Você está na página 1de 9

Dipaksa Mertua Aborsi 9 Kali, Wanita Ini Akhirnya Meninggal Dunia

Sebuah kasus yang sangat miris menimpa wanita yang bernama Chan,
yaitu kasus aborsi yang dilakukan olehnya hingga sembilan kali karena diminta
oleh mertuanya hanya karena sang mertua menginginkan cucu laki-laki,
sedangkan Chan sendiri telah memiliki tiga anak perempuan dan dalam kehamilan
berikutnya ia terus mengandung anak perempuan. Wanita yang bernama Chan ini
adalah wanita yang berasal dari Tiongkok. Malangnya, suami Chan pun tidak
memberikan pembelaan kepada istrinya, namun justru mendukung kehendak
kedua orang tuanya untuk meminta istrinya melakukan aborsi dan terus menekan
untuk memberikan cucu laki-laki. Kejadian ini terjadi pada Juli tahun 2015 lalu.
Setelah melakukan 8 kali aborsi, akhirnya pada aborsinya yang ke-sembilan, Chan
meninggal dunia akibat dinding rahimnya yang sudah terlalu tipis karena
seringnya melakukan aborsi hingga terjadi perdarahan hebat dan menyebabkan
nyawanya melayang.

Melihat kasus tersebut, mertua Chan termasuk dalam keluarga yang kaya,
karena mengingat kebijakan publik di Tiongkok yang menerapkan satu anak dan
memberikan kesempatan ke-dua jika anak pertama perempuan, selebihnya akan
dikenakan denda hingga 400 juta. Sehingga, kebanyakan cara yang ditempuh oleh
warga Cina adalah dengan jalan aborsi.

Adanya pro dan kontra yang memperbolehkan aborsi, mengakibatkan


masyarakat tidak dapat mengerti apa alasan sebenarnya dalam pelegalan aborsi.
Padahal aborsi legal hanya boleh dilakukan apabila ada alasan medis yaitu apabila
janin yang dikandung dapat mengancam nyawa ibu dan atau janin itu sendiri.
Ancaman dapat berupa penyakit genetika berat atau cacat bawaan yang
menyulitkan bayi untuk hidup di luar kandungan. Selain itu, korban perkosaan
yang hamil juga dapat melakukan aborsi karena ditakutkan akan terjadi trauma
psikologis pada korban.

Lain halnya dengan aborsi ilegal yang dilakukan apabila dalam keadaan
janin yang sehat dan bukan karena perilaku perkosaan melainkan karena
hubungan seksual yang dilakukan oleh remaja. Hal tersebut termasuk perilaku
pembunuhan karena aborsi adalah upaya unuk menghilangkan nyawa bayi. Aborsi
yang disengaja dilakukan secara paksa dengan mencabut janin dari rahim ibu.
Dalam bebrapa kasus, aborsi ini dilakukan dengan cara menyedot dan cara lainnya
dengan menggunakan tang. Rahim direntangkan dan embrio dikeluarkan melalui
vagina sesudah dinding uterine dihancurkan dengan pisau yang disebut kuret
(Djiwandono, 2008).

Meskipun demikian, kasus yang dialami Chan, kembali merujuk pada


kebijakan publik yang diterapkan di Cina. Batas anak yang diperbolehkan oleh
Negara yaitu hanya satu anak. Apabila lebih, maka yang bersangkutan wajib
membayar pajak kepada Negara yang dihitung jumlahnya per-anak. Tetapi, pada
beberapa daerah pedesaan, meskipun kebijakan itu diterapkan sangat keras,
sebagian menerapkan kebijakan dengan toleransi apabila anak pertama adalah
perempuan, maka diberikan kesempatan untuk memiliki anak ke-dua dengan
syarat bahwa jarak antara anak pertama dan ke-dua minimal 3 sampai 4 tahun.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keluarga yang memiliki anak lebih dari
dua tergolong dalam warga yang kaya (Zaenuddin, 2015).

