Você está na página 1de 49

Asal Mula Sejarah Valentine Day's

Hari raya ini adalah salah satu hari raya bangsa Romawi
Paganis (yang menyembah berhala), bangsa romawi telah
menyembah berhala semenjak 17 abad silam. Jadi hari raya
valentine ini adalah merupakan sebutan kepada kecintaan
terhadap sesembahan mereka.

Tentang sejarah valentine ini ada banyak versi yang


menyebutkan, tetapi dari sekian banyak versi menyimpulkan bahwa hari valentine tidak memiliki
latar belakang yang jelas sama sekali.

Perayaan ini telah ada semenjak abad ke-4 SM, yang diadakan pada tanggal 15 februari,
perayaan yang bertujuan untuk menghormati dewa yang bernama Lupercus, dewa kesuburan,
yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Acara ini berbentuk
upacara dan di dalamnya diselingi penarikan undian untuk mencari pasangan. Dengan menarik
gulungan kertas yang berisikan nama, para gadis mendapatkan pasangan. Kemudian mereka
menikah untuk periode satu tahun, sesudah itu mereka bisa ditinggalkan begitu saja. Dan kalau
sudah sendiri, mereka menulis namanya untuk dimasukkan ke kotak undian lagi pada upacara
tahun berikutnya.

Sementara itu, pada 14 Februari 269 M meninggallah seorang pendeta kristen yang juga dikenal
sebagai tabib (dokter) yang dermawan yang bernama Valentine.

Ia hidup di kerajaan yang saat itu dipimpin oleh Kaisar Claudius yang terkenal kejam. Ia sangat
membenci kaisar tersebut. Claudius berambisi memiliki pasukan militer yang besar, ia ingin
semua pria di kerajaannya bergabung di dalamya.

Namun sayangnya keinginan ini tidak didukung. Para pria enggan terlibat dalam peperangan.
Karena mereka tidak ingin meninggalkan keluarga dan kekasih hatinya. Hal ini membuat
Claudius marah, dia segera memerintahkan pejabatnya untuk melakukan sebuah ide gila.

Claudius berfikir bahwa jika pria tidak menikah, mereka akan senang hati bergabung dengan
militer. Lalu Claudius melarang adanya pernikahan. Pasangan muda saat itu menganggap
keputusan ini sangat tidak masuk akal. Karenanya St. Valentine menolak untuk
melaksanakannya.

St. Valentine tetap melaksanakan tugasnya sebagai pendeta, yaitu menikahkan para pasangan
yang tengah jatuh cinta meskipun secara rahasia. Aksi ini akhirnya diketahui oleh kaisar yang
segera memberinya peringatan, namun ia tidak menggubris dan tetap memberkati pernikahan
dalam sebuah kapel kecil yang hanya diterangi cahaya lilin.
Sampai pada suatu malam, ia tertangkap basah memberkati salah satu pasangan. Pasangan
tersebut berhasil melarikan diri, namun malang St. Valentine tertangkap. Ia dijebloskan ke dalam
penjara dan divonis hukuman mati dengan dipenggal kepalanya.

Sejak kematian Valentine (14 februari), kisahnya menyebar dan meluas, hingga tidak satu
pelosok pun di daerah Roma yang tak mendengar kisah hidup dan kematiannya. Kakek dan
nenek mendongengkan cerita Santo Valentine pada anak dan cucunya sampai pada tingkat
pengkultusan.

Ketika agama Katolik mulai berkembang, para pemimipin gereja ingin turut andil dalam peran
tersebut. Untuk mensiasatinya, mereka mencari tokoh baru sebagai pengganti Dewa Kasih
Sayang, Lupercus. Akhirnya mereka menemukan pengganti Lupercus, yaitu Santo Valentine.

Di tahun 494 M, Paus Gelasius I mengubah upacara Lupercaria yang dilaksanakan setiap 15
Februari menjadi perayaan resmi pihak gereja. Dua tahun kemudian, sang Paus mengganti
tanggal perayaan tersebut menjadi 14 Februari yang bertepatan dengan tanggal matinya Santo
Valentine sebagai bentuk penghormatan dan pengkultusan kepada Santo Valentine. Dengan
demikian perayaan Lupercaria sudah tidak ada lagi dan diganti dengan "Valentine Days"

Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus dia Via Tibertinus dekat Roma,
diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Kemudian ditaruh dalam sebuah peti emas dan
dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah
diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836.

Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine, di mana peti emas
diarak-arak dalam sebuah prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah altar tinggi. Pada hari itu
sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang
sedang menjalin hubungan cinta.

Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari sebuah usaha
yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang asal-muasalnya bisa dipertanyakan dan hanya
berbasis legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.

Sesuai perkembangannya, Hari Kasih Sayang tersebut menjadi semacam rutinitas ritual bagi
kaum gereja untuk dirayakan. Agar tidak kelihatan formal, peringatan ini dibungkus dengan
hiburan atau pesta-pesta.
Jenis Bahaya Dan Cara Penanganan Kecelakaan Yang Terjadi Laboratorium
Biologi

05.30 Firzha Alfiandri

Jenis Bahaya Dan Cara Penanganan Kecelakaan Yang Terjadi Laboratorium Biologi

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan
menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling
berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban adalah pasien
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah petugas laboratorium itu sendiri.

Pertolongan pertama pada kecelakaan kerja (FIRST AID) adalah usaha pertolongan atau
perawatan darurat pendahuluan di tempat kerja yg diberikan kepada seseorang yg mengalami sakit atau
kecelakaan yg mendadak. Tujuan dari pertolongan pertama ini adalah menyelamatkan jiwa korban,
menciptakan lingkungan yang aman, mencegah terluka atauu sakit menjadi lebih buruk, mencegah
kecacatan, mempercepat kesembuhan atau perwatan penderita setelah dirujuk ke rumah sakit,
melindungi korban yang tidak sadar, menenangkan penderita atau korban yang terluka, mencarikan
pertolongan lebih lanjut. Pertolongan pertama pada kecelakaan kerja di laboratorium biasanya sangat
diperlukan pada saat terjadinya kecelakaan kerja ( keracunan, luka, percikan zat, tumpahnya zat, dan
kebakaran). Selain itu upaya-upaya preventif sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan
kerja agar korban yang ditimbulkan tidak meluas. Jenis-jenis bahaya yang sering menimbulkan
kecelakaan dalam laboratorium biologi adalah :

1. Keracunan

Keracunan sebagai akibat penyerapan bahan-bahan kimia beracun atau toksik, seperti ammonia,
karbon monoksida, benzene, kloroform, dan sebagainya. Keracunan dapat berakibat fatal ataupun
gangguan kesehatan. Yang terakhir adalah yang lebih seringterjadi baik yang dapat diketahui dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Pengaruh jangka panjang seperti pada penyakit hati, kanker, dan
asbestois, adalah akibat akumulasi penyerapan bahan kimia toksik dalam jumlah kecil tetapi terus-
menerus.

Pertolongan pertama pada kecelakaan keracunan bahan kimia sebaiknya dilakukan jika dokter belum
juga tiba di lokasi keracunan tersebut. Adapun cara mengatasi keracunan bahan kimia sebagai awal
adalah pencegahan kontak bahan kimia dengan tubuh secepat mungkin. Langkah-langkah untuk
melakukannya adalah sebagai berikut:

 Cucilah bahan kimia yang masih kontak dengan tubuh (kulit, mata dan organ tubuh lainnya)

 Usahakan penderita keracunan tidak kedinginan.

 Jangan memberikan minuman beralkohol kepada penderita karena akan mempercepat


penyerapan racun di dalam tubuh

 Jika sukar bernafas, bantu dengan pernafasan dari mulut ke mulut

 Segera bawa ke rumah sakit

Cara mengatasi keracunan bahan kimia juga dapat dilakukan dengan beberapa langkah lain jika bahan
kimia racun tersebut masuk melalui mulut, kulit atau keracunan akibat adanya gas yang beracum beredar
di sekeliling kita.
Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun masuk melalui mulut :

 Berilah minum berupa air atau susu 2 hingga 4 gelas.

 Jika korban keracunan sedang dalam keadaan pingsan, jangan memasukkan sesuatu (berupa
makanan/minuman) melalui mulutnya

 Masukkan jari telunjuk ke dalam mulut korban sambil menggerak-gerakkan jari di bagian pangkal
lidah dengan tujuan agar si korban muntah

 Jangan melakukan poin di atas jika korban keracunan minyak tanah, bensin, alkali atau asam

 Berilah 1 sendok antidote dan segelas air hangat kepada korban Antidote itu dalam keadaan
serbuk dan terbuat dari 2 bagian arang aktif, 1 bagian magnesium oksida dan 1 bagian asam
tannat.

Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun melalui kulit :
 Cucilah bagian tubuh yang terkena dengan air bersih sedikitnya selama 15 menit.

 Lepaskan pakaian yang terkena bahan kimia

 Jangan mengoleskan minyak, mentega atau pasta natrium bikarbonat, kecuali untuk keracunan
yang lebih tinggi/tertentu lainnya

Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun berupa gas :
Untuk keracunan bahan kimia berupa gas maka sebaiknya memberikan udara segar sebaik-baiknya. Dan
untuk pencegahan keracunan bahan kimia berupa gas sebaiknya sejak awal menggunakan masker. Sebab
gas berupa klorin, hidrogen sulfida, fosgen, hidrogen sianida adalah bahan kimia gas yang sangat
beracun.

