Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Tipe-tipe ketidakpatuhan pasien antara lain: (1) Tidak meminum obat sama
sekali; (2) Tidak meminum obat dalam dosis yang tepat (terlalu kecil/ terlalu besar);
(3) Meminum obat untuk alasan yang salah; (4) Jarak waktu meminum obat yang
kurang tepat; (5) Meminum obat lain di saat yang bersamaan sehingga menimbulkan
interaksi obat. Berikut adalah jumlah obat dan waktu minum obat pada pasien TB.
B. Analsis perilaku
2. Perilaku merokok
Merokok merupakan kebiasaaan masyarakat yang kurang menguntungkan dari segi
kesehatan. Kebiasaan merokok akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru yang
disebut micropelly, meningkatkan tahanan jalan nafas, merusak makrofag yang
merupakan sel pemakan bakteri pengganggu.
Dalam tubuh seorang perokok yang memiliki frekuensi merokok setiap hari
toksin dari kandungan asap rokok lebih cepat menumpuk di bandingkan dengan
perokok yang kadang-kadang. Kebiasaan merokok juga meningkatkan resiko untuk
terkena TB paru sebanyak 2,2 kali (Sitopoe, 2008). seorang dengan kebiasaan
merokok berpeluang 12 kali terkena TB Paru dari pada seorang yang tidak merokok,
kandungan racun yang terdapat diasap rokok di hisap setiap hari akan tertimbun dan
tubuh sama sekali tidak dapat menghilangkan pengaruh nikotin dalam jumlah sekecil
apapun (Caldwell, 2009 dalam Wuaten, 2010)
3. Akses informasi : pengetahuan yang kurang, informasi yang tidak lengkap, tidak
ada penjelasan yang terus menerus berpengaruh pada ketaatan pasien. Sering kali
pasien tidak patuh minum obat karena tidak tahu akan cara kerja obat tersebut,
mendapatkan informasi tentang TBC. Penyuluhan atau penyampaian informasi
kesehatan itu sangat penting dan sangat berpengaruh pada perilaku hidup sehat
seseorang. Disini peran tenaga kesehatan sangatlah penting dalam melakukan
penyuluhan atau memberikan informasi kesehatan. Apabila seseorang itu
mngetahui tentang maslaah kesehatan terutama tentang TBC, baik dari pengertian,
pengobatan, pencegahan dari TBC, maka orang tersebut akan berperilaku baik
dalam meningkatkan derjat kesehatannya dan keluarga maupun lingkungan
sekitarnya. Kurangnya penyuluhan tentang informasi kesehatan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan kepada penderita TBC terutama tentang TBC inilah yang
menjadi salah satu faktor kenapa penderita TBC berperilaku kurang baik dalam
menjga dan meningkatkan derajat kesehatannya.
4. Otonomi pribadi : Pengambilan keputusan sering kali didominasi oleh suami juga
berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pada pasien. Pengambilan keputusan
pengobatan tuberkulosis harus didiskusikan bersama keluarga karena pasien
membutuhkan dukungan keluarga.
5. Situasi yang memungkinkan
Faktor yang memungkinkan ketidakpatuhan adalah jumlah obat yang terlalu
banyak, efek samping dari obat tersebut dan lamanya pengobatan sehingga
membuat pasien jenuh terhadap obat tersebut.
C. Analisis Lingkungan
2. Faktor Fisik
Semua hal yang berkaitan langsung dengan kesehatan dan perilaku seseorang.
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita
TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan
berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat
menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya. Contohnya adalah perilaku
merokok, merokok sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Di dalam rokok terdapat
45 jenis bahan kimia beracun. Merokok dapat mengiritasi paru‐paru yang sakit
sehingga mempersulit untuk menormalkan kembali keadaannya.
Faktor yang ingin diubah adalah faktor fisik karena, faktor fisik disini berkaitan
dengan semua hal yang secara langsung berhubungan dengan kesehatan dan perilaku
individu itu sendiri. Perilaku seseorang secara langsung akan menentukan kondisi
kesehatannya sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumya, perilaku seseorang terdiri
dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan seseorang akan menentukan
bagaimana sikap dan tindakan dari orang tersebut. Bagaimana nantinya orang tersebut
akan memilih pengobatan, serta melakukan pengobatan. Hal ini tentunya di tentukan dari
pengetahuannya akan informasi kesehatan yg telah diperoleh. Selain itu, perilaku individu
juga ditentukan dari bagaiman dukungan yang diperoleh dari lingkungannya. Apakah ada
dukungan dari keluarga atau orang terdekat dalam hal ini untuk menjalani pengobatan
akan menentukan bagaimana perilaku orang tersebut.
D. Analisis Program
a. Identifikasi program
Program “Directly Observed Treatment Short-course atau DOTS” merupaka strategi
penanggulangan tuberkulosis melalui pengobatan jangka pendek dengan pengawasan
langsung. DOTS dapat dimulai dengan keharusan setiap pengelola program TB untuk
direct attention dalam usaha menemukan penderita dengan kata lain mendeteksi kasus
dengan pemeriksaan. Kemudian setiap penderita harus di observed dalam meminum
obatnya, setiap obat yang ditelan penderita harus didepan seorang pengawas.
