Você está na página 1de 32

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjaun Umum Tentang Halusinasi

1. Definisi Halusinasi

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana

klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu

penerapan panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar. Halusinasi

adalah distorsi yang terjadi pada respon neurologika, mal adaptif tanpa

adanya rangsangan dari luar (Stuart, 2007). Suatu penghayatan yang

dialami suatu persepsi melalui panca indera tanpa stimulus ekstern,

persepsi palsu (Maramis, 2007). Halusinasi adalah keadaan dimana

seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola diri stimulus yang

mendekat yang diprakarsai secara internal atau eksternal disertai dengan

suatu pengurangan berlebihan distorsi atau kelainan berespon terhadap

stimulus. (Towsend, 2010)

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien

memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau

rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara

padahal tidak ada orang yang bicara (Herman, 2011).


8

2. Etiologi Halusinasi

a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi pada klien dengan halusinasi

menurut Herman (2011) adalah sebagai berikut :

1) Biologi Faktor biologis halusinasi berfokus pada faktor genetika,

faktor neuroanatomi dan neurokimia (struktur dan fungsi otak),

serta imunovirologi (respon tubuh terhadap suatu virus).

2) Psikologis Intelegensia kemampuan individu dalam menyelesaikan

konflik diri dengan menggunakan berbagai upaya koping yang

sesuai untuk mengurangi ketegangan menuju keseimbangan

kontinum.

3) Respon fisiologis Stimulasi sistem saraf otonom dan simpatik serta

peningkatan aktivitas hormon, tremor, palpitasi, peningkatan

motilitas.

4) Respon perilaku Bervariasi tergantung pada tingkat kecemasan,

dapat berupa isolasi diri atau agresif.

b. Faktor Presipitasi

1) Biologi Stressor biologis yang berhubungan dengan respon

neurologis maladaptif meliputi.

a) Gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak

yang mengatur proses informasi.

b) Abnormalitas pada mekanisme koping masuk dalam otak

(komunikasi saraf yang melibatkan elektrolit) yang


9

mengakibatkan ketidak mampuan untuk secara selektif

menanggapi stimulus.

2) Lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan

secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk

menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3) Pemicu gejala Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang

sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang

biasanya terdapat pada respon neurologis maladaptif yang

berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku

individu.

4) Penilaian stressor Model diatesis stress menjelaskan bahwa gejala

halusinasi muncul berdasarkan hubungan antara beratnya stress

yang dialami individu dan ambang toleransi terhadap stres internal.

Model ini penting karena mengintegrasikan faktor biologis,

psikologis, dan sosiobudaya dalam menjelaskan perkembangan

halusinasi.

5) Sumber koping Sumber koping individu harus dikaji dengan

pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan meliputi modal,

seperti intelegensi, atau kreativitas yang tinggi.

6) Mekanisme koping Perilaku yang mewakili upaya untuk

melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan

dengan respon neurologis maladaptif meliputi: regresi, proyeksi,

dan menarik diri.


10

3. Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang

berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini

merupakanpersepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat,

mampumengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan

informasiyang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan,

penciuman,pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan

suatu stimuluspanca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada. Diantara

kedua respontersebut adalah respon individu yang karena suatu hal

mengalami kelainanpersensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang

diterimanya, yangtersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika

interpresentasi yang dilakukanterhadap stimulus panca indera tidak sesuai

stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:

Adaptif Maladaptif

Respon Adaptif Distorsi pikiran Gejala pikiran

Respon logis Distorsi pikiran Delusi halusinasi

Persepsi akurat Perilaku aneh perilaku disgonisasi

Perilaku sesuai tidak sesuai Sulit berespon

Emosi sosial Menarik diri dengan pengalaman Emosi berlebihan

Bagan 2.1 Rentang Respon Neurobiologi.


11

4. Tahapan Halusinasi

Pathofisiologi halusinasi menurut Herman, (2011) berkembang

melalui 4 fase, yaitu sebagai berikut :

a. Fase comforting yaitu fase yang menyenangkan. Pada fase ini masuk

dalam golongan non psikotik. Karakteristik : klien mengalami stress,

cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak,

dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan

hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.

Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan

bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat

jika sedang asik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

b. Fase comdemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi

menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman

sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun,

dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang

tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan dia dapat

mengontrolnya. Perilaku klien: meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf

otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien

asyik dengan halusinasinya dan tidak dapat membedakan realitas.

c. Fase controling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi

berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik: bisikan,

suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol 7

klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.


12

Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian

hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien

berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.

Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik : halusinasinya berubah

menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi

takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara

nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien : Perilaku teror

akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik

diri dan kakatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks,

dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

5. Tanda-tanda halusinasi

Tanda-tanda halusinasi menurut Herman (2011) adalah sebagai berikut :

a. Data objektif

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu

4) Menutup telinga

5) Menunjuk-nunjuk kearah tertentu

6) Mulut komat-kamit

7) Ada gerakan tangan


13

b. Data subjektif

1) Mendengar suara atau kegaduhan.

2) Mendengar suara yang mencakup bercakap-cakap

3) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang

berbahaya

4) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau

suara lain yang membahayakan.

6. Penatalaksanaan Halusinasi

Penatalaksanaan halusinasi menurut Eko Prabowo (2014) adalah sebagai

berikut :

a. Farmakoterapi Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada

penderita skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai

diberi dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis tinggi

bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.

b. Terapi kejang listrik Terapi kejang listrik adalah pengobatan yang

menimbulkan kejang secara sepontan dengan melewatkan aliran listrik

melalui elektrode yang dipasang pada satu atau dua temple, terapi

kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan

dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi. Dosis terapi kejang listrik

4-5 joule/detik.

c. Psikoterapi dan Rehabilitasi Psikoterapi suportif individu atau

kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan

mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat. Selain itu terapi kerja


14

sangat baik untuk mendorong pasien bergaul dengan orang lain, pasien

lain, perawat, maupun dokter. Maksudnya supaya pasien tidak

mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang tidak baik.

Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama seperti

therapy modalitas yang terdiri dari :

1) Terapi Musik yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai

pasien. Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi.

2) Terapi Seni

Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai

pekerjaan seni.

3) Terapi menari

Fokus pada ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh.

4) Terapi relaksasi

Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok

Rasional : untuk koping atau perilaku mal’adaptif/deskriptif,

meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.

5) Terapi Sosial

Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain

6) Terapi Kelompok

a) Terapi group (kelompok terapeutik)

b) Terapi aktivitas kelompok (TAK)

c) TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi

Sesi 1 : Mengenal halusinasi


15

Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik

Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan minum obat

d) Terapi lingkungan

Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga

B. Tinjauan Tentang Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah

tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka

saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing –

masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon &

Maglaya, 1978 dalam Friedman, 2010). Keluarga adalah sekumpulan orang

dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk

menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan

fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga. Secara

dinamis individu yang membentuk sebuah keluarga dapat digambarkan

sebagai anggota dari kelompok masyarakat yang paling dasar, tinggal

bersama dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan antar individu

(Duvall & Logan, 1986 dalam Friedman, 2010)

Satu keluarga yang sehat akan menghasilkan individu dengan berbagai

keterampilan yang akan membimbing individu berfungsi dengan baik di

lingkungan mereka, termasuk lingkungan kerja meskipun individu tersebut


16

akan dipelajari melalui berbagai aktifitas/kegiatan yang dihubungkan

dengan kehidupan keluarga tempat individu berasal (Varcarolis, 2000)

2. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga secara umum didefinisikan sebagai hasil akhir atau

akibat dari struktur keluarga. Sedangkan fungsi dasar keluarga adalah untuk

memenuhi kebutuhan anggota keluarga itu sendiri dan masyarakat yang

lebih luas. Tujaun terpenting yang perlu dipenuhi keluarga adalah

menghasilkan anggota baru (fungsi reproduksi) dan melatih individu

tersebut menjadi bagian dari anggota masyarakat (fungsi sosialisasi)

(Kingsburg & Scanzoni, 1993 dalam Friedman, 2010).

Fungsi keluarga menjadi suatu perhatian ketika kita akan membahas

bagaimana kebutuhan dukungan yang dipersepsikan oleh keluarga dengan

beban keluarga yang mengalami halusinasi. Adapun fungsi keluarga

meliputi :

a. Fungsi afektif

Kebahagian keluarga diukur oleh kekuatan cinta keluarga (Dufall,

1977 dalam Friedman, 2010). Keluarga harus memenuhi kebutuhan

kasih sayang anggota keluarganya karena respon kasih sayang satu

anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya memberikan dasar

penghargaan terhadap kehidupan keluarga.

b. Fungsi sosialisasi

Sosialisai anggota keluarga adalah fungsi universal dan lintas

budaya yang dibutuhakan untuk kelangsungan hidup masyarakat


17

(Leslie & Korman, 1989 dalam Friedman, 2010). Sosialisasi merujuk

pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam keluarga

yang ditujukan untuk mendidik klien halusinasi tentang cara

menjalankan fungsi adaftif dalam lingkungan masyarakat, sehingga

klien yang mengalami halusinasi merasa diterima oleh lingkungan

sosial.

