Você está na página 1de 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia, seperti makhluk hidup lainnya, berusaha untuk mempertahankan homeostasis,
yang berarti keseimbangan. Otak dan organ tubuh lainnya bekerja sama untuk mengatur suhu
tubuh, keasaman darah, ketersediaan oksigen dan variabel lainnya. Mengingat bahwa
organisme hidup harus mengambil nutrisi dan air, satu fungsi homeostatis penting adalah
eliminasi, atau kemampuan untuk mengeluarkan bahan kimia dan cairan, sehingga dapat
menjaga keseimbangan internal. Sistem kemih memainkan peran ekskretoris dan homeostatik
penting.
Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung pada pemeliharaan
kosentrasi garam, asam, dan elektrolit lain di lingkungan cairan internal. Kelangsungan hiduop
sel juga bergantung pada pengeluaran secara terus menerus zat-zat sisa metabolism toksik dan
dihasilkan oleh sel pada saat melakukan berbagai reaksi semi kelangsungan hidupnya.
Traktus urinarius merupakan system yang terdiri dari organ-organ dan struktur-struktur
yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh. Ginjal berperan penting mempertahankan
homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen plasma, terutama elektrolit dan
air dan dengan mengeliminasi semua zat sisa metabolisme.Sistem urin adalah bagian penting
dari tubuh manusia yang terutama bertanggung jawab untuk menyeimbangkan air dan elektrolit
tertentu seperti kalium dan natrium, membantu mengatur tekanan darah dan melepaskan
produk limbah yang disebut urea dari darah. Sistem kemih terdiri terutama pada ginjal, yang
menyaring darah, sedangkan ureter, yang bergerak urin dari ginjal ke kandung kemih, kandung
kemih, yang menyimpan urin, dan saluran kencing, urin keluar melalui tubuh.
Peran dari sistem urin dengan yang biasa bagi kebanyakan orang adalah bahwa ekskresi;
melalui air seni, manusia membebaskan diri dari air tambahan dan bahan kimia dari aliran
darah. Aspek penting lain dari sistem urin adalah kemampuannya untuk membedakan antara
senyawa dalam darah yang bermanfaat untuk tubuh dan harus dijaga, seperti gula, dan senyawa
dalam darah yang beracun dan harus dihilangkan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu masalah penulisan yaitu
“Bagaimanakah anatomi, fisiologi, kimia dan fisika sistem perkemihan?”

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami
anatomi, fisiologi, kimia dan fisika sistem perkemihan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui anatomi organ-organ sistem perkemihan
b. Untuk mengetahui fisiologi sistem urinaria
c. Untuk mengetahui proses pembentukan dan komposisi urine
d. Untuk mengetahui penyimpanan dan eliminasi urine
e. Untuk mengetahui pemekatan urine dan mekanisme counter-current
f. Untuk mengetahui mekanisme renin-angiotensin
g. Untuk mengetahui peran eritropoetin dalam pembentukan darah
h. Untuk mengetahui pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta sistem
buffer

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan referensi dan bahan pustaka bagi Sekolah Tinggi Ilmu
Kesahatan Wira Medika PPNI Bali mengenai Anatomi, Fisiologi, Kimia dan Fisika
Sistem Perkemihan.
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan dan memberikan informasi kepada mahasiswa tentang
Anatomi, Fisiologi, Kimia dan Fisika Sistem Perkemihan.

1.5 Metode Penulisan


Adapun metode penulisan yang kami lakukan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1.4.1 Pengumpulan sumber data melalui studi perpustakaan.
1.4.2 Mencari literatur di internet.
1.4.3 Diskusi kelompok.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Organ-Organ Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan merupakan tempat organ-organ tubuh yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang sama. Organ sistem perkemihan terdiri dari ginjal-ureter-vesika
urinari-uretra dan struktur yang dihubungkan dalam produksi dan ekskresi urine.
Meskipun cairan dan elektrolit dapat hilang melalui jalur lain dan ada organ lain yang turut
serta dalam mengatur keseimbangan asam-basa, namun organ yang mengatur lingkungan
kimia internal tubuh secara akurat adalah ginjal, dan traktus perkemihan lainnya. Fungsi
ekskresi diperlukan untuk mempertahankan mempertahankan kehidupan serta memiliki
terapi yang dapat dilakukan untuk menggantikan fungsi-fungsi tertentu dari ginjal, seperti
misalnya proses dialysis (ginjal artificial) (Brunner & Suddart, 2001).
Sistem perkemihan terdiri dari:
a) Dua ginjal (Ren) yang menghasilkan urin
b) Dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih)
c) Satu vesika urinaria (VU) tempat urin dikumpulkan
d) Satu uretra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria

2.1.1 Ginjal (Ren)


Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua
sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke 3. Ginjal merupakan organ
berbentuk seperti kacang merah Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita
dewasa 115-155 gram dengan bentuk seperti kacang. Sisi dalam menghadap ke vertebrae
thorakalis, sisi luarnya cembung dan sisi di atas setiap ginjal terdapat sebuah kelenjar
suprarenal (Setiadi, 2007)

3
(sumber: http://anfisdeny.blogspot.com)

Ginjal mempunyai panjang 12 cm, tebal 1½-2½cm, lebar 5-7cm dan tinggi 2,2
cm. Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat
kurang lebih 125 gram. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di
daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang. Di bungkus lapisan lemak
yang tebal di belakang peritoneum dan karena itu diluar rongga peritorium.
Kedudukan ginjal dapat di perkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebra
tolakaris terakhir sampai vertebra lumbalis ke tiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah kanan.

4
a. Struktur Ginjal
Secara anatomis ginjal dibagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta nefron sedangkan didalam medulla banyak terdapat
duktus ginjal. Darah yang membawa sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomerulus kemudian di tubili ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reasorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama
air membentuk urine. Setiap hari kurang lebih 180 liter cairan tubuh difiltrasi
diglomerulus dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk didalam nefron
disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk kemudian disalurkan
ke dalam ureter. Sistem pelvikalis ginjal terdiri atas kaliks minor, infundi-bulum,
kaliks mayor, dan pileum/ pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalis terdiri atas epitel
transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkonsentrasi untuk
mengalirkan urin sampai ke ureter.

5
Bila dibuat irisan frontal ginjal dibagian tengah melalui hilus renalis, maka tampak
bahwa ginjal ada dua bagian, yaitu korteks renalis dan medulla renalis.

Korteks renalis 1. Kapsula bowman


2. Glomerulus
3. Tubulus kontortus proksimalis

Struktur ginjal 4. Tubulus konturtus distalis

1. Lengkung henle (pars asenden,


Medulla renalis pars desenden)
2. Duktus koligentes
3. Duktus belini (duktus papilaris)

1) Korteks renalis
Korteks renalis merupakan bagian luar ginjal yang warna merah coklat terletak
langsung dibawah kapsula fibrosa dan berbintik-bintik. Bintik- bintik korteks
renalis karena adanaya korpuskulus renalis dari Malphigi yang terdiri atas
Bowman dan Glomerulus.
a) Kapsula Bowmann
Kapsula bowman merupakan permulaan dari saluran ginjal yang meliputi
glomerulus. Diantara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan
dalam kapsula bowman terdapat tiga lapisan:
(1) Kapiler selapis sel endothelium pada glomerulus
(2) Lapisan kaya protein sebagai membran dasar
(3) Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula bowman (podosit)
b) Glumerulus
Glomerulus merupakan anyam pembuluh-pembuluh darah pada ginjal.
Secara fisiologis pada bagian glomerulus terjadi filtrasi darah untuk
mengeluarakann zat-zat yang tidak digunakan oleh tubuh.
c) Tubulus renalis
Tubulus renalis merupakan bagian korteks yang masuk kedalam medulla
diantara piramida renalis , sering disebut kolumna renalis (Bertini)

