Você está na página 1de 38

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S DENGAN
STROKE HEMORAGIK DI RUANG INSTALASI GAWAT
DARURAT RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
KABUPATEN WONOGIRI

Di susun oleh kelompok 19 :


Ihsan L Romadlon
Dian Purwanto
M.Nurul Fikri
Kasdi
Eni Pujiatmi
Winarni
Sunarni
Sunarsih
Sri Mulyani

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama. Menurut Batticaca (2008), stroke adalah suatu keadaan yang timbul
karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan
atau kematian.
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan terhentinya suplai
darah kebagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Batticaca (2008) stroke
masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan dan kematian
nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita
stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan. Penyakit ini juga
menimbulkan kecacatan terbanyak padakelompok usia dewasa yang masih
produktif. Tingginya kasus stroke ini salah satunya dipicu oleh rendahnya
kepedulian masyarakat dalam mengatasi berbagai faktor resiko yang dapat
menimbulakan stroke. Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembuluh darah
di otak dan atau terjadinya trombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk ke
aliran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang
cedera dan menutup atau menyumbat arteri otak. Secara sederhana stroke
didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena
2 sumbatan atau perdarahan dengan gejala lemas, lumpuh sesaat, atau gejala
berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian.
Menurut Depkes (2011), stroke merupakan penyebab kematian tertinggi
dari seluruh penyebab kematian. Dengan proporsi angka kejadian yaitu 15,4%,
disusul hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruksi kronis. Penyakit
stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju setelah
penyakit jantung dan kanker. Menurut Mansjoer (2000), serangan otak ini
merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan
cermat. Menurut Ginsberg (2008) stroke non hemoragik merupakan kedaruratan

2
medis yang memerlukan penanganan segera. Proses asuhan keperawatan
mempunyai peranan penting dalam keberhasilan penyelamatan maupun
rehabilitasi klien dengan stroke non hemoragik di instansi rumah sakit.
Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten
Wonogiri data kasus stroke sendiri pada bulan September cukup banyak yaitu
…..sehingga penulis tertarik untuk mengambil kasus tentang Stroke non
hemoragik.

B. Tujuan Penulisan
1.Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien Tn. S dengan
stroke non hemoragik dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
2.Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah menggambarkan :
a.Pengkajian status kesehatan pada pasien Tn. S dengan stroke non hemoragik.
b.Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Tn. S dengan stroke non
hemoragik.
c.Intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang muncul pada pasien Tn. S
dengan stroke non hemoragik.
d.Pelaksanaan iimplementasi keperawatan pada pasien Tn. S dengan stroke non
hemoragik.
e.Evaluasi asuhan keperawatan pada asien Tn. S dengan stroke nono hemragik

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi
otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
(Muttaqin, 2008).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2007).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering
ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun
(Corwin, 2009).
Stroke non hemoragic adalah sindroma klinis yang awalnya
timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau
global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul
kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
straumatik (Mansjoer, 2007).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia
akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Muttaqin, 2008)
2. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2008), pada tingkatan makroskopik, stroke non
hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial atau
trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap

4
proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan
timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.
a. Emboli
Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari
trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium
4) Infarksio kordis akut
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti
penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab
terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada
mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti
infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli
diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi
pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
d. Thrombosis
1) Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat
terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan

5
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis
interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko
pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.
2) Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia
sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri
serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan
migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral
juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya
trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari stroke adalah :
a. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan
disfagia
b. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)
atau afasia (kehilangan berbicara).
c. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan
visual, spesial dan kehilangan sensori.
d. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang
berlawanan).
e. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia
urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan
neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
a. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh
sebelah

