Você está na página 1de 22

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

Ceramah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Dr. Pirngadi Medan

Disusun oleh:
Angelin Putri Gozali 130100379
David 130100244
Ella Finarsih 130100008
Erwin K. Simangunsong 130100251
Kavin Maalan 130100470
Vina Andita Harahap 130100110

Pembimbing
dr. Aswar Aboet, Sp.OG (K)

Mentor
dr. Dian Riani Siregar

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSU DR. PIRNGADI
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan bahan ceramah ini
dengan judul “Perdarahan Pasca Persalinan”.
Penulisan bahan ceramah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Obstetri & Ginekologi di RSU dr.
Pirngadi Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dokter
pembimbing kami, dr. Aswar Aboet, Sp.OG (K) dan kepada mentor kami,
dr.Dian Riani Siregar yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak
masukan dalam penyusunan bahan ceramah ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan bahan ceramah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasa, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan bahan ceramah
selanjutnya.
Semoga bahan ceramah ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.

Medan, April 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................3


2.1 Perdarahan Pasca Persalinan .................................................................................. 3
2.2 Etiologi .......................................................................................................................... 3
2.3 Diagnosis ....................................................................................................................... 7
2.4 Penilaian dan Manajemen Faktor Risiko ............................................................. 8
2.5 Pencegahan Perdarahan Pasca Persalinan ........................................................ 12
2.6 Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan ........................................................ 13
2.7 Komplikasi ................................................................................................................. 16

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................. 18


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jika kita berbicara tentang persalinan sudah pasti berhubungan dengan
perdarahan, karena semua persalinan baik pervaginam ataupun perabdominal
(section caesarea ) selalu disertai perdarahan. Pada persalinan pervaginam
perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun sesudah persalinan. Pendarahan
pascapersalinan adalah pendarahan yang masif yang berasal dari tempat
implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir, dan jaringan sekitarnya, dan
merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping pendarahan karena hamil
ektopik dan abortus.1
Perdarahan pasca-salin (PPS)/ postpartum haemorrhage (PPH) merupakan
penyebab terbesar kematian ibu di seluruh dunia dengan prevalensi sekitar 6 %.
Afrika memiliki prevalensi tertinggi yaitu sekitar 10,5 %. Afrika dan Asia yang
memiliki angka kematian ibu yang paling tinggi, 30 % dari seluruh penyebab
kematian ibu di kedua benua tersebut adalah PPS.2 Salah satu target Millenium
Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI)
sebesar tiga perempatnya pada tahun 2015. Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia saat ini telah berhasil diturunkan dari 307/100.000 kelahiran hidup
(KH) pada tahun 2002 menjadi 228/ 100.000 KH pada tahun 2007. 3 Sayangnya,
pada tahun 2012, AKI mengalami kenaikan menjadi 359 per 100.000 penduduk
atau meningkat sekitar 57% dibandingkan dengan tahun 2007 yang hanya 228 per
100.000 penduduk.4 Oleh karena itu, masih diperlukan upaya keras untuk
mencapai target RPJMN 2010-2014 yaitu 118/100.000 KH pada tahun 2014 dan
Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals), yaitu AKI
102/100.000 KH pada tahun 2015.3
Frekuensi pendarahan pasca persalinan yang dilaporkan Mochtar, R. Dkk.
Di RS Pirngadi Medan adalah 5,1 % dari seluruh persalinan. Dari laporan –
laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang, angka kejadian
berkisar antara 5 - 15%. Berdasarkan penyebabnya atonia uteri (50 – 60 %), sisa
1
plasenta (23 – 24 %), retensio plasenta (16 – 17 %), laserasi jalan lahir (4 – 5 %),
kelainan darah (0,5 – 0,8 %).5
Selain mortalitas maternal, morbiditas maternal akibat kejadian PPS juga
cukup berat, sebagian bahkan menyebabkan cacat menetap berupa hilangnya
uterus akibat histerektomi. Morbiditas lain diantaranya anemia, kelelahan, depresi,
dan risiko tranfusi darah. Histerektomi menyebabkan hilangnya kesuburan pada
usia yang masih relatif produktif sehingga dapat menimbulkan konsekuensi sosial
dan psikologis. Selain itu, telah diketahui bahwa PPS yang masif dapat
mengakibatkan nekrosis lobus anterior hipofisis yang menyebabkan Sindroma
Sheehan’s.4
Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.
Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan
komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre
eklampsia/eklampsia, infeksi, persalinan macet dan abortus. Penyebab tidak
langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil
seperti EMPAT TERLALU (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan
dan terlalu dekat jarak kelahiran) sebanyak 22.5%, maupun yang mempersulit
proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas seperti TIGA
TERLAMBAT (terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan,
terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan
kegawatdaruratan).3
Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu hamil terhadap
pelayanan antenatal adalah cakupan K1 - kontak pertama dan K4 - kontak 4 kali
dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, sesuai standar. Secara
nasional angka cakupan pelayanan antenatal saat ini sudah tinggi, K1 mencapai
94,24% dan K4 84,36%. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka
pelayanan antenatal di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dan praktik
perorangan/kelompok perlu dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu,
mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Pasca Persalinan


Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi 500 cc pada
persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 cc pada sectio cesareani dalam 24 jam
setelah anak lahir atau sesudah lahirnya plasenta.1,2,4,5
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian : 1,4,5
a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah anak lahir.
Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retensi plasenta, sisa plasenta dan robekan
jalan lahir. Seringnya perdarahan terjadi pada 2 jam pertama.
b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama sampai 6 minggu setelah
anak lahir.

2.2 Etiologi
1. Tonus : Atonia uteri. 1,4,5,6,7,8
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.6
Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak perdarahan pasca
persalinan, mungkin sekitar 70% kasus. Pada kondisi ini otot polos uterus gagal
berkontraksi untuk menjepit pembuluh darah spiral di tempat perlengketan
plasenta sehingga perdarahan terjadi sangat cepat. Kecepatan aliran darah pada
uterus aterm diperkirakan 700 ml per menit sehingga dapat dibayangkan
kecepatan darah yang hilang.6
Saat plasenta masih menempel, volume darah yang mengalir kurang lebih
500-800 ml per menit, kemudian setelah terjadi pemisahan, seharusnya kontraksi
dan retraksi yang efisen oleh otot uterus menyumbat aliran tersebut dan mencegah
perdarahan terjadi.
3
Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal ataupun persalinan
abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih tinggi
pada persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal. Sebuah studi
kohort melaporkan insidensi atonia uteri setelah operasi sesar primer adalah 6%.
Faktor –faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah sebagai berikut : 7
 Uterus yang teregang berlebihan : Kehamilan kembar, anak sangat besar (BB
> 4000 gram) dan polihidramnion
 Kehamilan lewat waktu
 Partus lama
 Grande multipara
 Penggunaan uterus relaxants (Magnesium sulfat)
 Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia )
 Perdarahan antepartum (Plasentaprevia atau Solutio plasenta)
 Riwayat perdarahan postpartum
 Obesitas
 Umur > 35 tahun
 Tindakan operasi dengan anestesi terlalu dalam
Atonia uteri dapat dicegah dengan Manajemen aktif kala III, yaitu:8
o Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir
o Melakukan penegangan tali pusat terkendali
o Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap
berkontraksi
2. Trauma : Robekan jalan lahir 1,4,5,6,7,8,9,10,11
Adanya robekan jalan lahir merupakan 20% penyebab perdarahan post
partum. Yang termasuk robekan jalan lahir antara lain robekan pada leher rahim
dan atau vagina , episiotomi, dan robekan perineum spontan.
Faktor risiko robekan jalan lahir antara lain:
 Episiotomi
 Penggunaan forcep atau vakum
 Adanya varises vulva

4
 Primipara
 Makrosomia janin
Umunya semua luka yang panjangnya lebih dari dua sentimeter atau yang
terus mengeluarkan darah banyak akan dijahit. Bila selama persalinan tidak
digunakan anastesi maka akan diberikan anastesi lokal sebelum penjahitan.
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
cepat dan tidak terkendali.3 Cedera selama kelahiran merupakan penyebab
perdarahan postpartum kedua terbanyak ditemukan. Selama kelahiran
pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina dapat terjadi secara spontan tetapi
lebih sering ditemukan setelah penggunaan forsep atau ekstraktor vakum. Dinding
pembuluh darah dalam jalan lahir mengembang selama kehamilan dan dapat
terjadi perdarahan yang banyak. Laserasi terutama cenderung terjadi pada t
perineum, di daerah periuretral, dan pada iskiadikus spinalis disepanjang aspek-
aspek posterolateral vagina. Serviks dapat menyebabkan laserasi pada dua sudut
lateral sementara terjadi dilatasi yang cepat dalam tahap pertama persalinan.9

a. Klasifikasi Klinis
i) Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin
dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlalu kuat
dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak
janin serta melemahkan otot-otot maupun fasia pada dasar panggul karena
diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang
daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang
lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan
dengan pembedahan vaginal. Apabila mukosa vagina, komisura posterior, kulit

