Você está na página 1de 15

Hukum Kesehatan

Gudang Ilmu Hukum Sabtu, Mei 03, 2014 Bahan Kuliyah


A. Pengertian
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan
kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang
memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan
persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan
bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan
berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan pribadinya
dan orang lain.
Definisi Hukum Kesehatan Menurut pakar ahli hukum
Van Der Mijn, pengertian dari hukum kesehatan diartikan sebagai hukum yang
berhubungan secara langsung dengan pemeliharaan kesehatan yang meliputi
penerapan perangkat hukum perdata, pidana dan tata usaha negara atau definisi
hukum kesehatan adalah sebagai keseluruhan aktifitas juridis dan peraturan hukum
dalam bidang kesehatan dan juga studi ilmiahnya.
Leenen Hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan peraturan
hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya.
Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentgang kesehatan
menyatakan yang disebut sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan
Indonesia (PERHUKI), adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan / pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut
hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai
penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan
kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan
medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.
Hukum kedokteran merupakan bagian dari hukum kesehatan, yaitu yang menyangkut
asuhan / pelayanan kedokteran (medical care / sevice)

Subjek dan Objek:


Subjek Hukum Kesehatan adalah Pasien dan tenaga kesehatan termasuk
institusi kesehatan sedangkan objek Hukum Kesehatan adalah perawatan kesehatan
(Zorg voor de gezondheid).
Tujuan Hukum Kesehatan:

Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangssa, yang


berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu
pangan, sandang, pangan,pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman
hidup. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan
yangoptimal berada di tangan seluruh masyarakat
Indonesia, pemerintah dan swastabersama-sama.

Tujuan hukum Kesehatan pada intinya adalah menciptakan tatanan masyarakat


yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban
didalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terpenuhi dan terlindungi
(Mertokusumo, 1986). Dengan demikian jelas terlihat bahwa tujuan hukum
kesehatanpun tidak akan banyak menyimpang dari tujuan umum hukum. Hal ini dilihat
dari bidang kesehatan sendiri yang mencakup aspeksosial dan kemasyarakatan
dimana banyak kepentingan harus dapat diakomodir dengan baik.

Azas Hukum Kesehatan:


1. Asas perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membeda-bedakan golongan, agama, dan
bangsa;
2. Asas manfaat berarti memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan
dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara;
3. Asas usaha bersama dan kekeluargaan
berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan yang
dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan;
4. Asas adil dan merata
berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang
adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau
oleh masyarakat;
5. Asas perikehidupan dalam keseimbangan
berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dilaksanakan seimbang antara
kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, antara materiel dan
spiritual;
6. Asas kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri
berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus berlandaskan pada kepercayaan akan
kemampuan dan kekuatan sendiri dengan memanfaatkan potensi nasional seluas-
luasnya.

Ruang lingkup hukum kesehatan:

1. Hukum Medis (Medical Law);


2. Hukum Keperawatan (Nurse Law);
3. Hukum Rumah Sakit (Hospital Law);
4. Hukum Pencemaran Lingkungan (Environmental Law);
5. Hukum Limbah (dari industri, rumah tangga, dsb);
6. Hukum peralatan yang memakai X-ray (Cobalt, nuclear);
7. Hukum Keselamatan Kerja;
8. dan Peraturan-peraturan lainnya yang ada kaitan langsung yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia.

