Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Dari pengertian di atas, rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan
haruslah memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Dalam rangka
memberikan pelayanan yang bermutu tersebut maka dilakukan akreditasi rumah
sakit. Undang-Undang Kesehatan No. 44 Tahun 2009 pasal 40 ayat 1 menyatakan
bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, rumah sakit wajib dilakukan
akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali. Akreditasi rumah sakit saat ini
mengunakan standar akreditasi rumah sakit tahun 2012. Standar akreditasi tersebut
terdiri dari 4 (empat) kelompok sebagai berikut :
1. Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien
2. Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit
3. Kelompok Sasaran Keselamatan Pasien
4. Kelompok Sasaran Menuju Millenium Development Goals
Pelaksanaan survei akreditasi rumah sakit tahun 2012 antara lain adalah
dengan telaah rekam medis tertutup mengenai asesmen dan rekam medis lanjutan.
Yang dimaksud dengan telaah rekam medis tertutup adalah analisis terhadap berkas
rekam medis pasien rawat inap yang telah pulang. Pada format telaah rekam medis
tertutup mengenai asesmen dan rekam medis lanjutan memuat kelompok standar
berfokus kepada pasien (APK, AP, PP, PAB, MPO, PPK) dan kelompok standar
manajemen rumah sakit (MKI). Telaah rekam medis penting untuk memastikan
kepatuhan rumah sakit menyediakan pencatatan balik ke belakang (track record) dari
rekam medis.
1
Proses asesmen pasien yang efektif akan menghasilkan keputusan tentang
pengobatan pasien yang harus segera dilakukan dan kebutuhan pengobatan
berkelanjutan untuk emergensi, elektif atau pelayanan terencana, bahkan ketika
kondisi pasien berubah (Standar Akreditasi Rumah Sakit, 2012).
Semua proses asesmen pasien tersebut dicatat dalam berkas rekam medis.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang
dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain
identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-
tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang
dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan kesehatan.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya asesmen awal adalah :
1. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
2. Memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien.
3. Menetapkan diagnosis awal.
4. Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya.
2
BAB II
DEFINISI
1. Asesmen pasien adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase pre-
rumah sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit, yaitu proses dimana dokter,
perawat, dietisien mengevaluasi data pasien baik subyektif maupun obyektif untuk
membuat keputusan terkait :
a. Status kesehatan pasien
b. Kebutuhan perawatan
c. Intervensi
d. Evaluasi
2. Asesmen tempat kejadian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis
saat tibadi tempat kejadian.
3. Berdasarkan kapan dilakukannya suatu asesmen, maka asesmen terdiri dari asesmen
awal dan asesmen ulang.
a. Asesmen Awal Pasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses dimana
dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien dalam 24 jam pertama sejak
pasien masuk rawat inap atau bisa lebih cepat tergantung kondisi pasien dan
dicatat dalam rekam medis.
b. Asesmen Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari proses dimana
dokter mengevaluasi data pasien baru rawat jalan.
c. Asesmen Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana dokter, perawat,
dietisien mengevaluasi ulang data pasien setiap terjadi perubahan yang
signifikan atas kondisi klinisnya.
4. Berdasarkan jenis asesmen di rumah sakit, maka asesmen terdiri dari :
a. Asesmen medis yaitu asesmen yang dilakukan oleh dokter dan/atau dokter gigi
yang kompeten.
b. Asesmen keperawatan yaitu asesmen yang dilakukan oleh perawat (termasuk
bidan) yang kompeten.
c. Asesmen yang lain, antara lain :
1) Asesmen gizi/asesmen nutrisional merupakan asesmen atau pengkajian
untuk mengidentifikasi status nutrisi pasien.
3
2) Asesmen farmasi merupakan asesmen atau asuhan untuk mengidentifikasi
kebutuhan farmasi (obat atau alkes).
3) Asesmen fisioterapi merupakan asesmen untuk menilai kebutuhan atau
status fungsional pasien.
4) Asesmen nyeri merupakan asesmen atau pengkajian untuk mengidentifikasi
rasa nyeri/sakit pasien.
5) Asesmen risiko jatuh merupakan proses asesmen awal risiko pasien jatuh
danasesmen ulang terhadap pasien yang diindikasikan terjadi perubahan
kondisi ataupengobatan.
6) Asesmen gawat darurat merupakan asesmen atau pengkajian terhadap
pasiendengan kondisi gawat darurat atau emergensi.
7) Asesmen khusus yaitu asesmen individual untuk tipe-tipe pasien atau
populasipasien tertentu yang didasari atas karakteristik yang unik, yaitu
pada pasien-pasien :anak-anak, dewasa, sakit terminal, wanita dalam proses
melahirkan, wanita dalamproses terminasi kehamilan.
5. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien
6. DPJP adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung jawab atas pengelolaan
asuhan medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung jawab terhadap kelengkapan,
kejelasan dan kebenaran serta ketepatan waktu pengembalian dari rekam medis
pasien tersebut
7. Case Manager adalah perawat yang bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan atas setiap pasien. Tujuannya untuk menjamin mutu asuhan
keperawatan dari pasien tersebut.
8. Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan keperawatan & kebidanan
yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan yang di mulai dari pengkajian
sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat
kesehatan yang optimal
9. Dietisien adalah seorang profesional medis yang mengkhususkan diri dalam
dietetika, studi tentang gizi dan penggunaan diet khusus untuk mencegah dan
mengobati penyakit.
4
BAB III
RUANG LINGKUP
A. Asesmen Pasien
Asesmen pasien dilakukan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang
berkompeten memberikan pelayanan secara professional dan melibatkan ahli lain bila
diperlukan.Profesional Pemberi Asuhan (PPA) terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli
gizi, apoteker,dan fisioterapis.
Lingkup asesmen pasien meliputi pasien di rawat jalan, IGD dan Rawat inap
sertamelibatkan unit penunjang lain seseuai dengan kebutuhan pasien.
Dalam asesmen, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh
proses, agar asuhan kepada pasian menjadi optimal. Pada saat evaluasi, bila terjadi
perubahan yang signifikan terhadap kondisi klinis pasien, maka harus segera
dilakukan asesmen ulang. Bagian akhir dari asesmen adalah melakukan evaluasi,
umumnya disebut monitoring yang menjelaskan faktor-faktor yang akan menentukan
pencapaian hasil-hasil nyata yang diharapkan pasien.
5
1. Alur Masuk Rawat Jalan
Mulai
Pasien
Masuk Poliklinik
Keperawatan
Memeriksa kelengkapan administrasi
Prosedur
DPJP Penunjang
Asesmen medis :Anamnesis &
Pemeriksaan fisik
DPJP
Perlu Menulis surat
pengantar penunjang
Perlu Tindakan?
Perlu MRS?
tidak
DPJP Ya
Menulis resep /
surat kontrol / DPJP Prosedur
rujuk balik Menulis surat permintaan Pendaftaran
MRS MRS di TPPRI
Selesai
6
2. Alur Masuk Rawat Inap
Mulai
Pasien
Tandatangani persetujuan perawatan dalam RM 01
DPJP Keperawatan
Dietisien
Mengasesmen awal medis : Mengasesmen awal Kprwt. :
Mengasesmen
Anamnesis &pemeriksaan fisik Keluhan utama
Status Gizi
Diagnosis kerja Kenyamanan/aktivitas/prote
Pemeriksaan penunjang ksi
Rencana terapi Pola makan& eliminasi
Perlu terapi Respon emosi&kognisi
Skrining nyeri
gizi? Sosio-spiritual
DPJP
Menulis Resep / alkes dalam lembar RPO Asesmen Kebutuhan Rohani
Meminta diagnosa penunjang Asesmen Risiko Jatuh
Ya Asesmen Nyeri
Dietisien
Apoteker Keperawatan
Kolaborasi Asuhan Keperawatan. :
Menyiapkan obat /
Pemberian nutrisi alkes Data khusus/fokus
Masalah/dx
DPJP keperawatan
Melakukan terapi sesuai PPK dan CP Tgl / jam intervensi
Tgl/jam evaluasi (SOAP)
DPJP&Keperawatan
Merencanakan pemulangan pasien
DPJP/Keperawatan/Apoteker/Dietisienis
Memberikan edukasi kepada pasien / keluarga
DPJP
Perlu HCU Meminta persetujuan
ICU? Ya masuk HCU
Tidak
DPJP
Melakukan penanganan lanjutan Prosedur
Mengisi Form Discharge Planning HCU ICU
7
DPJP Prosedur
Mengisi Form resume medis kamar
Selesai Membuat surat rujuk balik / kontrol jenazah
poli
BAB IV
TATA LAKSANA
A. Asesmen Awal
Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat asesmen
awal sesuai standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di
RSIA Murni Asih.
Asesmen awal minimal meliputi :
1. Rawat Jalan
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Odontogram klinik untuk pasien kasus gigi
j. Persetujuan tindakan bila diperlukan
2. Rawat Inap
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Persetujuan tindakan bila diperlukan
8
i. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yangmemberikan pelayanan kesehatan
j. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu
k. Odontogram klinik untuk pasien kasus gigi
3. Gawat Darurat
a. Identitas pasien
b. Kondisi pasien saat tiba di sarana pelayanan kesehatan
c. Identitas pengantar pasien
d. Tanggal dan waktu
e. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
g. Diagnosis
h. Pengobatan dan/atau tindakan
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat
darurat dan tindak lanjut
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke
sarana pelayanan kesehatan lain
l. Pelayanan lain yang diberikan kepada pasien
Asesmen awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang
sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan asesmen,
keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best setting of care)
serta adanya diagnosis awal.
B. Asesmen Ulang
Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar
kondisi danpengobatan untuk menetapkan respon terhadap pengobatan dan untuk
merencanakanpengobatan atau untuk pemulangan pasien.
Asesmen ulang dilakukan di rawat inap atau di ruang perawatan intensif
dalam bentukcatatan perkembangan terintegrasi dengan para pemberi asuhan yang
lain.
