Você está na página 1de 18

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT KOLESISTITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Ada beberapa pengertian tentang kolesistitis, yaitu :
a. Kolesistitis adalah inflamsi akut atau kronis dari kandung empedu.
(Nettina,2001)
b. Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu, tetapi paling sering
dikaitkan dengan kolelitiasis.
Kolelitiasis adalah adanya batu empedu dalam kandung empedu.
(Doughty & Jackson, 1993)
c. Kolesistitis adalah Kandung empedu (vesika felea) dapat menjadi
tempat infeksi akut (kolesistitis) yang menyebabkan nyeri akut, nyeri
tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran kanan atas yang disertai
dengan gejala mual serta muntah dan tanda-tanda yang umum
dijumpai pada inflamasi akut. Keadaan ini dinamakan kolestitis akut.
Apabila kandung empedu berisi pus (nanah), maka keadaan ini
disebut empiema kandung empedu. (Suzanne Smeltzer, 2001).
d. Kolesistitis adalah Suatu gangguan radang kronis usus idiopatik yang
melibatkan bagian saluran pencernaan yang mana saja, mulai dari
mulut sampai anus. (Behrman, 1999).
e. Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu,
biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus
sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar
biasa .
f. Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung
empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut
yang tajam dan hebat.
(www.medicastore.com).
Jadi, kolesistitis adalah inflamasi/peradangan pada kandung empedu
baik berupa akut maupun kronis.

1
2. Epidemiologi
Kolesistitis/ penyakit batu empedu biasa terjadi di Negara Amerika Serikat
dan diperkirakan 25 juta orang Amerika Serikat mengalami batu empedu dengan
1 juta kasus baru terdiagnosis setiap tahun. Wanita empat kali mungkin
mengalami batu kolesterol dari pria dan resiko meningkat bila mereka berusia
lebih dari 40 tahun.
Kolesistitis berhubungan dengan penyakit batu empedu pada 95% pasien;
5% lain mengembangkan kolesistitis sebagai akibat dari trauma, sepsis, penyakit
pembuluh darah, atau acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Penyakit
batu empedu adalah umum di amerika serikat dan negara-negara maju lainnya,
dengan kejadian diperkirakan 10% sampai 20%, kejadian yang sebenarnya tidak
diketahui, karena mungkin pasien bergejala. Ada dua jenis batu empedu: batu
kolesterol dan batu pigmen. Batu kolesterol oleh yang paling, terhitung 75%
sampai 80% kasus batu empedu di amerika serikat.
Beberapa faktor yang mungkin memainkan peran dalam pengembangan
batu empedu kolesterol, seperti sintesis hepatik peningkatan kolesterol atau
penurunan sintesis hepatik dari garam empedu, atau keduanya; adanya faktor
pronucleating atau tidak adanya faktor antinucleating dalam empedu, dan statis
empedu . Empedu terdiri terutama dari air dan tiga zat padat: kolesterol, garam
empedu,; dan fosfolipid (lesitin). Kolesterol biasanya tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam empedu yang diberikan oleh asosiasi molekul dengan garam
empedu dan lesitin. batu empedu berkembang ketika ada ketidakseimbangan
antara tiga komponen padat seperti bahwa volume garam empedu dan lesitin
tidak cukup untuk melarutkan kolesterol atau penurunan jumlah garam empedu.
Sintesis kolesterol dan garam empedu dikendalikan oleh cazymes tertentu, dan
ada bukti bahwa pasien dengan penyakit batu empedu kolesterol mungkin
memiliki cacat ganda yang menyebabkan sintesis peningkatan kolesterol dan
penurunan sintesis garam empedu. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa
jenuh dari empedu dengan kolesterol tidak dengan sendirinya menyebabkan
pengendapan dan batu empedu, orang sehat dengan batu empedu keluar juga
memiliki empedu jenuh, akhirnya sebentar-sebentar. Unsur, menentukan dalam