Menurut Leenen, masalah kesehatan dikelompokkan dalam 15 kelompok: (Pasal 11


UUK)
1. kesehatan keluarga
2. perbaikan gizi
3. pengemanan makanan dan minuman
4. kesehatan lingkungan
5. kesehatan kerja
6. kesehatan jiwa
7. pemberantasan penyakit
8. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
9. penyuluhan kesehatan
10. pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
11. pengamanan zat adiktif
12. kesehatan sekolah
13. kesehatan olah raga
14. pengobatan tradisional
15. kesehatan matra
Latar Belakang disusunnya peraturan perundang-undnagan di bidang pelayanan
kesehatan, adalah: karena adanya kebutuhan
1. pengaturan pemberian jasa keahlian
2. tingkat kualitas keahlian tenaga kesehatan
3. keterarahan
4. pengendalian biaya
5. kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentingannya serta identifikasi
kewajiban pemerintah
6. perlindungan hukum pasien
7. perlindungan hukum tenaga kesehatan
8. perlindungan hukum pihak ketiga
9. perlindungan hukum bagi kepentingan umum

Sumber Hukum Kesehatan


Hukum Kesehatan tidak hanya bersumber pada hukum tertulis saja tetapi juga
yurisprudensi, traktat, Konvensi, doktrin, konsensus dan pendapat para ahli hukum
maupun kedokteran. Hukum tertulis, traktat, Konvensi atau yurisprudensi, mempunyai
kekuatan mengikat (the binding authority), tetapi doktrin, konsensus atau pendapat para
ahli tidak mempunyai kekuatan mengikat, tetapi dapat dijadikan pertimbangan oleh
hakim dalam melaksanakan kewenangannya, yaitu menemukan hukum baru.
Zevenbergen mengartikan sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum;
sumber yang menimbulkan hukum. Sedangkan Achmad Ali, sumber hukum adalah
tempat di mana kita dapat menemukan hukum.

Sumber hukum dapat dibedakan ke dalam :


a. Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor yang turut menentukan isi hukum.
Misalnya, hubungan sosial/kemasyarakatan, kondisi atau struktur ekonomi, hubungan
kekuatan politik, pandangan keagamaan, kesusilaan dsb.
b. Sumber hukum formal merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum; melihat sumber hukum dari segi bentuknya.
Yang termasuk sumber hukum formal, adalah :
1. Undang-undang (UU);
2. Kebiasaan;
3. Yurisprudensi;
4. Traktat (Perjanjian antar negara);
5. Perjanjian;
6. Doktrin.
1. Undang-undang.
Undang-undang ialah peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan
negara yang berwenang, dan mengikat masyarakat. UU di sini identik dengan hukum
tertulis (Ius scripta) sebagai lawan dari hukum yang tidak tertulis. (Ius non scripta).
Istilah tertulis tidak bisa diaertikan secara harafiah, tetapi dirumuskan secara tertulis
oleh pembentuk hukum khusus (speciali rechtsvormende organen).
UU dapat dibedakan dalam arti :
a. UU dalam arti formal, yaitu keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara
terjadinya, sehingga disebut UU. Jadi merupakan ketetapan penguasa yang
memperoleh sebutan UU karena cara pembentukannya. Di Indonesia UU dalam arti
formal dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR (pasal 5 ayat 1 UUD’45).
b. UU dalam arti materiil, yaitu keputusan atau ketetapan penguasa, yang dilihat dari
isinya dinamai UU dan mengikat semua orang secara umum.

2. Kebiasaan (custom).
Kebiasaan adalah perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang dilakukan
berulang-ulang. Kebiasaan ini kemudian mempunyai kekuatan normatif, kekuatan
mengikat. Kebiasaan biasa disebut dengan istilah adat, yang berasal dari bahasa Arab
yang maksudnya kebiasaan. Adat istiadat merupakan kaidah sosial yang sudah sejak
lama ada dan merupakan tradisi yang mengatur tata kehidupan masyarakat tertentu.
Dari adat kebiasaan itu dapat menimbulkan adanya hukum adat.
3. Yurisprudensi.
Adalah keputusan hakim/ pengadilan terhadap persoalan tertentu, yang menjadi
dasar bagi hakim-hakim yang lain dalam memutuskan perkara, sehingga keputusan
hakim itu menjadi keputusan hakim yang tetap.