c. Fungsi reproduksi

Salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin

kontinuitas antar generasi keluarga dan masyarakat, yaitu menyediakan

anggota baru untuk masyarkat (Leslie & Korman, 1989 dalam

Friedman, 2010).

d. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi melibatkan penyedian keluarga akan sumber daya

yang cukup, ruang, dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui

proses pengambilan keputusan.termasuk ke dalam fungsi ekonomi yaitu

1) Mencari sumber – sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga

2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga

3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan keluarga

dimasa yang akan datang (pendidikan, dan jaminan hari tua)


18

e. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi peningkatan status kesehatan pada klien dengan halusinasi

dipenuhi oleh keluarga yang menyediakan makanan, pakaian, tempat

tinggal, perawatan kesehatan, dan perlindungan terhadap munculnya

bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga yang

paling relevan bagi perawat keluarga (caregivers).

3. Struktur Keluarga

Struktur keluarga terdiri atas bermacam – macam, diantaranya adalah :

a. Patrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui

jalur garis ayah.

b. Matrilinear adalah keluarga sedarah yang yang terdiri dari sanak

saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun

melalui jalur garis ibu.

c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah istri

d. Partilokal adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga

sedarah suami

e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi

pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri


19

4. Ciri – ciri struktur keluarga

Menurut carter (2010), ciri – ciri sruktur keluarga adalah :

a. Terorganisasi; saling berhubungan, saling ketergantungan antara

anggota keluarga.

b. Ada keterbatasan; setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka

juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya

masing- masing.

c. Ada perbedaan dan kekhususan; setiap anggota keluarga mempunyai

peranan dan fungsinya masing-masing.

5. Tipe/Bentuk Keluarga

Tipe dan bentuk keluarga terdiri atas :

a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri atas ayah,

ibu dan anak-anak.

b. Keluarga besar (Exstended Family) adalah keluarga inti ditambah

dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara

sepupu, paman, bibi dan sebagainya.

c. Keluarga berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri atas

wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu

keluarga inti.

d. Keluarga duda atau janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi

karena perceraian atau kematian.

e. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang

perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama.


20

f. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa

pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

Keluarga di Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar, karena

masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa hidup dalam

suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat (Effendy, 2012 )

6. Peranan Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,

sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

tertentu.Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola

perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang

terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :

a. Peranan ayah; ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan

sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,

sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta

sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peranan ibu; sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai

peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik

anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan

sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya,

disamping itu juga ibu berperan sebagai pencari nafkah tambahan

dalam keluarganya.
21

c. Peranan anak; anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai

dengan tingkatan perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan

spiritual (Effendy, 2012)

7. Tugas-Tugas Keluarga

Pada dasarnya tugas pokok keluarga ada delapan, yaitu :

a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan

kedudukannya masing-masing.

d. Sosialisasi antar anggota keluarga.

e. Pengaturan jumlah anggota rumah tangga.

f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

g. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih

luas.

h. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga

(Effendy, 2012).

8. Prinsip-Prinsip Perawatan Keluarga

Ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam

memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, adalah :

a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.

b. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat

sebagai tujuan utama.


22

c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai

peningkatan kesehatan keluarga.

d. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, perawat

melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan

masalah dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah

kesehatannya.

e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan

preventif dan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

f. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga

memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk

kepentingan kesehatan keluarga.

g. Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara

keseluruhan.

h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan perawatan

kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan

menggunakan proses keperawatan.

i. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan

keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan asuhan perawatan kesehatan

dasar/perawatan di rumah.

j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi

9. Karakteristik Sistem keluarga

Sistem adalah totalita komponen yang terdiri dari sub – sub komponen

yang saling berinteraksi, ketergantungan dan saling menentukan antara sub


23

– sub komponen untuk mencapai tujuan yaitu kelangsungan hidup dan

perkembangan sistem tediri dari serangkain unsur yang saling terkait, setiap

sistem dikenali sebagai suatu yang berbeda dari lingkungan tempatnya

muncul. Sistem keluarga termasuk sistem terbuka atau sistem sosial yang

hidup, terdiri dari beberapa sub -sub komponen/sistem yaitu pasangan

suami,istri, orang tua, anak kakak/adik (siblng), kakek-nenek- cucu dan

sebagainya. Semua sistem ini saling berinteraksi, saling ketergantungan dan

saling menentukan satu sama lain serta membentuk norma – norma atau

ketentuan – ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh anggota kelurga

tersebt. Biasanya norma ini dapat diturunkan dari generasi ke genersi,

sekaligus, merupakan saringan dari pengaruh lingkungan pada keluarga

tersebut.