6
b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan
sensasi, gangguan penglihatan
c. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh
Perilaku lambat dan hati-hati Penilaian buruk
Kelainan lapan pandang kanan Mempunyai kerentanan terhadap sisi
Disfagia global kontralateral sehingga memungkinkan
Afasia terjatuh ke sisi yang berlawanan
Mudah frustasi tersebut
4. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1) Berhubungan dengan immobilisasi menimbulkan komplikasi infeksi
pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2) Berhubungan dengan paralisis menimbulkan komplikasi nyeri pada
daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3) Berhubungan dengan kerusakan otak menimbulkan komplikasi epilepsi
dan sakit kepala.
4) Hidrocephalus
5) Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
5. Patofisiologi dan Pathway
Stroke iskemik terjadi karena hilangnya suplai darah ke salah satu
bagian otak dan mengakibatkan terjadinya ischemic cascade. ischemic
cascade adalah suatu rangkaian reaksi biokimia yang terjadi setelah sel
atau jaringan aerob mengalami iskemi. Iskemi sangat berbahaya bagi sel
dan jaringan, terutama sel syaraf yang tidak memiliki cadangan energi
yang banyak. Jaringan otak akan berhenti berfungsi jika tidak mendapat
oksigen lebih dari 60-90 detik. Ketika pembuluh darah serebral terhambat,
otak akan kekurangan energi, sehingga harus melakukan respirasi anaerob
di tempat terjadinya iskemi. Proses ini menghasilkan sedikit energi dan
asam laktat yang dapat mengiritasi sel. Keseimbangan asam basa yang ada

7
di otak akan terganggu dengan adanya asam laktat. Area iskemi ini disebut
"ischemic penumbra".
ATP tidak dapat diproduksi pada sel otak yang kekurangan oksigen
dan glukosa sehingga sel tidak melaksanakan proses yang seharusnya
dilakukan seperti contohnya pompa ion yang penting untuk kehidupan sel.
Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan jumlah neurotransmiter
glutamat dan kalsium yang merupakan salah satu penyebab kerusakan
sistem saraf. Konsentrasi glutamat di luar sel saraf seharusnya terjaga
dalam jumlah yang kecil yang dipengaruhi oleh pompa ion. Pompa ion
yang tidak dapat bekerja mengakibatkan reuptake glutamat tidak berjalan
dengan lancar. Glutamat bekerja pada reseptor (terutama NMDA reseptor)
di sel saraf untuk menghasilkan influks kalsium ke dalam sel. Kalsium di
dalam sel dapat mengaktifasi enzim yang bisa menghancurkan protein,
lipid, dan materi nuklear sel. Influks kalsium juga akan mengganggu
mitokondria sehingga sel semakin kehilangan energi dan memicu
kematian sel melalui apoptosis. Iskemi juga menginduksi produksi radikal
bebas oksigen dan zat reaktif lain. Zat-zat tersebut dapat bereaksi dan
merusak berbagai sel dan jaringan, termasuk jaringan endotelium
pembuluh darah.
Proses tersebut sama pada berbagai iskemi jaringan. Namun,
jaringan otak sangat rentan terhadap proses tersebut karena sel otak tidak
memiliki cadangan nutrisi yang banyak dan sangat tergantung pada
respirasi aerob. Selain mengakibatkan kerusakan sel otak, iskemi dan
infark dapat merusak struktur dari jaringan otak, sawar darah otak, dan
pembuluh darah melalui pelepasan matrix metalloprotease yang
merupakan enzim yang tergantung pada zinc dan kalsium yang dapat
menghancurkan kolagen, asam hialuronat, dan berbagai elemen dari
jaringan konektif. Adanya zat-zat yang bisa menghancurkan jaringan
sangat berbahaya bagi sawar darah otak. Sawar darah otak yang rusak bisa
mengalami kebocoran sehingga molekul ukuran besar seperti albumin
dapat masuk ke dalam otak. Albumin dapat menarik air ke jaringan otak

8
dari pembuluh darah melalui osmosis yang disebut juga vasogenic edema.
Edema ini akan menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut melalui tekanan
pada jaringan otak. Zat lain yang muncul saat terjadi iskemi adalah radikal
bebas yang juga berbahaya bagi sel. Sistem imun juga akan teraktifasi oleh
infark serebral dan dapat memperparah cedera yang disebabkan infark.