4. Perjanjian.
Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum karena perjanjian yang telah
dibuat oleh kedua belah pihak (para pihak) mengikat para pihak itu sebagai undang-
undang. Hal ini diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata.
Ada 3 asas yang berlaku dalam perjanjian, yaitu :
1. Asas konsensualisme (kesepakatan), yaitu perjanjian itu telah terjadi (sah dan
mengikat) apabila telah terjadi kesepakatan antara para pihak yang mengadakan
perjanjian.
2. Asas kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian,
bebas menentukan bentuk perjanjian, bebas menentukan isi perjanjian dan dengan
siapa (subyek hukum) mana ia mengadakan perjanjian, asal tidak bertentangan dengan
kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang.
3. Asas Pacta Sunt Servanda, adalah perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak
(telah disepakati) berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

5. Traktat (Perjanjian Antarnegara)


Dalam pasal 11 UUD 1945, menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan
DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan membuat perjanjian dengan
negara lain. Perjanjian antaranegara yang sudah disahkan berlaku dan mengikat
negara peserta, termasuk warga negaranya masing-masing.

6. Doktrin.
Adalah pendapat para sarjana hukum terkemuka yang besar pengaruhnya bagi
pengadilan (hakim) dalam mengambil keputusannya. Doktrin untuk dapat menjadi salah
satu sumber hukum (formal) harus telah menjelma menjadi keputusan hakim.

Fungsi Hukum Kesehatan


a. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur tata kehidupan
di dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya dapat memberi sumbangan yang
besar bagi ketertiban masyarakat secara keseluruhan.
b. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya di bidang
kesehatan). Benturan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
c. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat menghalang-halangi
dokter untuk melakukan pertolongan terhadap penjahat yang luka-luka karena
tembakan, maka tindakan tersebut sebenarnya keliru dan perlu diluruskan.
Contoh lain: mengenai pandangan masyarakat yang menganggap doktrer sebagai
dewa yang tidak dapat berbuat salah. Pandangan ini juga salah, mengingat dokter
adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan di dalam menjalankan
profesinya, sehingga ia perlu dihukum jika perbuatannya memang pantas untuk
dihukum.
Keberadaan Hukum Kesehatan di sini tidak saja perlu untuk meluruskan sikap dan
pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan pandangan kelompok dokter yang sering
merasa tidak senang jika berhadapan dengan proses peradilan.
Sedangkan Menurut bredemeier Fungsi Hukum Kesehatan yaitu menertibkan
pemecahan konflik -konflik misalnya kelalaian penyelenggaraan pelayanan bersumber
dari kelalaian tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya

B. Sejarah Hukum Kesehatan

Pada awalnya masyarakat menganggap penyakit sebagai misteri, sehingga tidak


ada seorangpun yang dapat menjelaskan secara benar tentang mengapa suatu
penyakit menyerang seseorang dan tidak menyerang lainnya. Pemahaman yang
berkembang selalu dikaitkan dengan kekuatan yang bersifat supranatural. Penyakit
dianggap sebagai hukuman Tuhan atas orang-orang yang yang melanggar hukumNya
atau disebabkan oleh perbuatan roh-roh jahat yang berperang melawan dewa
pelindung manusia. Pengobatannya hanya bisa dilakukan oleh para pendeta atau
pemuka agama melalui do’a atau upacara pengorbanan. Pada masa itu profesi
kedokteran menjadi monopoli kaum pendeta, oleh karena itu mereka merupakan
kelompok yang tertutup, yang mengajarkan ilmu kesehatan hanya di kalangan mereka
sendiri serta merekrtu muridnya dari kalangan atas. Memiliki kewenangan untuk
membuat undang-undang, karena dipercayai sebagai wakil Tuhan untuk membuat
undang-undang di muka bumi.
Uundang-undang yang mereka buat memberi ancaman hukuman yang berat,
misalnya hukuman potong tangan bagi seseorang yang melakukan pekerjaan dokter
dengan menggunakan metode yang menyimpang dari buku yang ditulis sebelumnya,
sehingga orang enggan memasuki profesi ini. Di Mesir pada tahun 2000 SM tidak
hanya maju di bidang kedokteran tetapi juga memiliki hukum kesehatan. konsep
pelayanan kesehatan sudah mulai dikembangkan dimana penderita/psien tidak ditarik
biaya oleh petugas kesehatan yang dibiayai oleh masyarakat. peraturan ketat
diberlakukan bagi pengobatan yang bersifat eksperimen. tidak ada hukuman bagi
dokter atas kegagalannya selama buku standar diikuti. profesi kedokteran masih di
dominasi kaum kasta pendeta dan bau mistik tetap saja mewarnai kedokteran.
sebenarnya ilmu kedokteran sudah maju di Babylonia (Raja Hammurabi 2200 SM)
dimana praktek pembedahan sudah mulai dikembangkan oleh para dokter, dan sudah
diatur tentang sistem imbalan jasa dokter, status pasien, besar bayarannya. (dari sini
lah Hukum Kesehatan berasal, bukan dari Mesir)
Dalam Kode Hammurabi diatur ketentuan tentang kelalaian dokter beserta daftar
hukumannya, mulai dari hukuman denda sampai hukuman yang mengerikan. Dan pula
ketentuan yang mengharuskan dokter mengganti budak yang mati akibat kelalian
dokter ketika menangani budak tersebut. Salah satu filosof yunani HIPPOCRATES
(bapak ilmu kedokteran modern) telah berhasil menyusun landasan bagi sumpah dokter
serta etika kedokteran, yaitu:
a. adanya pemikiran untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan praktek
kedokteran yang bersifat coba-coba
b. adanya keharusan dokter untuk berusaha semaksimal mungkin bagi kesembuhan
pasien serta adanya larangan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikannya.
c. Adanya penghormatan terhadap makhluk insani melalui pelarangan terhadap
euthanasia dan aborsi
d. Menekankan hubungan terapetik sebagai hubungan di mana dokter dilarang
mengambil keuntungan.
e. Adanya keharusan memegang teguh rahasia kedokteran bagi setiap dokter.
Abad 20 an telah terjadi perubahan sosial yang sangat besar, pintu pendidikan
bagi profesi kedokteran telah terbuka lebar dan dibuka di mana-mana, kemajuan di
bidang kedokteran menjadi sangat pesat, sehingga perlu dibatasi dan dikendalikan oleh
perangkat hukum untuk mengontrol profesi kedokteran. Hukum dan etika berfungsi
sebagai alat untuk menilai perilaku manusia, obyek hukum lebih menitik beratkan pada
perbuatan lahir, sedang etika batin, tujuan hukum adalah untuk kedamaian lahiriah,
etika untuk kesempurnaan manusia, sanksi hukum bersifat memaksa, etika berupa
pengucilan dari masyarakat.
C. Hubungan Pasien Dengan Rumah Sakit
Saat ini pasien menyadari bahwa dia harus tahu tentang kondisi penyakitnya
serta apa yang akan dilakukan dokter atau Rumah Sakit terhadap dirinya, bahkan
sering kali pasien merasa perlu berdiskusi dengan dokter yang merawatnya. Dengan
demikian hubungan pasien-dokter atau pasien-Rumah Sakit sudah bergeser menjadi
lebih bersifat ”partnership” atau kemitraan.

Hak Dan Kewajiban Pasien


Dalam Surat edaran DirJen Yan Medik No: YM.02.04.3.5.2504 Tentang
Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit, th.1997; UU.Republik
Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dan Pernyataan/SK PB. IDI,
menyebutkan beberapak Hak dan Kewajiban Pasien serta kewajiban dari Rumah Sakit,
diantaranya:

o Hak pasien :
1. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
2. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar
profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi
3. Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan
4. Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit
5. Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan
pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar
6. Hak atas 'second opinion' / meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
7. Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan yang berlaku
8. Hak untuk memperoleh informasi /penjelasan secara lengkap tentang tindakan medik
yg akan dilakukan thd dirinya.
9. Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter
sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
10. Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
11. Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam beribad dan atau masalah
lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
12. Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak mengganggu
ketertiban & ketenangan umum/pasien lainya.
13. Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit
14. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit terhadap
dirinya
15. Hak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual
16. Hak transparansi biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).
17. Hak akses /'inzage' kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam medis
miliknya.

