mengatakan takut untuk bergerak dan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan ji
ka untuk bergerak
Pasien mengatakan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan nyeri jika untuk bergerak
DO :
Hambatan mobilitas fisik Kerusakan neuromuskuler dan muskuloskeletal, nyeri post operasi Ju
ritha
1-05-08
08.00 WIB
DO :
1. Tampak pada tungkai kanan 1/3 proksimal terpasang balutan luka post operasi, balutan kering,
tidak tambas
5. Hasil rontgen didapatkan gambaran tibia 1/3 proksimal post platting dengan 5 sekrup dan pin
ning os fibula 1/3 proksimal 4 sekrup
Risiko infeksi Luka insisi bedah, prosedur invasif, kehancuran jaringan Juritha
1-05-08
08.00 WIB
DO :
1. Tampak adalanya luka post ORIF pada tungkai kaki kanan, 10 jahitan
Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka insisi post oper
asi.
Intervensi
Tanggal/Jam
No. Dx
Intervensi
Rasional
TTD
1 Mei ‘08
08.00 WIB
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan nyeri berkurang at
au hilang dengan kriteria hasil:
Ajarkan dan dorong untuk manajemen stress (relaksasi, nafas dalam, imajinasi, sentuhan terapeuti
k).
Memfokuskan kembali perhatian koping terhadap stress sehingga dapat menurunkan nyeri.
1 Mei ‘08
08.00 WIB
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan masalah hambatan
mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Pertahankan tirah baring dan melatih tangan serta ekstremitas sakit dengan lembut.
Bantu dan dorong pasien untuk melakukan aktivitas perawatan secara bertahap.
Melatih otot dan sendi-sendi agar tidak mengalami kontraktur dan komplikasi.
Juritha
1 Mei ‘08
08.00 WIB
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan tidak terjadi kerus
akan integritas kulit dengan kriteria hasil:
Kaji/ catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi di sekitar luk
a.
Juritha
1 Mei ‘08
08.00 WIB
4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi
dengan kriteria hasil:
TTV dalam batas normal.
Observasi keadaan luka terhadap pembentukan bulla, krepitasi dan bau drainase yang tidak enak
.
Juritha
Implementasi
Tanggal/jam
No Dx
Implementasi
Respon pasien
TTD
1 Mei ‘08
08.00 WIB
Kamis
08.30 WIB
09.45 WIB
12.00 WIB
14.00 WIB
1,4
1,4
Mengobservasi KU (Kondisi Umum), TTV (Tanda-Tanda Vital) pasien dan mengkaji tingkat nyeri p
asien dengan PQRSTMengajarkan nafas dalam, mempertahankan imobilisasi pada kaki kanan dan
mengatur posisi tidur terlentang dengan kaki kanan diganjal dengan bantal
Melatih pasien untuk menggerakkan jari kaki kanan, menggerakkan telapak kaki kanan secara akt
if dan melatih pasien untuk mengangkat kaki kiri secara aktif.
Subyektif:Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya yang sebelah kanan setelah dioperasi, sk
ala nyeri 6
Obyektif:
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak bergerak
Hasil rontgen: tampak gambaran fraktur tibia 1/3 proksimal dengan post platting os tibia dengan
5 sekrup dan post pinning 4 sekrup.
Subyektif:
Obyektif:
Pasien tampak posisi terlentang, kaki kanan khususnya pada tungkai atas dan lutut diganjal deng
an bantal.
Subyektif:
Obyektif:
Pasien tampak mengubah posisi tidurnya dengan miring kiri, kanan, setengah duduk.
Subyektif:
Pasien tampak dibantu perawat dalam bergerak ROM aktif dan pasif.
Subyektif:
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
S : 36 6 o C
N : 84 x/ menit
RR : 22 x/ menit
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
14.30 WIB
15.30 WIB
16.00 WIB
17.00 WIB
19.30 WIB
1,2
1,3,4
Mengatur posisi yang aman dan nyaman pada pasien dengan elevasi tungkaiMengkaji tingkat ny
eri
Memantau tanda-tanda infeksi yaitu rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsiolesa serta mengobserv
asi keadaan luka terhadap pembentukan bulla, krepitasi dan drainase.
Memberikan injeksi sesuai dengan advise dokter yaitu:
Menginspeksi kulit terhadap adanya iritasi, memperhatikan adanya keluhan peningkatan nyeri dan
menyelidiki adanya nyeri yang muncul tiba-tiba.
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan nyeri pada pangkal tungkai kaki sebelah kanan kadang masih terasa jika unt
uk bergerak dan berkurang dengan nafas dalam, skala nyeri: 6.
