Você está na página 1de 14

AGRIBISNIS ULAT SUTERA DI DESA BEJEN KECAMATAN BEJEN

KABUPATEN TEMANGGUNG

Oleh :
Pramono Hadi,. SP. M.Si *) dan Ir. Dedy Rustiono., M.Si *) dosen tetap UNIBA
Sulistyo Winarno,. SP. M.Si **) Dosen tidak tetap UNIBA ***) Suwardi, SP. Peneliti LP3M UNIBA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui agribisnis ulat sutra di Temanggung Jawa
Tengah dan mengetahui usahatani dan penyedian bibit. Penelitian ini telah dilaksanakan
bulan Desember 2009 sampai Januari 2011. di Desa Bejen Kecamatan Bejen Kabupaten
Temanggung dengan ketinggian tempat 575-600 meter di atas permukaan laut.
pengembangan agribisnis persuteraan alam di Indonesia, Perum Perhutani selalu
mengembangkan bibit telur ulat sutera, maupun bibit murbei. Selain upaya
pengembangan bibit ulat sutera dan bibit murbei, pembinaan teknis/pendampingan
merupakan penentu keberhasilan produksi usaha persuteraan alam. Memberi
kesempatan pelatihan dan magang konsumen telur/petani sutera mengenai
pemeliharaan kebun murbei, pemeliharaan ulat dengan maksud agar para konsumen
betul-betul mampu membudidayakan ulat sutera.

Kata kunci; Agribisnis dan ulat sutra murbai

A. Pendahuluan
Berawal dari negeri Cina, budidaya ulat sutera dikenal sejak jaman dinasti Han
yaitu era 2500 sebelum Masehi. Dominasi ekspedisi dagang besar-besaran Cina
menjadikannya sutera menyebar ke berbagai kawasan. Mulai dari Cina Tengah, India
Utara, Persia hingga daratan Eropa di pusat Kota Roma (Italia). Jalur perdagangan ini
terkenal dengan sebutan The Silk Road atau jalur sutera. Pada tahun 1718 sutera
masuk ke Indonesia, tetapi baru pada tahun 1970 budidaya ulat sutera mulai tertata
(Anonim, 2007a).
Ulat sutera adalah serangga yang berguna sebagai penghasil benang sutera.
Dalam siklus hidupnya melakukan metamorfosis sempurna mulai dari larva (ulat),
pupa sampai dengan kupu-kupu. Benang sutera dihasilkan dari air liurnya saat
membuat kepompong (Anonim, 2008a).

1
Banyak manfaat dari ulat sutera ini antara lain sebagai hiasan yaitu selaput
kokonnya dibuat kertas sutera. Kotorannya dapat digunakan untuk membuat obat
jerawat. Sedangkannya kokonnya ada yang digunakan untuk membuat benang yaitu
kokon direbus selama 5-10 menit setelah itu ujungnya diambil benangnya dan
dipintal. Pupa yang direbus dan mati dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan
yang bergizi tinggi (Anonim, 2008b).
Hasil ulat sutera adalah benang sutera yang halus dan mempunyai nilai jual
sangat tinggi. Namun demikian bahan sutera di Indonesia masih sedikit, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan dalan negeri pemerintah masih harus impor. Adapun
keistimewaan dari tenun kain sutera adalah bila dipakai sejuk dan mempunyai nilai
estetika sangat tinggi, sehingga harga kain sutera sangat tinggi. Produk kain sutera
merajai produk tekstil bahkan merebut hati konsumen, baik dalam pemeran produk
tekstil dalam negeri maupun internasional (Guntoro, 1994).
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri serta sebagai sumber devisa negara,
maka pembudidayaan ulat sutera perlu dimasyarakatkan, selain itu perlu dilakukan
penelitian-penelitian lebih lanjut agar pengembangan ulat sutera di Indonesia dapat
mensejahterakan hidup masyarakat. Peningkatan produksi ulat sutera di Indonesia
dapat dikembangkan, mengingat cukup tersedia tenaga kerja, iklim dan lahan yang
subur sebagai penyedia bahan makanan ulat sutera (Handoro, 1997).
Dalam rangka memanfaatkan hasil pertanian, maka sekarang dicoba budidaya
ulat sutera diberi maka daun singkong. Hal ini disebabkan petani biasanya menanam
singkong hanya diambil ubinya, sedangkan daun singkong dibiarkan di sawah. Daun
singkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ulat sutera, karena daun singkong kaya
akan kandungan gizi. Selain itu daun singkong mempunyai efek baik bagi kesehatan,
nutrisi daun singkong sangat banyak, terutama kandungan proteinnya, kadar seratnya
tinggi (95 mg/100 g) dan vitamin C 3300 RE (Anonim, 2008c).
Menurut Nuryani dan Soedjono (1994), setiap 100 g daun singkong
mengandung 7,58 mg HCN, tapi bila dipanen muda (± 5 bulan) kadar HCN-nya masih
rendah, berbeda dengan ubinya, daun singkong merupakan sumber protein yang baik
untuk binatang memamah biak dan mengandung 8,3% protein dapat dicerna dan
45,5% total bahan kering makanan yang dapat dicerna.