9
Catatan perkembangan berisi catatan data subjektif dan objektif dari
perjalanan danperkembangan penyakit. Secara umum catatan perkembangan
berisikan hal-halsebagai berikut:
1. Apakah keluhan dan gejala pasien sekarang? Adakah perubahan?
2. Adakah perubahan dalam penemuan pemeriksaan fisik?
3. Apakah ada data laboratorium baru?
4. Adakah perubahan formulasi kasus atau hubungan dari berbagai masalah
medissatu dengan yang lain?
5. Adakah rencana yang baru dalam rencana diagnostik dan pengobatan pasien?
6. Suatu catatan lanjutan yang baik dapat segera memberikan keterangan untuk
berbagaihal penting dan paling sedikit bisa menjawab hal-hal sebagai berikut :
a. Apakah ada keterangan diagnostik baru?
b. Apakah pasien menjadi lebih baik atau lebih buruk?
c. Apakah obat yang dipilih bekerja dengan baik?
d. Apakah tindak lanjut diagnostik dan pengobatan berjalan atau
direncanakan?
Cara penulisan data dengan format problem oriented dikenal dengan konsep SOAP.
Konsep SOAP terdiri dari 4 bagian:
1. S = Subjective
Data subyektif yang berisikan keluhan pasien. Seringkali perkataan pasien ditulis
dalam tanda kutip supaya dapat menggambarkan keadaan pasien.
2. O = Objective
Data obyektif yang berisikan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
3. A = Assessment
Penilaian yang berisikan diagnosa kerja dan/atau diagnosa banding sebagai
hasilintegrasi pemikiran dokter (berdasarkan pengetahuannya mengenai
patofisiologi,epidemiologi, presentasi klinis penyakit, dan lain sebagainya)
terhadap data subjektifdan objektif yang ada.
4. P = Plan (Rencana/Instruksi)
Rencana yang berisikan rencana diagnosa, rencana terapi (medikamentosa dan
nonmedikamentosa), rencana monitoring, dan rencana edukasi/penyuluhan.
10
C. Asesmen Gawat Darurat
1. Asesmen gawat darurat dilakukan di instalasi gawat darurat untuk pasien dengan
kategori triase prioritas 1 (merah) dan prioritas 2 (kuning).
2. Asesmen awal gawat darurat dilakukan oleh dokter RSIA Murni Asih atau
perawat yang terlatih dalam melakukan asesmen gawat darurat.
3. Asesemen gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat kejadian gawat
darurat, survei primer (jalan napas, pernapasan, sirkulasi, disabilitas, dan
eksposur). Untuk asesmen di IGD, asesmen tambahan dilakukan sesuai format
yang tertera di Formulir Asesmen Gawat Darurat.
4. Asesmen gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 5 menit sejak
pasien tiba di RSIA Murni Asih untuk pasien prioritas 1 dan maksimal 15 menit
untuk pasien prioritas 2.
Initial assessment (penilaian awal) dan meliputi:
a. Persiapan
b. Triase
c. Survei primer
d. Resusitasi
e. Tambahan terhadap survei primer dan resusitasi
f. Pertimbangkan kemungkinan rujukan
g. Survei Sekunder (pemeriksaan head to toe dan anamnesis)
h. Tambahan terhadap survei sekunder
i. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
j. Penanganan definitif
5. Baik survei primer dan sekunder dilakukan berulang-kali agar dapat mengenali
penurunan keadaan pasien, dan memberikan terapi bila diperlukan. Urutan
kejadian diatas diterapkan seolah-olah berurutan (sekuensial), namun dalam
praktek sehari-haridapat berlangsung bersama-sama (simultan). Penerapan secara
berurutan ini merupakan suatu cara atau sistem bagi dokter untuk menilai
perkembangan keadaan pasien.
6. Hasil asesmen gawat darurat didokumentasikan di rekam medis dalam kronologi
waktu yang jelas,dan menunjang diagnosis kerja serta penanganan yang
dilakukan.
7. Dokter membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di akhir dari penulisan di
rekammedis.
11
8. Apabila pasien sedang menerima prosedur rawat jalan (endoskopi, biopsy, dll)
makapengkajian awal diharuskan tidak lebih dari 30 hari. Apabila sudah lebih dari
30 hari,maka riwayat kesehatan dan pemerikssan fisik harus diperbaharui.
9. Asesmen lanjutan rawat jalan untuk pasien kontrol. Pada setiap kunjungan
lanjutan,keluhan utama, tanda-tanda vital menjadi fokus asesmen, evaluasi test
diagnostik danrencana penatalaksanaan harus dilakukan dan didokumentasikan
sesuai dengan jeniskunjungannya.
12
8. Asesmen poliklinik gigi, Obstetri & Ginekologi, dilakukan sesuai format yang ada
diform asesmen khusus untuk dokter atau perawat.
