Você está na página 1de 13

A.

PENGERTIAN

Atresia ani, disebut juga anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi
kongenital dimana terjadi ketidaklengkapan perkembangan embrionik pada bagian
anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang
secara tetap pada daerah anus (Hidayat, 2008).

ETIOLOGI

Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau
3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi
bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua
tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan
dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang
sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai 19 sindrom genetik, abnormalitas
kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia
ani.

FAKTOR PREDISPOSISI

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir,
seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali
pada gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

TANDA DAN GEJALA

1. Pemeriksaan fisik menunjukkan tidak adanya lubang anus eksternal.


2. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
3. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
4. Mekonium keluar melalui fistula atau anus yang salah letaknya.
5. Distensi bertahap dan adanya tanda – tanda obstruksi usus bila tidak ada
fistula.

(Cecily, 2009)

KLASIFIKASI
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis
Adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia
Adalah terdapatnya membran pada anus.
3. Anal agenesis
Adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresi
Adalah tidak memiliki rektum.

Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebih dari 1 cm.

. PATOFISIOLOGI

Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses


perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan
rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang
menjadi kloaka yang juga akan berkembang menjadi genitor urinary dan struktur
anoretal. Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan
perkembangan kolon antara 12 minggu atau tiga bulan selama perkembangan
janin. Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan
vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses
tidak dapat dikeluarkan.

Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya fistula. Obstuksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir
kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini
biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler).
Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria
atau ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra
(rektourethralis)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rektal digital dan visual.
2. Jika ada fistula, urine dapat diperiksa untuk mengetahui adanya sel – sel
epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinar X – lateral inversi ( tehnik Wangensteen – Rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu pada atau
di dekat perineum; dapat menyesatkan jika rektum penuh dengan mekonium
yang menghalangi udara sampai ke ujung kantong rektal. Pemeriksaan foto
Invertogram (Wangenstein Rice) dilakukan dengan cara :

a. Tekniknya: bayi diletakkan posisi erect terbalik (kepala di bawah), atau posisi
pronasi, kemudian dengan sinar X horizontal diarahkan ke trochanter mayor. Dari
gambaran yang terbentuk, akan dapat dinilai ujung udara yang ada di distal
rektum ke marka anus.

b. Sedangkan penilaian Foto Invertogram, yaitu dengan cara menarik garis


imajiner pubococcigeal, bila kontras udara proksimal dari garis ini berarti letak
tinggi, bila tepat pada garis letak intermediet, dan bila lebih distal dari garis ini
berarti letak rendah.
4. USG, untuk membantu menentukan letak kantong rektal.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal, dengan cara menusukkan
jarum tersebut sambil melakukan aspirasi. Jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dapat dianggap sebagai defek tingkat
tinggi. (Cecily, 2009)

PENATALAKSANAAN
1. Keperawatan
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan
keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan
2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3
bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan
anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi, serta
memperhatikan kesehatan bayi.
2. Medis
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak
tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough,
tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus
yang lebih tinggi.

KOMPLIKASI
1. Asidosis hiperkloremik
2. Infeksi saluran kemih yang terus menerus
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anus
b. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet trainning
e. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
g. Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi)

(Cecily, 2009)

PROGNOSIS

Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian


defekasi, pencemaran pakaian dalam. Sensibilitas rektum dan kekuatan
kontraksi otot sfingter pada colok dubur (Hamami A.H, 2004). Fungsi kontineia
tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau sensibilitasnya, tetapi juga
bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ATRESIA ANI

1. Pengkajian
a. Pola Persepsi Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada pasien dengan
atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin
terganggu oleh mual dan muntah dampak dari anastesi.
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk
buangan. Oleh karena itu pada pasien atresia ani tidak terdapatnya lubang pada
anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari kelemahan otot.
d. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
e. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka
insisi.
f. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.
Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan
operasi.
g. Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
h. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.
i. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
ii. Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan,
dan rumah.
j. Pola Keyakinan
k. Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan
perawat memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya
pelaksanaan ibadah.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :


a. Pre Operasi
1) Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan
anus.
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
3) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
4) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah.
3. Intervensi keperawatan :
a. Pre Operasi
1) Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan
anus.
Tujuan : Terjadi peningkatan fungsi usus.
Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek
Terbentuknya tinja
Tidak ada nyeri saat defekasi
Tidak terjadi perdarahan
Intervensi :
Lakukan dilatasi anal sesuai program.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak.
Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.
Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.
Ukur lingkar abdomen klien.
Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.
Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.
Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
Tujuan : Volume cairan terpenuhi

Kriteria Hasil :
Turgor kulit baik dan bibir tidak kering
Tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
Awasi masukan dan keluaran cairan.
Rasional : Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan cairan.
Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.
Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi jantung, TD dan nadi
turun.
Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post operasi.
Rasional : Penurunan volume menyebabkan kekeringan pada jaringan.
Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai indikasi.
Rasional : Untuk pemenuhan cairan yang hilang.
3) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan : Rasa cemas dapat hilang atau berkurang.
Kriteria Hasil :
Ansietas berkurang
Klien tidak gelisah
Intervensi :
Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.
Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut
diterima.
Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan operasi.
Rasional : Dapat meringankan ansietas terutama ketika tindakan operasi tersebut
dilakukan.
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan
takutnya.
Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat
ditujukan.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman. Rasional : Lingkungan yang
nyaman dapat mengurangi ansietas.
b. Post Operasi

1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

Tujuan : Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang

Kriteria Hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang
Skala nyeri 0-1
Ekspresi wajah terlihat rileks
Intervensi :
Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri.
Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam pengkajian.
Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi persepsi atau respon
nyeri.
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien untuk istirahat.
Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat istirahat.
Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.


Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan perbaikan usus.

Kriteria Hasil :
Tidak terjadi penurunan BB.
Klien tidak mual dan muntah
Intervensi :
Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan.
Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga mencegah terjadinya
aspirasi.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana pemenuhan nutrisi.
Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala sedikit fleksi
saat menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan mengurangi rasa nyeri
pada saat menelan.
Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasioanl : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan distress gaster.

3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.

Tujuan : Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi.


Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan leukosit.
Luka post operasi bersih
Interversi :
Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.
Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan menggunakan
sabun anti mikroba.
Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk mencegah
infeksi di rumah sakit.
Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi.
4) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah.
Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah
Kriteria Hasil :

Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk bayi


di rumah.
Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan pada klien.
Intervensi :
Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan.
Rasional : Agar keluarga dapat melakukannya.
Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan
perawat.
Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.
Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat.
Rasional : Dapat memberikan pengetahuan keluarga.
Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.
Rasional : untuk melatih pasien.
Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).

Rasional : Membantu klien memperlancar defekasi.


KESIMPULAN
Atresia ani, disebut juga anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi
kongenital dimana terjadi ketidaklengkapan perkembangan embrionik pada bagian
anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang
secara tetap pada daerah anus (Hidayat, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Cecily Lynn Betz. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatrik Ed 5. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Azis Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk


Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal


dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika

Você também pode gostar