Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Universitas Indonesia
Ikhsan Nugraha
ABSTRAK
dan observasi sebagai teknik pengumpulan data dan triangulasi sumber untuk
mengecek keabsahan data. Dari hasil wawancara terhadap lima orang anak
penjual tisu dapat disimpulkan bahwa faktor yang mendorong mereka untuk
merupakan anak-anak yang baik dan dapat berinteraksi baik dengan lingkungan.
Solusi yang dipaparkan dalam tulisan ini adalah mengajarkan mereka berjualan
secara daring.
Kata Kunci : Anak, penjual tisu, Universitas Indonesia, Ekonomi, Sosial, Hak
Anak, daring
ABSTRACT
This research was conducted with the aim to find out the picture of socio-
right solution to overcome the problem. The research method used is qualitative
descriptive with interview and observation as data collection technique and source
triangulation to analyze the data. From interviews with five children seller, can be
concluded that economic factors is the main factors that make them sell tissue.
Socially they can be categorized as good children and can interact well with the
environment. The solution described in this paper is to teach them to open online
shop.
2
I. PENDAHULUAN
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada semua manusia,
tanpa memandang ras, jenis kelamin, kebangsaan, etnis, bahasa, agama, atau
status lainnya. HAM mencakup hak untuk hidup dan kebebasan, kebebasan dari
bekerja dan memperoleh pendidikan, hak untuk hidup layak dan lain sebagainya.
HAM merupakan hak dasar yang harus dimiliki oleh setiap manusia karena ia
adalah manusia. Secara International, Hak Asasi Manusia diatur oleh Universal
semua wilayah di dunia dan mencakup semua tradisi hukum. Diadopsi secara
dokumen hak asasi manusia paling universal yang ada, menggambarkan tiga
puluh hak dasar yang harus dimiliki manusia. Di Indonesia, Hak Asasi Manusia
diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 bab XA pasal
28 A- 28 J tentang Hak Asasi Manusia, pasal 27 ayat 1 dan ayat 2, pasal 29 ayat 2,
Hak atas kehidupan yang layak merupakan salah satu hak fundamental yang
harus dimiliki oleh setiap manusia. Dalam Pasal 27 ayat 2 disebutkan bahwa
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”.
3
standar penghidupan yang layak dipahami sebagai tingkat kehidupan di atas garis
kemiskinan. Garis kemiskinan menurut Bank Dunia terdiri dari dua komponen
kehidupan sosial)
dan papan tentunya merupakan impian semua manusia. Ironisnya, saat ini masih
banyak orang yang tidak mendapatkan akses menuju kehidupan yang layak atau
masih berada di bawah garis kemiskinan. Fenomena anak penjual tisu di sekitar
telah dideklarasikan sebagai hak asasi manusia, kehidupan yang layak belum
dapat dijangkau oleh setiap orang. Terpaksa bekerja sambil bersekolah dalam usia
yang masih sangat belia bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Riski (5 SD),
Abi (3 SD) dan Herdi (3 SD) merupakan contoh anak-anak yang bernasib malang.
