Você está na página 1de 12

Kegiatan operasi merupakan seluruh aktifitas yang berhubungan dengan proses

untuk menghasilkan barang dan jasa, atau kombinasi keduanya melalui proses
transformasi dari masukan sumber daya produksi menjadi keluaran atau output.
Bahan baku merupakan salah satu input bagi proses produksi yang paling pen- ting.
Oleh karena itu setiap perusahaan perlu menjaga ketersediaan bahan baku yang
mencukupi , dengan cara menerapkan suatu sistem persediaan.
Umumnya kebutuhan persediaan timbul karena tidak selamanya permintaan su-
atu barang dapat dipenuhi secara langsung pada saat dibutuhkan. Jika hal demikian
terjadi maka persediaan digunakan sebagai cadangan untuk memenuhi permintaan
sambil menunggu datangnya barang, sehingga proses produksi tidak terhambat dan
konsumen tidak dikecewakan.
Ada beberapa alasan perlunya pengadaan persediaan. Adam dan Ebert (1956;
413) mengemukakan dua alasan yang menyebabkan perusahaan mempunyai persedi-
aan, antara lain: (1) tanpa persediaan sulit untuk memperoleh bahan dalam jumlah
yang tepat pada saat yang dibutuhkan, (2) ketidakpastian secara ekonomis untuk
memperoleh bahan dalam jumlah yang tepat dan pada saat yang dibutuhkan.
Tujuan dari manajemen persediaan adalah untukk mengelola material dalam
jumlah yang tepat, ditempat yang tepat dengan waktu yang tepat, serta biaya yang
minimum. Untuk mencapai efisiensi dalam implementasi suatu sistem persediaan
haruslah mempertimbangkan biaya - biaya yang berhubungan dengan persediaan.
Schroeder (1992:584) mengemukakan jenis biaya sebagai berikut,
1. Item Cost, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli atau memproduksi
item itu sendiri,
2. Ordering Cost, yaitu biaya pemesanan yang terjadi sehubungan dengan
adanya kegiatan pemesanan. Mulai dari pemesanan bahan sampai
pemeriksaan di gu- dang. Diantaranya biaya pemesanan pembelian, biaya
bongkar muat, biaya trans- portasi, biaya pemeriksaan,
3. Carrying Cost, yaitu biaya yang timbul karena penyimpanan barang
persediaan untuk periode waktu tertentu. Biaya penyimpanan ini biasanya
dinyatakan dalam presentase nilai rupiah untuk per unit waktu.
Rangkuti (1998:2) menyebutkan persediaan yang diadakan mulai dari bentuk bahan
mentah sampai dengan barang jadi, antara lain berguna untuk dapat:
 Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan
yang dibutuhkan perusahaan;
 Menghilangkan resiko dari materi yang dipesan berkualitas tidak baik
sehingga harus dikembalikan;
 untuk mengatisipasi bahan - bahan yang dihasilkan secara maksimal sehinga
dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pesanan;
 Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus
produksi;
 Mencapai penggunaan mesin yang optimal;
 Memberikan pelayanan kepada langganan dengan sebaik - baiknya dimana
keing- inan langganan pada suatu waktu dapat dipenuhi, dengan memberikan
jaminan tetap tersediannya barang jadi tersebut;
 Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau
penjualannya.
Heizer dan Render (1999) menyebutkan empat macam persediaan yang biasa
dilakukan, yaitu
Persediaan bahan baku (raw material inventory). Yaitu persediaan yang telah
di- beli namun belum diproses. Persediaan ini digunakan untuk men-decouple para
pemasok dari proses produksi;
Persediaan barang setengah jadi (working-in-process inventory). Persediaan
ini merupakan persediaan bahan baku atau komponen yang sudah mengalami be-
berapa perubahan tetapi belum selesai. Adanya WIP disebabkan oleh waktu yang
dibutuhkan untuk membuat sebuah produk (cycle time). Mengurangi siklus waktu
berarti mengurangi persediaan;
Persediaan pemeliharaan atau perbaikan atau operasi. Persediaan ini
diperlukan untuk menjaga agar mesin-mesin dan proses produksi tetap produktif.
Persediaan barang jadi (finished goods inventory). Produk yang sudah selesai
dan menunggu pengiriman.
Persediaan adalah bahan-bahan, bagian yang disediakan dan bahan-bahan
dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-
barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen
atau pelanggan setiap waktu. Persediaan merupakan asset yang akan digunakan untuk
proses produksi atau dijual kepada konsumen. Manajemen persediaan merupakan
suatu cara untuk mengendalikan persediaan agar dapat melakukan pemesanan yang
tepat yaitu dengan biaya yang optimal. Oleh karena itu, konsep mengelola sangat
penting diterapkan oleh perusahaan agar tujuan efektivitas dan efisiensi
tercapai.Semua organisasi mempunyai beberapa jenis perencanaan dan pengendalian
persediaan.
Beberapa alasan diadakannya persediaan berkaitan dengan pelayanan
konsumen atau untuk meminimalkan biaya yang secara tidak langsung dihasilkan dari
usaha memuaskan pelanggan. Secara singkat dapat dipaparkan sebagai
1. Meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan. Sistem pengendalian persediaan
yang dijalankan oleh perusahaan tidak selalu dapat bereaksi secara cepat dan
ekonomis terhadap permintaan konsumen atau jasa, yang jika diperhitungkan
secara benar dapat memenuhi fluktuasi permintaan yang tinggi akan produk
maupun jasa. Adanya persediaan berpengaruh pada peningkatan penjualan.
2. Mengurangi biaya operasional, agar :
a. Pelaksanaan produksi lebih ekonomis karena persediaan bertindak sebagai
penyangga antara jumlah yang harus diproduksi dengan variasi permintaan.
b. Dapat mengurangi biaya transportasi dan menyeimbangkan biaya dari
sejumlah kuantitas yang dibeli dengan penurunan harga pasar.
c. Pembelian dalam jumlah yang besar semakin mendekati kuantitas
kebutuhan yang mendesak.
d. Persediaan bertindak sebagai penyangga terhadap variasi waktu antara
produksi dan pengiriman.
e. Persediaan dapat mengantipasi masalah pemogokan buruh, bencana alam,
keterlam-batan pengiriman.
Pengendalian persediaan adalah salah satau kegiatan dari urutan kegiatan-
kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi
perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik
waktu, jumlah, kualitas maupun biayanya.

