Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PERITONITIS GENERALISATA
A. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam
bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan
dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas,
atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.
Perinonitis Generalisata adalah suatu proses inflamasi local atau menyeluruh pada
peritoneum ( membrane serosa yang melapisi rongga abdomen dan menutupi visera
abdomen ) yang terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi
saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen yang tersebar luas pada permukaan
peritoneum
Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan), sekunder
(berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi
rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi pada abdomen
dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi
peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi
apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat
diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab
iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas,
saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan
oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis.
Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis
sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk
penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi
berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko
terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan
duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan
transfuse yang pasif.
B. Anatomi Peritoneum
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di
antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron
didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus
saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi
dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang
berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut
ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan
pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga
peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar
(omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung.
Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan
keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus.
Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Fungsi peritoneum:
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
D. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen
pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Spesifik: misalnya Tuberculosis
b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal
ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang
disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari
usus.
c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
3. Peritonitis tersier
Peritonitis tersier, misalnya:
a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.
b. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii
misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
c. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
1) Aseptik/steril peritonitis.
2) Granulomatous peritonitis.
3) Hiperlipidemik peritonitis.
4) Talkum peritonitis.
E. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa
ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba
untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi
ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen
usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen
termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah
dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit
dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus
karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik
usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana
yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat
total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah
sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan
akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen
sehingga dapat terjadi peritonitis.
F. Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-
tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan
defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi
takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini
menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium
dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti
jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan
seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen
(akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya
(peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal).
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi
hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang
menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan
pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru
disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita
dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya
trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita
dengan paraplegia dan penderita geriatric.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Test laboratorium
a. Leukositosis
1. Hematokrit meningkat
2. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis
didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
3. X. Ray
2. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
a. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior.
b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal proyeksi anteroposterior.
1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas
dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain
kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus
pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran
cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik
(apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah
keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Pengobatan
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama pasien
Umur
Jenis kelamin
Suku /Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian
perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia,
peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post
operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada
kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini
disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan
diturunkan ada.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem pernafasan (B1)
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu
pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.
b. Sistem kardiovaskuler (B2)
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan
hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama
jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau
septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
c. Sistem Persarafan (B3)
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak
namun hanya mengalami penurunan kesadaran.
d. Sistem Perkemihan (B4)
Terjadi penurunan produksi urin.
e. Sistem Pencernaan (B5)
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul
akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara
sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen,
bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
f. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut
dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot
mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan
volume cairan.
7. Pengkajian Psikososial
Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial
yang sering dilakukan.
8. Personal Hygiene
Kelemahan selama aktivitas perawatan diri.
9. Pengkajian Spiritual
10. Pemeriksaan Laboratorium
a. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan
adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count.
Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan
beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis
dapat tidak ditemukan atau malah leucopenia
b. PT, PTT dan INR
c. Test fungsi hati jika diindikasikan
d. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
e. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
(seperti pyelonephritis, renal stone disease)
f. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan
dari pH dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai
LDH
11. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos
b. USG
c. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111–labeled autologous
leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan).
d. Scintigraphy
e. MRI
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu:
a. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar horizontal proyeksi AP.
c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP.
B. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi
abdomen dan menghindari nyeri.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
C. Intervensi
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan dengan Tujuan: Nyeri klien berkurang 1. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan
proses inflamasi, demam dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)
Kriteria hasil :
kerusakan jaringan. 2. Pertahankan posisi semi Fowler sesuai indikasi
3. Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas
1. Laporan nyeri
dalam, latihan relaksasi atau visualisasi
hilang/terkontrol
4. Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan
2. Menunjukkan penggunaan
lingkunagan yang tidak menyenangkan
ketrampilan relaksasi.
5. Kolaborasi:
3. Metode lain untuk
Berikan obat sesuai indikasi:
meningkatklan kenyamanan
a. Analgesik, narkotik
b. Antiemetik, contoh hidroksin (Vistaril)
c. Antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol)
Risiko tinggi infeksi Tujuan: Mengurangi infeksi yang 1. Catat faktor risiko individu contoh trauma abdomen, apendisitis
berhubungan dengan trauma terjadi, meningkatkan kenyamanan akut, dialisa peritoneal.
jaringan. pasien. 2. Kaji tanda vital dengan sering, catat tidak membaiknya atau
berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan nadi, takikardia, demam,
Kriteria hasil:
takipnea.
