Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ESSAI
Disusun untuk diajukan dalam rangka pemenuhan tugas terstruktur mata kuliah kebijakan publik
Oleh,
JENUARD MOSSES TEGUH NELWAN
2. Formulasi Kebijakan
Dalam tahapan ini masalah yang telah menjadi prioritas berusaha untuk
didefinisikan serta dicarikan solusi atau alternatif kebijakan melalui pembahasan
oleh para pembuat kebijakan. Alternatif kebijakan diharapkan dapat menguji masa
depan yang secara normatif bernilai dan mengestimasi akibat dari kebijakan yang
diusulkan serta mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam
pencapaian tujuan.
Untuk mengatasi masalah publik terkait kenaikan harga ikan di pasaran yang
membuat masyarakat mulai resah, pendapatan Negara yang tidak efisien
dibandingkan dengan potensi alam yang dimiliki serta kerusakan ekosistem laut,
maka para pembuat kebijakan/stake holder mengambil alternatif melalui
pembahasan yang panjang, yaitu :
1. Penenggelaman Kapal Asing
2. moratorium izin kapal
3. pelarangan transhipment / bongkar muatan di tengah laut
Alternatif kebijakan ini diambil karena disebabkan :
1. Banyak kapal berbendera asing yang beroperasi secara ilegal di wilayah perairan
Indonesia untuk mengeksploitasi kekayaan laut seperti ikan tuna, ikan tongkol dll.
2. Meningkatnya izin kapal lokal yang ternyata melakukan aksi kerjasama dengan
kapal asing untuk menangkap ikan di wilayah Indonesia yang kemudian nantinya
akan di ekspor secara ilegal di beberapa Negara seperti : Filipina, Thailand,
Jepang, Malaysia, Canada, Dubai dan beberapa Negara ASEAN lainnya.
3. Transaksi ilegal bongkar muatan yang dilakukan oleh nelayan lokal di wilayah
perbatasan (ditengah laut) yang sering dilakukan di wilayah sulawesi utara dan
maluku untuk didistribusikan ke berbagai negara.
Sebagai akibat dari alternatif kebijakan ini, yaitu :
1. Menurun secara drastis stok ikan di Filipina yang terkenal sebagai lumbung ikan
tuna di Dunia yang memasok ke berbagai Negara seperti Dubai dan Jepang.
2. Ekspor ikan kaleng ke Negara Dubai meningkat 20%-30%.
3. Menghentikan Impor pupuk/pakan berbahan baku ikan
4. Tawaran investasi Negara Malaysia dan Jepang di Bidang kelautan dan perikanan.
Kebijakan KKP ini telah menggemparkan beberapa Negara di Dunia, maka jika
kebijakan ini terus dilakukan diprediksikan Indonesia akan menjadi Negara
Pengekspor ikan terbesar di Dunia.
Adapun kendala-kendala yang nanti akan memperhambat implementasi
kebijakan ini; menurut analisis kelompok yaitu :
1. Kurangnya petugas untuk mengawasi wilayah perbatasan laut di Indonesia.
2. Kondisi kapal yang tidak memadai untuk proses pengawasan dan penjagaan
wilayah laut.
3. Aksi penolakan masyarakat terlebih nelayan terkait pelarangan penggunaan alat
tangkap.
4. Dana untuk pengoperasian kapal dalam hal ini pembelian bahan bakar kapal belum
efisien.
5. Tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat masih rendah.
Buku sumber :
Dunn N. William. 1998. Analisa Kebijaksaan Publik. PT Hanindita Graha
Widya : Yogyakarta.
______________. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik : Edisi Kedua.
Universitas Gadja Mada : Yogyakarta.
Berita :
Laman berita Detik.Com, Jakarta 5 Desember 2014
Laman Berita Kompas, Jakarta 5 Mei 2014
Dari sekian banyak jenis alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan
Indonesia, mungkin alat tangkap cantrang yang paling fenomenal dewasa ini.
Betapa tidak, selama dua tahun terakhir nelayan cantrang terus menyampaikan
penolakannya terhadap Permen-KP 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat
Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Isu cantrang kembali mencuat akhir-akhir ini setelah PKB (Partai Kebangkitan
Bangsa) dan PP Muhammadiyah menyuarakan isu ini ke ruang publik yang tentu
saja menembus dinding Istana. Presiden kemudian mengambil kebijakan dengan
memperpanjang izin penggunaan cantrang.
Cantrang adalah alat penangkapan ikan kategori pukat tarik (seine nets) yang
menggunakan mata jaring (mesh size) relatif kecil, yaitu 1,5 inchi. Dengan ukuran
tersebut, cantrang tidak selektif terhadap ikan target dan menangkap ikan segala
ukuran, termasuk ikan ukuran kecil. Ikan-ikan non-target yang tertangkap cantrang
(by-catch) biasanya dibuang, sementara ikan target berukuran kecil dijual dengan
harga murah.
Tertangkapnya ikan kecil, terutama juvenil ikan, menyebabkan populasi ikan tidak
dapat berkembang biak. Hal inilah yang menyebabkan cantrang dianggap sebagai
alat tangkap tidak ramah lingkungan yang mengancam keberlanjutan sumber daya
ikan.
Jenis alat tangkap seperti ini sebenarnya telah dilarang sejak tahun 1980 yaitu
melalui Keputusan Presiden Nomor 39 tahun 1980 tentang Penghapusan
Jaring Trawl. Menteri Pertanian saat itu menjelaskan bahwa nama lain
jaring trawladalah pukat harimau, pukat tarik, tangkul tarik, jaring trawl ikan, pukat
apolo, pukat langgasi, dan lain-lain.
Kebijakan pelarangan cantrang pada dasarnya baik dan sejalan dengan prinsip-
prinsip internasional dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan seperti yang diatur
dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) atau Tata Laksana
Perikanan Bertanggung Jawab. Tata laksana ini salah satunya mengatur bahwa
setiap negara harus mengambil kebijakan untuk mengurangi penangkapan ikan
non-target (by-catch) dan mengatur ukuran mata jaring untuk melindungi juvenil
ikan.
Cara kerja Soeharto dalam menyusun rencana pentahapan ini sama dengan ketika
menyusun Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dan hasilnya, menurut
evaluasi Dwiponggo (1992), pada akhir Desember 1981 perikanan
jaring trawl sudah tidak ada lagi di Indonesia.
Hal ini penting dilakukan karena cantrang bukan saja tentang teknis pengelolaan
perikanan, tapi menyangkut kewenangan pemerintah daerah, perdagangan hasil
laut, industri perikanan, tenaga kerja, pemberdayaan nelayan, permodalan usaha
perikanan, dan penegakan hukum di laut.
Dengan komando Presiden, maka kebijakan pemerintah akan lebih terintegrasi dan
Menteri Susi mendapat dukungan penuh dari kementerian lain dalam pengelolaan
perikanan secara berkelanjutan