o Kewajiban Pasien
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya kepada
dokter yang merawat
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat dalam
pengobatanya.
3. Mematuhi ketentuan/peraturan dan tata-tertib yang berlaku di rumah sakit
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Berkewajiban memenuhi hal-
hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya
Hubungan Pasien Dengan Rumah Sakit
o Hak Rumah Sakit
1. Membuat peraturan-peraturan yang berlaku di RS.nya sesuai dengan
kondisi/keadaan yang ada di RS tersebut.
2. Memasyarakatkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan RS
3. Memasyarakatkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang diberikan
dokter kepadanya
4. Memilih tenaga dokter yang akan bekerja di RS. melalui panitia kredential
5. Menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien, pihak
ketiga, dll)
6. Mendapat jaminan dan perlindungan hukum
7. Hak untuk mendapatkan imbalan jasa pelayanan yang telah diberikan kepada pasien

o Kewajiban Rumah Sakit


1. Mematuhi peraturan dan perundangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
2. Memberikan pelayanan pada pasien tanpa membedakan golongan dan status pasien
3. Merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak memebedakan kelas perawatan (Duty
of Care)
4. Menjaga mutu perawatan tanpa membedakan kelas perawatan (Quality of Care)
5. Memberikan pertolongan pengobatan di Unit Gawat Darurat tanpa meminta jaminan
materi terlebih dahulu
6. Menyediakan sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan
7. Menyediakan sarana dan peralatan medik sesuai dengan standar yang berlaku
8. Merujuk pasien ke RS lain apabila tidak memiliki sarana, prasarana, peralatan dan
tenaga yang diperlukan
9. Mengusahakan adanya sistem, sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana
10. Melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum bilamana
dalam melaksanakan tugas dokter tersebut mendapatkan perlakuan tidak wajar atau
tuntutan hukum dari pasien atau keluarganya
11. Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter yang bekerja di rumah sakit
tersebut
12. Membuat standar dan prosedur tetap untuk pelayanan medik, penunjang medik,
maupun non medik.
13. Mematuhi Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI)

D. Penerapan Hukum Kesehatan dengan Hukum Lain

1. Hukum Perdata
Yaitu : hubungan antara dokter dengan pasien bias merupaka relasi medis, relasi
hukum yang biasa disebut dengan perjanjian medis dalam hal penyembuhan pasien
disebut dengan Kontrak Terapeutis.
Pasal-pasal yang dapat diterapkan:

1. Pasal 1320 BW (KUH PERDATA) tentang syarat-syarat sahnya perjanjian.


2. Pasal 1365 BW (KUH PERDATA).

Perlu diketahui bahwa kontrak medis bisa tertulis dan bias juga tidak tertulis. Dan bila
salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya bias disebut dengan wan-prestasi.

2. Hukum Pidana
Pasal – pasal yang dapat diterapkan adalah:

1. Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan kematian


2. Pasal 360 KUHP kelalaian yang mengakibatkan luka berat atau cacat.

3. Hukum Administrasi Negara

1. Izin yang dikeluarkan oleh pihak Depkes harus dimiliki oleh dokter
2. Perizinan Rumah sakit dan Apotek harus melalui Depkes.