Jadi, sebelum bekerja dengan bahan kimia, sebaiknya harus mengetahu lebih dahulu cara mengatasi
keracunan bahan kimia tersebut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Luka Bakar

Kebakaran dan luka bakar sebagai akibat kurang hati-hati dalam menangani pelarut-pelarut
organik yang mudah terbakar seperti eter, aseton, alkohol, dan sebagainya. Hal yang sama dapat
diakibatkan oleh peledakan bahan-bahan reaktif seperti peroksida dan perklorat.

Pertolongan Pertama pada Luka Bakar adalah :

Bila mungkin segera bawa korban ke rumah sakit, apabila tidak mungkin dilakukan rendam bagian tubuh
yg terbakar dalam wadah berisi air dingin

Apabila luka bakar luas atau derajat berat dilakukan

 Jangan tarik/menarik pakaian yang melekat di luka

 Jangan memberi minyak gosok, pelumas, odol atau antiseptic

 Jangan memecah lepuh

 Jangan menolong sendiri, kirim ke rumah sakit

 Bila korban sadar berikan minum larutan garam (1/4 sendok teh tiap gelas 200cc), berikan satu gelas tiap
jam.
Luka bakar akibat zat kimia :

Terkena larutan asam

1. kulit segera dihapuskan dengan kapas atau lap halus

2. dicuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya

3. Selanjutnya cuci dengan 1% Na2CO3

4. kemudian cuci lagi dengan air

5. Keringkan dan olesi dengan salep levertran.

Terkena logam natrium atau kalium

1. Logam yang nempel segera diambil

2. Kulit dicuci dengan air mengalir kira-kira selama 15-20 menit

3. Netralkan dengan larutan 1% asam asetat

4. Dikeringkan dan olesi dengan salep levertran atau luka ditutup dengan kapas steril atau kapas
yang telah dibasahi asam pikrat.

Terkena bromin

1. Segera dicuci dengan larutan amonia encer

2. Luka tersebut ditutup dengan pasta Na 2CO3.

Terkena phospor

1. Kulit yang terkena segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya

2. Kemudian cuci dengan larutan 3% CuSO 4.

Luka bakar akibat benda panas

1. Diolesi dengan salep minyak ikan atau levertran

2. Mencelupkan ke dalam air es secepat mungkin atau dikompres sampai rasa nyeri agak
berkurang.

3. Luka Kulit
Luka kulit sebagai akibat bekerja dengan gelas atau kaca ataupun karena tertusuk benda tajam luka
sering terjadi padatangan atau mata karena pecahan kaca.

Pertolongan Pertama pada Luka Karena Tertusuk Benda Tajam

 Cabut benda tersebut dengan hati-hati

 Dekontaminasi luka

 Desinfeksi luka

 Beri obat pada luka

 Beri pembalut pada luka agar tidak terkontaminasi

 Laporkan pada petugas

 Jika luka terlalu parah cari pertolongan medis

4. Kebakaran

Kebakaran dapat terjadi apabila suatu rekasi kimia antara bahan dengan oksigen yang
menghasilkan energi berupa panas dan cahaya (api). Panas akan merambat ke sekelilingnya yang
selanjutnya akan mempercepat pula kebakaran.

Berikut ini jenis-jenis kebakaran berdasarkan cara penanganannya :

 Jenis A merupakan jenis kebakaran yang melibatkan bahan-bahan “biasa” yang mudah terbakar seperti
kayu, kertas, karet dan plastik (mengandung karbon). Untuk mengatasinya digunakan alat pemadam
kebakaran air, serbuk kering atau selimut api. Jangan menggunakan air jika resiko bahaya listrik.

 Jenis B merupakan jenis kebakaran yang melibatkan bahan yang mudah terbakar, meliputi cairan, seperti
minyak tanah, bensin, alkohol. Untuk mengatasinya gunakan pemadam kebakaran jenis busa, cairan yang
mudah menguap, karbon dioksida, serbuk kering, selimut api atau pasir. Jangan menggunakan busa bila
ada kemungkinan resiko bahaya listrik, dan jangan sekali-sekali menggunakan air.
 Jenis C bahan yang terbakar meliputi gas, misalnya metana, propana, acetilen, dan butana.Untuk
mengatasinya menutup zat yang dapat menimbulkan gas yang mudah terbakar tersebut, dan dapat
menggunakan pemadam kebakaran jenis BCF.

 Jenis D kebakaran berasal dari logam (metal) yang mudah terbakar seperti natrium, kalium, dan
magnesium. Untuk cara mengatasinya dengan menggunakan pasir atau selimut api.

5. Sengatan listrik

Terkena sengatan listrik atau kesetrum sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian
seketika. Arus listrik yang melewati tubuh akan merusakkan jaringan tubuh seperti saraf, otot, serta
dapat mengacaukan kerja jantung. Pada korban tersengat (kesetrum) listrik korban sering kali jatuh
pingsan, mengalami henti napas, denyut jantung tak teratur atau bisa jadi malah berhenti sama sekali,
dan mengalami luka bakar yang luas.

Berikut ini yang harus anda lakukan untuk menangani korban yang tersengat listrik adalah :

 Lihat keadaan sekitar dan kondisi korban


Perhatikan terlebih dahulu kondisi si korban dan sekitarnya. Lihat apakah korban masih terhubung
dengan aliran listrik atau tidak. Jangan terburu-buru langsung menyentuh atau memegang si korban. Jika
korban masih terhubung dengan listrik, bisa jadi kita akan ikut kesetrum, walhasil kita jadi ikut menjadi
korban.

 Matikan sumber lisrik


Cari sumber listriknya dan matikan. Jika tidak bisa, singkirkan sumber listrik dari tubuh korban
menggunakan benda yang tidak mengantarkan listrik, semisal kayu, plastik, atau karet.

 Pindahkan korban
Jika lokasi kejadian tidak aman, pindahkan korban ke tempat lain, lalu segera bawa korban ke pusat
layanan medis terdekat. Bisa juga dengan menghubungi nomor darurat agar si korban dijemput.

 Lakukan perawatan
Sambil menuju atau menunggu bantuan medis datang, baringkan korban dalam posisi telentang. Posisi
kaki diatur agar lebih tinggi dari kepala untuk mencegah terjadinya shock. Periksa pula pernapasan dan
denyut jantungnya. Jika jantung atau napas korban terhenti, Anda bisa melakukan tindakan cardio
pulmonal resuscitation (CPR), dengan catatan Anda menguasai teknik ini.

KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM


KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM

Oleh : Yuliati M,Kes, Pend Biologi, P.MIPA, UNY

Jenis-jenis Bahaya dalam Laboratorium


Menurut Nuryani R (2005 : 142) jenis-jenis bahaya dalam laboratorium diantaranya
adalah ;
1. Kebakaran, sebagai akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar seperti pelarut
organik, aseton, benzene, etil alcohol, etil eter, dll.
2. Ledakan, sebagai akibat reaksi eksplosif dari bahan-bahan reaktif seperti oksidator.
3. Keracunan bahan kimia yang berbahaya, seperti arsen, timbal, dll.
4. Iritasi yaitu peradangan pada kulit atau saluran pernapasan dan juga pada mata sebagai kontak
langsung dengan bahan-bahan korosif.
5. Luka pada kulit atau mata akibat pecahan kaca, logam, kayu dll
6. Sengatan listrik.
Pencegahan Kecelakaan Kerja dalam Laboratorium
Menurut Moh. Amien (1998 : 73-74), menjelaskan usaha atau tindakan pencegahan
kecelakaan di laboratorium yang paling baik adalah bersikap dan bertindak hati-hati, bekerja
dengan teliti dan tidak ceroboh serta manati segala peraturan dan tata tertib yang berlaku. Usaha
atau tindakan pencegahan kemungkinan timbulnya kecelakaan antara lain :
1. Penyediaan berbagai alat atau bahan yang ditempatkan di tempat yang mudah dicapai. Alat dan
bahan itu misalnya :
a. Ember berisi pasir, untuk menanggulangi kebakaran kecil agar tidak terjadi kebakaran yang
besar.
b. Alat pemadam kebakaran, jug selimut yang terbuat dari bahan tahan api.
c. Kotak PPPK untuk memberikan pertolongan pertama.
2. Tidak mengunci pintu pada waktu laboratorium sedang dipakai dan mengunci pintunya pada
waktu laboratorium tidak digunakan.
3. Pada waktu di laboratorium tidak ada guru atau laboran, siswa tidak diperkenankan masuk.
4. Penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar di tempat yang khusus, tidak berdekatan
dengan nyala api atau tempat yang ada percikan api listrik, misalkan pada alat yang memakai
relay atau motor listrik.
5. Penyimpanan bahan-bahan yang tergolong racun atau berbahaya (misalnya air raksa dan bahan
kimia lain) di tempat terkunci dan aman.
6. Pengadaan latihan-latihan cara mengatasi kebakaran secara periodik.
7. Penggunaan tegangan listrik yangrendah saja dalam melakukan percobaan listrik misalnya 12
volt atau 15 volt.
8. Pengadaan saklar pusat untuk lsitrik, sehingga jika diperlukan semua aliran listrik di dalam
laboratorium dapat diputuskan.
9. Penggantian kawat sekering pengaman harus dilakukan dengan sekering yang setara.
10. Pengadaan jaringan listrik tambahan tidak diperkenankan kecuali yang dilakukan oleh instalator
listrik dengan izin dari PLN.

