Você está na página 1de 15

ANALGESIK

A. Tujuan
Setelah melakukan eksperimen ini mahasiswa dapat :
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek
analgesic suatu obat.
2. Memahami dasar-dasar perbedaan dalam daya analgesic berbagai analgetika.
3. Mampu memberikan pandangan yang kritis mengenai kesesuain khasiat yang
di anjurkan untuk sediaan-sediaan farmasi analgetika.

B. Dasar Teori
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada
orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak
nyaman,berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam
kebanyakan halhanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya
tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau
kejang otot

Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin,


leukotriendan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor )di ujung-
ujung saraf bebasdi kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian
menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga
terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat
ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk
neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan
dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudianditeruskan ke pusat nyeri di
otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya
tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik,

1
atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi
atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut
memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator
nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan
lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di
SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari
tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang,
sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan
ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping,
analgetika di bedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Analgetika yang bersifat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika
→ kelompok opiat)
2. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja
terutama pada perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan
juga mempunyai sifat antiinflamasi dan antireumatik.
Berdasarkan kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua
kelompok besar, yakni :
1. Analgetika perifer (non-narkotik) : terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetik antiradang termasuk
dalam golongan ini.
2. Analgetik Narkotik : khususnya digunakan untuk menghalau rasa nyeri
hebat seperti pada practua dan kanker.
(Tjay dan Rahardja, 2007)
Analgetik narkotik (analgetik sentral)

Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghalang nyeri


yang hebat sekali. Dalam dosis besar dapat bersfat depresan umum
(mengurangi kesadaran), mempunyai efek samping menimbulkan rasa

2
nyaman(euphoria). Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat dihilangkan
oleh analgesik narkotik kecuali sensasi kulit.
Harus hati-hati menggunakan analgesik ini karena mempunyai resiko
besar terhadap ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan
penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan untuk penggunaan insidentil
pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri infark jantung, kolik batu
empedu/batu ginjal.
Obat golongan ini hanya dibenarkan untuk penggunaan insidentil pada
nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri infark jantung, kolik batu
empedu/batu ginjal. Tanpa indikasi kuat, tidak dibenarkan penggunaanya
secara kronik, disamping untuk mengatasi nyeri hebat, penggunaan narkotik
diindikasikan pada kanker stadium lanjut karena dapat meringankan
penderitaan. Fentanil dan alfentanil umumnya digunakan sebagai premedikasi
dalam pembedahan karena dapat memperkuat anastesi umum sehingga
mengurangi timbulnya kesadaran selama anastesi.
Analgesik non opioid (non narkotik)
Disebut juga analgesik perifer karena tidak mempengaruhi susunan
saraf pusat. Semua analgesik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik
yaitu menurunkan suhu badan pada saat demam.
Khasiatnya berdasarkan rangsangan terhadap pengatur kalor
dihipotamalus, mengakibatkan vosodilatasi perifer dikulit dengan
bertambahnya pengeluaran kalor disertai banyaknya keluar keringat.
Antiradang sama kuatnya dengan analgesik digunakan sebagai anti
nyeri atau rematik.
Berdasarkan rumus kimianya analgesik perifer digolongkan menjadi :
a. Golongan salisilat
b. Golongan para aminofenol
c. Golongan pirazolon (dipiron)
d. Golongan antanilat (asam mefenamat).

3
Karakteristik Bahan Obat
1. Asam Mefenamat

Asam Mefenamat adalah derivat antranilat juga dengan khasiat


analgetis, antipiretis dan anti radang yang cukup baik. Obat ini banyak
sekali digunakan sebagai obat nyeri dan rema. Efek samping yang
paling sering terjadi adalah gangguan lambung – usus.
(Tjay dan Rahardja, 2007)
2. Paracetamol

Derivate-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin yang


dahulu banyak digunakan sebagai analgeticum, tetapi pada tahun 1978
telah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas
dan karsinogen). Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak
antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri
yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek
analgetisnya diperkuat oleh kodein dan kofein kira – kira 50%.
Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal
lebih lambat. PP-nya ca 25%, plasma-t ½ -nya 1 – 4 jam.
(Tjay dan Rahardja, 2007)
3. Natrium Dikofenak

