Você está na página 1de 15

EFEKTIFITAS PEMBERIAN DIET TINGGI SERAT DALAM

MENGATASI KONSTIPASI PADA LANSIA

PROPOSAL KREATIVITAS MAHASISWA


PENELTIAN

OLEH
IVONE DAMAI YANTI HALAWA
NIM
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat, berkat dan karunia-Nya, sehingga penulisan Proposal Kreatifitas
Mahasiswa Penelitian (PKMP) ini dapat penulis selesaikan dengan baik dan
lancar tanpa hambatan yang berarti.
Penulisan Proposal Kreativitas Mahasiswa ini bertujuan untuk
mengetahui efektifitas pemberian diet tinggi serat dalam mengatasi konstipasi
pada lansia.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini, penulis
tidak dapat bekerja sendiri tanpa ada bimbingan, saran-saran, kritikan dan bantuan
dari banyak pihak sehingga proposal ini dapat terselesaikan dengan lancar tanpa
ada hambatan yang berarti. Akhrir kata penulis mengucapkan terimakasih sebesar-
besarnya.

Medan, 15 Maret 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan .............................................................................................. 2
1.2.1.Tujuan umum ......................................................................... 2
1.2.2. Tujuan khusus ....................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konstipasi ........................................................................................ 3
2.1.1. Definisi .................................................................................. 3
2.1.2. Diet serat ............................................................................... 5
2.2. Kerangka konsep ............................................................................. 6
2.3. Hipotesis .......................................................................................... 6
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian ............................................................................. 7
3.2. Populasi ........................................................................................... 8
3.3. Sampel ............................................................................................. 8
3.4. Tempat penelitian ........................................................................... 8
3.5. Etika penelitian................................................................................. 9
3.6. Alat pengumpulan data ................................................................. 10
3.7. Aspek pengukuran ......................................................................... 11
3.7.1. Aspek pengukuran konsistensi feses ................................... 11
3.7.2. Aspek pengukuran frekuensi defekasi ................................ 11
3.8. Analisa Data
3.8.1. Analisa univariat ................................................................. 11
3.8.2. Analisa bivariat ................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 12

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Proses menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan
jaringan secara perlahan untuk memperbaiki atau menggantikan sel tubuh
sehingga dapat bertahan terhadap infeksi (Darmojo & Martono, 1999 dalam
Fatmah, 2010). Akibat dari proses menua ini lansia akan mengalami
perubahan gastrointestinal.Perubahan gastrointestinal yang dimaksud adalah
perubahan fungsi kolon dimana penurunan sekresi mukus, elastisitas dinding
rektum, peristaltik kolon yang melemah sehingga gagal mengosongkan
rektum dapat menyebabkan konstipasi (Leueckenotte, 2000).
Konstipasi adalah suatu penurunan frekuensi pergerakan usus
yang disertai dengan perpanjangan waktu dan kesulitan pergerakan feses
(Stanley, 2007). Konstipasi dapat disebabkan oleh immobilitas dan tirah
baring yang lama menyebabkan konstipasi, tirah baring yang lama
mempengaruhi penurunan tonus abdomen, motilitas, tonus usus dan sfingter
anal sehingga memicu terjadinya konstipasi (Stockslager, 2008; Winge et al.,
2003). Pendapat ini sesuai dengan Guyton dan Hall (2006) yang mengatakan
bahwa motilitas yang buruk menyebabkan absorbsi menjadi lama sehingga
menyebabkan konstipasi. Sementara menurut Bulechek dan McCloskey (1999)
aktivitas yang tidak cukup, ketidakadekuatan toileting secara fungsional dapat
menyebabkan konstipasi.
Survei yang dilakukan di Amerika Serikat, 15% dari jumlah
populasi usia dewasa mengalami konstipasi setiap tahunnya (Higgins, 2004).
Survei juga dilakukan di tujuh (7) negara pada 13.879 sampel yang berusia
diatas 20 tahun menunjukkan rata-rata orang dewasa mengalami konstipasi
sebanyak 12,3% dan wanita lebih cenderung mengalami konstipasi dari pada
laki-laki. Survei dilakukan kembali tahun 2010 pada 8100 sampel yang berusia
diatas 20 tahun dari 4 negara termasuk Indonesia diperoleh hasil sebanyak
16,2% mengalami konstipasi (Wald, 2010).