Pencegahan Kecelakaan Kerja dalam Laboratorium


Menurut Moh. Amien (1998 : 73-74), menjelaskan usaha atau tindakan pencegahan
kecelakaan di laboratorium yang paling baik adalah bersikap dan bertindak hati-hati, bekerja
dengan teliti dan tidak ceroboh serta manati segala peraturan dan tata tertib yang berlaku. Usaha
atau tindakan pencegahan kemungkinan timbulnya kecelakaan antara lain :
1. Penyediaan berbagai alat atau bahan yang ditempatkan di tempat yang mudah dicapai. Alat dan
bahan itu misalnya :
a. Ember berisi pasir, untuk menanggulangi kebakaran kecil agar tidak terjadi kebakaran yang
besar.
b. Alat pemadam kebakaran, jug selimut yang terbuat dari bahan tahan api.
c. Kotak PPPK untuk memberikan pertolongan pertama.
2. Tidak mengunci pintu pada waktu laboratorium sedang dipakai dan mengunci pintunya pada
waktu laboratorium tidak digunakan.
3. Pada waktu di laboratorium tidak ada guru atau laboran, siswa tidak diperkenankan masuk.
4. Penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar di tempat yang khusus, tidak berdekatan
dengan nyala api atau tempat yang ada percikan api listrik, misalkan pada alat yang memakai
relay atau motor listrik.
5. Penyimpanan bahan-bahan yang tergolong racun atau berbahaya (misalnya air raksa dan bahan
kimia lain) di tempat terkunci dan aman.
6. Pengadaan latihan-latihan cara mengatasi kebakaran secara periodik.
7. Penggunaan tegangan listrik yangrendah saja dalam melakukan percobaan listrik misalnya 12
volt atau 15 volt.
8. Pengadaan saklar pusat untuk lsitrik, sehingga jika diperlukan semua aliran listrik di dalam
laboratorium dapat diputuskan.
9. Penggantian kawat sekering pengaman harus dilakukan dengan sekering yang setara.
10. Pengadaan jaringan listrik tambahan tidak diperkenankan kecuali yang dilakukan oleh instalator
listrik dengan izin dari PLN.

Cara Mengidentikasi Bahaya Menggunakan Konsep “Penilaian Resiko”


Menurut John Ridley (2008 : 47- 48), cara pencegahan bahaya menggunakan konsep
“Penilaian Resiko” bertujuan untuk menghilangkan, mengurangi, dan mengendalikan bahaya
sebelum terjadi kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera tubuh maupun kerusakan fisik
sarana laboratorium. Adapun langkah-langkahnya adalah sbb.:
1. Mengidentifikasi tugas dan proses
2.Mengidentifikasi macam-macam bahaya
3.Menghilangkan atau mengurangi bahaya hingga minimum
4.Mengevaluasi resiko, dan mempredeksi tingkat resiko
5.Mengembangkan strategi pencegahan
6.Melakukan pelatihan metode kerja baru
7.Mengimplementasikan upaya pencegahan
8.Memonitor kerja
9. Melakukan kajian ulang secara berkala.

PENYEBAB KECELAKAAN DI LABORATORIUM


Kecelakaan di laboratorium kimia terjadi bukan saja karena kurang memperhatikan tata tertib
bekerja di laboratorium, akan tetapi juga karena kurangnya pemahaman terhadap cara
memperlakukan alat dan bahan kimia yang hendak dipergunakan. Oleh karena itu pada saat
siswa mau melakukan percobaan, terlebih dahulu guru harus memberikan penjelasan cara
menggunakan alat dan bahannya.
Kecelakaan terjadi pada saat kita tidak siap menghadapinya, menimbulkan kekagetan yang
berakibat pada orang yang gampang panik. Kecelakaan dapat terjadi dimana saja dan pada
pekerjaan apapun. Di laboratorium kimia kecelakaan lebih sering terjadi disebabkan oleh alat-
alat dan bahan/zat kimia. Karena alat-alat kimia pada umumnya terbuat dari kaca dan bahan/zat
kimia yang dipergunakan pada umumnya berasal dari bahan yang pekat dan mempunyai
berbagai sifat (racun; mudah terbakar, korosif, mudah meledak). Bila hal itu tidak diantisipasi
dengan baik akan mudah terjadinya kecelakaan. Pencegahan kecelakaan lebih utama daripada
merawatnya setelah terjadi kecelakaan
Laboratorium yang dikelola dengan baik merupakan tempat bekerja yang aman jika pemakai
laboratorium mengikuti aturan dan tata tertib yang berlaku. Disiplin yang baik merupakan salah
satu faktor penting dalam memelihara keselamatan di laboratorium.
Kecelakaan di laboratorium kimia dapat terjadi karena hal-hal berikut.
Kurang pengetahuan dan pemahaman terhadap bahan-bahan, proses, dan alat yang digunakan.
Kurang cukup intruksi atau supervisi oleh guru.
Tidak menggunakan alat pelindung atau alat yang tepat.
Tidak memperhatikan intruksi atau aturan.
Tidak memperhatikan sikap yang baik waktu bekerja di laboratorium.
Beberapa aturan yang perlu diperhatikan dan ditaati ketika bekerja di laboratorium sebagai
upaya untuk mencegah berbagai kecelakaan di laboratorium adalah
Mengatur tempat kerja serapih mungkin ; hindarkan lorong yang sesak dan kertas tersebar
dimana-mana. Penyimpanan zat, alat besar dan berat serta kotak obat dan bahan-bahan lain
dalam kemasan besar tidak disimpan ditempat yang tinggi yang memungkinkan terjadinya
kecelakaan.
Bagi pengguna laboratorium perlu tahu tempat dan cara penggunaan perlengkapan darurat
seperti bahan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), pemadam kebakaran , dan pencuci
mata.
Menggunakan alat pelindung diri (APD) standar selama melakukan praktik kimia.
Memberi penjelasan dan peringatan terlebih dahulu sebelum percobaan dimulai dan
kemungkinan- kemungkinan bahaya yang dapat terjadi serta cara menanganinya, berhati-hatilah
bekerja agar kecelakaan tidak terjadi.
Tersedianya tempat pembuangan khusus untuk cairan, kaca, sobekan kain/kertas, dan lain
sebagainya.
Ditekankan agar siswa tetap tenang meskipun terjadi kecelakaan dan segera melapor jika ia
terluka.
Bekerja dengan zat-zat beracun dan karsinogen harus selalu dilakukan di dalam lemari asap.
Buat catatan terperinci mengenai suatu kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium.
Penggunaan Peralatan Kerja di Laboratorium dan Fungsinya
Untuk mencegah atau mengatasi terjadinya kecelakaan di laboratorium bila bekerja dengan alat
atau zat berbahaya, diperlukan alat-alat pelindung baik untuk melindungi tubuh maupun untuk
mengatasi bahaya kebakaran.
Peralatan untuk keselamatan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok sebagai berikut.
Alat yang digunakan sebagai pelindung bagian tubuh, misalnya:
Kacamata pelindung
Sarung tangan
Jas laboratorium
Masker/penutup hidung
Alat yang digunakan untuk keadaan darurat apabila terjadi kecelakaan yang tidak biasa,
misalnya:
pemadam kebakaran
botol pencuci mata

Kecelakaan Kerja di Laboratorium

Kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan


dimana saja yang dapat menimpa setiap pekerja. Kecelakaan kerja dapat menyebabkan kerugian
bagi pekerja dan juga yang memperkerjakan. Maka dari itu mengidentifikasi bahaya kerja akan
mengurangi bahka mencegah bahaya melalui pengedalian bahaya kerja yang dilakukan melalui
hasil analisa identifikasi bahaya kerja.
Agar penanganan dari hasil identifikasi lebih maksimal maka perlu dilakukan sebuah penilaian
resiko. Penilaian resiko adalah metode sistematis dalam melihat aktifitas kerja, memikirkan apa
yang akan menjadi buruk, dan memutuskan untuk mencegah terjadinya kerugian, kerusakan, dan
cidera di tempat kerja.
Terjadinya kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa hal, tetapi analisis terjadinya
kecelakaan kerja menunjukan bahwa hal-hal berikut adalah sebab-sebab terjadinya kecelakaan
kerja di laboratorium :
1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan kimia dan proses-proses serta
perlengkapan atau peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan
2. Kurangnya kejelasan petunjuk kegiatan labolatorium dan juga kurangnya pengawasan yang
dilakukan selama melakukan kegiatan labolatorium.
3. Kurangnya bimbingan terhadap siswa atau mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan
labolatorium.
4. Kurangnya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan perlengkapan perlindungan
kegiatan labolatorium.
5. Kurang atau tidak mengikuti petunjuk atau aturan-aturan yang semestinya harus ditaati.
6. Tidak menggunakan perlengkapan pelindung yang seharusnya digunakan atau menggunakan
peralatan atau bahan yang tidak sesuai.
7. Tidak bersikap hati-hati di dalam melakukan kegiatan.
Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban adalah pasien.
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah petugas laboratorium itu sendiri.
Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :
 Terpeleset, biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja
yang dapat terjadi di laboratorium. Akibatnya :
 Ringan: memar
 Berat: fraktura, dislokasi, memar otak, dan lain-lain.
Pencegahannya :
Pakai sepatu anti slip, jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar, hati-hati bila
berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya dan
pemeliharaan lantai dan tangga.
 Risiko terjadi kebakaran (sumber: bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah
menyala (flammable) dan beracun. Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama sama yaitu:
oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas. Akibatnya :
 Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat
bahkan kematian.
 Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.
Pencegahannya :
Konstruksi bangunan yang tahan api, sistem penyimpanan yang baik dan terhadap bahan-bahan
yang mudah terbakar, pengawasan terhadap terjadinya kemungkinan timbulnya kebakaran
didalam laboratoruim