2
pengembangan batu empedu dianggap kelebihan faktor prouncleating (faktor
mempromosikan curah hujan) atau kekurangan faktor anticimulating (faktor
presipitasi menghambat). Penelitian telah menunjukkan bahwa ketika empedu
dari pasien dengan batu empedu kolesterol dicampur dengan empedu dari
stome bebas pasien, batu empedu mengembangkan, ini mendukung teori bahwa
faktor nukleasi hadir dalam empedu pasien dengan batu empedu kolesterol.
Selain itu, studi yang membandingkan "normal" empedu dengan empedu pasien
dengan batu empedu kolesterol telah menunjukkan onset tertunda presipitasi,
yang mendukung teori bahwa faktor antinucleating hadir dalam empedu dari
orang normal. Statis empedu dapat juga berkontribusi terhadap pembentukan
batu empedu. Hypomotility Callbladder dikaitkan dengan daerah kandung
empedu, empedu lumpur terdiri dari lendir dan kristal kolesterol dan merupakan
prekursor untuk pembentukan batu empedu.
Batu empedu Pegmental mencapai 15% sampai 25% kasus batu empedu
di amerika serikat. Ini batu empedu terutama terdiri dari bilirubin dan pigmen
lainnya, dan mereka cenderung berkembang ketika bilirubin dan kalsium
terionisasi melebihi tingkat kelarutannya dan mulai mengendap. Batu empedu
pigmen dapat ditemukan dengan kondisi yang menyebabkan dalam peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi, seperti hemolisis dan sirosis. Ini batu empedu juga
ditemukan pada pasien dengan statis empedu, lendir kandung empedu
tampaknya berkontribusi pada matriks batu pigmen, dan lumpur empedu
biasanya berisi bilirubin dan lendir. (Daughty & Jackson, Gastrointestinal
Disorders,1993)

3
3. Klasifikasi dan Etiologi
Klasifikasi kolesistitis :
a. Kolesistitis akut yaitu reaksi inflamasi akut dinding kantung empedu
disebabkan terutama oleh :
 Batu empedu dari duktus kistik dengan edema.
 Inflamasi dan invasi bakteri (E.Coli,salmonella thyfi, cacing
askaris).
 Enzim – enzim pankreas (Jejas kimia).
b. Kolesistitis kronik adalah suatu keadaan di mana mukosa dan jaringan
otot polos kandung empedu diganti dengan jaringan ikat, sehingga
kemampuan memekatkan empedu hilang disebabkan oleh serangan
berulang dari kolesistitis, adanya batu atau iritasi kronis. Kandung
empedu menjadi tebal, kaku dan fibrotik, serta berfungsi buruk. (Arif
Mansjoer, 1977 : hal 510-511)

4. Patofisiologi, WOC dan Respon Masalah Keperawatan


Kolesistitis terjadi ketika satu atau lebih batu menjadi dampak pada duktus
kistik, obstruksi kandung empedu menyebabkan kolik empedu dan respon
inflamasi dalam kantong empedu. Kebanyakan waktu batu ini terlepas tidak ada
penyumbatan. Jika batu ini hancur, peradangan mereda secara bertahap dan
efek jangka panjang hanya beberapa fibrosis dari dinding kandung empedu.
Beberapa pasien kolesistitis kronis berkembang dengan episode nyeri berulang
di kuadran kanan atas dan gejala nonspesifik dyspepsia, mulas dan mual.
Gejala-gejala ini umumnya dipicu oleh kontraksi kandung empedu yang terjadi
dalam menanggapi konsumsi makanan berlemak. Episode berulang cholecytitis
mungkin dihasilkan dalam kantong empedu tidak berfungsinya fibrosis,
koleksistektomi biasanya diindikasikan untuk pasien ini.
Jika batu tidak hancur, peradangan semakin intensif. Kandung empedu
tersebut menjadi distensi dan edema, dan membahayakan pembuluh darah yang
dapat berlanjut menjadi iskemia yang buruk, nekrosis dan perforasi. Untungnya,
ini jarang terjadi.

