Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DI SUSUN OLEH :
TEDY ISFRIANTO
AINI
YENI AGUSTIN
ROSDIANA
MINIDARA
JURUSAN KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan yang pesat dalam penemuan, penelitian dan produksi obat
untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan telah pula menimbulkan
berbagai reaksi obat yang tidak di inginkan yang di sebut reaksi Adversi.
Reaksi tersebut tidak saja menimbulkan persoalan baru disamping penyakit
dasarnya, tetapi kadang membawa maut juga. Hiperkalemia, Intoksikasi digitalis,
keracunan aminofilin, dan reaksi anafilaktik merupanan contoh-contoh reaksi
adversi yang potensial sangat berbahaya. Gatal-gatal karena alergi obat, dan efek
mengantuk antihistamin merupakan contoh lain reaksi adversi obat yang ringan
karena pada umumnya reaksi obat dan pada khususnya alergi obat sering terjadi
pada klinik, pengetahuan tentang diaonosis, penatalaksanaan dan pencegahan
masalah tersebut amat penting untuk di ketahui.
Pengetahuan kita tentang metabolisme obat serta metabolitnya masih
terbatas dan banyak yang belum jelas, demikian pula tentang mekanisme imun
terhadap obat. Alergi obat biasanya tidak di hubungkan dengan efek
farmakologik, tidak tergantung dari dosis yang di berikan, dan tidak terjadi pada
pajanan awal. Sensitisasi imunologik memerlukan pajanan awal dan tenggang
waktu beberapa lama ( masa laten ) sebelum timbul reaksi hipersensitifitas.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di ketahui faktor faktor penyebab
terjadinya alergi obat.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara alergi obat dengan system imun tubuh..
2. Tujuan Khusus.
Untuk bahan ajar dan bahan pengetahuan guna penerapan di lapangan tentang
alergi obat dan hipersensitifitas obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian.
Alergi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan obat atau
metabolitnya melalui reaksi imunologi yang di kenal sebagai reaksi
Hipersensitifitas yang terjadi selama atau setalah pemakaian obat. Akergi obat
masuk kedalam penggolongan reaksi simpang obat ( Adverse Drug Reakction ).
Yang meliputi toksisitas, efeksamping, idiosingkrasi intoleransi dan alergi obat.
Toksisitas adalah : Efek obat berhubungan dengan kelebihan dosis obat .
Efeksamping obat adalah efek obat selain khasiat utama yang timbul karena sifat
farmakologi obat atau interaksi dengan obat lain.. Idiosinkrasi adalah : Reakasi
obat yang timbul tidak berhubungan dengan sifat farmakologi obat, terda[at
dengan proporsi bervariasi pada populasi dengan penyebab yang tidak di ketahui.
Intoleransi adalah reaksi terhadap obat bukan karena sifat farmakologi, timbul
karena proses imunologi. Sedangkan alergi obat adalah respon abnormal terhadap
obat atau metabolitnya melalui reaksi imun.
B. Patogenesis
Pengetahuan kita tentang metabolisme obat serta metabolitnya masih
terbatas dan banyak yang belum jelas, demikian pula tentang mekanisme imun
terhadap obat. Alergi obat biasanya tidak di hubungkan dengan efek
farmakologik, tidak tergantung dari dosis yang di berikan, dan tidak terjadi pada
pajanan awal. Sensitisasi imunologik memerlukan pajanan awal dan tenggang
waktu beberapa lama ( masa laten ) sebelum timbul reaksi hipersensitifitas.
Substansi obat biasanya memiliki berat molekul rendah sehingga tidak dapat
langsung merangsang system imun bila tidak bergabung dengan karier yang
mempunyai berat molekul besar. Antigen yang bersifat tidak lengkap seperti ini
merupakan komplek obat dan protein yang disebut dengan Hapter. Hapter dapat
membentuk ikatan kofalen dengan protein jaringan yang bersifat stabil, dan ikatan
ini akan tetap utuh selama diproses di makrofak dan di presentasikan kepada sel
limfosit hingga sifat imunologiknya stabil.
Alergi obat merupakan reaksi hipersensitifitas yang di golongkan menjadi 4
tipe. Menurut Gell dan Coombs. Alergi obat dapat terjadi melalui mekanisme ke-4
mekanisme tersebut. Bila antibody spesifik yang yang terbentuk adalah IgE.pada
penderita atopi (IgE-mediated) maka yang terjadi adalahreaksi tipe I.
