Você está na página 1de 34

LAPORAN KERJA PRAKTEK

(TKP 571P)

PEMBUATAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN


PERMUKIMAN KUMUH SWK I ARCAMANIK

DINAS PENATAAN RUANG KOTA BANDUNG

Disusun Oleh:
Martha Uly Yosephine
21040114140088

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK

PEMBUATAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN


KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH SWK I ARCAMANIK

DI DINAS PENATAAN RUANG KOTA BANDUNG

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Kerja Praktek (TKP 571P)

Oleh:
MARTHA ULY YOSEPHINE 21040114140088

Telah memenuhi syarat untuk disahkan dan dikumpulkan pada


18 Desember 2017

Dosen Pembimbing

Diah Intan Kusumodewi, S.T., M.Eng.


NIP. 197404092008012010

Mengetahui,
Dosen Koordinator Kerja Peraktek

Ir. Agung Sugiri, MPSt


NIP. 19620403199303100

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2. Tujuan dan Manfaat ................................................................................................ 1
1.2.1. Tujuan .............................................................................................................. 1
1.2.2. Manfaat ............................................................................................................ 1
1.3. Sistematika Penulisan ............................................................................................. 3
BAB II PROFIL INSTANSI ................................................................................................. 4
2.1. Sejarah Instansi Dinas Penataan Ruang Kota Bandung .......................................... 4
2.2. Visi Misi Dinas Penataan Ruang Kota Bandung .................................................... 4
2.2.1. Visi .................................................................................................................. 4
2.2.2. Misi .................................................................................................................. 5
2.3. Ruang Lingkup Pekerjaan Dinas Penataan Ruang Kota Bandung ......................... 5
2.3.1. Tugas Pokok .................................................................................................... 5
2.3.2. Fungsi .............................................................................................................. 5
2.4. Struktur Organisasi Dinas Penataan Ruang Kota Bandung .................................. 10
2.5. Profil Singkat PT. Paduraksa Konsultan ............................................................... 11
BAB III GAMBARAN PROYEK....................................................................................... 12
3.1. Latar Belakang Proyek .......................................................................................... 12
3.2. Ruang Lingkup Wilayah Proyek ........................................................................... 13
3.3. Metode Pelaksanaan Pekerjaan ............................................................................. 14
3.4. Metode dan Teknik Analisis ................................................................................. 14
3.5. Output Pekerjaan ................................................................................................... 15
BAB IV DESKRIPSI AKTIVITAS PRAKTIKAN ............................................................ 20
4.1. Focus Group Discussion ....................................................................................... 20
4.2. Survey Lapangan .................................................................................................. 24
4.3. Rekap / Input Data ................................................ Error! Bookmark not defined.
4.4. Melakukan Analisis Terkait Tata Bangunan......................................................... 27
4.5. Kegiatan Lain ........................................................................................................ 27
BAB V PEMBELAJARAN DAN REKOMENDASI ......................................................... 28
5.1 Pembelajaran ......................................................................................................... 28
5.2 Rekomendasi ......................................................................................................... 29

iii
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Kawasan Permukiman Antapani Lama .......... Error! Bookmark not defined.
Gambar 1. 2 Contoh Penggunaan Lahan di SWK Arcamanik ........... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 1. 3 Contoh Sempadan Sungai Cidurian ................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 3. 1 Deliniasi Wilayah Proyek ............................................................................... 13

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kerja Praktek adalah Fase dimana mahasiswa dipersiapkan untuk memasuki dunia
kerja, dengan menempatkan mahasiswa langsung didalam sebuah lingkungan atau tempat
kerja ntuk menambah wawasan mahasiswa terhadap dunia kerja, menerapkan ilmunya dalam
dunia kerja. Untuk dapat masuk ke dunia kerja setelah lulus kuliah, setiap mahasiswa harus
memiliki kesiapan dalam menghadapi keprofesianalan pekerjaannya yang sesuai dengan
bidang yang digelutinya. Banyak sekali hal yang menjadi hambatan bagi seseorang yang
belum mengalami pengalaman kerja untuk terjun ke dunia pekerjaan, seperti halnya ilmu
prngetahuan yang diperolehdi kampus bersifat statis ( pada kenyataannya masih kurang
adaptif atau kaku terhadap kegiatan kegiatan dalam dunia kerja yang nyata ), teori yang
diperoleh belum tentu sama dengan praktik kerja di lapangan, dan keterbatasan waktu dan
ruang yang mengakibatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh masih terbatas.
Pada umumnya kegiatan kerja praktek yang dilakukan pada salah satu perusahaan (
berkaitan dengan perencanaan wilayah dan kota ) itu meliputi : proses awal pengerjaan suatu
proyek mulai dari persiapan(rencana), pelakasanaan dan pengawasan, kerterkaitan antara
rencana dengan pelaksanaan, keterampilan teknis yang memadai, dan tata pelaksanaan
proses dalam perencanaan. Untuk mengetahui hal yang terjadi pada dunia kerja, maka para
mahasiswa teknik perencanaan wilayah dan kota dipersiapkan agar dapat masuk dalam dunia
pekerjaan dan dibekali pengalaman-pengalaman secara umum mengenai pelaksanaan suatu
pekerjaan. Hingganantinya para mahasiswa dapat secara baik dan tepat dalam menjalankan
suatu perkerjaan yang akan ia milik. Kemudian dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah
didapat dilapangan pada saat kerja praktek yang dilakukan pada masa perkuliahan.

1.2. Tujuan dan Manfaat

1.2.1. Tujuan
Tujuan dari penyusunan RTBL Permukiman Kumuh di SWK I Arcamanik ini antara
lain adalah:
 Menerapkan ilmu perencanaan yang telah diperoleh mahasiswa selama masa kuliah

terdahulu dalam kehidupan nyata di luar kegiatan perkuliahan/studio;

 Melatih dan memperluas wawasan mahasiswa dalam pengembangan kreativitas dan

pemecahan permasalahan di bidang perencanaan wilayah dan kota;

1
 Melihat dan memahami administrasi suatu perusahaan/instansi yang meliputu

struktur organisasi, tata kerja dan pola manajemen;

 Melihat dan memahami pengelolaan sebuah pekerjaan atau proyek perencanaan,

ataupun studi yang terkait dengan ilmu perencanaan yang dilakukan oleh sebuah

perusahaan atau institusi perencanaan;

 Melatih mahasiswa bekerja sama dengan orang lain yang berlatar belakang disiplin

ilmu bukan perencanaan wilayah dan kota;

 Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengamati cara kerja bidang ilmu di

luar ilmu perencanaan wilayah dan kota.

1.2.2. Manfaat
Kerja praktik mempunyai manfaat yang besar bagi mahasiswa, perguruan tinggi dan
instansi, adapun manfaat kerja praktik tersebut antara lain:

 Manfaat bagi mahasiswa


1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan meningkatkan ilmu yang diperoleh
dibangku perkuliahan.
2. Menambah wawasan mahasiswa tentang dunia kerja.
3. Meningkatkan ketrampilan serta keahlian dibidang praktek.
 Manfaat bagi Perguruan Tinggi
1. Terjalinya kerjasama antara universitas dengan instansi
2. Universitas akan dapat meningkatkan kualitas lulusannya melalui pengalaman
selama kerja praktek
 Manfaat bagi Instansi
1. Membina hubungan baik dengan lembaga pendidikan atau perguruan tinggi.
2. Dapat membantu meringankan tugas-tugas karyawan.
3. Dapat bertukar ilmu dengan mahasiswa yang melakukan magang

2
1.3. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat, serta sistematika penulisan.