2
Dalam budidaya ulat sutera, tempat pembudidayaan perlu diperhatikan agar
pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera dapat baik sehingga produksi benang
sutera dapat maksimal. Tempat pembudidayaan menyangkut kebersihan, tempat
pembesaran dan besarnya tempat agar populasi ulat sutera tidak berlebihan atau
kurang. Bila populasi berlebihan dapat mengganggu perkembangan ulat sutera, karena
akan berkompetisi dalam memperoleh ruang dan makanan. Pembersihan tempat ulat
sutera dilakukan 4 kali yaitu sebelum dan sesudah ganti kulit instar kedua serta
sebelum dan sesudah ganti kulit instar ke tiga (Anonim, 2008a).
Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan
penting, karena selain bertujuan menyediakan pangan dan sandang bagi seluruh
penduduk, juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa negara dari sektor non
migas. Besarnya kesempatan kerja yang dapat diserap dan besarnya jumlah penduduk
yang masih bergantung pada sektor ini memberikan arti bahwa di masa mendatang
sektor ini masih perlu terus ditumbuh kembangkan (Muhammad, 1996).
Pembangunan sektor pertanian ini mencakup sektor tanaman, peternakan,
kehutanan maupun perikanan. Peternakan adalah mengusahakan atau
membudidayakan binatang. Binatang dikelompokkan dalam beberapa golongan
penting yang dalam bahasa latin disebut Phylum. Diantaranya Phylum Chordata yatu
binatang bertulang belakang. Phylum Arthropoda yaitu badannya beruas-ruas
(bersegmen) contohnya serangga (Pracaya, 1991).

B. Permasalahan
Bagaimana usahatani atau agribisnis ulat sutra alam yang dilakukan di Temanggung
untuk meningkatkan penyediaan bibit berkualitas untuk kepentingan petani
khususnya di Jawa Tengah ?

C. Maksud dan Tujuan


Memberikan gambaran mengenai potensi yang dimiliki di Temanggung Jawa
Tengah untuk pengembangan usaha persuteraan alam melalui penyediaan bibit leur
F1 yang berkualitas.

3
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan diskusi agribisnis ulat sutra
2. Sebagai gambaran usaha tani ulat sutra di Jawa Tengah