1
Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengatasi konstipasi pada
lansia, antara lain pijat abdomen, mengkonsumsi air putih, meningkatkan
aktivitas fisik, dan meningkatkan diet tinggi serat. Penelitian yang dilakukan oleh
McCluerg, dkk (2010) dan Sinclair (2009) menunjukkan bahwa pijat
abdomen yang dilakukan setiap hari selama 10 hari dapat mengatasi konstipasi
pada lansia, dan pada lansia yang mengalami konstipasi kronis pijat dilakukan
selama 8 minggu.
Penelitian yang dilakukan oleh Hsieh (2005) membuktikan bahwa
aktivitas fisik dengan berjalan 15-20 setiap hari dapat mengatasi konstipasi
pada lansia. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Ginsberg (2007)
menunjukkan bahwa diet tinggi serat sebanyak 1500 ml/hari dapat juga
mengatasi konstipasi pada lansia. Diet tinggi serat mengurangi konstipasi
yang akan meningkatkan volume feses dan mempercepat lewatnya makanan
di usus. Berdasarkan pemaparan inilah maka penelitian efektivitas diet tinggi
serat dalam mengatasi konstipasi pada lansia diselenggarakan.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum :
Tujuan umum dalam penelitian ini untuk mengetahui efektifitas
pemberian diet tinggi serat dalam mengatasi konstipasi pada lansia.

1.2.2. Tujuan khusus :


Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi karakteristik lansia
2. Mengidentifikasi tingkat kemandirian lansia
3. Mengidentifikasi jumlah asupan cairan
4. Mengidentifikasi kebutuhan defekasi sebelum pemberian diet tinggi serat
pada lansia
5. Mengidentifikasi kebutuhan defekasi sesudah pemberian diet tinggi serat
pada lansia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konstipasi
2.1.1. Definisi Konstipasi
Defekasi yang normal dilakukan dalam sekali dalam sehari,
rentang normalnya tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu
(Smeltzer & Bare, 2008). Normalnya feses terdiri atas tiga perempat air
dan seperempat bahan-bahan padat yang tersusun atas 30% bakteri mati, 10-20%
lemak, 10-20% bahan inorganic, 2-3% protein dan 30% serat-serat makanan
yang tidak dicerna dan unsur kering dari getah pencernaan seperti pigmen empedu
dan sel-sel epitel terlepas. Warna coklat dari feses disebabkan karena sterkobilin
dan urobilin, yang berasal dari bilirubin. Bau feses terutama disebabkan karena
produk kerja bakteri dan bervariasi antara individu satu dengan yang lain,
bergantung pada flora bakteri kolon masing-masing orang dan jenis makanan
yang dimakan (Guyton dan Hall, 2008).
Konstipasi merupakan defekasi yang tidak teratur serta terjadi
pengerasan pada feses menyebabkan pasasenya sulit, menimbulkan nyeri,
berkurangnya frekuensi defekasi, volume, dan retensi feses dalam rektum
(Smeltzer dan Bare, 2008). Konstipasi juga diartikan sebagai perubahan dari
frekuensi defekasi, volume, berat, konsistensi dan pasase dari feses tersebut
(Arnaud, 2003). Konstipasi merupakan kondisi yang umum dan memiliki
penyebab yang berbeda antara satu individu dengan yang lain serta kondisi yang
berhubungan. Orang tua yang lanjut usia sering mengalami masalah konstipasi
karena faktor yang mendukung seperti imobilisasi (Norton dan Harry, 1999).
Frekuensi defekasi bervariasi antara satu individu dengan individu yang lain,
sehingga konstipasi ditentukan berdasarkan kebiasaasaan pola eleminasi orang
yang normal (William dan Wikins, 2000). Sedangkan menurut Guyton dan
Hall (2008) konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar
dan sering berhubungan dengan sejumlah tinja yang kering dan keras.

