Você está na página 1de 20

TUGAS MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“HAKEKAT KEHIDUPAN MANUSIA”

Dosen pengajar: Dr. Hj. Mutimatul Faidah, M.Ag

Disusun oleh:

Riska Tri Agustin 14010664075

Eko Wahyu N. 14010664074

Agil Fitrah F. 14010664055

Alvian Fajar Subekti 14010664065

PSIKOLOGI/2014 B

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
KATA PENGANTAR

Assallamu Allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN
BAB II

TUJUAN DAN PERAN MANUSIA DI BUMI

1. TUJUAN

Tujuan Hidup. Dua kata ini memang singkat tapi dua kata ini adalah kata
yang paling berpengaruh dalam pola kehidupan seseorang dari dia lahir sampai
meninggal. Manusia hidup tentu saja mempunyai tujuan. Jika seorang manusia
sudah tak punya tujuan hidup maka mati lebih baik baginya. Karena hidupnya
pasti akan menderita serba terombang-ambing oleh semua ketidak pastian yang
akan terus datang menghampirinya. Manusia yang tidak punya tujuan hidup
layaknya sampah ditengah lautan yang terombang ambing oleh ombak kesana dan
kemari tak jelas arahnya. Artinya jika manusia tak punya tujuan hidup maka
pastilah menjadi manusia yang mudah dipermainkan oleh orang lain, terutama
oleh setan-setan terkutuk yang nampak maupun tak nampak mata yang tujuan
setan itu sendiri adalah menjerumuskan manusia kedalam kesengsaraan dan
kebinasaan tanpa ujung. Apalagi sebagai seorang muslim harus mempunyai tujuan
yang jelas dan paten agar selamat didunia dan diakhirat. Jangan sampai seorang
muslim salah tujuan hidupnya karena bisa berakibat fatal dunia akhirat. Maka dari
itu dalam kajian kali ini kita akan membahas dua kata yaitu “tujuan hidup”.
Seringkali kita mendengar orang bertanya-tanya sendiri “apa to tujuan kita
hidup di dunia ini ?”. Kata ini adalah yang sering muncul ketika manusia sudah
mulai merenung karena pikirannya dilanda stress dan badannya terlalu kecapekan
mengurusi kesibukan dunianya. Kadang juga pertanyaan ini sering muncul tiba-
tiba ketika orang itu sudah bosan dengan kesibukan hidupnya ternyata yang
selama ini mereka cari-cari tidak juga mendatangkan kebahagiaan batin dan
dhohirnya. Bicara tentang tujuan hidup kadang manusia sering mengartikannya
sebagai sebuah cita-cita dunia yang berkeinginan menggapai cita-cita setinggi
langit untuk menjadi seorang yang sukses dan banyak harta lalu hidupnya serba
kecukupan dan serba ada. Namun sering juga kita melihat dan mendengar orang-
orang konglomerat yang hidupnya serba sukses dan serba kaya akan harta benda,
beli apa aja bisa namun justru hidupnya stress bahkan sampai bunuh diri.
Kenapa terjadi? Nah, hal itu tidak lain tidak bukan adalah karena SALAH
MENENTUKAN TUJUAN HIDUP. Karena tujuan manusia hidup pasti ingin
bahagia, namun bahagia bukanlah sebuah barang dagangan yang bisa dibeli
dengan harta sebanyak-apapun. Kebahagiaan adalah karunia Allah yang terbesar
yang menjadikan jiwa manusia merasakan kedamaian dan ketenangan. Oleh
karena itu bahagia tidak bisa diukur dari jumlah harta, status sosial atau bahkan
cuman karena kecantikan dan ketampanan. Oleh karena itu kita malah sering
melihat orang yang dari segi materi serba kekurangan namun sepertinya didalam
raut muka mereka tidak menampakkan kesedihan sedikitpun dan ada pula yang
hidupnya serba kecukupan namun dari wajahnya hanya nampak kecemasan dan
kesedihan bahkan banyak pula yang nekad mengakhiri hidupnya dengan cara
yang tidak wajar.
Kalau kita membahas tujuan hidup seorang muslim, maka tentu saja berbeda
tujuan hidup dengan orang kafir. Kalau kita melihat gaya kehidupan orang barat
yang serba glamour dan wah, serta kehidupan malam yang serba memperturutkan
syahwat inilah tujuan hidup mereka hidup. Tentu saja hal itu sangat bertentangan
dengan cara kehidupan sebagai seorang muslim yang lebih mengutamakan
kesenangan akhirat daripada duniawiah. Secara pemikiran sederhana manusia
didunia ini adalah ibarat menanam bibit tanaman, lalu dia akan memanen hasilnya
dikehidupan sesudah mati (akhirat). Jika di Dunia manusia selalu rajin
“menanam” amal baik maka balasannya di Akhirat adalah kebahagiaan yang
kekal begitu juga dengan manusia yang rajin “menanam” amal jelek maka di
Akhirat adalah kesengsaraan yang kekal sebagai balasannya.
Kami disini tidak akan panjang lebar menjelaskan mengenai tujuan hidup
manusia seperti yang dicetak dalam buku atau cerita novel-novel yang tebalnya
sampai seribu halaman lebih. Tapi disini kita hanya akan menjabarkan secara
pokok agar secara praktis kita langsung paham apa yang menjadi tujuan hidup kita
sebagai seorang muslim