5
perineum yang robek dinamakan robekan perineum tingkat satu. Pada robekan
tingkat dua, mukosa vagina, komisura posterior. Kulit perineum dan otot
perineum. dan pada robekan tingkat tiga sampai pada otot spinter Sedangkan
robekan tingkat empat, bisa sampai mukosa rectum.10
ii) Robekan dinding vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
seberapa sering terdapat. Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi
lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih apabila
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat
pada pemeriksaan dengan spekulum. Perdarahan biasanya banyak, tetapi mudah
diatasi dengan jahitan.11
iii) Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks
seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan serviks biasanya terdapat di pinggir samping serviks bahkan kadang-
kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka parametrium. Robekan
yang sedemikian dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang besar dan
menimbulkan perdarahan yang hebat. Robekan semacam ini biasanya terjadi pada
persalinan buatan; ekstraksi dengan forsep; ekstraksi pada letak sungsang, versi
dan ekstraksi, dekapitasi, perforasi, dan kranioklasi terutama jika dilakukan pada
pembukaan yang belum lengkap. 11
3. Tissue : Retensio Plasenta, Sisa Plasenta 1,4,5,6,7,8,9,10,11,12
Retensi plasenta biasanya didefinisikan sebagai plasenta tidak lahir setelah
30 menit, yang kejadiannya kurang dari 3% pada persalinan vaginal. Waktu rata-
rata lepasnya plasenta dari persalinan adalah 8-9 menit. Semakin lama kala 3
berlangsung maka risiko pendarahan pasca persalinan menjadi semakin tinggi
dengan peningkatan yang tajam setelah 18 menit. Plasenta yang lahir lebih dari 30
menit memiliki risiko mengalami pendarahan pasca persalinan 6 kali lipat
dibanding persalinan normal.
Retensi plasenta terjadi 10% dari persalinan dan akan menimbulkan
perdarahan post partum. Sebagian besar retensi plasenta dapat diambil secara
6
manual, tetapi kadangkala pada kasus plasenta akreta, inkreta, perkreta maka perlu
penanganan lebih khusus.
Secara anatomis, penyebab terjadinya retensio plasenta adalah :
a) Plasenta Acreta, dimana vili choriales menanamkan diri lebih dalam ke
dalam dinding rahim.
b) Plasenta Increta, dimana vili choriales sampai masuk ke dalam lapisan otot
rahim.
c) Plasenta Percreta, dimana vili choriales menembus lapisan otot dan
mencapai serosa atau menembusnya
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi
potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi
harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus
dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan.12
4. Trombin : Gangguan koagulasi 1,4,5,6,7,8,9,10,11
Perdarahan post partum dapat terjadi kaibat adanya gangguan koagulasi.
Penyakit-penyakit keturunan atau didapat yang menyebabkan gangguan koagulasi
antara lain:
 Hipofibrinogen
 Trombositopeni
 Idiopathic Trombocytopenic Purpura (kelainan autoimun)
 Penyakit von Willebrand (gangguan pada factor VIII)
 Penyakit Hemophilia (gangguan produksi faktor pembekuan darah)
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand
dan ITP.

2.3 Diagnosis
o Berdasarkan gejala klinis
- Perdarahan >500 cc pada persalinan pervaginam dan > 1000 cc pada
persalinan perabdominal
7
- Perdarahan tidak dapat terkontrol
- Darah berwarna merah segar ataupun merah pekat dan bergumpal
- Perdarahan terjadi setelah anak lahir ataupun setelah plasenta lahir
o Palpasi uterus
- Fundus uteri tinggi diatas pusat, uterus lembek, kontraksi uterus tidak
baik merupakan tanda atonia uteri
o Memeriksa plasenta dan ketuban
- Plasenta dan ketuban, apakah lengkap atau tidak kotiledon atau
selaput ketubannya.
o Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari (manual eksplorasi dengan
tangang maupun USG) :
- Sisa plasenta dan ketuban
- Robekan rahim
- Plasenta suksenturiata
o Inspekulo
- Untuk melihat robekan pada servix, vaginal, perineum, dan varises
yang pecah
o Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan meliputi Hb, HCT, kadar fibrinogen, tes hemoragik dan
lain-lain.
Kehilangan banyak darah pada perdarahan post partum dapat menimbulkan tanda-
tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan
kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain, Namum perdarahan hanyalah gejala,
haruslah diketahui penyebabnya dan ditatalaksana sesuai penyebabnya.