3
Kapasitas absorbsi usus besar sekitar 2.000 ml/hari, usus halus
mengabsorbsi sekitar 8.000ml. Kolon mengabsorbsi sekitar 600ml air/hari. Berat
akhir feses yang dikeluarkan sekitar 200 g/hari dimana 75 % berupa air, sisanya
terdiri dari residu makanan yang yang tidak diabsorpsi bakteri, epitel yang
mengelupas dan mineral yang tidak diabsorpsi (Price dan Wilson, 2006).
Feses akan menumpuk pada kolon desenden dan penyerapan cairan yang
berlangsung lama menyebabkan feses jadi keras dan kering (Guyton dan
Hall, 2008). Sedangkan menurut McRorie et al. (1998) bila pengosongan
rectum tidak sempurna saat terjadi proses defekasi maka retensi feses akan terus
mengabsorbsi air menyebabkan feses menjadi keras sehingga defekasi
selanjutnya menjadi lebih sukar dan lebih keras (Arnaud, 2003).
Pengerasan feses dan kering ini menyebabkan seseorang akan
mengejan saat defekasi. Pada kebanyakan individu akan melakukan defekasi
sekali dalam sehari. Rentang normalnya adalah 3-4 kali dalam seminggu. Masalah
konstipasi memiliki dampak yang besar terhadap kualitas hidup pasien dan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Konstipasi juga menimbulkan gejala yang
tidak menyenangkan menyebabkan seseorang merasa mengisolasi diri. Banyak
pasien dengan konstipasi melaporkan mereka merasa tersinggung dan
diabaikan oleh tenaga professional karena menganggap konstipasi masalah
yang kecil (Lamas, 2011).
Menurut Smeltzer dan Bare (2006) diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul berhubungan dengan konstipasi adalah: konstipasi berhubungan
dengan kelemahan otot abdomen; penurunan motilitas traktus gastrointestinal;
dehidrasi dan aktivitas tidak cukup. Sedangkan dalam NANDA (2010)
diagnosa untuk masalah eleminasi ini adalah konstitipasi yaitu penurunan pada
frekuensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran feses
yang keras, kering dan banyak. Dengan batasan karakteristik nyeri abdomen,
keletihan, sakit kepala, bisisng usus hiperaktif (hipoaktif), tidak dapat makan,
mual, perkusi abdomen pekak, nyeri saat defekasi, mengejan saat defekasi,
tidak dapat mengeluarkan feses.

4
2.1.2. Diet serat
Serat merupakan polisakarida yang dapat larut atau tidak larut
yang memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan. Serat yang larut dalam air
akan membentuk gel, serat ini ditemukan pada buah, sayuran, gandum,
jawawut (barley), kacang polong dan padi-padian. Sedangkan serat yang tidak
larut dalam air ditemukan terutama pada kulit padi dari padi-padian sereal dan
pada beberapa sayuran (seperti kol). Serat yang tidak larut ini akan meningkatkan
volume feses dan menurunkan jumlah radikal bebas dalam traktus gastrointestinal.
Asupan serat yang dianjurkan adalah 13 – 14 gram dalam 1000 kalori yang
dokonsumsi (Nugroho, 2011).
Serat yang dapat larut maupun serat yang tidak dapat larut
memiliki kontribusi dalam meningkatkan feses melalui penyerapan air dan
peningkatan bahan makann yang dapat dicerna. Sedangkan gas yang
dihasilkan melalui fermentasi serat dapat larut memiliki kontribusi dalam
menggerakkan bahan fekal sepanjang usus besar.
Serat yang tidak larut berguna untuk menormalisasi waktu transit
di intestinal mempercepat waktu transit di intestinal, mempercepat waktu
transit intestinal pada pasien dengan konstipasi serta memperpanjang waktu
transit pada klien yang mengalami diareMengkonsumsi makanan sumber serat
dapat larut membuat sisa makanan lebih terstruktur dan lembab, sementara serat
dapat larut akan mengikatnya sehingga bahan sisa menjadi kompak. Kedua
jenis serat tersebut membantu peristaltik usus mendorong kotoran keluar dari
tubuh (Nugroho, 2011).
Krogh (2009), menjelaskan bahwa dengan mengkonsumsi banyak
serat dan cairan seperti sayuran dan buah dapat dipergunakan sebagai
penatalaksanaan pada pasien dengan konstipasi, walaupun efek samping yang
akan ditimbulkan adalah meningkatkan flatus.
Berdasarkan penelitian Ginsberg (2007), membuktikan pemberian
diet tinggi serat pada lansia dengan konstipasi dapat meningkatkan frekuensi
defekasi, sedangkan menurut McClurg (2010) dengan memberikan diet tinggi
serat pada pasien lansia selama 10 hari sebanyak 1500 ml/ hari secara