3. Catat perubahan status mental (contoh bingung, pingsan).
1. Meningkatnya
penyembuhan pada 4. Catat warna kulit, suhu, kelembaban
waktunya, bebas drainase 5. Awasi haluaran urine
purulen atau eritema, tidak 6. Pertahankan teknik aseptic ketat pada perawatan drein abdomen,
demam. luka insisi/terbuka, dan sisi invasif. Bersihkan dengan Betadine atau
2. Menyatakan pemahaman larutan lain yang tepat kemudia bilas dengan PZ.
penyebab individu / faktor 7. Observasi drainase pada luka.
resiko. 8. Pertahankan teknik steril bila pasien dipasang kateter, dan berikan
perawatan kateter/ atau kebersihan perineal rutin
9. Awasi/batasi pengunjung dan staf sesuai kebutuhan. Berikan
perlindungan isolasi bila diindikasikan
10. Kolaborasi:
a. Ambil contoh/awasi hasil pemeriksaan seri darah, urine, kultur
luka.
b. Bantu dalam aspirasi peritoneal, bila diindikasikan.
c. Berikan antibiotik, contoh gentacimin (Garamycyin), amikasin
(amikin), Klindamisin (Cleocin). Lavase pritoneal/IV
d. Siapkan untuk intervensi bedah bila diindikasikan
Perubahan nutrisi kurang dari Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 1. Awasi haluan selang NG, dan catat adanya muntah atau diare
kebutuhan berhubungan keperawatan nafsu makan dapat 2. Timbang berat badan tiap hari.
dengan anoreksia dan muntah timbul kembali dan status nutrisi 3. Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada atau hiperaktif
terpenuhi. 4. Catat kebutuhan kalori yang dibutuhkan
Kriteria Hasil: 5. Monitor Hb dan albumin
6. Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut,
1. Status nutrisi terpenuhi
penampilan bising usus normal, dam kelancaran flatus.
2. Nafsu makan klien timbul
7. Kolaborasi:
kembali
a. Kolaborasi pemasangan NGT jika klien tidak dapat makan dan
3. Berat badan normal
minum peroral.
4. Jumlah Hb dan albumin
b. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet.
normal
c. Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat
penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh
Kekurangan volume cairan Tujuan: Mengidentifikasi intervensi 1. Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi (termasuk perubahan
berhubungan dengan untuk memperbaiki keseimbangan postural), takikardia, takipnea, demam, Ukur CVP bila ada
kehilangan volume cairan cairan dan meminimalisir proses 2. Pertahankan intake dan output yang adekuat lalu hubungkan dengan
aktif. peradangan untuk meningkatkan berat badan harian
kenyamanan. 3. Rehidrasi/ resusitasi cairan
4. Ukur berat jenis urine
Kriteria hasil:
5. Observasi kulit/membran mukosa untuk kekeringan, turgor, catat
edema perifer/sacral.
1. Haluaran urine adekuat
6. Hilangkan tanda bahaya/bau dari lingkungan. Batasi pemasukan es
dengan berat jenis normal,
batu.
2. Tanda vital stabil
7. Ubah posisi dengan sering berikan perawatan kulit dengan sering,
3. Membran mukosa lembab
dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan
4. Turgor kulit baik
5. Pengisian kapiler meningkat 8. Kolaborasi:
6. Berat badan dalam rentang a. Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit,
normal protein, albumin, BUN, kreatinin.
b. Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit.
Ketidakefektifan pola nafas Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai 1. Pantau hasil analisa gas darah dan indikator hipoksemia: hipotensi,
b.d penurunan kedalaman bunyi nafas normal, tekanan O2 dan takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi SSP, dan sianosis.
pernafasan sekunder distensi saturasi O2 normal. 2. Auskultasi paru untuk mengkaji ventilasi dan mendeteksi komplikasi
abdomen dan menghindari pulmoner.
Kriteria Hasil:
nyeri. 3. Pertahankan pasien pada posisi semifowler
4. Berikan O2 sesuai program
1. Pernapasan tetap dalam
batas normal
2. Pernapasan tidak sulit
3. Istirahat dan tidur dengan
tenang
4. Tidak menggunakan otot
bantu napas
Ansietas berhubungan dengan Tujuan: Mengurangi ansietas klien 1. Evaluasi tingkat pemahaman klien/orang terdekat tentang diagnosa.
perubahan status kesehatan 2. Akui rasa takut/masalah klien dan dorong mengekspresikan
Kriteria hasil:
perasaan.
3. Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur.
1. Mengakui dan
mendiskusikan masalah Yakinkan bahwa klien dan perawat mempunyai pemahaman yang
2. Penampilan wajah tampak sama.
rileks 4. Terima penyangkalan klien tetapi jangan dikuatkan
3. Mampu menerima 5. Catat komentar perilaku yang menunjukkan menerima dan/atau
kondisinya mengurangi strategi efektif menerima situasi
6. Libatkan klien/orang terdekat dalam perencanaan perawatan.
Berikan waktu untuk menyiapkan pengobatan.
7. Berikan kenyamanan fisik klien
8. Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi
baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup.
9. Dukungan memampukan klien mulai membuka/menerima
kenyataan infeksi peritonium dan pengobatannya. Klien mungkin
perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan maupun
mengekspresikannya.
10. Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan
persepsi/interpretasi terhadap informasi