Sedangkan pada sumber lain memaparkan bahwa selama masa jabatan


kepemimpinan Mao di Republik Tiongkok, tingkat angka kelahiran menurun dari
37 menjadi 20 per seribu. Sedangkan pada tahun 1949 angka kematian bayipun
meningkat menjadi 27/1000, dan terjadi peningkatan angka kelahiran pada tahun
1981 menjadi 53/1000. Peningkatan harapan hidup terjadi secara drastis dari
hanya sampai 35 tahun pada tahun 1949 menjadi 66 tahun pada tahun 1976.
Sekitar tahun 1960-an, pemerintah berusaha mendorong para keluarga untuk
memiliki keturunan sebanyak mungkin, karena berdasarkan kepercayaan Mao
bahwa peningkatan populasi penduduk akan mempengaruhi pertumbuhan sebuah
Negara, sehingga Mao mencegah program Keluarga Berencana di Tiongkok. Dari
langkah pencegahan Mao terhadap program Keluarga Berencana, membuahkan
hasil yakni terjaidnya peningkatan populasi dari angka 540 juta pada tahun 1949
menjadi 940 tahun 1976. Namun awal tahun 1970, para penduduk Tiongkok
diharapkan untuk menikah di umur yang dianggap sudah matang dan hanya
diperbolehkan memiliki tidak lebih dari 2 anak. Berdasarkan studi yang dilakukan
pada tahun 2007 oleh University of California, Irvine, kebijakan ini terbukti
efektif menekan angka kelahiran. Saat ini angka kelahiran rata-rata di China
adalah 1,4 kelahiran per wanita. Namun sebagai efek sampingnya, penuaan
populasi dan pertumbuhan populasi negatif terjadi di beberapa daerah. Sebuah
kelompok khusus yang terdiri dari akademisi dari Tiongkok maupun luar
Tiongkok juga dibentuk untuk mempelajari hasil kebijakan ini sejak 2001. Pada
tahun 2004, kelompok ini mengeluarkan laporan yang membahas tentang efek
kebijakan terhadap distribusi usia dan jenis kelamin, namun demikian pemerintah
tidak mendukungnya. Pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa kebijakan ini
akan terus berlangsung setidaknya hingga tahun 2015.

Selain itu, sumber lain menyatakan bahwa kebijakan satu anak yang
diterapkan di Cina ini telah membunuh janin sekitar 336 juta jiwa melalui aborsi,
karena keberatan untuk membayar denda yang harus diserahkan kepada Negara.
Selain membunuh bayi tanpa dosa, akibat kebijakan tersebut, pada tahun lalu
untuk pertama kalinya dalam 50 tahun, penduduk China yang berada pada usia
produktif menurun secara drastis. Menurut sejumlah pengamat ekonomi di China,
penurunan ini adalah ancaman serius pada perekonomian negeri Tirai Bambu.
Alasannya jelas upah tenaga kerja yang menjadi roda penggerak ekonomi akan
semakin mahal. Mantan wakil Menteri Kesehatan China, Huang Jiefu,
mengatakan kebijakan Satu Anak sudah using dan tidak sesuai dengan kondisi
sekarang. Wang Feng, seorang ahli kependudukan dan direktur sebuah LSM yang
menangani kebijakan publik menilai sudah saatnya Pemerintah China mengakhiri
kebijakan tersebut, dan menggantinya dengan sesuatu yang lebih manusiawi.
Pemerintah China sendiri pada akhirnya sedang mengevalusi kebijakan tersebut.
Komisi Perencanaan Keluarga, atau BKKBN jika di Indonesia, yang memiliki
kewenangan atas kebijakan Satu Anak itu akan segera dibubarkan.

Sesuai pemaparan tersebut, seharusnya pada pasangan berkeluarga dan


tidak mengalami masalah dalam kandungan seharunya tidak perlu untuk
melakukan aborsi, apalagi dikarenakan paksaan mertua yang hanya karena
menginginkan cucu laki-laki. Berdasarkan berita yang didapatkan, sebelum
meninggal, Chan mengalami stres akibat permintaan aborsi oleh mertuanya yang
berkali-kali dilakukan. Dalam hal ini, bukan hanya saja mertua Chan yang
mengalami masalah konsep diri karena tidak dapat menerima cucu perempuan dan
memaksakan kehendak untuk memiliki cucu laki-laki hingga menyeret
menantunya turut serta menjadi korban dari self esteemnya yang negatif. Suami
Chan pun seharusnya mampu membuat orang tuanya menerima keadaan Chan apa
adanya dan mengamati kondisi psikologis Chan yang seharusnya dia juga
mengetahui bahwa istrinya stress akibat perbuatan orang tuanya itu. Bukan justru
membiarkan istrinya melakukan aborsi dan mendukung keinginan orang tuanya
yang justru membuat kondisi psikologi Chan menjadi bermasalah. Aborsi yang
tidak diinginkan oleh Chan, tentu saja telah memberikan gangguan psikologis
baginya sejak aborsinya yang pertama kali, ditambah konsep diri keluarganya
yang bermasalah, tentu akan mempengaruhi konsep diri Chan pula. Sehingga, dia
tidak kuasa untuk menolak dan harus patuh terhadap suami dan mertuanya.
Konsep diri yang seperti ini lah yang tidak hanya berdampak pada diri sendiri
tetapi justru kepada orang lain. Bahkan, dokter yang melakukan aborsi seharusnya
juga mampu memberikan saran dan nasehat terhadap keluarga Chan dampak dari
aborsi yang terlalu sering dilakukan bagi kondisi psikologis dan kesehatan Chan.