seharian penuh. Kegiatan menjual tisu ini mereka lakukan atas dasar inisiatif
sebuah masalah yang menuntut penyelesaian. Di usia yang masih sangat kecil
mereka harus berjualan dari siang hingga malam untuk membantu perekonomian
bermain, dan mengembangkan diri. Para anak penjual tisu ini harus menghabiskan
waktu bekerja di jalan, padahal, selain hak untuk hidup layak, sebagai anak-anak,
4
pasal 28 ayat 2b sangat jelas menyebutkan bahwa ”Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”. Bekerja di usia yang sangat belia akan sangat
yang terbiasa bekerja sejak kecil untuk tumbuh menjadi remaja pembangkang,
mempunyai korelasi positif terhadap perilaku negatif mereka semasa remaja atau
dewasa. Sehingga apabila masalah ini tidak ditanggulangi maka akan berpotensi
menurunkan kualitas generasi muda penerus bangsa. Selain potensi negatif secara
memiliki urgensi tinggi untuk diselesaikan, oleh karena itu kami akan melakukan
5
menghindari luasnya pembahasan yang dilakukan. Berkenaan dengan itu kami
berupaya membatasi masalah yang diteliti, maka pokok yang akan di bahas
pembahasan yang meluas atau menyimpang, maka perlu kiranya dibuat suatu
batasan masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini, yaitu hanya fokus pada subjek penelitian yaitu anak jalanan yang
kantin fakultas. Ruang lingkup yang dibahas dalam laporan ini mengenai
Kami memfokuskan penelitian hanya pada anak penjual tisu yang ada di
6
II. METODOLOGI
Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif, sebab tujuan dari penelitian
agar dapat menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Menurut Bogdan dan
deskripstif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
mendapatkan pemahaman yang jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata
(Patton dalam Poerwandari, 1998). Pendekatan ini diarahkan pada latar dan
memperoleh penejelasan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandasakan kepada
tujuan penelitian. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan
apakah kegiatan berjualan tisu yang dilakukan anak-anak pedagang tisu harus
7
tepatnya pada kawasan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Ilmu Komputer,
dan Masjid Ukhuwah Islamiyah. Sumber data yang dianalisis dalam penelitian ini
meliputi data primer dan data sekunder. Data Primer merupakan data yang
didapat melalui peninggalan tertulis yang dilakukan dengan cara membaca buku-
buku literatur, dokumen, dan tulisan yang dianggap peneliti berkenan dengan
Dalam penelitian kualitatif, pokok utama objeknya adalah manusia, karena itu
yang diperiksa adalah keabsahan datanya. Untuk menguji kebenaran data peneliti
menyilangkan informasi yang telah didapat agar data sesuai dengan yang
mendalam dengan kelima informan dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti juga
8
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain yang membutuhkan
1995). Menurut Kertonegoro (1997), pekerja anak merupakan tenaga kerja yang
dilakukan anak dibawah umur 15 tahun.1 Oleh karena itu, 5 anak penjual tisu yang
Dari kelima subjek, terdapat pekerja anak yang kakak beradik, pekerja
anak yang tinggal dengan kedua orang tua dan pekerja anak yang tidak tinggal
dengan orang tua atau ditelantarkan. Penghasilan orang tua anak-anak tersebut
serta solusi yang dapat diberikan kepada kelima subjek penelitian agar mereka
tetap seperti kuli bangunan, petugas keamanan dan penjual warung kecil.
1 Haryadi, D., Tjandraningsih, I. Buruh Anak & Dinamika Industri Kecil (1995): 14
9
Penghasilan yang didapat dari pekerjaan-pekerjaan tersebut berkisar antara satu
berjualan tisu sebagai bentuk usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
pekerja anak ini membawa sekitar 30 – 40 bungkus tisu. Dalam sehari mereka
bisa mendapatkan keuntungan hingga empat puluh ribu rupiah. Dari penghasilan
tersebut, sebesar 50% nya mereka berikan kepada orang tua, 20% untuk jajan, dan
30% untuk ditabung. Beberapa pekerja anak ini mengatakan bahwa uang tersebut
mereka kumpulkan nantinya akan dijadikan modal usaha sendiri agar tidak
Kehidupan sosial
suatu Negara pada saat tertentu (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2009: 502)2.
Jadi kehidupan sosial adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan situasi cara
dengan keadaan sosial. Dari dimensi sosial, para pekerja anak terbiasa berjualan
dalam satu kelompok kecil yang terdiri dari 3 - 7 orang . Mereka biasa berjualan
mulai pukul 12 siang dan selesai berjualan pukul 8 malam. Selama satu minggu,
mereka berjualan dari hari senin sampai sabtu. Para pekerja anak ini mengetahui
bahwa mereka dilarang berjualan di lingkungan kampus UI, hal tersebut mereka
ketahui berdasarkan pengalaman mereka yang dimarahi bahkan dirazia oleh PLK
10
UI. Walaupun demikian, para pekerja anak ini tetap berjualan karena desakan
Didalam aktivitas berjualan tisu, mereka mengakui bahwa tidak ada yang
sendiri atas desakan ekonomi. Para pekerja anak mengatakan bahwa mereka
memiliki sikap yang baik dan tidak sungkan untuk membeli barang dagangan
asri ketimbang lokasi berjualan alternatif mereka yaitu terminal dan stasiun.
Menurut para pekerja anak ini, lokasi yang paling strategis untuk berjualan adalah
kantin sastra UI karena lebih banyak orang dan lebih cepat laku.