BAB II PROFIL INSTANSI KERJA PRAKTEK

Bagian ini berisi paparan singkat tentang sejarah perusahaan, visi misi perusahaan, ruang
lingkup pekerjaan dan/atau bidang usaha perusahaan dan struktur organisasi perusahaan.

BAB III GAMBARAN PROYEK


Bagian ini berisi paparan singkat tentang proyek pekerjaan. Pada bagian ini diuraikan
latar belakang proyek, ruang lingkup wilayah pengerjaan proyek, proses
perencanaan/metode pelaksanaan pekerjaan, metode dan teknik analisis serta ouput
proyek pekerjaan (isi dokumen rencana/hasil pekerjaan).

BAB IV DESKRIPSI AKTIVITAS PRAKTIKAN


Bab ini berisikan berisi deskripsi semua aktivitas praktikan. Aktivitas tersebut mencakup
survei lapangan, rapat, Focus Group Discussion (FGD), serta analisis-analisis yang
dilakukan

BAB V PEMBELAJARAN & REKOMENDASI


Berisi pokok-pokok pembelajaran terpenting yang diperoleh setelah melaksanakan kerja
praktik. Pembelajaran bisa mencakup aspek praktis maupun aspek teoritis. Rekomendasi
berisi masukan perbaikan untuk pelaksanaan/manajemen proyek, calon praktikan, Prodi
S1 PWK UNDIP dan institusi lainnya

3
BAB II
PROFIL INSTANSI
DINAS PENATAAN RUANG KOTA BANDUNG DAN
PT PADURAKSA KONSULTAN
2.1. Sejarah Instansi Dinas Penataan Ruang Kota Bandung

Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota
Bandung Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas
Daerah Kota Bandung. Sementara untuk Rincian Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas Dan
Tata Kerja Dinas Tata Ruang Dan Cipta Karya Kota Bandung ditetapkan dalam Peraturan
Walikota Bandung Nomor 743 Tahun 2014.
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya merupakan integrasi dari :
 Dinas Tata Kota
 Dinas Bangunan
 Dinas Perumahan

2.2. Visi Misi Dinas Penataan Ruang Kota Bandung

2.2.1. Visi
Sejalan dengan visi Kota Bandung Tahun 2014-2018, yaitu : Terwujudnya Kota
Bandung yang Unggul, Nyaman dan Sejahtera serta sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan
kewenangan sebagai dinas daerah, maka Visi Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota
Bandung 2014-2018 adalah

"Mendorong Perwujudan Penataan Ruang, Bangunan dan Permukiman yang


Berkualitas dan Berkelanjutan"

Visi ini mengandung makna bahwa: pertama, ruang kota harus dapat berkontribusi
terhadap terwujudnya kondisi lingkungan yang unggul, nyaman, tertib, berkelanjutan,
responsif terhadap berbagai aktifitas dan perilaku penghuninya, kedua, bangunan (bangunan
gedung dan bangun-bangunan) harus dapat ditata dan dikendalikan sesuai dengan rencana
tata ruang kota sejalan dengan peningkatan kegiatan pertumbuhan dan perkembangan kota,
dan ketiga, perumahan dan permukiman harus berkualitas, berkontribusi terhadap
peningkatan sarana hunian yang layak sehingga dapat memberikan kenyamanan dan
kesejahteraan bagi masyarakat warga kota Bandung.

4
2.2.2. Misi
Untuk mewujudkan visi Kota Bandung maka ditetapkan beberapa misi yang
kemudian diturunkan dalam beberapa tujuan dan sasaran tujuan. Beberapa misi yang
tertuang dalam RPJM Kota Bandung 2013-2018 dapat dijadikan dasar bagi Dinas Tata
Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung dalam menyusun Rencana Strategis. Seperti yang
telah diuraikan pada bab pendahuluan, bahwa misi yang terkait dengan tugas pokok dan
fungsi Distarcip adalah Misi ke-1 Kota Bandung yang terdapat dalam RPJM 2013-2018,
yaitu misi Mewujudkan Bandung nyaman melalui perencanaan tataruang, pembangunan
infrastruktur serta pengendalian pemanfaatan ruang yang berkualitas dan berwawasan
lingkungan. Selain itu Misi ke-2 Kota Bandung yaitu Menghadirkan tata kelola
pemerintahan yang efektif, bersih, dan melayani.
Mengacu pada misi kota Bandung di atas maka Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya
merumuskan misi sebagai berikut:
Misi :
Misi Mengarahkan perkembangan kota yang produktif, serasi, selaras dan seimbang, serta
berkelanjutan
Misi Meningkatkan ketersediaan dan kualitas prasarana dan sarana lingkungan
permukiman, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Misi Meningkatkan kualitas tata bangunan serta keandalan bangunan gedung dan bangun-
bangunan.
Misi Meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat

2.3. Ruang Lingkup Pekerjaan Dinas Penataan Ruang Kota Bandung

2.3.1. Tugas Pokok


Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian
urusan wajib pemerintahan di bidang penataan ruang, sebagian bidang pekerjaan umum dan
sebagian bidang perumahan.

2.3.2. Fungsi
 Merumuskan kebijakan teknis tata ruang dan permukiman;
 Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
pekerjaan umum, penataan ruang dan perumahan;

5
 Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang tata ruang dan pemukiman meliputi
survey dan pemetaan, perencanaan dan pengendaliàn, perumahan dan pemukiman
dan dokumentasi dan pelayanan;
 Pelaksanan pelayanan teknis ketatausahaan Dinas;
 Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.

6
2.4. Struktur Organisasi Dinas Penataan Ruang Kota Bandung

10
Selama masa Kerja Praktik, dari Dinas Penataan Ruang Kota Bandung menyerahkan
praktikan kepada pihak ketiga yaitu PT. Paduraksa Konsultan, berikut merupakan profil
instansi pihak ketiga:

2.5. Profil Singkat PT. Paduraksa Konsultan


PT. Paduraksa Konsultan merupakan salah satu konsultan yang berada di Kota
Bandung. Konsultan ini didirikan oleh Ir. Aris Mulyadi. Beliau merupakan seorang Dosen
di Universitas Pahlawan Kota Bandung. Paduraksa Konsultan tepatnya berlokasi di Jl.
Sentosa Asih II No. 28, Kota Bandung. Belum ada struktur organisasi pasti dari konsultan
ini, karena sebagian besar pekerjanya masih berupa freelance. Walaupun demikian, pada
penanganan untuk proyek RTBL Permukiman Kumuh SWK I Arcamanik, anggota tim yang
menanganinya terdapat 9 orang. Untuk team leader sendiri dikepalai oleh Ibu Ina Revayanti
S.T., M.T., untuk bidang perencanaan dikepalai oleh Bapak Zul S.T,. M.T,. untuk bidang
urban design oleh Bapak Dwitya Hermanto S.T,.