E. Tinjauan Pustaka
Kupu-kupu merupakan serangga, serangga merupakan golongan binatang terbesar
kira-kira 75% dari jumlah binatang yang hidup yang telah diketahui manusia. Serangga
ada yang menguntungkan, tetapi juga ada yang merugikan karena merusak tanaman dan
menyebabkan penyakit manusia dan binatang ternak (Pracaya, 1991).
Serangga kupu-kupu selama siklus hidupnya merugikan manusia terutama pada
fase larva, karena akan memakan tanaman. Pada fase kupu-kupu serangga ini
menguntungkan manusia, karena akan membantu penyerbukan tanaman. Pada fase larva
tersebut serangga ini akan memakan tanaman apa saja, sehingga pada fase larva sering
disebut hama (Untung, 1993).
Kupu-kupu merupakan serangga yang mengalami beberapa perubahan bentuk
selama siklus hidupnya atau sering disebut metamorphosis. Perubahan bentuk tersebut
antara lain : dari telur menjadi larva (ulat), kemudian menjadi kepompong dan menjadi
imago (bentuk dewasa) yaitu berupa kupu-kupu. Ulat yang kita pelihara tidak lain adalah
bentuk dari larva kupu-kupu yang tumbuh hingga membentuk kepompong (Suyanto,
1994).
Tahapan metamorphosis pada serangga antara lain : tanpa metamorphosis
(ametabola), metamorphosis bertingkat (paurometabola), metamorphosis tidak lengkap
(hemimetabola) dan metamorphosis sempurna (holometabola). Contoh serangga yang
mengalami metamorphosis sempurna (holometabola) adalah ordo Lipedoptera,
Coleoptera dan Diptera (Rukmana dan Saputra, 2002).
Kupu-kupu dapat dibedakan menjadi beberapa family, antara lain : keluarga
Bombycida, yaitu kupu-kupu yang kepompongnya diselimuti atau dibungkus kokon. Ulat
kupu-kupu keluarga Bombycida senantiasa membentuk kokon lebih dahulu sebelum
membentuk kepompong. Secara alamiah kegiatan ini merupakan upaya untuk
menyelamatkan diri dari musuh atau kondisi lingkungan karena kepompong tersebut
keadaannya lemah dan tidak berdaya. Dari keluarga Bombycida ini diantaranya terdapat

4
jenis kupu sutera (Bombyx mori). Ulat sutera sering disebut Bombyx mori, karena bentuk
badannya gemuk (Anonim, 2008b).
Kupu ulat sutera mempunyai sebuah sabit (bulan sabit) “jendela” atau hyaline area
di bagian sayat depan. Kupu ulat sutera termasuk dalam ordo Lepidoptera ialah jenis
kupu-kupu yang ulatnya sering kali menggundulkan pohon-pohon dadap dan rasa mala.
Kupu-kupu dalam sistematika binatang termasuk kelas serangga (Hexapoda) yang secara
umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut: memiliki kaki sebanyak 6 buah, bagian
tubuhnya terdiri dari kepala, dada, dan badan belakang. Sifat spesifik lainnya dari bangsa
serangga adalah dalam proses hidupnya mengalami perubahan bentuk (metamorphosis)
yang bentuk fisiknya antara fase satu dengan fase yang lain amat berbeda. Bangsa
serangga dapat dibedakan menjadi 10 golongan (ordo) antara lain adalah golongan kupu-
kupu (Lepidoptera) atau sering disebut serangga bersayap sisik, karena memiliki empat
sayap yang dihiasi “sisik” yang warnanya indah. Ciri lainnya adalah bahwa serangga ini
memiliki mulut untuk menghisap (Guntoro, 1994).
1. Siklus Hidup Ulat Sutera
Siklus hidup ulat sutera sejak bayi hingga masa kawin serta bertelur
berlangsung kurang lebih satu bulan. Kupu-kupu melewati fase perkembangan hidup
sebagai pupa kurang lebih 18 hari. Kupu-kupu baru bisa keluar setelah
mengeluarkan cairan liur, khususnya untuk melubangi kokon rumah serat sutera
yang dibangunnya selama tiga sampai lima hari tanpa henti (Handoro, 1997).
Ulat sutera siklus hidupnya mempunyai metamorfosis sempurna mulai dari
telur, larva (ulat), pupa (kepompong) dan kupu. Telur ulat sutera berbentuk lonjong,
panjang 1,33 mm, lebar 1 mm dan tebal 0,5 mm. Warna telur ulat sutera putih
kekuningkuningan. Telur biasanya menetas 10 hari (Anonim, 2008a).
Ulat sutera terbagi atas lima instar, yaitu instar 1, 2 dan 3 disebut ulat kecil
dengan umur berkisar 12 hari. Instar 4 dan 5 disebut ulat besar dengan umur berkisar
13 hari. Pupa terjadi setelah ulat sutera mengeluarkan serat sutera, lama masa pupa
12 hari. Pupa jantan pada ruas ke-9 terdapat titik, sedangkan pupa betina ruas ke-8
terdapat tanda silang (Handoro, 1997).
Selama menjalani fase larva, ulat sutera mengalami 4 kali ganti kulit atau
disebut instar. Bentuk fisik ulat sutera sangat khas, yaitu terdiri dari 3 bagian :