TUJUAN HIDUP SEORANG MUSLIM HIDUP DI DUNIA

Secara garis besar tujuan manusia hidup di Dunia ini adalah :


Pertama, Beribadah kepada Allah Ta’ala (merealisasikan Tauhid).
Alam semesta yang serba besar dan indah beserta isinya ini tidaklah
diciptakan secara sia-sia namun hakikat sebenarnya adalah ada hikmah dibalik
semua penciptaan, sebagaimana yang dikemukakan orang-orang kafir yang selalu
berpikir menggunakan hawa nafsunya tidak mau berpikir dengan akal dan
menganut Tuhannya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di
antara keduanya ini untuk kesia-siaan. Itu adalah persangkaan orang-orang kafir
saja, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk ke dalam
neraka.” (QS. Shaad: 27)
Begitu juga dengan penciptaan manusia dan juga jin. Ternyata jika kita
mempelajari al-Qur’an yang merupakan sebenar-benar perkataan dan sebenar-
benar pedoman hidup sebenarnya tujuan Allah Ta’ala menciptakan kita semua
adalah untuk beribadah (menyembah) kepada-Nya. Sebagaimana dalam Firman
Allah ta’ala (yang artinya),
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-
Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56).
Dan Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Sesungguhnya
sholat dan sembelihanku, hidup dan matiku, adalah untuk Allah Rabb semesta
alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dengan itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk
orang yang pertama-tama berserah diri (kepada Allah).” (QS. al-An’am: 162-
163).
Oleh segala sesuatu milik kita dari lahir sampai mati adalah milik Allah
semata, maka segala sesuatu yang “dititipkan” Allah berupa kehidupan,
kesehatan, harta benda akan dimintai pertanggung jawaban diakhirat kelak.
Dan yang merupakan hambatan terbesar dalam tujuan hidup ini adalah
kesyirikan. Syirik adalah lawan dari Tauhid. Baik itu syirik besar yang membuat
prilakunya murtad maupun syirik kecil yang mengakibatkan hilangnya pahala
amal. Dalam satu hadits Nabi Muhammad SAW bersabda ; “Dua yang paling
utama yaitu iman kepada Allah dan berguna bagi kaum muslimin. Dua yang
paling buruk yaitu menyekutukan Allah dan membahayakan kaum muslimin.”
(alhadits)
Iman kepada Allah dan Meng-Esakan-Nya merupakan hakikat yang paling
benar dari tujuan diciptakannya manusia. Dengan iman dan tauhid tata kehidupan
dibersihkan dari berbagai jenis keraguan yang menyangkut trandensi Tuhan dan
keesaan-Nya; yang menyangkut tujuan hidup dan identitas peradaban; dan yang
menyangkut seluruh nilai-nilai kehidupan. Sedangkan syirik (menyekutukan
Allah) dan segala derifasinya merupakan refleksi dari kekacauan pandangan dan
anggapan tentang Tuhan dan alam. Kekacauan persepsi tentang dua realitas yang
sama sekali mutlak berbeda dalam wujud atau eksistensinya yaitu Tuhan dan
bukan Tuhan (Khalik dan makhluk).
Syirik merupakan sebuah konsep yang mencoba menyatukan atau
menyamakan, memasukan, dan bahkan mengacaukan dua realitas yang mutlak
berbeda itu. Maka secara obyektif syirik diartikan menuhankan sesuatu yang
bukan Allah, dan secara subyektif diartikan memberikan kekuasaan-kekuasaan
(otoritas) dan kualitas-kualitas setengah tuhan kepada benda, para pendeta, atau
para pemimpin sekuler untuk mengatur segala urusan. Dalam Islam, pengetahuan
dan tindakan syirik merupakan bentuk kezhaliman terbesar yang implikasi
buruknya sangat luas. Dalam al-Qur’an disebutkan ; "Dan (ingatlah) ketika
Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) karena sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS,
Luqman [31]: 13).
Secara psikologis syirik hanya akan membiakkan kebimbangan,
kegelisahan, dan tragedi kemanusiaan. Firman Allah : "Akan Kami masukkan ke
dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan
Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang
itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat
tinggal orang-orang yang zalim." (QS, Ali 'Imran [3]: 151).
Sedangkan kezhaliman itu adalah kegelapan yang akan meneggelamkan
seluruh tatanan yang berakibat membiaknya kerusakan, anarkhisme, dan
kekacauan. Oleh sebab itu Imam Ghazali memandang syirik sebagai penyakit hati
yang paling buruk. Implikasinya sangat serius bagi kehidupan manusia itu sendiri,
baik kehidupan di dunia sekarang ini lebih-lebih bagi kehidupan di akhiratnya
nanti. Sepanjang sejarah manusia kezhaliman terbukti menyeret seluruh
kehidupan manusia ke dalam lorong-lorong kegelapan yang mengerikan. Fitnah
dan kesengsaraan yang ditimbulkannya tidak hanya menimpa pelaku kezhaliman
melainkan juga orang-orang yang tidak melakukannya.
Oleh karena itu tidak syak lagi syirik ini disebut sebagai perbuatan dosa
paling besar diantara yang paling besar dan bahkan azab dan cobaan bertubi-tubi
menimpa manusia tidak lain adalah karena dosa syirik. Azab yang ditimbulkan
pun tidak hanya menimpa pelaku syirik tapi juga orang-orang disekitarnya
walaupun tidak terlibat perbuatan dosa namun tidak berusaha mencegahnya. Allah
berfirman : "Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa
Allah amat keras siksaan-Nya." (QS, al-Anfal [8]: 25).
Saking beratnya dosa syirik Rasulullah menyebutkan bahwa syirik adalah
ibarat kegelapan yang paling gelap dan diselimuti kegelapan. Bisakah kita
membayangkannya? "Jauhilah syirik karena syirik itu kegelapan yang berlapis-
lapis di hari Kiamat." (HR. Bukhari).