11
BAB III
GAMBARAN PROYEK
RTBL PERMUKIMAN KUMUH SWK I ARCAMANIK

3.1. Latar Belakang Proyek


Pemerintah Indonesia dalam memenuhi target MDG’s telah berupaya keras
menangani perumahan dan permukiman kumuh perkotaan, bahkan Zero Kumuh sudah
secara jelas ditargetkan pada RPJMN 2015-2019 tepatnya ditahun 2019. Pencanangan Zero
Kumuh 2019 telah diikuti dengan arah kebijakan dan strategi yang fokus serta alokasi
anggaran yang memadai diawali di tahun pertama implementasi RPJMN 2015-2019.
Langkah awal dalam mengejar target Zero Kumuh 2015 sebenarnya telah dimulai oleh
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Ditjen Cipta Karya semenjak tahun
2014 dengan menyusun road map penanganan kumuh serta pemutakhiran data kumuh yang
dilaksanakan secara koordinatif dengan kementerian/lembaga yang berkaitan serta
pemerintah daerah di seluruh Indonesia.
Berdasarkan hasil pemutakhiran data kegiatan identifikasi permukiman kumuh yang
telah dilakukan pada tahun 2013-2014 oleh Direktorat Pengembangan Permukiman bersama
dengan Pemerintah Daerah, didapatkan jumlah luasan kawasan permukiman kumuh di
Indonesia sebesar 38.431 Ha. Luasan tersebut menjadi baseline data yang telah disepakati
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk ditangani menjadi 0% luasan permukiman
kumuh hingga tahun 2019. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan keterlibatan dan
keterpaduan penanganan dari berbagai pemangku kepentingan termasuk peran serta
masyarakat.
Dinamika Kota Bandung mengalami pertumbuhan yang cepat di bidang ekonomi dan
sosial yang berpengaruh secara fisik terhadap intensitas pemanfaatan ruang kota.
Pertumbuhan tersebut menyebabkan pengendalian pemanfaatan ruang kota menjadi lebih
kompleks yang tidak jarang mengakibatkan terjadinya deviasi pemanfaatan ruang kota.
Berdasarkan rencana struktur ruang pada RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031, Sub
Wilayah Kota (SWK) Ujungberung dan (Sub Wilayah Kota) SWK Arcamanik merupakan
wilayah belakang dari Pusat Pelayanan Gedebage dengan fungsi khusus perumahan dengan
kebijakan dasar pengembangannya adalah melalui urban development.
SWK Arcamanik memiliki Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK) Arcamanik yang
melayani Kecamatan Arcamanik, Kecamatan Mandalajati, dan Kecamatan Antapani.
Penataan SWK Arcamanik perlu disusun sebagai upaya perbaikan kawasan yang belum

12
tertata untuk meningkatkan kualitas lingkungannya, serta sebagai upaya penyediaan
berbagai fasilitas sesuai dengan standar pelayanan yang seharusnya tersedia dalam suatu
SPK. Berdasarkan Keputusan Walikota Bandung Nomor 648/Kep.286- Distarcip/2015
tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota
Bandung diperoleh data bahwa masih terdapat kawasan kumuh di SWK Arcamanik.
Selain itu Perda No. 10 Tahun 2015 tentang RDTR dan PZ mengamanahkan untuk
memprioritaskan penanganan Kawasan Permukiman Kumuh yang salah satunya adalah
keharusan disusunnya Rencana tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Perkembangan
SWK Arcamanik yang signifikan dan merupakan salah satu kawasan prioritas penanganan
kawasan pendukung pusat SWK Arcamanik

3.2. Ruang Lingkup Wilayah Proyek

Gambar 3. 1 Deliniasi Wilayah Proyek


Sumber: Hasil AnalisisSurveyor, 2017

Lingkup wilayah dalam penyusunan RTBL dan Raperwal Kawasan Permukiman


Kumuh Di SWK Arcamanik terdiri dari satu kawasan dengan batasan fungsional
permasalahan dan batasan fisik di dalam Kelurahan Cisaranten Kulon, Kelurahan

13
Sukamiskin Dan Kelurahan Bina Harapan, Kecamatan Arcamanik. Deleniasi ini didasarkan
pada review sebaran kawasan kumuh dalam SK Walikota Kota Bandung tahun 2015 dan
review Profil Kumuh Di Kota Bandung yang disusun oleh Kementerian Pekerjaan Umum
pada tahun 2013.
Deliniasi RTBL dan RaPerWal Kawasan Permukiman Kumuh di SWK Arcamanik,
meliputi 3 (tiga) kelurahan yaitu: Kelurahan Cisaranten Kulon, Kelurahan Sukamiskin Dan
Kelurahan Bina Harapan, dengan luas area deliniasi kawasan adalah 48,38Ha.

3.3. Metode Pelaksanaan Pekerjaan

Pada pelaksanaannya di lapangan nanti, pekerjaan proyek akan dibagi menjadi 3


tahap sebelum menghasilkan output produk sesuai dengan yang diharapkan. Ketiga tahap
tersebut adalah,
 Tahap pertama menghasilkan laporan pendahuluan. Pada tahapan ini dilakukan
pemilihan deliniasi wilayah perancangan sesuai dengan indikator yang ada dan juga
data sekunder yang telah lebih dahulu dikumpulkan. Guna mendukung data sekunder
dan juga penetapan deliniasi wilayah dilakukan FGD 1 dimana stakeholder di
kawasan terkait ikut memberikan pendapat.
 Tahap kedua menghasilkan Laporan Antara. Pada tahapan ini dimulai setelah
ditetapkannya deliniasi wilayah. Selanjutnya dilakukan survei lapangan guna
menggali lebih dalam terkait potensi dan juga masalah yang ada di kawasan
perancangan guna mempermudah melakukan analisis. Pada tahapan ini dilakukan
kembali FGD II, namun yang membedakan adalah pada tahapan ini masyarakat
sudah dilibatkan dalam proses perencanaan kedepannya. Hal ini dilakukan guna
menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.
 Tahap ketiga menghasilkan Laporan Akhir berupa RTBL kawasan perancangan.
Tahapan ini ditandai dengan dilakukannya FGD terakhir yang bertujuan untuk
mensosialisasikan hasil dari aturan-aturan terkait RTBL yang sudah dilakukan
sebelumnya. Hal ini juga untuk mengetahui apakah rencana tersebut dapat diterima
dengan baik atau tidak oleh masyarakat.

3.4. Metode dan Teknik Analisis


Analisis yang dilakukan pada proyek pembuatan RTBL ini berkaitan dengan analisis
Urban Design Guidelines yang dibagi lagi secara lebih terperinci menjadi 7 komponen.
Komponen-komponen tersebut akan dievaluasi dan dilihat kesesuaian antara kondisi

14
eksisting pada kawasan perancangan dengan standar yang telah ditetapkan. Pada kawasan
perancangan ini tiap-tiap RW yang ada akan dibahas satu-persatu kecuali pada pembahasan
penggunaan lahan dan juga intensitasnya. Sehingga total RW/blok yang akan dibahas adalah
sebanyak 8 blok. Selanjutnya, ketujuh komponen yang digunakan tersebut antara lain:
 Evaluasi Penggunaan Lahan;
 Evaluasi intensitas Penggunaan Lahan;
 Evaluasi Ruang Terbuka dan Tata Hijau;
 Evaluasi Tata Bangunan;
 Evaluasi Prasarana dan Sarana Lingkungan, yang dibagi lagi menjadi prasarana
jalan lingkungan, drainase, air bersih, air limbah dan juga persampahan;
 Evaluasi Tata Informasi; dan
 Utilitas Drainase dan Air Bersih