Cara Penanganan Kecelakaan di Laboratoriun


taufik ms Artikel Tek.Lingkungan
Laboratorium adalah area kerja yang sangat berpotensi terjadiny kecelakaan. kecelakaan yang terjadi
bisa berasal dari bahan kimia organik atau anorganik, bahan biologis, aliran listrik dan lain-lain. semua
bahan tersebut bisa mengakibatkan keracunan, iritasi, atau bahkan krmatian.
berikuy adalah cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan di laboratorium

a. Luka bakar akibat zat kimia


Terkena larutan asam
kulit segera dihapuskan dengan kapas atau lap halus
dicuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya
Selanjutnya cuci dengan 1% Na2CO3
kemudian cuci lagi dengan air
Keringkan dan olesi dengan salep levertran.
b. Terkena logam natrium atau kalium
Logam yang nempel segera diambil
Kulit dicuci dengan air mengalir kira-kira selama 15-20 menit
Netralkan dengan larutan 1% asam asetat
Dikeringkan dan olesi dengan salep levertran atau luka ditutup dengan kapas steril atau kapas yang telah
dibasahi asam pikrat.
c. Terkena bromin
Segera dicuci dengan larutan amonia encer
Luka tersebut ditutup dengan pasta Na2CO3.
d. Terkena phospor
Kulit yang terkena segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya
Kemudian cuci dengan larutan 3% CuSO4.
e. Luka bakar akibat benda panas
Diolesi dengan salep minyak ikan atau levertran
Mencelupkan ke dalam air es secepat mungkin atau dikompres sampai rasa nyeri agak berkurang
f. Luka pada mata
Terkena percikan larutan asam
• Jika terkena percikan asam encer,
• Mata dapat dicuci dengan air bersih kira-kira 15 menit terus-menerus
• Dicuci dengan larutan 1% Na2C3
Terkena percikan larutan basa
• Dicuci dengan air bersih kira-kira 15 menit terus-menerus
• Dicuci dengan larutan 1% asam borat dengan gelas pencuci mata
g. Keracunan
Keracunan zat melalui pernafasan
Akibat zat kimia karena menghirup Cl2, HCl, SO2, NO2, formaldehid, amonia
• Menghindarkan korban dari lingkungan zat tersebut, kemudian pindahkan korban ke tempat yang
berudara segar
• Jika korban tidak bernafas, segera berikan pernafasan buatan dengan cara menekan bagian dada
atau pemberian pernafasan buatan dari mulut ke mulut korban
Jika terjadi kecelakaan laboratorium, sebaiknya segera menghubungi Badan Layanan/personel seperti :
Biological Safety Officer
Pejabat laboratorium
Engineering/Water/Gas/Electrical

penyebab kecelakaan di Laboratorium

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan keselamatan kerja (K3)

Laboratorium merupakan sarana untuk melaksanakan kegiatan penelitian ilmiah. Salah


satu contohnya adalah laboratorium yang kimia merupakan kelengkapan sebuah program studi,
dan digunakan untuk meningkatkan keterampilan penggunaan dan pemakaian bahan kimia
maupun peralatan analisis (instrumentasi). Laboratorium kimia dengan segala kelengkapan
peralatan dan bahan kimia merupakan tempat berpotensi menimbulkan bahaya kepada para
penggunanya jik apara pekerja di dalamnya tidak dibekali dengan pengetahuan mengenai
kesehatan dan keselamatan kerja.
Seperti yang kita ketahui tujuan utama k3 adalah mencegah, mengurangi bahkan
menghilangkan resiko kecelakaan kerja (zero accident). Maksud utama dibutuhkannya k3 adalah
untuk mencegah terjadinya cacat/kematian pada tenaga kerja, mencegah kerusakan tempat dan
peralatan kerja, mencegah pencemaran lingkungan dan masyarakat disekitar tempat kerja, dan
norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yg menciptakam dan memelihara derajat
kesehatan kerja
Pelaksanaan K3 adalah salah satu bentuk untuk menciptakan tempat kerja yang aman,
sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Maka dari itu kita perlu pemahaman mengenai pengertian kecelakaan kerja,
jenis-jenis kecelakaan, sumber kecelakaan, dan penanganan kecelakaan kerja di laboratorium,
sehingga kita dapat mengaplikasikannya secara nyata saat bekerja di Laboratorium.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja,
perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan
mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).
2. Jenis Bahaya dan Kecelakaan dalam Laboratorium
Jenis-jenis bahaya yang sering menimbulkan kecelakaan dalam laboratorium kimia adalah :
Keracunan
Keracunan sebagai akibat penyerapan bahan-bahan kimia beracun atau toksik, seperti ammonia,
karbon monoksida, benzene, kloroform, dan sebagainya. Keracunan dapat berakibat fatal
ataupun gangguan kesehatan. Yang terakhir adalah yang lebih seringterjadi baik yang dapat
diketahui dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengaruh jangka panjang seperti pada
penyakit hati, kanker, dan asbestois, adalah akibat akumulasi penyerapan bahan kimia toksik
dalam jumlah kecil tetapi terus-menerus.
Iritasi
Iritasi sebagai akibat kontak bahan kimia korosif seperti asam sulfat, asamklorida, natrium
hidroksida, gas klor, dan sebagainya. Iritasi dapat berupa luka atau peradangan pada kulit,
saluran pernapasan dan mata.
Kebakaran dan Luka Bakar
Kebakaran dan luka baker sebagai akibat kurang hati-hati dalam menangani pelarut-pelarut
organik yang mudah terbakar seperti eter, aseton, alcohol, dan sebagainya.Hal yang sama dapat
diakibatkan oleh peledakan bahan-bahan reaktif seperti peroksida dan perklorat.
Luka Kulit
Luka kulit sebagai akibat bekerja dengan gelas atau kaca. Luka sering terjadi padatangan atau
mata karena pecahan kaca.
Bahaya lainnya
Seperti sengatan listrik, keterpaan pada radiasi sinar tertentu dan pencemaran lingkungan. Jadi
jelas bahwa laboratorium kimia mengandung banyak potensi bahaya, tetapi potensi bahaya
apapun sebenarnya dapat dikendalikan sehingga tidak menimbulkan kerugian. Suatu contoh,
bahan bakar bensin dan gas cair mempunyai potensi bahaya kebakaran yang amat besar. Tetapi
dengan penanganan dan pengendalian yang baik,transportasi jutaan ton setiap hari adalah hal
biasa. Demikian pula dalam produksi dan penggunaan pestisida yang mempunyai potensi racun,
hanya menimbulkan malapetaka apabila salah penanganan atau karena kecerobohan.
3. Sumber – sumber Bahaya dalam Laboratorium
Secara garis besar, sumber-sumber bahaya dalam laboratorium dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yakni :
1. Bahan-bahan kimia yang berbahaya yang perlu kita kenal jenis, sifat, cara penanganan, dan
cara penyimpanannya.Contohnya: bahan kimia beracun, mudah terbakar, eksplosif, dan
sebagainya.
2. Teknik percobaan yang meliputi pencampuran bahan distilasi, ekstraksi, reaksi kimia,
dansebagainya.
3. Sarana laboratorium yakni gas, listrik, air, dan sebagainya.

Ketiga sumber tersebut diatas saling berkaitan, tetapi praktis potensi bahaya terletak pada
keunikan sifat bahan kimia yang digunakan. Masing-masing sumber beserta keterkaitannya perlu
dipahami lebih detail agar dapat memperkirakan setiap kemungkinan bahaya yang mungkin
terjadi sehingga mampu mencegah atau menghindarinya.Selain itu, perlu pula dipahami tentang
alat pelindung diri serta cara penanggulangannya bila terjadi kecelakaan.
4. Penanganan Kecelakaan Kerja di Laboratorium

Laboratorium merupakan tempat kerja yang berpotensi timbul kecelakaan. Meski


kecelakaan kecil dan ringan, tetaplah merupakan kecelakaan yang bisa jadi menimbulkan efek
yang lebih besar.
Sumber bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan bisa dari bahan kimia, bahan
biologis, radiasi, aliran listrik, dan lainnya. Semua itu bisa membuat efek yang tidak diinginkan
seperti keracunan, iritasi, ledakan hingga kebakaran.
Berikut ini merupakan tips cara penanganan awal sebagai pertolongan pertama (P3K)
pada kecelakaan di Laboratorium kimia :