Kedua, Memperoleh Ridha Allah SWT


Tujuan hidup seorang Muslim adalah memperoleh ridha Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan memasuki surga-Nya. Oleh karena itu ibadah yang bertujuan untuk
mencari selain Ridha-Nya maka sia-sia segala yang dia perbuat, Naudzubillah.
Dr. Shalih bin Sa’ad As-Syuhaimy menyebutkan syarat pertama
diterimanya suatu amalan, yaitu syarat ikhlas karena Allah ta’ala. Maksudnya
adalah seseorang hanya mengharapkan ridho Allah dari setiap amalannya, bersih
dari penyakit riya’ (ingin dilihat orang lain) dan sum’ah (ingin didengar orang
lain), tidak mencari pujian dan balasan melainkan hanya dari-Nya. Pendek kata
seluruh amalan yang ia kerjakan hanya ditujukan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala semata, dan ini merupakan inti ajaran aqidah yang dibawa oleh seluruh nabi
dan rasul.
Adapun tujuan hidup orang kafir hanya untuk memenuhi syahwatul bathn
(syahwat perut) dan syahwatul farj (syahwat seks). Maka, aktivitas hidupnya pun
hanya untuk memburu sesuatu yang menyenangkan sesaat, tapi hakikatnya
kesengsaraan dhohir dan batin yang kekal sehingga pada akhirnya penyesalan
tidak berguna. Firman Allah SWT : “Sudah datangkah kepadamu berita (tentang)
hari pembalasan? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi
kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minum (dengan air)
dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari
pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan
lapar.” (QS. Al Ghasyiyah: 1-7).
Inilah hakikat dunia ini. Segalanya memperdayakan dan segalanya
menyibukkan dengan urusan-urusan yang tidak ada habisnya namun tiada berguna
dan tiada membuat bahagia. Jika manusia menjadikan dunia sebagai tujuan
hidupnya maka akan sia-sia segala yang diusahakan. Bekerja keras berangkat pagi
pulang malam sampai badan sakit-sakitan. Hal itu mereka lakukan demi
menumpuk-numpuk harta dan saling berlomba dalam kemegahan dunia. Begitu
seterusnya jika diteruskan sampai maut menjemput. Namun ternyata hal itu
membuat manusia lupa amanah untuk apa dan siapa dia diciptakan.
Manusia yang telah tersibukan oleh dunia akan lalai ibadah yang
merupakan kewajiban utama sebagai hamba Allah. Dan manusia juga akan lupa
bahwa dirinya adalah pemimpin dirinya sendiri, dalam rumah tangga untuk anak
dan istrinya, dan orang-orang sekitarnya. Padahal tak ada pemimpin yang lalai
akan kewajiban melainkan berakibat kacau balaunya sebuah sistem kehidupan.
Pemimpin yang lalai akan kewajiban akan membuat bercerai berainya orang-
orang yang dipimpinnya. Lalu akibat yang terjadi adalah entah itu dia kehilangan
jati dirinya sebagai manusia, atau bercerai dengan keluarga, dan dikucilkan
masyarakat, dan belum lagi azab diakhirat.
Akhirnya tak ada balasan untuk manusia yang telah dilalaikan dunia
melainkan kesengsaraan abadi karena segala kesibukannya didunia telah
melalaikan dari belajar agama yang merupakan kunci kebahagiaan, lupa
beribadah, dan telah mencerai beraikan kebahagiaan keluarga dan lebih lagi di
akhiratnya. Maka sungguh merugilah orang yang seperti itu. Naudzubillah.
Semoga Allah melindungi kita dari tipu daya duniawi.