4
Tanda-tanda klinis dan gejala koleksistitis akut termasuk rasa sakit, nyeri
kuadran kanan atas, anoreksia, mual dan muntah. Rasa sakit umum awalnya
mungkin terletak di daerah epigastrium tetapi secara bertahap melokalisasi di
kuadran kanan atas, rasa sakit mungkin juga dikeluhkan menyebar sepanjang
batas costal kanan ke belakang atau ujung skapula. Pasien juga mungkin
mengeluh dyspepsia dan mulas. Sakit kuning biasanya terjadi jika saluran
empedu adalah terhalang oleh kalkulus. Tingkat keparahan dan lamanya gejala
tergantung pada beratnya peradangan. Jika batu tersebut terlepas dan sumbatan
yang terbebas secara bertahap mengatasi gajala, namun jika sumbatan tidak
terbebas, rasa sakit dan nyeri menjadi semakin parah. Kolesistitis adalah suatu
proses peradangan, akan tetapi serangan bakteri sekunder adalah kemungkinan
dan bakteri dapat dikultur setengah dari pasien dengan kolesistitis akut.
Serangan organisme biasanya adalh flora normal pada usus.
Penyakit batu empedu juga disebabkan oleh obstruksi pada saluran empedu
oleh calculi, ini dikenal sebagai koledokolitiasis dan dibuktikan oleh kolik bilier
(nyeri kuadran kanan atas yang menyebar ke belakang atau ujung skapula) dan
penyakit kuning. Umumnya obstruksi pada saluran empedu diketahui ketika
melakukan tes fungsi hati. Pembedahan biasanya di intervensikan. (Doughty &
Jackson, 1993 : hal 140).

5. Komplikasi :
Komplikasi penyakit kandung empedu meliputi :
 Empiema pada kandung empedu (serangan bakteri dari kandung
empedu).
 Gangren kandung empedu.
 Pelubangan,lokal atau ke rongga peritonil (pelubangan lokal mungkin
akan ditutup oleh omentum perpindahan ke daerah ini).
 Kolesistitis fistula (disebabkan oleh pelubangan organ sifat, seperti
duodenum atau lentur hati dari usus besar)
 Ileus batu empedu (yang disebabkan oleh batu besar yang mengikis
ke dalam duodenum dan menyebabkan abstruksi intermitten).

5
 Abses hati
 Sepsis
 Empisematous kolesistitis
(Doughty & Jackson, 1993 : hal 141 dan Halim Mubin hal 341)

6. Gejala Klinis
Gejala Klinis yang terjadi adalah :
 Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu
akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita
panas dan mungkin akan teraba massa padat pada abdomen. Pasien
dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadran atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri
ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam
waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.
 Ikterus
Dijumpai diantara penderita kandung empedu dengan presentase
yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala khas yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa
ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.
 Perubahan Warna Urin dan Feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna
sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu
akan tampak kelabu dan biasanya pekat yang disebut “clay-clored”.
 Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A,D,E,dan
K yang larut dalam lemak. (Smeltzer, 2001: hal 1206)

6
7. Pemeriksaan diagnostik dan Hasil
a) Jumlah sel darah putih meningkat akibat kolesistitis.
b) Peningkatan kadar serum bilirubin akibat obstruksi saluran empedu.
c) USG pada kandung empedu, terlihat penebalan dan pembesaran pada
dinding kandung empedu.
d) Radioisotop scan (Skintigrafi kandung empedu) visualisasi hati dan
saluran empedu.
e) X-Ray pada abdomen. Menunjukkan adanya batu empedu.
f) Kolesistografi oral. Untuk melihat adanya batu pada kandung empedu.
g) Intravena cholangiogram. Mungkin menunjukkan batu dalam system
empedu. (Doughty & Jackson, 1993: hal 141)