PATHWAY STROKE

Penyakit yang mendasari stroke (alcohol,


hiperkolesteroid, merokok, stress, depresi,

Aterosklerosis (elastisitas Kepekatan darah Pembentukan


pembuluh darah menurun) meningkat thrombus

Obstruksi thrombus di otak

Perubahan
Penurunan aliran darah ke otak
perfusi jaringan
serebral
Hipoksia Cerebri

Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan motorik di Kelemahan pada nervus Perubahan


lobus frontalis Hemisphare/hemiplagia V, VII, IX, X, XII persepsi
sensori
Kerusakan mobilitas fisik Mobilitas menurun Penurunan
kemampuan otot
mengunyah/menelan
9
Tirah baring

Gangguan
Resti gangguan Kurang perawatan
pemenuhan
integritas kulit diri
nutrisi

Sumber : Long, Barbara C. (2007); Mansjoer, A,( 2008); Price, A. S., Wilson
M. L., (2007)

d. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
5) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6) Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,
7) Pengobatan konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.

10
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
8) Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
- Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
- Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
- Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
- Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
b. Pengkajian Gordon:

11
1) Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
2) Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia dan hipertensi arterial. Ketidakmampuan menelan, batuk,
melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing, ronchi.
3) Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
5) Makanan/cairan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
disfagia
6) Neuro sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan
penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya
daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan
kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
7) Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka
8) Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan
mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
9) Interaksi social
Gangguan dalam bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

12
10) Manajemen koping/stress : pasien mengalami kecemasan yang
berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki
koping yang adekuat.
11) Keyakinan/nilai : pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang
sembahyang karena gejala penyakit
c. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data
dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau

13
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol
sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor
atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.

14
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian saraf kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I – XII :
a) Saraf I : biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI : jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d) Saraf V : pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e) Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h) Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i) Saraf XII : lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut :
1) Angiografi serebral

15
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada sub arachnoid atau perdarahan
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya
proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari
pertama.
3) CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar
ke permukaan otak.
4) MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler

16
c. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

17
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusi jaringan Circulation status Peripheral Sensation Management
serebral Tissue perfusion : perifer - Kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa,
berhubungan Kriteria hasil: dasar kuku
dengan aliran Keluarga/pasien mengetahui penyebab - Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang,
darah ke otak perubahan perfusi jaringan agitasi, gangguan memori, bingung
terhambat Klien menunjukkan perfusi yang - Tinggikan posisi kepala (pada pasien hipotensi)
adekuat seperti: pengisian kapiler baik, - Awasi tanda vital
haluaran urin adekuat, membrane - Periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna
mukosa merah muda, akral hangat kulit/membrane mukosa, dan suhu membrane mukosa.
- Tidak ada nyeri ekstremitas - Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran.
- Hb normal 12 – 16 gr% - Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi
- TTV dalam batas normal arteri dengan tepat
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan
yang adekuat
- Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan
laboraturium.
- Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah
sesuai indikasi
2 Kerusakan NOC : NIC :
Joint Movement : Active

18
mobilitas fisik Mobility Level Exercise Ambulation
Self Care : ADLs
berhubungan - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Transfer Performance
- Monitoring vital sign sebelum/ sesudah latihan dan
dengan Setelah dilakukan tindakan
lihat respon pasien saat latihan
kerusakan keperawatan diharapkan bebas untuk
- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
neurovaskuler melakukan pergerakan fisik
mandiri sesuai kemampuan
Kriteria hasil :
- Ajarkan pasien cara mengubah posisi dan berikan
- Klien meningkatkan dalam
bantuan bila perlu
aktifitas fisik
- Berikan alat bantu jika klien memerlukan
- Mengerti tujuan dan peningkatan
- Bantu pasien dalam menggunakan alat bantu saat
mobilitas
berjalan dan ccegah terhadap cedera
- Memverbalisasikan perasaan
- Konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana
dalam meningkatkan kekuatan
ambulasi sesuai kebutuhan
dan kemampuan berpindah
- Memperagakan penggunaan alat
bantu untuk mobilisasi

