Você está na página 1de 11

ANALISIS DESKRIPTIF EFIKASI DIRI AKADEMIK SISWA

DALAM PROSES PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING

Husna Noor Mufida, Suharto Linuwih, Sugianto


Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan efikasi diri akademik siswa
saat diterapkannya model pembelajaran discovery learning pada materi getaran harmonis.
Selain itu untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan dan atau
penurunan efikasi diri akademik siswa dengan penerapan model pembelajaran discovery
learning. Penelitian ini merupakan penelitian analisis deskriptif kualitatif. Model
pembelajaran discovery learning diimplemstasikan pada 32 peserta didik kelas X SMA Negeri
1 Bae Kudus. Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian angket kepada siswa, observasi
pada saat praktikum, dan wawancara kepada siswa. Angket efikasi peserta didik juga telah
diberikan untuk mengetahui kondisi efikasi diri siswa sebelum dan sesudah proses
pembelajaran dilaksanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi efikasi diri siswa
yang awalnya rendah mengalami peningkatan meskipun belum signifikan. Kondisi efikasi
awal siswa sebelum proses pembelajaran menetukan tingkat keberhasilan siswa dalam proses
pembelajaran. Analisis efikasi awal siswa yang rendah ini dapat digunakan sebagai antisipasi
atau mencegah agar hasil pembelajaran siswa di akhir nanti tidak menjadi rendah.

Pendahuluan

Globalisasi menuntut perkembangan pengetahuan dan teknologi, sehingga tak hanya


intelegensi yang diperlukan tetapi harus diimbangi dengan motivasi. Motivasi tak hanya
timbul ketika intelegensi seseorang tinggi, tetapi juga ketika seseorang tersebut yakin pada
kemampuannya dalam melaksanakan sesuatu. Keyakinan bahwa seseorang mampu
melaksanakan sesuatu untuk mendapatkan tujuan tertentu sering disebut dengan efikasi diri.
Dalam dunia pendidikan, keberadaan efikasi diri sangat penting. Efikasi diri yang kuat
akan mendorong siswa untuk tetap maju dalam mencapai tujuannya. Efikasi diri bukanlah
sesuatu yang ada dengan sendirinya, tetapi dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan, melalui
beberapa faktor. Bandura secara umum menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi
efikasi diri sebagai berikut: a)Pengalaman Keberhasilan (Mastery Experiences),
b)Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experiences), c) Persuasi Sosial (Social Persuation),
dan d)Keadaan fisiologis dan emosional (Physiological And Emotional States)(Wulandari,
2001).
Siswa yang memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu untuk mencapai keberhasilan
yang lebih daripada kemampuan yang dimilikinya, maka siswa akan mencapai hasil yang
lebih tinggi. Sebaliknya, terdapat siswa yang memiliki kemampuan tinggi namun karena
mereka tidak memiliki keinginan dan cenderung malas dan menyepelekan tugas-tugas dari
guru sehingga prestasi belajarnya berada di bawah rata-rata kelompoknya atau biasa disebut
underachiever (Sulthon, 2014). Selain itu, meski mengalami kegagalan, dengan efikasi diri
yang tinggi akan dapat mendorong siswa untuk tidak mudah menyerah. Daniel Cervone dan
Lawrence A. Pervin (2012) berpendapat bahwa efikasi diri mempengaruhi bagaimana orang
mengatasi kekecewaan dan tekanan dalam mencapai tujuan hidupnya. Siswa dengan efikasi
diri yang tinggi tentu lebih mampu menerima kekecewaan akan kegagalannya dan berusaha
bangkit untuk meraihnya kembali. Bandura mempercayai bahwa efikasi diri merupakan faktor
penting bagi seorang siswa berprestasi atau tidak (Santrock, 2007).
Terdapat beberapa penelitian yang telah berupaya untuk meningkatkan efikasi diri
siswa di sekolah. Salah satu upayanya adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang
efektif, inovatif dan menyenangkan. Wibowo (2016) menerapkan model pembelajaran inkuiri
terbimbing untuk meningkatkan efikasi diri siswa. Penelitian ini berhasil meningkatkan
efikasi diri siswa yang semula dalam kategori “tinggi” menjadi kategori “sangat tinggi”.
Liufeto (2012) juga telah menerapkan model pembelajaran tutor sebaya atau peer guidance
untuk meningkatkan efikasi diri siswa, model ini terbukti dapat meningkatkan efikasi diri
lebih dari 60% siswa dalam sampel. Model pembelajaran Jigsaw II juga telah berhasil
dilakukan untuk meningkatkan efikasi diri siswa dibandingkan dengan model pembelajaran
ceramah (Wahyu, 2015). Model pembelajaran lain yang berpengaruh dan dapat meningkatkan
efikasi diri siswa adalah Problem Based Instruction (Huda dkk, 2015).