8. Penatalaksanaan/ Medikal Manajemen


a) Terapi umum :
1) Mengatasi gejala kolesistitis ringan : modifikasi diet
(menghilangkan makanan dan cairan berlemak).
2) Kolesistitis akut : NPO, pemberian cairan IV, pemasangan NGT
jika perut membesar, mual dan muntah yang terus menerus.
b) Terapi obat :
1) Pemberian cephalosporin (mis;cefamandol,mandol) IV 1-2g q
4g h untuk pasien dengan bukti adanya invasi bakteri sekunder
(leukositosis, panas tinggi).
2) Analgesik narkotik, mis : meperidine ; Demerol untuk nyeri berat
;dosis dititrasi sesuai respon dengan berat badan pasien.
3) Antimetik, mis: protomethazine; phenergan untuk
mengendalikan mual, dosisnya 12,5-25mg q 4-6h sesuai
kebutuhan.
4) Asam chenodeoxycholic (CDCA), 13-16mg/kg, setiap hati
selama 24 bulan, berfungsi untuk menghancurkan batu
kolesterol dalam kandung empedu.

7
6). Ursedoexycholic asam (UDCA) : 760mg setiap hari selama 24
bulan berfungsi untuk menghancurkan batu kolesterol dalam
kandung empedu.
c) Terapi Pembedahan
1) Kolesistektomi dengan operasi cholangiogram dan eksplorasi
umum saluran empedu ditujukan untuk pasien dengan
asymptomatic dan pasien tertentu dengan kolesistiatis
asymptomatic.
2) Kolesistektomi laparoskopi : untuk pasien dengan gejala ringan
dan belum pernah operasi kandung empedu sebelumnya.
3) Insisi atau kolesistektomi perkutan dengan selang dekompresi
kandung empedu untuk pasien dengan kolesistitis akut yang
beresiko sangat buruk pada operasi, kolesistektomi dilakukan di
kemudian hari setelah kondisi pasien stabil. (Doughty &
Jackson, 1993: hal 141-142)

8
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
 Identitas Utama
Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas
usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang.
Jumlah wanita berusia 2 0 - 5 0 tahun yang menderita batu
empedu sekitar 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia
50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria
dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat seiring bertambahnya
usia. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk
menderita batu empedu.

 Keluhan Utama
 Nyeri
Dilaporkan rasa nyeri di daerah epigastrium kuadran kanan
atas yang menyebar sampai ke ujung belakang skapula, rasa nyeri
yang tumpul, sakit dan tetap, episode rasa nyeri sama dengan yang
sebelumnya, mulai merasa nyeri setelah mengkonsumsi makanan
dan minuman berlemak, dan nyeri menyeluruh pada abdomen (jika
terjadi perforasi).
 Mual dan muntah
Dilaporkan tidak ada nafsu makan, mual dan muntah terkait dengan
timbulnya rasa nyeri
 Riwayat penyakit sekarang: pasien mengalami kolesistitis atau radang
pada kandung empedu
 Riwayat penyakit dahulu: pasien memiliki riwayat terpapar
infeksi,bakteri, cedera, sepsis, luka bakar,pembedahan.
 ADL:
 Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan

9
Tanda: Gelisah
 Sirkulasi
Tanda: Takikardia, berkeringat
 Eliminasi
Gejala: perubahan warna urine dan feses
Tanda: distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan
atas, urine gelap, pekat, feses warna tanah liat.
 Makanan/cairan
Gejala: anoreksia, mual/muntah. Tidak toleran terhadap lemak
dan makanan “pembentuk gas”; regurgitasi berulang, nyeri
epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia.
Tanda: kegemukan, adanya penurunan berat badan.
 Personal hygine : membutuhkan bantuan dalam melakukan
aktivitas yang mandiri
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke
punggung atau bahu kanan. Kolik epigastrium tengah
sehubungan dengan makan. Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya
memuncak dalam 30 menit.
Tanda: nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan
atas ditekan; tanda Murphy positif.
 Ambulasi : pasien mungkin membutuhkan sokongan pada saat
ambulasi karena nyeri ataupun sakit yang dirasakan
 Dress and undressing : -

b. Pemeriksaan fisik
1. Sistem respirasi :
 Palpasi : frekuensi pernapasan yang meningkat ( takipnea)
akibat nyeri yang dirasakan
2. Sistem kardiovaskuler :
 Palpasi : adanya takikardia akibat nyeri yang dirasakan

