Você está na página 1de 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP KLIEN CHRONIC KIDNEY DEASES (CKD)


DI RUANG ICU RS ROEMANI SEMARANG

Persiapan Praktek Ruang : ICU


Tanggal Praktek : 17-22 April 2017
Nama Mahasiswa : Agung Bakti Mahardika
NIM : G2A013042
Nama Pembimbing :
Saran Pembimbing :
Tanda Tangan Pembimbing :

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
A. Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. ( Smeltzer, Suzanne C,
2002).
Menurut Doenges, 1999, Chronic Kidney Disease biasanya berakibat akhir dari
kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk glomerulonefritis,
infeksi kronis, penyakit vascular (nefrosklerosis), proses obstruktif (kalkuli), penyakit
kolagen (lupus sistemik), agen nefrotik (aminoglikosida), penyakit endokrin
(diabetes). Bertahapnya sindrom ini melalui tahap dan menghasilkan perubahan
utama pada semua sistem tubuh.

B. Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
2. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif: Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra)
C. Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab pada akhirnya
akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan terjadi penurunan laju
filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit gagal ginjal kronik yang mana ginjal
mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Gangguan
fungsi non-eksresi diantaranya adalah gangguan metabolism vitamin D yaitu tubuh
mengalami defisiensi vitamin D yang mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi
usus dalam mengabsorpsi kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang
akibatnya terjadi hipokalsemia dan menimbulkan demineralisasi ulang yang akhirnya
tulang menjadi rusak. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai factor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk
hemoglobin berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan oksigen oleh
hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas
dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang
berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence
kretinin urine tamping 24 jam yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan
edema, CHF dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin
angiostenin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan
garam mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare
menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk. Asidosis
metabolic akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia
(NH3-) dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi fosfat dan
asam organic yang terjadi.
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari saluran pencernaan.
Eritropoietin yang dipreduksi oleh ginjal menstimulasi sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah dan produksi eritropoitein menurun sehingga
mengakibatkan anemia berat yang disertai dengan keletihan, angina dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolism. Kadar
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya
meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui
glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar
serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang
menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. (Nurlasam,
2007).

D. Menifestasi klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan Bare (2001),
Lemine dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi system tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade
pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental dan
liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis
4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus,
rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare,
perdarahan darisaluran gastrointestinal.
5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,
kulai kaki (foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki,
perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi,
perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler, impotensi,
penurunan libido, kemandulan.
8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas trombosit,
masa pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan.
9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan
resiko infeksi.
10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih,
hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran
glukosa.
12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum
kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.
13. Fungsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan
proses kognitif.

E. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer
dan Bare (2001) yaitu :
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi
a) Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet),
Propanolol (Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta
Blocker, Prazonin (Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
b) Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid
(Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon),
Chlorothiazide (Diuril).
c) Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.
d) Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.
e) Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.
f) Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium
hidroksida.
g) Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium
asetat, alumunium hidroksida.
h) Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen
i) Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
2. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan C,
diet tinggi lemak dan karbohirat
3. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
4. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium), fenitonin
(dilantin).
5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau SC
3x seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan dekarnoat/deca
durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron) untuk pria, transfuse
Packet Red Cell/PRC.
6. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.
7. Transplantasi ginjal.

F. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001)
yaitu :
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan
darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.

G. Konsep Mobilisasi
1. Pengertian
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk
menggerakkan kaki tungkai bawah sesegera mungkin biasanya dalam waktu 6
jam (Gallagher, 2004).
2. Jenis Mobilisasi
a) Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari – hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
b) Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
denganpemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomilitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensorik.
3. Faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a) Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilisasi
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari – hari .
b) Proses penyakit / cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilisasi karena
dapat memopengaruhi fungsi sistem tubuh, sebagai contoh orang yang
menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam
ekstremitas bagian bawah.
c) Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi
kebudayaan. Sebagai contoh orang yang memiliki budaya sering berjalan
jauh jauh memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat, sebaliknya ada
orang yang mengalami gangguan mobilisasi ( sakit ) karena adat dan
budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
d) Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar seseorang
dapat melakukan mobilisasi dengan baik ,dibutuhkan energi yang cukup
e) Usia dan status perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan usia.

G. Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal
ginjal kronik menurut Doeges (1999), Le Mone & Burke (2000) dan Smeltzer dan
Bare (2001) ada berbagai macam, meliputi :
1. Demografi
Tingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri, kromium dan
sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik, kebanyakan
menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan,
kebanyakan ras kulit hitam.
2. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler
hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan
herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat
menderita penyakit gagal ginjal kronik.
4. Pola kesehatan fungsional
a) Aktifitas atau istirahat
1) Gejala : Kelelahan ektremitas,kelemahan, malaise gangguan tidur
(insomnia/ gelisah atau somnolen).
2) Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
c) Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri
kaki (memburuk pada malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi,
gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas
pada telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer), gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.
5. Pengkajian fisik
a) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
b) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
c) Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas
(LILA) menurun.
d) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
e) Kepala
f) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema
periorbital.
g) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
h) Hidung : pernapasan cuping hidung
i) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah
serta cegukan, peradangan gusi.
j) Leher : pembesaran vena leher.
k) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal
dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner,
friction rub pericardial.
l) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
m) Genital : atropi testikuler, amenore.
n) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta
tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,
kekuatan otot.
o) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat
atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar
(purpura), edema.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges
(1999) adalah :
a) Urine
1) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada.
2) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
3) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
4) Klirens kreatinin, mungkin menurun
5) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
6) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
b) Darah
1) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr
2) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia.
3) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen
dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun,
PaCO2 menurun.
4) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
5) Magnesium fosfat meningkat
6) Kalsium menurun
7) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
8) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin.
c) Pemeriksaan radiologik
1) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih,
dan adanya obstruksi (batu).
2) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
3) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
4) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
5) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.
6) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis
ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
7) Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
8) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat
menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.
9) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi
ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.
10) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti
penyebararn tumor).
11) Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal,
luasnya lesi invasif ginjal.
H. Pathways

Infeksi Peubahan Vaskuler Zat toksik

reaksi antigen Arteriosklerosis Tertimbun di ginjal


antibody
Supali darah ke
Ginjal turun

GFR menurun sekresi eritropoetin

Sekresi eritropoitin turun CKD Produksi HB

Produksi Hb Turun Retensi Na&H2O Oksihemoglobin

Oksihemoglobin turun CES meningkat Suplai O2 ke jaringan

Gangguan perfusi jaringan Tekanan kapiler Metab. anaerob

Gangguan perfusi jaringan Edema Timb. Asam laktat

Kelebihan volume cairan Fatigue, nyeri sendi

Intoleransi Aktivitas

Edema paru

Gangguan pertukaran gas


I. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan
menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan.

J. Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi
jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian kapiler

Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-
renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala
0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema


sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
9) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
10) Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
11) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
12) Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria
hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai
dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:


kompensasi melalui alkalosis respiratorik

Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil


Intervensi:
6. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
7. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
8. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
9. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis


Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
b) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
c) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
d) Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
e) Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk
untuk menurunkan iskemia
f) Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
g) Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
h) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
i) Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak


adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
2. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
3. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
4. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
5. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sibuea, Dr.W.Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Yusuf, David. 2011. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (CKD).

Você também pode gostar