13
Perawatan Kritis (HCU) Dalam 2 jam
Kebidanan (Labour and delivery) Dalam 2 jam
Kamar Bayi Dalam 8 jam
Pasca persalinan (Maternity) Dalam 8 jam
Dewasa Bedah / Non Bedah Dalam 24 jam
Anak-anak Dalam 24 jam
2. Asesmen Ulang
a. Asesmen ulang oleh dokter yang menangani menjadi bagian integral dari
perawatanberkelanjutan pasien.
b. Dokter harus memberikan asesmen setiap hari, termasuk di akhir pekan
terutama untuk pasien akut.
c. Asesmen ulang dilakukan untuk menentukan apakah obat-obatan dan
penatalaksanaanlainnya berhasil dan apakah pasien dapat dipindahkan atau
dipulangkan.
d. Dokter harus melakukan asesmen ulang apabila terdapat perubahan
signifikan dalam kondisipasien atau perubahan diagnosis pasien dan harus
ada revisi perencanaan kebutuhan perawatan pasien, sebagai contoh: pasien
pasca operasi.
e. Hasil dari asesmen yang dilakukan akan didokumentasikan dalam Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
F. Asesmen Keperawatan
Asesmen keperawatan dilakukan oleh perawat.
1. Asesmen Awal
a. Asesmen awal keperawatan pasien rawat inap didokumentasikan dalam
form asesmenawal keperawatan secara lengkap dan dilakukan maksimal 24
jam sejak pasien masuk diruang rawat inap.
b. Asesmen keperawatan berdasarkan umur (neonatus, anak, dan dewasa),
kondisi,diagnosis dan perawatan akan meliputi sekurang-kurangnya:
1) Tanda-tanda vital (termasuk tinggi dan berat badan, apabila tidak
dilengkapi di gawatdarurat).
2) Riwayat Alergi
14
3) Penilaian fisik
4) Pengkajian sosial dan psikologis
5) Skrining gizi awal
6) Asesmen Nyeri
7) Asesmen risiko jatuh (skala morse dan humpty dumty)
8) Riwayat imunisasi (untuk pasien anak)
9) Asesmen risiko decubitus norton scale (untuk pasien dewasa)
10) Kebutuhan edukasi
c. Upaya pengumpulan data yang tidak dapat diperoleh/ dinilai pada saat
asesmen awalakan dilanjutkan sampai dengan saat pasien dipulangkan.
d. Masing-masing kebutuhan perawatan kesehatan, kesiapan untuk belajar, dan
halanganpembelajaran juga akan dikaji pada saat penerimaan dan
didokumentasikan.
2. Asesmen Ulang
a. Asesmen ulang keperawatan pasien rawat inap dilakukan minimal sekali
dalam 1 hari, kecuali ada perubahan kondisi pasien dan/atau diagnosis
pasien dan untuk menentukanrespon pasien terhadap intervensi. Asesmen
ulang keperawatan didokumentasikan dalamform catatan perawatan pasien
terintegrasi (CPPT) dan catatan implementasi.
b. Asesmen ulang keperawatan pasien intensif dan semi intensif dilakukan
secara kontinyu,dan didokumentasikan dalam chart minimal setiap interval
satu jam.
c. Asesmen ulang keperawatan akan mencerminkan minimal review data
spesifik pasien, perubahan yang berhubungan dengannya, dan respon
terhadap intervensi.
d. Asesmen ulang akan lebih sering dilengkapi sesuai dengan populasi pasien
dan/atau kebutuhan individu pasien.
15
G. Asesmen Peri Operatif
1. Asesmen peri operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain
dengan kompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter
operator utama.
2. Asesmen pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi di
rekammedis yang minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta
penunjang jikastandar profesi medik mengharuskan demikian) harus
menunjukkan justifikasi daritindakan operatif yang akan dilakukan.
3. Asesmen pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-masing,
dan didokumentasikan dalam rekam medis. Diagnosis pasca operasi harus
dituliskan, serta rencana penanganan pasca operasi.
4. Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana asesmen pasien belum
dilakukandan didokumentasikan di rekam medis, termasuk proses untuk
mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining
dilakukan oleh unit kamar bedah.
16
I. Skrining Dan Asesmen Gizi
1. Skrining status nutrisi dilakukan oleh perawat untuk pasien poliklinik, IGD dan
rawatinap dengan menggunakan MST (Malnutrition Screening Tool).
2. Jika pada hasil skrining ditemukan pasien berisiko tinggi mengalami Protein
Energy Malnutrition (PEM), maka perawat yang melakukan skrining
melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
3. Dokter akan melakukan pengkajian nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana
perlu pasien akan dikonsultasikan ke ahli gizi RSIA Murni Asih.
4. Hasil pengkajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien
pasien didokumentasikan dalam rekam medis.
5. Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan terapetik
berkaitandengan status gizi pasien.
6. Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien
rawat inap perlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus yang
dimiliki pasien sebagai bagian dari asesmen.
17
3. Asesmen ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat risiko
jatuh dari pasien.
4. Asesmen risiko jatuh diulang bila :
a. Pasien jatuh
b. Pasien menerima obat yang meningkatkan risiko jatuh (termasuk pasien
postoperatif maupun tindakan lainnya)
c. Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain.
5. Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa :
a. Rawat jalan menggunakan “Modified Get Up and Go Test”.
