Você está na página 1de 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan, dan yang paling sering
terjadi adalah abortus. Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas, dimana masa
gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (liewollyn, 2002).
Terdapat beberapa macam abortus, yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan abortus terapeutik.
Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur dan sel sperma yang kurang baik untuk
berkembang menjadi sebuah janin. Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan
disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu. Pengguguran kandungan buatan karena indikasi
medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, 2002).
Angka kejadian abortus, terutama abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat
mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyaknya wanita mengalami yang kehamilan dengan
usia sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak
mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan
demikian setiap tahun terdapat 500.000 - 750.000 janin yang mengalami abortus spontan.
Dan pada pasca persalinan terdapat pula banyak masalah, salah satunya endometritis.
Endometritis adalah peradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh partus.
Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari endometrium Derajat efeknya
terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan radang , waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat perubahan permanen yang merusak fungsi dari
glandula endometrium dan atau merubah lingkungan uterus dan oviduk. Organisme nonspesifik
primer yang dikaitkan dengan patologi endometrial adalah Corynebacterium pyogenes dan gram
negatif anaerob.
Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila
sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan dan menerapkan asuhan keperawatan pada ibu dengan
kejadian Abortus dan Endometritis sesuai dengan konsep teori asuhan keperawatan
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui dan memahami definisi abortus
b) Mengetahui dan memahami jenis – jenis abortus beserta tanda dan gejalanya.
c) Mengetahui dan memahami epidemiologi dari abortus
d) Mengetahui dan memahami etiologi
e) Mengetahui dan memahami komplikasi dari abortus
f) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari abortus
g) Mampu menyusun dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan abortus.
h) mengetahui dan memahami definisi endometritis
i) mengetahui dan memahami etiologi endometritis
j) mengetahui dan memahami kasifikasi endomentritis
k) mengetahui dan memahami patofisiologis endometrtis
l) mengetahui dan memahami manifestasi klis dari endometritis
m) mampu menyusun dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan endometritis.
C. Manfaat penulisan
Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini yaitu pembaca dan penulis
bisa lebih memahami materi mengenai abortus dan endometritis dilihat dari perbandingan data di
lahan dan konsep teori yang sesungguhnya.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

1. ABORTUS

A. Definisi
Abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram atau
kurang, dari ibunya yang kira – kira berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan (Moore, 2001).
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum
mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Liewollyn, 2002).
B. Epidemiologi
Frekuensi Abortus sukar ditentukan karena Abortus buatan banyak tidak dilaporkan,
kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan tanda
ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat
haid. Diperkirakan frekuensi Abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai
angka 50% bila diperhitungkan wanita yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari,
sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta
kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus spontan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta Abortus dilakukan setiap
tahun di Asia Tenggara, dengan perincian :
1. 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura
2. antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia
3. antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina
4. antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand
Di perkotaan Abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh bidan/ perawat, 19-25%
oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri. Sedangkan di pedesaan Abortus dilakukan 13-26% oleh
dokter, 18-26% oleh bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 17-22% dilakukan sendiri.
Cara Abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah berturut-turut: kuret
isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%) sertas prostaglandin / suntikan (4%). Abortus yang
dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%), jamu/obat tradisional (33%), alat lain
(17%) dan pemijatan (79%).