3.5. Output Pekerjaan


Keluaran dari penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) ini,
antara lain :
3.5.1. Tata Ruang & Guna Lahan
Penegasan dan penegakan hukum terhadap pelaksanaan aturan pembangunan rumah
di perkotaan padat penghuni, berikut konsekuensi terhadap pelanggaran yang dilakukan :
1) Penegasan penegakan hukum terhadap batas kawasan fungsi perumahan yang boleh
dimanfaatkan untuk dibangun rumah
2) Penegasan dan penegakan hukum terhadap area sempadan yang harus menjadi zona
aman dan harus bebas bangunan
3) Penegasan pembangunan buffer zone berupa jalur inspeksi, jalur hijau/ biru (green-
blue belt) pada garis sempadan (pantai, sungai, jalan, rel KA)
4) Penegasan dan penegakan hukum terhadap status lokasi hunian; berada diarea rawan
bencana, area sempadan dan area RTH, atau berada pada hunian yang tumbuh lebih
dari 20 tahun
5) Penegasan dan penegakan hukum terhadap solusi tatanan ruang dan guna lahan:
 Relokasi
 Rehabilitasi
 Renewal
 Relokasi fungsi lahan yang diilegalkan melalui revisi RDTRK dan bila kawasan
bernilai ekonomis tinggi dapat berubah menjadi mix use

15
6) Pengawasan berkala dan penegakan hukum terhadap pertumbuhan pemanfaatan
pembangunan lahan agar tidak melebihi ambang batas daya dukung kawasan dan
melanggar persyaratan pembangunan rumah (administrasi . ekologis dan teknis)
7) Penegasan dan penegakan hukum terhadap penerapan NSPK tata ruang dan
peruntukan lahan
8) Pendataan jumlah populasi eksiting dan proyeksinya yang akan datang (tentukan
tahun) serta penentuan kemampuan daya tampung populasi terhadap luasan yang ada
9) Penentuan penyeimbangan kemampuan daya tampung kawasan dengan melakukan
penegakan hukum terhadap pembatasan masuknya migran
3.5.2. Prasarana Utilitas Perumahan
1) Implementasi prasyarat pranata pembangunan prasarana dan utilitas perumahan
 Perencaaan penataan kembali jaringan prasarana dan utilitas lingkungan
perumahan bersama masyarakat, berdasarkan data tatanan perumahan yang
telah diperhitungkan terhadap daya tampung KK eksisting dan proyeksinya
yang akan datang
 Perencaan tata letak jaringan prasarana dapat berfungsi sebagai pembatas antar
blok kavling (seperti jaringan jalan, saluran drainase dan saluran air limbah,
prasarana air bersih/ air minum)
 Melakukan sosialisasi hasil perencanaan yang disepakati dan pentingnya
konsolidasi tanah untuk implementasi pembangunan jaringan prasarana, serta
penegakan hukum terhadap pemanfaatannya;
2) Rehabilitasi peningkatan prasarana (infrastruktur) perumahan
a) Rehabilitas kualitas dan kuantitas jaringan prasarana dan peningkatan
ketersediaan utilitas yang diperhitungkan terhadap jumlah proyeksi populasi
yang ada seperti :
 Instalasi pengelolaan limbah baik individu maupun komunal yang
direncanakan sesua pelayanan bagi sejumlah populasi yang direncanakan,
dilengkapi dengan jaringan penyaluran air limbah yang tidak mencemari
badan air
 Sistem drainase yang diperhitungkan terhadap kemampuan mengalirkan
air hujan dan limbah cair rumah tangga, sehingga tidak terjadi banjir dan
genangan

16
 Penyediaansumber air bersih dan air minum bisa berupa sambungan rumah
tangga, kran umum, hidran umum dan terminal air
 Penyediaan saran dan prasaran pengelolaan sampah berikut SDM
 Penyediaan jalan lingkungan yang memadai sekurang-kurangnya dapat
dilalui sepeda motor roda 2 dan 3
 Penyediaan sarana dan prasarana energi listrik hingga distribusinya ke
rumah tangga
b) Sosialiasi dan penyiapan SDM untuk pengelolaan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana yang terbangun
c) Membentuk lembaga masyarakat sebagai pemelihara pemanfaatan sarana dan
prasarana yang terbangun
3.5.3 Penataan tanah (PT)
1) Penegasan dan penegakan hukum terhadap batas kawasan peruntukan
perumahan dan penataan kembali batas-batas kavling yang sesuai dengan
kemampuan daya tampung populasi dalam kawasan tersebut
2) Pengendalian dan penegakan hukum terhadap perkembangan pemanfaatan tanah
kavling oleh penghuni
3) Program pembangunan
 Pembangunan kembali (re-development) lokasi melalui land sharing dan
konsolidasi tanah
 Program pembangunan baru (new developpment) di lokasi melalui : Guide
land develpment (GLD) dan site service (SS) serta program kasiba lisiba
dengan kavling tanah matang (KTM)
3.5.4 Legalitas (L)
1) Peningkatan legalitas kependudukan dengan menerbitkan KTP tetap dan KTP
sementara
2) Pengendalian migran (pemilik KTP sementara) :
 Penentuanbatas ijin tinggal
 Mewajibkan pemilik KTP sementara mengumpulkan uang sebesar ongkos
pulang ke daerahnya, yang disimpan di kas (bank) kelurahan
 Memulangkan ke daerah asal apabila pemegang KTP sementara tidak
mendapat pekerjaan, menggunakan biaya ogkos pulang yang dikumpulkan

17
3) Penyederhanaan administrasi pertanahan untuk memperoleh legalitas hasil
penataan tanah yang dilaksanakan melalui land sharing dan konsolidasi tanah
4) Penyederhanaan prosedur perijinan mendirikan bangunan (IMB) secara efektif

3.5.5 Perumahan dan Sarana Perumahan


1) Implementasi prasyarat pranata pembangunan perumahan dan sarana perumahan
 Pendataan penghuni eksisting / migran serta penentuan daya tampung
kawasan sesuai dengan jumlah KK yang berkembang dan tingkat kepadatan
yang diberlakukan
 Perencanaan penetaan kembali tatanan perumahan di kawasan PHKP, berikut
sarana pendukung kegiatan penghuni di dasarkan pada jumlah KK dan
proyeksi populasi yang akan menghuni kawasan tersebut
 Perencanaan sarana perumahan yang dibutuhkan warga bersama para
penghuni
 Pendataan kembali penghuni yang terkena rehabilitasi rumah baik vertikal
atauhorizontal serta teknologi yang akan digunakan
 Pendataan kembali penghuni yang akan menempati rumah dan penyiapan
cara kepemilikannya
 Sosialisasi tata cara aturan penggunaan bangunan rumah yang tersedia
termasuk konsekuensi yang diberlakukan atas pelanggaran yang dilakukan
penghuni
2) Rehabilitasi dab pembangunan hunian layak huni:
a) Penetapan kembali tata letak kavling dan bangunan sesuai kemampuan daya
tampung dan daya dukung lingkungan
b) Pemilihan teknologi tepat guna untuk pembangunan rumah secara vertikal
atau horizontal sesuai kondisi lokal, serta bangunan sarana lingkungan
c) Penyiapan SDM dan organisasi pengelola dan pemelihara
d) Rumah yang direhabilitasi dapat berupa :
 Perumahan horizontal (sewa/ milik) 2 lt/ maisonet bila populasi 200-
300 jiwa/ Ha
 Perumahan vertikal/ rusunawa melalui land sharing bila populasi >
400 jiwa/ Ha, melalui land sharing, khususnya bagi warga yang
memiliki lahan <40 m2