4
Derivat-fenilasetat ini termasuk NSAID yang terkuat daya
antiradangnya dengan efek samping yang kurang kuat dibandingkan
dengan obat lainnya(indometasin, piroxicam). Obat ini sering
digunakan untuk segala macam nyeri , juga pada migrain dan encok.
Lagipula secara parenteral sangat efektif untuk menanggulangi nyeri
kolik hebat (kandung kemih dan kandung empedu).
Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi BA nya rata-
rata 55% akibat FPE besar. Efek analgetisnya dimulai setelah 1 jam,
secara rektal dan intramuskuler lebih cepat, masing-masing setelah 30
dan 15 menit. Penyerapan garam-K (Cataflam) lebih pesat daripada
garam-Na . PP-nya diatas 99%, plasma t1/2 nya k.l.1jam. ekskresi
melalui kemih berlangsung untuk 60% sebagai metabolit dan untuk
20% dengan empedu dan tinja.
(Tjay dan Rahardja, 2007)

4. Ibuprofen

Obat pertama dari kelompok propionat ini adalah NSAID


yang paling banyak digunakan, berkat efek sampingnya yang
relative ringan dan status OYC-nya di kebanyakan negara. Zat ini
merupakan campuran rasemis, dengan bentuk dextro yang aktif.
Daya analgetis dan anti radangnya cukup baik dan sudah banyak

5
mendesak salisilat pada penanganan bentuk rema yang tidak begitu
hebat dan gangguan alat gerak. Ibuprofen 400 mg oral sama
efeknya dengan 500 mg rektal.
Resorpsinya dari usus cepat dan baik (k.l. 80%), resorpsi
rektal lebih lambat.PP-nya 90 – 99%, plasma-t ½-nya k.l. 2 jam.
Ekskresi berlangsung terutama sebagai metabolit dan konyugatnya.
(Tjay dan Rahardja, 2007)
5. Metil Prednisolon

Metilprednisolon merupakan golongan kortikosteroida,


termasuk steroid yang berdaya antiradang kuat dengan efek agak
cepat; pada dosis yang biasanya digunakan pada arthritis
rheumatoid tidak bekerja antierosif. Mekanisme kerjanya
berdasarkan atas hambatan fosfolipase yang berefek rintangan
sintesa prostaglandin maupun leukotrien. Mungkin juga atas dasar
stabilisasi lisosom leukosit dengan kerja fagositosis dan
berkurangnya aktivitas cyclic CMP.
(Tjay dan Rahardja, 2007)
C. Alat dan Bahan
Alat :
a. Spuit injeksi (0,1-1 ml)
b. Jarum oral (ujung tumpul) / sonde
c. Beaker glass
d. Stop watch
e. Penangas air
f. Holder tikus
g. Neraca ohauss
h. Corong kaca
i. Cawan porselen
j. Alu
k. Termometer

6
Bahan :
a. Larutan CMC Na 0,5%
b. Asam Mefenamat
c. Paracetamol
d. Natrium Diklofenak
e. Ibuprofen
f. Metil Prednisolon

D. Skema Kerja

Dibagi menjadi 6 kelompok. Tiap kelompok mendapat 3 ekor tikus dan 1 kelompok
sebagai kelompok kontrol negatif

Siapkan hewan uji yang telah dipuasakan dan telah ditimbang bobotnya

Siapkan penangas air, atur suhu 50⁰C, pertahankan suhu konstan

Masukkan ekor tikus kedalam penangas air, catat waktu saat tikus menjentikan ekornya
keluar penangas air. Lakukan hal yang sama 2 kali dengan selang waktu 2 menit

Abaikan jentikan pertama dan catat 2 waktu terakhir sebagai respon normal masing-
masing tikus terhadap nyeri

Buat larutan stok Natrium Diklofenak dengan dosis 50mg/50KgBB manusia

10 menit setelah pemberian obat lakukan hal yang sama seperti perlakuan pada respon
normal terhadap nyeri. Jika tikus tidak menjentikan ekornya lebih dari 10 detik maka tikus
dianggap tidak menyadari adanya stimulus nyeri

Jangan biarkan ekor tikus terendam > 10 detik

7
Tabelkan hasil-hasil pengamatan

Ulangi pengamatan ekor tersebut selang waktu 20 menit, 30 menit, 60 menit dan 90 menit
dari waktu pemberian obat

Tabelkan hasil pengamatan dan gambarkan kurva yang merefleksikan pengaruh obat -obat
E. Data Pengamatan
yang diberikan terhadap respon tikus untuk stimulus nyeri.
a) Tabel Pengamatan

Sebelum
Waktu
Tikus Pemberian Sesudah Pemberian Obat
Kelompok Pemberian
ke Obat
Obat
1 2 3 10’ 20’ 30’ 60’ 90’

I 1 2 1 2 16.51 1 1 1 2 5
Kontrol 2 3 4 3 17.02 2 3 2 3 3
Negatif 3 1 1 1 17.12 4 1 2 3 1
Rata – Rata 2 2 2 - 2 2 2 3 3