3 Resiko aspirasi NOC : NIC :


Respiratory status : ventilation Aspiration Precaution
berhubungan
Aspiration control - Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
kemampuan menelan
penurunan diharapkan tidak terjadi aspirasi - Monitor status paru
Kriteria hasil : - Pelihara jalan nafas
kesadaran
- Mampu menelan tanpa terjadi - Lakukan suction bila perlu
- Cek nasogastrik sebelum makan
aspirasi
- Naikkan kepala 30 – 45 º setelah makan
- Jalan nafas paten dan suara bersih

19
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah pada pasien stroke non hemoragik secara
umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam :
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala serangan penyakit stroke
b. Melakukan perawatan pasca stroke : terutama dalam melakukan
latihan/ akifitas fisik
c. Melakukan mobilisasi fisik secara mandiri
d. Menggunakan alat bantu gerak
e. Memenuhi kebutuhan ADLs secara mandiri

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. S
b. Usia : 77 th
c. Jenis kelamin : Laki- laki
d. Alamat : Ngadirojo Wonogiri
e. Diagnosa medis : Stroke Non Hemoragik
f. Nomor register : 593803

20
g. Prioritas triase : Kuning
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
A. Airway (A)
Jalan nafas normal, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada benda
asing maupun muntahan di saluran nafas.

B. Breathing (B)
Bentuk dada simetris kanan dan kiri, pengembangan dada kanan dan
kiri sama, tidak terdapat trauma. Tidak terdapat krepitasi dan nyeri
tekan, terdengar suara sonor serta suara nafas vesikuler.

C. Circulation ( C)
 Warna kulit sawo matang, tidak adanya perdarahan dibawah
kulit, capilary refill < 2 detik.
D. Disability (D)
Kesadaran compos mentis, GCS: E 2 M 4 V 3, pupil isokor.

E. Exposure (E)
Akral agak dingin, kulit berkeringat, tidak ada luka di sekujur tubuhnya.

3. Pengkajian Sekunder (Secundary Survey)


a. Full Set of Vital Sign (F)
Tanda- tanda vital:

TD : 160/ 90 mmHg.

Nadi : 46 x / menit.

RR : 24 x / menit.

Suhu : 36,7 o C.

Saturasi oksigen : 98%

b. History and Head to Toe (H)


1) History (menggunakan prinsip SAMPLE)
S : penurunan kesadaran sejak 10 jam yang lalu

21
A : keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami
alergi terhadap makanan maupun obat – obatan.

M : keluarga pasien mengatakan pasien tidak sedang mengkonsumsi


obat obatan.

P : pasien tidak mempunyai riwayat penyakit menular maupun


penyakit keturunan.

L : keluarga pasien mengatakan pasien mempunyai penyakit


hipertensi sejak 7 tahun yang lalu

E : pasien mengatakan masuk RS karena penurunan kesadaran dan


mual muntah 10 jam sebelum masuk RS. Pasien diobservasi di
IGD selama 1.5 jam. GCS E 2 M 4 V 3, kesadaran apatis lalu
mendapatkan pengobatan medis maupun perawatan oleh petugas
IGD dan pasien dipindahkan ke ruang ICU.

2) Head to Toe
a) Kepala
Bentuk mesocephal, rambut berwarna hitam beruban, penglihatan
baik dan tidak menggunakan kaca mata, pendengaran sudah
mengalami penurunan.

b) Leher
Tidak ada pembengkakan di daerah leher, nadi karotis teraba kuat.

c) Dada
Bentuk dada simetris kanan dan kiri, pengembangan dada kanan
dan kiri sama, tidak terdapat trauma. Tidak terdapat krepitasi dan
nyeri tekan, terdengar suara sonor serta suara nafas vesikuler.

d) Abdomen
 Inspeksi
Tidak terdapat lesi ataupun luka. Tidak ada acites.