Luka bakar akibat zat kimia


Terkena larutan asam

1. kulit segera dihapuskan dengan kapas atau lap halus

2. dicuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya

3. Selanjutnya cuci dengan 1% Na2CO3

4. kemudian cuci lagi dengan air

5. Keringkan dan olesi dengan salep levertran.


Terkena logam natrium atau kalium

1. Logam yang nempel segera diambil

2. Kulit dicuci dengan air mengalir kira-kira selama 15-20 menit

3. Netralkan dengan larutan 1% asam asetat

4. Dikeringkan dan olesi dengan salep levertran atau luka ditutup dengan kapas steril atau
kapas yang telah dibasahi asam pikrat.
Terkena bromin

1. Segera dicuci dengan larutan amonia encer

2. Luka tersebut ditutup dengan pasta Na2CO3.


Terkena phospor

1. Kulit yang terkena segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya

2. Kemudian cuci dengan larutan 3% CuSO4.


Luka bakar akibat benda panas

1. Diolesi dengan salep minyak ikan atau levertran

2. Mencelupkan ke dalam air es secepat mungkin atau dikompres sampai rasa nyeri agak
berkurang.
Luka pada mata

Terkena percikan larutan asam


• Jika terkena percikan asam encer,
• Mata dapat dicuci dengan air bersih kira-kira 15 menit terus-menerus
• Dicuci dengan larutan 1% Na2C3

Terkena percikan larutan basa


• Dicuci dengan air bersih kira-kira 15 menit terus-menerus
• Dicuci dengan larutan 1% asam borat dengan gelas pencuci mata
Keracunan
Keracunan zat melalui pernafasan
Akibat zat kimia karena menghirup Cl2, HCl, SO2, NO2, formaldehid, ammonia.
Ø Menghindarkan korban dari lingkungan zat tersebut, kemudian pindahkan korban ke tempat yang
berudara segar.
Ø Jika korban tidak bernafas, segera berikan pernafasan buatan dengan cara menekan bagian dada
atau pemberian pernafasan buatan dari mulut ke mulut korba
5. Fasilitas Perlindungan Pekerja (Praktikan)
 Jas Praktikum, merupakan pengaman langsung, terbuat dari bahan yang baik, yaitu tidak mudah
terbakar, tidak berupa bahan konduktor listrik maupun panas, tahan bahan kimia.
 Ventilasi, desain laboratorium yang baik harus memiliki ventilasi yang cukup dan memadai
dengan sirkulasi udara segar yang baik.
 Alat Pemadam Kebakaran, mutlak dimiliki setiap laboratorium karena kebanyakan laboratorium
telah terhubung dengan arus listrik tegangan tinggi sebagai sumber energinya terhadap alat
praktikum yang digunakan didalamnya.

6. Peningkatan Kemampuan Pekerja (Praktikan)


Memberikan pengetahuan praktis kepada pekerja tentang prosedur penggunaan alat serta
prosedur melakukan kegiatan laboratorium yang sesuai dengan penerapan keselamatan kerja.
Penanganan Kecelakaan
1. Penyediaan P3K, meskipun penerapan prosedur keselamatan kerja telah diberlakukan,
bukan tidak mungkin terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan.
2. Pengadaan Tanda-tanda Peringatan Bahaya, mengurangi statistik kecelakaan dalam
laboratorium dengan alarm, kode tertulis seperti poster dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan K3 laboratorium perlu memperhatikan dua hal yakni indoor dan
outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan
operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap
jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara, kualitas pencahayaan, kebisingan, tata ruang
dan alat, sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan alat
laboratorium.

Jenis-Jenis Kecelakaan Yang Dapat Terjadi di Laboratorium

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Laboratorium adalah suatu tempat dimana mahasiswa atau Praktikan, dosen, dan
peneliti melakukan percobaan. Bekerja di laboratorium kimia tak akan lepas dari
berbagai kemungkinan terjadinya bahaya dari berbagai jenis bahan kimia baik yang
bersifat sangat berbahaya maupun yang bersifat berbahaya. Selain itu, peralatan yang
ada di dalam Laboratorium juga dapat mengakibatkan bahaya yang tak jarang berisiko
tinggi bagi Praktikan yang sedang melakukan praktikum jika tidak mengetahui cara
dan prosedur penggunaan alat yang akan digunakan . Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman dan kesadaran terhadap keselamatan dan bahaya kerja di
laboratorium.Telah banyak terjadi kecelakaan ataupun menderita luka baik yang
bersifat luka permanen, luka ringan, maupun gangguan kesehatan dalam yang dapat
menyebabkan penyakit kronis maupun akut, serta kerusakan terhadap fasilitas -
fasilitas dan peralatan penunjang Praktikum yang sangat mahal harganya. Semua
kejadian ataupun kecelakaan kerja di laboratorium sebenarnya dapat dihindari dan
diantisipasi jika para Praktikan mengetahui dan selalu mengikuti prosedur kerja yang
aman di laboratorium.

Suatu Percobaan yang dilakukan sering kali menggunakan berbagai bahan kimia baik
yang berbahaya maupun yang tidak berbahaya, peralatan gelas yang mudah pecah, dan
instrumen khusus yang kesemuanya itu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan
kerja bila dilakukan dengan cara yang tidak tepat ataupun terjadi kesalahan pada saat
peracikan bahan yang akan digunakan. Kecelakaan itu dapat juga terjadi karena
kelalaian atau kecerobohan Praktikan, tentu saja hal ini dapat membuat orang tersebut
cedera, dan bahkan dapat mencelakai orang yang berada disekitarnya. Keselamatan
kerja dilaboratorium merupakan dambaan bagi setiap individu yang sadar akan
kepentingan kesehatan, keamanan dan kenyamanan dalam bekerja, dan ini berlaku
dalam semua aspek pekerjaan. Bekerja dengan selamat dan aman berarti menurunkan
resiko kecelakaan kerja yang sangat ingin kita hindari dalam melakukkan praktik di
laboratorium, berikut beberapa jenis kecelakaan kerja di laboratorium dan beberapa
cara mengantisipasi kecelakaan kerja tersebut.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Penerapan Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada saat
melakukan pratikum di Laboratorium?

1.3 Tujuan
Agar tidak terjadi kecelakaan kerja di Laboratorium dan dapat mengantisipasi berbagai jenis kecelakaan
kerja di Laboratorium dengan menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM

KSELAMATAN KERJA DI
LABORATORIUM

DI SUSUN OLEH :

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan

BAB II PERMASALAHAN

BAB III PEMBAHASAN


Definisi dan Tujuan keselamatan kerja

Hal – hal yang perlu di perhatikan saat berada di Laboratorium

Teknik kerja di laboratorium

Penanggulangan keadaan darurat

Bahan kimia B3

Peralatan P3K

Lemari Asam
TNT (Trinitrotoluene)

Masker
BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

4.2 SARAN

BAB V DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN
Laboratorium adalah suatu tempat dimana mahasiswa, dosen, dan peneliti melakukan
percobaan. Bekerja di laboratorium kimia tak akan lepas dari kemungkinan bahaya dari berbagai jenis
bahan kimia dan peralatan yang ada di dalamnya. Karena itu diperlukan pemahaman dan kesadaran
terhadap bahaya di laboratorium.Telah banyak terjadi kecelakaan ataupun menderita luka serta
kerusakan fasilitas kerja yang sangat mahal. Semua kejadian ataupun kecelakaan di laboratorium
sebenarnya dapat dihindari jika mereka selalu mengikuti prosedur kerja yang aman di laboratorium.

Percobaan yang dilakukan menggunakan berbagai bahan kimia, peralatan gelas dan
instrumentasi khusus yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan bila dilakukan dengan cara yang
tidak tepat. Kecelakaan itu dapat juga terjadi karena kelalaian atau kecerobohan kerja, ini dapat
membuat orang tersebut cedera, dan bahkan bagi orang disekitarnya. Keselamatan kerja di laboratorium
merupakan dambaan bagi setiap individu yang sadar akan kepentingan kesehatan, keamanan dan
kenyamanan kerja.

Bekerja dengan selamat dan aman berarti menurunkan resiko kecelakaan. Walaupun petunjuk
keselamatan kerja sudah tertulis dalam setiap penuntun praktikum, namun hal ini perlu dijelaskan
berulang-ulang agar setiap individu lebih meningkatkan kewaspadaan

ketika bekerja di laboratorium.

Berbagai peristiwa yang pernah terjadi perlu dicatat sebagai latar belakang pentingnya bekerja
dengan aman di laboratorium. Sumber bahaya terbesar berasal dari bahan-bahan kimia, oleh sebab itu
diperlukan pemahaman mengenai jenis bahan kimia agar yang bekerja dengan bahan-bahan tersebut
dapatlebih berhati-hati dan yang lebih penting lagi tahu cara menanggulanginya. Limbah bahan kimia
sisa percobaan harus dibuang dengan cara yang tepat agar tidak menyebabkan polusi pada lingkungan.
Cara menggunakan peralatan umum dan berbagai petunjuk praktis juga dibahas secara singkat untuk
mengurangi kecelakaan yang mungkin terjadi ketika bekerja di Laboratorium. Dengan pengetahuan
singkat tersebut diharapkan setiap individu khususnya para asisten dapat bertanggung jawab untuk
menjaga keselamatan kerja mahasiswa di laboratorium dengan sebaik-baiknya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk paya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa
maupun kerugian materi bagi Praktikan, tetapi juga dapat mengganggu proses Praktikum secara
menyeluruh.
1.3 Tujuan

Untuk Mengetahui pedoman Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


pada saat melakukan pratikum khususnya Praktikum kimia organik.