II 1 4 2 2 17.15 2 3 6 7 7
Asam 2 1 3 2 17.15 1 3 5 6 7
Mefenamat 3 2 2 3 17.10 3 3 4 9 8
Rata – Rata 2 2 2 - 2 3 5 7 7
1 2 2 2 16.46 2 1 3 3 7
III
2 3 3 3 16.52 4 2 3 5 5
Paracetamol
3 1 2 1 17.00 2 3 3 4 4
Rata - Rata 2 2 2 - 3 2 3 4 5
IV 1 2 3 1 17.06 2 3 1 7 8
2 1 2 2 17.07 3 3 4 5 6

8
3 3 2 1 17.09 1 3 2 8 4
Natrium
Diklofenak
Rata – Rata 2 2 1 - 2 3 2 7 6
1 3 4 3 16.55 2 1 3 6 6
V
2 3 3 2 16.58 2 2 3 4 4
Ibuprofen
3 2 3 2 17.03 1 3 2 8 3
Rata – Rata 3 3 2 - 2 2 3 6 4

VI 1 2 2 2 17.00 2 3 3 2 3
Metil 2 1 3 5 17.07 2 4 6 7 7
Prednisolon 3 2 2 2 17.13 3 2 4 4 5
Rata - Rata 2 2 3 - 2 3 4 4 5

b) Kurva
Waktu Respon Nyeri

Waktu Penjentikan (detik)

c) Perhitungan Dosis dan Volume Pemberian

No. Bobot Hewan Uji + Berat Tara Berat Hewan Uji


Tara
1. 176,1 g 83,5 g 92,6 g

9
2. 184,3 g 83,5 g 100,8 g
3. 175.3 g 83,5 g 91,8 g

 Dosis Na. Diklofenak 50 mg/50 kg BB manusia

 Konversi dosis 50 kg BB manusia ke 70 kg BB manusia

= x 50 mg = 70 mg

 Konversi dosis 70 kg BB manusia ke 200 g BB tikus

= 70 mg x 0,018 = 1,26 mg/200mg BB tikus

 Dosis tikus 1 dengan BB 92,6 g

 Dosis tikus 2 dengan BB 100,8 g (tikus terbesar)

 Dosis tikus 3 dengan BB 91,8 g

 Pembuatan larutan stok dari tablet Na Diklofenak

10
Botot 3 tablet + kertas = 1,1376 g
Botot ketras = 0,4576 g
Bobot 3 tab = 0,662 g

 Larutan stok dibuat 50 mL

Etiket tab = 50 mg
Berat rata – rata tab = 220,6 mg

 Pembuatan larutan stok sebenarnya Na Diklofenak


Berat kertas + Na dikofenak = 0,5611 g
Berat kertas + sisa = 0,5037 g -
Berat Na Diklofenak = 0,0574 g
(Range penimbangan ± 5% = 53,23 mg – 58,83 mg)
 Larutan stok sebenarnya

= 13,01 mg / 50 mL = 0,2602 mg / mL

 Volume pemberian pada tikus



F. Pembahasan
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
rangsang yaitu mekanis, kimia dan fisis. Rasa nyeri tersebut terjadi akibat
terlepasnya mediator – mediator nyeri (Glodikinin, Prostaglandin) dan
jaringan yang rusak kemudian merangsang nyeri di ujung saraf perifer atau di
tempat lain. Dari tempat – tempat ini selanjutnya rangsangan nyeri diteruskan
ke pusat nyeri di korteks serebil oleh syaraf sensoris melalui sumsum tulang
belakang dan thalamus.

11
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui daya analgetik dari
berbagai analgetika. Analgetika yang digunakan pada praktikum ini yaitu
asam mefenamat, paracetamol, natrium diklofenak, ibuprofen dan metil
prednisolon. Sedangkan hewan uji yang digunakan yaitu tikus putih jantan
karena tikus memiliki anatomi dan fisiologi yang hampir sama dengan tubuh
manusia sehingga pengujian pada tikus dapat menggambarkan profil
farmakokinetika obat pada tubuh manusia.
Metode yang digunakan dalam prakikum kali ini adalah metode jentik
ekor yaitu memberikan rangsang nyeri dengan cara memasukkan ekor tikus
ke dalam air panas bersuhu 50⁰C. Sehingga tikus akan merasakan nyeri panas
yang ditunjukkan dengan penjentikkan ekor keluar dari air panas. Air yang
digunakan bersuhu 50⁰C karena batas nyeri untuk suhu yaitu antara 40⁰C -
45⁰C yang berarti pemberian suhu di atas batas nyeri dapat menyebabkan
kerusakan jaringan dan dapat menghantarkan nyeri ke reseptor. Nyeri tersebut
ditandai dengan adanya penjentikkan ekor tikus.
Pada praktikum kali ini pemberian obat kepada hewan uji digunakan
suspensi yang diberikan secara per oral. Adapun penggunaan CMC Na 0.5%
sebagai kontrol negatif. Kontrol negatif ini berfungsi untuk membandingkan
data antara tikus yang diberikan analgetika dan tikus yang tidak diberi
analgetika.
Sebelum pemberian bahan obat, ekor tikus dimasukkan ke dalam air
panas bersuhu 50⁰C untuk mengetahui berapa waktu yang dibutuhkan untuk
rangsangan nyeri mencapai reseptor. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 3 kali
dengan selang waktu 2 menit. Kemudian tikus diberikan analgetika yang akan
diuji secara per oral. Setelah 10 menit pemberian obat, ekor tikus kembali
dimasukkan ke dalam air bersuhu 50⁰C dan dihitung waktu penjentikkan
ekornya. Jika tikus tidak menjentikkan ekornya keluar dari air panas dalam
waktu 10 detik setelah pemberian stimulus nyeri, maka dapat dianggap bahwa
ia tidak menyadari stimulus nyeri tersebut sehingga jangan biarkan ekornya