22
 Auskultasi
Bising usus 14 x / menit

 Perkusi
Terdengar suara thympani

 Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen

e) Ekstremitas
Anggota gerak atas : belum terkaji (penurunan kesadaran)

Anggota gerak bawah : belum terkaji (penurunan kesadaran)

f) Pengkajian nyeri
Pasien tidak mengalami nyeri

4. Pemeriksaan Penunjang
CT Scan Kepala :

Hasil : Infark cerebri di kapsula interna dan eksterna kiri cartical atrofi
bi frontalis

Pemeriksaan darah : hasil belum keluar

5. Terapi
Hari/tgl/jam Jenis terapi Dosis

Rabu, 25 Infus Asering 20 tpm Cairan elektrolit


Oktober 2017
Norages 1 gram/ 8 jam Analgetik
Jam 20.25
Citicolin 1 gram/ 6 jam Mengurangi kerusakan
WIB
jaringan otak

Antiemetik
Ondancentron 4 mg/ 8 jam
Antiemetik
Ranitidin 50 mg/ 12 jam
Diuretik

23
Manitol 15 cc/ 6 jam

24
B. ANALISA DATA
Nama : Tn. S No. CM : 593803

Umur : 77 tahun Diagnosa Medis : Stroke non hemoragik

Hari/ Tgl/
No Data Fokus Problem Etilogi Ttd
Jam

1. Rabu, 25 DS : Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami penurunan Ketidakefektif Aliran darah
Oktober kesadaran 10 jam sebelum masuk RS an perfusi ke otak
2017 jaringan terhambat
DO : Kesadaran apatis, GCS E 2 M 4 V 3, TD : 160/90 mmHg, N :
serebral
20.25 46x/menit, S : 36,7°C, RR : 24x/ menit

2. Rabu, 25 DS : Keluarga pasien mengatakan anggota gerak terasa lemah Gangguan Kerusakan
Oktober mobilitas fisik neurovaskuler
DO : Kesadaran apatis, GCS E 2 M 4 V 3, TD : 160/90 mmHg, N :
2017
46x/menit, S : 36,7°C, RR : 24x/ menit
20.30

3. Rabu, 25 DS : Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami penurunan Resiko aspirasi Penurunan
Oktober kesadaran, mual dan muntah 10 jam sebelum masuk RS kesadaran
2017

25
20.35 DO : Kesadaran apatis, GCS E 2 M 4 V 3, TD : 160/90 mmHg, N :
46x/menit, S : 36,7°C, RR : 24x/ menit

C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
3. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

26
Nama : Tn. S No. CM : 593803

Umur : 77 tahun Diagnosa Medis : Stroke non hemoragik

Hari/ No
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Ttd
Tgl Dx

Rabu, 25 I NOC : NIC :


Oktober Circulation status Peripheral Sensation Management
2017 Tissue perfusion : perifer - Kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama mukosa, dasar kuku
3 x 24 jam diharapkan perfusi jaringan cerebral - Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang,
dapat kembali normal agitasi, gangguan memori, bingung
Kriteria hasil: - Tinggikan posisi kepala (pada pasien hipotensi)
Keluarga/pasien mengetahui penyebab - Awasi tanda vital
perubahan perfusi jaringan - Periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
Klien menunjukkan perfusi yang adekuat seperti: warna kulit/membrane mukosa, dan suhu
pengisian kapiler baik, haluaran urin adekuat, membrane mukosa.
membrane mukosa merah muda, akral hangat - Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran.
- Tidak ada nyeri ekstremitas - Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan

27
- Hb normal 12 – 16 gr% sirkulasi arteri dengan tepat
- TTV dalam batas normal - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
makiri yang adekuat
- Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan
laboraturium.
- Berikan sel darah merah lengkap/packed produk
darah sesuai indikasi
Rabu, 25 II NOC : NIC :
Joint Movement : Active
Oktober
Mobility Level Exercise Ambulation
2017 Self Care : ADLs
Transfer Performance
- Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
- Monitoring vital sign sebelum/ sesudah latihan dan
diharapkan bebas untuk melakukan pergerakan
lihat respon pasien saat latihan
fisik - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
Kriteria hasil :
secara mandiri sesuai kemampuan
- Klien meningkatkan dalam aktifitas fisik
- Ajarkan pasien cara mengubah posisi dan berikan
- Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam bantuan bila perlu
- Berikan alat bantu jika klien memerlukan
meningkatkan kekuatan dan kemampuan
- Bantu pasien dalam menggunakan alat bantu saat
berpindah
berjalan dan ccegah terhadap cedera
- Memperagakan penggunaan alat bantu untuk
- Konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana
mobilisasi