2.4 Penilaian dan Manajemen Faktor Risiko


Faktor risiko PPS dapat muncul saat antepartum maupun intrapartum dan
asuhan harus dimodifikasi saat faktor risiko tersebut terdeteksi. Praktisi harus
menyadari risiko PPS dan menjelaskan hal ini pada saat konseling mengenai
pemilihan tempat persalinan yang penting untuk kesejahteraan dan keselamatan
ibu dan bayi.4
8
Tabel 2.1 Faktor Risiko Pendarahan Pasca Salin 4
Pelayanan kesehatan pada ibu hamil tidak dapat dipisahkan dengan
pelayanan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
Kualitas pelayanan antenatal yang diberikan akan mempengaruhi kesehatan ibu
hamil dan janinnya, ibu bersalin dan bayi baru lahir serta ibu nifas.
Dalam pelayanan antenatal terpadu, tenaga kesehatan harus dapat
memastikan bahwa kehamilan berlangsung normal, mampu mendeteksi dini
masalah dan penyakit yang dialami ibu hamil, melakukan intervensi secara
adekuat sehingga ibu hamil siap untuk menjalani persalinan normal.3
Setiap kehamilan, dalam perkembangannya mempunyai risiko mengalami
penyulit atau komplikasi. Oleh karena itu, pelayanan antenatal harus dilakukan

9
secara rutin, sesuai standar dan terpadu untuk pelayanan antenatal yang
berkualitas. Pelayanan antenatal terpadu dan berkualitas secara keseluruhan
meliputi hal-hal sebagai berikut:3
a. Memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi agar kehamilan
berlangsung sehat
b. Melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan
c. Menyiapkan persalinan yang bersih dan aman
d. Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika
terjadi penyulit/komplikasi
e. Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila
diperlukan
f. Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga kesehatan dan
gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi
penyulit/komplikasi

Gambar 2.1 Kerangka konsep antenatal komprehensif dan terpadu3

10
Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus
Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri dari:3
1) Timbang berat badan
2) Ukur lingkar lengan atas (LiLA).
3) Ukur tekanan darah.
4) Ukur tinggi fundus uteri
5) Hitung denyut jantung janin (DJJ)
6) Tentukan presentasi janin
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala,
atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul
sempit atau ada
masalah lain.
7) Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
8) Beri tablet tambah darah (tablet besi),
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet
zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama.
9) Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi:
a. Pemeriksaan golongan darah,
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk
mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon
pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi
kegawatdaruratan.
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
c. Pemeriksaan protein dalam urin (atas indikasi)
d. Pemeriksaan kadar gula darah (atas indikasi)
e. Pemeriksaan darah Malaria di daerah endemis
f. Pemeriksaan tes Sifilis pada ibu berisiko tinggi
g. Pemeriksaan HIV pada ibu berisiko tinggi
11
h. Pemeriksaan BTA pada ibu yang dicurigai menderita TB.
No Jenis Pemeriksaan Trimester I Trimester II Trimester III Keterangan
1 Keadaan Umum     Rutin
2 Suhu Tubuh    Rutin
3 Tekanan Darah    Rutin
4 Berat Badan    Rutin
5 LILA  Rutin
6 TFU   Rutin
7 Presentasi Janin   Rutin
8 DJJ   Rutin
9 Pemeriksaan Hb   Rutin
10 Golongan Darah  Rutin
11 Protein Urin * * * Atas Indikasi
12 Gula Darah/Reduksi * * * Atas Indikasi
13 Darah Malaria * * * Atas Indikasi
14 BTA * * * Atas Indikasi
15 Darah Sifilis * * * Atas Indikasi
16 Serologi HIV * * * Atas Indikasi
17 USG * * * Atas Indikasi
Tabel 2.2 Jenis Pemeriksaan Pelayanan Antenatal Terpadu 3

2.5 Pencegahan Perdarahan Pasca Persalinan


Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah
atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan
terjadi perdarahan adalah penting. 1,4,5,9
a. Pencegahan pada masa kehamilan
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah
dimulai sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik. Mencegah atau
sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang dicurigai akan terjadi
perdarahan yang dapat dilakukan dengan antenatal care dengan baik, seperti
menangani anemia dalam kehamilan adalah penting.
b. Persiapan persalinan
Sebelum dilakukan persalinan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan keadaan
umum dan keadaan fisik pasien. Persiapkan darah untuk transfusi apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan.