12
melampaui waktu ini dalam air panas. Dilakukan penilaian respon tikus
tersebut dalam selang waktu 20 menit, 30 menit, 60 menit dan 90 menit.

Pada praktikum kali ini, kelompok tikus yang diberikan Asam


Mefenamat menunjukkan daya analgesik yang paling baik di antara analgetika
lain. Hal ini ditunjukkan pada waktu yang dibutuhkan oleh tikus untuk
menjentikkan ekornya. Pada menit ke-60 sampai 90 dibutuhkan waktu yang
lebih lama dari analgetika lain. Asam mefenamat bekerja dengan menghambat
sintesa prostaglandin dengan mengambat kerja enzim siklooksigenase
sehingga dapat menhambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri.
Prostaglandin akan dilepaskan oleh sel yang mengalami kerusakan.
Pembentukan prostaglandin dihambat dengan menghambat enzim
siklooksigenase yang bertugas mengubah asam arachidonat menjadi
endoperoksida (PGG2/PGH). PGH akan memproduksi prostaglandin,
sehingga secara tidak langsung obat analgesik menghambat pembentukan
prostaglandin. Prostaglandin berperan pada nyeri yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau inflamasi dan menyebabkan sensitivitas reseptor nyeri
terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.

Pada kelompok tikus yang diberikan Natrium diklofenak menunjukkan


daya analgesik yang lebih efektif setelah Asam mefenamat. Ditunjukkan pada
menit ke-60 sampai 90 bahwa waktu yang dibutuhkan rangsangan untuk
mencapai reseptor yaitu 7 detik. Natrium diklofenak memiliki mekanisme
kerja yang sama dengan Asam mefenamat yaitu menghambat sintesa
prostaglandin. Hasil pada kelompok yang diberikan Ibuprofen tidak jauh beda
dengan Natrium diklofenak sehingga daya analgesik Natrium diklofenak dan
Ibuprofen hampir sama. Ibuprofen pun memiliki mekanisme kerja yang sama
dengan Natrium Diklofenak.

13
Pada kelompok tikus yang diberikan Paracetamol dan Metil
prednisolon menunjukkan hasil yang hampir sama. Paracetamol dan Metil
prednisolon menghasilkan waktu yang hampir sama dengan kelompok kontrol
negatif. Sehingga pada praktikum ini, Paracetamol dan Metil prednisolon
memiliki daya analgesik yang lebih sedikit dibandingkan analgetika lain.

Secara teoritis urutan daya analgetik mulai dari yang terkuat adalah
Asam mefenamat, Natrium diklofenak, Ibuprofen, Paracetamol, Metil
prednisolon. Sedangkan pada praktikum ini urutan daya analgetik dari yang
terkuat yaitu Asam Mefenamat, Natrium diklofenak, Ibuprofen, Paracetamol
dan Metil prednisolon. Sehingga pada praktikum ini mendapatkan hasil yang
sama dengan teoritis.

G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan urutan daya analgesik
yang terkuat yaitu Asam mefenamat, Natrium diklofenak, Ibuprofen,
Paracetamol, Metil prednisolon.

H. Daftar Pustaka

1. Tjay,Tan Hoan, Drs, .2007. Obat – Obat Penting. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo.
2. Anonim. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI.
3. Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat edisi 5, Bandung: Institut
Teknologi Bandung.

Semarang, 23 Maret 2018


Mengetahui,
Dosen Pembimbing Praktikkan

14
A.A. Hesti W.S., M.Si.Med.,Apt Aenun Nisak (1031611096)

Indy Wirda M. (1031611112)

Liliana Nur I. W. (1031611116)

Mulye Fadhillah K (1031611119)

15

Você também pode gostar