Ya Tidak
a. Perhatikan cara berjalan pasien saat akan duduk di
kursi, apakah pasien tampak tidak seimbang
(sempoyongan / limbung)?
b. Apakah pasien memegang pinggiran kursi atau meja
atau benda lain sebagai penopang saat akan duduk?
b. Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa menggunakan Morse Fall Scale
(Skala jatuh morse) sebagai berikut:
Faktor risiko Skala Poin
Riwayat jatuh Ya 25
Tidak 0
Diagnosis sekunder(≥2 diagnosis Ya 15
medis) Tidak 0
Alat bantu Berpegangan pada perabot 30
Berpegangan pada perabot 15
Tidak ada/kursi 0
roda/perawat/tirah baring
Terpasang infuse Ya 20
Tidak 0
Gaya berjalan Terganggu 20
Lemah 10
Normal/tirah 0
18
baring/imobilisasi
Status mental Sering lupa akan keterbatasan 15
yang dimiliki
Sadar akan kemampuan diri 0
sendiri
Total
Kategori :
Risiko Tinggi = ≥ 45
Risiko Rendah = 25-44
Tidak ada Risiko = 0-24
c. Asesmen risiko jatuh pada pasien anak menggunakan Humpty Dumpty
sebagai berikut:
Faktor Risiko Skala Poin
19
Faktor Lingkungan Pasien yang menggunakan alat 3
bantu/ bayi balita dalam ayunan
Pasien di tempat tidur standar 2
Area pasien rawat jalan 1
Dalam 24 jam 3
Respon terhadap Dalam 48 jam 2
pembedahan, sedasi, dan Lebih dari 48 jam / tidak ada 1
anestesi respon
Penggunaan obat-obatan Penggunaan bersamaan 3
sedative, barbiturate, anti
depresan, diuretik, narkotik
Salah satu dari obat di atas 2
Obatan –obatan lainnya / tanpa 1
obat
TOTAL
Kategori:
Skor :7-11 Risiko Rendah (RR)
≥ 12 Risiko Tinggi (RT)
L. Skrining Psikologis
1. Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai format yang
ada diformulir asesmen pasien.
2. Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai format yang
ada dilembar asesmen keperawatan.
M. Asesmen Sosio-Ekonomi-Budaya
Asesmen sosio, ekonomi dan budaya dilakukan oleh dokter, perawat dan
petugas administrasi RSIA Murni Asih.
Asesmen sosio-ekonomi-budaya oleh dokter dilakukan dengan cara :
1. Melihat data agama, pendidikan, pekerjaan yang tertulis di lembar Ringkasan
Masuk.
20
2. Melakukan anamnesis langsung (Auto-anamnesis) maupun tidak langsung
(Alloanamnesis)untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kemampuan
dan kemauan pasien untukkelanjutan proses pengobatannya.
3. Asesmen oleh dokter bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai latar
belakang pasien secara holistik guna membuat rencana penanganan pasien yang
terbaik sesuai dengankeadaan sosio – ekonomi – budaya dari pasien tersebut.
Asesmen sosio-ekonomi-budaya oleh perawat dilakukan dengan cara :
1. Melakukan pengkajian langsung dan mendokumentasikan dalam form asesmen
keperawatan.
2. Mengisi form kebutuhan edukasi pasien
3. Asesmen oleh petugas administrasi dilakukan dengan tujuan memenuhi
kelengkapanadministrasi dari pasien.
Pada asesmen sosio-ekonomi-budaya pasien rawat inap dan initial assessment pasien
rawat jalanperlu ditanyakan pula :
1. Apakah pasien perlu bantuan untuk memahami informasi mengenai pelayanan
kesehatan?
2. Tanyakan pula bagaimana pasien lebih suka menerima informasi (membaca,
mendengaratau melihat?)
3. Bahasa apa yang paling dirasa nyaman bagi pasien untuk mengkomunikasikan
mengenaipenyakitnya. Dalam hal penyedia layanan (dokter/perawat) tidak dapat
berbicara dalambahasa yang paling nyaman untuk pasien tersebut, maka
diupayakan mencari keluarga pasien atau staf RSIA Murni Asih yang mempu
menjembatani komunikasi dengan baik kepada pasien atau walinya.
4. Dalam hal pasien diwakili oleh wali (surrogate), misalnya pasien anak-anak atau
kondisisecara fisik atau psikis terganggu, maka pertanyaan-pertanyaan di atas
perlu diajukan kewali pasien tersebut.
5. Apakah ada hal-hal terkait dengan budaya / kepercayaan yang dianut yang
berhubungandengan proses perawatannya? Termasuk menanyakan adanya obat-
obat alternatif yangdikonsumsi atau dilakukan selama perawatan.
21
3. Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang
melakukanskrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
4. Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan
penanganannyeri sesuai standar profesi.
5. Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama
setiapharinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila dalam
sehari pasienmengunjungi lebih dari satu dokter / klinik)
6. Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan
didokumentasikandalam catatan keperawatan.
7. Assesmen ulang dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
danmenunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
a. Lakukan assesmen nyeri yang komprehensif setiap kali
melakukankunjungan/visite ke pasien.
b. Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah
tatalaksananyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien
yangmenjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan
sebelumpasien pulang dari rumah sakit.
c. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmenulang
setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.
d. Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jamsetelah
pemberian obat nyeri.
e. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila
sampaimenimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya
diagnosismedis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-
pembedahan,nyeri neuropatik).