5
bagian kepala, thorax dan abdomen atau tubuh. Dibagian kepala terdapat antena
sebagai syaraf perasa. Ada rahang untuk mengunyah makanan dan ada mata serta
ada spineret yaitu tempat keluarnya filamen sutera (Guntoro, 1994).
Ulat sutera (Samia cynthia ricini) membuat kokon terutama untuk melindungi
diri selama mengalami proses metamorfosis sebagai pupa. Fase ini membutuhkan
waktu dua pekan. Ketika menetas ulat hanya memiliki panjang 1-2 mm, setelah
berumur satu hari ulat bertambah panjang menjadi 3 mm (Guntoro, 1994).
Kupu- kupu betina biasanya mempunyai ukuran yang lebih besar dibanding
kupu-kupu jantan. Kupu- kupu jantan bisa kawin sebanyak 3 kali dengan masa
kawin berkissar 20 menit sampai 24 jam. Jumlah jantan sedikit memungkinkan
betina lebih banyak melakukan perkawinan, karena untuk memenuhi tempat sperma
pada betina (Anonim, 2009).
Sepanjang perjalanan hidup ulat sutera dari mulai periode instar pertama
hingga ke empat, ulat mengalami empat kali pergantian kulit. Kondisi ini
berbarengan dengan perkembangan bentuk tubuhnya yang juga bertambah besar.
Sepanjang hari ulat sutera terus makan. Sedikitnya diperlukan 100 kg daun murbei
atau daun singkong segar untuk sekitar 25.000 ulat sutera dalam satu siklus hidup.
Sesudah instar ke tiga, menjelang instar ke empat dan ke lima ulat sutera tidur. Pada
instar ke-empat menjelang pengkokonan, selama tiga hari ulat sutera makan tanpa
henti (anonim, 2007b).
Menurut Guntoro (1994), menjelang akan mengokon, selama tiga hari ulat
sudah tidak makan lagi. Tubuh ulat menjadi lebih bening dan bagian mulut mulai
mengeluarkan serat untuk membungkus tubuhnya selama menjalani masa pupa.
Rata-rata kokon jika telah menjadi serat dan direntang benang bisa mencapai
panjang 1000 meter.
2. Tempat Budidaya Ulat Sutera
Menurut Guntoro (1994), sebelum pemeliharaan ulat dilakukan, segala sarana
dan bahan yang diperlukan harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan baik. Tanpa
persiapan yang baik, usaha membudidayakan ulat sutera akan mengalami kegagalan.
Cara dan perlengkapan yang harus dipersiapkan meliputi pakan, ruangan dan
perlengkapan-perlengkapan budidaya.

6
Kebersihan tepat pembesaran ulat perlu dijaga, agar pertumbuhan dan
perkembangan ulat sutera meningkat sehingga produksi benang dapat meningkat.
Pembersihan tempat ulat sutera dilakukan sebelum pemberian makan (Anonim,
2008a).
Menurut Handoro (1997), penggunaan alas ulat sutera akan memudahkan
dalam melakukan pembersihan nampan dari sisa-sisa pakan dan kotoran ulat sutera.
Alas media yang dapat digunakan adalah dari bahan kertas dan plastik. Kelebihan
alas dari kertas adalah dapat menyerap kotoran dengan baik dan ulat sutera mudah
menempel pada alas tersebut. Sedangkan kekurangannya adalah kotoran sulit
dibersihkan dan tidak tahan lama. Kelebihan penggunaan alas plastik adalah mudah
dibersihkan dan tahan lama. Sedangkan kekurangannya adalah penyerapan tidak
maksimal dan mudah lembab dan berjamur.
F. Metode Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan bulan Desember 2009 sampai Januari 2011. di
Desa Bejen Kecamatan Bejen Kabupaten Temanggung dengan ketinggian tempat
575-600 meter di atas permukaan laut.
2. Strategi dan bentuk penelitian
Strategi yang digunakan berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini,
yang lebih menekankan pada masalah proses dan makna jenis penelitian yang tepat
adalah penelitian kualitatif deskriptif (Sutopo, 2002).Strategi yang tepat dalam
penelitian ini adalah studi kasus tunggal. Selanjutnya untuk memahami arti
peristiwa, fenomena yang akan muncul dalam kehidupan sehari-hari dan untuk
menginterpretasikan potensi mereka, maka pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis (Moleong, 2000).
3. Sumber data
1) nara sumber (disamarkan).; 2) Tempat aktivitas di lingkungan kerja
4. Teknik pengumpulan data
Wawancara mendalam menurut Yin (1987) peneliti dapat bertanya kepada
informan kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa di samping mengenai opini
informan mengenai peristiwa yang ada.