Selepas berjualan, mereka akan mengerjakan tugas sekolah dan belajar bersama
disaat terdapat mata pelajaran yang menyulitkan. Mayoritas dari para pekerja anak
ini bersekolah di Sekolah Masjid Terminal di Terminal Depok Baru. Failitas yang
dari bentuk bangunan yang masih belum permanen, ruang kelas yang masih
kurang, dan masih banyak dari mereka yang belajar di luar ruangan karena
terbatasnya jumlah kelas. Dari penuturan para pekerja anak penjual tisu, mereka
memiliki cita cita dan impian yang besar. Ada yang ingin menjadi Pemadam
kebakaran, polisi, tentara, pemain bola, hafizh qur’an, pilot, dan artis.
Secara alami, sejak lahir hingga berusia lima tahun kemampuan nalar
seorang anak belum tumbuh sehingga masih sangat mudah dipengaruhi oleh
11
lingkungan sekitarnya, seperti lingkungan keluarga maupun lingkungan
siapa mereka dididik dan bergaul. Sejak kecil para anak penjual tisu telah terpapar
lingkungan anak jalanan yang penuh dengan berbagai macam karakter. Terdapat
dua subjek yang mengaku terpapar efek negatif berada di lingkungan jalanan yaitu
akibat dari merokok dan mengobat, mereka tetap melakukannya dan baru berhenti
ketika melihat sendiri banyak rekannya yang sakit parah karena merokok dan
mengobat.
banyak pula dari teman mereka yang memiliki kepribadian dan pergaulan yang
buruk seperti merokok mengobat dan lain sebagainya, mereka telah berhenti
mengikuti dan menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh teman temannya itu
ilmu agama dan berbagai keterampilan yang positif sehingga memberikan mereka
MASTER juga relatif bagus, terdapat budaya saling memotivasi untuk maju,
secara spiritual anak-anak penjual tisu ini dapat dikategorikan memiliki spiritual
12
yang cukup baik dibuktikan dengan aktif melaksanakan sholat lima waktu dan
Faktor paling utama yang membuat anak-anak ini berjualan adalah kondisi
barang kebutuhan sekolah. Pada dasarnya berjualan di usia dini karena tuntutan
ekonomi apalagi, berjualan dari sepulang sekolah hingga malam hari merupakan
wujud tidak terpenuhinya hak-hak anak terutama hak untuk tumbuh dan
berkembang dengan layak, namun tentu kita tidak dapat memaksa untuk berhenti
kebutuhan hidup. Sehingga perlu dirumuskan solusi yang lebih tepat bagi mereka
Pada prinsipnya anak tidak boleh bekerja, dikecualikan untuk kondisi dan
dengan ketentuan :
13
a. Usia paling sedikit 14 tahun.
Untuk mengembangkan bakat dan minat anak dengan baik, maka anak perlu
persyaratan :
Apa kriteria dari pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat anak?
14
Dalam Kepmenakertrans No. Kep. 115/Men/VII/2004 dijelaskan bahwa
tidak melakukan pekerjaan yang membahayakan bagi mereka serta tidak lebih
dari 3 jam sehari dan 12 jam seminggu. Oleh karena itu, yang menjadi masalah
bagi anak-anak penjual tisu bukanlah perihal mereka berjualan melainkan waktu
yang banyak mereka habiskan dijalan dimana seharusnya waktu tersebut mereka
waktu di jalan. Solusi ini kami rumuskan dengan pertimbangan bahwa berjualan
online dapat dilakukan dari rumah, sehingga tidak akan banyak waktu lagi yang
dahulu dibuatkan oleh rekan mahasiswa. Dalam konten website dan instagram
tersebut akan dibuat laman latar belakang yang memuat informasi bahwa penjual
dari toko tersebut adalah anak-anak yang dulunya merupakan pedagang asongan
keliling sehingga waktu buka toko hanya berkisar dari pukul 12 siang hingga
15
menyebutkan bahwa ketika membeli barang dari platform tersebut mereka telah
hingga mahir mengelola toko onlinenya. Mengingat jumlah modal yang terbatas,
hanya perlu mengorder barangnya dari toko lain dan toko tersebut yang akan
yang sangat mudah mengerti teknologi, selain itu di MASTER pula mereka telah
beberapa dari mereka pernah ada yang mencoba mengunggah barang di platform
lazada. Sehingga membimbing mereka untuk mengelola toko online akan lebih
melalui toko online mereka akan tetap dapat memiliki penghasilan walaupun tidak
menghabiskan waktu banyak dijalan yang mengganggu waktu belajar dan bermain
seusianya.