5
signifikan meningkatkan frekuensi defekasi, hal ini sependapat dengan Krogh
(2009) dan Sinclair (2010). Menurut Sturtzel (2008), pemberian diet tinggi serat
pada pasien lansia membuktikan perbedaan yang signifikan antara kelompok
kontrol dengan intervensi dengan p value < 0,000.
Dalam penelitian ini pemberian diet tinggi serat menggunakan
nutrijel serta jus buah dan sayur yang diberikan 1 kali sehari selama 10 hari.

2.2. Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan landasan berfikir bagi seorang peneliti
dalam memandang permasalahan penelitiannya (Zaluchu, 2011).

Intervensi I
Pemberian diet
tinggi serat

Pasien Proses defekasi Proses defekasi


lansia yang 1. Frekuensi 1. Frekuensi
mengalami 2. Konsistensi 2. Konsistensi
konstipasi 3. Waktu 3. Waktu

Intervensi II
Kontrol

Skema 2.1. Kerangka konsep penelitian efektifitas pemberian diet tinggi


serat pada lansia yang mengalami konstipasi

2.3. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep diatas maka hipotesis dalam
penelitian ini yaitu adanya efektifitas pemberian diet tinggi serat dalam
mengatasi konstipasi pada lansia.

6
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan metode
Quasi eksperiment pendekatan pre and post test with control group design. Pada
desain ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara
random (Sugiyono, 2011). Penelitian ini menggunakan 1 kelompok
intervensi dan 1 kelompok kontrol. Kelompok intervensi pertama akan diberikan
diet tinggi serat sementara kelompok kontrol di biarkan mendapatkan menu
makanan yang ada. Desain penelitian lebih jelas dapat dilihat pada skema
dibawah ini:
Skema 3.1. Post test only non equivalent control group design

X1 A
X1a

X1b
X1 B

Skema dari rancangan pre and post test design with control
group (Kusuma, 2011).
Keterangan:
X1 : Proses defekasi sebelum intervensi pada kelompok intervensi
X2 : Proses defekasi sebelum intervensi pada kelompok kontrol
A : Pemberian diet tinggi serat
B : Pemberian menu seperti standar
X1a : Proses defekasi setelah pemberian diet tinggi serat
X2b : Proses defekasi setelah pemberian menu standar

7
3.2. Populasi
Populasi merupakan objek atau subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti (Sugiyono dan Ismael,
2011). Populasi yang dibatasi oleh karakteristik disebut juga sebagai populasi
target, bagian dari populasi target adalah populasi terjangkau yaitu populasi
sumber yang dapat dijangkau oleh peneliti (Sastroasmoro, 2010). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami konstipasi.

3.3. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tetentu
hingga dianggap dapat mewakili populasi. Cara pemilihan sampel dilakukan
dengan tidak berdasarkan peluang (non probability sampling) dengan metode
pendekatan purposive sampling, dimana responden dipilih berdasarkan pada
pertimbangan subjektifnya dan berdasarkan tujuan tertentu (Sastroasmoro dan
Ismael, 2010). Menurut Collins (2007) sampel untuk metode ekperimen one
tailed hypothesis dibutuhkan 15-20 subjek. Dalam penelitian ini peneliti
mengambil responden sebanyak 15 subjek. Dan untuk mengantisipasi drop
put maka perlu dilakukan koreksi sampel menggunakan formula sederhana: n’=
n/(1-f), dimana f (10% atau 0,1) (Sastroasmoro dan Ismael, 2010). n’=
15/0.9=16,6 dibulatkan menjadi menjadi 17 subjek. Maka jumlah sampel dalam
penelitian ini masing-masing kelompok adalah 17 subjek, jumlah sampel
keseluruhan adalah 34 orang.