Menyebutkan empat macam persediaan yang biasa dilakukan, yaitu:


a. Persediaan bahan baku (raw material inventory). Yaitu persediaan yang
telah dibeli namun belum diproses. Persediaan ini digunakan untuk men-
decouple para pemasok dari proses produksi;
b. Persediaan barang setengah jadi (working-in-process inventory).
Persediaan ini merupakan persediaan bahan baku atau komponen yang
sudah mengalami beberapa perubahan tetapi belum selesai. Adanya WIP
disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah produk
(cycle time). Mengurangi siklus waktu berarti mengurangi persediaan;
c. Persediaan pemeliharaan atau perbaikan atau operasi. Persediaan ini
diperlukan untuk menjaga agar mesin-mesin dan proses produksi tetap
produktif. Persediaan barang jadi (finished goods inventory). Produk yang
sudah selesai dan menunggu pengiriman.
Analisis ABC merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk
memecahkan masalah penentuan titik optimum, baik jumlah pemesanan maupun
order point dengan metode dalam manajemen persediaan (inventory management)
untuk mengendalikan sejumlah kecil barang, tetapi mempunyai nilai investasi yang
tinggi. Analisis ABC sangat berguna dalam memfokuskan perhatian manajemen
terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dalam sistem inventori yang
bersifat multisistem.
Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan nama
Hukum Pareto (Ley de Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia, Vilfredo
Pareto (1848-1923). Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki
persentase terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Pada
tahun 1940-an, Ford Dickie dari General Electric mengembangkan konsep Pareto ini
untuk menciptakan konsep ABC dalam klasi kasi barang persediaan.
Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisa ABC dapat
juga ditetapkan menggunakan kriteria lain – bukan semata-mata berdasarkan kriteria
biaya – tergantung pada faktor-faktor penting apa yang menentukan material itu.
Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam pengendalian inventori material pada
pabrik, inventori produk akhir pada gudang barang jadi, inventori obat-obatan pada
apotek, inventori suku cadang pada bengkel atau toko, inventori produk pada
supermarket atau toko serba ada (toserba), dan lain-lain (Gaspersz, 2002, p273).
Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan suatu
material, yaitu :
1. Nilai total uang dari material.
2. Biaya per unit dari material.
3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material.
4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk
membuat material itu.
5. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak pemesanan
material itu pertama kali sampai kedatangannya.
6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu.
7. Risiko penyerobotan atau pencurian material itu.
8. Biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material itu.
9. Kepekaan material terhadap perubahaan desain.
Berdasarkan hukum pareto, analisis ABC dapat menggolongkan barang
berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan kemudian
dibagi menjadi kelas-kelas besar terprioritas; biasanya kelas dinamai A, B, C, dan
seterusnya secara berurutan dari peringkat nilai tertinggi hingga terendah, oleh
karena itu analisis ini dinamakan “Analisis ABC”. Umumnya kelas A memiliki
jumlah jenis barang yang sedikit, namun memiliki nilai yang sangat tinggi.
Klasifikasi ABC digunakan untuk mengelompokkan persediaan menjadi tiga
kategori berdasarkan kaidah Pareto pada besaran volume tahunan. Adapun yang
dimaksud dengan nilai dalam klasifikasi ABC bukan harga persediaan per unit,
melainkan volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode (biasanya satu
tahun) dikalikan dengan harga per unit. beberapa strategi pengelolaan persediaan
berdasarkan analisis ABC antara lain adalah
a. Sumber daya pembelian yang dipakai harus lebih besar untuk persediaan
kelompok barang A daripada kelompok barang C;
b. Pengendalian persediaan untuk kelompok A harus lebih ketat;
c. Peramalan untuk kelompok A harus lebih diperhatikan.
Dalam hal ini, saya akan menggunakan tiga kelas, yaitu: A, B, dan C, di
mana besaran masing-masing kelas ditentukan sebagai berikut (Sutarman, 2003,
pp. 144–145):
 Kelas A, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 15-20%
dari total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 75-80% dari total nilai
uang.
 Kelas B, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 20-25%
dari total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 10-15% dari total nilai
uang.
 Kelas C, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 60-65%
dari total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 5-10% dari total nilai
uang.
Besaran masing-masing kelas di atas akan membentuk suatu kurva sebagaimana
terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Adapun langkah-langkah atau prosedur klasikasi barang dalam analisis