3
Data dan lapangan menunjukkan bahwa ternyata sekitar 70-80% wanita yang meminta
tindakan aborsi legal ternyata dalam status menikah, karena tidak menginginkan kehamilannya.
Sisanya antara lain dan kalangan remaja puteri, yang walaupun lebih sedikit namun menunjukkan
kecenderungan meningkat, terutama di kota besar atau di daerah tertentu seperti di Sulawesi Utara
dan Bali. Bila ditinjaulebih lanjut, penyebab kehamilan yang tidak diinginkan antara lain meliputi
kegagalan KB, alasan ekonomi, kehamilan di luar nikah atau kehamilan akibat perkosaan dan
insest.
Abortus terkomplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data tersebut
seringkali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat perdarahan atau sepsis. Data lapangan
menunjukkan bahwa sekitar 60-70% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sekitar 60%
kematian akibat perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dan seluruh kematian ibu, disebabkan
oleh perdarahan postpartum. Sekitar15-20% kematian ibu disebabkan oleh sepsis. Manajemen
aktif kala III dalam persalinan normal dikatakan dapat mencegah sekitar 50% perdarahan
postpartum,atau sekitar 17-20% kematian ibu. Dengan demikian, paket intervensi berupa
pelayanan paska keguguran dan pertolongan persalinan yang bersih dengan manajemen aktif kala
III dapat berkontribusi dalam mencegah kematian ibu sampai sekitar 50%.
C. Klasifikasi Abortus :
1. Abortus spontanea
Abortus spontanea adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan atau terjadi dengan
sendirinya. Aborsi ini sebagian besar terjadi pada gestasi bulan kedua dan ketiga. Abortus spontan
terdiri dari beberapa jenis yaitu:
a. Abortus Imminens
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Gejala-gejala abortus imminens antara lalin :
1) perdarahan pervagina pada paruh pertama kehamilan. Perdarahan biasanya terjadi beberapa jam
sampai beberapa hari. Kadang-kadang terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu.
2) nyeri kram perut. Nyeri di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung
bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri
tumpul di garis tengah suprapubis.

4
Untuk pemeriksaan penunjang abortus imminen digunakan Sonografi vagina, pemeriksaan
kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (HCG) serum, dan kadar progesteron serum, yang
diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk memastikan apakah terdapat janin hidup
intrauterus. Selain itu, juga digunakan tekhnik pencitraan colour and pulsed Doppler flow per
vaginam dalam mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup.
Jika konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar harus
diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila janin dan plasenta
dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretase. Ultrasonografi abdomen atau probe
vagina dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan ini. Apabila di dalam rongga uterus
terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka dianjurkan dilakukan kuretase. Penanganan
abortus imminens meliputi :
1) Istirahat baring.
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
2) Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik
peroral atau secara intramuskular. Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
3) Pemeriksaan ultrasonografi
b. Abortus Insipiens
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Gejala-gejala abortus insipiens adalah:
1) rasa mules lebih sering dan kuat
2) perdarahan lebih banyak dari abortus imminens.
3) Nyeri karena kontraksi rahim kuat yang dapat menyebabkan pembukaan.
Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam
ovum, disusul dengan kerokan. Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
1) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum
manual.
Jika evaluasi tidak dapat dilakukan, maka segera lakukan :
a) Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau
misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).

5
b) Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
a) Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
b) Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau
larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
c) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
c. Abortus Inkompletus
Abortus Inkompletus merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta (seluruhnya
atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda
utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian
masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat. Gejala-gejala yang terpenting adalah:
1) Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung terus.
2) Servux sering tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap corpus
allienum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan kontraksi. Tetapi setelah dibiarkan
lama, cervix akan menutup.
Penanganan abortus inkomplit :
1) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat
dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar
melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol
400 mcg per oral.
2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi
hasil konsepsi dengan :
a) Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
b) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang
setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila
perlu).
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
a) Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer
laktat) dengan kecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi

6
b) Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi (maksimal 800 mcg)
c) Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
d) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
d. Abortus kompletus
Pada jenis abortus ini, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan
perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis
dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya
sudah keluar dengan lengkap.
Klien dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila
penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka
perlu diberikan transfusi darah.
2. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)
Abortus provokatus adalah peristiwa menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup
di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila
kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun
terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
a. Missed abortion
Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak
dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga
pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone progesterone pada abortus imminens
mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
Gejala missed abortion adalah :
1) Tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah
pengobatan.
2) Gejala subyektif kehamilan menghilang,
3) Mamma agak mengendor lagi,
4) Uterus tidak membesar lagi malah mengecil,
5) Tes kehamilan menjadi negatif
6) Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenorhoe berlangsung terus.