3.4. Tempat peneltian


Tempat penelitian disesuaikan dengan tempat penelitian

8
3.5. Etika penelitian
Standar etik penelitian kesehatan yang melibatkan manusia
sebagai subyek didasarkan pada azas perikemanusiaan yang merupakan salah
satu dasar falsafah bangsa Indonesia, Pancasila, dan telah diatur dalam UU
Kesehatan no 23/ 1992 dan lebih lanjut diatur dalam PP no 39/ 1995 tentang
penelitian dan pengembangan kesehatan (Yurisa, 2008). Menurut Polit dan
Beck (2004) Secara umum terdapat empat prinsip utama dalam etik penelitian
keperawatan (Kusuma, 2011).
3.5.1. Respect for human dignity (menghormati harkat dan martabat
manusia)
Penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia. Dalam penelitian ini peneliti memberikan kebebesan
kepada subjek penelitian untuk memilih ikut atau menolak penelitian.
Peneliti terlebih dahulu mempersiapkan formulir persetujuan (informed
concent) kemudian memberikan penjelasan langsung kepada subjek mencakup
penjelasan tentang pemberian diet tinggi serat tujuan dan manfaat. Peneliti juga
menjelaskan resiko dan ketidaknyamanan yang mungkin akan terjadi pada
pemberian diet tinggi serat, kemungkinan akan menambah perut kembung dan
menimbulkan flatulensi (flatus) Setelah diberi penjelasan peneliti memberikan
waktu kepada subjek untuk bertanya tentang aspek-aspek yang belum
dipahami, setelah menjawab semua pertanyaan dengan terbuka kemudian
peneliti memberikan waktu kepada subjek untuk menentukan pilihan
mengikuti atau menolak. Meminta subjek menandatangani lembar persetujian
jika subjek bersedia ikut serta dalam penelitian.
3.5.2. Respect for privacy and confidentiality (menghormati privasi
dan kerahasiaan)
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan nomor kode untuk
mengganti identitas pasien, peneliti juga menjaga kerahasiaan data yang
telah diperoleh dan akan menyimpannya dengan baik.

9
3.5.3. Respect for justice inclusiveness (menghormati keadilan dan
inklusivitas)
Prinsip dalam memperlakukan subjek secara adil terkait dalam
pemilihan subjek berdasarkan kriteria dan bukan berdasarkan maksud tertentu
(polit dan Beck, 2008). Dalam penelitian ini peneliti memberikan terapi diet
tinggi serat dengan hati-hati, tepat dan cermat secara professional sesuai
dengan teknik dan prosedur.
3.5.4. Balancing harm and benefits (memperhitungkan manfaat dan
kerugian yang ditimbulkan)
Prinsip etik yang mendasar adalah kemanfaatan (benefits), dalam
hal ini peneliti harus memaksimalkan manfaat dan meminimalkan kerugian
(Polit dan Beck, 2008).

3.6. Alat pengumpulan data


Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan instrumen kuisioner dan lembar wawancara terstruktur.
1. Kuisioner identitas pasien, kuisioner berisi data inisial subjek, umur, jenis
kelamin, penyakityang diderita tingkat aktivitas sehari-hari (ADL
yang diukur menggunakan barthel index).
2. Format constipation Scoring System (CSS)
CSS merupakan instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi
(screning constipasi), CSS dikembangkan oleh Agachan et al (1996) dan
telah banyak dipergunakan dalam penelitian untuk menilai proses
defekasi. Tingkat validitas dan reabilitasnya secara statistik telah
dibuktikan signifikan mengukur proses defekasi (Ernst, 1999 dalam
Sinclair, 2010). CSS terdiri dari delapan item pertanyaan yakni:
1)waktu terjadinya defekasi, 2) frekuensi defekasi , 3) konsistensi feses
(menggunakan Bristol Stool).