Asumsi perspektif yang diterapkan pada sistem keluarga :

a. Sistem keluarga lebih besar dan berbeda dari jumlah bagiannya

b. Terdapat hirarki dalam sistem keluarga dan antara subsistem (misalnya

ibu-anak) dan keluarga serat komunitas.

c. Terdapat batasan dalam sistem keluarga dan batasan dapat terbuka,

tertutup atau acak.

d. Sistem keluarga mengalami peningkatan kompleksitas sepanjang waktu

yang terjadi guna memungkinankan kemampuan adapatasi, tolenransi

terhadap perubahan dan pertumbuhan melalaui deferensiasi yang lebih

besar.
24

e. Sistem keluarga berubah secara konstan sebagai respon terhadap stres

dan ketegangan dari lingkungan luar.

f. Hubungan sebab akibat dimodifikasi oleh umpan balik

g. Pola sistem keluarga terbentuk pola sirkular dan bukan liner

h. Sistem keluarga adalah satu keseluruhan yang terorganisir oleh individu

dalam keluarga menjadi saling tergantung dan berinteraksi

i. Sistem keluarga memiliki gambaran homeostasis untuk

mempertahankan pola stabil yang dapt bersifat adaptif atau maladaftif

Perspektif sistem keluarga mendorong perawat untuk melihat keluarga

sebagai anggota keluarga yang turut berfartisifasi dalm program

perawatan klien dengan halusinasi. Perawat yang menggunakan

perspektif ini mengkaji penagruh kondisi klien halusinasi dengan

keterbatasannya, terhadap keseluruhan sistem keluarga dan pengaruh

timbal balik keluarga terhadap kondisi halusinasi pada klien anggota

keluarga (Wright & Leahey, 2000 dalam Friedman, 2010)

10. Peran Pemberi Asuhan Keluarga (caregiver)

Caragiver adalah seseorang dalam keluarga yang memberikan

perawatan untuk orang lain yang sakit atau orang yang tidak mampu,

bahkan biasanya orang tersebut bergantung pada caregiver-nya. Caregiver

juga dapat didefinisikan sebagai individu yang sakit dan individu yang

memiliki keterbatasan lainnya dalam berbagai tingkat usia. Seseorang

caregiver bisa berasal dari anggota keluarga, teman, tenaga sukarela, ataupu

tenaga profesional yang mendapatkan bayaran. Caregiver dapat bekerja


25

penuh waktu atau paru waktu, tinggal bersama individu yang di bantunya

atau tinggal terpisah dari individu yang di bantunya (Friedman,2010)

Biegel, Sales dan Schultz (dalam Friedman,2010) merangkum

beberapa masalah psikososial yang muncul pada caregiver terkait

mekanisme koping karena bertambahnya beban dan kebutuhan anggota

keluarga yang mengalami keterbatasan. Masalah ini mencakup , koping

maladaftif denga perilaku merusak, keterbatasan aktifitas sosial dan waktu

luang, pelanggran privasi, gangguan pada rutinitas rumah tangga dan

pekerjaan, tuntunan peran ganda dan menimbulkan konflik kurangnya

dukungan dan bantuan dari anggota keluarga yang lain, gangguan pada

hubungan keluaga, dan kurangnya bantuan dari lembaga pelayanan

kesehatan dan lembaga professional (Friedman,2010).

C. Tinjaun Umum Tentang Kemampuan Keluarga

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup)

melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan,

kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). Kemampuan

(ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas

dalam suatu pekerjaan (Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009).

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam

menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas

dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut, Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge

(2009) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada


26

dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu :Kemampuan Intelektual

merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas

mental (berfikir, menalar dan memecahkan masalah) dan Kemampuan Fisik

merupakan kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina,

ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.

Perilaku manusia yang sangat kompleks dapat dibagi dalam 3 domain

yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Bloom, 1993 dalam Potter & Perry,

2003). Selanjutnya ketiga domain tersebut lebih dikenal sebagai pengetahuan,

sikap dan praktek.

1. Kemampuan kognitif

Kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan keluarga yang merujuk pada pikiran rasional, mempelajari fakta,

mengambil keputusan dan mengembangkan pemikiran (Craven, 2005).