Obyektif:
S : skala nyeri 6
Subyektif:
Pasien mengatakan balutan luka post operasi belum diganti sejak kemarin, skala nyeri : 5
Obyektif:
S : 36 0C
Kekuatan otot 5 5
2 5
Subyektif:
Obyektif:
Cefotaxime dan Ketorolac masuk semua lewat selang infus tanpa tumpah.
Subyektif:
Pasien bersedia diinspeksi dan dikaji.
Pasien mengatakan nyeri terus menerus dan berhenti jika posisi nyaman.
Obyektif:
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
Ari,AmK
Ari,AmK
21.30 WIB
06.00 WIB
05.00 WIB
4
2
1,3,4
Mengkaji reflek tendon dan tonus ototMembantu dan mendorong pasien untuk melakukan aktivit
as perawatan diri secara bertahap.
Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan yaitu: injeksi Cefotaxime 2×1 gram p
er IV infus dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus.
Obyektif:
Kekuatan otot 5 5
2 5
2. Pada ekstremitas bawah sebelah kanan tampak ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat me
lawan gravitasi.
Subyektif:
Pasien mengatakan akan sedikit demi sedikit mengambil makanan dan minum secara mandiri tan
pa bantuan istri
Obyektif:
Obyektif :
Injeksi telah masuk semua lewat selang infus tanpa tumpah, infus kembali lancar 20 tpm.
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK
2 Mei ‘08
07.45 WIB
Jum’at
10.00 WIB
10.30 WIB
12.00 WIB
12.30 WIB
13.00 WIB
3,4
1,3,4
1,4
Memantau tanda-tanda infeksi yaitu rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesa, mengobservasi keada
an luka terhadap pembentukan bulla, krepitasi dan bau drainase yang tidak enak dan mengkaji
serta mencatat ukuran, warna, kedalaman luka, lalu memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
di sekitar luka.Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit RKTP dan menganjurkan pasie
n untuk banyak makan yang tinggi protein, contoh (putih telur, ikan kutuk) dan menghindari/ m
embatasi jumlah kalori (contoh: nasi).
Melakukan aff infus karena obat telah habis maka obat diganti dengan oral yaitu: Asam mefena
mat 3×1 tablet, Cascidin 2×1 tablet, Ciprofloxacin 2×1 tablet dan Glibenclamid 3×1.
Mengkaji nyeri.
Berkolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam melatih bergerak jari, tungkai dan telapak kaki kanan
secara pasif (ekstensi dan fleksi) dan melatih kaki kiri untuk mengangkat secara aktif (fleksi dan
ekstensi).
Subyektif:Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi belum berkurang, skala nyeri 6.
Obyektif:
S: 362 O C
Kekuatan otot
5 5
2 5
Subyektif:
Pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3 dari porsi yang disediakan oleh RS.
Obyektif:
Obyektif:
Pasien tampak mendengarkan penjelasan dari perawat bahwa obat diminum setelah makan.
Subyektif:
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
RR : 20 x/ menit
N : 80 x/ menit
S : 362 oC
Subyektif:
Obyektif:
S : skala nyeri 5
T : nyeri ± 10 menit kemudian berhenti jika posisi nyaman dan nyeri timbul lagi jika untuk berg
erak.
Subyektif:
Obyektif:
Pasien tampak dibantu oleh perawat dalam ROM aktif dan pasif.
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
15.00 WIB
16.00 WIB
16.30 WIB
20.00 WIB
1,4
1,2,4
Mengobservasi KU, TTV pasien dan mengkaji tingkat nyeri.Membantu aktivitas perawatan diri
Mengingatkan kepada pasien untuk minum obat Asam mefenamat 3×1 tablet, Cascidin 2×1 table
t, Ciprofloxacin 3×1 tablet dan Glibenclamid 3×1 tablet untuk mengontrol GDS.
Subyektif:Pasien mengatakan kaki kanannya masih nyeri walaupun tidak separah kemarin, skala n
yeri: 5
Obyektif:
P : nyeri jika untuk bergerak
S : skala nyeri 5
TD : 120/ 80 mmHg
N : 82 x/ menit
S : 36 oC
RR : 22 x/ menit.
Subyektif :
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan selalu rajin minum obat setelah makan, pasien mengatakan “iya”.
Obyektif:
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
Ari,AmK
22.15 WIB
05.00 WIB
06.00 WIB
06.30 WIB
06.45 WIB
1,2
2
1,3,4
Mengatur posisi yang nyaman dan aman pada pasien dengan posisi elevasi tungkai.Membantu d
an mendorong pasien untuk melakukan aktivitas perawatan diri secara bertahap.
Mengingatkan untuk nafas dalam jika nyeri timbul, mempertahankan imobilisasi pada kaki kanan
dan mengatur posisi tidur terlentang dengan kaki kanan diganjal dengan bantal
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan akan belajar mengambil makan sendiri tanpa harus minta bantuan istri
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
Pasien tampak dalam posisi terlentang, kaki kanan khususnya pada tungkai atas dan lutut diganj
al dengan bantal.