(anafilaksis). Bila yang terbentuk adalah IgG dan IgM, kemudidn di ikuti oleh
aktifasi komplemen maka yang terjadi adalah reaksi hipersensitifitas tipe II atau
tipe III. Bila yang tersensitisasi adalah respon imun seluler maka yang terjadi
adalah reaksi tipe IV.Reaksi tipe II sampai IV merupakan reaksi system imun
yang tidak dapat di prediksi dan tidak melalui pembentukan IgE (non IgE-
mediated). Perlu di ingat dapat saja terjadi alergi obat melalui ke empat
mekanisme tersebut. Terhadap satu macam obat tesebut secara bersamaan. Alergi
obat tersering biasanya melalui mekanisme tipe I sampai IV. Sedangkan alergi
obat melalui mekanisme tipe II dan tipe III umumnya merupakan bagian
darimkelainanhematologik atau penyakit autoimun.
Mekanisme reaksi hipersensitifitas menurut Gell dan Coombs.
Reaksi imun Mekanisme Klinis Waktu reaksi
Tipe I (diperantarai Kompleks IgE obat di Ultikaria, Menit sampai
IgE) berikan dengan sel angioderma, jamsetelah
Mast melepaskan bronkhospasme, paparan
histamine dan muntah,diare,
mediataor lain anafilaksis.
Tipe II (sitotoksik) Antibodi IgM atau IgG Anemia hemolitik, Variasi
spesifik terhadap sel neutropenia,
hapten-obat trombositopenia.
Tipe III (komplek Deposit jaringan dari Serum sickness, 1-3 minggu
imun) kompleks anti bodi- demam, ruam, setelah paparan
obat dengan aktifasi atralgia,
komplemen limfedenopati,
vaskulitis, urtikaria.
Tipe IV (lambat , Persentasi molekul Dermatitis kontak 2-7 hari setelah
diperantarai oleh obat oleh MHC kepada alergi. paparan
seluler) sel T dengan
melepaskan sitotokin
C. Manifestasi klinis
Gejala klinis alergi obat sangat berfariasi dan tidak sepesifik untuk obat
tertentu. Satu macam obat dapat menimbulkan berbagai macam gejala, dan pada
seseorang dapat berbeda dengan orang lain. Gejala klinis tersebut kita sebut
sebagai alergi obat bila terdapat antibody atau sel limfosit T tersensitisasi yang
spesifik terhadap obat atau metabolitnya serta konsisten dengan gambaran reaksi
inflamasi imunologik yang sudah di kenal.
Klasifikasi alergi obat menurut gejala klinis.
Anafilaksis Edema Laring
Erupsi kulit Urtikaria/angioderma, pruritus, ruam
makulopapulermorbiriforem, erupsi obat fikstum, dermatitis
kontak, vaskulitis, eritema nodusum, eritema multiforem,
sindrom steven-johnson,nekrolisis epidermal
toksik,dermatitis eksfoliatif, reaksifotosensitivitas
Kelainan hematologik Anemia hemolitik, neutropenia, trombositopenia
Kelainan pulmonal Pneumonitis interstisialis/alveolar, edema paru, fibrosis paru
Kelainan hepatik Reaksi kolestasis, destruksi hepatoseluler
Kelainan renal Nefritis intertisialis, glumerulo nefritis, sindrom nefrotik
Penyakit serum
Demam obat
Vaskulitis sistemik
Limvedenopati
WOC
Faktor resiko
Imun tubuh
Imunoglobulin Ig
Alergi obat
Mk: Erupsi kulit Mk: cemas b/d ketidaktahuan Mk: Syok anafi-
b/d alergi obat Akan penyakit yang diderita laksis
BAB IV
KESIMPULAN
Alergi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan obat atau
metabolitnya melalui reaksi imunologi yang di kenal sebagai reaksi
Hipersensitifitas yang terjadi selama atau setalah pemakaian obat. Akergi obat
masuk kedalam penggolongan reaksi simpang obat ( Adverse Drug Reakction ).
Yang meliputi toksisitas, efeksamping, idiosingkrasi intoleransi dan alergi obat.
Pengetahuan kita tentang metabolisme obat serta metabolitnya masih
terbatas dan banyak yang belum jelas, demikian pula tentang mekanisme imun
terhadap obat. Alergi obat biasanya tidak di hubungkan dengan efek
farmakologik, tidak tergantung dari dosis yang di berikan, dan tidak terjadi pada
pajanan awal. Sensitisasi imunologik memerlukan pajanan awal dan tenggang
waktu beberapa lama ( masa laten ) sebelum timbul reaksi hipersensitifitas.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Soeparman dan Sarwono Waspaji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, hal 40-45. FKUI
Jakarta 1990
File : /// c: Dokumen %20and%20 settings/LIA/My%20Docu…
Faktor pencetus
b. Analisa data.
Reaksi imflamasi
c. Pioritas masalah.
1. Shock anafilaksis
2. Gangguan rasanyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
3. Erupsikulit berhubungan dengan kerusakan dinding pembuluh darah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan anemi hemolitik.
d. Asuhan keperawatan.