Model Pembelajaran Discovery Learning

Discovery learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan


berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman
struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran. Bruner mengemukakan bahwa belajar
menemukan/discovery mengacu pada penguasaan pengetahuan untuk diri sendiri (Schunk,
2012). Model discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila siswa tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya,
tetapi diharap-kan siswa mengorganisasi sendiri (Kemendikbud, 2013).
Bruner memakai model yang disebutnya discovery learning, dimana siswa
mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996). Model
discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005). Discovery terjadi bila
individu terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery disebut sebagai proses kogniitif karena dilakukan melalui
observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferi (Malik, 2001).
Tiga ciri utama discovery learning yaitu: (1)mengeksplorasi dan memecahkan masalah
untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2)berpusat pada
siswa; (3)kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Pengaplikasian metode discovery learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan
kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan model discovery
learning ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif, mengubah
pembelajaran dari teacher oriented ke student oriented, mengubah modus siswa yang hanya
menerima informasi secara keseluruhan dari guru (ekspositori) ke modus siswa menemukan
informasi sendiri (discovery) (Nurhayati dkk, 2015).

Efikasi Diri

Teori efikasi diri berasal dari Teori Belajar Sosial dari seorang peneliti bernama
Bandura. Bandura menyatakan bahwa self efficacy atau efikasi diri merupakan persepsi
individu akan keyakinan kemampuannya melakukan tindakan yang diharapkan. Keyakinan
efikasi diri mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan, besarnya usaha dan
ketahanan ketika berhadapan dengan hambatan atau kesulitan. Individu dengan efikasi diri
tinggi memilih melakukan usaha lebih besar dan pantang menyerah (Bednall dkk, 2011 &
Hacney dkk, 2009).

Efikasi diri akademik adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam


mengorganisasi dan melaksanakan kegiatan belajar untuk mencapai hasil belajar yang
dirancang (Zimmerman, 2009). Efikasi diri dalam belajar berarti keyakinan seorang pelajar
akan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas belajar dan keyakinan untuk mencapai
tujuan belajar atau keberhasilan belajar. Efikasi diri akan menentukan tujuan dan hasil, dan
akan menentukan bagaimana fasilitator dan penghalang di lingkungan itu dilihat (Bandura,
2004). Orang dengan efikasi diri tinggi melihat bahwa penghalang dapat diatasi dengan terus
berusaha dan dengan meningkatkan keterampilan manajemen dirinya. Orang dengan efikasi
diri rendah berhenti berusaha saat menghadapi rintangan (Nelson dkk, 2011). Siswa yang
memiliki efikasi diri tinggi dalam belajar berarti memiliki keyakinan diri yang kuat bahwa
dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas belajar yang sulit dan
beragam, dan yakin mampu mencapai hasil yang optimal.

Bandura menyebutkan bahwa ada tiga dimensi efikasi diri (Mustaqim, 2008), yaitu :
(1) Generality; Dimensi generality ini berhubungan dengan keluasan dan beragamnya bidang
tugas. Dimensi ini berkaitan dengan luas dan beragamnya bidang tugas yang dihadapi
individu. (2) Level/Magnitude; Dimensi level ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas
yang dihadapi. Apabila tugas-tugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat
kesulitannya, maka perbedaan efikasi diri secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas
yang sederhana, menengah atau tinggi. Individu akan melakukan tindakan yang dirasakan
mampu untuk dilaksanakannya dan akan tugas-tugas yang diperkirakan di luar batas
kemampuan yang dimilikinya. Aspek level adalah aspek yang memiliki pengaruh terbesar
dalam variabel efikasi diri dibandingkan kedua aspek lainnya, namun aspek strength dan
generality juga mempengaruhi efikasi diri secara keseluruhan walaupun tidak sebesar aspek
magnitude (Pujiati, 2010). (3) Strength ; Dimensi strength ini berkaitan dengan tingkat variasi
kekuatan, yaitu dimensi yang terkait dengan keyakinan diri seseorang akan kemampuan untuk
dapat mencapai kesuksesan atau hasil yang optimal, meskipun tugas belum dihadapkan
padanya. Tingkat efikasi diri yang lebih rendah mudah digoyahkan oleh pengalaman-
pengalaman yang melemahkannya, sedangkan individu yang memiliki efikasi diri kuat akan
tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang melemahkannya.
Pendapat lain tentang efikasi diri yaitu menurut Bosscher & Smit. Efikasi diri adalah
keyakinan seseorang dalam memahami kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan
perilaku tertentu yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian dari tugas yang dimiliki.
Bosscher dan Smit mengungkapkan tiga dimensi dari efikasi diri (Singh dkk, 2009), yaitu: (1)
Initiative berarti kesediaan seseorang untuk berperilaku lebih dulu. (2) Effortt merupakan
kesediaan untuk berusaha dalam menyempurnakan perilaku, ini berkaitan dengan keyakinan
dalam menghadapi tantangan. (3) Persistence merupakan ketekunan dalam menghadapi
kesulitan.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA 1 Bae Kudus tahun pelajaran 2016/2017. SMA 1