18
 Bangunan mix use (hunian dan komersial) bila lahan bernilai
ekonomis tinggi (serta home industri)
e) Sarana yang harus disediakan untuk mengakomodasi kebutuhan penghuni
seperti :
 Sarana usaha : show room hasil industri rumahan atau lapak PKL
 Sarana ibadah
 Sarana pendidikan tingkat TK dan SD
 Sarana kantor RW dan kelurahan

19
BAB IV
DESKRIPSI AKTIVITAS PRAKTIKAN

4.1. Focus Group Discussion I

Focus Group Discussion I merupakan kegiatan untuk memaparkan deliniasi proyek


RTBL SWK I Arcamanik. Kegiatan ini dilaksanakan oleh pihak Konsultan PT. Paduraksa,
Dinas Penataan Ruang Kota Bandung dan Masyarakat yang merupakan perwakilan dari
calon deliniasi kegiatan ini. Berdasarkan pengertiannya, Focus Group Discussion adalah
suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan
tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto 2006:1-2). Focus Group
Discussion memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut :
1. FGD diikuti oleh para peserta yang idealnya terdiri dari 7-11 orang.
2. Peserta FGD terdiri dari orang-orang dengan ciri-ciri yang sama atau relatif homogen yang
ditentukan berdasarkan tujuan dan kebutuhan studi atau proyek.
3. FGD adalah diskusi terarah dengan adanya fokus masalah atau topik yang jelas untuk
didiskusikan dan dibahas bersama
4. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan Diskusi Kelompok Terarah (FGD) ini
berkisar antara 60 sampai dengan 90 menit
Jumlah peserta yang hadir pada Focus Group Discussion I lebih dari 11 orang.
Perwakilan dari pihak konsultan sebanyak 7 orang, dari pihak dinas sebanyak 5 orang dan
dari pihak masyarakat sebanyak 6 orang. Pada kegiatan ini praktikan bertugas sebagai
notulen. Total jumlah peserta yang hadir belum sesuai dengan karakteristik Focus Group
Discussion yang ideal seperti karakteristik yang pertama. Masyarakat yang diundang
mengikuti Focus Group Discussion merupakan lurah atau perangkat kelurahan lokasi
rencana deliniasi RTBL. Dengan mengundang lurah atau perangkat dari kawasan rencana
deliniasi diharapkan akan ada timbal balik informasi terkait kondisi eksisting di kawasan
rencana RTBL. Pihak masyarakat yang hadir dalam kegiatan ini memiliki ciri-ciri yang atau
relatif homogen sehingga sesuai dengan karakteristik pada poin kedua. Topik utama yang
dalam kegiatan Focus Group Discussion I membahas mengenai pemilihan lokasi deliniasi
RTBL. Adanya topik yang jelas pada kegiatan sesuai dengan karakteristik Focus Group
Discussion pada poin ketiga. Kegiatan Focus Group Discussion ini berlangsung selama 120
menit, mulai dari pukul 09.30-11.30. Durasi kegiatan ini tidak sesuai dengan karakteristik
keempat yaitu maksimal 90 menit.

20
Dalam melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion, terdapat beberapa tahapan
pelasanaan yaitu :
1. Persiapan sebelum Kegiatan (Acara Pertemuan) FGD
Tim fasilitator (pengundang) harus datang tepat waktu sebelum peserta (undangan)
tiba serta menyiapkan ruangan. Tim fasilitator sebaiknya memulai komunikasi secara
informal dengan peserta yang berguna untuk menjalin kepercayaan dan pendekatan
masyarakat. Dalam kegiatan ini, tahapan telah sesuai dimana fasilitator datang pukul 09.00
di lokasi. Sementara pihak dinas berperan sebagai penyedia lokasi kegiatan ini
2. Pembukaan FGD (Pemanasan dan Penjelasan)
Diskusi dimulai dengan melakukan pemanasan dan penjelasan tentang beberapa hal,
seperti: sambutan, tujuan pertemuan, prosedur pertemuan, perkenalan, pemaparan, diskusi
dan konklusi. Dalam kegiatan ini, pemandu diskusi berasal dari pihak konsultan. Kegiatan
perkenalan dilakukan dimulai dari pihak Dinas Penataan Ruang Kota Bandung yang diwakili
oleh bidang perencaan kemudian pihak konsultan dan masyarakat. Pemaparan dilakukan
oleh pihak konsultan dengan isi pemaparan yaitu :
ppt
Pada kegiatan ini, presentasi dilakukan oleh pihak konsultan dengan pemaparan
terkait deliniasi akhir proyek RTBL. Sebelumnya, terdapat tiga calon deliniasi yaitu
Kawasan Kumuh Mandalajati, Kawasan Kumuh Arcamanik dan Kawasan Kumuh Antapani.
Dalam pemilihan deliniasi terdapat beberapa ketentuan berdasarkan Permen PU No.06/2007
yaitu :
Lingkungan/kawasan dengan luas 5-60 hektar (Ha) dengan ketentuan:
1. Kota metropolitan dengan luasan minimal 5 Ha
2. Kota besar/sedang dengan luasan 15-60 Ha
3. Kota kecil/desa dengan luasan 30-60 Ha.
Penentuan batas dan luasan kawasan perencanaan (delineasi) berdasarkan satu atau
kombinasi:
1. Administratif, seperti wilayah RT, RW, kelurahan, kecamatan, dan bagian
wilayah kota/desa.
2. Non administratif , yang ditentukan secara kultural tradisional (traditional
cultural-spatial units), seperti desa adat, gampong, dan nagari.
3. Kawasan yang memiliki kesatuan karakter tematis, seperti kawasan kota lama,
lingkungan sentra perindustrian rakyat, kawasan sentra pendidikan, dan kawasan
permukiman tradisional.

21
4. Kawasan yang memiliki sifat campuran, seperti kawasan campuran antara fungsi
hunian, fungsi usaha, fungsi sosial-budaya dan/atau keagamaan serta fungsi
khusus, kawasan sentra niaga (central business district), industri, dan kawasan
bersejarah.
5. Jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang cepat, kawasan terbangun
yang memerlukan penataan, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, dan
kawasan gabungan atau campuran.
3. Penutupan FGD
Untuk menutup pertemuan FGD, menjelang acara berakhir, moderator perlu
menjelaskan kepada peserta bahwa acara diskusi tentang masalah dan atau topik tadi
segera akan selesai. Selanjutnya pemandu menyampaikan secara singkat poin pentingnya.
Dalam kegiatan ini, hasil yang didapatkan berupa deliniasi akhir sebagai lokasi kegiatan
proyek berdasarkan Permen PU No.06/2007 dan diskusi antara ketiga pihak yaitu Kawasan
Kumuh Arcamanik yang terdiri dari 3 Kelurahan yaitu Kelurahan Cisaranten Kulon,
Kelurahan Binaharapan, Kelurahan Sukamiskin
a. b.

c. d.