10
3. Sistem neurologi : -
4. Sistem genitourinaria: -
5. Sistem pencernaan :
 Inspeksi : distensi abdomen dan otot-otot perut sebelah kanan
menjadi kaku.
 Palpasi : nyeri diperut kanan bagian atas, Nyeri bertambah
hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar
ke bahu kanan, nyeri tekan perut dan adanya massa.
 Perkusi : bunyi redup, pada kuadran kanan atas.
6. Sistem muskuloskletal :
 Palpasi : adanya distensi pada abdomen dan nyeri tekan pada
perut tepatnya pada kuadran kanan atas

c. Pemeriksaan penunjang
 USG perut : USG perut biasanya merupakan uji pilihan, memiliki
akurasi diagnostik 95%. Pada kolesistitis akut, batu empedu
sekecil 2 mm dapat menunjukkan pada saluran empedu. Jika
perforasi kandung empedu telah accurred, udara cairan-
extraluminal (udara luar dan di sekitar kantong empedu) tingkat
yang jelas dalam kuadran kanan atas.
 Kolesistogram oral : Cholecystogram oral dilakukan (jika mual
dan muntah yang tidak hadir) setelah pasien menelan pewarna
radiopaque. kandung empedu ini sering tidak divisualisasikan
dalam kolesistitis kronis akibat fibrosis.
 Blood Tests (looking for elevated white blood cells)

11
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d defisiensi pengetahuan tentang
proses penyakit.
DS: Klien mengeluh adanya kekakuan pada perut sebelah kanan.

DO: Adanya edema, Adanya distensi abdomen dan otot-otot perut


sebelah kanan menjadi kaku, klien menunjukan ekspresi cemas.

2) Nyeri akut b.d obstruksi/spasme duktus

DS: Klien mengeluh nyeri diperut kanan bagian atas, nyeri bertambah
hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke
bahu kanan, mengatakan merasakan nyeri pada saat perut
ditekan.

DO: Klien menunjukan ekspresi nyeri, klien memegang/melindungi


daerah nyeri, dan adanya nyeri tekan perut.

3) Risiko Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d mual/


muntah
DS: -
DO: -
4) Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d mual/muntah
DS: -
DO: -
5) Risiko tinggi kerusakan integritas kulir b.d gangguan kondisi metabolic
DS: -
DO: -
6) Gangguan eliminasi urinarius b.d obstruksi anatomic
DS: Klien mengeluh urin yang dihasilkan pekat
DO: Urin banyak mengandung bilirubin terkonjugasi
7) Gangguan eliminasi bowel b.d obstruksi anatomi
DS: Klien mengeluh fesesnya warna tanah liat/ abu-abu
DO: Feses banyak mengandung bilirubin terkonjugasi

12
3. Rencana Tindakan/Intervensi Keperawatan
a.Nyeri akut b.d obstruksi/spasme duktus
Goal: Klien tidak akan mengalami nyeri akut selama dalam perawatan
Objective: klien tidak akan mengalami obstruksi/spasme duktus
selama dalam perawatan.
Kriteria Evaluasi: Klien tidak akan mengeluh nyeri diperut kanan
bagian atas, tidak akan mengatakan nyeri bertambah hebat bila
penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke bahu kanan,
tidak akan mengatakan merasakan nyeri pada saat perut ditekan,
tidak akan menunjukan ekspresi nyeri, klien tidak akan
memegang/melindungi daerah nyeri, dan tidak akan adanya nyeri
tekan perut.