12
c. Persalinan
Setelah bayi lahir dapat dilakukan massage uterus dengan arah gerakan
circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan
baik. Massage dengan lembut dan tidak berlebihan.
d. Kala III dan IV
Uterotonika dapat diberikan segera setelah bahu depan bayi dilahirkan, hal
ini terbukti mengurangi kejadian post partum sebanyak 40%. Umumnya plasenta
akan terlepas dengan sendirinya 5 menit setalah bayi lahir, namun apabila plasenta
sudah tampak keluar dari vagian, selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan
cara menarik tali pusat secara hati-hati dan perlahan. Segera periksa kelengkapan
plasenta setelah plasenta lahir. Lakukan pemerisaan secara teliti untuk mencari
adanya perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan.

2.6 Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan


Secara garis besar, penanganan dilakukan tergantung dari etiologinya.
Penanganan perdarahan pasca persalinan antara lain: 1,4,5,9
1. Hentikan perdarahan
2. Cegah/ atasi syok
3. Ganti darah yang hilang : diberi infus cairan (larutan garam fisiologis,
plasma ekspander dan sebagainya), transfusi darah,berikan oksigen bila perlu

13
Gambar 2.2 Bagan penanganan pendarahan pasca persalinan4

Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Persalinan : 1,4,5,9


a. Atonia uteri
1. Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU
dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin i.v., yang dapat diulang
4 jam kemudian, suntikan prostaglandin.
2. Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus

14
3. Kompresi bimanual

Gambar 2.2 Kompresi Bimanual 1,4,5,9


4. Tampon utero-vaginal secara legeartis, tampon diangkat 24 jam
kemudian.
5. Tindakan operatif :
 Ligasi arteri uterina
 Ligasi arteri hipogastrika
 Histerektomi
b. Sisa plasenta
1. Apabila dijumpai ada sisa plasenta, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
dilatasi dan kuret
2. Bila Hb 8 gr% berikan tranfusi atau berikan sulfat ferrous 600 mg per hari
c. Trauma jalan lahir dan ruptur uteri
1. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan
2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan beri larutan antiseptik
3. Jepit dan klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap
4. Pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah
dasar luka
5. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.
6. Jika ditemukan hematom jalan lahir, dilakukan insisi dan drainase. Apabila
hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri,
cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.

15
d. Gangguan koagualasi
Jika diketahui penyebab perdarahan berkaitan dengan gangguan koagulasi
maka pemberian penggati produk darah dapat dilakukan seperti transfusi
trombosit ataupun pemberian fibrinogen.
Jika dijumpai tanda-tanda shock hemoragik dapat diberikan resusitasi
terhadap perdarahan
1. Pasien dengan pendarahan postpartum memerlukan penggantian cairan dan
pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus
perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.
2. Pastikan dua kateter intravena ukuran besar (14-16 G) untuk memudahkan
pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi
cairan cepat.
3. Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer laktat
4. Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
5. Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan
perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc atau
lebih)

2.7 Komplikasi
Komplikasi pada pendarahan pasca persalinan mayoritas diakibatkan
hilangnya darah secara masif.
a. Syok hipovolemik
Pendarahan yang tampak selalu lebih sedikit dari jumlah pendarahan yang
sebenarnya. Oligouria dapat terjadi karena perfusi ke organ yang berkurang.
b. Koagulopati konsumtif
Pada pendarahan masif akan terjadi perubahan pada faktor koagulatif.
Secraa spesifik, hipofibrinogenemia (< 150 mg/dL) diikuti peningkatan produk
degradasi fibrinogrn – fibrin dan D-dimer. Faktor pembekuan lain menurun
c. Gangguan ginjal

16
Akibat hipoperfusi yang berkepanjangan karena pendarahan masif.
Resusitasi cairan maupun darah yang cepat, tepat, dan agresif dapat mencegah
gangguan ginjal.
d. Sindrom Sheehan
Mekanisme penyebab masih belum diketahu secara pasti. Sindrom
Sheehan ditandai dengan kegagalan proses laktasi, amenorea, atrofi payudara,
hilangnya rambut pubis dan ketiak, hipotiroid, dan gangguan korteks adrenal.
e. Uterus Couvelaire
Perembesan darah ke otot uterus yang mengakibatkan gangguan kontraksi
uterus.

