Você está na página 1de 6

PASCA PANEN TEH

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup penting bagi
perekonomian di Indonesia. Komoditas teh banyak dimanfaatkan sebagai minuman
penyegar karena rasa dan aromanya yang khas. Selain itu, teh juga mempunyai
banyak manfaat untuk tubuh manusia karena mengandung berbagai zat penting,
antara lain vitamin (B1, B2, B6, C, K, asam folat dan karoten), mineral (Mn, K, Zn
dan F) serta polifenol (zat antioksidan) yang mampu menangkal radikal bebas dari
paparan polusi udara.
Indonesia merupakan produsen teh yang menempati posisi ke-5 sebagai
negara pengekspor teh dunia, tetapi kini tergeser menjadi posisi ke-7 setelah China,
India, Kenya, Sri Lanka, Turki dan Vietnam (Pusat Data dan Informasi Pertanian,
2007). Meskipun Indonesia kurang mampu bersaing dengan negara-negara tersebut
dalam hal produksi teh, akan tetapi keberadaan perkebunan teh di Indonesia
memberikan banyak manfaat bagi masyarakat yang pendapatannya bersumber dari
komoditas teh. Pengusahaan perkebunan teh menjadi salah satu sumber devisa
negara dan juga penyedia lapangan pekerjaan bagi sejumlah besar tenaga kerja.
Pola hidup masyarakat yang mulai menyadari arti penting teh bagi kesehatan
dan juga adanya berbagai produk olahan teh yang menawarkan cita rasa yang tinggi
menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen. Hal ini kemudian berakibat pada
meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap teh. Akan tetapi peningkatan
konsumsi tersebut tidak diiringi dengan adanya peningkatan produksi karena luas
areal perkebunan teh di Indonesia sejak tahun 2014 sampai 2016 mengalami
penurunan yang berakibat pada penurunan produksi. Pada tahun 2014 luas areal
perkebunan teh di Indonesia 118.889 ha dengan produksi sebesar 154.369 ton,
sedangkan pada tahun 2016 luas areal perkebunan teh menjadi 118.100 ha dengan
produksi 154.668 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan 2015). Penurunan luas areal
perkebunan teh di Indonesia disebabkan oleh terjadinya konversi lahan dari
tanaman teh ke tanaman kelapa sawit dan karet secara besarbesaran serta adanya
pembangunan villa pariwisata (Zuhri 2011).
Peningkatan permintaan masyarakat terhadap teh tidak hanya terbatas pada
kuantitas tetapi juga kualitas. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya yang tidak
hanya meningkatkan produksi, tetapi juga mutu teh dan olahannya sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, ada banyak upaya yang bisa
dilakukan. Mengingat fenomena konversi lahan yang terjadi, salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah meningkatkan produktivitas, baik dalam hal kuantitas
maupun kualitas dengan menerapkan manajemen pemanenan atau pemetikan teh
yang tepat.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui standarisasi pemetikan, analisis
petik, analisis pucuk, rendemen, organoleptik serta cara pengolahan teh hijau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Analisis petik (200 gram pucuk)


Jenis petikan p+1 p+2 p+3 p+4 b+1 b+2 b+3 TMS
Bobot (g) 4 5 22 11 9 47 30 72
Persentase (%) 2 2,5 11 5,5 4,5 23,5 15 36

Tabel 2. Analisis Pucuk (200 gram pucuk)


Jenis daun Bobot (g) Persentase (%)
Daun muda 128 64
Daun tua 72 36

Tabel 3. Analisis kerusakan pucuk (200 gram pucuk)


Pucuk Bobot (g) Persentase (%)
Rusak 169 84,5
Baik 31 15,5

Tabel 4. Rendemen teh (500 gram pucuk)


Bagian pucuk Bobot (g) Persentase (%)
Daun 80 16
Tangkai 32 6,4
Jumlah 112 22,4

Tabel 5. Organoleptik teh (Skala 1-5)


No Rasa Warna Aroma
1 3 3 3
2 3 3 2
3 2 3 3
4 3 3 3
5 4 4 3
6 4 4 2
7 3 4 3
8 3 4 3
9 4 4 3
10 3 4 4
Jumlah 32 36 29
Persentase 64% 72% 58%