7
Tipe infomasi ini menggunakan berbagai bentuk dan menjadi objek rencana-
rencana pengumpulan data yang eksplisit, misalnya artikel pada jurnal penelitian
yang sejenis, untuk mendukung dan menambah bukti dari sumber lain, selain
informan (Yin, 1987). Namun demikian meskipun dokumen ini sumber primer
penelitian akan tetapi data bersumber dari dokumen ini harus dilengkapi wawancara
yang mendalam dan holistik dan dengan stakeholders (Deddy Mulyana, 2002).
5. Teknik Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah perusahaan. Karena penelitian ini
akan dilakukan di satu perusahaan maka teknik analisis yang digunakan adalah
analisis kasus tunggal. Pada tiap kasusnya proses analisisnya akan dilakukan
dengan menggunakan model analisis interaktif (Miles dan Huberman dalam Sutopo,
2002).
G. Hasil dan Pembahasan
1. Prospek pasar
Usaha persuteraan alam berorientasi pasar ekspor. Negara pengimpor ulat sutera
terbesar selama ini adalah negara-negara Eropa dan Amerika. Pesaing terbesar penghasil
ulat sutera selama ini adalah Cina.
Komoditas ulat sutera hanya dapat dikembangkan di negara-negara tropis, keadaan
ini merupakan peluang bagi Indonesia khususnya petani d yang memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif untuk mengembangkan komoditas tersebut sebagai komoditas
unggulan.
Perkembangan ulat sutera alam pada tahun-tahun terakhir ini menunjukan prospek
yang cukup baik. Paling tidak trgambarkan dari jumlah produksi raw silk dunia yang
terus menurun selama enam tahun terakhir, dari 55.222 ton menjadi 52.342 ton,
sedangkan kebutuhan dunia cukup besar dan stabil yaitu sebesar 81.546 ton. Kebutuhan
ini diprediksikan akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah
penduduk serta semakin membaiknya kondisi perekonomian.
Beberapa analisis menyatakan bahwa sutera alam mempunyai prospek yang baik,
dan diperkirakan permintaan sutera akan meningkat antara 2 – 3 % per tahun (ISA)
sementara FAO meramalkan lebih besar hingga 5%, sementara peningkatan permintaan
di Indonesia sendiri diperkirakan mencapai 12,24% (Sri Utami Kuncoro, 1999).

8
Luas lahan aktual persuteraan alam yang telah berproduksi pada tahun 1997/1998
di Indonesia tercatat kurang lebih 400 hektar, terdiri dari usahatani persuteraan alam
intensif dan yang masih dalam masa pertumbuhan seluas 200 hektar. Sedangkan
usahatani persuteraan alam tradisional yang telah dirintis sejak 20 tahun yang lalu seluas
2000 hektar dengan hasil produksi mencapai 5.000 ton pertahun. Kebutuhan kokon segar
aktual pasar dalam negeri saat ini, sebagai bahan baku untuk industri benang sutera.
2. Dukungan sumber daya lokal
Dukungan sumberdaya lokal persuteraan di Jawa meliputi 3 hal yaitu kebijakan
pemerintah, sumberdaya manusia dan sumberdaya lahan. Usaha persuteraan alam, selain
didukung penuh pemerintah daerah, juga mendapat bantuan dana kredit terluas se
Indonesia. Semenetara itu mengingat sifat kegiatan persuteraan alam yang dapat
dilakukan oleh laki-laki maupun wanita, jumlah dan kualitas petani di Jawa menjadi
modal dasar bagi tmbuh dan berkembangnya persuteraan alam ini. Luas areal tanaman
murbai 1.141,47 ha.
. Penggunaan teknologi standar persuteraan alam di tingkat petani belum merata.
Petani persuteraan alam masih bervariasi sehingga produksi kokon belum optimal,
walaupun secara nyata ada peningkatan produksi kokon dari 4,5 ton pada tahun 2000
menjadi 8,3 ton pada tahun 2001. Dalam tabel di bawah dijelaskan mengenai konsumsi
pemeliharaan ulat sutera dan produksi kokon di Jawa Tengah.
3. Peluang dan kelayakan investasi
Peluang investasi yang mungkin dilakukan di Jawa Tengah dalam persuteraan
alam ini harus satu paket dimulai dengan pembukaan lahan untuk tanaman murbai sampai
pada proses pemintalan atau penenunan yang dalam tahapan selanjutnya akan mendorong
industri garmen.
Berdasarkan perhitungan/analisis pembiayaan, maka biaya produksi yang harus
dikeluarkan untuk luas pengusahaan 1 ha menggunakan pola monokulutr adalah Rp
32.375.000 yang terdistribusikan dalam jangka waktu dua tahun. Sementara untuk modal
kerja diperlukan dana sebesar Rp 9.662.400. Sehingga total pengeluaran yang dilakukan
secara bertahap dalam tempo dua tahun adalah Rp 42.037.400. Sementara penerimaan
yang diharapkan sebesar Rp 89.600.000. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di
bawah ini yang memuat analisis usahatani persuteraan alam.