Gambar 4. 1 a) Notulen FGD I b). FGD Sosialiasi I c). Pemaparan hasil FGD I d).
Pemaparan Hasil FGD II
Sumber: Hasil Dokumentasi Praktikan, 2017

22
4.2. Focus Group Discussion II
Kegiatan Focus Group Discussion II merupakan kegiatan yang dilakukan bersama
dengan perwakilan masyarakat yang berada di Kawasan Kumuh Arcamanik. Pada kegiatan
ini, praktikan mendapat tugas sebagai moderator acara dan fasilitator. Berdasarkan
pengertiannya, Focus Group Discussion adalah suatu proses pengumpulan data dan
informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik
melalui diskusi kelompok (Irwanto 2006:1-2). Focus Group Discussion memiliki beberapa
karakteristik antara lain sebagai berikut :
1. FGD diikuti oleh para peserta yang idealnya terdiri dari 7-11 orang.
2. Peserta FGD terdiri dari orang-orang dengan ciri-ciri yang sama atau relatif
homogen yang ditentukan berdasarkan tujuan dan kebutuhan studi atau proyek.
3. FGD adalah diskusi terarah dengan adanya fokus masalah atau topik yang jelas
untuk didiskusikan dan dibahas bersama
4. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan Diskusi Kelompok Terarah
(FGD) ini berkisar antara 60 sampai dengan 90 menit
Pada kegiatan Focus Group Discussion II, kegiatan dihadiri oleh pihak konsultan
sebanyak 6 orang, pihak dinas sebanyak 3 orang dan masyarakat sebanyak 30 orang. Pihak
konsultan dibagi menjadi 2 tim untuk aspek sosial-budaya dan infrastruktur. Peserta Focus
Group Discussion dari pihak masyarakat yang diundang berasal dari latar belakang yang
berbeda. Hal tersebut dilakukan agar informasi yang didapatkan lebih banyak dan
bervariatif. Jumlah masyarakat yang berlebihan dari kondisi ideal Focus Group Discussion
seperti diatas mengakibatkan suasana Focus Group Discussion kurang kondusif. Durasi
kegiatan Focus Group Discussion II berlangsung selama 120 menit dimana kondisi ideal
pelaksanaan kegiatan Focus Group Discussion maksimal selama 90 menit.

Dalam melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion, terdapat beberapa tahapan


pelasanaan yaitu :
1. Persiapan sebelum Kegiatan (Acara Pertemuan) FGD
Tim fasilitator (pengundang) harus datang tepat waktu sebelum peserta (undangan)
tiba serta menyiapkan ruangan. Tim fasilitator sebaiknya memulai komunikasi secara
informal dengan peserta yang berguna untuk menjalin kepercayaan dan pendekatan
masyarakat. Kegiatan dilakukan di Aula Kecamatan Arcamanik untuk mempermudah lokasi
dijangkau masyarakat. Tim Konsultan sebagai fasilitator datang di lokasi pukul 09.00 dan
memulai kegiatan Focus Group Discussionn pukul 10.00.

23
2. Pembukaan FGD (Pemanasan dan Penjelasan)
Diskusi dimulai dengan melakukan pemanasan dan penjelasan tentang beberapa hal,
seperti: sambutan, tujuan pertemuan, prosedur pertemuan, perkenalan, pemaparan, diskusi
dan konklusi. Sambutan diberikan oleh Perwakilan Dinas Penataan Kota Bandung, Camat
Arcamanik dan Pihak Konsultan. Tujuan pelaksanaan Focus Group Discussion II untuk
lebih mengetahui potensi dan masalah yang ada di lokasi serta masukan dari masyarakat.
Prosedur kegiatan dilakukan dengan sesi pemaparan materi oleh pihak konsultan dan sesi
diskusi yang diikuti oleh semua peserta. Kurang kondusifnya keadaan masyarakat
mengakibatkan durasi yang dibutuhkan menjadi lebih lama. Keadaan kurang kondusif
disebabkan karena beberapa masyarakat yang wilayahnya tidak masuk dalam deliniasi turut
ambil bagian dalam Focus Group Discussion. Guna mengurangi keadaan tersebut maka
kegiatan diskusi dibagi menjadi 2 kelompok khusus untuk membahas aspek sosial-budaya
dan aspek fisik. Praktikan mendapat tugas menjadi fasilitator dalam aspek sosial-budaya
yang dominan diikuti oleh anggota PKK dan pekerja seni. Pada aspek sosial-budaya, fokus
masalah yang dicari terkait jenis kegiatan tradisional serta industri kreatif yang masih ada
di lokasi proyek.
3. Penutupan FGD
Untuk menutup pertemuan FGD, menjelang acara berakhir, moderator perlu
menjelaskan kepada peserta bahwa acara diskusi tentang masalah dan atau topik tadi segera
akan selesai. Selanjutnya pemandu menyampaikan secara singkat point pentingnya
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion II ini, disimpulkan bahwa deliniasi akhir dari proyek ini
hanya akan meliputi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Cisaranten Kulon, Kelurahan Binaharapan dan
Kelurahan Sukamiskin. Hal tersebut didasarkan karena beberapa hal seperti titik kumuh terpusat pada
ketiga kelurahan tersebut. Hal lain yang mendukung ketiga kelurahan tersebut sebagai deliniasi yaitu
adanya potensi perdagangan serta kearifan lokal yang berada di kelurahan tersebut khususnya pada
Kelurahan Cisaranten Kulon.

4.3. Survey Lapangan


Survei merupakan pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan
keterangan yang baik terhadap suatu persoalan tertentu di dalam daerah atau lokasi tertentu
atau suatu studi ekstensif yang dipolakan untuk memperoleh informasi-informasi yang
dibutuhkan (Daniel, 2001). Penelitian survei merupakan kegiatan penelitian yang memiliki
tiga tujuan penting (Sukardi, 2003) diantaranya:
1. mendeskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu,
2. mengidentifikasi secara terukur keadaan sekarang untuk dibandingkan

24
3. menentukan hubungan sesuatu yang hidup di antara kejadian spesifik).

Menurut Sukmadinata dalam McMillan dan Schumacher (2001) langkah-langkah


survei yaitu:
1. Merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum berisi rumusan yang
lebih bersifat umum tentang apa yang ingin dicapai dengan penelitian ini, sedangkan
tujuan khusus berisi rumusan tentang sasaran-sasaran lebih spesifik yang ingin
dicapai.
2. Memilih sumber dan populasi target.
3. Pemilihan teknik dan pengembangan instrumen pengumpulan data. Untuk
mendapatkan data yang objektif dan akurat diperlukan instrumen yang valid atau
menghimpun data yang ingin benar-benar dihimpun.
4. Petunjuk pengisian instrumen. Petunjuk harus berisi rumusan yang jelas tentang
maksud pengedaran angket, serta apa yang harus dikerjakan oleh responden dan
bagaimana pengerjaannya.
5. Penentuan sampel. Sampel harus mewakili populasi baik dalam jumlah maupun
karakteristiknya.
6. Pembuatan alamat responden. Dalam pengumpulan data yang menggunakan jasa pos
buatlah alamat yang jelas, dan gunakan alamat yang mudah dijangkau oleh petugas
kantor pos.
7. Uji coba instrumen. Uji coba instrumen untuk menguji coba apakah petunjuk
pengisian, butir-butir pertanyaan mana yang tidak jelas atau menimbulkan penafsiran
ganda.
8. Tidak lengkap dan tidak mengembalikan instrumen. Dalam pelaksanaan survei
melalui pos sering kali tidak semua instrumen tidak dapat kembali dan terjawab
lengkap. Jika rata-rata yang kembali dan terjawab lengkap adalah 70% maka
termasuk persentase yang cukup baik dan sebaliknya jika kurang dari 70% maka
termasuk kurang berhasil dan harus ada kegiatan lanjutan untuk mengirimkan angket
pada sampel lainnya.
9. Tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut dilakukan setelah satu atau dua minggu dari
batas pengembalian angket.