17
BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan pasca-salin (PPS)/ postpartum haemorrhage (PPH) merupakan


penyebab terbesar kematian ibu di seluruh dunia dengan prevalensi sekitar 6 %.
Frekuensi pendarahan pasca persalinan yang dilaporkan Mochtar, R. Dkk. Di RS
Pirngadi Medan adalah 5,1 % dari seluruh persalinan. Dari laporan–laporan baik
di negara maju maupun di negara berkembang, angka kejadian berkisar antara 5-
15%.
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi 500 cc
pada persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 cc pada sectio cesareani dalam 24
jam setelah anak lahir atau sesudah lahirnya plasenta. Menurut waktu terjadinya
PPS dibagi atas dua yaitu PPS primer dan sekunder.
Ettiologi PPS terbagi dalam 4 kelompok besar “4T’, yaitu gangguan tonus
otot rahim (Tonus), laserasi jalan lahir (Trauma), retensi plasenta (Tissue), dan
ganggguan koagulasi darah (Thrombin).
Beberapa faktor resiko PPS adalah adanya riwayat menderita PPS pada
kehamilan sebelumnya, multigravida, preeklamsia, kala I fase aktif, kala II, dan
III yang memanjang, episiotomi, usia > 35 tahun, anastesi umum, kegemukan,
korioamninitis, riwayat sectio pada kehamilan sebelumnya, dan lain – lain.
Dalam melaksanakan pemeriksaan antenatal, pelayanan yang diberikan
adalah : Timbang berat badan, pengukuran LILA, ukur tekanan darah, ukur tinggi
fundus uteri, hitung denyut jantung janin, menentukan presentasi janin,
memeberikan imunisasi toxoid, tablet tambah darah, pemeriksaan laboratorium
(rutin dan khusus).
Pencegahan PPS dapat dilakukan pada masa kehamilan, persiapan
persalinan, pada saat persalinan, dan saat kala III dan IV.
Pennganan pada PPS antara lain : Hentikan pendarahan, mencari sumber
dan penyebab pendarahan, mencegah/mengatasi syok, mengganti darah yang
hilang.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, Abdul Bari (Editor). 2010. Ilmu Kebidanan, edisi Keempat cetakan
Ketiga. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta
2. Fawole, B., Awolude, O. A., Adeniji, A.O., Onafowokan, O. 2010. WHO
Recommendations for the prevention of postpartum haemorrhage : RHL
guideline (last revised : 1 May 2010). The WHO Reproductive Health Library:
Geneva : World Health Organization
3. Kementerian Kesehatan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2010.
Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. KEMENKESRI : Jakarta
4. POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran : Pendarahan Pasca
Salin. POGI : Jakarta
5. Sofian, Amru. 2013. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri edisi 3 jilid 1.
Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta
6. Anderson J, Etches D, Smith D. Postpartum haemorrhage. In Damos JR,
Eisinger SH, eds. Advanced Life Support in Obstetrics (ALSO) provider
course manual. Kansas: American Academy of Family Physicians, 2000:1–15
7. Nelson GS, Birch C. Compression sutures for uterine atony and hemorrhage
following Sesareaean delivery. Int J Gynecol Obstet 2006 ; 92:248–250
8. Schuurmans, et al, 2000, SOGC Clinical Practice Guidelines, Prevention and
Management of postpartum Haemorrhage, No. 88, April 2000.
9. Hacker dan Moore. 2001. Essensial Obstetri dan Ginekologi edisi 2.
Hipokratas : Jakarta
10. JNPK-KR. 2007. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal dan Lampiran Inisiasi
Menyusui Dini. JNPK-KR : Jakarta
11. Sastrawinata, S. 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi edisi 2.
EGC : Jakarta
12. Faisal. 2008. Pendarahan Pasca Persalinan. Available from:
http://www.scribd/doc/8649214 8 J [Accessed 8 Januari 2016]
13. Cunningham (Editor), Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. 2010. Williams
Obstretics 23rd : Obstetrical Hemorrhage. Ed. McGraw-Hill Companies :
USA

19

Você também pode gostar