28
ambulasi sesuai kebutuhan
Rabu, 25 III NOC : NIC :
Respiratory status : ventilation Aspiration Precaution
Oktober
Aspiration control - Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
2017 Setelah dilakukan tindakan keperawatan
kemampuan menelan
diharapkan tidak terjadi aspirasi - Monitor status paru
Kriteria hasil : - Pelihara jalan nafas
- Mampu menelan tanpa terjadi aspirasi - Lakukan suction bila perlu
- Jalan nafas paten dan suara bersih - Cek nasogastrik sebelum makan
- Naikkan kepala 30 – 45 º setelah makan

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Tn. S No. CM : 593803
Umur : 77 tahun Diagnosa Medis : Stroke non hemoragik

Hari/ No
Implementasi Respon Ttd
Tgl Dx

Rabu, 25 Oktober 2017

Jam I, III Mengkaji tngkat kesadaran, respon verbal, S : -


20.30 capilary refill
O : Capilary refill < 2 detik, kesadaran apatis, pasien
tidak merespon stimulus, GCS E 2 M4 V 3, terpasang
O2 nasal 3 LPM

29
20.40 II Mengkaji tingkat mobilitas pasien S : Keluarga pasien mengatakan anggota gerak
terasa lemah

O : GCS E 2 M4 V 3

20.45 I, III Memonitor vital sign dan nadi perifer S:-

O : TD : 160/90 mmHg, N : 46x/menit, S : 36,7°C,


RR : 24x/ menit, nadi teraba lemah

20.55 I, III Mengatur posisi pasien fowler S:-

O : Posisi pasien fowler

21.05 I Memasang nasogastrik tube S : Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk RS


Memantau status cairan meliputi asupan dan pasien mual muntah
haluaran.
O : Terpasang selang NGT

21.15 I, II, Menganjurkan pasien dan keluarga untuk S : Pasien dan keluarga mengatakan bersedia
III mengubah posisi setiap 2 jam sekali
O:-

21.20 I, II, Menganjurkan pasien banyak istirahat S : Pasien bersedia


III

30
O:-

F. EVALUASI
Nama : Tn. S No. CM : 593803
Umur : 77 tahun Diagnosa Medis : Stroke non hemoragik

No Jam
Evaluasi Ttd
Dx

Rabu, 25 Oktober 2017

I 21.30 S : Pasien mengatakan pusing berkurang, anggota gerak kiri sulit digerakkan

O : Capilary refill < 2 detik, kesadaran apatis, pasien tidak merespon stimulus, GCS E 2 M4 V 3, nadi
teraba lemah, terpasang O2 nasal 3 LPM , TD : 160/90 mmHg, N : 46x/menit, S : 36,7°C, RR : 24x/ menit

A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan :

- Kaji tingkat kesadaran, capilary refill, respon verbal


- Monitor tanda vital
- Pantau status haluaran cairan dan nutrisi

31
- Kolaborasi tim medis pemberian terapi
II 21.35 S : Keluarga pasien mengatakan anggota gerak pasien terasa lemah

O : Kesadaran apatis, GCS E 2 M4 V 3, nadi teraba lemah, terpasang O2 nasal 3 LPM , TD : 160/90
mmHg, N : 46x/menit, S : 36,7°C, RR : 24x/ menit

A : Masalah gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

- Kaji tingkat mobilitas pasien


- Lakukan ROM aktif / pasif
- Ajarakan cara menggunakan alat bantu jalan
- Kolaborasi tim medis dalam pemberian terapi
III 21.40 S : Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk RS pasien mual dan muntah

O : Kesadaran apatis, pasien tidak merespon stimulus, kesadaran apatis, GCS E 2 M4 V 3, nadi teraba
lemah, terpasang O2 nasal 3 LPM , TD : 160/90 mmHg, N : 46x/menit, S : 36,7°C, RR : 24x/ menit,
terpasang NGT

A : Resiko aspirasi teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

32
- Kaji tingkat kesadaran dan reflek menelan pasien
- Monitor TTV
- Cek nasogastrik tube sebelum makan
- Kolaborasi tim medis pemberian terapi