7
Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besamya
sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai
oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini
perlu dilakukan. Tindakan pengeluaran janin, tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar
fibrinogen dalam darah sudah mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang
mati lebih dari 1 bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan
karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin
yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
Sekarang kecenderungan untuk menyelesaikan missed abortus dengan oxitocin dan
antibiotic. Setelah kematian janin dapat dipastikan

b. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut turut. Pada
umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.
D. Etiologi
Sebab-sebab abortus tersebut antara lain:
1. Etiologi dari keadaan patologis
Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut dengan keguguran.Prosentase
abortus ini 20% dari semuajenis abortus. Sebab-sebab abortus spontan yaitu :
a. Faktor Janin
Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan kelainan pertumbuhan yang
sedemikian rupa sehingga janin tidak mungkin hidup terus. Abortus spontan yang disebabkan oleh
karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu
bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan
disebabkan oleh kelainan ovum. Beberapa sebab abortus adalah :
1) Kelainan kromosom
Pada umumnya kelainan kromosom yang terbanyak mempengaruhi terjadinya aborsi
adalah Trisomi dan Monosomi X. Trisomi autosom terjadi pada abortus trisemester pertama yang
disebabkan oleh nondisjuntion atau inversi kromosom. Sedangkan pada monosomi X (45, X)
merupakan kelainan kromosom tersering dan memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup
(sindrom Turner).

8
2) Mutasi atau faktor poligenik
Dari kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis aborsi, yaitu aborsi aneuploid dan aborsi
euploid. Aborsi aneuploid terjadi karena adanya kelainan kromosom baik kelainan struktural
kromosom atau pun komposisi kromosom. Sedangkan pada abortus euploid, pada umumnyanya
tidak diketahuai penyebabnya. Namun faktor pendukung aborsi mungkin disebabkan oleh :
kelainan genetik, faktor ibu, dan beberapa faktor ayah serta kondisi lingkungan. (Williams,2006)
b. Faktort ibu
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya :
1) Infeksi yang terdiri dari :
a) Infeksi akut
· Virus, misalnya cacar, rubella, dan hepatitis.
· Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
· Parasit, misalnya malaria.
b) 2 Infeksi kronis
· Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
· Tuberkulosis paru aktif.
2) Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
3) Penyakit kronis, misalnya :
a) hipertensi  jarang menyebabkan abortus di bawah 80 minggu,
b) nephritis
c) diabetes  angka abortus dan malformasi congenital meningkat pada wanita dengan diabetes.
Resiko ini berkaitan dengan derajat control metabolic pada trisemester pertama.
d) anemia berat
e) penyakit jantung
f) toxemia gravidarum yang berat dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada plasenta
4) Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus
5) Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang pendek, retro flexio utero
incarcereta, kelainan endometriala, selama ini dapat menimbulkan abortus.
6) Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan
abortus
7) Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda,mola)

9
c. Pemakainan obat dan faktor lingkungan
1) Tembakau
merokok dapat meningkatkan resiko abortus euploid. Wanita yang merokok lebih dari 14
batang per hari memiliki resiko 2 kali lipat dobandingkan wanita yang tidak merokok.
2) Alkohol
abortus spontan dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu
pertama kehamilan.
3) Kafein
konsumsi kopi dalam jumlah lebih daari empat cangkir per hari tampak sedikit
meningkatkan abortus spontan
4) Radiasi
5) Kontrasepsi
alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan insiden abortus septik setelah
kegagalan kontasepsi.
6) Toxin lingkungan
pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang menunjukkan bahan tertentu di
lingkungan sebagai penyebab. Namun terdapat buktibahwa arsen, timbal, formaldehida, benzena
dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus (barlow, 1982)
d. Faktor Imunologis
1) Autoimun
2) Alloimun
e. Faktor ayah
Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan abortus.(william,2006)
2. Etiologi non-patologis misalnya : aborsi karena permintaan wanita yang bersangkutan

E. Patofisiologi
Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua yang menyebabkan necrose
dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim.
Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi rahim untuk
terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut “Bligrted Ovum”.