Kognitif berhubungan dengan atau melibatkan kognisi. Sedangkan

kognisi merupakan kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan

(termasuk kesadaran, perasaan, dsb) atau usaha mengenali sesuatu melalui

pengalaman sendiri. Kemampuan kognitif adalah penampilan-penampilan

yang dapat diamati sebagai hasil-hasil kegiatan atau proses memperoleh

pengetahuan melalui pengalaman sendiri. Menurut Anas Sudijono (2006)

ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Robert

M. Gagne dalam W.S.Winkel (2003) juga menyatakan bahwa ”ruang

gerak pengaturan kegiatan kognitif adalah aktivitas mentalnya sendiri.”

Lebih lanjut Gagne menjelaskan bahwa ”pengaturan kegiatan kognitif


27

mencakup penggunaan konsep dan kaidah yang telah dimiliki, terutama

bila sedang menghadapi suatu problem.”

A.de Block dalam W.S. Winkel (2003) menyatakan bahwa, Ciri khas

belajar kognitif terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan

bentuk-bentuk representasi yang mewakili obyek-obyek yang dihadapi,

entah obyek itu orang, benda atau kejadian/peristiwa.Obyek-obyek itu

direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,

gagasan, atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat

mental.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

kemampuan kognitif adalah penampilan yang dapat diamati dari aktivitas

mental (otak) untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman

sendiri. Pengaturan aktivitas mental dengan menggunakan kaidah dan

konsep yang telah dimiliki yang kemudian direpresentasikan melalui

tanggapan, gagasan, atau lambang.

Benjamin S. Bloom dkk berpendapat bahwa taksonomi tujuan ranah

kognitif meliputi enam jenjang proses berpikir yaitu:

a. Pengetahuan (knowledge), adalah kemampuan seseorang untuk

mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang

nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa

mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan

atau ingatan ini merupakan proses berpikir yang paling rendah..


28

b. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk

mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan

diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang

sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik

dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan

atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan

menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang

kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau

hafalan.

c. Penerapan (application) adalah kesanggupan seseorang untuk

menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun

metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus,teori-teori dan

sebagainya, dalam situasi yang baru dan konkret. Aplikasi atau

penerapan ini adalah merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi

dari pemahaman.

d. Analisis (analysis), mencakup kemampuan untuk merinci suatukesatuan

kedalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan atau

organisasinya dapat dipahami dengan baik.

e. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau

menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang

lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagianbagian

atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. Sintesis

merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-


29

unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang

berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya

lebih tinggi setingkat dari analisis.

f.Evaluasi (evaluation) adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi

dalam ranah kognitif menurut Bloom. Penilaian atau evaluasi disini

merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan

terhadap suatu situasi, nilai, atau ide, misalnya jika seseorang

dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia akan mampu memilih satu

pilihan yang terbaik, sesuai dengan patokan atau kriteria yang ada.

2. Kemampuan afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.

Ranah afektif mencakup watak prilaku seperti perasaan, minat, sikap

emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat

diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan

kognitif tingkat tinggi. Ciri – ciri belajar afektif akan tampak pada peserta

didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi

ke dalam lima jenjang, yaitu :

a. Penerimaan (Receiving/attending) penerimaan atau receiving adalah

kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar

yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah. Situasi, gejala dan

lain – lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah : kesadaran,

dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi

gejala – gejala atau rangsangan yang dapat dari luar. Receiving atau
30

attenting juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk

memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek.

b. Tanggapan (Responding) tanggapan atau responding mengandung arti

adanya partisifasi aktif. Jadi kemampuan menanggapi adalah

kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikuti sertakan

dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi

terhadapnya salah satu cara, jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang

receiving.

c. Penghargaan (Valuing) menilai atau menghargai artinya memberikan

nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek.

Dalam kaitan dalam proses belajar, peserta tidak hanya mau menerima

nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai

konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang

telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan itu adalah

baik maka ini berarti bahwa peserta telah menjalani proses penilaian

d. Pengorganisasian (Organization) mengatur atau mengorganisasikan

artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru

yang universal. Yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau

mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu

sistem organisasi. Termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan

nilai lain. Pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.

e. Karakterisasi berdasarkan nilai – nilai (Characterization by a value or

value complex) ini mengacu pada karakter dan daya hidup seseorang.
31

Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi,

sosial dan emosi jiwa. Yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah

dimilki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kpribadian dan

tingkah lakunya. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada

sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Pada jenjang ini peserta

telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk

waktu yang lama, sehingga membentuk karakteristik pola hidup tingkah

lakunya, menjadi lebih konsisten, menetap dan lebih mudah

diperkirakan.