6
2) Medulla renalis
Medulla renalis terletak dekat hilus, sering terlihat berupa garis-garios putih
oleh karena adanya saluran-saluran yang terletak dalampiramida renalis. Tiap
piramida renalis mempunyai basis yang menjurus kearah korteks dan aspeknya
bermuara kedalam kaliks minor sehingga menimbulkan tonjolan yang
dinamakan papilla renalis yang merupakan dasar sinus renalis. Dalam satu
kaliks minor bermuara 1-3 papila renalis. Pada papila ini terdapat lubang-lubang
keluar dari saluran-saluran ginjal sehingga disebut juga lamina kribrosa (jumlah
duktus papilaris ginjal kurang lebih (18-20 buah)). Jaringan medulla dari
piramida renalis ada yang menonjol masuk kedalam jaringan korteks disebut
Fascilus radiates ferreini. Saluran-saluran yang terdapat di dalam medulla antara
lain: lengkung Henle (pars asenden dan Pars desenden), duktus koligentes, dan
duktus Bellini (duktus Papilaris).

b. Fungsi Ginjal:
1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
2) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan, bila terjadi pemasukan atau
pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan
atau penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan meningkatkan eksresi
ion-ion yang penting (mis. Na, K, Cl, Ca dan fosfat ).
3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang
dimakan, campuran makan menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH
kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolism protein. Apabila banyak
makan sayur-sayuran, urine akan bersifat basa. pH urine bervariasi antara 4,8-
8,2. Ginjal mensekresi urine sesuai dengan perubahan pH darah.
4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
5) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihn air dalam tubuh akan di
ekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar,
kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang dieksresikan
berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan
tubuh dapat di pertahankan relative normal.

7
6) Fungsi hormonal dan metabolism. Ginjal menyekresi hormone renin yang
mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (system rennin
angiotensin aldosteron), membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting
untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis) di samping itu
ginjal juga membentuk hormone dihidroksi kolekalsiferol (vitamin d aktif)
yang diperlukan untuk absorbsi ion kalium di usus.

c. Fascia Renalis terdiri dari :

Fasia prarenalis

Fasia retrorenalIs

Fiksasi Ginjal

Kapsula adiposa

Kapsula fibrosa

1) Fasia suprarenalis
Fasia suprarenalis merupakan penebalan jaringan extraperitoneal yang terletak
venteral dari ginjal. Ke medial menutup aorta abdominalis dan kava inferior
kemudian bargabung dengan fasia yang kontralateral. Ke cranial setelah
menutup glandula suprarenalis, fasia ini bergabung dengan fasia retrorenalis
kemudian melekat pada fasicies inferior diafragma. Kearah lateral mengabung
dengan fasia retrorenalis kemudian ada beberapa pendapat yang mengatakan
melanjutkan diri menjadi fasia transversa abdominnis, sedangkan pendapat
tidak bergabung dengan fasia retrorenalis, tetapi tetap terbuka dan menghilang
jadi jaringan ekstraperitonela sekitar ureter.
2) Fasia retrorenalis
Perjalanan fasia retrorenalis sama dengan fasia prerenalis, bedanhya kearah
medial ia melekat pada komumna vertebrarlis dan letaknya dorsal dari ginjal.
Kedua fasia renalis ini dipisahkan dari kapsula fibrosa oleh suatu yang
dinamakan “spatiumperirenalis” yang terisi oleh jaringan lemall perirenal.
Jaringan lemak di luar fasia renalis disebut jaringan lemak parrarenal. Diduga
tidak ada hubungan antara spatium perirenalis yang kiri
8
3) Kapsula fibrosa
Kapsula bibrosa merupakan jaringanikat / membrane yang melekat langsung
pada jaringan ginjal dan menjadi dasar, serta atap sinus renalis. Memberikan
septa-septa kea rah fasia renalis sehingga memperkuat fiksasi ginjal.
4) Kapsula adipose
Kapsula adipose merupakan jaringan lemak yang berada antara kapsula fibrosa
dengan fasia renalis. Jadi, bagian ini merupakan jaringan lemak perirenal.

d. Vaskularisasi ginjal
Vaskularisasi ginjal dimulai dari cabang aorta abdominalis dari arteri
mesenterika superior yang kanan dorsal dari vena kava inferior sebelum mencapai
hilus telah bercabang-cabang jadi aa. Segmentales, biasanya 3 anterior dari pelvis
renalis dan 1 cabang di posterior dari pelvis renalis. Setelah mencapai hilus renalis
masing-masing arteri renalis bercabang jadi 4-5 cabang yang dinamakan: arteri
interlobaris. Sebelum mencapai hilus ia memberi cabang untuk glandula
suprarenalis, ureter, dan jaringan lemak pararenal.
Kadang- kadang ada sebuah arteri renalis aksesoris yang juga keluar dari aorta
abdominalis langsung menuju ke polus dari ginjal tanpa melaui hilus. Arteri-arteri
interlobularis berjalan di dalam medulla (dalam kelumna renalis dan Bertini) yang
akhirnya masing-masing membelok untuk membentuk arteri arkuata yang berjalan
di superficial basis piramida renalis (pada perbatasan koprteks medulla).
Aliran Limfa
1) Pleksus limfasius di dalam jatringan ginjal membentuk 4-5 trankus limfasius,
cairan limfa kemudian dialirkan ke nodus limfa dalam hilus renalis akhirnya
ke nodus limfa lumbalis ( nodus limfa paraaortikus ).
2) Pleksus limfaseus di dalam kapsula adip[osa dialirkan ke nodus limfa pada
hilus renlis akhirnya juga ke nodus limfa lumbalis
3) Pleksus limfaseus profundus dari kapsula fibrosa dialirkan ke nodus limfa pada
hilus renalis akhirnya ke nodus limfa lumbalis.
4) Terdapat hubungan timbal balik antara pleksus limfaseus dalam kapsula
adipose yang terletak profundus dari kapsula fibrosa.

9
2.1.2 Ureter
Ureter adalah saluran untuk urine yang berasal dari ginjal (melalui pelvis renalis)
ke vesika urinaria (buli-buli). Terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung
dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2) Lapisan tengah lapisan otot polos
3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerak-gerakan peristaltic yang mendorong
urine masuk ke dalam kandung kemih. Saluran ureter terbagi atas dua bagian, yaitu: pars
abdominalis (pada dinding dorsal abdomen) dan pars pelvina (pada dinding pelvis)
a. Pars abdominalis
Secara anatomi, pars abdominalis panjangnya kurang lebih 25-35 cm. terletak turun
ke bawah ventral dari tepi medial muskulus psoas mayor yang memisahkan dari
ujung prosesus transverses vertebrata lumbalis 2-5 dan merupakan lanjutan dari
pelvis renalis yang terletak dorsal dari vasa renalis.ureter dekstra berjalan dorsal
dari pars desenden duodeni, arteri spermatika interna, arteri kolika dekstra, dan
arteri iliokoloka serta berada di sebelah kanan vena kava inferior. Ureter sinistra
berjalan dorsal dari arteri spermatika interna, arteri kolika sinistra, dan kolon
sigmoid.
b. Pars pelvika
Setelah masuk kedalam kavum pelvis, ureter berjalan ke kaudal pada dinding
lkateral pelvis yang tertutup oleh peritoneum. Mula-mula terletak ventro-kaudal
dari arteri venous iliaka interna kemudian menyilang medial dari (korda) arteri
umbilicus dan arterivananervus, obturatoria. Pada tempat setinggi spina iskiadika
ia membelok kearah ventromedial kemudian mencapai bagian dorsal vesika
urinaria kurang lebih setinggi 4 cm cranial dari tuberkulum pubikum.