Selanjutnya penderita harus menerima treatment yang tertata dalam sistem
pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang cukup. Kemudian, setiap
penderita harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan short-course standard
yang telah terbukti ampuh secara klinis. Inovasi yang ditambahkan pada program ini
yaitu setiap pasien yang datang mengambil obat akan mendapatkan 5 kg beras per
bulan artinya, jika dalam satu keluarga terdapat 3 pasien TB maka setiap bulannya
akan menerima 15 kg beras. Serta untuk pasien dengan lokasi atau tempat tinggal yang
jauh dari puskesmas dan tidak memiliki akses transportasi untuk pergi mengambil obat
maka inovasi yang diberikan adalah “antar obat” yaitu petugas yang berkeliling
membagikan obat serta beras.
b. Stakeholder yang mendukung program
Stakeholder yang mendukung program :
1. Kementrian Kesehatan
Kementrian kesehatan sangat berperan penting dalam pembuatan program-
program penanggulangan penyakit menular di suatu wilayah tertentu serta
penyediaan dana untuk pelaksanaan program-program kesehatan. Dalam hal ini
Dirjen atau bagian promosi kesehatan yang bertugas menginformasikan kepada
masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih untuk mengurangi risiko
tertularnya TB. Untuk melakuka kegiatan tersebut, kementrian kesehatan
melakukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan berbagai dinas dan
instansi terkait.
Kerjasama lintas program dilakukan dengan :
a. Dinas Kesehatan
Dinas kesehatan mempunyai peran sebagai stakeholder yang memiliki
kewenangan resmi dalam pelaksanaan program-program penanggulangan
penyakit TB berbasis lingkungan dan pengobatan (penyuluha, pengendalian
dan pemberian gizi) yang telah dtetapkan oleh kementrian kesehatan serta
penyesuaian program berdasarkan kondisi wilayah masing-masing. Dinas
kesehatan juga berperan untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan
kebijakan yang telah ditetapkan. Peran Dinkes antara lain :
Kerjasama lintas sektor dan lintas program (memberantas TB)
Pelatihan petugas untuk mendata atau mencari orang yang memiliki
gejala TB serta untuk pengawasan minum obat.
Penyediaan sarana seperti mikroskop, bahan laboratorium dan obat-
obatan.
Menilai secara berkala situasi TB
a) Puskesmas
Puskesmas berperan dalam pelaksanaan program-program kesehatan yang
telah ditetapkan oleh dinas kesehatan dalam penanggulangan penyakit TB.
Dalam pelakasaan program puskesmas bertugas memberikan penyuluhan
langsug terhadap masyarakat. Peran puskesmas antara lain :
Diagnosa TB harus terkonfirmasi atau skutum dan tes tuberkulin.
Pengobatan menggunakan OAT
Pembentukkan pos TB dan memperkuat desa siaga
b) Masyarakat
Masyarakat berperan dalam kegiatan-kegiatan memberantas TB.
2. Tujuan Program
a) Tujuan Umum
Menurunnya angka prevalensi kasus penyakit TB di Kota Kupang sebesar
80% pada tahun 2019.
b) Tujuan Khusus
i. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB
ii. Meningkatnya penemuan penderita TB dengan cepat
iii. Meningkatnya kepatuhan minum obat pada pasien TB
3. Kelompok Target
Semua penderita TB di Kota Kupang.
4. Kegiatan spesifik yang akan dilakukan pada program
Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada program ini yaitu sebagai berikut :
a) Penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit TB
Penyuluhan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang cara mengenali penyakit TB yang berkaitan dengan penyebab, tanda
dan gejala, akibat yang ditimbulkan apabila menderita penyakit TB, serta
pencegahannya.
b) Penjaringan penderita TB
Kegiatan dilakukan oleh pengawas dan para tenaga ksehatan di setiap
puskesmas di wilayah kerjanya dengan menjaring penderita TB melalui
pemeriksaan labolatorium dengan menggunakan mikroskop.
c) Pemberian OAT kepada pasien yang positif mengidap TB di puseksmas.
Apabila ada pasien TB yang tidak dapat mengakses untuk berobat ke
puskesmas karena keterbatasan sarana dan prasarana maka obat tersebut akan
di antar oleh petugas puskesmas setempat.
d) Pengawasan minum obat
Pengawasan minum obat ini dilakukan oleh tim pengawas untuk mengetahui
kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat, sehingga apabila ada pasien yang
patuh minum obat setiap bulannya maka akan diberikan beras sebanyak 5Kg
disetiap akhir bulannya. Hal ini juga akan membuat pasien untuk semangat
minum obat, karena selain membantu memotivasi untuk minum obat juga
membantu dalam asupan makanan yang baik sehingga sistem imun pasien TB
tersebut juga semakin membaik.