E. Rahasia Medik

Rahasia Medik adalah adalah segala sesuatu yang dianggap rahasia oleh pasien
yang terungkap dalam hubungan medis dokter-pasien baik yang diungkapkan secara
langsung oleh pasien (subjektif ) maupun yang diketahui oleh dokter ketika melakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang ( objektif). Perlindungan terhadap hak rahasia medis
ini dapat di lihat dalam peraturan perundang-undangan antara lain:

1. Pasal 57 UU No.36/ 2009 tentang Kesehatan mengatakan bahwa setiap orang


berhak atas kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan
2. Pasal 48 UU No. 29/2004 tentang Praktek kedokteran mengatakan bahwa setiap
dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokterannya wajib
menyimpan rahasia kedokteran
3. Pasal 32 (i) UU No,44 Tentang Rumah Sakit mengatakan bahwa hak pasien
untuk mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya

Pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan tersebut diancam pidana


kurungan badan sebagai mana yang diatur dalam pasal 322KUHP yang mengatakan : "
barang siapa yang dengan sengaja membuka rahasia yang wajib ia simpan karena
jabatannya atau karena pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah.

Rahasia medis ini hanya dapat dibukan oleh rumah sakit, dokter dan tenaga
kesehatan lainnya dalam hal telah mendapatkan persetujuan dari pasien yang
bersangkutan, demi untuk kepentingan orang banyak atau untuk kepentingan
penegakan hukum.
F. Informed Consent
“ Informed Consent “ adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk
terjemahan dari persetujuan tindakan medik. Informed Consent terdiri dari dua kata
yaitu Informed dan. Informed diartikan telah di beritahukan, telah disampaikan atau
telah di informasikan dan Consent yang berarti persetujuan yang diberikan oleh
seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas dari informed
Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat
sesuatu setelah mendapatkan penjelasan atau informasi. lebih lanjut diatur dalam Pasal
45 UU No. 29 Tahun 2009 Tentang Praktek Kedokteran yang menegaskan sebagai
berikut :
1) Setiap Tindakan Kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien diberikan
penjelasan lengkap
3) Penjelasan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup :
· Diagnosis dan tatacara tindakan medis
· Tujuan tindakan medis dilakukan
· Alternatif tindakan lain dan resikonya
· Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan
· Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan.

Dengan lahirnya UU No. 29 Tahun 2004 ini, maka semakin terbuka luas peluang
bagi pasien untuk mendapatkan informasi medis yang sejelas-jelasnya tentang
penyakitnya dan sekaligus mempertegas kewajiban dokter untuk memberikan informasi
medis yang benar, akurat dan berimbang tentang rencana sebuah tindakan medik yang
akan dilakukan, pengobatan mapun perawatan yang akan di terima oleh pasien.
Karena pasien yang paling berkepentingan terhadap apa yang akan dilakukan
terhadap dirinya dengan segala resikonya, maka Informed Consent merupakan syarat
subjektif terjadinya transaksi terapeutik dan merupakan hak pasien yang harus dipenuhi
sebelum dirinya menjalani suatu upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter
terhadap dirinya .

Sehubungan dengan hal tersebut , Komalawati ( 2002: 111) mengungkapkan


bahwa informed conset dapat dilakukan ,antara lain :
a. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulis
b. Dengan bahasa yang sempurna secara lisan
c. Dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima pihak lawan
d. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan.
e. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan

Jika setelah proses informed yang dilakukan oleh dokter pada pasien dan
ternyata pasien gagal memberikan consent sebagaimana yang di harapkan , tidaklah
berari bahwa upaya memperoleh persetujuan tersebut menjadi gagal total tetapi dokter
harus tetap memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk pasien berfikir kembali setiap
keuntungan dan kerugian jika tindakan medis tersebut dilakukan atau tidak dilakukan.
Selain itu dokter tetap berusaha melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih efektif
dan efisien yang memungkinkan untuk memperoleh persetujuan atas tindakan yang
akan dilakukan jika memang tindakan tersebut adalah tindakan yang utama dan satu-
satunya cara yang dapat dilakukan untuk menolong menyembuhkan atau meringankan
sakit pasien.

Rujukan
Wikipedia bahasa Indonesia
Dewi,A.I,2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher
:Yogyakarta
Hukum Medik (Medical Law) karangan J. Guwandi. Balai Penerbit Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia.

Você também pode gostar