Bae Kudus merupakan salah satu sekolah negeri yang ada di Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa
Tengah. Peneliti memilih SMA 1 Bae Kudus sebagai tempat penelitian karena SMA 1 Bae
Kudus merupakan salah satu sekolah menengah atas di kudus yang bagus di bidang akademik
setiap tahunnya. Penelitian ini dilakukan di kelas X IPA 2 pada semester 2 (genap) materi
Getaran Harmonis dengan 4 kali pertemuan alokasi waktu 2x45menit.

Penelitian difokuskan pada analisis tentang efikasi diri siswa didalam proses
pembelajaran fisika materi Getaran Harmonis dengan menggunakan metode pembelajaran
mandiri. Analisis tentang efikasi diri yang dimaksud adalah melihat efikasi diri siswa sebelum
pembelajaran, selama pembelajaran dan sesudah pembelajaran, selanjutnya menganalisis apa
saja yang dapat meningkatkan dan menghambat efikasi diri siswa.

Sumber data penelitian ini ditentukan secara purposive sampling, yaitu dipilih
berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu, dalam rangka memperoleh ketepatan dan
kecukupan informasi yang dibutuhkan (Sugiyono, 2014). Siswa yang dijadikan sebagai
sumber data utama dalam penelitian adalah siswa SMA 2 Kudus kelas X IPA 2 semester
genap Tahun Pelajaran 2016/2017 dan telah dilakukan pengelompokan masing-masing 3
orang, sehingga terbentuk 10 kelompok.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Observasi partisipatif
b) Wawancara semiterstruktur
c) Studi dokumentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan proses pembelajaran discovery learning untuk
mengetahui kondisi efikasi diri siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran.
Pembelajaran discovery learning dalam peneltian efikasi diri menggunakan sampel peserta
didik kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Bae Kudus. Instrumen untuk analisis efikasi ini
dilakukan melalui beberapa tahap yang meliputi analisis awal efikasi siswa, analisis efikasi
siwa dalam proses pembelajaran, analisis efikasi siswa setelah pembelajaran. Deskripsi
kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap analisis efikasi beserta hasil yang diperoleh telah
diuraikan pada bagian metode penelitian yang telah dibahas sebelumnya. Instrumen penelitian
berupa angket telah divalidasi oleh ahli angket, ahli materi, dan kelompok kecil peserta didik.
Rata-rata keseluruhan penilaian terhadap angket yang dikembangkan kategori sangat baik.
Dengan demikian, angket ini layak digunakan untuk proses pengambilan data.

Data penelitian berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh
dari pretest dan posttest materi getaran harmonis. Data kualitatif pada penelitian ini diperoleh
dari hasil angket dan lembar observasi siswa yang telah diamati oleh tiga orang observer.
Hasil tes efikasi, kognitif, dan observasi peserta didik sebelum dan setelah mereka mengalami
proses pembelajaran discovery learning disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Angket Efikasi, Tes Kognitif, dan Observasi