Pars abdominalis

Ureter

Pars pelvika

10
Perjalanan selanjutnya terdapat perbedaan antara ureter pria dengan wanita.
Pada pria, ureter melallui ligamentum lateralis dari vesika urinaria dimana pada
tempat ini dia di silang oleh duktus deferens dari sebelah ventral yang kemudian
berada di medial ureter. Pada waktu mencapai vesika urinaria, ia terletak ventral
dari bagiankranial vesikula seminalisdan lateral dari duktus deferens.
Pada wanita setelah berada dalam kavum pelvis, ureter terletak dorsal dari
ovarium kemudian berjalan di dalam ligamentum kardinale (bagian terbawah
plikalata) sampai pada tempat kurang lebih 1,2 cm lateral dari serviks (porsio
supravaginalis). Di sini ureter disilang oleh arteri uterine yang terletak di
ventrokranialnya. Setelah berada 1,2 cm lateral dari serviks uteri, ureter membelok
ke arah medial berjalan di dalam legamentum lateralis dari vesika urinaria, yaitu di
sebelah ventral dari batas lateral vagina kearah vesika urinaria. Jadi, di sini ureter
berhubungan erat sekali dengan serviks uteri dan vagina. Pada waktu dilakukan
operasi uterus (histerektomi) hal-hal tersebut di atas penting untuk di ingat.
Terdapat tiga tempat penyempitan pada lumen ureter, diantaranya: 1)
peralihan dari pelvis renalis menjadi ureter; 2) peralihan dari pars abdominalis ke
pars pelvina, yaitu pada waktu ureter masuk ke dalam kavum pelvis dimana ia
menyilang arteri iliaka komunis/bingkai pelvic, ventral dari artikulasio sakroiliaka;
dan 3) saat ureter masuk kedalam vesika urinaria.
Vakularisasi ureter. Vasukularisari arteri ureter dimulai dari cabang-cabang
areteri renalis, arteri ovarika/spermatika interna, dan arteri vesikalis inferior. Terkadang
vaskularisasi arteri mendapat cabang langsung dari aorta, sedangkan vaskularisasi vena
mengikuti perjalanan arteri.
Persarafan Ureter Persarafan ureter merupakan cabang dari pleksus mesenterikus
inferior, pleksus spermatiku, dan pleksus pelvis; sepertiga dari nervus vagus; rantai
eferens dan nervus vagus; rantai eferen dari nervus torakali ke XI dan ke XII dan nervus
lumbalis ke I, dan nervus vagus mempunyai rantai aferen untuk ureter.

2.1.3 Vesika Urinaria (Kandung Kemih)


Kandung kemih merupakan suatu kantung berotot yang dapat mengempis, terletak
di belakang simfisis pubis. Kandung kemih memiliki 3 muara yaitu 2 muara ureter dan 1
muara uretra. Sebagian besar kandung kemih tersusun dari otot (muskulus destrusor).
Dua fungsi kandung kemih:
a. Tempat penyimpanan urin sementara sebelum meninggalkan tubuh.
11
b. Mendorong urin keluar tubuh dengan dibantu uretra.

Gambar : kandung kemih


(sumber: http://www.urologyhealth.org)

Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis medius. Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
a. Lapisan sebelah luar (peritoneum)
b. Tunika muskularis (lapisan berotot)
c. Tunika submukosa
Submukosa terdiri atas jaringan ikat kendur dengan serabut-serabut elastic kecuali
pada trigonum lietodi di mana mukosanya melekat erat pada jaringan otot di
bawahnya.
d. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)
Mukosa merupakan jaringan ikat kendur sehingga dalam keadaan kosong mukosa
vesika urinaria membentuk lipatan-lipatan yang disebut sebagai rugai vesika .
12
rugae ini menghilang bila vesika urinaria terisi penuh sehingga mukosanya tampak
licin.
Vaskularisasi arteri vesika urinnaria dimulai dari fascies superior dari
arterivesika superior. Basis dari :arteri deferensialis ( pria), arteri vaginalis (wanita).
Fascies inferior dar : arteri vesikalis inferior , arteri vaginalis. Vaskularisasi vena vesika
urinaria dialirkan kedalam pleksus venosus vesikalis/prostatikus menuju ke iliaka
interna.
Persarafan Vesika Urinaria Persarafan vesika urinaria berasal dari pleksus
hipogastrica inferior. Serabut ganglion simpatikus berasal dari ganglion lumbalis ke I dan
II yang berjalan turun ke vesika urinaria melalui pleksus hipogatricus. Serabut
preganglion para simpatis yang keluar dari nervus splenikus pelvis yang berasal dari
nervus sakralis II, II, dan IV berjalan melalui hipogastricus inferior mencapai dinding
vesika urinaria. Sebagian besar serabut aferen sensoris yang keluar dari vesika urinaria
menuju system susunan saraf pusat melalui nervus splanikus pelvikus berjalan bersama
saraf simpati melalui pleksus hipogastrikus masuk kedalam segmen lumbal ke I dan ke
II medulla splinalis.

2.1.4 Uretra
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih
sampai keluar tubuh. Panjang pada wanita 1,5 inci dan laki-laki 8 inci. Muara uretra
keluar tubuh disebut meatus urinarius.
Uretra pada laki –laki:
a. Uretra prostatia
Uretra prostatia dikelilingi oleh kelenjar prostate. Menerima dua duktus ejakulator
yang terbentuk dari penyatuan duktus aferen dan duktus kelenjar vesikel seminalis.
b. Uretra membranosa
Uretra membranosa adalah bagian yang berdinding tipis dan dikelilingi otot rangka
sfingter uretra eksterna.
c. Uretra kavernosa
Uretra karvenosa merupakan bagian yang menerima duktus kelenjar bulbouretra dan
merentang sampai orifisium uretra eksternal pada ujung penis.
Uretra pada wanita
Lapisan uretra wanita terdiri dari :
1) Tunika muskularis (lapisan sebelah luar)
13
2) Lapisan spongeosa
3) Lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam)
Panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor) 3-5 cm (Lewis). Sphincter uretra terletak
di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran
ekskresi. Uretra pada wanita, terletak di belakang simfisi pubis berjalan miring sedikit ke
arah atas, penjangnya kurang lebih 3-4 cm. Lapisan uretra wanita terdiri dari tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena-vena dan
lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam ). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah
atas vagina (antara klitoris dan vagian) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekstresi.
Apabila tidak berdilatasi dimeternya 6 cm. Uretra ini menembus fasia difragma
urogenitalis dan orifisium ekterna langsung di depan permukaan vagina, 2,5 cm
dibelakang gland klitoris. Glandula uretra bermuara ke uretra, yang terbesar diantarany
adalah glandula pars uretralis (skene) yang bermuara kedalam orifisum uretra yang hanya
berfungsi sebagai saluran ekskresi. Diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna
langsung di depan permukaan vagian dan 2,5 cm di belakang gland klitoris.
Uretra wanita jauh lebih pendek dari pada uretra pria dan terdiri dari lapisan otot
polos yang diperkuat oleh sfingter otot rangka pada muaranya penonjolan berupa kelenjar
dan jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyak sinus venosus mirip
jaringan kavernosus.
Vaskularisasi. Vaskularisasi arteri uretra pria diantaranya arteri haemorrhoidalis
media, arteri vesikalis kaudalis, arteri bulbi penis, dan arteri uretralis. Vaskularisasi vena
uretra pria berjalan melalui pleksus vesikopudendalis dialirkan ke vena pudendalis
interna.

2.2 Fisiologi Sistem Urinaria


Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat
penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat
ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20 % dari seluruh
cardiac output.
a. Faal glomerulus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk
ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan
hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit
per luas permukaan tubuh disebut Glomerula Filtration Rate (GFR).
14
1) GFR normal dewasa: 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh)
2) GFR normal umur 2-12 tahun: 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak
b. Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang
ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR:

120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga

yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin
dewasa).
Tabel 2: Jumlah urine anak-anak dalam 24 jam
USIA JUMLAH URINE

1−2 hari 30−60 ml

3−10 hari 100−300 ml

10 hari−2 bulan 250−450 ml

2 bulan−1 tahun 400−500 ml

1−3 tahun 500−600 ml

3−5 tahun 600−700 ml

5−8 tahun 650−800 ml

8−14 tahun 800−1400 ml

c. Faal Tubulus Proksimal


Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan
reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat
yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi
sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic

ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan

basa organic.

15
d. Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas descending thick limb, thin limb dan ascending thick
limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
e. Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara

reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.

2.3 Proses Pembentukan dan Komposisi Urine


2.3.1 Proses Pembentukan Urine
Glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai bowman, berfungsi untuk
menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan
kembali zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala
ginjal terus berlanjut ke ureter.