Intervensi:

 Ajarkan pasien tentang peningkatan tirah baring, biarkan pasien


melakukan posis yang nyaman.
R/ Tirah baring dan posisi fowler rendah menurunkan tekanan
intraabdomen namun pasien akan melakukan posisi yang
menghilangkan nyeri secara alamiah.
 Ajarkan pasien menggunakan teknik relaksasi, contoh
bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan napas dalam. Berikan
aktivitas senggang.
R/ Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian,
dapat meningkatkan koping.
 Gunakan sprei halus. Katun; cairan kalamin; minyak mandi (
alpha keri);kompres dingin/lembab sesuai indikasi.
R/ Menurunkan iritasi kering dan sensasi gatal.
 Kontrol suhu lingkungan
R/ Dingin pada skitar ruangan membantu meminimalkan
ketidaknyamanan kulit.

13
 Observasi dan cacat lokasi, beratnya ( skala 0-10) dan karakter
nyeri ( mentap, hilang timbul, kolik).
R/ Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya
komplikasi,/ kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut.
 Pertahankan status puasa, masukan/pertahankan penghisapan
NG sesuai indikasi
R/ Membuang sekret gaster yang merangsan pengeluaran
kolesistokonin dan kontraksi kandung empedu.
 Pemberian obat sesuai indikasi ( antikolinergik,
monoktanonin,dll)
R/ Membantu dalam mengatasi nyeri.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d defisiensi pengetahuan tentang


proses penyakit.
Goal: klien tidak akan mengalami keridakefektifan perfusi jaringan
selama dalam perawatan.
Objektive: klien tidak akan mengalami defisiensi pengetahuan tentang
proses penyakit selama dalam perawatan.
Kriteria Evaluasi: Klien tidak akan mengeluh adanya kekakuan pada
perut sebelah kanan, tidak akan adanya edema, distensi abdomen
dan otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku, klien tidak akan
menunjukan ekspresi cemas.
Intervensi:
 Ajarkan pasien untuk mengubah posisi setiap 2 jam
R/ Untuk mengurangi risiko kerusakan integritas kulit
 Ajarkan pasien untuk melakukan ambulasi pada tingkat yang
dapat ditoleransi pasien.
R/ Untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas.
 Ajarkan pasien untuk membatasi asupan alkohol dan lemak
R/ Untuk mempertahankan fungsi hati yang adekuat

14
 Pantau asupan dan haluaran setiap 4 jam
R/ Untuk mengakibatkan buruknya perfusi dan kemudian terjadi
iskemia.
 Pantau penngkatan nyeri tekan abdomen pasien
R/ Untuk mendeteksi tanda awal peningkatan iskemia
 Lakukan pengisapan nasogastrik untuk mengeliminasi mual
dan muntah.
R/ Menurunkan risiko inflamasi pada pasien.
 Pantau hitung darah lengkap, kadar elektrolit serum, dan fungsi
hati pasien setiap hari, sesuai program
R/ Untuk mendeteksi iskemia yang diakibatkan oleh rendahnya
hematokrit dan hemoglobin, memperbaiki fungsi organ dan
skrining infeksi.
c. Gangguan eliminasi urinarius b.d obstruksi anatomik
Goal: klien tidak akan mengalami gangguan eliminasi urin selama
dalam perawatan.
Objective: klien tidak akan mengalami obstruksi anatomik selama
dalam perawatan.
Kriteria Evaluasi: Urin tidak akan banyak mengandung bilirubin
terkonjugasi dan klien tidak akan mengeluh urin yang dihasilkan
pekat
Intervensi:
 Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan perasaan
dan keluhan tentang masalah perkemihan.
R/ Mendengar aktif adalah respek terhadap pasien;
pengungkapan secara bebas membantu menentukan ketakutan
pasien secara tepat.
 Berikan perawatan yang tepat untuk kondisi perkemihan
pasien; pantau kemajuannya. Laprorkan respon terhadap
regimen, baik respon yang diharapkan dan yang tidak

