Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan penyakit dengan tingkat kejadian yang masih tinggi di seluruh
dunia. Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah pada hampir semua golongan
masyarakat baik di Indonesia maupun diseluruh dunia. Di seluruh dunia, peningkatan tekanan
darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar 12,8% dari total kematian di
seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi masyarakat yang terkena hipertensi berkisar antara
6-5% dari total penduduk, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat
umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan. Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal
(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai.
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh kedalam keadaan
gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi “krisis
hipertensi” dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Namun, krisis hipertensi jarang
ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.
Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi maupun komplikasi
lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI
DEFINISI
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang.
Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu curah jantung (Cardiac output)
dan resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung merupakan hasil
kali antara frekuensi denyut jantung denga nisi sekuncup (Stroke Volume), sedangkan isi
sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (Venous Return) dan kekuatan kontraksi miokard.
Bresistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas pembuluh darah
dan viskositas darah. Semua parameter tersebut dapat dipengaruhi oleh bebrapa factor, yaitu
saraf simpatis dan parasimpatis, system renin angiotensin aldosterone (SRAA) dan factor local
berupa bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.
Sistem saraf simpatis bersifat presesif yaitu meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard dan meningkatkan
resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis kebalikannya yaitu bersifat defresif. Apabila
terangsang, maka akan menurunkan tekanan darah karena menurunkan frekuensi denyut
jantung. SRAA juga bersifat presef karena dapat memicu pengeluaran angiotensin II yang
memiliki efek vasokonstriksi pembuluh darah dan pengeluaran angiotensin II yang memiliki
efek vasokonstriksi pembuluh darah dan aldosterone yang menyebabkan retesi air dan natrium
di ginjal sehingga meningkatkan volume darah.
Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam terjadinya
hipertensi. Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai vasoaktif yang sebagiannya
bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II local. Sebagian
lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-drived relaxing factor (EDRF), yang dikenal
sebagai nitrit oxide (NO) dan prostasiklin (PG12). Selain itu jantung terutama atrium kanan
memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial natriuretic peptide, ANP) yang
cenderung bersifa diuretic, natriuretic dan vasodilator yang cenderung menurunkan tekanan
darah.
KLASIFIKASI
ETIOLOGI
Hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan serta
faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala. Gejala yang dimaksud
adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa
saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
Sakit kepala
Kelelahan
Mual
Muntah
Sesak nafas
Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena
terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif yang memerlukan
penanganan segera
PATOFISIOLOGI
Iskemik Ginjal
Renin
Angiotensinogen Angiotensin I
Angiotensin
Converting enzym
Angiotensin II
Retensi Natrium
Tekanan Darah
meningkat
Hipertensi
Anamnesis :
Pemeriksaan Fisik :
Nilai tekanan darah diambil dari rerata dua kali pengukuran pada setiap kali kunjungan
ke dokter. Apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada dua atau lebih kunjungan, hipertensi
dapat ditegakkan. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran
dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung), serta teknik yang benar.
Pemeriksaan Penunjang :
TATALAKSANA
A. Nonfarmakologi :
Menghentikan merokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
Latihan fisik
Menurunkan asupan garam
B. Farmakologi :
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC
7 adalah:
1. Diuretika
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan
tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat
penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah
yang selanjutnya menghambat influks kalsium.
a. Golongan Tiazid
Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan
cara menghambat kotransport Na+, K+, Cl-, menghambat resorpsi air
dan elektrolit.
2. Penghambat Adrenergik
3. Vasodilator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh
darah) yang menurunkan resistensi dan karena itu mengurangi tekanan darah. Terdapat
beberapa obat yang termasuk golongan vasodilator antara lain hidralazin, minoksidil,
diakzoksid dan natrium nitroprusid.
Reseptor Angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu AT1 (Angiotensin I) dan AT2
(Angiotensin II). Reseptor AT1 terdapat terutama di otot polos pembuluh darah dan otot
jantung. Selain itu terdapat juga di ginjal, otak dan kelenjar adrenal
Antagonis kalsium bekerja dengan menghambat influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel-
sel dalam sistem konduksi jantung dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan
menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik
dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan kontriksi otot polos
pembuluh darah. Terdapat tiga kelas CCB : dihdropiridin (nifedipin, amlodipin, veramil dan
benzotiazipin (diltiazem)).
7. Penghambat Simpatis
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas saraf simpatis (saraf yang bekerja
saat kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik
adalah metildopa, klonidin dan reserpin.
KOMPLIKASI
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ
target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg. Terdiri dari :
Kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg)
disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah
harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan organ lebih
lanjut. Contoh gangguan organ target akut antara lain, encephalopathy, pendarahan
intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina
pectoris tidak stabil dan eklampsia
Kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg)
tanpa kerusakan organ target yang progresif atau minimal. Sehingga penurunan tekanan darah
bisa dilaksanakan lebih lambat, dalam hitung jam sampai hari
B. Kronik
Otak (Stroke)
Mata (Retinopati Hipertensi)
Jantung (Angina Pektoris, infark miokard)
Ginjal (Gagal ginjal akut ataupun gagal ginjal kronik)
PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi dengan
kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat menjaga
tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ
lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA