Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
STROKE HEMORAGIK
B. Pengkajian Primer
1. Airway
Pada jalan nafas terpasang ET, ada akumulasi senkret dimulut dan selang ET, lidah tidak jatuh
kedalam dan tidak terpasang OPA.
2. Breating
RR 38 x/menit, tidak terdapat napas coping hidung, terdapat retaksi otot paru kanan, dan terdapat
wheezing, terpasang ventilator dengan mode SIM V, FI02 70 %, PEEP + 5, VI 478, RR 38
x/menit, suara dasar vesikuler.
3. Circulation
Td 140/90 mmHg, Map 112, Hr 124x/menit, Sa02 100%, capillang refill < 3 detik, kulit tidak
pucat, kunjung tipa tidak anemis.
4. Disability
Kesadaran : soporokoma, GCS : E1,M2,VET, reaksi pupil +/-, pupil miosis, dan besar pupil 2
mm.
5. Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu 38,5 ⁰C
C. Pengkajian Skunder
1. Tanda - tanda vital
Tanggal 27 Maret 2018, TD 140/90 mmhg, Map 112, Hr 124, Sa02 100%, RR 38 x/menit, S
38,5 0C.
Tanggal 28 Maret 2018, TD 145/97 mmhg, Map 113, Hr 130, Sa02 100%, RR 20 x/menit, S
38,2 0C.
Tanggal 29 Maret 2018, TD 88/81 mmhg, Map 63,3, Hr 97, Sa02 97%, RR 17 x/menit, S
40,7 0C.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada oedem
2. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis, kedua pupil miosis, reflek
pupil +/-.
3. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada serumen
4. Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada secret di hidung, tidak ada napas cuping hidung
5. Mulut
Bibir pucat dan kotor, terpasang ET
6. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak terjadi kaku kuduk.
7. Thoraks
a. Jantung
Inspkesi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada bunyi jantung tambahan
b. Paru-paru
Inspkesi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi interkosta, tidak ada penggunaan
otot bantu napas, RR 38x/menit
Palpasi : Tidak dikaji
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan ronkhi basah di basal paru kanan
c. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus 13x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak terjadi distensi abdomen
d. Ekstremitas
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1
e. Genitalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal, tidak ada jejas
E. Pola Eleminasi
1. Urin / Sift
a. Pada tanggal 27 Maret 2018 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada, ikontenensia tidak
ada, jumlah 200 cc
b. Pada tanggal 28 Maret 2018 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada, ikontenensia tidak
ada, jumlah 500 cc
c. Pada tanggal 29 Maret 2018 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada, ikontenensia tidak
ada, jumlah 100 cc
Pemeriksaan urin lab: tidak ada
2. Feses/shift
a. Pada tanggal 27 Maret 2018 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi
lunak.
b. Pada tanggal 28 Maret 2018 frekuensi tidak ada, warna tidak ada, konsistensi tidak ada.
c. Pada tanggal 29 Maret 2018 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi
lunak.
Pemeriksaan lab Feses : tidak ada
F. Tingkat Kesadaran
1. Gasgow Coma Scale
a. Pada tanggal 27 Maret 2018, E 1, M 2, V ET.
b. Pada tanggal 28 Maret 2018, E 1, M 1, V ET.
c. Pada tanggal 29 Maret 2018, E 1, M 1, V ET.
2. Status kesadaran
a. Pada tanggal 27 Maret 2018, kesadaran soporokoma.
b. Pada tanggal 28 Maret 2018, kesadaran soporokoma.
c. Pada tanggal 29 Maret 2018, kesadaran koma.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 27 Maret 2018 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit:
5,04 juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl, Albumin 3,6
mg/dl, ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD:
pH: 7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%.
Pada tanggal 28 Maret 2018 didapatkan hasil laboratorium; AGD: pH: 7,32, PCO2: 27, PO2:
199,7, HCO3: 16,9, saturasi O2: 100%.
Pada tanggal 29 Maret 2018 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 12,3 gr/dl, Ht: 38%, Eritrosit:
4,48 juta/ul, leukosit: 7,4 rb/mmk, trombosit: 90 rb/mmk, Kreatinin 1,4 mg/dl, Albumin 3,1
mg/dl, ureum: 17 mg/dl, natrium: 132 mEq/L, kalium: 3,4 mEq/L, klorida: 106 mEq/L, AGD:
pH: 7,33, PCO2: 30, PO2: 189,8, HCO3: 17,9, saturasi O2: 97%.
I. Penatalaksanaan
Pada tangal 27 Maret 2018 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu : Ceftriaxone 2 mg/24 jam,
ranitidine 1 amp/12 jam, Nexium 40 mg/12 jam, Alinamin F 1 amp/12 jam, Brainact 1 amp/12
jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, RL/ 24 jam 20 tpm, NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm, Asering/ 24
jam 20 tpm, Aminovel/24 jam 20 tpm, Methylprednison 40 mg/12 jam, Nebulizer/8 jam.