ABC adalah sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah unit untuk setiap tipe barang.
2. Menentukan harga per unit untuk setiap tipe barang.
3. Mengalikan harga per unit dengan jumlah unit untuk menentukan total
nilai uang dari masing-masing tipe barang.
4. Menyusun urutan tipe barang menurut besarnya total nilai uang, dengan
urutan pertama tipe barang dengan total nilai uang paling besar.
5. Menghitung persentase kumulatif barang dari banyaknya tipe barang.
6. Menghitung persentase kumulatif nilai uang barang dari total nilai uang.
7. Membentuk kelas-kelas berdasarkan persentase barang dan persentase

nilai uang barang.


8. Menggambarkan kurva analisis ABC (bagan Pareto) atau menunjuk
tingkat kepentingan masalah.
Dengan analisis ABC, kita dapat melihat tingkat kepentingan masalah dari
suatu barang. Dengan begitu, kita dapat melihat barang mana saja yang perlu
diberikan perhatian terlebih dahulu.
Pengklasifikasian berdasarkan analisis ABC juga dapat dilakukan dengan
mengelompokkan persediaan berdasarkan nilai penjualan. Tahap-tahap yang
dilakukan dalam pengklasifikasian persediaan berdasarkan analisis ABC adalah:
1. Membuat daftar semua item yang diklasifikasikan dan harga beli masing-
masing item
2. Menentukan jumlah penjualan rata-rata per tahun untuk setiap item
tersebut
3. Menentukan nilai pemakaian per tahun setiap item dengan cara
mengalikan jumlah penjualan rata-rata per tahun dengan harga beli
masing-masing item
4. Menjumlahkan nilai penjualan tahunan semua item untuk memperoleh
nilai total penjualan
5. Menghitung persentase penjualan setiap item dari hasil bagi antara nilai
penjualan per tahun setiap item dengan total nilai penjualan per tahun.
6. Mengurutkan sedemikian rupa nilai penjualan tahunan semua persediaan
yang memiliki nilai uang paling tinggi sampai yang terendah agar
mempermudah pembagian persediaan atas kelompok A, B, atau C sesuai
dengan aturan pengkasifikasian yang dipakai.