Konsep diri merupakan suatu pandangan terhadap bagaimana mengenal


diri sendiri. Pandangan tersebut meliputi dimensi fisik, karakteristik individual
dan motivasi diri. Hal ini tidak hanya mencangkup kelebihan dan nilai positif
yang ada pada diri. namun, juga meliputi kekurangan diri dan kegagalan yang
dialami. Sehingga, dikenal self esteem yang merupakan bagaimana cara diri
merespon tentang apa yang diketahui mengenai diri sendiri baik yang positif
maupun negatif. Self esteem yang baik, mampu memandang kekurangan atau nilai
negatif pad diri menjadi suatu hal yang positif dengan menunjukkan kelebihan diri
untuk menutupi kelemahan yang dimiliki.

Konsep diri merupakan salah satu penentu dalam keberhasilan


perkembangan. Setiap orang memiliki konsep diri yang berbeda. Hadirnya konsep
diri bukan merupakan sesuatu yang muncul sejak lahir, namun berdasarkan
pengalaman internal masing-masing individu melalui hubungan dengan orang lain
baik di lingkungan keluarga atau masyarakat maupun interaksi dengan dunia luar.
Dengan demikian, konsep diri sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam
berinteraksi. Konsep diri yang positif pada diri seseorang, mampu memberikan
kebahagiaan hidup, serta mampu untuk mengatasi kekecewaan dan perubahan
hidup yang tidak sesuai dengan harapan kehidupan.

Komponen dari konsep diri itu sendiri meliputi :

1. Self Esteem (Respon diri terhadap konsep diri)

2. Body Image (Sikap terhadap tubuh baik secara sadar maupun tidak sadar)

3. Personal Identity (Identitas diri yang disadari)

4. Role Performance yang mempengaruhi Harga Diri (Penilaian tentang nilai


personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang)

Seseorang yang mengalami masalah pada konsep diri dan self esteem yang
tidak mampu menghadapi masalah konsep diri, kebanyakan berdampak pada body
image yang buruk. Ketidak percayaan diri yang berlebih, misalkan dalam hal
penampilan karena terlalu gemuk, akan membuat seseorang yang bermasalah pada
konsep dirinya, akan melakukan berbagai hal demi mendapatkan tubuh yang ideal
tanpa berfikir panjang dari dampak negatif yang akan dihasilkan nantinya. Mereka
yang tidak memiliki self esteem yang positif, akan menganggap harga dirinya
rendah jika ada orang lain yang berkomentar negatif akan konsep dirinya.
Sedangkan, orang yang memiliki self esteem yang positif terhadap konsep dirinya,
tidak akan mempermasalahkan komentar negatif orang lain, bahkan ia dapat
mempertahankan harga dirinya dengan bersikap positif terhadap kekurangan yang
dimiliki pada konsep dirinya dengan menunjukkan keunggulan dan kelebihan
secara percaya diri tentang dirinya.

Permasalahan konsep diri yang ada dalam masyarakat sangat beragam.


Mulai dari ketidak percayaan diri menerima takdir yang tidak sesuai dengan
harapannya hingga problema kehidupan yang justru menjuruskan kepada masalah
lain. Mirisnya, setiap permasalahan tersebut selalu berdampak besar yang
melibatkan orang lain juga, tidak hanya pada dirinya sendiri. Seperti pada masalah
kenakalan remaja akibat broken home, kemiskinan, kehamilan pra nikah dan lain
sebagainya. Dampak negatif yang dihasilkan dari masalah tersebut banyak
menyeret orang lain yang memiliki persepsi akan konsep diri yang negatif atau
memiliki kesamaan dan berada di sekitarnya sebagai teman sehingga mereka ikut
menjadi korban.

Gangguan konsep diri merupakan suatu kondisi dimana individu


mengalami kondisi pandangan terhadap perasaan, pikiran atau pandangan dirinya
sendiri secara negatif. Diantara bentuk-bentuk gangguan konsep diri adalah:

1. Gangguan Citra Tubuh


Merupakan perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh
perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang
sering kontak dengan tubuh.