J. Data Fokus
Data Subjektif : -
Data Objektif :
Kesadaran umum soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit, terdengar bunyi
ronkhi basah di basal paru kanan, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan
dangkal, terpasang ventilator dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2
100%, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, Hasil BGA : PH
7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan interprestasi Asidosis Metabolik
terkompensasi sebagian, Kesadaran soporokoma, GCS E1M2VET, pupil miosis (2mm), reaksi
pupil +/-, Keadaan umum soporokoma, panas dengan suhu 38,5⁰C, terpasang ET dan infus line,
bedrest total, reflek motorik -/-
K. Analisa Data
L. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan
napas, dapat ditandai dengan :
a. Adanya sekret di ET dan mulut
b. Terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada
batang otak etcause intracerebral haemoragie), dapat ditandai dengan :
a. Frekuensi napas tinggi RR 38x/menit
b. Terdapat retraksi intercosta
c. Napas cepat dan dangkal
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli, dapat
ditandai dengan :
a. Napas cepat dan dangkal, RR 38x/menit
b. Hasil BGA : Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada
batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola napas
klien dapat efektif.
Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil,Retraksi otot
intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator
Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Pantau status pernapasan klien
c. Pantau adanya retraksi otot intercosta
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
e. Monitor saturasi oksigen klien
Kolaborasi : Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting ventilator dengan status
pernapasan klien.
Pelaksanaan :
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pertukaran gas
klien dapat adekuat
Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
b. Napas adekuat spontan (16-24x/menit)
c. BGA dalam batas normal
Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Observasi status pernapasan klien
c. Pantau adanya tanda-tanda hipoksia
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
Kolaborasi : Pantau hasil BGA sesuai indikasi, Pertahankan penggunaan ventilator dengan
oksigenasi yang adekuat.
Pelaksanaan :
BAB ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang terjadi selama
melakukan asuhan keperawatan langsung terhadap Tn. M dengan kasus Stroke Haemoragik di
Ruang ICU RS Annisa. Dalam bab ini penulis membandingkan antara teori yang ada pada
literature dengan kasus yang ditemukan pada klien. Selain itu penulis juga membahas mengenai
faktor pendukung dan faktor penghambat, yang penulis temukan pada saat melakukan asuhan
keperawatan pada Tn. M, serta alternatif pemecahan masalah yang penulis berikan selama
melakukan asuhan keperawatan pada tiap tahap keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Stroke hemoragik merupakan defisit neurologi yang mempunyai sifat mendadak dan
berlangsung dalam 24 jam sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah di otak yang di
akibatkan oleh aneurisma atau malformasi arteriovenosa yang dapat menimbulkan iskemia
atau infark pada jaringan fungsional otak (Purnawan Junadi, 1982). Klien datang dari IGD
dengan diagnosa stroke haemoragik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa stroke Haemoragik
terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak. Dari hasil ST-Scan klien didapatkan bahwa
klien terjadi perdarahan intraserebral. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya stroke yaitu
hipertensi dan penggunaan obat-obat antikoagulan. Klien sudah menderita hipertensi kurang
lebih sejak satu tahun yang lalu. Hipertensi yang kronis dapat mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. Hal tersebut
menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di
sekitar otak. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Sehingga aliran oksigen ke otak tidak adekuat
mengakibatkan penurunan kesadaran. Hal ini terjadi pada klien, klien ketika masuk dengan
kesadaran soporocoma dengan GCS E1M2VET. Soporocoma yaitu mata tetap tertutup
walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya
gerakan primitive.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien yaitu antara lain :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas.
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena berdasarkan primary assesment dan terdapat
tanda adanya sekret di ET dan mulut, selain itu terdengar bunyi ronkhi di basal paru kanan.