Gambar : tubulus ginjal


(sumber : http://anfisdeny.blogspot.com)

16
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah
ini terdiri dari bagian yang pada yaitu sel darah dan sebagian plasma darah. Ada 3 tahap
pembentukan urine:
a. Proses Filtrasi
Darah yang masuk ke dalam nefron melalui arteriol aferen dan selanjutnya
menuju glomerulus akan mengalami filtrasi, tekanan darah pada arteriol aferen
relatif cukup tinggi sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih rendah, sehingga
keadaan ini menimbulkan filtrasi pada glomerulus. Cairan filtrasi dari glomerulus
akan masuk menuju tubulus, dari tubulus masuk kedalam ansa henle, tubulus distal,
duktus koligentes, pelvis ginjal, ureter, vesica urinaria, dan akhirnya keluar berupa
urine. Membran glomerulus mempunyai ciri khas yang berbeda dengan lapisan
pembuluh darah lain, yaitu terdiri dari: lapisan endotel kapiler, membrane basalis,
lapisan epitel yang melapisi permukaan capsula bowman. Permiabilitas membarana
glomerulus 100-1000 kali lebih permiabel dibandingkan dengan permiabilitas
kapiler pada jaringan lain.

Gambar Membran Glomerulus

Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur


dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak
disekresi maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat
dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang
terdapat dalam cairan plasma.
1) Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)

17
Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita
lebih rendah dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi
besarnya GFR antara lain ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler,
tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar
lumen kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya
berbagai tekanan sebagai berikut:
a) Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mm HG
b) Tekanan pada capsula bowman 10 mmHG
c) Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG
Ketiga factor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin
tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan
sebaliknya semakin tinggi tekanan pada capsula bowman. serta tekanan osmotic
koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang terjadi pada
glomerulus.
2) Komposisi Filtrat Glomerulus
Dalam cairan filtrate tidak ditemukan erytrocit, sedikit mengandung protein
(1/200 protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan
yang terdapat dalam cairan interstitisl pada umunya. Dengan demikian
komposisi cairan filtrate glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali jumlah
protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut direabsorpsi kembali
ke dalam tubulus ginjal.
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:
a) Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi
laju filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin
menurun laju filtrasi, dan semakin tinggi tekanan capsula bowman
semakin menurun laju filtrasi.
b) Aliran darah ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin
meningkat laju filtrasi.
c) Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen
akan menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini
akan menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun begitupun
sebaliknya.

18
d) Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen
akan terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya.
e) Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang
akan menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.
f) Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi
akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.

b. Proses reabsorbsi
Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang
terlarut didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut
dapat direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino.
Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu:
1) Transfor aktif
Zat-zat yang mengalami transfor aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+,
PO4-, NO3-, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion
Na+, melalui sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan
perbedaan ptensial listrik didalam ep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m
volt). Perbedaan electrochemical gradient ini membentu terjadinya proses
difusi. Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+ didalam dan diluar sel tubulus
membantu meningkatkan proses difusi tersebut. Meningkatnya difusi natrium
diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium relative tinggi.
Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang memperluas
permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung terus-
menerus.
2) Transfor pasif
Terjadinya transfor pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada
lumen tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam
cairan filtrate dan perbedaan muatan listrikpada dinding sel tubulus. Zat yang
mengalami transfor pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen
tubulusmelalui prosese osmosis.
Proses reabsorbsi, terjadi ketika urin primer ini diangkut oleh tubulus
kontortus proksimal. Di tubulus kontortus proksimal zat-zat yang masih berguna
19
direabsorpsi, seperti asam amino, glukosa secara transpor aktif. Lalu filtrate menuju
lengkung henle. Filtrat ini telah berkurang volumenya dan bersifat isotonis
dibandingkan cairan pada jaringan sekitar tubulus kontortus proksimal. Kemudian
filtrate menuju lengkung henle.
Di bagian lengkung Henle terdapat NaCl dalam konsentrasi tinggi supaya
cairan di lengkung Henle senantiasa dalam keadaan hipertonik. Dinding lengkung
Henle descending bersifat permeabel untuk air, akan tetapi impermeabel untuk Na
dan urea. Konsentrasi Na yang tinggi ini menyebabkan filtrat terdorong ke lengkung
Henle bagian bawah dan air bergerak keluar secara osmosis. Di lengkung Henle
bagian bawah, permeabilitas dindingnya berubah dan menjadi permeabel terhadap
garam dan impermeabel terhadap air. Keadaan ini mendorong filtrat untuk bergerak
ke lengkung Henle ascending.
Air yang bergerak keluar dari lengkung Henle descending dan air yang
bergerak masuk saat di lengkung Henle ascending membuat konsentrasi filtrat
menjadi isotonik. Reabsorpsi dilanjutkan di tubulus kontortus distal. Pada tubulus
ini terjadi reabsorpsi ion Na+, HCO3 dan air dibawah kontrol ADH (hormon
antidiuretik). Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin
sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi.

20
c. Proses Sekresi
Urine sekunder dari hasil proses reabsorbsi akan menuju tubulus distal dan
collecting ductus. Pada tubulus distal, zat sisa yang dikeluarkan berupa kreatinin,
H+, K+, NH3. Tujuan dari pengeluaran H+ adalah untuk menjaga pH dalam darah.
Proses ini mengandung sedikit air dan menghasilkan urine sesungguhnya.
Komposisi penyusun urine sesungguhnya adalah urea, amonia, sisa-sisa
metabolisme protein, dan zat racun di dalam darah seperti sisa obat-obatan hormon,
garam mineral, dan sebagainya. Urine yang sesungguhnya kemudian menuju ductud
collecting dan akan bermuara ke rongga ginjal.
Dari rongga ginjal, urine sesungguhnya akan melalui ureter untuk menuju
kandung kemih (vesika urinaria). Urine akan ditampung di kandung kemih hingga
akhirnya akan dikeluarkan melalui saluran pembuangan yang disebut uretra.

2.3.2 Komposisi Urine


Urine terdiri dari air, garam, dan produk sisa protein, yang disbut urea, asam urat,
dan kreatinin. Komposisi rata-rata urine adalah: air, 96 persen; urea, 2 persen; asam urat
dan garam, 2 persen.
Persentase urea dalam plasma darah adalah 0,04 dibanding 2 persen di dalam urine,
sehingga konsentrasi ditingkatkan 50 kali oleh kerja ginjal. Garam terutama terdiri dari
natrium klorida, fosfat, dan sulfat, yang sebagian dihasilkan dari penggunaan fosfor dan
sulfur, yang terkandung pada makanan berprotein. Garam-garam ini harus direabsorpsi
atau terdapatdalam jumlah-jumlah yang cukup untuk mempertahankan darah pada reaksi
normalnya dan mempertahankan supaya air dan elektrolit seimbang. Karena reaksi ini
dan konsentrasi garam esensial untuk kehidupan korpus darah dan sel-sel jaringan, fungsi
ginjal ini menjadi sangat penting. Kuantitatas normal urine yang disekresikan ialah 1-5
liter dalam 24 jam, tetapi dapat meningkat akibat minum dan cuaca dingin dan menurun
akibat penurunan masukan cairan dan akibat cuaca panas, latihan fisik, dan demam
karena hal ini menyebabkan produksi keringat meningkat.
Dalam kondisi normal. Garam kalium disaring dan direabsorpsi atau diekskresi
sesuai kebutuhan, untuk mempertahankan kadar dalam cairan tubuh normal. Pada gagal
ginjal, eksresi garam natrium dapat diperiksa sehingga jumlah dalam cairan tubuh dan
jaringan meningkat.
Urine terutama terdiri atas air, urea, dan natrium klorida. Ureum merupakan hasil
akhir metabolisme protein dan berasal dari asam amino dalam hati yang mencapai ginjal.
21
Kandungan ureum normal dalam darah sekitar 30-100 cc, namun tergantung dari jumlah
protein yang dimakan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum. Kreatinin adalah hasil
buangan metabolisme protein dalam otot. Produk metabolisme mencakup benda-benda
oksalat, fosfat, dan sulfat.
Elektrolit atau garam seperti natrium dan kalium klorida diekskresikan untuk
mengimbangi jumlah yang masuk melalui mulut.