Kode Angket Efikasi Kognitif Observasi


Siswa Awal Akhir Ket. Awal Akhir Ket Awal Akhir Ket
R1 102 102 tetap 38 86 naik 75 78 naik
R2 94 102 naik 56 88 naik 76 79 naik
R3 97 103 naik 40 86 naik 77 79 naik
R4 83 81 turun 10 58 naik 64 78 naik
R5 88 93 naik 46 76 naik 74 79 naik
R6 84 102 naik 16 88 naik 74 79 naik
R7 92 100 naik 16 80 naik 74 81 naik
R8 91 96 naik 30 80 naik 83 81 turun
R9 101 102 naik 48 88 naik 73 80 naik
R10 96 105 naik 54 88 naik 73 80 naik
R11 97 98 naik 66 86 naik 73 77 naik
R12 90 95 naik 24 80 naik 77 79 naik
R13 87 102 naik 30 80 naik 68 82 naik
R14 85 90 naik 16 80 naik 76,5 80 naik
R15 89 96 naik 26 74 naik 69 81 naik
R16 81 95 naik 18 86 naik 73 79 naik
R17 87 99 naik 40 84 naik 74 78 naik
R18 94 97 naik 24 80 naik 77 78 naik
R19 95 99 naik 32 80 naik 66,5 77 naik
R20 92 92 tetap 56 82 naik 81 77 turun
R21 97 94 turun 66 66 tetap 69 77 naik
R22 95 95 tetap 56 76 naik 75 79 naik
R23 89 91 naik 66 88 naik 75 79 naik
R24 98 95 turun 38 88 naik 72 79 naik
R25 93 102 naik 30 88 naik 70 78 naik
R26 81 97 naik 26 82 naik 81 79 turun
R27 89 99 naik 30 82 naik 73 77 naik
R28 87 98 naik 28 64 naik 74 79 naik
R29 97 105 naik 20 80 naik 71 78 naik
R30 98 98 tetap 26 82 naik 71 79 naik
R31 97 99 naik 18 82 naik 72 79 naik
R32 99 101 naik 28 66 naik 71 78 naik
R33 92 96 naik 10 76 naik 70 77 naik
R34 101 103 naik 54 86 naik 72 80 naik
R35 91 98 naik 20 82 naik 82 79 turun
R36 90 100 naik 16 88 naik 72 79 naik
R37 93 103 naik 58 88 naik 83 79 turun
R38 98 100 naik 28 80 naik 71 79 naik
Jumlah 3510 3723 naik 1304 3074 naik 2802 2996 naik

Hasil angket efikasi diri siswa selanjutnya dihubungkan dengan hasil belajar kognitif
siswa. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari waktu ketika pretest pertemuan
pertama hingga posttest pada pertemuan terakhir ketika evaluasi. Peningkatan hasil belajar
siswa diperoleh dari analisis efikasi awal siswa, siswa dengan efikasi rendah di awal
pembelajaran diberikan perhatian dan motivasi khusus untuk meningkatkan efikasi diri yang
bisa berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

Kasus yang tidak normal sesuai hasil generalisasi data yaitu siswa yang memiliki
efikasi rendah namun hasil belajarnya tinggi dilakukan penggalian data lebih dalam dengan
teknik wawancara. Hasil wawancara menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
hal ini bisa terjadi: (1) siswa mengisi angket tidak sungguh-sungguh; (2) siswa beruntung bisa
mengerjakan soal tes kognitif; (3) siswa memiliki kecerdasan logika yang baik namun tidak
berminat pada mata pelajaran fisika.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan bahwa


penelitian ini telah menghasilkan deskripsi efikasi siswa sebelum dan sesudah proses
pembelajaran fisika dilaksanakan. Efikasi diri siswa berpengaruh terhadap hasil belajar siswa,
siswa dengan efikasi tinggi cenderung mendapatkan hasil belajar yang tinggi diakhir proses
pembelajaran, sedangkan siswa dengan efikasi rendah cenderung mendapatkan belajar yang
rendah pula. Dari hasil analisis deskripsi efikasi diri siswa tersebut diharapkan bisa digunakan
sebagai antisipasi siswa yang memiliki efikasi rendah agar hasil belajar tidak ikut rendah.

Ucapan Terimakasih

Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Supriyono, M.Pd selaku kepala sekolah SMAN 1
Bae Kudus yang telah memberikan izin penelitian, dan kepada Bapak Efendi Harsono, M.Pd
selaku guru mata pelajaran fisika kelas XI MIPA 2 yang telah membimbing dan membantu
dalam proses pembelajaran, serta Ibu Pipit Fauzia Rahman S.Pd selaku laboran laboratorium
Fisika SMAN 1 Bae Kudus yang telah membantu proses penelitian.

Daftar Pustaka

Alwisol, 2004, Psikologi Kepribadian, Malang: UM Press.

Anderson, A., Mayes, J. T., Kibby, M. R. 2005. Small Group Collaborative Discovery
Learning from Hypertext. Computer Supported Collaborative Learning, 2(128): 23-38.