10
3.7. Aspek pengukuran
3.7.1. Aspek Pengukuran Konsistensi Feses
Aspek pengukuran konsistensi defekasi yaitu dengan
menunjukkan bristol stool chart (karakter feses) kepada responden setelah
dilakukan tindakan, dikatakan “normal” apabila responden menunjuk type 5,
dikatakan “tidak normal” apabila responden menunjuk type 1- type 4.
3.7.2. Aspek Pengukuran Frekuensi Defekasi
Aspek pengukuran frekuensi defekasi yaitu dengan mewawancarai
responden dan hasil ukur dalam bentuk skala numeric, yaitu berapa
frekuensi defekasi responden setelah dilakukan intervensi diet tinggi serat.

3.8. Analisa Data


3.8.1. Analisa Univariat
Analisa univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan proporsi dari masing-masing cariabel yang diukur dengan
menggunakan rumus persentase.
3.8.2. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat dalam penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis perbedaan proporsi proses defekasi lansia sebelum dan sesudah
diberikan terapi diet tinggi serat dengan menggunakan uji t (α=0,05).

11
DAFTAR PUSTAKA

Arnaud, Mj. (2003). Mild dehydration: A risk factor of constipation?.European


Journal Of Clinical Nutrition, 57(2),588-595. (Sciendirect) database.
Barret, J.A. (2002). Bladder and bowel problem after stroke. Clinical
gerontology, 12, 253-267. Nursing & Allied Health Source (Proquest)
database.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Gangguann keseimbangan
airelektrolit dan asam basa. Jakarta: Balai Penerbit.
Ginsberg, D.A., Phillips, S.E., Wallace, J., & Josephson, K.L. (2007).
Evaluating and managing constipation in the elderly. Urologic nursing, 27,
191-200. Nursing & Allied Health Source (Proquest) database.
Guyton & Hall. (2006). Buku ajar fisiologi kedokteran (edisi 9) (Irawati
Setiawan, penerjemah). Jakarta: EGC
Higgins, P.D., & Johanson, J.F. (2004). Epidemiology of constipation in north
america: Asystematic review. The american journal of gastroenterology,
99, 750-759. Nursing & Allied Health Source (Proquest) database.
Hsieh, C. (2005). Treatment of constipation in older adults, American family
physician, 72, 2277-2284. Nursing & Allied Health Source (Proquest)
database.
Krogh, K., & Laurberg, S. (2009). Constipation in the elderly: Investigation
and management. Future magazine, 5(5), 671-680. Nursing & Allied
Health Source (Proquest) database.
Lamas, K. (2009). Effects of abdominal massage in management of constipation.
Nursing Times, 99(4), 26-27. Nursing & Allied Health Source (Proquest)
database.
McAllister, J. (2011). Abdominal massage eases constipation in MS
patients. Medical post, 47(1), 82-84. Nursing & Allied Health Source
(Proquest) database.
Norton, C. (1999). Ivestigation and treatment of bowel problem. Medical post,
21(1), 27-36. Nursing & Allied Health Source (Proquest) database.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G., (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah
brunner & sudarth (cetakan pertama) (Agung Waluyo et al. penerjemah).
Jakarta: EGC.
Smeltzer. S.C., & Bare, B.G. (2006). Brunner & Suddarth: Textbook of medical
surgical nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Sugiyono. (2009). Statistika untuk penelitian (cetakan ke-14). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan r&d (cetakan
ke- 12). Bandung: Alfabeta.
Wald, A. (2006). Constipation in the primary care setting: current concepts
and misconceptions. The American journal of medicine, 119, 227-236.
Nursing & Allied Health Source (Proquest) database.
Widjaja, I. (2009). Anatomi abdomen. Jakarta: EGC.

12

Você também pode gostar