25
Dalam melakukan survei, Praktikan melakukan kegiatan dengan anggota sebanyak 6
orang yang dibagi menjadi 2 tim. Sebelum melakukan kegiatan survei di lokasi, praktikan
beserta anggota yang lain melakukan persiapan seperti pembuatan peta yang berfungsi untuk
memudahkan mengetahui batas-batas lokasi survei. Selain pembuatan peta, anggota survei
juga membahas terkait tujuan survei yaitu :
1. Mengetahui potensi dan masalah yang ada di lokasi
2. Mengetahui persebaran fasilitas di lokasi
3. Mengetahui aktivitas yang ada di masyarakat
. Hal tersebut sesuai dengan poin pertama terkait dengan perumusan tujuan survei.
Pada kegiatan survei, ditetapkan 13 narasumber sebagai sampel dari keseluruhan populasi
masyarakat yang ada di wilayah deliniasi. Narasumber yang dipilih merupakan ketua RW di
RW masing-masing dengan asumsi setiap ketua RW lebih memahami kondisi masing-
masing lokasi. Penetapan populasi dan sampel sesuai dengan ketentuan pada poin kedua dan
kelima. Kegiatan survei ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara dan
metode kuantitatif dengan teknik observasi. Penggunaan teknik wawancara pada kegiatan
survei ini agar dapat lebih menggali informasi yang dibutuhkan. Hasil dari proses wawancara
yang diharapkan yaitu mengetahui potensi dan masalah yang ada, mengetahui aktivitas
masyarakat serta kearifan lokal di lokasi. Teknik observasi yang dilakukan berupa penitikan
yang nantinya digunakan dalam pemetaan persebaran fasilitas dan dokumentasi untuk
memperlihatkan kondisi eksisting.
Wawancara menurut Nazir (1988) adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau
pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang
dinamakan interview guide (panduan wawancara). Peneliti harus memutuskan besarnya
struktur dalam wawancara. Struktur wawancara dapat berada pada rentang tidak berstruktur
sampai berstruktur. Penelitian kualitatif umumnya menggunakan wawancara tidak
berstruktur atau semi berstruktur (Holloway & Wheeler, 1996). Pada kegiatan survei, teknik
yang dilakukan praktikan yaitu tidak berstruktur dimana praktikan bertanya sesuai dengan
tujuan utama yaitu menggali potensi dan masalah serta aktivitas dan kearifan lokal setempat.
Creswell (1998) menjelaskan bahwa prosedur wawancara seperti tahapan berikut ini:
1. Identifikasi para partisipan berdasarkan prosedur sampling yang dipilih.
2. Tentukan jenis wawancara yang akan dilakukan dan informasi apa yang relevan
dalam menjawab pertanyaan penelitian.

26
3. Siapkan alat perekam yang sesuai, misalnya mike untuk pewawancara maupun
partisipan. Mike harus cukup sensitif merekam pembicaraan terutama bila ruangan
tidak memiliki struktur akustik yang baik dan ada banyak pihak yang harus direkam.
4. Cek kondisi alat perekam, misalnya baterainya. Kaset harus kosong dan tepat pada
pita hitam bila mulai merekam. Jika perekaman dimulai, tombol perekam sudah
ditekan dengan benar.
5. Susun protokol wawancara, panjangnya kurang lebih empat sampai lima halaman
dengan kira-kira lima pertanyaan terbuka dan sediakan ruang yang cukup di antara
pertanyaan untuk mencatat respond terhadap komentar partisipan.
6. Tentukan tempat untuk melakukan wawancara. Jika mungkin ruangan cukup tenang,
tidak ada distraksi dan nyaman bagi partisipan. Idealnya peneliti dan partisipan
duduk berhadapan dengan perekam

Berdasarkan tahapan wawancara diatas, praktikan sudah melakukan semua tahapan


dengan sesuai. Partisipan yang dipilih melalui prosedur sampling adalah ketua RW di lokasi
kegiatan. Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik tidak terstruktur karena dengan
teknik ini, informasi yang di dapat bisa lebih banyak dari teknik terstruktur. Beberapa alat
yang digunakan praktikan dalam kegiatan wawancara seperti handphone yang digunakan
sebagai alat perekam, serta alat tulis untuk mencatat beberapa poin penting selama kegiatan
berlangsung. Wawancara yang dilakukan tidak menggunakan protokol wawancara karena
praktikan menggunakan teknik tidak terstruktur. Pertanyaan yang diajukan kepada
narasumber berdasarkan poin-poin utama dalam kegiatan ini. Pada kegiatan wawancara,
praktikan sebelumnya membuat janji dengan narasumber untuk mempermudah mengatur
waktu dan lokasi kegiatan.
Observasi

4.4. Melakukan Analisis Terkait Sosial-Ekonomi dan Ruang Terbuka Hijau

Pada akhir kerja praktik, praktikan juga melakukan analisis terkait aspek sosial-
ekonomi dan ruang terbuka hijau yang ada di kawasan deliniasi. Analisis yang dilakukan
seperti

27
BAB V

PEMBELAJARAN DAN REKOMENDASI

Setelah selesainya kegiatan kerja praktek yang telah dilaksanakan, terdapat beberapa
pembelajaran baik dari segi praktis maupun teoritis yang diterima oleh praktikan. Selain itu,
juga terdapat beberapa rekomendasi untuk pelaksanaan proyek, calon praktikan, prodi S1
Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro serta bagi instansi tempat praktikan
melaksanakan kerja praktek. Berikut ialah penjelasan terkait pembelajaran bagi praktikan
serta rekomendasi dari praktikan.

5.1. Pembelajaran

Selama kegiatan kerja praktek, praktikan melaksanakan berbagai kegiatan yang


bersifat baru bagi praktikan seperti mengikuti rapat baik internal maupun eksternal, survey
lapangan, penginputan data dan juga mengetahui proses pelaksanaan proyek dari mulai awal
yaitu proses perencanaan hingga melakukan langsung melakukan FGD (Focuss Group
Discussion) secara nyata dan diserahkan kepada masyarakat atau pihak terkait lainnya.
Setiap kegiatan yang telah dilaksanakan tentunya memberikan pelajaran yang berharga bagi
praktikan. Dalam hal ini, pembelajaran yang didapat akan dibahas kedalam dua bagian, yaitu
pembelajaran dari aspek teknis dan pembelajaran dari aspek teoritis.
Dari aspek teknis, praktikan mengetahui proses yang sebenarnya terjadi ketika di
lapangan dalam pelaksanaan sebuah proyek. Dimulai dari melihat adanya pengukuran,
melihat potensi serta masalah, dan langsung mendengar pendapat masyarakat terkait jika
diadakannya pembuatan RTBL. Selain itu, menyiapkan pemaparan hasil survei yang
dijadikan acuan dalam pembuatan rencana bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Selain
itu, adanya juga proses pembuatan dokumen perencanaan dimana terdapat laporan berupa
paparan yang disiapkan oleh konsultan perencanaan yang akan dikritisi oleh pihak instansi
secara berkala hingga dokumen tersebut selesai dan dapat digunakan sebagai acuan dalam
pelaksanaan proyek.
Setelah dokumen tersebut selesai, dokumen tersebut akan digunakan oleh kontraktor
untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan. Namun, sayangnya masih banyak
hasil dari dokumen perencanaan yang tidak bisa dilaksanakan atau diterapkan di lapangan.
Beberapa contoh diantaranya ialah seperti penentuan lokasi dimana lahan tersebut memiliki
karakteristik topografi, jenis tanah dan lainnya yang tidak memungkinkan dilaksanakan
pembangunan, atau penolakan dari masyarakat sekitar untuk pembangunan program di