Arista, F. S., Nasir, M., & Azhar. 2013. Analisis Kesulitan Belajar Fisika Siswa Sekolah
Menengah Atas Negeri Se-Kota Pekanbaru. Jurnal Analisis Fisika, 1(1): 1-12.

Bednall, T. C., & Kehoe, E. J. 2011. Effects of Self-Regulatory Instructional Aids on Self-
Directed Study, Instrumental Scince, 39(5): 205–226.

Brinda, T. 2006. Discovery Learning of Object-Oriented Modelling With Exploration


Modules in Secondary Informatics Education. Education and Information Technologies,
2(11): 105–119.

Cadorin, L., Cheng, S. F., & Palese, A. 2016. Concurrent Validity of Self-Rating Scale of
Self-Directed Learning And Self-Directed Learning Instrument Among Italian Nursing
Students. BMC Nursing, 15(1): 1-10.

Creswell, J. W. 2014. Reseach Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Darmayanti, T. 2008. Efektivitas Intervensi Keterampilan Self-Regulated Leaning dan


Keteladanan dalam Meningkatkan Kemampuan Belajar Mandiri dan Prestasi Belajar
Siswa Pendidikan Jarak Jauh. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 9(2): 68-82.

David, S. B., & Eiron, N. 1998. Self-Directed Learning and Its Relation to the VC-Dimension
and to Teacher-Directed Learning. Machine Learning, 33(1):87–104.

Desnita, I. 2016. “Perbandingan Pembelajaran Model Simayang Tipe II dengan Discovery


Learning Dalam Meningkatkan Efikasi Diri dan Penguasaan Konsep Materi Larutan
Elektrolit Dan Non Elektrolit”. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Dodi, N. 2016. Pentingnya Guru untuk Mempelajari Psikologi Pendidikan. Jurnal Ilmu
Pengetahuan Sosial, 1(1): 59-63.
Fauzi, A., Wiyono, E., & Budiawanti, S. 2013. Pengembangan Model Praktikum Fisika
Berbasis Analisis Ketidakpastian Pengukuran. Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika
(JMPF), 3(2): 27–32.

Gijbels, D., Raemdonck, I., & Vervecken, D. 2010. Influencing Work-Related Learning: The
Role of Job Characteristics and Self-Directed Learning Orientation in Part-Time
Vocational Education. Vocations and Learning, 3(1): 239–255.

Hendrawan, I. K. B., Suwatra, I. I. W., & Margunayasa, I. G. 2014. Pengaruh Model


Pembelajaran Self-Directed Learning Berbantuan Peta Konsep Terhadap Hasil Belajar
Ipa Siswa Kelas V. e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan
PGSD, 2(1): 1-11.

Hiemstra, R. 1994. Self-directed learning The International Encyclopedia of Education


(second edition). Oxford: Pergamon Press.

Hilali, H. E. 2012. Pentingnya Pengelolaan Kelas dalam Pembelajaran. Bio-Edu Jurnal, 3(1):
129-136.

Hursen, C. 2016. The Impact of Curriculum Developed in Line with Authentic Learning on
The Teacher Candidates’ Success, Attitude and Selfdirected Learning Skills. Asia
Pacific Educational Review, 17(1): 73–86.

Ishtifa, H. 2011. “Pengaruh Self-Efficacy dan Kecemasan Akademik terhadap Self Regulated
Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta”. Skripsi: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Karakas, F., & Manisaligil, A. 2012. Reorienting Self-Directed Learning for The Creative
Digital Era. European Journal of Training and Development, 36(7): 712-731.

Kicken, W., Brand-Gruwel, S., Van Merrienboer, J. J. G., & Slot, W. 2009a. The Effects of
Portfolio-Based Advice on The Development of Self-Directed Learning Skills in
Secondary Vocational Education. Education Technology Research Development, 57(2):
439–460.

Kicken, W., Brand-Gruwel, S., Van Merrienboer, J. J. G., & Slot, W. 2009b. Design and
Evaluation of a Development Portfolio: How to Improve Students’ Self-Directed
Learning Skills. Instrumental Science, 37(1): 453–473.

Kim, S. H., & Kim, S. 2010. The Effects Of Mathematical Modeling on Creative Production
Ability and Self-Directed Learning Attitude. Asia Pacific Educational Review, 11(1):
109–120.
Kurniawati, D. 2016. Hubungan antara Efikasi Diri dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas
V SD Negeri se-Kecamatan Srandakan. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar. 5(23):
2197-2208.

