Você está na página 1de 6

Nama : Yunita Sofianti

NIM : 112017080

Mekanisme kerja obat Analgetik

1.Analgetika Opoid/ Narkotika


Analgetika opioid sering disebut analgetika sentral. Memiliki daya penghalang nyeri
yang kuat sekali dengan titik kerja yang terletak di SSP. Umumnya dapat mengurangi
kesadaran (mengantuk) dan memberikan perasaan nyaman (euphoria). Analgetik opioid ini
merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang
hebat. Dapat juga menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi), ketergantungan fisik dan
psikis (adiksi) dan gejala-gejala abstinensia bila diputuskan pengobatan (gejala putus obat).
Analgetika narkotik, kini disebut juga opioida (= mirip opiate) adalah zat yang
bekerja terhadap reseptor opioid khas di susunan saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan
respon emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Minimal ada 4 jenis reseptor,
pengikatan padanya menimbulkan analgesia. Tubuh dapat mensintesa zat-zat opioidnya
sendiri, nyakni zat –zat endorphin yang juga bekerja melalui reseptor opioid tersebut..
Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen.
Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin,
endorfin, dan dinorfin.
Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke
dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion
K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya
pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti
contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
Endorfin bekerja dengan jalan menduduki reseptor – reseptor nyeri di susunan saraf
pusat, hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Kasiat analgesic opioida berdasarkan
kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum di tempati endokfin.
Tetapi bila analgetika tersebut digunakan terus menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru
di stimulasi dan pdoduksi endorphin di ujung saraf pusat dirintangi. Akibatnya terjadilah
kebiasaan dan ketagihan.
Efek samping umum

1
 Pada dosis biasa : gangguan lambung usus (mual, muntah, obstipasi), efek saraf pusat
(kegelisahan, rasa kantuk, euphoria), dan lain-lain
 Pada dosis tinggi : efek yang lebih berbahaya seperti sulit bernafas, tekanan darah
turun, sirkulasi darah terganggu, koma, dan sampai pernafasan terhenti.
 Supresi susunan saraf pusat, misalnya sedasi, menekan pernafasan dan batuk, miosis,
hypothermia, dan perubahan suasana jiwa (mood). Akibat stimulasi lagsung dari CTZ
(Chemo Trigger Zone) timbul mual dam muntah. Pada dosis lebih tinggi
mengakibatkan menurunnya aktifitas mental dan motoris.
 Saluran cerna : motilitas berkurang (obstipasi), kontraksi sfingter kandung empedu
(kolik batu empedu).
 Saluran urogenital : retensi urin (karena naik nonus dari tonus dan sfingter kandung
kemih), motilitas uterus berkurang (waktu persalinan diperpanjang).
 Saluran nafas: bronchkontriksi, penafasan menjadi lebih dangkal dan frekuensi
turun.
 Sistem sirkulasi : vasodilatasi, hypertensi dan bradycardia.
 Histamine-liberator: urticaria dan gatal-gatal, karena menstimulasi pelepasan
histamine.
 Kebiasaan dengan resiko adiksi pada penggunaan lama. Bila terapi dihentikan dapat
terjadi gejala abstinensia.

Penggolongan
Atas dasar cara kerjanya, obat – obat ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yakni :
1. Agonis opiate, yang dapat dibagi dalam :
Alkaloida candu : morfin, kodein, heroin, nicomorfin.
Zat-zat sintesis : metadon dan derivate-derivatnya (dekstromoramida, propoksifen,
bezitramida), petidin dan detivatnya (fentanil, sufentanil) dan tramadol.
Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin hanya berlainan dengan potensi dan
lama kerjanya. Efek samping dan resiko akan kebiasaan dengan ketergantungan
fisik.
2. Antagonis opiate : nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin, dan nalbufin. Bila
digunakan sebagai analgetika, obat ini dapat menduduki salah satu reseptor.
3. Kombinasi, zat-zat ini juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak mengaktifasi
kerjanya dengan sempurna.

2
Penggunaan: digunakan untuk nyeri hebat misalnya pada kanker
Efek Samping: menyebabkan ketergantungan.

2. Analgetika non Narkotika


Obat-obat ini dinamakan analgetika perifer karena tidak mempengaruhi susunan saraf
sentral, tidak menurunkan kesadaran dan tidak mengakibatkan ketagihan.
Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu
menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf
pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran.
No. Golongan Obat Mekanisme Kerja
1. Steroid Menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga tidak
terbentuk asam arakhidonat. Tidak adanya asam
arakhidonat berarti tidak terbentuknya prostagla
ndin.
2. AINS (Non Steroid) Menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-
2) ataupun menhambat secara selektif cox-2 saja
sehingga tidak terbentuk mediator-mediator nyeri
yaitu prostaglandin dan tromboksan

Mekanisme kerja : Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok
pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX (enzim siklooksigenase )
pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri .
Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus,
kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya
disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar, oleh karena itu
penggunaan analgetika secara kontinu tidak dianjurkan.
Analgetika non narkotika memiliki daya kerja :
Khasiat antipiretik : menurunkan suhu badan pada saat demam (analgetika).
Khasiat berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus,
mengakibatkan vasodilatasi perifer di kulit dengan berbahayanya pengeluaran kalor disertai
keluarnya banyak keringat . Misalnya: Parasetamol, Aminofenazon, dan lain-lain.
Khasiat anti flogistik : anti radang atau anti inflamasi.