9
USAHA PERSUTRAAN / KELOMPOK TANI SUTERA ALAM (Dalam 1 Th)
1. Luas Kebun Murbei : 1 Ha
2. Produksi Daun Murbei : 20 Ton
3. Pakan Ulat : 1,3 ton / box ( 15,38 box telur )
4. Ratio Kokon / box : 30 ton
5. Harga Jual Kokon : Rp 20.000 / kg
6. Harga Bibit Telur : Rp 44.000 / box ( sudah termasuk PPn 10 % )
7. Produksi Kokon : 461,40 ( 15,38 box x 30 kg )

PERHITUNGAN BIAYA
HARGA JENIS USAHA
No URAIAN SAT VOL
SATUAN MURNI PETANI
I KEBUN MURBEI Ha
1 Cangkul Ha 2 kali Rp 500.000 Rp 1.000.000 -
2 Pangkas Ha 4 kali Rp 100.000 Rp 400.000 -
3 Pemberantasan Hama Ha 4 kali Rp 90.000 Rp 360.000 Rp 360.000
4 Pupuk Kandang Ton 10 Rp 150.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000
5 Pupuk Kimia Kg 200 Rp 2.000 Rp 400.000 Rp 400.000
6 Pemupukan Kimia Ha 2 kali Rp 150.000 Rp 300.000 -
7 Pemupukan Kandang Ha 1 kali Rp 300.000 Rp 300.000 -
8 Gamping Kg 600 Rp 600 Rp 360.000 Rp 360.000
9 Gulma Ha 2 kali Rp 60.000 Rp 120.000 -
Jumlah Rp 4.740.000 Rp 2.620.000

II PEMELIHARAAN ULAT
Telur Bibit Box 15,38 Rp 44.000 Rp 676.720 Rp 676.720
Upah Pemeliharaan Ulat Box 15,38 Rp 300.000 Rp 4.614.000 -
Obat – obatan
- Kaporit Kg 7,5 Rp 35.000 Rp 262.500 Rp 262.500
- Formalin Liter 7,5 Rp 13.000 Rp 97.500 Rp 97.500
- Kertas samak 3 lembar / box Lbr 7,5 Rp 1.000 Rp 7.500 Rp 7.500
- lain-lain Box 7,5 Rp 10.000 Rp 75.000 Rp 75.000
JUMLAH II Rp 5.733.220 Rp 1.119.220
III HPP Daun Murbei ( I : Produksi Daun Rp 4.740.000 Rp 2.620.000
20.000 20.000
= Rp 237 Rp 131
IV Kapasitas Pemeliharaan Ulat 20.000 Kg
1.300 Kg
= 15,38 Box
V HPP Kokon ( I + II : Prod. Kokon ) Rp10.473.220 Rp 3.739.220
461,40 461,40
= Rp22.698,78 Rp 8.104,07
VI BEP Kokon ( I + II : harga Jual Kokok ) Rp10.473.220 Rp 3.739.220
Rp 20.000 Rp 20.000
= 523,66 = 186,96
VII BEP / BOX Kokon ( BEP Kokon : Intake Telur 523,66 186,96
15,38 15,38
= 34,04 = 12,15
Sumber. Data sekunder PPUS Jatiroto