16
IV. KESIMPULAN
ekonomi, kehidupan sosial, latar belakang berjualan serta solusi agar mereka
ragam budayanya dan tak jarang mereka mendapat pengaruh negatif dari
keluarga, maka mereka berhenti untuk bertindak negatif dan fokus belajar
walaupun tak jarang mereka terkena teguran dari pihak keamanan kampus.
melakukan pekerjaan yang membahayakan bagi mereka serta tidak lebih dari
17
3 jam sehari dan 12 jam seminggu. Oleh karena itu, yang menjadi masalah
berjualan online.
toko online mereka akan tetap dapat memiliki penghasilan walaupun tidak
18
REFERENSI
A. Buku
Bajari, Atwar. Anak Jalanan, Dinamika Komunikasi dan Perilaku
Anak. Bandung: Humaniora, 2012
Gosita, Arif. Masalah Perlindungan Anak. Jakarta: Akademika
Presindo, 1989
Haryadi, D., Tjandraningsih, I. Buruh Anak & Dinamika Industri
Kecil. Bandung: Yayasan Akatiga, 1995
Husein, Abdul. Hak-hak Anak Dalam Islam. Jakarta: Fikahayati
Aneska, 2002
Purwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2009
Supeno, Hadi. Mewaspadai Eksploitasi Anak, Komisi Perlindungan
Anak Indonesia. Jakarta, 2010
Smith, Rhona K.M. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta:
PUSHAM UII, 2008
Suparlan, Parsudi. Kesetaraan dan Hak Budaya Komuniti dalam
Masyarakat Majemuk Indonesia. Jakarta: UIPress, 2001
B. Perundang-undangan
Undang-undang dasar 1945
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
C. Internet
Astriani Rahman. Eksploitasi Orang Tua Terhadap Anak Dengan
Mempekerjakan Sebagai Buruh
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2007/Art
ikel_10502032.pdf. Diakses pada 18 April
19
Hertanto. Menguak Kehidupan Anak Jalanan.
https://nasional.kompas.com/read/2010/01/11/11230268/Menguak.Kehidu
pan.Anak.Jalanan.1.Ayah-ibunya.pun.Orang.Jalanan. 2010. Diakses pada
1 Mei
Juariyah, Siti., Basrowi. 2010. Jurnal Sosial dan Ekonomi. Volume 7
Nomor 1 (2010). https://media.neliti.com/media/publications/17203-ID-
analisis-kondisi-sosial-ekonomi-dan-tingkat-pendidikan-masyarakat-desa-
srigading.pdf. diakses pada 22 April
Susanti Ningsih, “Potret Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang
Asongan di FISIP UNHAS”.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1668/POTRET%
20KEHIDUPAN%20SOSIAL-SUSANTI%20NIGSIH-SOSIOLOGI-
FISIP.pdf. 2012. Diakses pada 25 April
Yohanes Dimas. ”Anak Jalanan dan Ruang Aktivitas Bekerjanya”
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20289026-S874-Anak%20jalanan.pdf.
2011. Diakses pada 22 April
Susanti Ningsih, “Potret Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang
Asongan di FISIP UNHAS”.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1668/POTRET%
20KEHIDUPAN%20SOSIAL-SUSANTI%20NIGSIH-SOSIOLOGI-
FISIP.pdf. 2012. Diakses pada 25 April
Tedy Sudrajat. “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak Sebagai
Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Sistem Hukum Keluarga di
Indonesia”. No. 54 (2011): 111-132.
Juariyah, Siti., Basrowi. 2010. Jurnal Sosial dan Ekonomi. Volume 7
Nomor 1 (2010). https://media.neliti.com/media/publications/17203-ID-
analisis-kondisi-sosial-ekonomi-dan-tingkat-pendidikan-masyarakat-desa-
srigading.pdf. diakses pada 22 April
Hertanto. Menguak Kehidupan Anak Jalanan.
https://nasional.kompas.com/read/2010/01/11/11230268/Menguak.Kehidu
pan.Anak.Jalanan.1.Ayah-ibunya.pun.Orang.Jalanan. 2010. Diakses pada
1 Mei
20