Komposisi urin normal


No Kandungan Jumlah diekskresikan per hari

1. Air 96%
2. Benda padat:
- Urea 2%
- Lainya 2%
3. Ureum 30 mg
4. Asam urat 1,5 -2 mg
5. Kreatinin -
6. Elektrolit -

2.4 Penyimpanan dan Eliminasi Urine


2.4.1 Penyimpanan Urine
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral
longitudinal dan sirkuler, lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi peristaltic teratur dari
1-5 kali / menit dan menggerakkan urin dari pelvis renalis ke vesika urinaria, di
semprotkan setiap gelombang peristaltic. Ureter berjalan miring melalui dinding vesika
urinaria untuk menjaga ureter tertutup, kecuali selama gelombang peristaltic dan
mencegah urine tidak kembali ke ureter.
Apabila vesika urinaria terisi penuh, permukaan superior membesar dan menonjol
ke atas masuk ke dalam rongga abdomen. Peritoneum menutupi bagian bawah dinding
anterior kolum vesika urinaria yang terletak dibawah vesika urinaria dan permukaan atas
prostat. Serabut otot polos prostat kolum vesika urinaria dilanjutkan sebagai serabut otot
polos prostat. Kolum vesika urinaria yang dipertahankan pada tempatnya pada pria oleh
ligamentum puboprostatika dan pada wanita oleh ligament, pubo vesikalis yang
merupakan penebalan fasia pelvis.
22
Membran mukosa vesika urinaria dalam keadaan kosong berlipat-lipat. Lipatan ini
menghilang apabila vesika urinaria terisi penuh. Daerah membrane mukosa meliputi
permukaan dalam basis vesika urinaria yang dinamakan trigonum. Vesika ureter
menembus dinding vesika urinaria secara miring, membuat seperti katup untuk
mencegah aliran balik urine ke ginjal pada waktu vesika urinaria terisi.
Kontraksi Otot m.destrusor bertanggungjawab pada pengosongan vesika urinaria
selama berkemih (mikturisi), berkas otot berjalan pada sisi uretra. Serabut ini dinamakan
sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdapat sfingter uretra membranosa (sfingter
uretra eksternal). Epitel vesika urinaria dibentuk dari lapisan superfisialis sel kuboid.
Urine mengalir dari duktus koligentes masuk ke kalik renalis meregangkan kaliks
renalis dan meningkatklan aktivitasnya yangkemudian mencetuskan kontraksi peristaltic
yang menyebar ke pelvis renalis kemudian turun sepanjang ureter. Dengan demikian
mendorong urine dari pelvis renalis kea rah kandung kemih.
Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis. Kontraksi
peristaltic pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan para simpatis dan dihambat oleh
perangsangan simpatis. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot destrusor di
daerah trigonum kandung kemih sepanjang beberapa sentimeter menembus dinding
kandung kemih. Tonus normal dari otot destrusor pada dinding kandung kemih
cenderung menekan ureter dengan demikian mencegah aliran balik urine dari kandung
kemih sewaktu terjadi kompresi kandung kemih.
Setiap gelombang peristaltic terjadi sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan
dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan
memberikan kesempatan urine mengalir ke dalam kandung kemih.

2.4.2 Eliminasi Urine


Mikturisi merupakan peristiwa pembuangan urine. Keinginan berkemih
disebabkan oleh penambahan tekanan dalam kandung kemih dan isi urine di dalamnya.
Jumlah urine yang ditampung kandung kemih dan menyebabkan miksi yaitu 170-230 ml.
Mikturisi merupakan gerakan yang dapat dikendalikan dan ditahan oleh pusat-pusat
persarafan. Kandung kemih dikendalikan oleh saraf pelvis dan serabut saraf simpatik dari
pleksus hipogastrik.
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang
terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk
merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding
23
kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinter internus, diikuti oleh
relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter
interus dihantarkan melalui serabut-serabut para simpatis. Kontraksi sfingter eksternus
secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. Kontrol volunter
ini hanya dapat terjadi bila saraf-saraf yang menangani kandung kemih uretra medula
spinalis dan otak masih utuh.
Bila terjadi kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia
urin (kencing keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan
kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan
otot dan kontraksi spinter interna.
Peritonium melapis kandung kemih sampai kira-kira perbatasan ureter masuk
kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus
apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior
berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung
kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.
Jadi, reflex mikturisi merupakan sebuah siklus yang lengkap yang terdiri dari:
a. Kenaikan tekanan secara cepat dan progresif
b. Periode tekanan menetap
c. Kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal.

2.5 Pemekatan Urine, Mekanisme Counter-Current


Proses untuk pemekatan urina tidak sesederhana mengencerkannya. Namun terkadang
sangat penting untuk memekatkannya sehingga dapat membuang solute yang kelebihan dengan
kehilangan air sekecil mungkin dari tubuh. Untungnya ginjal mempunyai mekanisme khusus
untuk memekatkan urina tersebut, yang disebut mekanisme ‘counter-current’.
Mekanisme ‘counter-current’ tergantung kepada suatu susunan anatomis khusus dari
ansa Henle dan vasa rekta. Pada manusia, ansa Henle dari kira-kira sepertiga sampai seperlima
nefron jatuh turun ke dalam medulla kemudian kembali ke korteks. Kelompok nefron ini
dengan ansa Henle panjang dinamai nefron juktameduler. Sejajar dengan ansa Henle panjang
adalah gelung kapiler peritubular yang dinamai vasa rekta, gelung ini turun ke bawah ke dalam
medulla dan kemudian kembali ke korteks.

24
Ada empat faktor berbeda yang menyokong peningkatan osmolalitas di dalam cairan
interstisial medulla, yaitu: transport aktif ion-ion ke dalam interstisium oleh bagian tebal
cabang asendens ansa Henle, transport aktif ion-ion dari duktus koligens ke dalam interstisium,
difusi pasif sejumlah besar urea dari duktus koligens ke dalam interstisium, dan absorpsi
tambahan natrium dan klorida ke dalam interstisium dari segmen ansa Henle. Hasil bersihnya
adalah peningkatan osmolalitas cairan interstisial medulla.
Aliran darah medulla mempunyai dua karakteristik, yang keduanya sangat penting untuk
mempertahankan konsentrasi solute yang tinggi di dalam cairan interstisial medulla:
a. Pertama, aliran darah medulla sangat lambat, hanya berjumlah 1 sampai 2 persen aliran
darah ginjal total. Karena aliran yang lambat ini, maka pembuangan solute minimum.
b. Kedua, fungsi vasa rekta sebagai penukar ‘counter current’ yang mencegah hanyutnya
solute dari medulla.
Mekanisme pertukaran ‘counter-current’ merupakan salah satu mekanisme cairan
mengalir melalui tabung U yang panjang, dengan dua lengan U yang terletak dekat satu dengan
yang lain sehingga cairan dan solute dapat segera bertukar antara kedua lengan. Bila cairan dan
solute ini di dalam dua aliran sejajar berdampingan dapat segera bertukaran, maka konsentrasi
solute yang tinggi dapat dipertahankan pada puncak ansa dengan jumlah solute yang hanyut
yang relative dapat diabaikan.

Mekanisme Pemekatan (Sistem Counter-current)


Counter-current multiplier system terdapat di lengkung Henle, suatu bagian nefron yang
panjang dan melengkung dan terletak di antara tubulus proximal dan distalis. Sistem
multiplikasi tersebut memiliki lima langkah dasar dan bergantung pada transport aktif natrium
dan klorida keluar pars ascenden lengkung. Sistem tersebut juga bergantung pada
impermeabilitas relatif bagian lengkung ini terhadap air yang menjaga agar air tidak mengikuti
natrium keluar. Akhirnya sistem ini mengandalkan permeabilitas duktus-duktus pengumpul
terhadap air.
Langkah-langkah pada Counter-current Multiplier System
1) Sewaktu natrium ditransportasikan keluar pars ascendens, cairan interstisium yang
melingkupi lengkung henle menjadi pekat.
2) Air tidak dapat mengikuti natrium keluar pars ascendens. Filtrat yang tersisa secara
progresif menjadi encer.
3) Pars ascendens lengkung bersifat permeable terhadap air. Air meninggalkan bagian ini dan
mengalir mengikuti gradien konsetrasi kedalam ruang intersisium. Hal ini menyebabkan
25
pemekatan cairan pars descendens. Sewaktu mengalir ke pas ascendens, cairan mengalami
pengenceran progresif karena natrium dipompa keluar.
4) Hasil akhir ádalah pemekatan cairan interstisium di sekitar lengkung henle. Konsentrasi
tertinggi terdapat di daerah yang mengelilingi bagian bawah lengkung dan menjadi
semakin encer mengikuti pars asendens.
5) Dibagian puncak pars asendens lengkung, cairan tubulus bersifat isotonik atau bahkan
bersifat hipotonik (Corwin, 2000).