Kepatenan jalan napas harus menjadi prioritas karena jika ada sumbatan berupa sekret ataupun
benda yang lain akan menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan jaringan akan
kekurangan oksigen. Klien dalam kondisi tidak sadar yaitu soporocoma sehingga tidak
mempunyai reflek batuk untuk mengeluarkan sekret yang ada di jalan napas. Sehingga tindakan
yang dilakukan antara lain tetap memantau adanya akumulasi sekret di ET dan mulut, kemudian
lakukan suction sesuai kebutuhan. Suction perlu dilakukan untuk mengurangi sekret atau
menghisap sekret supaya jalan napas dapat paten dan oksigen bisa sepenuhnya masuk dalam
tubuh dan dapat dipakai oleh jaringan. Selain itu positioning klien miring kanan dan kiri selain
untuk mencegah dekubitus, hal ini juga untuk memudahkan keluarnya sekret. Hal ini juga
dibantu dengan kolaborasi pemberian nebulizer dengan kombinasi obat Berotec : Atroven : NaCl
yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc. Kombinasi obat tersebut selain sebagai bronchodilator juga
sebagai mukolitik sehingga secret yang masih tertempel dalam dinding paru dapat hancur dan
keluar sehingga jalan napas dapat paten dan bersih.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada
batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien napasnya cepat dan dangkal, RR 38x/menit,
terdapat retraksi intercosta, dan menggunakan ventilator dengan mode P SIMV dengan FiO2
70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%. Mode P SIMV digunakan karena klien masih mempunyai
usaha napas sehingga ventilator di setting dengan sinkronize antara napas klien dengan
ventilator. Klien dengan stroke haemoragik akan terjadi ruptur atau pecahnya pembuluh darah di
otak sehingga aliran darah yang mengangkut oksigen ke otak juga terganggu. Hal ini lama-lama
akan menimbulkan infark serebri dan dapat mengenai berbagai bagian di otak termasuk salah
satunya medula oblongata. Medula oblongata merupakan pusat pernapasan, sehingga jika terjadi
infark di daerah tersebut maka akan terjadi pula depresi pusat pernapasan yang dapat
mempengaruhi kemampuan ventilasi paru. Karena ketidakadekuatan ventilasi paru klien, maka
klien terpasang ventilator. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain posisikan klien elevasi head
of bed 30-45⁰C. Hal ini untuk lebih mengoptimalkan ekspansi paru klien. Selain itu observasi
status pernapasan juga penting karena hal ini mempengaruhi setting ventilator dengan mode yang
disesuaikan usaha napas klien. Monitor usaha napas klien tetap harus dilakukan, karena jika
klien terlihat hiperpnue dengan nampak retraksi intercosta menunjukkan klien sesak napas
sehingga perlu dinaikkan setting ventilator misalnya FiO2 dinaikkan dari semula.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli Diagnosa
ini diambil karena ditemukan data pada klien bahwa setelah dilakukan BGA ternyata hasilnya
asidosis metabolik terkompensasi sebagian. Selain itu klien juga menunjukkan peningkatan
frekuensi napas yaitu RR 38 x/menit. Hal ini menunjukkan bahwa di alveoli klien terjadi
gangguan pertukaran gas karena ketidakadekuatan ventilasi klien sehingga mempengaruhi proses
difusi O2 dan CO2. Tindakan yang dilakukan hampir sama dengan diagnosa yang kedua karena
pada prinsipnya saling mempengaruhi. Observasi status pernapasan tetap harus dilakukan karena
untuk menentukan keefektifan penggunaan ventilator. Hasil BGA juga perlu dipantau juga untuk
mengetahui keefektifan pemakaian ventilator dan terapi yang diberikan, jika hasil BGA normal,
PH, PaO2, PCO2, dan BE dalam batas normal maka bisa menjadi pertimbangan untuk proses
penyapihan dari ventilator. Jika BGA tidak normal maka akan dilakukan koreksi. Hasil BGA
klien pada tanggal 21 juni 2010 menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi sebagian
sehingga memerlukan koreksi bicnat untuk mengatasi hal tersebut. Bicnat tujuannya untuk
menetralkan kadar asam dalam darah karena bicnat mengandung basa.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari kondisi klien semakin menurun. Pada hari
ketiga klien juga mengalami hiperglikemia yaitu 482 mg/dl sehingga menyebabkan darah
menjadi sangat kental dan daya alirannya berkurang. Aliran darah yang lambat secara otomatis
akan menyebabkan suplai oksigen ke semua jaringan berkurang sehingga jaringan akan
melakukan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang berlebih dapat
menjadi toksik pada jaringan tubuh sehingga akan memperparah kondisi klien. Pada perawatan
hari ke dua, tidak ada produksi urin klien. Hari kedua sudah diberikan extra lasik 20 mg/jam
syring pump jalan 0.5 cc/jam tapi tetap sedikit urin yang keluar. Hari ketiga di cek darah
menunjukkan ureumnya tinggi yaitu 319 dan kreatininnya 12.4 sehingga dikatakan terjadi
insufisiensi ginjal. Pada tanggal 29 Maret 2018 Jam 14.20 WIB, kondisi klien drop, gambaran
EKG arrest, HR turun terus, Saturasi turun drop dibawah normal, dilakukan RJP selama 15 menit
dengan SA 4 ampul, Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil dengan vital sign TD 117/63, HR 126, dan
SaO2 100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien drop lagi dan klien dinyatakan
meninggal pukul 14.55 WIB
C. Perencanaan Keperawatan
Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi dan kebutuhan klien
sesuai dengan Asuhan Keperawatan sesuai dengan teori Stroke Hemoragik yaitu
memprioritaskan masalah yang muncul pada klien, kemudian langkah selanjutnya adalah
menetapkan waktu yang lebih spesifik untuk masing-masing diagnosa, menyesuaikan kondisi
yang mungkin bisa dicapai oleh klien dalam waktu yang lebih spesifik.
Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Pada
teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus ditetapkan waktu dan pencapaian tujuan
yaitu 3 x 24 jam yakni berfokus pada kebutuhan sesuai dengan kondisi klien, kemampuan
perawat serta kelengkapan alat-alat dan adanya kerjasama dengan klien, keluarga dan perawat
ruangan yang menjadi faktor pendukung.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 3 x 24 jam untuk semua diagnosa. Dalam melakukan
tindakan penulis berfokus pada perencanaan yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien,
karena ada kesenjangan antara teori dan kasus. Penulis bekerjasama dengan perawat ruangan
dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan pendokumentasian semua tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai perencanaan yang dibuat
sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini, karena keluarga dan perawat ruangan sangat
membantu penulis dalam melakukan proses keperawatan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai
seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pertama bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
adanya akumulasi secret di jalan napas. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x 24 jam diharapkan jalan napas klien dapat efektif adekuat, Kriteria hasil : Sekret di ET dan
mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang
atau hilang.
Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie), Tujuan :Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pola napas klien dapat
efektif. Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot
intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator.
Pada diagnosa keperawatan ketiga, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan
proses difusi pada alveoli Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan pertukaran gas klien dapat adekuat Kriteria hasil : KU dan VS stabil, Napas adekuat
spontan (16-24x/menit), dan BGA dalam batas normal.
Pada diagnosa keperawatan keempat, gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
adanya perdarahan intraserebral, tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24
jam diharapkan perfusi jaringan serebral klien dapat adekuat. Kriteria hasil : Kesadaran
membaik, Reflek pupil +/+, Pupil isokor.
Pada diagnosa keperawatan kelima ,resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur
invasif dan bedrest total Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien. Kriteria hasil, KU dan VS stabil, Suhu normal (36.5-
37.5), Leukosit normal, dan Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu dan keluarga, pemeriksaan fisik head to toe dengan hasil dapat diketahui klien
mengalami penurunan kesadaran dengan diagnosa medis stroke hemoragik.
2. Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke ditemukan beberapa diagnosa.
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan akumulasi secret dijalan napas, Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi
pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie), Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli, Gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral, Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total.
3. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif dengan intervensi
kaji keadaan jalan nafas, evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru,
lakukan suction. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa depresi pusat pernapasan dengan
intervensinapasnya cepat dan dangkal, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta,Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa gangguan pertukaran gas, dengan intervensi menunjukkan peningkatan
frekuensi napas yaitu RR 38 x/menit.Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, gangguan perfusi
jaringan serebral dengan intervensi adanya perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi
proses perfusi jaringan ke serebral. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, resiko tinggi
infeksi intervensi yang dilakukan prosedur invasif dapat memungkinkan terjadinya infeksi
karena merupakan port de entri mikroorganisme, di ET, NGT dan Kateter.
B. Saran
1. Instansi Rumah Sakit
a. Pada ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya terdapat protab perawatan DC, dressing infuse,
perawatan NGT sesuai dengan waktu yang ditentukan.
b. Untuk perawat di ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya perawat yang benar-benar terlatih
dalam keperawatan kritis, sehingga lebih peka terhadap perawatan pasien di intensive care unit
(ICU).
2. Perawat
a. Pasien stroke dengan bedrest dimungkinkan terjadinya decubitus, sehingga perawat perlu lebih
memperhatikan pasien dengan tanda-tanda decubitus dan penatalaksanaan decubitus.
b. Perawat diharapkan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien serta memakai
alat pelindung diri untuk mencegah terjadinya resiko infeksi dan infeksi nosokomial pada pasien
di intensive care unit (ICU.
c. Perawat diharapkan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab dan kesadaran
masing-masing yang bertujuan untuk kesembuhan dan keselamatan pasien. Keluarga Pada
keluarga sebaiknya senantiasa mendampingi dan memberikan support kepada pasien meskipun
dalam kondisi koma sekalipun.
3. Untuk diri sendiri
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan efektif dan efisien untuk
melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa / i juga diharapkan secara aktif untuk membaca dan
meningkatkan keterampilan serta menguasai kasus yang diambil untuk mendapatkan hasil
asuhan keperawatan yang komprehensif.
4. Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi yang menunjang pembelajaran dan
referensi untuk penulisan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hadib, Muhammad. 2009 Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi Jantung Dan
Stroke : Yogyakarta.
Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan,
Jakarta, EGC.
Gemari, 2008. Esensial Stroke. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Muttaqin,arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta :
Salemba Medika.