3
Parasetamol

 Merupakan penghambat prostaglandin yang lemah.


 Parasetamol mempunyai efek analgetik dan antipiretik, tetapi kemampuan
antiinflamasinya sangat lemah
 Dosis : dewasa oral 3-6 dd 10-20 mg garam-HCl, s.c/i.m. 3-6 dd 5-20 mg.
Anak-anak : oral 2 dd 0,1-0,2 mg/kg.
Asetosal (Aspirin)

 Mempunyai efek analgetik, anitipiretik, dan antiinflamasi.


 Efek samping utama : perpanjangan masa perdarahan, hepatotoksik (dosis besar) dan
iritasi lambung.
 Diindikasikan pada demam, nyeri tidak spesifik seperti sakit kepala, nyeri otot dan
sendi (artritis rematoid).
 Aspirin juga digunakan untuk pencegahan terjadinya trombus (bekuan darah) pada
pembuluh darah koroner jantung dan pembuluh darah otak
 Dosis : oral,. 3-4 dd 2,5-5 mg .
Asam Mefenamat

 Mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi, tetapi tidak memberikan efek


antipiretik.
 Efek samping : dispepsia
 Dosis : 2-3 kali 250-500 mg sehari
 Kontraindikasi : anak di bawah 14 tahun dan wanita hamil

Ibuprofen

 Mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, namun efek


antiinflamasinya memerlukan dosis lebih besar
 Efek sampingnya ringan, seperti sakit kepala dan iritasi lambung ringan.
 Absorbsi cepat melalui lambung
 Waktu paruh 2 jam
 Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap (90%)
 Dosis 4 kali 400 mg sehar

4
Diklofenak

 Diberikan untuk antiinflamasi dan bisa diberikan untuk terapi simtomatik jangka
panjang untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.
 Absorbsi melalui saluran cerna cepat dan lengkap
 Waktu paruh 1-3 jam
 Efek samping : mual, gastritis, eritema kulit
 Dosis : 100-150 mg, 2-3 kali sehari

Indometasin

 Mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan analgetik sebanding dengan aspirin,


tetapi lebih toksik.
 Metabolisme terjadi di hati
 Efek samping : diare, perdarahan lambung, sakit kepala, alergi
 Dosis lazim : 2-4 kali 25 mg sehari

Piroksikam

 Hanya diindikasikan untuk inflamasi sendi.


 Waktu paruh : > 45 jam
 Absorbsi cepat dilambung
 Efek samping : gangguan saluran cerna, pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit.
 Dosis : 10-20 mg sehari

Fenilbutazon

 Hanya digunakan untuk antiinflamasi, mempunyai efek meningkatkan ekskresi asam


urat melalui urin, sehingga bisa digunakan pada artritis gout.
 Diabsorbsi cepat dan sempurna pada pemberian oral.
 Waktu paruh 50-65 jam

Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:


1. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang bertanggungjawab terhadap
timbulnya rasa nyeri.

5
2. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali terjadi di sekitar luka
dan memperburuk rasa nyeri

Penggunaan
obat ini mampu meringankan atau meghilangkan rasa nyeri, tanpa mempengaruhi SSP atau
menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya
antipiretis dan atau antiradang. Oleh karena itu obat ini tidak hanya digunakan untuk obat
nyeri melainkan pula pada gangguan demam (infeksi virus/kuman, salesma, pilek) dan
peradangan seperti rema dan encok. Obat ini banyak digunakan pada nyeri ringan sampai
sedang, yang penyebabnya beraneka ragam misalnya: nyeri kepala, gigi, otot atau sendi
(rema, encok), perut, nyeri haid (dysmenorroe), nyeri akibat benturan atau kecelakaan
(trauma). Untuk kedua nyeri terakhir, NSAIDs lebih layak. Pada nyeri lebih berat, seperti
nyeri setelah pembedahan atau fraktur (tulang patah) kerjanya kurang efektif.

Daya antipiretisnya
Berdasar rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan
vasodilatasi perifer (dikulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya
banyak keringat.
Daya antiradangnya (antifogistis)
Kebanyakan analgetika memiliki daya antiradang, khususnya kelompok barat dari zat-zat
penghambat prostaglandin, (NSAID, termasuk asetasol), begitu pula benzidamin. Zat-zat ini
banyak digunakan untuk rasa nyeri yang disertai dan peradangan.
Kombinasi
Dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena terjadi efek potensiasi. Lagi pula
efek sampingnya, yang masing-masing terletak dibidang yang berlainan, berkurang karena
dosisnya masing-masing dapat diturunkan. Kombinasi analgetika dengan kofein dan kodein
sering kali dibuat, khususnya dalam sediaan dengan parasetamol dan asetasol.

Kehamilan dan Laktasi


Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui, meskipun
dapat mencapai air susu. Asetasol dan salisilat, NSAIDs dan metamazol dapat mengganggu
perkembangan janin, sehingga sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon dan propifenazon
belum terdapat cukup data.

Você também pode gostar