3. Kemampuan Psikomotorik

Keterampilan motorik (motor skills) berkaitan dengan serangkaian

gerak-gerik jasmaniah dalam urutan tertentu dengan mengadakan

koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.

W.S.Winkel (2003) memaparkan: “Biarpun belajar keterampilan motorik

mengutamakan gerakan-gerakan seluruh otot, urat-urat dan persendian

dalam tubuh, namun diperlukan pengamatan melalui alat-alat indera dan

pengolahan secara kognitif yang melibatkan pengetahuan dan

pemahaman”.

Keterampilan motorik tidak hanya menuntut kemampuan untuk

merangkaian gerak jasmaniah tetapi juga memerlukan aktivitas

mental/psychis (aktivitas kognitif) supaya terbentuk suatu koordinasi

gerakan secara terpadu, sehingga disebut kemampuan psikomotorik.Lebih

lanjut W.S. Winkel (2003) menjelaskan bahwa dalam belajar keterampilan


32

motorik terdapat dua fase, yakni fase kognitif dan fase fiksasi; Selama

pembentukan prosedur diperoleh pengetahuan deklaratif (termasuk

pengetahuan prosedural seperti konsep dan kaidah dalam bentuk

pengetahuan deklaratif) mengenai urutan langkah-langkah opersional atau

urutan yang harus dibuat.Inilah yang di atas yang disebut “fase kognitif”

dalam belajar keterampilan motorik.Kemudian rangkaian gerak-gerik

mulai dilaksanakan secara pelan-pelan dahulu, dengan dituntun oleh

pengetahuan prosedural, sampai semua gerakan mulai berlangsung lebih

lancar dan akhirnya keseluruhan urutan gerak-gerik berjalan sangat

lancar.Inilah yang disebut “fase fiksasi”, yang baru berakhir bila program

gerak jasmani berjalan otomatis tanpa disertai taraf kesadaran yang tinggi.

W.S.Winkel (2003) juga kemudian mengklasifikasikan ranah

psikomotorik dalam tujuh jenjang, sebagai berikut:

a. Persepsi (perception), mencakup kemampuan untuk mengadakan

diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan

perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing

rangsangan.

b. Kesiapan (set), mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya

dalam keadaan akan memulai gerakan atau rangkaian gerakan.

c. Gerakan terbimbing (guided response), mencakup kemampuan untuk

melakukan suatu rangkaian gerak-gerik sesuai dengan contoh yang

diberikan (imitasi).
33

d. Gerakan yang terbiasa (mechanical response), mencakup kemampuan

untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar karena

sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan lagi contoh yang

diberikan.

e. Gerakan yang kompleks (complex response), mencakup kemampuan

untuk melaksanakan suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa

komponen dengan lancar, tepat dan efisien.

f.Penyesuaian pola gerakan (adjustment), mencakup kemampuan untuk

mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan

kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan

yang telah mencapai kemahiran.

g. Kreativitas (creativity), mencakup kemampuan untuk melahirkan

polapola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan

inisiatif sendiri.

D. Tinjaun Umum Tentang Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan

Keluarga

Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan

adil mungkin ada. Sementara dalam keluarga kelas bawah. Adapun faktor–

faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga meliputi :

1. Status Ekonomi

Status ekonomi merupakan posisi yang di tempati individu atau

keluarga yang berkenaan dengan ukuran rata – rata yang umum berlaku

tentang kepemilikan kultural, pendapatan efektif, pemelikan barang dan


34

partisipasi dalam aktifitas kelompok dari komunitasnya. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa status sosial ekonomi adalah tinggi rendahnya prestise

yang dimiliki seseorang berdasarkan kedudukan yang dipegangnya dalam

suatu masyarakat berdasarkan pada pekerjaan untuk memenuhi

kebutuhannya atau keadaan yang menggambarkan posisi atau kedudukan

suatu keluarga masyarakat berdasarkan kepemilikan materi.

Status ekonomi seseorang berpengaruh dalam kehidupan

bermasyarakat, pekerjaan, pendidikan dan lain – lain. Kedudukan atau

status berarti posisi atau tempat seseorang dalam sebuah kelompok sosial.

Makin tinggi kedudukan seseorang maka makin mudah pula dalam

memperoleh fasilitas yang diperlukan dan diinginkan.

Faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga lainnya adalah

faktor ekonomi keluarga klien halusinasi. Faktor ekonomi disini meliputi

tingkat pendapatan atau penghasilan keluarga klien, semakin tinggi tingkat

ekonomi keluarga akan lebih memberikan dukungan dan pengambilan

keputusan dalam merawat anggota klien halusinasi. Keluarga dengan kelas

sosial ekonomi yang berlebih secara finansial akan mempunyai tingkat

dukungan keluarga yang memadai, penghasilan keluarga merupakan salah

satu wujud dari dukungan istrumental yang digunakan dalam mencari

pelayanan kesehatan jiwa dalam merawat anggota keluarga dengan riwayat

halusinasi (Friedman,2010).
35

Chiristoper dalam Sumardi (2004) mendefenisikan pendapatan

berdasarkan kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh seseorang

dalam bentuk gaji, upah sewa,bunga, laba dan lainnya.

Berdasarkan penggolongan BPS (Badan Pusat Statistik)

membedakan pendapatan penduduk menjadi 2 golongan yaitu :

a. Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata – rata Rp.

1.000.000 dan lebih dari 1.000.000

b. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata – rata dibawah

Rp. 1.000.000

2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba.Sebagian besar, pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2011).

Salah satu faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga terbentuk

oleh variabel pengetahuan, latar belakang pendidikan dan penagalaman

masa lalu. Tingkat pendidikan merupakan indikator bahwa seseorang telah

mencaapi jenjang pendidikan formal tertentu, seseorang dengan pendidikan

yang baik akan memiliki pemahaman yang baik terhadap suatu

permasalahan, sehingga akan lebih mudah untuk menerima pengaruh dari

luar baik yang posotif maupun negatif, obyektif dan lebih terbuka terhadap

berbagai informasi termasuk informasi kesehatan dalam memberikan

dukungan keluarga (Notoatmodjo, 2010).


36

Pendidikan keluarga sangat menunjang dalam memberikan dukungan

keluarga, pendidikan keluarga yang tinggi dapat mengetahui kebutuhan

anggota keluarganya sehingga keluarganya akan memberikan dukungan

support, masukan, memberikan bimbingan dan saran yang berkualitas

(Puspitasari, 2012).

Keliat (2010) daalm penelitiannya tentang pembedayaan klien dan

keluarga dalam klien skizofrenia dan halusinasi di Rumah sakit Jiwa Pusat

Bogor. Menyimpulkan peran dan fungsi keluarga salah satunya adalah

keluarga memberikan perawatan kesehatan melalui pendidikan, keluarga

yang mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan dukungan keluarga

bai dukungan informasi cara merawat anggota keluarga dengan riwayat

halusinasi.

3. Beban keluarga

Pada keluarga dengan gangguan jiwa, stressor yang di hadapi berbeda

dengan keluarga dengan masalah kesehatan lainnya. Selain berkaitan

dengan biaya yang di keluarkan untuk perawatan, ketidakmampuan klien

dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari juga pada stigma masyarakat

pada klien gangguan jiwa. Stressor yang dialami oleh keluarga dengan

gangguan jiwa sering dikenal dengan beban keluarga. Gangguan jiwa

memberikan efek pada keluarga dari klien (Saunders, 1999 dalam Stuart &

Larain, 2005), disebut dengan beban keluarga (family burden). Menurut

mohr (2006), beban keluarga diartikan sebagai stress atau efek dari klien

gangguan jiwa terhadap keluarganya.


37

Gangguan jiwa juga dapat dampak negatif pada keluarga. (Doornbos,

2000 dalam Stuart & Laraia, 2005) yaitu meningkatnya konflik dan stress

keluarga, saling menyalahkan satu sama lain, kesulitan untuk mengerti dan

menerima keluarganya yang sakit, meningkatnya emosi ketika berkumpul

dan kehilangan energi, waktu, uang untuk merawat anggota keluarganya.

Pembagian beban keluarga juga disampaikan oleh Mohr (2006) yaitu

bahwa beban keluarga terbagi atas tiga yaitu sebagai berikut :

a. Beban obyektif

Beban obyektif adalah masalah yang berhubungan dengan

pelaksanaan perawatan klien, yang meliputi : tempat tinggal, makanan,

transportasi, pengetahuan, keuangan, intervensi krisis. Keluarga

memerlukan biaya untuk klien di rumah sakit, mengantarkannya berobat.

Hal ini semakin meningkat jika berlangsung lama.

b. Beban subyektif

Beban subyektif adalah masalah yang berhubungan dengan

kehilangan, takut, merasa bersalah, marah dan perasaan negatif lainnya

yang dialami oleh keluarga sebagai respon terhadap anggota keluarga

yang gangguan jiwa. Perasaan kehilangan timbul karena menganggap

bahwa masa depan keluarga dan klien seolah telah berakhir. (Willick,

1994 dalam Mohr, 2006). Perasaan takut, meliputi takut akan kehilangan

hartanya untuk mengobati anggota keluarganya yang menderita

gangguan jiwa. Perasaan lain adalah perasaan marah terhadap diri

sendiri, marah terhadap keluarga, bahkan terhadap Tuhan, (Mohn, 2006).


38

c. Beban Iatrogenik

Beban yang tidak kalah pentingnya adalah beban iatrogenik yaitu

beban yang disebabkan karena tidak berfungsinya sistem pelayanan

kesehatan jiwa yang tidak mengetahui teori keluarga. Beban iatrogenik

itu meliputi tentang pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan :

dokter, perawat, farmasi, gizi, pelayanan dari tenaga penunjang lainnya.

Hal ini mengakibatkan proses pengobatan dan pemulihan tidak berjalan

sesuai yang di harapkan.

Você também pode gostar

  • Nia
    Nia
    Documento4 páginas
    Nia
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • LP HS
    LP HS
    Documento14 páginas
    LP HS
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Kimia Medisinal 2
    Kimia Medisinal 2
    Documento12 páginas
    Kimia Medisinal 2
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Nia
    Nia
    Documento4 páginas
    Nia
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Askep Ruptur Uteri
    Askep Ruptur Uteri
    Documento7 páginas
    Askep Ruptur Uteri
    Ignas Ngefak Kalli
    Ainda não há avaliações
  • Askep Thipoid
    Askep Thipoid
    Documento4 páginas
    Askep Thipoid
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Documento31 páginas
    Laporan Pendahuluan
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Cengkeh
    Cengkeh
    Documento23 páginas
    Cengkeh
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Aspek Internal Perusahaan
    Aspek Internal Perusahaan
    Documento11 páginas
    Aspek Internal Perusahaan
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • AnemiaLaporanPendahuluan
    AnemiaLaporanPendahuluan
    Documento4 páginas
    AnemiaLaporanPendahuluan
    Sitti Maulida Baharuddin
    0% (1)
  • Bab II Tinjauan Teoritis Umrah
    Bab II Tinjauan Teoritis Umrah
    Documento25 páginas
    Bab II Tinjauan Teoritis Umrah
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Finis
    Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Finis
    Documento62 páginas
    Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Finis
    Nurul Husni
    Ainda não há avaliações
  • LP Neuroblastoma
    LP Neuroblastoma
    Documento22 páginas
    LP Neuroblastoma
    manny syam
    Ainda não há avaliações
  • Bab 2
    Bab 2
    Documento35 páginas
    Bab 2
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Askep Thipoid
    Askep Thipoid
    Documento10 páginas
    Askep Thipoid
    arifin23
    100% (3)
  • LP Post Partum
    LP Post Partum
    Documento12 páginas
    LP Post Partum
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • ANALISA SINTESA Injeksi
    ANALISA SINTESA Injeksi
    Documento1 página
    ANALISA SINTESA Injeksi
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan A. Konsep Medik 1. Definisi
    Laporan Pendahuluan A. Konsep Medik 1. Definisi
    Documento17 páginas
    Laporan Pendahuluan A. Konsep Medik 1. Definisi
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Pemeriksaan TTV
    Pemeriksaan TTV
    Documento1 página
    Pemeriksaan TTV
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • ANALISA Infus
    ANALISA Infus
    Documento3 páginas
    ANALISA Infus
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • LP Ruptur Uteri
    LP Ruptur Uteri
    Documento29 páginas
    LP Ruptur Uteri
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • ANALISA SINTESA O2
    ANALISA SINTESA O2
    Documento3 páginas
    ANALISA SINTESA O2
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • 16.bab Ii
    16.bab Ii
    Documento30 páginas
    16.bab Ii
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • LP Hiv
    LP Hiv
    Documento14 páginas
    LP Hiv
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan I. Konsep Dasar Medik A. Pengertian
    Laporan Pendahuluan I. Konsep Dasar Medik A. Pengertian
    Documento21 páginas
    Laporan Pendahuluan I. Konsep Dasar Medik A. Pengertian
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • Askep CKD
    Askep CKD
    Documento17 páginas
    Askep CKD
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • LP Peritonitis
    LP Peritonitis
    Documento23 páginas
    LP Peritonitis
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações
  • LP Neuroblastoma
    LP Neuroblastoma
    Documento22 páginas
    LP Neuroblastoma
    manny syam
    Ainda não há avaliações
  • LP Peritonitis
    LP Peritonitis
    Documento23 páginas
    LP Peritonitis
    Inna Riznaa
    Ainda não há avaliações