Secara sederhana usahatani persuteraan alam dalam satu hektar memerlukan biaya
sebesar Rp 10.548.000. Untuk selanjutnya penerimaan yang akan diperoleh setahap demi
setahap akan meningkat seiring dengan volume pemeliharaan ulat sutera yang dilakukan.
Produksi kokon pada tahun pertama hanya 200 kg, tahun kedua sebanyak 600 kg. Pada
tahap selanjutnya produksi kokon akan konstan sebesar 750 kg. Apabila diasumsikan

10
harga per kg kokon sebesar Rp 20.000, maka penerimaan usahatani persuteraan alam
akan terlihat bertahap sesuai dengan tahap jumlah kokon yang dihasilkan.
4. Tanaman Murbay
Budidaya ulat sutera merupakan salah satu usaha yang dapat ditekuni. Bila
dilakukan dengan tata cara yang benar, usaha ini menjanjikan keuntungan. Selain
menghasilkan benang sutera, usaha ini juga dapat diteruskan hingga ke bagian hilirnya,
yaitu tenun sutera, sehingga menghasilkan berbagai jenis kain sutera yang halus dan
indah.
Pohon murbey dapat tumbuh subur di berbagai ketinggian tanah, asalkan tanahnya
cukup subur dan mendapatkan penyinaran matahari yang cukup. Bibit diperoleh dengan
cara stek. Terdapat beberapa jenis pohon murbey, seperti catayana, multi coulis, canva,
nigra dan lembang. Daun murbey dapat dijadikan pakan ulat sutera setelah berusia 3
bulan.
Proses budidaya ulat sutera dimulai dari rumah ulat kecil. Ruangan ini harus steril,
karena itu saat masuk kedalamnya pengunjung harus mencuci tangan. Di ruangan
terdapat alat inkubasi telur ulat dan pembiakan ulat kecil. Dari telur hingga berkembang
menjadi ulat yang menghasilkan kepompong memerlukan waktu sekitar 15 hari.
Setelah cukup besar, ulat dipindah ke ruangan lain untuk menghasilkan kepompong.
Dalam waktu 28 hari ulat sutera akan berubah menjadi kepompong atau kokon.
Kepompong inilah yang nantinya akan ditenun menjadi benang sutera. Kualitas kokon
yang dihasilkan sangat ditentukan kesehatan ulat dan kualitas pakannya. Ada beberapa
hama yang harus dihindari, yaitu kadal, cicak, tikus dan semut. Sebelum diolah, kokon
direbus dalam air panas dengan suhu 85 derajat celcius selama dua puluh menit.
Kemudian ditiriskan dan disikat. Kini kokon siap dipintal menjadi benang sutera.
Pemintalan dilakukan dengan alat pintal tradisional. serat sutera ditarik hingga
menjadi benang. Sebanyak 10 kilogram kokon akan menghasilkan sekitar satu kilogram
benang sutera. Benang sutera kemudian ditenun menjadi kain dengan menggunakan alat
tenun bukan mesin. Proses penenunan dilakukan dengan peralatan sederhana dengan cara
manual. Penenunnya tenaga kerja yang sudah sangat terampil, sangat sehingga
menghasilkan kain sutera yang berkualitas.