8. Skala Nyeri
a. Numeric Rating Scale
1) Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun
yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri
yang dirasakannya
2) Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan
dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10
0 = tidak nyeri
1–3 = nyeri ringan (sedikit menganggu aktivitas sehari-hari).
22
4–6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-
hari).
7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari).
Gambar NRS (Numerical Rating Scale)
c. Comfort Scale
1) Indikasi : pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif/kamar
operasi/ruangrawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric
Rating Scale dan Wong Baker Faces Pain Scale.
2) Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5,
dengan skor total antara 9 – 45.
a) Kewaspadaan
b) Ketenangan
23
c) Distress pernapasan
d) Menangis
e) Pergerakan
f) Tonus otot
g) Tegangan wajah
h) Tekanan darah basal
i) Denyut jantung basal
3) Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi
sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
1) Tabel Comfort Scale
Kategori Skor Tanggal Waktu
Kewapadaan 1. Tidur pulas / nyenyak
2. Tidur kurang nyenyak
3. Gelisah
4. Sadar sepenuhnya dan
waspada
5. Hiper alert
Ketenangan 1. Tenang
2. Agak cemas
3. Cemas
4. Sangat cemas
5. Panik
Distress pernapasan 1. tidak ada respirasi
spontan dan tidak ada
batuk
2. respirasi spontan dengan
sedikit / tidak ada respon
terhadap ventilasi
3. kadang-kadang batuk
atau terdapat tahanan
terhadap ventilasi
4. seringa batuk, terdapat
24
tahanan / perlawanan
terhadap ventilator
5. melawan secara aktif
terhadap ventilator, batuk
terus-menerus / tersedak
Menangis 1. bernapas dengan tenang,
tidak menangis
2. terisak-isak
3. meraung
4. menangis
5. berteriak
Pergerakan 1. Tidak ada pergerkan
2. Kadang-kadang bergerak
perlahan
3. Sering bergerak perlahan
4. Pergerakan aktif / gelisah
5. Pergerakan aktif
termasuk badan dan
kepala
Tonus otot 1. otot relaks sepenuhnya
tidak ada tonus otot
2. penurunan tonus otot
3. tonus otot normal
4. peningkatan tonus otot
dan rileks jari tangan dan
kaki
5. kekakuan otot ekstrim
dan rileks jari tangan dan
kaki
Tegangan wajah 1. otot wajah relaks
sepenuhnya
2. tonus otot wajah yang
nyata
25
3. tegangan beberapa otot
wajah terlihat nyata
4. tegangan hampir di
seluruh otot wajah
5. Seluruh otot wajah
tegang meringis
Tekanan darah basal 1. Tekanan darah di bawah
batas normal
2. Tekanan darah berada di
batas normal secara
konsisten
3. Pengingkatan tekanan
sesekali ≥ 15% di atas
batas normal (>3 kali
dalam observasi selama
2 menit)
4. Seringnya peningkatan
tekanan darah ≥ 15% di
atas batas normal (>3 kali
dalam observasi selama 2
menit)
5. Peningkatan tekanan
darah terus-menerus ≥
15%
Denyut jantung basal 1. Denyut jantung di
bawah batas normal
2. Denyut jantung berada
di batas normal secara
konsisten
3. Peningkatan denyut
jantung sesekali ≥ 15%
di atas batas normal (1-3
kali dalam observasi
26
selama 2 menit)
4. Seringnya penigkatan
denyut jantung ≥ 15% di
atas batas normal (> 3
kali dalam observasi
selama 2 menit)
5. Peningkatan denyut
jantung terus-menerus ≥
15%
Skor Total
27
1 Fleksi/Ekstensi Tegang kaku
5 Tingkat 0 Tidur/bangun Tenang tidur lelap atau
kesadaran bangun
28
1) Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien.
Dokterberunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana
dan kapan waktu yang sesuai untuk menyampaikan berita buruk.
2) Setelah pasien mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu
bentukpendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan
untuk melaluifase denial, fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal
ini dapat dilakukandalam outpatient / inpatient setting.
3) Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di
mana,serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya
(advanceddirectives) yang terkait dengan penanganan pasien.
4) Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi,
makalangkah di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.
5) Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah
sakit dandapat ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun
pasien / keluargadapat juga memilih untuk mengundang penasehat
spiritual pilihannya sendiridengan menginformasikan kepada perawat
ruangan (untuk inpatient)
6) Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat
kondisiruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang
perawatan bagipasien terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien
lain.
7) Keadekuatan (adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan
(terutama obatnyeri), serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang
mungkin timbul pada pasienterminal.
4. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Kejiwaan
a. Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan.
1) Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat
jalan, rawatinap, maupun Instalasi Gawat Darurat.
2) Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke
psikiater,disamping penanganan kegawat daruratannya (baik medical
maupun surgical).
3) Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting
apapunharus dikonsulkan ke psikiater.
29
4) Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa
menggangguaktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter penanggung
jawabnya. Pasien dengankecurigaan gangguan psikotik, dengan atau
tanpa organic underlying disease perludikonsulkan ke psikiater.
b. Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
1) Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Jiwa.
2) Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat
dengankewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab psikiater, atau
dirujuk bila dinilai ancaman bunuh dirinya tinggi, karena RSIA Murni
Asih tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk pencegahan bunuh
diri.
3) Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.
5. Asesmen Pasien Dengan Kecurigaan Ketergantungan Alkohol / Obat.
a. Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan:
1) Alkohol
2) Nikotin
3) Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, dan
nimetazepam)
4) Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)
5) Amfetamin& Metamfetamin
b. Identifikasi populasi berisiko:
1) Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer
atau opiat)dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/
perawat melihat rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien).
2) Dokter/perawat baik IGD/rawat inap perlu juga waspada bagi pasien
yang mengeluhnyeri kronik dan “meminta” pain killer yang kuat atau
meminta peningkatan dosis.
3) Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang
masalah obat,alkohol maupun merokok.
4) Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi,
makapetugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab
pasien yangbersangkutan.
5) Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari
pertanyaanrutin untuk Medical Check Up.
30
c. Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai
adanyamasalah ketergantungan) dapat melakukan asesmen awal berupa
pertanyaan-pertanyaansebagai berikut:
1) Berapa banyak merokok? Minum alkohol?(Jika drug abuse : ditanya,
obat apayang digunakan? Darimana didapatkan?)
2) Sejak usia berapa?
3) Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
4) Apakah pasien sadar bahaya dan risiko dari merokok?
d. Bila ditemukan populasi berisiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater
untukpengkajian dan penanganan lebih lanjut.
e. Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya
konselinguntuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting
drug users / IDUs)
f. Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medic.
6. Asesmen untuk korban penganiayaan.
a. Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan fisik
diluarkemauannya.
b. Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-anak,
pasangan hidup,orang lanjut usia, dan lain lain orang yang secara sosio-
ekonomi budaya dan fisiktergantung kepada orang lain. Jika menjumpai
kelompok ini, petugas harus mewaspadaikemungkinan terjadinya
penganiayaan.
c. Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban penganiayaan,
maka disamping penanganan terhadap cederanya, maka korban harus
mendapat pengkajian lebihdalam dan penanganan khusus yang meliputi:
1) Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara bebas.
2) Bila korban anak-anak, asesmen mungkin perlu dilakukan terhadap orang
tuanyasecara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya untuk
mendapat gambaran lebihlengkap mengenai kejadiannya.
3) Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan
keinginannyasendiri, asesmen perlu dilakukan terhadap seluruh keluarga
yang ada, termasuk orangyang sehari-hari merawat korban.
31
4) Asesmen terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan, terutama pada
korbanyang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk dirinya sendiri (anak
kecil, bayi maupunorang tua atau dengan kecacatan / keterbatasan).
5) Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban
kekerasan /penganiayaan.
7. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Komunikasi.
a. Selain bahasa, pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang dapat
berakibat padatidak sesuainya penanganan pasien tersebut. Gangguan
komunikasi yang mungkin terjadiadalah:
1) Pasien dengan gangguan pendengaran (hearing loss), bisu, maupun buta
(blindness).
2) Pasien mengalami gangguan kognitif (bawaan maupun didapat), misalnya
retardasi, Cerebral Palsy, Stroke, dll).
b. Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga
pasien dimintamemberi informasi mengenai bagaimana komunikasi sehari-
hari di rumah yang efektifdilakukan.
c. Siapa keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara
efektif denganpasien.
d. Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk
asesmen, dandalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan
salah satu alternative pertama untuk asesmen.
e. Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan
bahasa isyaratuntuk orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu
tidak dapat berkomunikasi,maka rumah sakit mengundang ahli bahasa isyarat
untuk membantu proses komunikasiatau menunggu hingga anggota keluarga
yang mampu berkomunikasi hadir di rumah sakit,kecuali dalam keadaan life
saving.
f. Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas
doktermenganggap informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya. Dan
perlu dilakukankonfirmasi dengan keluarga mengenai hasil asesmen tersebut.
32
memerlukan perencanaanpemulangan sedini mungkin, demi kepentingan
penanganan selanjutnya di rumah. Halini berhubungan dengan kelanjutan
pengobatan, kepatuhan minum obat, proses rehabilitasi, dan lain sebagainya.
2. Asesmen perlu/tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi :
a. Siapa yang akan melanjutkan perawatan di rumah saat pulang nantinya.
b. Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah di rumah (dilihat dari jenis
danberat ringannya penyakit yang diderita)
c. Pemahaman dari pasien / keluarga / yang merawat di rumah tentang
penyakitpasien dan rencana penanganan yang ada, termasuk obat-obatan yang
diberikan,serta pengkajian lain (pemeriksaan penunjang) yang dilakukan.
3. Hasil akhir asesmen cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK PERLU
Discharge Planning.
4. Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan
transportasididiskusikan oleh dokter maupun perawat dengan keluarga /
pengampu / penanggungjawab pasien.
5. Perencanaan pemulangan pasien PERLU dilakukan pada pasien sebagai berikut :
a. Pasien yang tinggal sendiri
b. Pasien yang penyakitnya tidak akan sembuh total dan memerlukan
perawatanlanjutan di rumah atau di tempat lain
c. Pasien dengan gangguan mental
d. Pasien intensive care unit , high care unit , cardiovascular care unit
e. Bayi prematur, cacat
f. Pasien yang memerlukan pembedahan.
g. Pasien warga negara asing yang mungkin memerlukan pemulangan ke Negara
asalnya.