10
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.
Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam
jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu,
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu
daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda
kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta,
fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
F. Pemeriksaan ginekologi :
1. Inspeksi Vulva
Perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari
vulva.
2. Inspekulo
Perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak
jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
3. Colok vagina
Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri,
besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak
nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
G. Komplikasi
1. Perdarahan (haemorrogrie)
2. Perforasi
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang banyak) dan syok septik atau
endoseptik (infeksi berat atau septis)
6. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah
H. Pemeriksaan penunjang
1. Tes Kehamilan

11
Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
2. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
I. Penatalaksanaan Abortus
Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Teknik bedah
a. Kuretose / dilatasi
Kurotase ( kerokan ) adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase
(sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam
untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks. Mengan isi uterus dengan mengerok isinya
disebut kuretase tajam sedangang mengosongkan uterus dengan vakum disebut kuretase isap .
b. Aspirasi haid
Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman 5 atau 6 mm fleksibel
dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3 minggu setelah keterlambatan haid disebut juga induksi haid,
haid instan dan mini abortus.
c. Laporotomi
Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk abortus lebih disukai
daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada penyakit yang cukup significanpada uterus,
histerektomi mungkin merupakan terpa ideal.
2. Teknik medis
a. Oksitosin
b. Prostaglandin
c. Urea hiperosomik
d. Larutan hiperostomik intraamnion.

12
2. ENDOMETRITIS

A. Definisi

Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri
pada jaringan. (Taber, B., 1994).
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). (Manuaba, I. B. G.,
1998).
Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan komplikasi
pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.
Endometritis adalah peradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh partus.
Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari endometrium Derajat efeknya
terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan radang , waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat perubahan permanen yang merusak fungsi dari
glandula endometrium dan atau merubah lingkungan uterus dan oviduk. Organisme nonspesifik
primer yang dikaitkan dengan patologi endometrial adalah Corynebacterium pyogenes dan gram
negatif anaerob.
B. Etiologi
Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila sebelumnya ada
riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama. Penyebab lainnya dari endometritis
adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus dan melahirkan. (Taber, B.
1994).
Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
a. Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
b. Pecahnya ketuban berlangsung lama.
c. Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
d. Teknik aseptik tidak dipatuhi.
e. Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
f. Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
g. Kelahiran secara bedah.
h. Retensi fragmen plasenta/membran amnion.

13
C. Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2002),
1. Endometritis akut
Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum.
Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga
endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum
terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan
mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta
perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi
pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan
endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan melalui
pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke
peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-
gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar
leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau
abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD (intra uterine
device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap
berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada
umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling
penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
a. Gejalanya :
· Demam
· Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar flour yang purulent.

14
· Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
· Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.
b. Terapi :
· Uterotonika.
· Istirahat, letak fowler.
· Antibiotika.
· Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma. Dapat diberi
estrogen.
2. Endometritis kronik
Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena itu infeksi yang tidak dalam
masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan
fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak
sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga
ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium.
Gejala-gejala klinis endometritis kronik adalah leukorea dan menorargia.
Pengobatan tergantung dari penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan:
1. Pada tuberkulosis.
2. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4. Pada polip uterus dengan infeksi.
5. Pada tumor ganas uterus.
6. Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang meradang
menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili
korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan organisasi
dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan polip
plasenta.

15
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya benda asing
atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
a. Gejalanya :
· Flour albus yang keluar dari ostium.
· Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.
b. Terapi :
· Perlu dilakukan kuretase.