Lee, Y. M., Mann, K. V., & Frank, B. W. 2010. What Drives Students’ Self-Directed
Learning in a Hybrid PBL Curriculum. Health Science Education, 15(1): 425–437.

Li, T., Yuan, L., Wang, Q., & Liao, B. 2014. An Experimental Study on the Integrated Mode
of the Computer Simulation in Scientific Discovery Learning in Middle School Physics
Education. International Conference on Science Education 2012 Proceedings, 3: 93-
104.

Liu, M. 2009. The Design of a Web-Based Course for Self-Directed Learning. Campus-Wide
Information Systems, 26(1): 122-131.

Majumdar, B., Roberts, J., Knechtel, R., Noesgaard, C., Campbell, K., & Tkachuk, S. 1998.
Comparison of Self- and Faculty Directed Learning of Psychomotor Skills. Health
Sciences Education, 3(15): 15–28.

Moleong, L. J. 2007. Metode Penelitian Kualitif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mustaqim. 2008. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pustaka Belajar.

Nash, C. 2014. Founders’ Continuing Roles in Schools Supporting Self-Directed Learning.


Interchange, 45(1): 43–57.

Nasution. 2003. Metode Research. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Oh, J. R., Park, C. H., & Jo, S. J. 2016. Paid Educational Leave And Self-Directed Learning.
European Journal of Training and Development, 40(3): 191-206.

Peine, A., Kabino, K., & Spreckelsen, C. 2016, Self-Directed Learning Can Outperform
Direct Instruction In The Course of a Modern German Medical Curriculum - Results of
a Mixed Methods Trial. BMC Medical Education, 16(1): 1-11.

Permendiknas no 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan


Pendidikan Dasar dan Menengah.

Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.

Raharjo, B. 2012. Modul Pemrograman Web HTML PHP dan MySQL. Bandung: Modula.
Robothan, D. 1995. Self-Directed Learning. Journal of European Industrial Training, 19(1):
3-7.

Saab, N., Van Joolingen, W. R., & Van Hout-Wolters, B. H. A. M. 2007. Supporting
Communication in a Collaborative Discovery Learning Environment: the Effect of
Instruction. Instructional Science, 35 (1):73–98.

Samudra, G. B., Suastra, I. W., & Suma, K. 2014. Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi
Siswa SMA di Kota Singaraja dalam Mempelajari Fisika, e-Journal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 4(1), 1-7.

Santrock, J. W. 2007. Psikologi Pendidikan (edisi kedua) (Penerjemah Tri Wibowo, S. E.),
Jakarta: Kencana.

Shen, W. Q., Chen, H. L., & Hu, Y. 2014. The Validity And Reliability Of The Self-Directed
Learning Instrument (SDLI) in Mainland Chinese Nursing Students. BMC Medical
Education, 14(1): 1-7.

Singh, B., & Udainiya, R. 2009. Self Efficacy and Well-Being of Adolescents. Journal of The
Indian Academy of Applied Psychology, 35(2): 227-232.

Suda, I. K. 2014. Pentingnya Media dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Siswa di


Sekolah Dasar. Prosiding. Universitas Hindu Indonesia

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RND. Bandung: Alfabeta.

Sutopo. 2011. Kontribusi Mata pelajaran Fisika pada Pendidikan Karakter, pp. 1-16.

Van Merrienboer, J. J. G., & Sluijsmans, D. M. A. 2009. Toward a Synthesis of Cognitive


Load Theory Four-Component Instructional Design, and Self-Directed Learning,
Education Psychology Review, 21(1): 55–66.

Widiyanto, A. 2013. “Pengaruh Self-Efficacy dan Motivasi Berprestasi Siswa Terhadap


Kemandirian Belajar Mata Pelajaran K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) di SMKN 2
Depok”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Wulansari, R. 2001. Goal Orientation, Self Efficacy, dan Prestasi pada Siswa Peserta dan
Non-Peserta Pogram Pengayaan Intensif di Sekolah. [Online]. Tersedia:
(http://psychemate.blogspot.com/2007/12/self-efficacy.html).

Yew, E. H. J. Y., & Schmidt, H. G. S. 2009. Evidence For Constructive, Self-Regulatory, and
Collaborative Processes in Problem-Based Learning, Health Science Education, 14(1):
251–273.
Yusuf, M. 2011. Investigating Relationship Between Self Efficacy, Achievement Motivation,
and Self Regulated Learning Strategies of Undergraduate Students: A Study of
Integrated Motivational Models. Social and Behavioral Sciences, 15(32): 2614-2617.

Você também pode gostar