11
Kain sutera yang telah ditenun kemudian diletakkan di ruangan penyimpanan.
Berbagai motif kain sutera dihasilkan sesuai permintaan pasar. Sangat mudah untuk
membedakan antara kain sutera asli ini dengan yang sintetis. Kain sutera ini dipasarkan
ke Jawa Barat dan Jakarta, serta berbagai kota-kota lain di Indonesia. Permintaan yang
besar membuat pak tatang kewalahan memenuhi seluruh pesanan.
5. Biologi dan Kimia Murbei
Pohon murbei merupakan tumbuhan asli Pegunungan Himalaya. Sekarang,
pohon murbei menyebar baik di daerah tropik maupun daerah sub tropik mulai dari
ketinggian 0 – 4000 m dpl. Pohon murbei termasuk ke dalam genus Morus. Murbei
termasuk ke dalam genus Morus, family Moraceae.Ordo Klas Dicotyledonae. Pohon
murbei memiliki lebih dari 35 species dan sub species (Ryu, 1998). Berdasarkan long
style bunga jantan species murbei dikelompokkan ke dalam Dolychostyle dan
Macromorus. Populasi tanaman tidak kurang dari 100 species murbei yang telah dikenal.
Akan tetapi yang sering dibudidayakan untuk kepentingan budidaya ulat sutera adalah
Morus Alba, Morus Cathayana dan Morus Multicaulis.
H. Kesimpulan
1. Dalam rangka penunjang pengembangan agribisnis persuteraan alam di Indonesia,
Perum Perhutani selalu mengembangkan bibit telur ulat sutera, bibit murbei.
2. Selain upaya pengembangan bibit ulat sutera dan bibit murbei, pembinaan
teknis/pendampingan merupakan penentu keberhasilan produksi usaha persuteraan.
3. Memberi kesempatan pelatihan dan magang konsumen telur/petani sutera
mengenai pemeliharaan kebun murbei, pemeliharaan ulat dengan maksud agar
para konsumen betul-betul mampu membudidayakan ulat sutera.
I. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007a. Menyingkap Serat Sutera. http://www.liputan6.com/mobile/?c_id
=8&id=144895. 21 Juli 2007.13:44.

---------, 2007b. Si Rakus Pelahap Daun Murbei. http://www.liputan6. com/mobile/?


c_id=8&id=144895. 21 Juli 2007.15:03.

---------, 2007c. Ulat Sutra. http://id.wikipedia.org/wiki.23 Juli 2007.20:13.

---------, 2008a. Pemeliharaan Ulat Sutera, Budidaya Ulat Sutera dan Produksi.
http://masjamal.Blogdetik.com/2008/12/31.

12
---------, 2008b. Ulat Sutera, Si Lucu yang Memberi Manfaat.
http://pr.qiandra.net.id/print.php?mib=beritadetail&id=21363.

---------, 2008c. Nutrisi Daun Singkong. http://www.suhaemi.org. 1 Maret 2009.11:20.

---------, 2009. Utang Budi Dibawa Mati. Trubus 471-Februari 2009/XI.

Guntoro, S., 1994. Budidaya Ulat Sutera. Kanisius. Yogyakarta.

Handoro, W., 1997. Budidaya Ulat Sutera. Sinar Cemerlang Abadi, Jakarta. 90 hal.

Harjadi, SS., 1999. Pengantar Agronomi. Gramedia, Jakarta. 197 hal.

Johara T.J., 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Terjemahan Pedro A. Sanchez,
1976. Properties and Management of Soil in the Tropics. ITB. Bandung. 379 hal.

Moenandir, J., 1993. Pengantar Ilmu dan pengendalian Gulma. Rajawali press, Jakarta.

Muhammad, N., 1996. Padi Lahan Marjinal. Penebar Swadaya, Jakarta. 213 hal.

Nuryani, S dan Soedjono, 1994. Budidaya Ubi Kayu. Dahara Prize, Semarang. 72 hal.

Pracaya, 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta. 417 hal.

Seputro, D., 1996. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta. 231 hal.

Soegiman, 1992. Ilmu Tanah. Terjemahan Buckman H.O and N.C. Brady, 1962. The
Nature and Properties of Soil. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. 788 hal.

Sugito, Y., 1990. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemupukan terhadap Dua Hasil Varietas
Ubi Kayu dan Hasil Jagung Dalam Sistem Tumpangsari. Agrivita Vol 13 No. 1, J

Suprayitno, I., 1996. Sayur & Buah Berkualitas. Aneka Solo. 103 hal.

Susilo, H. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Franklin P.G. Pearce R.B. and
Mitchell R.L., 1985. Physiology of Crop Plants. UI. Press Jakarta. 427 hal.

Suyanto A., 1994. Hama Sayur dan Buah. Penebar Swadaya, Jakarta. 116 hal.

Tamburian, Y., Saenong S dan Ala A., 1991. Penentuan Waktu Tanam Kedelai dan
Populasi Jagung Pada Pertanaman Tumpangsari terhadap Produktivitas Lahan.
Agrikam Vol 7.No. 1, 1991 hal 7-12.

Umboh, A.H., 1997. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya, Jakarta. 89 hal.

Untung, K., 1993. Konsep Pengendalian Hama Terpadu . Andi Offset, Yogyakarta. 150

13
14

Você também pode gostar