5. Metode dan media yang digunakan
a) Penyuluhan tentang penyakit TB
Metode yang digunakan yaitu penyuluhan sedangkan media yang digunakan
seperti leaflet,Lcd, dan laptop. Metode penyuluhan ini digunakan karena
berhubungan dengan masyarakat luas dsan juga karena bervariasinya tingkat
pendidikan dalam masyrakat.
Contoh pesan kesehatan dalam media yang digunakan seperti “Sayangilah
diri anda dengan selalu melakukan pemeriksaan dini ke fasilitas layanan
kesehatan masyarakat setempat”.
b) Penjaringan penderita TB
Metode yang digunakan yaitu skrining karena dilakukan dengan cara
mewawancarai pasien tentang gejala klinis yang selama ini dirasakan oleh
pasien. Kemudian dilakukan pengambilan dan pemeriksaan
sputum/dahakpasienn untuk pemeriksaan mikroskopis BTA positif.
Sedangkan media yang digunakan yaitu mikroskop.
c) Pemberian OAT kepada penderita TB
Metode yang digunakan yaitu bimbingan dan konseling, dimana setiap pasien
TB yang diberi obat oleh petugas kesehatan akan dibimbing oleh petugas
kesehatan tersebut tentang cara dan waktu yang tepat untuk mengonsumsi
obat. Media yang digunakan yaitu media cetak dimana dalam media tersebut
berisi tentang cara dan waktu yang tepat untuk mengonsumsi obat.
d) Pengawasan minum obat
Metode yang digunakan yaitu observasi dan wawancara, dimana pengawas
datang kerumah pasien untuk mengamati dan melihat pasien dalam
mengonsumsi OAT. Media yang digunakan yaitu media cetak dimana media
cetak tersebut digunakan pengawas untuk mencatat perkembangan penderita
dalam mengonsumsi obat.
6. Penentuan Metode dan Media
1. Penentuan Metode
a) Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB, metode
yang digunakan yaitu penyuluhan.
b) Meningkatnya penemuan penderita TB dengan cepat, metode yang
digunakan yaitu skrining.
c) Meningkatnya angka kesembuhan pasien TB, metode yang digunakan
yaitu penyuluhan dan skrining serta pengawasan.
2. Penentuan media
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB, media yang
digunakan yaitu leaflet,lcd, dan laptop.
b. Meningkatnya penemuan penderita TB dengan cepat, media yang
digunakan yaitu mikroskop.
c. Meningkatnya angka kesembuhan pasien TB, media yang digunakan
yaitu obat.
G. Timeline (Jadwal Pelaksanaan) Program
Penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit TB sekaligus pemberitahuan
kepada masyarakat tentang akan diadakannya penjaringan penyakit TB akan
dilakukan pada 14-24 Mei 2018. Kegiatan penjaringan suspek TB melalui
pemeriksaan dahak yang dilakukan di setiap wilayak kerja puskesmas di kota
kupang mulai dilaksanakan pada tanggal 1-21 Juni 2018. Penderita TB positif
akan mendapatkan OAT dari puskesmas pada tanggal 1 hingga 14 Juli. Bagi
penderita TB yang terkendala dengan sarana dan prasarana, obat akan diantarkan
oleh petugas kesehatan yang ada di tiap Puskesmas. Selanjutnya, pengawasan
minum obat penderita akan dilakukan oleh pengawas yang telah diberikan
pelatihan sebelumnya selama 6-8 bulan, terhitung dari tanggal diberikannya obat.
Untuk penderita TB yang patuh minum obat setiap bulannya akan diberikan
beras sebanyak 5 Kg setiap akhir bulan.
F. Rancangan Evaluasi
a. Jenis evaluasi program
Evaluai yang digunakan untuk program ini adalah evalusai proses dan evaluasi hasil.
b. Tujuan evaluasi
1. Untuk melihat kelancaran pelaksanaan program
2. Untuk memperbaiki pelaksanaan program
3. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.
c. Kapan evaluasi akan dilaksanakan
Evaluasi dilaksanakan pada saat program sedang berlangsung dan pada akhir program
yaitu pada.
d. Bagaimana evaluasi dilakukan
Program KIE Kesehatan dalam hal ini program DOTS dengan memberikan
bantuan berupa beras 5 kg bagi pasien TB saat mengambil obat setiap bulannya di
bawah PMO ini tidak hanya selesai begitu saja namun dapat memberikan perubahan
dalam hal ini peningkatan kualitas hidup penderita TB (bantuan beras 5 kg setiap
bulan) dan PMO(diberikan insentif berupa upah) yang dalam hal ini adanya bantuan
tersebut dapat membantu pemenuhan kebutuhan ekonomi. Selain itu, dengan adanya
bantuan PMO ini maka secara langsung dapat meningkatkan kontribusi masyarakat
dalam penangulangan masalah TB ini baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Secara kuantitatif semakin banyak keluarga dan masyarakat yang membantu dalam
penanggulangan TB. Secara kualitatif berarti keluarga dan masyarakat tidak hanya
memanfaatkan tetapi ikut mengambil peran dalam melakukan penyuluhan, ikut
menjadi PMO bahkan sebagai kader TB.