BAB II

PERMASALAHAN
Bagaimana Penerapan Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada
saat melakukan pratikum khususnya Praktikum kimia organik .
BAB III

PEMBAHASAN
A. Definisi dan Tujuan keselamatan kerja

Sebagai seorang praktikan, sebelum melakukan praktikum Kita terlebih dahulu harus
mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Laboratorium, agar kita
dapat melaksanakan praktikum dengan aman dan lancar. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang
berkaitan dengan penggunaan alat alat Laboratorium, bahan & proses Praktikum, tempat Praktikun &
lingkungannya serta cara-cara melakukan Praktikum.Keselamatan kerja menyangkut segenap proses
Praktikum di laboratorium, sedangjan Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga & tidak
diharapkan yang terjadi pada saat Praktikum sedang berlangsung.Oleh karena dibelakang peristiwa itu

tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan .

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang
berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi
kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja),
Seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau
berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan
dapat secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh
karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut
dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan peralatan
kerja di lingkungan Laboratorium.

B. Hal – hal yang perlu di perhatikan saat berada di Laboratorium

1) Bahan kimia

Setiap bahan kimia itu berbahaya, namun tidak perlu merasa takut bekerja dengan bahan kimia
bila tahu cara yang tepat untuk menanggulanginya. Yang dimaksud berbahaya ialah dapat menyebabkan
terjadinya kebakaran, mengganggu kesehatan, menyebabkan sakit atau luka, merusak, menyebabkan
korosi dsb. Jenis bahan kimia berbahaya dapat diketahui dari label yang tertera pada kemasannya.

Dari data tersebut, tingkat bahaya bahan kimia dapat diketahui dan upaya penanggulangannya
harus dilakukan bagi mereka yang menggunakan bahan-bahan tersebut. Kadang-kadang terdapat dua
atau tiga tanda bahaya pada satu jenis bahan kimia, itu berarti kewaspadaan orang yang bekerja dengan
bahan tersebut harus lebih ditingkatkan. Contoh bahan kimia yang mudah meledak adalah kelompok
bahan oksidator seperti perklorat, permanganat, nitrat dsb. Bahan-bahan ini bila bereaksi dengan bahan
organik dapat menghasilkan ledakan. Logam alkali seperti natrium, mudah bereaksi dengan air
menghasilkan reaksi yang disertai dengan api dan ledakan. Gas metana, pelarut organik seperti eter, dan
padatan anorganik seperti belerang dan fosfor mudah terbakar, maka ketika menggunakan bahan-bahan
tersebut, hendaknya dijauhkan dari api.

Bahan kimia seperti senyawa sianida, mercuri dan arsen merupakan racun kuat, harap bahan-
bahan tersebut tidak terisap atau tertelan ke dalam tubuh. Asam-asam anorganik bersifat oksidator dan
menyebabkan peristiwa korosi, maka hindarilah jangan sampai asam tersebut tumpah ke permukaan
dari besi atau kayu. Memang penggunaan bahan-bahan tersebut di laboratorium pendidikan Kimia tidak
berjumlah banyak, namun kewaspadaan menggunakan bahan tersebut perlu tetap dijaga Peralatan dan
cara kerja. Selain bahan kimia, peralatan laboratorium juga dapat mendatangkan bahaya bila cara
menggunakannya tidak tepat. Contoh sederhana yaitu cara memegang botol reagen, label pada botol
tersebut harus dilindungi dengan tangan, karena label bahan tersebut mudah rusak kena cairan yang
keluar dari botol ketika memindahkan isi botol tersebut.

 Beberapa catatan mengenai laboratorium yang menyimpan bahan-bahan kimia

 Semua bahan kimia harus tersimpan dalam botol atau kaleng yang sesuai dan tahan lama. Sebaiknya di
simpan di tempat-tempat yang kecil dan cukup untuk pemakaian sehari-hari.
 Tempat persediaan untuk jangka panjang harus tersimpan dalam gudang bahan kimia yang khusus/
gudang dalam tanah misalnya.

 Setiap saat bahan kimia harus diperiksa secara rutin, untuk menentukan apakah bahan-bahan tersebut
masih dapat digunakan atau tidak, dan perbaikan label yang biasanya rusak. Bahan-bahan yang tak dapat
digunakan lagi harus dibuang/ dimusnahkan secara kimia.Semua bahan harus diberi tanda-tanda khusus,
diberi label dengan semua keterangan yang diperlukan misalnya.:

o nama bahan

o tanggal pembuatan

o jumlah (isi)

o asal bahan (merek pabrik dan lain-lain)

o tinhgkat bahaya yang mungkin (racun, korosiv, higroskopis dll)

o keterangan-keterangan yang perlu (presentase, smbol kimianya dan lain-lain)

 Simbol – simbol yang sering digunakan untuk menandai jenis jenis bahan kimia secara internasional :

o Toxic : Sedikit saja masuk ke tubuh dapat

menyebabkan kematian atau sakit keras

o Flammable : Bahan yang mudah terbakar

o Corrosive : bahan yang dapat merusak kayu, besi, dsb.


o Irritant : Sedikt saja masuk ke tubuh dapat membakar

kulit, selaput lendir atau sistem pernapasan

o Oxidising Agent : Bahan yang dapat menghasilkan panas

o bila bersentuhan dengan bahan lain

o terutama bahan-bahan yang mudah

terbakar

o Explosive : Bahan yang mudah meledak bila kena panas,

api atau sensitif terhadap gesekan atau

goncangan

o Radioactive : Bahan-bahan yang bersifat radioaktif

o POISON : Bahan-bahan yang bersifat racun


Selain Bahan Kimia, dalam Laboratorium juga terdapat peralatan yang terbuat dari gelas, bahan
gelas tersebut mudah pecah dan pecahannya dapat melukai tubuh. Khususnya bila memasukkan pipa
gelas kedalam propkaret, harus digunakan sarung tangan untuk melindungi tangan dari pecahan kaca.
Pada proses pemanasan suatu larutan, harus digunakan batu didih untuk mencegah terjadinya proses
lewat didih yang menyebabkan larutan panas itu muncrat kemana-mana. Juga ketika menggunakan
pembakar spiritus atau pembakar bunsen, hati-hati karena spiritus mudah terbakar, jadi jangan sampai
tumpah ke atas meja dan selang penyambung aliran gas pada bunsen harus terikat kuat, jangan sampai
lepas.

2) Langkah-langkah praktis

Sebagai asisten di laboratorium, yang bertugas membimbing mahasiswa untuk bekerja dengan
baik dan aman, maka perlu persiapan sebelum bekerja. Asisten perlu datang lebih awal untuk
memeriksa lokasi dan cara pakai alat bantu keselamatan kerja. Selanjutnya asisten harus mengetahui
jenis bahan kimia dan peralatan yang akan digunakan pada percobaan hari tersebut dan cara
menanggulangi bila terjadi kecelakaan karena bahan atau peralatan tersebut. Disini kehadiran asisten
mendampingi mahasiswa yang sedang bekerja merupakan tugas mulia dalam menjaga keselamatan
kerja. Pada akhir praktikum, biasakanlah menutup kran air dan gas, mematikan listrik dan api serta
mencuci tangan dan meninggalkan laboratorium dalam keadaan bersih. Ini dilakukan oleh asisten agar
menjadi panutan bagi mahasiswa.

3) Larangan – larangan saat berada di Laboratorium


1. Dilarang bekerja sendirian di laboratorium, minimal ada asisten yang mengawasi.

2. Dilarang bermain-main dengan peralatan laboratorium dan bahan Kimia.

3. Persiapkanlah hal yang perlu sebelum masuk laboratorium seperti buku kerja, jenis percobaan,

jenis bahan, jenis perlatan, dan cara membuang limbah sisa percobaan.

4. Dilarang makan, minum dan merokok di laboratorium.

5. Jagalah kebersihan meja praktikum, apabila meja praktiukm basah segera keringkan dengan lap basah.

6. Jangan membuat keteledoran antar sesama teman.

7. Pencatatan data dalam setiap percobaan selengkap-lengkapnya. Jawablah pertanyaan pada penuntun
praktikum untuk menilai kesiapan anda dalam memahami percobaan.

8. Berdiskusi adalaha hal yang baik dilakukan untuk memahami lebih lanjut percobaan yang dilakukan.

9. Gunakan perlatan kerja seperti kacamata pengaman untuk melindungi mata, jas laboratorium untuk
melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk melindungi kaki.

10. Dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak karena bahan Kimia.

11. Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi.

12. Wanita/pria yang berambut panjang harus diikat.

13. Biasakanlah mencuci tangan dengan sabun dan air bersih terutama setelah melakukan praktikum.

14. Bila kulit terkena bahan Kimia, janganlah digaruk agar tidak tersebar.

15. Bila terjadi kecelakaan yang berkaitan dengan bahan Kimia, laporkan segera pada asisten atau
pemimpin praktikum. Segera pergi ke dokter untuk mendapat pertolongan secepatnya.
C. Teknik kerja di laboratorium

 Hal pertama yang perlu dilakukan

1. Gunakan perlatan kerja seperti kacamata pengaman untuk melindungi mata, jas laboratorium untuk
melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk melindungi kaki.

2. Dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak karena bahan Kimia.

3. Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi.