Subyektif:
Obyektif:
Pasien tampak rileks.
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK
Heru,AmK
Heru,AmK
3 Mei ‘08
08.00 WIB
Sabtu
09.30 WIB
12.00 WIB
12.30 WIB
13.00 WIB
4
1,4
1,3,4
1,4
1,2
Melakukan medikasi/ perawatan post operasiMemberikan obat topikal (sofratulle) pada jahitan luk
a post operasi.
Melatih pasien untuk menggerakkan jari kaki kanan, menggerakkan telapak kaki kanan secara pa
sif dan melatih pasien untuk mengangkat kaki kiri secara aktif.
Mengobservasi KU pasien
Mengatur posisi yang nyaman dan aman pada pasien dengan posisi elevasi tungkai.
Subyektif:Pasien mengatakan nyeri saat dibersihkan lukanya.
Obyektif:
Pasien tampak meringis menahan sakit, luka tampak bersih, tidak ada pus, bulla/ drainase, tamp
ak bengkak pada sekitar area jahitan luka post operasi, bengkak pada jari kaki kanan dan tungk
ai bawah.
Subyektif:
Obyektif:
KU: baik
Subyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan kakinya sebelah kanan nyeri tetapi sudah sedikit berkurang, skala: 4
Obyektif:
S : skala nyeri 4
Subyektif:
Obyektif:
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
15.00 WIB
16.00 WIB
18.30 WIB
1,3
1,3,4
Mengingatkan untuk nafas dalam jika nyeri timbul, mempertahankan imobilisasi pada kaki kanan
dan mengatur posisi tidur terlentang dengan kaki kanan diganjal dengan bantalMembantu aktivit
as perawatan diri
Mengingatkan kepada pasien untuk minum obat Asam mefenamat 3×1 tablet, Cascidin 2×1 table
t, Ciprofloxacin 3×1 tablet dan Glibenclamid 3×1 tablet untuk mengontrol GDS.
Obyektif:
Pasien tampak berbaring dalam posisi terlentang, kaki kanan khususnya pada tungkai atas dan l
utut diganjal dengan bantal.
Subyektif:
Pasien mengatakan nyaman setelah disibin
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan selalu berhati-hati dalam makan sehingga gula darahnya tidak meningkat.
Obyektif:
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
22.00 WIB
05.00 WIB
06.00 WIB
1,2
1,4
Mengatur posisi yang nyaman dan aman pada pasien dengan posisi elevasi tungkai.Mengobserva
si KU pasien dan mengkaji tingkat nyeri pasien dengan PQRST.
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan kakinya sebelah kanan masih nyeri tapi sudah sedikit berkurang, skala nyeri:
4
Obyektif:
S : skala nyeri 4
Subyektif:
Obyektif:
Pasien tampak mengubah posisi tidurnya dengan miring ke kiri, kanan dan setengah duduk.
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK
Evaluasi Formatif
Tanggal/Jam
No. Dx
Evaluasi formatif
TTD
Kamis
1 Mei ‘08
14.00 WIB
S : Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya, masih terasa jika untuk bergerak tapi berk
urang dengan nafas dalam, skala nyeri:6O : P : Nyeri jika untuk bergerak
R : Nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai sebelah kanan, 1/3 proksimal mendek
ati lutut.
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan dan tidak bergerak.
P : Lanjutkan intevensi:
S : Pasien mengatakan masih takut jika untuk bergerak, pasien mengatakan nyeri jika untuk berg
erak.
O : Pasien tampak bedrest, posisi pasien tidur terlentang dengan elevasi tungkai paha kanan pa
sien diatas bantal, pasien tampak takut dan kesakitan jika untuk bergerak, aktivitas kebutuhan pa
sien sehari-hari dibantu keluarga dan pasien tampak lemah.
Kekuatan otot
5 5
2 5
A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intevensi:
S : Pasien mengatakan bersedia rajin untuk mengatasi posisi dan bersedia untuk dilakukan tidaka
n keperawatan yaitu perawatan luka, pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3 dari porsi yang
disediakan oleh RS.
O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka tampak bersih, tidak terdapat jaringan
nekrotik, tampak kulit yang dijahit belum menyatu.
P : Lanjutkan intervensi:
O : Balutan tampak tidak merembes, pasien tidak terpasang drain, tidak ada tanda-tanda infeksi
dan tidak ada bengkak, TD : 110/ 70 mmHg,N : 84 x/ menit, S : 366 oC, RR : 22 x/ menit
P : Lanjutkan intervensi:
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Jum’at
2 Mei ‘08
14.00 WIB
S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari ketiga sudah berkurang.O : P : masih s
edikit nyeri jika untuk bergerak
S : skala nyeri 5
T: nyeri ± 10 menit kemudian berhenti jika posisi nyaman dan nyeri timbul jika untuk ber
gerak.