Ketiga, Menjadi manusia yang berguna bagi orang lainnya

Allah Berfirman :
‫علَى‬
َ ‫اونُوا‬ َ َ‫علَى ا ْل ِب ِر َوالت َّ ْق َوى َوال تَع‬
َ ‫اونُوا‬ َ َ‫َوتَع‬
ِ ‫شدِي ُد ا ْل ِعقَا‬
‫ب‬ َّ ‫ان َواتَّقُوا‬
َّ ‫َللاَ ِإ َّن‬
َ َ‫َللا‬ ِ ‫اإلثْ ِم َوا ْلعُد َْو‬
Artinya “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Al-
Maidah[5] ayat 2)
Ayat diatas adalah pelajaran bagi kita supaya kita itu saling menolong
dengan yang lain dalam kebaikan yang merupakan tujuan kita diciptakan.
Sehingga tujuan hidup seorang muslim yang ketiga adalah menjadi layaknya
tabiat manusia sejak awal penciptaan. Yaitu sebagai makhluk sosial yang saling
membantu satu sama lain dan saling bahu-membahu supaya tercipta kehidupan
yang harmonis. menurut Ibnu Khaldun hal itu mengandung makna bahwa
manusia tidak bisa hidup sendirian dan keberadaannya tidak akan terwujud
kecuali dengan kehidupan bersama. Oleh karena itu manusia tidak bisa hidup
sendirian. Jadi sifat individualisme, materialisme dan modernisme yang diagung-
agungkan oleh orang barat yang sudah mewabah dilingkungan perkotaan dan
menjadi tren bagi kalangan remaja sekarang ini yang mengidolakan artis daripada
nabinya dan lebih suka gaya hidup orang barat yang amburadul daripada budaya
Islam yang luhur. Hal itu sama sekali sangat bertentangan dengan fitrah (tabiat)
manusia sejak dia diciptakan. Akibatnya akan terjadi kerusakan moral,
perselisihan sampai berujung penindasan dan pembunuhan yang tidak akan
pernah selesai selama sifat jelek itu masih menempel dipikiran manusia.
Oleh karena itu Islam datang agar sifat kebersamaan yang menjadi bawaan
itu, dalam penyalurannya, memiliki tujuan yang sama. Memang benar, sasaran
pertama Islam adalah perbaikan individu-individu. Tetapi sasaran utamanya
adalah agar individu-individu itu masing-masing menjadi khalifah (wakil Allah),
pencipta kedamaian dan kebersamaan. Jika tugas kekhalifahan ini gagal
dilaksanakan dengan alasan yang sangat individual, maka itu sama saja memberi
umpan kepada tudingan Karl Marx, tokoh komunisme asal Jerman, bahwa agama
itu memang candu, membuat penganutnya merasa puas dan tenang dengan
amalan-amalan pribadinya. Padahal untuk menjadi insan kamil (manusia yang
sempurna) yang di akhirat kelak diberi hak menempati tempat terindah yaitu
surga, Allah memberi jalan bukan hanya iman dan takwa, tapi juga amal saleh,
yang akan dibalas dengan surganya sebagaimana firman Allah dalam surat Al-
Baqarah: 82
َ ‫اب ا ْل َجنَّ ِة ُه ْم فِي َها َخا ِلد‬
‫ُون‬ ْ َ ‫ت أُولَئِكَ أ‬
ُ ‫ص َح‬ َّ ‫ِين آ َ َمنُوا َوع َِملُوا ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬ َ ‫َوا لَّذ‬
“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni
surga; mereka kekal di dalamnya.”
Dalam banyak ayat Alquran, kata-kata iman dengan berbagai derivasinya
seringkali dikaitkan dengan kata amal saleh. Iman adalah hubungan vertikal antara
manusia dengan Tuhannya, sedangkan amal saleh adalah hubungan vertikal
dengan Tuhan sekaligus hubungan horizontal dengan sesama manusia bahkan
sesama makhluk di bumi ini. Rasulullah saw adalah manusia yang memiliki
tingkat ketakwaan dan keteladanan sosial paling tinggi. Keteladanan sosial ini
menjadi pendekatan terhadap masyarakatnya dan merupakan kunci keberhasilan
dalam mengemban risalah kenabiannya.

Rasulullah telah memberikan banyak contoh tentang indahnya berbagi


kepada umatnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzarr r.a., dia
berkata, "Rasulullah saw bersabda, "Wahai Abu Dzarr, jika engkau memasak
sayuran, perbanyaklah air (kuah)nya dan bagikanlah kepada tetangga-
tetanggamu." (H.R. Muslim).

Dalam hadits lain disebutkan, "Tidak beriman kepada-Ku orang yang tidur
dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya dan dia
mengetahuinya." (H.R. Bukhori).

Dalam kedua hadits tersebut Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk


tidak pelit dan kikir kepada orang lain (tetangga) tanpa memilah dan membedakan
apakah mereka itu muslim atau bukan. Al-Hafizh ibn Hajar berkata, "Kata
tetangga mencakup orang muslim dan kafir, orang taat beribadah dan orang
fasik, teman dan musuh, orang asing dan pribumi, orang baik dan orang jahat,
kerabat dan bukan kerabat, yang paling berdekatan rumahnya dan yang
berjauhan."

Itulah keteladanan sosial yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Untuk


itu, hendaknya pengkajian keislaman tidak berhenti pada tataran ilmu
pengetahuan, namun diaplikasikan dalam wujud yang nyata, sehingga
kemaslahatan umat dapat dicapai sebagaimana amanah dari Sang Pencipta.