4. Wanita/pria yang berambut panjang harus diikat.

 Bekerja aman dengan bahan kimia

1. Hindari kontak langsung dengan bahan Kimia.

2. Hindari mengisap langsung uap bahan Kimia.

3. Dilarang mencicipi atau mencium bahan Kimia kecuali ada perintah khusus.

4. Bahan Kimia dapat bereaksi langsung dengan kulit menimbulkan iritasi (pedih atau gatal).

 Memindahkan bahan Kimia

1. Baca label bahan Kimia sekurang-kurangnya dua kali untuk menghindari kesalahan.

2. Pindahkan sesuai dengan jumlah yang diperlukan.

3. Jangan menggunakan bahan Kimia secara berlebihan.

4. Jangan mengembalikan bahan Kimia ke dalam botol semula untuk mencegah kontaminasi.

 Memindahkan bahan Kimia cair


1. Tutup botol dibuka dan dipegang dengan jari tangan seklaigus telapak tangan memegang botol
tersebut.

2. Tutup botol jangan ditaruhdi atas meja karena isi botol dapat terkotori.

3. Pindahkan cairan melalui batang pengaduk untuk mengalirkan agar tidak memercik.

 Memindahkan bahan Kimia padat

1. Gunakan tutup botol untuk mengatur pengeluaran bahan Kimia.

2. Jangan mengeluarkan bahan Kimia secara berlebihan.

3. Pindahkan sesuai keperluan tanpa menggunakan sesuatu yang dapat mengotori bahan tersebut.

 Cara memanaskan larutan menggunakan tabung reaksi

1. Isi tabung reaksi maksimal sepertiganya.

2. Api pemanas hendaknya terletak pada bagiuan atas larutan.

3. Goyangkan tabung reaksi agar pemanasan merata.

4. Arahkan mulut tabung reaksi pada tempat yang aman agar percikannya tidak melukai orang lian
maupun diri sendiri.

 Cara memanaskan larutan menggunakan gelas Kimia

1. Gunakan kaki tiga dan kawat kasa untuk menopang gelas Kimia tersebut.

2. Letakkan Batang gelas atau batu didih dalam gelas Kimia untuk mencegah pemanasan mendadak.

3. Jika gelas Kimia digunakan sebagai penangas air, isilah dengan air. Maksimum seperampatnya.

 Keamanan kerja di laboratorium

1. Rencanakan percobaan yang akan dilakukan sebelum memulai praktikum.

2. Gunakan perlatan kerja seperti kacamata pengaman untuk melindungi mata, jas laboratorium untuk
melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk melindungi kaki.

3. Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi.
4. Wanita/pria yang berambut panjang harus diikat.

5. Dilarang makan, minum dan merokok di laboratorium.

6. Jagalah kebersihan meja praktikum, apabila meja praktiukm basah segera keringkan dengan lap basah.

7. Hindari kontak langsung dengan bahan kimia.

8. Hindari mengisap langsung uap bahan kimia.

9. Bila kulit terkena bahan Kimia, janganlah digaruk agar tidak tersebar.

10. Pastikan kran gas tidak bocor apabila hendak mengunakan bunsen.

11. Pastikan kran air dan gas selalu dalam keadaan tertutup pada sebelum dan sesudah praktikum
selesai.

D. Penanggulangan keadaan darurat

 Terkena bahan kimia

1. Jangan panik.

2. Mintalah bantuan rekan anda yang berada didekat anda.

3. Lihat data MSDS.

4. Bersihkan bagian yang mengalami kontak langsung tersebut (cuci bagian yang mengalami kontak
langsung tersebut dengan air apabila memungkinkan).

5. Bila kulit terkena bahan Kimia, janganlah digaruk agar tidak tersebar.

6. Bawa ketempat yang cukup oksigen.

7. Hubungi paramedik secepatnya(dokter, rumah sakit).

 Kebakaran

1. Jangan panik.

2. Ambil tabung gas CO2 apabila api masih mungkin dipadamkan.


3. Beritahu teman anda.

4. Hindari mengunakan lift.

5. Hindari mengirup asap secara langsung.

6. Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan cepat (jangan dikunci).

7. Pada gedung tinggi gunakan tangga darurat.

8. Hubungi pemadam kebakaran.

Bahan kimia yang mudah terbakar yaitu bahan – bahan yang dapat memicu terjadinya
kebakaran. Terjadinya kebakaran biasanya disebabkan oleh 3 unsur utama yang sering disebut sebagai
segitiga API :

Keterangan :

A : Adanya bahan yang mudah terbakar

P : Adanya panas yang cukup

I : Adanya ikatan Oksigen di sekitar bahan.

 Gempa bumi

1. Jangan panik.

2. Sebaiknya berlindung dibagian yang kuat seperti bawah meja, kolong kasur, lemari.

3. Jauhi bangunan yang tinggi, tempat penyimpanan zat kimia, kaca.

4. Perhatikan bahaya lain seperti kebakaran akibat kebocoran gas,tersengat listrik.

5. Jangan gunakan lift.


6. Hubungi pemadam kebakaran, polisi dll.

E. Bahan kimia B3

Bahan kimia jenis B3 (berbau, berbahaya, beracun) dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

a. Mudah meledak (explosive)

b. Pengoksidasi (oxidizing)

c. Sangat mudah sekali menyala (highly flammable)

d. Mudah menyala (flammable)

e. Amat sangat beracun (extremely toxic)

f. Sangat beracun (highly toxic)

g. Beracun (moderately toxic)

h. Berbahaya (harmful)

i. Korosif (corrosive)

j. Bersifat iritasi (irritant)

k. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)

l. Karsinogenik (carcinogenic)

m. Teratogenik (teratogenic)

n. Mutagenik (mutagenic)
F. Peralatan P3K

Plester

Pembalut berperekat

Pembalut steril (besar, sedang dan kecil)

Perban gulung

Perban segitiga

Kain kasa

Pinset

Gunting

Peniti,

G. Lemari Asam
Lemari asam ini digunakan untuk tempat mereaksikan berbagai jenis reaksi kimia, terutama dalam
mereaksikan zat-zat yang berbahaya, beracun, maupun dalam mereaksikan zat-zat yang menghasilkan
zat lain yang mengeluarkan gas berbahaya, hingga percikan api

Lemari asam tidak boleh dijadikan sebagai tempat penyimpanan bahan kimia, karena jika kita
sedang bekerja dan didalam lemari asam tersebut terdapat berbagai jenis bahan kimia, kemungkinan
terjadinya kecelakaan akibat reaksi yang salah semakin berpeluang. Oleh karena itu, lemari asam selain
harus mendapatkan perawatan rutin, juga harus digunakan sesuai dengan kebutuhannya.

H. TNT (Trinitrotoluene)

Trinitrotoluene (TNT, atau Trotyl) adalah kristalin aromatic hydrocarbon berwarna kuning pucat
yang melebur pada suhu 354 K (178 °F, 81 °C). Trinitrotoluene adalah bahan peledak yang digunakan
sendiri atau dicampur, misalnya dalam Torpex, Tritonal, Composition B atau Amatol. TNT dipersiapkan
dengan nitrasi toluene C6H5CH3; rumus kimianya C6H2(NO2)3CH3, and IUPAC name 2,4,6-
trinitrotoluene.
I. Masker

Jenis jenis Filter Masker beserta kegunaannya :


 RC201 : untuk debu kadar tinggi (Dust)

 RC202 : uap/gas organik, kabut dan asap dengan kandungan racun rendah
(organics vapours, mists, and fumes of low toxicity)

 RC203 : cat semprot dan uap/gas organik dengan kandungan racun rendah (for
spray painting and organic vapours of low toxicity)

 RC205 : gas asam dengan kandungan racun rendah (For acid gases pf low
toxicity

 RC206 : organik dan anorganik uap/gas dan gas asam dengan kandungan
racun rendah (For organic, inorganic vapours and acid gases of low toxicity)
 RC209 : Untuk pestisida

Comparative linguistics (originally comparative philology) is a branch of historical linguistics that is


concerned with comparing languages in order to establish their historical relatedness.