33
BAB V
DOKUMENTASI
Rekam Medis
Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan penting
dalam proses asuhan pasien. Hal ini umumnya dipahami pelaksana praktek kedokteran
bahwa “ jika anda tidak mendokumentasikannya, anda tidak melakukannya”. Dokumentasi
adalah alat komunikasi berharga untuk pertemuan di masa mendatang dengan pasien
tersebut dan dengan tenaga ahli asuhan kesehatan lainnya.
Saat ini, beberapa metode berbeda digunakan untuk mendokumentasikan asuhan
pasien dan PCP, dan beragam format cetakan dan perangkat lunak komputer tersedia untuk
membantu farmasis dalam proses ini. Dokumentasi yang baik adalah lebih dari sekedar
mengisi formulir; akan tetapi, harus memfasilitasi asuhan pasien yang baik. Ciri-ciri yang
harus dimiliki suatu dokumentasi agar bermnanfaat untuk pertemuan dengan pasien
meliputi: Informasi tersusun rapi, terorganisir dan dapat ditemukan dengan cepat.
Daftar rekam medis yang berhubungan dengan asesmen pasien diantaranya:
1. Lembar Asesmen Awal Rawat Jalan (RM 54 a)
2. Lembar Asesmen Lanjutan Rawat Jalan (RM 54 b)
3. Lembar Asesmen Awal Rawat Jalan Poli Gigi (RM 56 a)
4. Lembar Asesmen Lanjutan Rawat Jalan Poli Gigi (RM 56 b)
5. Lembar Asesmen Awal Rawat Jalan Poli Kebidanan dan Kandungan (RM 55 a)
6. Lembar Asesmen Lanjutan Rawat Jalan Poli Kebidanan dan Kandungan (RM 55 b)
7. Lembar Asesmen Awal Fisioterapi (RM 57 a)
8. Lembar Asesmen Lanjutan Fisioterapi (RM 57 b)
9. Lembar Asesmen Awal Rawat Jalan Poli Mata (RM 73 a)
10. Lembar Asesmen Lanjutan Rawat Jalan Poli Mata (RM 73 b)
11. Lembar Triase (RM 06)
12. Lembar Asesmen Gawat Darurat (RM 07)
13. Lembar Observasi HIS dan DJJ (RM 20)
14. Lembar Observasi post SC (RM 21)
15. Lembar Observasi Bayi (RM 24)
16. Lembar Observasi Tanda Vital, Nyeri dan Produksi Cairan Tubuh (RM 29)
17. Lembar Asesmen Awal Rawat Inap Medis Bedah-Trauma (RM 08)
18. Lembar Asesmen Awal Rawat Inap Medis Bedah-Non Trauma (RM 09)
34
19. Lembar Asesmen Awal Rawat Inap Medis Non Bedah (RM 10)
20. Lembar Asesmen Awal Rawat Inap Medis Neonatus (RM 11)
21. Lembar Asesmen Awal Rawat Inap Medis Anak (RM 12)
22. Lembar Asesmen Awal Keperawatan Pasien Rawat Inap (RM 13)
23. Lembar Asesmen Keperawatan Anak (RM 14)
24. Lembar Asesmen Keperawatan Neonatus (RM 15)
25. Lembar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil (RM 17)
26. Lembar Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin (RM 18)
27. Lembar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas (RM 19)
28. Lembar Penilaian Resiko Jatuh Pasien Dewasa Skala Morse (RM 23 a)
29. Lembar Penilaian Resiko Jatuh Pasien Anak Humty Dumpty (RM 23 b)
30. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi / CPPT (RM 27)
31. Lembar Asuhan Gizi (RM 30)
32. Lembar Discharge Planning / Perencanaan Pulang (RM 34)
33. Lembar Asesmen Pra Sedasi / Anestesi (RM 39)
34. Lembar Asesmen Keperawatan Perioperatif (RM 47)
35. Lembar Konsultasi (RM 60)
36. Lembar Asesmen Pasien Terminal (RM 65)
35
BAB VI
PENUTUP
Tangerang , 2018
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Montana State Hospital Policy and Procedure. Patient assessment policy; 2009
2. Patient assessment definitions
3. San Mateo Country EMS Agency. Patient assesment, routine medical care, primary
and secondary survey; 2009
4. Danver Paramedic Division. Pre-hospital protocols; 2012
5. Malnitrition Advisory Group: a Standing Commitees of BAPEN, Malnutrition
Universal Screening Tool (MUST), 2010
6. Sizewise. Understanding fall risk, prevention, and protection, USA: Kansas
7. Sentara Williamsburg Community Hospital. Pain assesment and management policy;
2006
8. National Instute of Health warren Grant Magnuson Clinical Center, Pain intensity
instruments: numeric rating scale; 2003
9. Pain management. (diakses tanggal 23 Februari 2012), Diunduh dari:
www.hospitalsoup.com
10. Craig P, Dolan P, Drew K, Pejakovich P, Nursing assesment, plain of care, and patient
education: the foundation of patient care. USA: HCPro, Inc; 2006
37