33
BAB IV
PEMBAHASAN
Teori mengenai Stroke non hemoragik tidak berbeda pada kasus Tn. S, Stroke
non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis
serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan
tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, pada kasus Tn.S stroke non hemoragik
dibuktikan dengan hasil CT Scan hasilnya Infark cerebri di kapsula interna dan eksterna
kiri cartical atrofi bi frontalis
Dalam proses pemberian asuhan keperawatan diawali dengan pengkajian yang
meliputi : Identitas klien, riwayat keperawatan, keluhan utama, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan suatu diagnosa. Diagnosa keperawatan yang
muncul sudah sesuai dengan teori. Pada kasus Tn. S adalah ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat, gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler dan resiko aspirasi
berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Dalam tinjauan teoritis perencanaan keperawatan ditujukan pada setiap
masalah yang muncul, sedangkan pada kasus, penulis menambahkan jangka waktu
pencapaian tujuan. Hal ini juga penting untuk mengevaluasi tindakan yang diberikan
pada klien untuk mengetahui perkembangan status kesehatan klien. Tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
dan gangguan mobilitas fisik adalah dengan tindakan injeksi Citicolin 1 gram/ 6 jam dan
Manitol 15 cc/ 6 jam. Obat Citicolin berfungsi untuk mengurangi kerusakan jaringan
otak sedangkan Manitol berfungsi sebagai diuretik dan memperbaiki peredaran darah di
otak. tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan resiko aspirasi adalah
pemasangan nasogastrik tube, mengatur posisi fowler, Memantau status cairan meliputi
asupan dan haluaran dan reflek menelan pasien..
Proses tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat,
walaupun ada sebagian yang tidak bisa dilaksanakan karena minimnya waktu asuhan
keperawatan yang diberikan karena pasien segera dipindahkan ke ruangan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi
ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Evaluasi keperawatan Pada Tn.S
setelah dilakukan implementasi keperawatan diperoleh hasil masalah ketidakefektifan

34
perfusi jaringan serebral dan gangguan mobilitas fisik dan resiko asprasi teratasi
sebagian. Kemudian Klien dipindahkan ke ruang ICU untuk mendapatkan penangan
lebih Lanjut.

BAB V

35
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari proses keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa medis stroke non
hemoragik yang diawali dengan pengkajian, penentuan diagnosa, Intervensi, dan
Implementasi keperawatan sesuai dengan Nanda, Noc dan Nic didapatkan hasil
evaluasi hasil masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan gangguan
mobilitas fisik dan resiko aspirasi teratasi sebagian.
B. Saran
a. Bagi Mahasiswa
Hendaknya lebih proaktif, cepat dan tanggap dalam menghadapi segala situasi dan
kondisi yang dihadapi baik dalam teori atau kasus lapangan, khususnya pada proses
kegawat daruratan.
b. Bagi Rumah Sakit
Perlunya ditingkatkan kerjasama antara perawat ruangan dengan mahasiswa
praktek sehingga pemberian asuhan keperawatan akan lebih optimal.
c. Bagi Insitusi Pendidikan
Perlunya ditingkatkan bimbingan kepada mahasiswa terutama dalam proses
keperawatan gawat darurat.

36
G. DAFTAR PUSTAKA
Adip, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi Jantung dan
Stroke. Yogyakarta: Dianloka

Bulechek, Gloria., Butcher, Howard., Dochterman Jonne.,& Wagner, Cheryl. 2013.


Nursing Intervention Classification. Edisi 6.(terjemahan). Jakarta : CV
Mocomedia

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:


Definitions & Classification, 2015–2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell.

Long, Barbara C. 2007. Keperawatan Medical Bedah. Volume II. (terjemahan). Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung

Mansjoer, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


SistemMuskuluskeletal, Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

37
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, L. Meridean., Swanson Elisabeth. 2013.
Nursing Outcome Classification. Edisi 5. (terjemahan). Jakarta : CV Mocomedia

Poppy Kumala, dkk. 2007. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC

Price, A. S., Wilson M. L., 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC

R. Sjamsuhidayat & Wim, D.J. 2009. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta : EGC

38

Você também pode gostar