Hasil dari Counter-current Multiplier System


Permeabilitas duktus pengumpul terhadap air bervariasi. Apabila permeabilitas terhadap
air tinggi, maka sewaktu bergerak ke bawah melalui interstisium yang pekat, air akan berdifusi
keluar duktus pengumpul dan kembali ke dalam kapiler peritubulus. Hasilnya ádalah
penurunan ekskresi air dan pemekatan urin. Sebaliknya apabila permeabilitas terhadap air
rendah, maka air tidak akan berdifusi keluar duktus pengumpul melainkan akan diekskresikan
melalui urin. Urin akan encer (Corwin, 2000).

Peran hormon Antidiuretik dalam Pemekatan Urin


Permeabilitas duktus pengumpul terhadap air ditentukan oleh kadar hormon hipofisis
Posterior, hormon antidiuretik (ADH), yang terdapat di dalam darah. Pelepasan ADH dari
hipofisis posterior meningkat sebagai respons terhadap penurunan tekanan darah atau
peningkatan osmolalitas ekstra sel (penurunan konsentrasi air). ADH bekerja pada tubulus
pengumpul untuk meningkatkan permeabilitas air. Apabila tekanan darah rendah, atau
osmolalitas plasma tinggi, maka pengeluaran ADH akan terangsang dan air akan direasorbsi
ke dalam kapiler peritubulus sehingga volume dan tekanan darah naik dan osmolalitas ekstra
sel berkurang. Sebaliknya, apabila tekanan darah terlalu tinggi atau cairan ekstra sel terlalu
encer, maka pengeluaran ADH akan dihambat dan akan lebih banyak air yang diekskresikan
melalui urin sehingga volume dan tekanan darah menurun dan osmolalitas ekstra sel meningkat
(Corwin, 2000).

2.6 Mekanisme Renin-Angiotensin


Renin Angiotensin Aldosteron System atau disebut juga RAAS adalah suatu
sistem/mekanisme hormon yang mengatur keseimbangan tekanan darah dan cairan dalam
tubuh.

26
Mekanisme kerja dari RAAS dapat dimulai dari 3 proses:
a. Penurunan volume darah yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan darah di
glomerulus (hipotensi/renal artery stenosis)
b. Stimulasi sel juxtaglomerular oleh saraf simpatis
c. Penurunan konsentrasi osmotic cairan tubular di macula densa (penurunan kadar sodium)
3 proses diatas dapat merangsang sel-sel jukstaglomerular di ginjal untuk melepaskan
enzim renin, kemudian renin ini akan bersirkulasi ke seluruh tubuh yang kemudian akan
bertemu dengan angiotensinogen yang diproduksi di hati untuk melepaskan enzim angiotensin
I. Angiotensin I akan berubah menjadi Angiotensin II setelah diubah oleh Angiotensin
Converting Enzim (ACE) yang dihasilkan oleh endotelium pembuluh paru. Angiotensin II akan
menyebabkan beberapa efek, yaitu:
a. Vasokontriksi di seluruh tubuh terutama di arteriol yang akan meningkatkan tahanan
perifer total sehingga terjadi peningkatan tekanan arteri.
b. Menurunkan eksresi garam dan air sehingga meningkatkan volume ekstrasel yang
menyebabkan peningkatan tekanan arteri juga.
c. Merangsang sekresi aldosteron di kalenjar adrenal yang kemudian meningkatkan
reabsorpsi garam dan air oleh tubulus ginjal.
d. Merangsang central nervous system untuk menjadi haus sehingga kelenjar pituitary
posterior mengeluarkan hormon vasopresin (ADH) yang akan menstimulasi reabsorpsi
air di ductus collectivus dan peningkatan tonus simpatis, meningkatkan cardiac output.
Sistem ini juga dapat diaktifkan oleh mekanisme lain yaitu melalui enzim natriuretic
peptides (BNP dan ANP) yang dihasilkan oleh jantung.

27
2.6.1 Komponen-Komponen Sistem Renin Angiotensin
Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin di dalam
sel-sel juxtaglomerular di ginjal. Sel juxtaglomerular merupakan modifikasi dari sel-sel
otot polos yang terletak di dinding arteriol aferen, tepat di proksimal glomeruli. Bila
tekanan arteri turun, reaksi intrinsik di dalam ginjal itu sendiri menyebabkan banyak
molekul prorenin di dalam sel juxtaglomerular terurai dan melepaskan renin.
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu globulin yang
disebut substrat renin (atau angiotensinogen) untuk melepaskan peptida 10 asam amino,
yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor ringan. Renin menetap
dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan
angiotensin I yang lebih banyak selama waktu tersebut.
Dalam beberapa detik hingga beberapa menit setelah pembentukan angiotensin I,
terdapat dua asam amino yang dipecah dari angiotensin I untuk pembentukan angiotensin
II, yaitu peptida dengan 8 asam amino. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi di paru
sementara darah yang mengalir melalui pembuluh kecil di paru, dikatalisis oleh suatu
enzim yaitu angiotensin converting enzyme (ACE), yang terdapat pada endotelium
pembuluh paru.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan dapat mempengaruhi
fungsi sirkulasi. Angiotensin II hanya menetap dalam darah selama 1 atau 2 menit karena
angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang
secara bersama-sama disebut angiotensinase.

28
Selama angiotensin II ada di dalam darah, maka angiotensin II memiliki dua
pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri, yaitu vasokontriksi di berbagai
daerah di tubuh terutama di arteriol dan jauh lebih lemah di vena, dan dengan meurunkan
ekskresi garam dan air oleh ginjal.

2.6.2 Pengaruh Sistem Renin Angiotensin terhadap Fungsi Ginjal


Peningkatan pembentukan angiotensin II membantu mengembalikan tekanan darah
dan volume ekstrasel menjadi normal dengan meningkatkan reabsorpsi natrium dan air
dari tubulus ginjal melalui tiga efek utama, yaitu:
a. Angiotensin II merangsang sekresi aldosteron yang dapat meningkatkan reabsorpsi
natrium, yaitu dengan cara merangsang pompa natrium kalium ATPase pada sisi
basolateral dari membran tubulus koligentes kortikalis. Aldosteron juga
meningkatkan permeabilitas natrium pada sisi luminal membran.
b. Angiotensin II mengkonstriksikan arteriol pada ginjal, dengan demikian
menurunkan aliran darah yang melalui ginjal. Sebagai hasilnya, lebih sedikit cairan
yang disaring melalui glomerulus masu ke dalam tubulus. Selain itu aliran darah
yang lambat menurunkan tekanan di kapiler peritubulus, yang menyebabkan
reabsorpsi cairan yang cepat yang berasal dari tubulus.
c. Angiotensin II secara langsung merangsang reabsorpsi natrium di tubulus proksimal,
lengkung Henle, tubulus distal dan tubulus koligentes. Salah satu efek langsung dari
angiotensin II adalah merangsang pompa natrium kalium ATPase pada membran
basolateral sel epitel tubulus. Efek kedua adalah merangsang pertukaran natrium
hidrogen dalam membran luminal, terutama dalam tubulus proksimal.