Keempat, Mengutamakan kehidupan Akhirat daripada dunia.

Yang terakhir adalah tujuan akhir kita hidup didunia ini tidak lain adalah
untuk kebahagiaan kekal diakhirat (surga) sebagai balasan dari Allah bagi orang
yang bertakwa. Maka tak sepantasnya sebagai seorang mukmin berlomba-lomba
dalam kesibukan dunia namun lalai akan akhirat. Tetapi seorang muslim adalah
orang yang bersusah payah mencari dunia untuk membeli akhirat bukannya malah
sebaliknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangiapa yang
menjadikan dunia sebagai tujuannya maka Allah akan mencerai beraikan
urusannya, dan menjadikan kefakiran di pelupuk matanya, dan dunia tidak akan
datang kepadanya melainkan apa yang telah ditetapkan baginya. Dan
barangsiapa yang akhirat menjadi tujuannya maka Allah akan menyatukan
urusannya, dan menjadikan berkecukupan di hatinya, dan dunia akan
mendatanginya dalam keadaan tunduk.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no.
3313 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shohiihah, no. 950)

Oleh karena kita hidup didunia ini sangat singkat, lalu Rasulullah memberi
nasehat kepada kita supaya tidak menunda-nunda amal. Apalagi kita tidak tahu
kapan maut menjemput kita. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam memegang pundakku, lalu bersabda
: Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.
Lalu Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata : “Jika engkau di waktu sore, maka
janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah
menunggu sore dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan waktu
hidupmu sebelum kamu mati”.[HR. Bukhari]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam menganjurkan untuk meniru


perilaku orang asing, karena orang asing yang baru tiba di suatu negeri tidaklah
mau berlomba di tempat yang disinggahinya dengan penghuninya dan tidak ingin
mengejutkan orang lain dengan melakukan hal-hal yang menyalahi kebiasaan
mereka misalnya dalam cara berpakaian, dan tidak pula menginginkan
perselisihan dengan mereka. Begitu pula para pengembara tidak mau membuat
rumah atau tidak pula mau membuat permusuhan dengan orang lain, karena ia
menyadari bahwa dia tinggal bersama mereka hanya beberapa hari. Keadaan
orang merantau dan pengembara semacam ini dianjurkan untuk menjadi sikap
seorang mukmin ketika hidup di dunia, karena dunia bukan merupakan tanah air
bagi dirinya, juga karena dunia membatasi dirinya dari negerinya yang sebenarnya
dan menjadi tabir antara dirinya dengan tempat tinggalnya yang abadi. Begitulah
nasehat dari sebaik-baik manusia yang pernah ada tentang hakikat kehidupan
dunia yang sementara ini.

Ingatlah juga kata pepatah hakikat dunia ini supaya kita menjadi orang
yang sabar dalam menjalani hidup ini. “BERSAKIT-SAKIT SEMENTARA
BAHAGIA KEKAL KEMUDIAN”. Oleh karena itu, bisa dibilang mengingat
kematian dan hari kiamat merupakan motivasi yang terbaik untuk beramal sholih.
Sabda nabi saw “Cukuplah maut sebagai pelajaran (terbaik) dan keyakinan
(keimanan) sebagai kekayaan (terbanyak). (HR. Ath-Thabrani)

Kita memohon kepada Allah semoga kita dirahmati dan dijadikan orang
mempunyai tujuan hidup yang lurus sehingga terhindar dari segala yang akan
mencelakakan kita, amiien Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha
Dermawan, Maha Pemurah, Maha Pengampun dan Maha Belaskasih.
2. PERAN MANUSIA DI BUMI