Historical linguistics - Wikipedia


https://en.wikipedia.org/wiki/Historical_linguistics
Jump to Comparative linguistics - Comparative linguistics (originally comparative philology)
is a branch of historical linguistics that is concerned with comparing languages in order to
establish their historical relatedness.
History and development · Diachronic and synchronic analysis · Sub-fields of study

Historical-comparative Linguistics (by Edward J. Vajda)


Linguists today hotly debate the issue of monogenesis vs. polygenesis. Did language arise
once in the distant past, so that today's 5,000 languages are all descended from this original
Mother Tongue? Or did language arise in several or even dozens of locations in prehistory, so
that today's languages are descended variously from those multiple Mother Tongues? How can
linguists help resolve this debate? One scientific way to study the origin of language is to try to
prove historical relationships between languages. To find language families, that is, groups of
languages descended from a common ancestor, linguists compare languages to find systematic
differences or similarities.
This method of analysing languages is known as the comparative method; linguists using it
are referred to as comparative linguists. Some languages are obviously related to one another,
as shown by the presence of systematic differences--like the regular sound correspondence
between English [T] and German [d]. Many such correspondences show up between the
vocabulary of French and Spanish, on one hand, and Hebrew and Arabic, on the other, as well as
between such geographically disparate languages as Hawaiian, Maori and Malagasy. No one
would dispute that the languages in each of these groupings stem from a common ancestor.
Many other languages seem totally unrelated: Navaho, English, Swahili. Or the evidence for
their relationship is inconclusive: Japanese, Korean, Mongolian.
When comparative linguists discover a group of historically related languages, they try to
reconstruct the original form of the ancestor language of each family, which they call a proto
language (give example of Indo-European mother and daughter languages). Obviously, there
is no way to prove the results, and proto-language reconstruction is risky business intellectually.
As we have noted, about 5,000 languages are spoken in the world today. Let's take a look at
the map. There were considerably more languages spoken in the recent past before the
expansion of Europeans to other continents. What seems also to be true is that these languages
derive from a much smaller group of original languages.
Comparative linguists today hotly debate whether or not certain languages should be grouped
together into families. In this regard, linguists are either lumpers or splitters.
Lumpers have have narrowed the number of proto-languages to about two dozen (see map):
Indo-European, Uralic, Altaic, 4 families in Africa, a few in East Asia; perhaps only 3 in all of
the Americas. Also, there are a few languages left over that seem not related to any others. They
are called language isolates: Basque, Ket, Burushaski. These languages are probably remnants
of larger families spoken in the distant past.
Splitters are far more cautious in drawing conclusions of genetic relationship. The map you
received is one favored by the lumpers. If I had given you a world map devised by splitters, it
would contain many times the number of basic groupings, and you would be very unhappy with
me. For instance, instead of one family in Australia there would be at least five; and New Guinea
would have over 70 families; and Amerindian is actually composed of a few dozen major
groupings, each of which the splittes consider to be a separate family.
So the debate and the research goes on. Recently there have appeared linguists who might
even be called "mega-lumpers", notably Stanford University's Joseph Greenberg. Greenberg
and his colleagues are convinced they will eventually reconstruct the Mother Tongue of all
languages, which they call proto-World.
This most recent theory of monogenesis, the proto-World theory, has evolutionary rather
than religious overtones: Greenberg's hypothesis holds that the original language developed in
Africa among early Homo sapiens. As Homo sapiens spread across the world, they took their
language with them. That single language, which he calls the Mother Tongue or proto-world,
diverged naturally over time into the several thousands of diverse forms spoken today.
So far no one has found conclusive proof that all existing languages are descended from a
common source. But the more we learn, the more it seems that the lumpers are correct. And
eventually it may very well be proven that there is a single mother tongue.

 Print
 Email
 Cite
 Share

Comparative-Historical Linguistics
Joseph Salmons

Historical linguistics is about how and why language changes over time. Comparative linguistics,
in the relevant sense, is the study of linguistic relatedness, that is to say, of genetic or ancestral
connections and related matters of subgrouping extending to the reconstruction of unattested
ancestral languages or proto-languages. Historical linguistics is often regarded as the oldest
branch of modern scientific linguistics. The powerful case put forward by the neogrammarians
for the regularity of sound change allowed comparison of linguistic phenomena to the laws of the
natural sciences, providing a cornerstone to the scientific status of linguistics. Once focused on
the comparison of distinct historical stages (like Latin versus French or Old English versus
Modern English), the field now incorporates much research on language change qua process,
including work on changes now underway. Since all aspects of language change, save for our
cognitive capacity for language, historical linguistics is directly connected to all subfields.

Textbooks
The textbook market in historical linguistics is livelier today than it has been in many years and
several fine options are available depending on the course and the particular needs and
backgrounds of the students. Most of the works cited here are designed expressly for teaching
introductions to the field. They run the general length of university textbooks for a semester-long
course and often include exercises for students (Campbell 2004, Crowley and Bowern 2010,
Millar 2015, for instance) and suggestions for further reading and/or glossaries (Sihler 2000 has
these, along with a glossary of German historical linguistics terms). Others are more theoretically
oriented (especially Ringe and Eska 2013). Hock and Joseph 2009 provides particularly
expansive coverage.
 Bybee, Joan. 2015. Language change. Cambridge, UK: Cambridge Univ. Press.
E-mail Citation »
Over her career, Bybee has contributed to central discussions on issues ranging from
frequency effects in sound change to exemplar theory to grammaticalization. This book
draws on those perspectives in the context of a full introduction to language change.
 Campbell, Lyle. 2004. Historical linguistics: An introduction. 2d ed. Cambridge, MA:
MIT.
E-mail Citation »
A straightforward and relatively traditional introduction by a leading specialist, clear and
readily accessible even to beginning students. Indo-European data are balanced against
extensive material from the languages of the world, especially Finno-Ugric and
Mesoamerican languages.
 Crowley, Terry, and Claire Bowern. 2010. An introduction to historical linguistics. 4th ed.
Oxford: Oxford Univ. Press.
E-mail Citation »
This volume has evolved greatly over its editions, now including, for instance, a chapter
on computational and statistical methods in comparative linguistics, something most texts
lack. It also contains seventeen data sets used in various exercises throughout the book.
Data are drawn especially from Australian languages and languages of the Pacific.
 Hock, Hans Henrich, and Brian D. Joseph. 2009. Language history, language change,
and language relationship: An introduction to historical and comparative linguistics. 2d
ed. Berlin: Mouton de Gruyter.
DOI: 10.1515/9783110214307E-mail Citation »
This is one of the more detailed and extensive of the current introductions. It does not
contain exercises or problem sets, though it does have suggestions for further reading.
The balance of data leans toward the Indo-European family.
 Millar, Robert McColl. 2015. Trask’s historical linguistics. 3d ed. London: Hodder
Education.
E-mail Citation »
Based on an earlier work by Larry Trask (Historical Linguistics, first published in 1998),
this work is aimed at beginners and accessibly written for that audience. It includes “case
studies” at the end of every chapter to provide students with one example of current
debate and discussion in the field, from Germanic hw in the modern dialects to
Greenbergian multilateral comparison.
 Ringe, Don, and Joseph F. Eska. 2013. Historical linguistics: Toward a twenty-first
century reintegration. Cambridge, UK: Cambridge Univ. Press.
DOI: 10.1017/CBO9780511980183E-mail Citation »
The broadest and probably the most successful of numerous efforts over the last decade
to present a broad introduction to historical and comparative linguistics in the context of
contemporary linguistic theory.
 Sihler, Andrew L. 2000. Language history: An introduction. Amsterdam: John
Benjamins.
DOI: 10.1075/cilt.191E-mail Citation »
By a leading specialist in Indo-European and especially classical languages, this work is
particularly suited for introducing students of those languages to the full field of
historical linguistics.
back to top
Users without a subscription are not able to see the full content on this page. Please subscribe or
login.

How to Subscribe
Oxford Bibliographies Online is available by subscription and perpetual access to institutions
and individuals. For more information or to contact an Oxford Sales Representative click here.

Purchase an Ebook Version of This Article


Ebooks of the Oxford Bibliographies Online subject articles are available in North America via a
number of retailers including Amazon, vitalsource, and more. Simply search on their sites for
Oxford Bibliographies Online Research Guides and your desired subject article.
If you would like to purchase an eBook article and live outside North America please email
onlinemarketing@oup.com to express your interest.

In any course of historical and comparative linguistics there will be students of different language
backgrounds, different levels of linguistic training, and different theoretical orientation. This textbook
attempts to mitigate the problems raised by this heterogeneity in a number of ways. Since it is
impossible to treat the language or language family of special interest to every student, the focus of this
book is on English in particular and Indo-European languages in general, with Finnish and its closely
related languages for contrast. The tenets of different schools of linguistics, and the controversies among
them, are treated eclectically and objectively; the examination of language itself plays the leading role in
our efforts to ascertain the comparative value of competing theories. This revised edition (1989) of a
standard work for comparative linguists offers an added introduction dealing mainly with a semiotic
basis of change, a final chapter on aspects of explanation, particularly in historical and human
disciplines, and added sections on comparative syntax and on the semiotic status of the comparative
method.

Comparative linguistics, formerly Comparative Grammar, or Comparative Philology, study of


the relationships or correspondences between two or more languages and the techniques used to
discover whether the languages have a common ancestor. Comparative grammar was the most
important branch of linguistics in the 19th century in Europe. Also called comparative philology,
the study was originally stimulated by the discovery by Sir William Jones in 1786 that Sanskrit
was related to Latin, Greek, and German.
An assumption important to the comparative method is the Neogrammarian principle that the
laws governing sound change are regular and have no exceptions that cannot be accounted for by
some other regular phenomenon of language. As an example of the method, English is seen to be
related to Italian if a number of words that have the same meaning and that have not been
borrowed are compared: piede and “foot,” padre and “father,” pesce and “fish.” The initial
sounds, although different, correspond regularly according to the pattern discovered by Jacob
Grimm and named Grimm’s law after him; the other differences can be explained by other
regular sound changes. Because regular correspondences between English and Italian are far too
numerous to be coincidental, it becomes apparent that English and Italian stem from the same
parent language. The comparative method was developed and used successfully in the 19th
century to reconstruct this parent language, Proto-Indo-European, and has since been applied to
the study of other language families.

Learn More in these related articles:

com·par·a·tive lin·guis·tics
noun
noun: comparative linguistics
1. the study of similarities and differences between languages, in particular the comparison
of related languages with a view to reconstructing forms in their lost parent languages.

Você também pode gostar