Penggunaan Analisis ABC adalah untuk menetapkan :


1. Frekuensi penghitungan inventori (cycle counting), di mana material-
material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan
inventori dibandingkan material kelas B atau C.
2. Prioritas rekayasa (engineering), di mana material-material kelas A dan B
memberikan petunjuk pada bagian Rekayasa dalam peningkatan program
reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu
difokuskan.
3. Prioritas pembelian (perolehan), di mana aktivitas pembelian seharusnya
difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan
penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada material-
material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi.
4. Keamanan : meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih
baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC
boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A
dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci
untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian.
5. Sistem pengisian kembali (replenishment systems), di mana klasifikasi
ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang
digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-
material kelas C dengan simple two-bin system of replenishment
(synonym bin reserve system or visual review system) dan metode-metode
yang lebih canggih untuk material-material kelas A dan B.
6. Keputusan investasi : karena material-material kelas A menggambarkan
investasi yang lebih besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati
dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman
terhadap material-material kelas A, dibandingkan terhadap material-
material kelas B dan C.
Di dalam analisis ABC, setiap kelas inventory membutuhkan level- level
kontrol yang berbeda - semakin tinggi nilai dari sebuah inventory, semakin ketat
kontrolnya. Item class A akan mendapatkan kontrol inventory yang ketat. B dan C
membutuhkan perhatian yang lebih kecil atau mungkin minimal (Russell dan
Taylor, 2000, p595).
Langkah pertama di dalam analisis ABC adalah untuk mengklasifikasikan
semua item inventory ke dalam baik A, B, C. Setiap item memiliki nilai dollar,
yang dihitung dengan mengkalikan biaya dollar per satu unit dengan permintaan
annual untuk item tersebut. Semua item yang ada kemudian di beri peringkat
sesuai dengan nilai dollar annual mereka.
Langkah selanjutnya adalah untuk menentukan level dari kontrol inventory
untuk setiap klasifikasi. Item Class A membutuhkan kontrol inventory yang ketat
karena mereka mewakili sejumlah besar persentasi dari total nilai dollar dari
inventory. Level inventory ini harus serendah mungkin dan meminimalkan safety
stock. Ini membutuhkan peramalan permintaan yang akurat dan penyimpanan
laporan secara detail. Sistem kontrol inventory dan model inventory yang pantas
menentukan kuantitas permintaan yang harus diaplikasikan.
Sebagai tambahan, perhatian khusus harus dilakukan pada peraturan dan
prosedur pembelian jika item inventory didapatkan dari luar perusahaan. Item B
dan C membutuhkan kontrol inventory yang lebih longgar. Karena carrying cost
biasanya rendah untuk item C, level inventory yang lebih tinggi dapat kadang-
kadang dipertahankan dengan safety stock yang besar. Mungkin tidaklah
dibutuhkan untuk memonitor item C diluar dari sebuah pengamatan sederhana.
Secara umum, sebuah item biasanya membutuhkan sistem kontrol yang terus-
menerus, dimana level inventory secara terus-menerus dimonitor; sebuah sistem
review periodic dengan monitoring biasa cocok untuk item C.
Menurut Render dan Heizer (2001, p317) bahwa peramalan yang lebih baik,
pengendalian fisik, keandalan pemasok, dan pengurangan besar stok pengaman
dapat dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan semacam analisis
ABC.
Sumber :
Kusnadi, E. (2009). Analisis produktivitas terhadap penyeimbangan lintasan.
Unpublished undergraduate thesis, Program Studi Teknik Industri, Universitas
Mercu Buana, Jakarta.
Sutarman. (2003). Perencanaan persediaan bahan baku dengan model
backorder. Infomatek, 5(3), 141–152.
Hill, A.V., Hays, J.M., dan Naveh, E. 2000. A Model for Optimal Delivery
Time
Guarantees. Journal of Service Research, Vol. 2, No. 3; 254-264. Adam,
Everett ,E., dan Ebert, Ronald, J. 1992. Productions and Operations Management:
Concepts, Models and Behavior 5th edition. Prentice Hall.
Assauri, Sofjan. 1993. Manajemen Produksi dan Operasi edisi 4. Fakultas
Ekonomi UI.
Fitzsimmons, Mona J., dan Fitzsimmons, James A. 2001. Service
Management:
Operations, Strategy, and Information Technology 3rd edition. Mcgraw-Hill.
Heizer, J., dan Render, B. 1999. Operations Management 5th edition. Prentice-
Hall Int.
Herjanto, Eddy. 2007.Manajemen Operasi.Grafindo.
Tersine, Richard J. 1994. Principles of Inventory and Materials Management 4th
edition. Prentice-Hall Int.

Você também pode gostar