2. Gangguan Ideal Diri


Merupakan bentuk ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak
realistis atau cenderung menuntut.

3. Gangguan Harga Diri


Merupakan bentuk dari gambaran perasaan yang negative terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal dalam mencapai keinginan yang
diharapkan.

4. Gangguan Peran
Gangguan penampilan peran merupakan berubahnya atau berhentinya
fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, serta
putus hubungan kerja.

5. Gangguan Identitas
Merupakan bentuk kekaburan atau ketidak pastian dalam memandang diri
sendiri, penuh dengan keraguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan. Padahal, seharusnya identitas diri merupakan sesuatu yang
harus dikenali oleh diri sendiri sebagai ciri khas diri.
Faktor resiko penyimpangan konsep diri, diantaranya adalah :

1. Personal Identity Disturbance


Dalam hal ini, meliputi perubahan perkembangan karena trauma,
ketidaksesuaian gender dan ketidaksesuaian kebudayaan. Identitas diri merupakan
sesuatu yang sangat penting untuk dikenali oleh diri sendiri.

2. Self Esteem Disturbance


Meliputi hubungan interpersonal yang tidak sehat, gagal mencapai
perkembangan penting, gagal mencapai tujuan hidup, gagal dalam kehidupan
dengan moral tertentu, perasaan tidak berdaya serta perasaan tidak berdaya.

3. Altered Role Performance


Termasuk kehilangan nilai peran, adanya dua harapan peran, konflik peran
dan ketidak mampuan menemukan peran yang diinginkan.

4. Body Image Disturbanced


Meliputi ketidak percayaan diri akibat kehilangan salah satu fungsi tubuh,
kecacatan dan perubahan perkembangan yang mengakibatkan perasaan minder
karena tidak normal.

Dari sekian banyak masalah dan faktor resiko maslah konsep diri, bukan
berarti setiap orang yang memiliki masalah pada konsep diri tidak dapat diatasi.
Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Demikian pula dengan permasalahan
konsep diri. Diantaranya adalah dengan cara :

1. Menetapkan tujuan hidup, yaitu dengan memulai hidup melalui perencanaan


dan tidak berlebihan atau terlalu idealis agar mampu dicapai.

2. Memperbaiki atribut, yaitu kebiasaan buruk seperti malas yang harus dirubah
dengan kebiasaan rajin dan mencari tahu informasi diri melalui keluarga atau
teman dekat.

3. Mengubah wacana diri, yang merupakan pemahaman atas diri kita. Wacana diri
yang baik, mampu membentuk persepsi atau pandangan terhadap diri yang
positif pula.
Selain itu, konsep diri yang negatif juga dapat diatasi dengan
memperdalam nilai-nilai kehidupan, baik secara moral maupun religius untuk
lebih menghargai dan mendalami makna kehidupan dan mensyukuri segala yang
ditetapkan Tuhan, bahwasanya di balik kekurangan yang dimiliki oleh setiap
manusia, pasti ada kelebihan yang dapat menutupi kekurangan yang dimiliki jika
mampu mengoptimalkan kelebihan itu secara positif, sehingga mampu
mengangkat harga diri jika diimbangi dengan kemampuan mengenali identitas diri
dengan baik. Sehingga, dengan memperkuat pemahaman diri yang positif, kita
mampu menghilangkan konsep diri negatif yang menjadi masalah dan mampu
mengembalikan kepercayaan diri yang hilang atau belum pernah tumbuh dalam
diri kita. Dengan memahami segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki
dan mengatasi kekurangan itu dengan kelebihan yang kita miliki dan mengaturnya
dengan seimbang. Kita pun mampu menjadi pribadi yang memiliki konsep diri
positif dan percaya diri. Permasalahan mengenai konsep diri pun akan
terminimalisir jika setiap orang mampu menerapkan langkah-langkah tersebut
dalam menghadapi permasalahan konsep dirinya.

(Word : 2069)
Daftar Pustaka :

Information Office of the State Council Of the People's Republic of China


(August 1995). "Family Planning in China". Embassy of the People's Republic of
China in Lithuania. Diakses tanggal 14 Maret 2016. Section III paragraph 2.

Zaenuddin, H. Muhammad, S. Si., M. Sc., 2015, Isu, Problematika dan Dinamika


Perekonomian dan Kebijakan Publik, Yogyakarta, Deepublish.

Djiwandono, Sri Esti W, Pendidikan Seks Keluarga (Jakarta: PT. Indeks,

2008).

Você também pode gostar