Agama Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki dua predikat, yaitu


sebagai hamba Allah (`abdullah) dan sebagai wakil Allah (khalifatullah) di muka
bumi. Sebagai hamba Allah, manusia adalah kecil dan tak memiliki kekuasaan.
Oleh karena itu, tugasnya hanya menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri
kepada-Nya. Tetapi sebagai khalifatullah, manusia diberi fungsi sangat besar,
karena Allah Maha Besar maka manusia sebagai wakil-Nya di muka bumi
memiliki tanggung jawab dan otoritas yang sangat besar.
Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam semesta
untuk kesejahteraan umat manusia, karena alam semesta memang diciptakan
Tuhan untuk manusia. Sebagai wakil Tuhan manusia juga diberi otoritas
ketuhanan; menyebarkan rahmat Tuhan, menegakkan kebenaran, membasmi
kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan diberi otoritas untuk menghukum
mati manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi sebagai khalifah Allah,
manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menegakkan sendi-sendi
kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, manusia dilengkapi Tuhan dengan
kelengkapan psikologis yang sangat sempurna, akal, hati, syahwat dan hawa
nafsu, yang kesemuanya sangat memadai bagi manusia untuk menjadi makhluk
yang sangat terhormat dan mulia, disamping juga sangat potensil untuk terjerumus
hingga pada posisi lebih rendah dibanding binatang.
Fungsi Khalifah
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Alquran terhadap lingkungan
bersumber dari fungi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya
interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam.
Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan,
agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Dalam pandangan akhlak
Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau
memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan
kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang
sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian
mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan
perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan terhadap lingkungan harus
dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.” Binatang, tumbuhan, dan
benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi
milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini
mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat”
Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Karena itu dalam Alquran ditegaskan bahwa :“Dan tidaklah binatang-
binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti manusia...” (QS. Al-An’am [6] :
38)
Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada
kesadaran bahwa apapun yang berada di dalam genggaman tangannya, tidak
lain kecuali amanat yang harus dipertanggungjawabkan. “Setiap jengkal
tanah yang terhampar di bumi, setiap angin yang berhembus di udara, dan setiap
tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan pertanggungjawabannya,
manusia menyangkut pemeliharaan dan pemanfaatannya”,
demikian kandungan penjelasan Nabi Saw. tentang firman-Nya dalam
Alquran.: “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kemikmatan
(yang kamu peroleh).” (At-Takatsur, [102]: 8)
Dengan demikian manusia bukan saja dituntut agar tidak alpa dan angkuh
terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk
memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan)
menyangkut apa yang berada di sekitar manusia.
“Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta yang berada di antara
keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang hak dan pada waktu yang ditentukan”
(QS Al-Ahqaf [46]: 3).
Pernyataan Allah ini mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya
memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja,
melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua
pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam atau berlaku sewenang-
wenang terhadapnya. Memang, istilah penaklukan alam tidak dikenal dalam
ajaran Islam. Istilah itu muncul dari pandangan mitos Yunani yang
beranggapan bahwa benda-benda alam merupakan dewa-dewa yang
memusuhi manusia sehingga harus ditaklukkan.
Yang menundukkan alam menurut Alquran adalah Allah. Manusia tidak
sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali berkat kemampuan yang
dianugerahkan Tuhan kepadanya.
“Mahasuci Allah yang menjadikan (binatang) ini mudah bagi kami,
sedangkan kami sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk itu.” (QS. Az-
Zukhruf [43]: 13)
Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan dengan
alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus dapat bersahabat.
Aquran menekankan agar umat Islam meneladani Nabi Muhammad Saw. yang
membawa rahmat untuk seluruh alam (segala sesuatu). Untuk menyebarkan
rahmat itu, Nabi Muhammad Saw. bahkan memberi nama semua yang menjadi
milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak bernyawa. “Nama”
memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan itu mengantarkan
kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.
Ini berarti bahwa manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri
kepada segala sesuatu yang telah direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga
benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda itu. Ia tidak boleh
diperbudak oleh benda-benda sehingga mengorbankan kepentingannya sendiri.
Manusia dalam hal ini dituntut untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh
meraih apapun asalkan yang diraihnya serta cara meraihnya tidak mengorbankan
kepentingannya di akhirat kelak.
Memanfaatkan Segala Potensi
Manusia merupakan khalifah di bumi ini, diciptakan oleh Allah dengan
berbagai kelebihan dan kesempurnaan yang menyertainya. Kita diberi akal pikiran
dan juga hawa nafsu sebagai pelengkapnya. Manusia telah diberikan berbagai
fasilitas di muka bumi sebagai alat pemenuhan kebutuhan manusia. Semua yang
kita perlukan telah terhampar di alam semesta, manusia hanya perlu mengelolanya
saja.
Dalam kelangsungan hidup manusia terjadi berbagai perkembangan di dunia,
semakin kompleksnya kebutuhan manusia, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dengan terciptanya berbagai mesin-mesin dan berbagai alat komunikasi
yang membantu meringankan kehidupan dan pekerjaan manusia. Didorong
dengan nafsu keserakahannya, manusia hanya berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya, negara hanya berpikir untuk memajukan perekonomian dan
pembangunan besar-besaran diberbagai sektor, tanpa memikirkan dampak
lingkungan yang diakibatkan dari apa yang dilakukan manusia. Termasuk
penduduk Indonesia perilakunya juga seperti itu, bisa dikatakan kepeduliannya
sangat kecil terhadap lingkungan, ini tidak lepas dari tingkat kesadaran
masyarakat dan juga desakan ekonomi yang juga menuntut masyarakat berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya tanpa menghiraukan dampak lingkungan yang
diakibatkan.
Kegiatan manusia di dunia ini banyak menimbulkan masalah bagi lingkungan,
erosi tanah, polusi udara, banjir, tanah longsor, tanah yang hilang kesuburannya,
hilangnya spesies-spesies dalam ekosistem, kekeringan, hilangnya biota-biota laut
dan yang paling memprihatinkan adalah pemanasan suhu global, yaitu peristiwa
pemanasan bumi yang disebabkan oleh peningkatan ERK (Efek Rumah Kaca)
yang disebabkan oleh gas rumah kaca (GRK), seperti CO2, CH4, Sulfur dan lain-
lain yang menyerap sinar panas atau menyebabkan terperangkapnya panas
matahari (sinar infra merah). ERK (greenhouse effect) bukan berarti disebabkan
oleh bangunan-bangunan yang berdinding kaca, tapi hanya merupakan istilah
yang berasal dari para petani di daerah iklim sedang yang menanam tanaman di
rumah kaca.
Global Warming sangat perlu diperhatikan oleh seluruh penduduk dunia, dan
termasuk didalamnya penduduk Indonesia, dengan bersinergi menurunkan dan
memperlambat peningkatan greenhouse effect. Langkah-langkah nyata harus
dilakukan oleh masyarakat, karena sangat besarnya dampak yang diakibatkan oleh
pemanasan global bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain yang hidup
di bumi.
Kita ketahui Indonesia merupakan negara maritim. Pemanasan global yang
saat ini terjadi akan memicu naiknya suhu atmosfer bumi, dan akan menaikkan
permukaaan air laut, yang juga didukung oleh pencairan es di kutub bumi. Hal ini
dapat memicu tenggelamnya negara kita, didahului dengan tenggelamnya ribuan
pulau-pulau kecil yang dimiliki Indonesia. Kalau pemanasan global tidak cepat
ditanggulangi dan membiarkan kegiatan-kegiatan manusia yang tidak ramah
dengan lingkungan, mungkin beberapa abad lagi negara kita akan tenggelam dan
berakhirlah peradaban manusia di dunia.
Seiring pertumbuhan penduduk yang cenderung tidak dapat dikendalikan dan
selalu menunjukkan peningkatan. Hal ini juga terjadi di Indonesia, akan memicu
naiknya kebutuhan-kebutuhan manusia seperti pangan, tempat tinggal, listrik,
BBM dan banyak kebutuhan lainnya. Kesemuanya itu akan meningkatkan
kebutuhan manusia akan lahan-lahan yang digunakan untuk produksi pertanian,
perkebunan, pertambangan, tempat tinggal, jalan-jalan dan fasilitas umum. Hal ini
tidak bisa dipungkiri, dan akhirnya terjadilah penebangan pohon-pohon dan hutan
untuk memenuhi kebutuhan untuk bahan baku industri tanpa menghiraukan
dampak lingkungan yang akan diderita.
Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang
sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian
mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan
perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan terhadap lingkungan harus
dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.” Binatang, tumbuhan, dan
benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi
milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini
mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat”
Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam semesta
untuk kesejahteraan ummat manusia, karena alam semesta memang diciptakan
Allah untuk manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi sebagai khalifah
Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menegakkan sendi-sendi
kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, manusia dilengkapi Tuhan dengan
kelengkapan psikologis yang sangat sempurna, akal, hati, syahwat dan hawa
nafsu, yang kesemuanya sangat memadai bagi manusia untuk menjadi makhluk
yang sangat terhormat dan mulia, disamping juga sangat potensil untuk terjerumus
hingga pada posisi lebih rendah dibanding binatang.

BAB III

TAHAPAN KEHIDUPAN

Tahapan kehidupan ada 5 tahap. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut :

1. Tahapan ketiadaan, seperti yang disebutkan dalam oleh Firman Allah


SWT :
“ Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika
itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut” (QS:Al INsan:1)

“Wahai manusia jika kamu ragu pada hari kebangkitan maka


sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah , kemudian dari setets air
mani, kemudian dari segumpal darah kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannaya dan tidak sempurna. Agar kami jelaskan kepadamu dan
kami tetapkan dalam rahim apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian kami keluarkan kamu sabagai bayi kemudian kamu menjadi
dewasa. Dan diantaramu ada yang diwafatkan dan ada yang dipanjangkan
umurnya hingga pikun supaya dia tidak mengatahui lagi sesuatupun yang telah
dia ketahui dahulu. Dan kamu lihat bumi itu kering dan apabila kami turunkan
air dari atasnya hiduplah bumi itu dan suburlah menumbuhkan berbagai macam
tumbuhan yang indah.” (QS:Al Hajj:5)

2.Tahapan alam rahim, sebagaimana firman Allah SWT :


“Dia telah menciptakan kalian dalam perut-perut ibu-ibu kalian kejadian demi
kejadiandalam tiga kegelapan”. (QS;AzZumar).

3.Tahapan kehidupan dunia, sebagaimana firman Allah SWT :


“ Dan Allah telah mengeluarkan kalian darimperut-perut ibu-ibu kalian dalam
keadsaan tidak mengetahui segala sesuatu dan Dia menjadikan bagimu
pendengharan, penglihatan dan ahti agar kalian bersyukur.” (QS. An-Nahl:78).
Dan tahapan inilah yang menentukan bahagia dan celakanya, untuk menuju ke
kehidupan yang sebenarnya. Tahapan yang merupakan negeri tempat kita diuji
dan dicoba. Sebagaimana firman Allah Swt: “ Dialah yang telah menciptakan
kematian dan kehidupan agar menguji kalian siapa di antara kalian yang paling
bagus amalannya” (QS;AL Mulk;2)

4.Tahapan kehidupan alam barzakh/kubur, sebagaimana firman Allah


SWT ;
“ Dan dari belakang mereka ada barzakh (pembatas) sampai hari kebangkitan”
(QS;Al Mu’minun;100)

5.Tahapan kehidupan alam akhirat, yanga merupakan tahapan terakhir,


tujuan dan ujung dari semuanya. Allah Swt berfirman ;
“ Dan sesungguhnya setelah itu kalian akan menjadi mayat kemudian nanti di
hari kiamat kalian akan dibangkitkan” (QS;Al Mukminun;16).