15
diharapkan. Bantu pasien memahami penyakit dan
penanganannya.
R/ Untuk membantu mendukung pemulihan.
 Observasi kebiasaan defekasi pasien : Cek adanya konstipasi,
cek adanya impaksi fekal: bila ada, atasi impaksi dan lakukan
regimen defekasi.
R/ Tindakan ini meningkatkan kenyamanan pasien dan
mencegah hilangnya tonus otot rektal akibat distensi yang
lama.
 Observasi pola perkemihan pasein. Dokumentasikan warna
dan karakteristik urine, asupan dan haluaran, dan berat badan
pasien setiap hari. Laporkan semua perubahannya.
R/ Pengukuran asupan dan hauaran yang akurat sangat
penting untuk melakukan terapi penggantian cairan secara
tepat. Karakteristik urin membantu penegakan diagnosis.
4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/
intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/ dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan
telah teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada
kriteria hasil
6. Pendidikan Pasien
1. Untuk pasien tanpa gejala dengan catatan kolelitiasis, jelaskan bahwa
kebanyakan pasien tetap menjasi asymptomatic dan kolesistektomi
biasanya tidak dianjurkan kecuali jika terdapat gejala. Ajarkan pasien
tanda-tanda dan gejala kolesistitis yang harus dilaporkan kepada dokter,
sakit perut dan nyeri tekan yang mana meningkat menjadi parah, panas,
mual dan muntah.
2. Untuk pasien yang mengalami kolesistitis, jelaskan bahwa peradangan
disebabkan oleh batu empedu menyumbat kantong empedu. Beritahu

16
pasien bahwa batu empedu biasanya menjadi dislodged yang akan
dipecahkan saat ada gejala. Jelaskan bahwa makanan berlemak dan
cairan harus dihindari, karena mereka mungkin merangsang kontraksi
kandung empedu, sehingga meningkatkan respon inflamasi dan
menyebabkan worsering atau gejala yang kumat. Berikan daftar makanan
dan cairan yang memiliki kandungan lemak yang signifikan.
3. Untuk pasien yang membutuhkan kolesistektomi (mis: pasien dengn
kolesistitis akut atau kronis). Jelaskan maksud dari prosedur (untuki
mengangkat discased kandung empedu dan batu empedu), dan jelaskan
bahwa hati akan terus memproduksi empedu untuk membantu dalam
pencernaan lemak. Jelaskan prosedur perawatan pra operasi dan pasca
operasi.
4. Untuk pasien yang menjalani penghancuran batu dengan obat-obatan
(misalnya pasien dengan gejala minimal yang memiliki batu empedu
kolesterol). Jelaskan tujuan dari pengobatan dan bahwa pengobatan
jangka panjang diperlukan untuk menghancurkan batu empedu.
(Doughty & Jackson, 1993 : hal 145)

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Doughty, D.D & Jackson D.B (1993) : Gastrointestinal Disorders, Mosby Clinical
Nursing Series, St Louis.
2. Smeltzer, S. C & Bare, B.G (2001) : Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed.8,
Vol.2. Jakarta : EGC
3. Nettina, S.M (2001) : Pedoman Praktik Keperawatan, EGC, Jakarta
4. Mansjoer, Arief, dkk (2000) : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jakarta :EGC
5. NANDA (2011) : Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, Jakarta : EGC
6. Tylor (2010) : Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan, Jakarta : EGC
7. Doenges, Marlyn, dkk, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Vol. 3. EGC. Jakarta
8. Robinsond Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi 2. Ed. IV. EGC. Jakarta
9. Mansjoer, Arief, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Media Aesculapius. EGC.
Jakarta
10. Engram Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan. Vol.3. EGC. Jakarta
11. Mubin Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Ed.2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta

18

Você também pode gostar