Pembahasan

Pemetikan pucuk dalam pengolahan teh terdapat dua jenis, yaitu pucuk peko
dan pucuk burung. Pucuk peko adalah pucuk yang masih kuncup dan masih
tergulung, sedangkan pucuk burung yaitu pucuk yang tidak memiliki kuncup atau
terdapat kuncup namun sudah terbuka. Rumus petikan yang telah ditentukan harus
digunakan dalam melakukan proses pemetikan. Hal ini dilakukan untuk menjaga
agar produksi teh secara kualitas, dan kontinuitas tetap terjaga (Rosida dan Amalia,
2015). Rumus petikan yang digunakan sebagai pedoman dalam pemetikan yaitu:
1. Petikan halus : p+1/k+1, p+2m/k+1, b+1m/k+1
2. Petikan medium : p+2t/k+1, p+2/k+1, p+3m/k+1
3. Petikan kasar : p/k+2, p/k+3
Keterangan:
P+1 : kuncup peko dengan satu helai daun muda
P+2 : kuncup peko dengan dua helai daun muda
P+3m : kuncup peko dengan dua helai daun terbuka dan satu dekan peko
P+2t : kuncup peko dengan satu helai daun muda dan satu helau daun tua
Kesalahan-kesalahan yang harus dihindari pada saat pemetikan yaitu:
1. Mengurangi pucuk cadangan yang terpetik
2. Mengurangi ranting yang gemuk dan rawan penyakit seperti cacar
3. Mengurangi petikan kasar
4. Pucuk jangan sampe rusak atau memar karena genggaman saat memetic
5. Rajut tidak diisi terlalu padat melebihi kapasitas
6. Pucuk daun terkontaminasi dengan benda asing, gulma, lumpur dan lainnya.
Analisis petik dilakukan setelah bahan olah atau hasil petikan teh datang dari
kebun. Analisis petik dilakukan dengan pengambilan sampel pucuk 200 g dicampur
dan diambil secara acak dari tiap blok (Mufti, 2014). Analisa yang dilakukan
dengan memisahkan jenis pucuk sesuai dengan rumus petikan. Masing-masing-
jenis pucuk ditimbang lalu dihitung presentasenya (%) dengan membandingkan
berat dari jenis pucuk dibagi dengan berat total sampel pucuk dikalikan 100%
(Rosida dan Amalia, 2015). Jika analisis petik mencapai 70% maka pemetik
mendapat premi.
Berdasarkan Tabel 1, analisis petik dari presentase petikan halus dan medium
diperoleh 25,5. Nilai ini masih dibawah standar pemetikan yaitu sebesar 70%.
Presentase petikan terbesar adalah kriteria petikan tidak memenuhi syarat sebesar
36%. Kriteria tidak memenuhi syarat adalah petikan yang tidak termasuk ke dalam
rumus petik atau mengalami kerusakan fisik seperti sobek daun.
Kegiatan analisis pucuk yaitu memisahkan pucuk yang memenuhi syarat olah
(MS) dengan rumus petikan (p+1, p+2, p+3, b+1m, b+2m, b+3m) dan pucuk yang
tidak memenuhi syarat olah (TMS) yaitu pucuk tua dan pucuk rusak. Hasil analisis
pucuk yang sudah dikelompokkan berdasarkan kriterianya kemudian ditimbang dan
dihitung presentasenya. Pucuk dianggap rusak apabila pucuk dan daun terlipat,
sobek, atau terinjak. Cara pengambilan sampel pucuk sama seperti pada analisis
petik (Mufti, 2014).
Berdasarkan Tabel 2 dan 3, terdapat 64 % daun muda dan 36% daun tua.
Presentase kondisi pucuk sebesar 84,5% rusak dan 15,5% baik. Hasil analisis pucuk
yang dihasilkan pada praktikum kurang baik karena sebagian daun dalam kondisi
rusak serta masih banyak terdapat daun tua saat pemetikan pucuk.
Rendemen teh umumnya sebesar 23% yang berarti dari 1 kg pucuk teh maka
akan diperoleh 0,23 kg teh hijau. Rendemen tersebut masih bisa terjadi berbagai
perubahan sesuai dengan mutu daun yang dipetik (Hartoyo, 2003). Berdasarkan
Tabel 4 diperoleh rendemen sebesar 22,4%. Nilai tersebut tidak terlalu jauh dengan
literatur sehingga hasil yang diperoleh pada praktikum cukup baik.
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Uji organoleptik pada praktikum ini terdiri dari tiga aspek, yaitu rasa,
warna dan aroma. Aspek tersebut dinilai dengan skala 1 sampai 5 dengan
keterangan semakin besar angka yang diberikan maka semakin baik nilainya.
Berdasarkan Tabel 5 diperoleh presentase rasa sebesar 64%, warna sebesar 72%
dan aroma 58%. Hal ini menunjukkan bahwa rasa teh hijau sedang, warna teh hijau
agak hitam dan aroma sedang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemetikan pucuk pada pengolahan teh menggunakan standar berupa rumus


pemetikan. Hasil pemetikan pucuk dapat dianalisis mutunya berdasarkan analisis
petik, analisis pucuk, rendemen dan uji organoleptik. Hasil praktikum menunjukkan
bahwa pemetikan pucuk masih belum memenuhi standar sesuai literatur.

Saran

Pelaksanaan praktikum sudah cukup baik, namun perlu pengadaan alat dan
bahan praktikum yang sesuai dengan jumlah praktikan sehingga tidak perlu
menunggu terlalu lama untuk penggunaan alat.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas


Teh 2014-2016. Direktorat Jendral Perkebunan, Jakarta.
Mufti P. 2014. Manajemen pemetikan tanaman teh (Camelia sinensis (L.) O.
Kuntze) di PT Rumpun Sari Kemuning, Karanganyar, Jawa Tengah. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2007. Statistik Pertanian. Departemen
Pertanian, Jakarta.
Rosida D. F. dan Amalia D. 2015. Kajian pengendalian mutu teh hitam crushing,
tearing, curling. J. Rekapangan 9(2):59-73.
Zuhri S. 2011. Lahan berkurang produksi teh terancam. http://www.bisnis.com/
lahan-berkurangproduksi-teh-terancam. [26 Desember 2017].

LAMPIRAN

Você também pode gostar