2.6.3 Pengaruh Sistem Renin Angiotensin terhadap Variasi Asupan Garam


Pengaruh awal kenaikan asupan garam adalah terjadinya kenaikan volume cairan
ekstrasel yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Kemudian kenaikan tekanan arteri
akan menyebabkan meningkatnya aliran darah yang melalui ginjal, yang mengurangi
kecepatan sekresi renin sampai ke kadar yang sangat rendah dan secara berurutan akan
menurunkan retensi garam dan air oleh ginjal, mengembalikan cairan ekstrasel hampir
ke normal, dan akhirnya mengembalikan tekanan arteri juga hampir ke normal.
Bila asupan natrium meningkat di atas normal, sekresi renin menurun,
menyebabkan penurunan pembentukan angiotensin II. Penurunan pembentukan
angiotensin II ini menurunkan reabsorpsi natrium dan air oleh tubulus, sehingga
29
meningkatkan ekskresi natrium dan air oleh ginjal. Hasil akhirnya adalah memperkecil
peningkatan volume cairan ekstrasel dan tekanan arteri yang akan terjadi bila asupan
natrium meningkat. Penurunan pembentukan angiotensin II mengurangi pembentukan
aldosteron sehingga menurunkan reabsorpsi tubulus, dan membuat ginjal
mengekskresikan natrium dalam jumlah yang lebih besar.
Sebaliknya, bila asupan natrium menurun di bawah normal, peningkatan kadar
angiotensin II menyebabkan retensi natrium dan air, dan menghindari penurunan tekanan
darah arteri. Peningkatan kadar angiotensin II juga merangsang peningkatan sekresi
aldosteron, yang kemudian membantu untuk menurunkan ekskresi natrium dalam urin.
Jadi, sistem renin angiotensin merupakan mekanisme umpan balik otomatis yang
membantu mempertahankan tekanan arteri pada nilai normal atau yang mendekati nilai
normal apabila asupan garam meningkat atau apabila asupan garam menurun hingga di
bawah normal, akan terjadi efek yang berlawanan.

2.7 Peran Eritropoetin dalam Pembentukan Darah


Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang mengontrol proses eritropoiesis atau
produksi sel darah merah. Hormon ini dihasilkan oleh fibroblat peritubular korteks ginjal.
Peranan eritroproietin mengubah flobulin yang dihasilkan menjadi eritropoetin, dimana
eritropoetin akan merangsang eritropoetin sensitive stem cells pada sumsum tulang untuk
membentuk proeritroblas yang merupakan cikal bakal sel eritrosit. Sekresinya dirangsang oleh
hipoksia, garam kobalt, katekolamin, hormon androgen.
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang hingga
terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon
eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel
interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin
plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat
produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses
pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga
memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang
dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.
Proses eritropoiesis
a. Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac (sel kuning
yang merupakan vaskularisasi embrio sebelum jantung terbentuk) dan kemudian oleh

30
hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit
secara ekslusif.
b. Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi
sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulang kuning yang tidak
mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang
tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujungg atas tulang
panjang ekstremitas. Pada periode stress hematopoietik tubuh dapat melakukan
reaktivasi pada limpa, hepar dan sumsum berisi lemak untuk memproduksi sel darah,
keadaan ini disebut sebagai hematopoiesis ekstramedular (Munker, 2006).
Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas darah yang mengangkut oksigen. Jika O2 yang
disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin dalam darah
yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang. Tambahan
eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mrngangkut O2. Peningkatan
kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi
eritropoietin.
Proses eritropoiesis diatur oleh glikoprotein bernama eritropoietin yang diproduksi ginjal
(85%) dan hati (15%). Pada janin dan neonatus pembentukan eritropoietin berpusat pada hati
sebelum diambil alih oleh ginjal (Ganong, 1999). Eritropoietin bersirkulasi di darah dan
menunjukkan peningkatan menetap pada penderita anemia, regulasi kadar eritropoietin ini
berhubungan eksklusif dengan keadaan hipoksia. Sistem regulasi ini berkaitan erat dengan
faktor transkripsi yang dinamai hypoxia induced factor-1 (HIF-1) yang berkaitan dengan proses
aktivasi transkripsi gen eritropoeitin. HIF-1 termasuk dalam sistem detektor kadar oksigen
yang tersebar luas di tubuh dengan efek relatif luas (cth: vasculogenesis, meningkatkan
reuptake glukosa, dll), namun perannya dalam regulasi eritropoiesis hanya ditemui pada ginjal
dan hati (Williams, 2007). Eritropoeitin ini dibentuk oleh sel-sel endotel peritubulus di korteks
ginjal, sedangkan pada hati hormon ini diproduksi sel Kupffer dan hepatosit. Selain keadaan
hipoksia beberapa zat yang dapat merangsang eritropoiesis adalah garam-garam kobalt,
androgen, adenosin dan katekolamin melalui sistem β-adrenergik. Namun perangsangannya
relatif singkat dan tidak signifikan dibandingkan keadaan hipoksia (Harper,2003).
Eritropoietin bersama-sama dengan stem cell factor, interleukin-3, interleukin-11,
granulocyte-macrophage colony stimulating factor dan trombopoietin akan mempercepat
proses maturasi stem cell eritroid menjadi eritrosit (Hoffman,2005). Secara umum proses
pematangan eritosit dijabarkan sebagai berikut:

31
a. Stem cell: eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat memperbaharui diri dan
berdiferensiasi menjadi limfosit, granulosit, monosit dan megakariosit (bakal platelet).
b. BFU-E: burst-forming unit eritroid, merupakan prekursor imatur eritroid yang lebih
fleksibel dalam ekspresi genetiknya menjadi eritrosit dewasa maupun fetus. Sensitivitas
terhadap eritropoeitin masih relatif rendah.
c. CFU-E: colony-forming unit eritroid, merupakan prekursor eritroid yang lebih matur dan
lebih terfiksasi pada salah satu jenis eritrosit (bergantung pada subunit hemoglobinnya.
d. Proeritroblast, eritroblast dan normoblast: progenitor eritrosit ini secara morfologis lebih
mudah dibedakan dibanding sel prekursornya, masih memiliki inti, bertambah banyak
melalui pembelahan sel dan ukurannya mengecil secara progresif seiring dengan
penambahan hemoglobin dalam sel tersebut.
e. Retikulosit: Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan
penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA.
Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah
tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit
selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5% retikulosit.
f. Eritrosit: Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran
diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5-2,5 mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada
bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena
mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan
bila mencapai umurnya oleh limpa.

32
2.8 Pengaturan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit, serta Sistem Buffer
2.8.1 Mekanisme Tubuh Mengatur Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake atau masukan cairan dan pengeluaran
cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan makanan. Kebutuhan cairan setiap
hari antara 1.800-2.500 ml/hari. Sekitar 1.200 ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari
makanan. Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1.200-1.500
ml/hari, feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml dan kulit 600-800 ml.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting,
yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine
sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan
garam tersebut.

a. Pengaturan volume cairan ekstrasel


Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah
arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan
ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan
memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk
pengaturan tekanan darah jangka panjang.
Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air.
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada
keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh.hal ini terjadi
karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan
lingkungan luarnya.Water turn over dibagi dalam:
1) Eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan
2) Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen seperti
proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
Memperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air,
keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan
keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah
memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan
kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan
33
cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus
diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan keseimbangan garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
1) Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
2) Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan
mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur
reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+
meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah arteri. Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron,
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi
natrium dan air. Hormon ini disekresi oleh sel atrium jantung jika mengalami
distensi peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di
tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine sehingga mengembalikan volume darah
kembali normal.
b. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam
suatu larutan.semakin tinggi osmolaritas,semakin tinggi konsentrasi solute atau
semakin rendah konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke
area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat
menmbus membran plasma di intrasel dan ekstrasel.Ion natrium merupakan solut
yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel,dan ion utama yang berperan penting
dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel.sedangkan di dalam cairan
intrasel,ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan
intrasel.Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan
perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menetukan aktivitas
osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:
1) Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan
osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan
keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di dukstus koligen. Glomerulus
34
menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (300 mOsm).Dinding
tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di
bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini
menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan
secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi
garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan
duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan
duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH).
Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke
pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
2) Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang
osmoreseptor di hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron
hypotalamus yang mensintesis vasopresin.Vasopresin akan dilepaskan oleh
hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di
duktus koligen. Ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu
terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus
koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi
cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di
duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di
dalam tubuh tetap dipertahankan. Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di
hypotalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan
dihantarkan ke pusat haus di hypotalamus sehingga terbentuk perilaku untuk
membatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal.
3) Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat
informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui
baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di hypotalamus,
dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem
endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan
cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan
meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan
35
volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan
eksresi volume natrium dan air.
Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah
umur, suhu lingkungan, diet, stress dan penyakit.

