Você está na página 1de 5

Komplikasi Parkinson:

Komplikasi dari penyakit Parkinson ini dapat di sebabkan karena imobilisasi seperti
peneumonia, infeksi saluran perkemihan. Karena pasien parkinson mengalami ganguan dalam
keseimbangan maka akan meningkatkan resiko terjatuh dan menimbulkan trauma. Selain itu
Parkinson dapat menyebabkan komplikasi gangguan fungsi pernafasan, dan gangguan
okulomotorius.

Gangguan fungsi pernafasan pada pasien-pasien penyakit Parkinson dapat berupa


pernapasan disritmik, central apnea, pernapasan Cheyne-Stokes, pernapasan klaster, pernapasan
apneustik, dan hipoventilasi sentral. Gangguan pernapasan lebih sering dijumpai pada penyakit
Parkinson yang disertai dengan gangguan autonom.

Kelemahan Otot Ekspirasi dan Otot Bulbar Walaupun ekspirasi kebanyakan merupakan
proses pasif, otot-otot ekspirasi diperlukan untuk membersihkan jalan napas dari sekret, misalnya
dengan cara batuk. Pada beberapa penyakit saraf, terjadi kelemahan otot bulbar (dipersarafi oleh
saraf kranial IX,X,XII), otot pengunyah (N. V) dan otot laring (dipersarafi radiks C1). Walaupun
tidak berperan langsung dalam respirasi, otot-otot ini berfungsi untuk bicara, menelan dan
proteksi saluran napas. Gangguan otot-otot ini dapat menyebabkan disartria, disfonia, disfagia,
tersedak, batuk yang lemah, dan kerentanan terjadinya atelektasis dan pneumonia aspirasi.1 Otot-
otot bulbar dan otot-otot ekspirasi dapat terganggu pada kelainan saraf pusat ataupun kelainan
saraf perifer, misalnya penyakit Parkinson. Pada penyakit Parkinson, terjadi gangguan otot jalan
napas atas serta gangguan batuk sehingga berisiko tinggi aspirasi dan berhubungan dengan
mortalitas akibat penyakit ini.

Gangguan Tidur Pasien penyakit saraf disertai keterlibatan awal bulbar atau diafragma
sangat rentan untuk mendapat gangguan pernapasan saat tidur, terutama pada fase tidur Rapid
Eye Movement (REM). Pemeriksaan di klinik tidur dapat mendeteksi gangguan otot respirasi dini
dan kebutuhan bantuan ventilasi. Beberapa mekanisme dapat menjelaskan fenomena ini. Pada
pasien dengan gangguan diafragma dapat terjadi desaturasi saat tidur akibat perubahan normal
beban otot diafragma selama tidur fase REM. Pada pasien dengan gangguan bulbar dapat timbul
hipopnea (pernapasan lambat dan dangkal) selama fase REM sleep. Selain itu, efek withdrawal
dari kerja pusat napas di siang hari dapat menyebabkan hypercapnic central apnea saat tidur.
Gangguan mekanisme respirasi sentral saat tidur dapat dijumpai pada pasien gangguan susunan
saraf pusat, misalnya pada penyakit Parkinson.
Terapi Parkinson

Terapi Non medikamentosa :


1. Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik. Pasien akan
termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan petunjuk atau
latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan
program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan
penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya.
2. Terapi Suara
Perawatan yan paling besar untuk “kekacauan suara” yang diakibatkan oleh penyakit
Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ). LSVT focus untuk
meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat elektronik yang
menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk
meningkatkan kejernihan suara. Metoda yang mengalami evaluasi
3. Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang melibatkan
penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang disebut subthalamic
nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang
disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi neurotransmitter (
GABA ). GABA bertinadak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN
4. Pencangkokan syaraf
Percobaan pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo dengan
pencangkokan dopaminergic yang gagal menunukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien
di bawah umur.

Terapi Medikamentosa
1. Levodopa ( L-dopa )
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang
dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan
levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan
lama waktu pemakaiannya.Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf
pusat. Disini ia mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamine. Dopamin menghambat
aktifitas neuron di ganglia basal. Efek sampingnya dapat berupa:
a. Neusea, muntah, distress abdominal
b. Hipotensi postural
c. Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut.
Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system konduksi jantung. Ini
bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
d. Diskinesia. Diskinesia yang paling serin ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena
penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi
gerakannya terinterupsi sejenak.
e. Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang
meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
2. Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa
dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat
digunakan karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan karbidopa tidak dapat
menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus
sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya
umunya hamper sama dengan efek samping yang ditimbulkan oleh levodopa.
3. Bromokriptin
Bromokriptin adalah agonis dopamine, obat yang langsung menstimulasi reseptor dopamine,
diciptakan untuk mengatasi beberapa kekurangan levodopa. Efek samping dari bromokriptin
sama dengan efek samping levodopa. Obat ini diindikasikan jika terapi dengan levodopa atau
karbidopa tidak atau kurang berhasil, atau bila terjadi diskinesia atau on-off. Penelitian jangka
panjang menunjukkan bahwa efek baik dari bromokroptin akan menurun. Masih belum jelas
apakah penurunan ini disebabkan karena usia lanjut atau karena adanya toleransi terhadap
obat.
4. Obat antikolinergik
Obat ini akan menghambat sistem kolinergik di ganglia basal. Berkurangnya input inhibisi
mengakibatkan aktifitas yang berlebihan pada system kolinergik. Pada penderita Parkinson
yang ringan dengan gangguan ringan antikolinergik paling efektif. Obat antikolinergik
mempunyai efek samping bila dimakan bersama dengan levodopa. Mulut kering, konstipasi
dan retensio urin merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada penggunaan obat
antikolinergik. Gangguan memori, ganggua pertimbangan dapat terjadi, demikian juga
halusinasi pada penggunaan obat ini.
5. Antihistamin
Cara kerja obat antihistamin pada penyakit Parkinson belum terungkap. Sebagian besar dari
obat ini mempunyai sifat antikolinergik ringan yang mungkin mendasari kasiatnya pada
Parkinson. Antihistamin berguna untuk mengontrol tremor. Pada stadium dini, obat ini
digunakan tunggal, bila penyakit Parkinson sudah lanjut obat ini digunakan sebagai tambahan
pada levodopa atau bromokriptin.
6. Amantadin
Amantadin barangkali membebaskan sisa dopamine dari simpanan presinaptik di jalur
nigrostriatal. Obat ini dapat memberikan perbaikan lebih lanjut pada penderita yang tidak
dapat mentolerasi dosis levodopa atau bromokriptin yang tinggi. Efek samping Edeme di
ekstremitas bawah, insomnia, mimpi buruk,. Jarang dijumpai hipotensi postural, retensio urin,
gagal jantung.
7. Selegiline ( suatu inhibitor MAO jenis B )
Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine
dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat
memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan
selama beberapa waktu.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.neurologychannel.com/parkinsonsdisease

2. Mansjoer. A dkk. 2000. Kapita selekta Kedokteran jilid 2.Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia.

3. Michael. S. 2013. Gangguan Respirasi pada Penyakit Saraf. Jurnal. www. kalbemed.com

Você também pode gostar