28
wilayah tersebut, dan desain yang ditawarkan oleh konsultan yang masih terlalu sederhana
dan masih mengacu pada FS (Feasibilty Study).
Maka dari itu, seringkali pihak kontraktor harus melakukan review design terlebih
dahulu sebelum menerapkan program-program pembangunan yang sesuai dengan dokumen
perencanaan awal. Dari sini, banyak hal yang dapat berubah dari dokumen perencanaan
dengan pelaksanaan di lapangan. Hal ini memberikan pembelajaran kepada praktikan, agar
nantinya saat mendapat pekerjaan untuk membuat dokumen perencanaan harus melakukan
survey dan analisis yang benar dan mendalam agar perencanaan yang disusun tepat sasaran
dan juga dapat diimplementasikan dengan baik.
Selain itu, karena melaksanakan bekerja praktek di instansi pemerintah praktikan juga
mendapatkan pembelajaran mengenai tugas dan fungsi beberapa instansi terkait dan
koordinasi diantaranya. Praktikan juga mempelajari dimana masih adanya pembagian tugas
dan fungsi instansi yang seringkali tumpang tindih sehingga seringkali terjadi masalah
diakibatkan kurangnya koordinasi antara instansi. Oleh karena itu, dibutuhkanya data warga
miskin pada daerah tersebut ke Dinas Sosial. Namun, dari awal Dinas Sosial tidak dilibatkan
dalam rapat penyediaan perumahan sehingga data sulit diperoleh dan menghambat waktu
pengerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa koordinasi ialah hal yang sangat penting dalam
pelaksanaan perencanaan dan pembangunan.
Secara teoritis, praktikan mengetahui banyak hal baru mengenai karakteristik dan
kebutuhan pembangunan perumahan di Kota Bandung. Pada dasarnya Kota Bandung
merupakan perkotaan yang semakin padat dan banyaknya tingkat urbanisasi yang sudah
semakin meningkat. Oleh karena itu, karena semakin banyaknya pendatang di Kota Bandung
maka timbulnya kepadatan penduduk di Kota Bandung dan membutuhkan tempat tinggal
yang layak huni. Selain itu, praktikan juga banyak mempelajari tentang pedoman pembuatan
rencana dan juga berbagai kebijakan. Upaya Pemerintah Kota Bandung untuk penyediaan
perumahan sangat inovatif, karena hal ini pertama kalinya di Indonesia disediakanya tempat
tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang menyediakan fasilitas seperti
apartement komersial pada umumnya dan bukan sekedar rusunawa. Inovasi seperti ini
diharapkan dapat dicontoh oleh kota-kota besar lain yang memiliki penduduk padat dan
banyaknya masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal yang layak huni.

5.2. Rekomendasi

Dari hasil kerja praktek yang telah dilaksanakan oleh praktikan, terdapat beberapa
rekomendasi dari praktikan terhadap beberapa pihak diantaranya ialah instansi kerja praktek,

29
calon praktikan dan juga Prodi S1 Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.
Bagi instansi kerja praktek, praktikan memberikan rekomendasi dalam tahap perencanaan
dan juga pelaksanaan proyek. Dalam proses perencanaan proyek, instansi dapat meninjau
secara lebih kritis data-data yang digunakan, proses serta hasil analisis yang dilakukan oleh
konsultan perencanaan dengan lebih mendalam lagi. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi
kesalahan perencanaan program-program serta kegiatan-kegiatan pembangunan yang
disusun oleh konsultan perencana dan dapat dilakukan secara cepat dan tidak membuang
waktu.
Rekomendasi dari praktikan dalam tahap awal sebelum menjalankan proyek untuk Dinas
Penataan Ruang adalah adalah pihak dinas melakukan pemilahan stakeholder dengan
menggunakan analisis stakekholder dalam awal pengerjaan proyek, karena dengan adanya
analisis stakeholder dapat menentukan siapa saja yang dapat berperan didalam proyek ini
dengan tepat sasaran. Tujuannya agar menentukan bentuk kerja sama antar instansi.
Kemudian masing-masing dari instansi tersebut memiliki proporsi kegunaan dari yang kuat
sampai yang tidak terlalu berperan dalam pengerjaan proyek ini. Sehingga pelaksanaan
proyek mampu bekerja secara efektif dan maksimal.
Selain itu, untuk calon praktikan diharapkan calon praktikan dapat mencari tahu lebih
dalam terkait instansi kerja praktek sebelum melamar menjadi praktikan nantinya. Selain
tugas dan fungsi instansi, calon praktikan juga lebih baik untuk mencari tahu proyek-proyek
apa saja yang sedang dan telah dikerjakan oleh instansi. Hal ini sangat berguna bagi calon
praktikan agar mendaftar di instansi yang memiliki proyek di bidang yang menarik dan
sesuai dengan minat yang ingin dipelajari oleh calon praktikan agar selama kerja praktek
calon praktikan merasa nyaman sehingga lebih banyak ilmu yang dapat dipelajari. Dalam
proses bekerja praktek, calon praktikan juga harus mencatat laporan mingguan secara rutin
agar tidak bertumpuk dikemudian hari dan sebelum kegiatan kerja praktek selesai, calon
praktikan harus sudah menyelesaikan seluruh urusan administratif seperti surat dan
kebutuhan lainnya dengan instansi agar tidak merepotkan pihak instansi dikemudian hari.
Kemudian adanya rekomendasi untuk prodi S1 Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Diponegoro. Praktikan merekomendasikan agar pihak prodi memberikan
penjelasan dan pengarahan bagi calon praktikan secara lebih mendalam sebelum kegiatan
kerja praktek dimulai. Hal-hal seperti langkah-langkah penyusunan surat serta tata cara
pembuatan surat permohonan kerja praktek dan surat lainnya hingga penyusunan surat
terimakasih kepada instansi sangat penting bagi calon praktikan karena pada awalnya hal ini
snagat membingungkan bagi sebagian calon praktikan yang belum terbiasa mengurus surat

30
sebelumnya. Selain itu, ketentuan administratif yang dibutuhkan dari instansi seperti
kerangka acuan kerja, form penilaian praktikan, laporan mingguan, absensi dan lainnya juga
sebaiknya dijelaskan secara lengkap sebelum calon praktikan melaksanakan kerja praktek
sehingga dapat dilengkapi oleh praktikan sebelum menyelesaikan kegiatan kerja praktek.
Selain itu, pendataan instansi yang akan didaftarkan oleh calon praktikan juga cukup penting
agar tidak ada penumpukan calon praktikan yang mendaftar di satu instansi yang sama.

31
DAFTAR PUSTAKA
Permen PU No.06/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

32

Você também pode gostar