2.8.2 Mekanisme Tubuh Mengatur Keseimbangan Asam dan Basa


Dalam aktivitasnya, sel tubuh memerlukan keseimbangan asam-basa.
Keseimbangan asam-basa dapat diukur dengan pH (derajat keasaman). Dalam keadaan
normal, pH cairan tubuh adalah 7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa dapat
dipertahankan melalui proses metabolism dengan system buffer pada seluruh cairan
tubuh dan oleh pernapasan dengan system regulasi (pengaturan di ginjal). 3 macam
system larutan buffer cairan tubuh adalah larutan bikarbonat, fosfat dan protein. System
buffer itu sendiri terdiri atas natrium bikarbonat (NaHCO3), kalium bikarbonat (KHCO3)
dan asam karbonat (H2CO3). Pengaturan keseimbangan asam-basa dilakukan oleh paru
melalui pengangkutan kelebihan CO2 dan H2CO2 dari darah yang dapat meningkatkan
pH hingga kondisi standar (normal). Ventilasi dianggap memadai apabila suplai O2
seimbang dengan kebutuhan O2. Pembuangan melalui paru harus simbang dengan
pembentukan CO2 agar ventilasi memadai. Ventilasi yang memadai dapat
mempertahankan kadar pCO2 sebesar 40 mmHg.
Jika pembentukan CO2 metabolik meningkat, konsentrasinya dalam cairan
ekstrasel juga meningkat. Sebaliknya, penurunan metabolism memperkecil konsentrasi
CO2. Jika kecepatan ventilasi paru meningkat, kecepatan pengeluaran CO2 juga
meningkat dan hal ini menurunkan jumlah CO2 yang berkumpul dalam cairan ekstrasel.
Peningkatan dan penurunan ventilasi alveolus efeknya akan mempengaruhi pH cairan
ekstrasel. Peningkatan pCO2 menurunkan pH, sebaliknya pCO2 meningkatkan pH darah.
Perubahan ventilasi alveolus juga akan mengubah konsentrasi ion H+. Sebaliknya
konsentrasi ion H+ dapat mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus (umpan balik).
Kadar pH yang rendah (< 7,35) dan konsentrasi ion H+ yang tinggi disebut asidosis,
sebaliknya pH yang tinggi (> 7,45) dan konsentrasi ion H+ yang rendah disebut alkalosis.
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangna asam-basa
darah, yaitu:

36
a. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia.
Ginjal memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah asam atau basa yang dibuang,
yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus
mengeluarkan anion asam non volatile dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur
keseimbangan asam basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion
bikarbonat. Pada mekanisme pemgaturan oleh ginjal ini berperan 3 sistem buffer
asam karbonat, buffer fosfat dan pembentukan ammonia. Ion hydrogen, CO2, dan
NH3 diekskresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh
mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam
karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali.
Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran
asam.
Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion bermuatan
negative pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada kadar yang sangat rendahpun,
ion hydrogen mempunyai efek yang besar pada system biologi. Ion hydrogen
berinteraksi dengan berbagai molekul biologis sehingga dapat mempengaruhi
struktur protein, fungsi enzim dan ekstabilitas membrane. Ion hydrogen sangat
penting pada fungsi normal tubuh misalnya sebagai pompa proton mitokondria pada
proses fosforilasi oksidatif yang menghasilkan ATP.
Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus menerus di
dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hydrogen sangat bervariasi tergantung
diet, aktivitas dan status kesehatan. Ion hydrogen di dalam tubuh berasal dari
makanan, minuman, dan proses metabolism tubuh. Di dalam tubuh ion hidrogen
terbentuk sebagai hasil metabolism karbohidrat, protein dan lemak, glikolisis
anaerobik atau ketogenesis.
b. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga
pH bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan.
Penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat. Bikarbonat
(suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu
komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka
akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika

37
lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih
banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
Menetralisir kelebihan ion hydrogen, bersifat temporer dan tidak melakukan
eliminasi. Fungsi utama system buffer adalah mencegah perubahan pH yang
disebabkan oleh pengaruh asam volatile (asam yang dapat di ekskresikan oleh paru-
paru) dan asam non-volatil (asam yang di ekskresikan oleh ginjal) pada cairan
ekstraseluler. Sebagai buffer, system ini memiliki keterbatasan yaitu:
1) Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan
karena peningkatan CO2.
2) System ini hanya berfungsi bila system respirasi dan pusat pengendali system
pernafasan bekerja normal
3) Kemampuan menyelenggarakan system buffer tergantung pada tersedianya
ion bikarbonat.
Ada 4 sistem bufer:
1) Bufer bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2) Bufer protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3) Bufer hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan
asam karbonat
4) Bufer fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika
dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka
pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat
terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor
dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal
menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
amonia.
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan ginjal
dalam menunjang kinerja system buffer adalah dengan mengatur sekresi, ekskresi,
dan absorpsi ion hydrogen dan bikarbonat serta membentuk buffer tambahan
(fosfat, ammonia).

38
Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal
dan paru sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH
dengan system buffer. Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk
mempertahankan pH darah antara 7,35-7,45.
c. Pembuangan karbondioksida. Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari
metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa
karbondioksida ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida tersebut dikeluarkan
(dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang
dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan
Peranan sistem respirasi dalam keseimbangan asam basa adalah
mempertahankan agar tekanan CO2 selalu konstan walaupun terdapat perubahan
kadar CO2 akibat proses metabolism tubuh. Keseimbangan asam basa respirasi
bergantung pada keseimbanagn produksi dan ekskresi CO2. Jumlah CO2 yang
berada di dalam darah tergantung pada laju metabolism sedangkan proses ekskresi
CO2 tergantung pada fungsi paru.
Kelainan ventilasi dan perfusi pada dasarnya akan mengakibatkan
ketidakseimbanagn rasio ventilasi perfusi sehingga akan terjadi ketidakseimbangan,
ini akhirnya menyebabkan hipoksia maupun retensi CO2 sehingga terjadi gangguan
keseimbangan asam basa.

39
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Sistem perkemihan merupakan tempat organ-organ tubuh yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang sama. Organ sistem perkemihan terdiri dari ginjal-ureter-vesika
urinari-uretra dan struktur yang dihubungkan dalam produksi dan ekskresi urine. Telah
diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui
ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi
oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20 % dari seluruh cardiac output.
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah ini
terdiri dari bagian yang pada yaitu sel darah dan sebagian plasma darah. Ada 3 tahap
pembentukan urine: proses filtrasi, proses reabsorbsi dan proses sekresi. Urine terdiri dari air,
garam, dan produk sisa protein, yang disbut urea, asam urat, dan kreatinin. Komposisi rata-rata
urine adalah: air, 96 persen; urea, 2 persen; asam urat dan garam, 2 persen.
Mikturisi merupakan peristiwa pembuangan urine. Keinginan berkemih disebabkan oleh
penambahan tekanan dalam kandung kemih dan isi urine di dalamnya. Eritropoietin adalah
hormon glikoprotein yang mengontrol proses eritropoiesis atau produksi sel darah merah.
Hormon ini dihasilkan oleh fibroblat peritubular korteks ginjal.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.

3.2 Saran
Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i Stikes Wira Medika PPNI Bali
dapat memahami dan mengetahui tentang anatomi, fisiologi, kimia dan fisika sistem
perkemihan sehingga mampu mengenali kelainan atau masalah yang terjadi pada sistem
perkemihan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC


Ganong, William. 2002. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Irawan, Anwari. 2005. Cairan Tubuh, Elektrolit, dan Mineral. Jakarta: PSSP-LAB
Mashudi, Sugeng. 2011. Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi Dasar. Jakarta: Salemba Medika
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Suddart & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarata: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Tortora, G.J., Derrickson, B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology, 12th Ed. New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc
Zuyina, Luklukaningsih. 2011. Anatomi dan Fisologi Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika

41

Você também pode gostar