Pasien tampak sedikit santai dan rileks, TD: 110/ 70 mmHg, N: 80 x/ menit, S: 363 oC, RR: 20 x/
menit
S : Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak dan sudah latihan bergerak di tempat
tidur.
O : Pasien tampak mencoba latihan di tempat tidur dengan bergerak dan duduk di tempat tidu
r.
Pasien tampak tenang, pasien tampak menahan nyeri jika bergerak/ tidak berhati-hati.
Kekuatan otot
5 5
2 5
P : Lanjutkan intervensi:
Pertahankan tirah baring
S : Pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3 dari porsi yang disediakan oleh RS, pasien meng
atakan banyak makan putih telur, pasien mengatakan bersedia rajin untuk mengubah posisi dan
bersedia untuk dilakukan tindakan keperawatan yaitu perawatan luka.
O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka tampak bersih, tidak terdapat jahitan y
ang lepas, tidak terdapat jaringan nekrotik, tidak ada bulla.
P : Lanjutkan intervensi:
O : Balutan luka post ORIF tidak tambas, kering, tidak berbau, balutan sudah dimedikasi, post o
perasi hari ketiga tampak kaki kanan dan kiri terdapat luka post trauma mulai mengering dan k
emerahan, tidak ada bengkak pada area operasi hanya bengkak pada jari kaki dan telapak kaki
sebelah kanan, pada luka post operasi tidak terpasang drain, terpasang pinning pada os fibula 1
/3 proksimal dengan 4 sekrup dan platting pada os tibia 1/3 proksimal dengan 5 sekrup. TD :
110/ 70 mmHg, N: 80x/ menit, S : 363 oC, RR : 20 x/ menit
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Tanggal/Jam
No.Dx
Evaluasi Sumatif
TTD
Sabtu
3 Mei ‘08
14.00 WIB
S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi sudah berkurang jika untuk bergerak, sk
ala nyeri: 4O : P: Nyeri jika untuk bergerak karena tidak hati-hati
R : Nyeri pada luka post operasi pada tungkai kanan 1/3 proksimal
S : Skala nyeri : 4
T : Nyeri kadang-kadang saja jika digunakan untuk bergerak. Nyeri berkurang bila posisi nyaman
dan dengan nafas dalam.
S : Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak dan sudah bisa duduk dengan mandiri.
O : Pasien tampak latihan gerak dan duduk di tempat tidur, pasien tampak rileks dan tidak taku
t bergerak, pasien tampak memulai aktivitas secara mandiri. Kekuatan otot
5 5
2 5
P : Lanjutkan intervensi:
S : Pasien mengatakan telah rajin mengkonsumsi putih telur dan ikan kutuk, pasien mengataka
n bersedia untuk mengubah posisi tidurnya.
O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, belum dilakukan aff jahitan karena kulit belum men
yatu, balutan luka tampak bersih, tidak terdapat jahitan yang lepas, tidak ada bulla dan tidak ad
a jaringan nekrotik.
P : Lanjutkan intervensi:
S : Pasien mengatakan nyeri sewaktu lukanya dibersihkan, pasien mengatakan sudah merasa nya
man karena luka telah dibersihkan.
O : Luka tambas, kering, tidak ada pus, tidak ada bengkak, tidak ada tanda-tanda infeksi, TD : 1
10/ 70 mmHg, N : 84 x/ menit, S : 365 OC, RR : 22 x/ menit, masih terpasang pinning dan pla
tting.
P : Lanjutkan intervensi:
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
DAFTAR PUSTAKA
Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Applay Edisi 7, Widya
Medika, Jakarta.
Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes, RI, 1996, Asuhan Keperawatan pada Sistem Muskuloskeletal, Depkes RI, Jakarta.
Doenges, E, Marilyn, 1996, Rencana Asuhan Keperawatan dan Pedoman untuk Mendokumentasika
n Perawatan Pasien (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta.
Handei, Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan), volum
e 3, EGC, Jakarta.
Handerson, M. A, 1997, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Enssential Medika, Yogyakarta.
Kategori: Uncategorized
Tag: KMB
nurkholis al rosyid
Kembali ke atas
https://www.google.co.id/search?client=ms-android-asus&hl=id-ID&oe=utf-8&devicelang=in&safe=im
ages&q=askep+fraktur&source=browser-suggest&qsubts=1506841464000&action=devloc#xxri=0
https://www.google.co.id/search?client=ms-android-asus&hl=id-ID&oe=utf-8&devicelang=in&safe=im
ages&q=askep+fraktur&source=browser-suggest&qsubts=1506841464000&action=devloc#xxri=0