Dalam tahapan kehidupan manusia, kehidupan di Dunia berada di tahapan


yang ketiga yang artinya masih ada tahapan berikutnya yang akan kita lalui. Dan
penentu kekalnya kebahagian kita kelak ada di kehidupan dunia. Apakah kita
masih berangan-angan untuk mendapatkan sorga-Nya, sementara dikepala kita
hanyalah bagaimana memperoleh kebahagian dunia semata, kebahagian semu
yang mebelokkan iman dan kalbu untuk menjauh dari-Nya. Di dua tahapan
selanjutnya amal perbuatan kita akan dibalas oleh Allah swt bagaimana kita
menjalani kehidupan kita di dunia, maka beruntunglah orang-orang ikhlas
mengabdikan dirinya ke pada Allah Swt dan Rasul-Nya. Bagi yang membuat
pelanggaran akan mendapat azab/siksa kubur dan siksa neraka, sebaliknya bagi
yang bertakwa akan mendapatkan kenikmatan yang tiada tara di alam kubur dan
sorga kelak telah menanti di akhir zaman.. Allah Swt berfirman : “Maka mengapa
ketika nyawa telah sampai di tenggorokan, padahal kamu ketika itu melihat, dan
kami lebih dekat daripada kamu tetapi kamu tidak melihat. Maka mengapa jika
kamu tidak dikuasai (oleh Allah Swt) kamu tidak mampu mengembalikan nyawa
itu jika kamu adalah orang yang benar? Adapun jika orang yang mati adalah
orang yang yang didekatkan (kepada Allah Swt) maka dia mendapatkan
ketentraman dan rizki serta sorga yang penuh kenikmatan.Danadapun jika dia
termasuk golongan kanan , maka keselamatan bagimu karena kamu dari
golongan kanan. Dan adapun jika dia termasuk orang yang mendustakan lagi
sesat, maka dia disambut dengan siraman air mendidih dan dibakar dalam
neraka.” (QS;Al Waqiah;83-94)
BAB IV

KEHIDUPAN DI AKHERAT

Kehidupan di dunia ini sebenarnya adalah kehidupan menuju akhirat. Ia


adalah jembatan yang mesti dilalui oleh setiap manusia sebelum menempuh alam
akhirat. Bahasa sederhananya, kehidupan dunia adalah medan persediaan dan
persiapan untuk menuju kehidupan akhirat yang kekal sepanjang zaman. Ar-
Raghib mengatakan, Kekal adalah terbebasnya sesuatu dari segala macam
kerusakan dan tetap dalam keadaan semula.”
Kehidupan dunia ini merupakan jembatan penyeberangan, bukan tujuan
akhir dari sebuah kehidupan, melainkan sebagai sarana menuju kehidupan yang
sebenarnya, yaitu kehidupan akhirat. Karena itu, Alquran menamainya dengan
beberapa istilah yang menunjukkan hakikat kehidupan yang sebenarnya.
Pertama, al-hayawan (kehidupan yang sebenarnya). Tiadalah kehidupan
dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah
yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui.” (QS al-Ankabut [29]: 64).
Kedua, dar al-qarar (tempat yang kekal). Hai kaumku, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara), dan sesungguhnya akhirat
itulah negeri yang kekal.” (QS Ghafir [40]: 39).
Ketiga, dar al-jaza’ (tempat pembalasan). Di hari itu, Allah akan
memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka
bahwa Allahlah yang benar lagi yang menjelaskan (segala sesuatu menurut
hakikat yang sebenarnya).” (QS an-Nur [24]: 25).
Keempat, dar al-muttaqin (tempat yang terbaik bagi orang yang
bertakwa). Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: ‘Apakah yang telah
diturunkan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘(Allah telah menurunkan)
kebaikan.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan)
yang baik. Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik, dan itulah sebaik-
baik tempat bagi orang yang bertakwa.” (QS an-Nahl [16]: 30).
Dengan demikian, setelah manusia mengetahui akan hakikat kehidupan
yang sebenarnya, mereka akan memberikan perhatian yang lebih besar pada
kehidupan akhirat yang kekal daripada kehidupan dunia yang fana ini. Sebab,
Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang.” (QS
ad-Dhuha [93]: 4).
Oleh karena itu, Sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang
beriman dan berbuat baik bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan
dalam surga-surga itu. Mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada
kami dahulu.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di
dalamnya ada istri-istri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya.” (QS al-
Baqarah [2]: 25). Wallahu a’lam.

DAFTAR PUSTAKA

http://wijartbee.blogspot.com/2012/10/hakikat-tujuan-hidup-muslim-di-dunia.html

http://tizzerant.wordpress.com/2009/03/01/5-tahapan-dalam-kehidupan-manusia/

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/14/02/03/n0e5qi-bagaimanakah-
kehidupan-akhirat

Você também pode gostar