D. Patofisiologi
Kuman-kuman masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan waktu
singkat mengikut sertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah
menjadi nekrosis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah sehat terdapat
lapisan terdiri atas lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran.
Infeksi endometrium, atau decidua, biasanya hasil dari penyebaran infeksi dari saluran kelamin
yang lebih rendah. Dari perspektif patologis, endometritis dapat diklasifikasikan sebagai akut dan
kronis. Endometritis akut dicirikan oleh kehadiran neutrofil dalam kelenjar endometrium.
Endometritis kronis dicirikan oleh kehadiran plasma sel dan limfosit dalam stroma endometrium.
Dalam populasi nonobstetric, penyakit inflammatory panggul dan prosedur invasive adalah
predisposisi yang paling umum untuk endometritis akut. Dalam populasi obstetri, infeksi setelah
bersalin adalah penyebab paling umum.
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita
dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta
dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu
yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta
nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari
pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat,
akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu
keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang

16
berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan
infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:
1. Nyeri abdomen bagian bawah.
2. Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3. Kadang terjadi pendarahan.
4. Dapat terjadi penyebaran.
Menurut (Manuaba, I. B. G., 1998) tanda dan gejala endometritis meliputi :
a. Miometritis (pada otot rahim).
b. Parametritis (sekitar rahim).
c. Salpingitis (saluran otot).
d. Ooforitis (indung telur).
e. Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses.
Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:
a. Takikardi 100-140 bpm.
b. Suhu 30 – 40 derajat celcius.
c. Menggigil.
d. Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.
e. Peningkatan nyeri setelah melahirkan.
f. Sub involusi.
g. Distensi abdomen.
h. Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah seropurulen.
i. Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
j. Jumlah sel darah putih meningkat.

F. Komplikasi
a. Wound infection
b. Peritonitis
c. Adnexal infection.
d. Parametrial phlegmon
e. Abses pelvis

17
f. Septic pelvic thrombophlebitis.

G. Penatalaksanaan
a. Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terpi. Evaluasi klinis
daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang
diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.
b. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah terapi
pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat
mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
c. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post partum.
d. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
e. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang tertahan
atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang
tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo –
oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia teah meluas melampaui endometrium
dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).

H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Jumlah sel darah putih: normal/tinggi.
b. Laju sedimentasi darah dan jumlah sel darah merah: sangat meningkat pada adanya infeksi.
c. Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht): penurunan pada adanya anemia.
d. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus/intraservikal drainase luka/pewarnaan gram
dari lokhia servik dan uterus: mengidentifikasi organisme penyebab.
e. Urinalisis dan kultur: mengesampingkan infeksi saluran kemih.
f. Ultrasonografi: menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan, melokalisasi abses
peritoneum.
g. Pemeriksaan bimanual: menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis,massa, pembentukan abses atau
adanya vena-vena dengan trombosis.
h. Bakteriologi: spesimen darah, urin dikirim ke laboratorium bakteriologi untuk pewarnaan gram,
biakan dan pemeriksaan sensitifitas antibiotik. Organisme yang sering diisolasi dari darah pasien
dengan endometritis setelah seksio sesarea adalah peptokokus, enterokokus, clostridium,

18
bakterioles fragilis, Escherechia coli, Streptococcus beta hemilitikus, stafilokokus koagulase-
positif, mikrokokus, proteus, klebsiela dan streptokokus viridans (Di Zerega).
i. Kecepatan sedimentasi eritrosit:
j. Nilai dari tes ini sangat terbatas karena derajat sedimentasi cenderung meningkat selama
kehamilan maupun selama infeksi.
k. Foto abdomen
l. Udara di dalam jaringan pelvis memberi kesan adanya mionekrosis klostridia.

19
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. ABORTUS

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, usia, alamat, agama ,bahasa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis. Ibu hamil pada usia kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun rentang terjadi aborsi pada kandungannya. Pendidikan dan
pekerjaan yang semakin berat akan meningkatkan resiko aborsi.
2. Keluhan utama
Dalam kasus abortus masalah yang banyak dikeluhkan pasien pada umumnya adalah rasa
nyeri pada bagian abdomen. Tingkat nyeri yang dirasakan dapat menunjukkan jenis aborsi yang
terjadi.
3. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang dimonitor adalah riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu(faktor pendukung terjadinya aborsi misalnya mioma uteri) dan keluarga(faktor genetik),
riwayat pembedahan ( seksio sesaria atau tidak), riwayat penyakit yang pernah dialami(misal :
hipertensi, DM, typhoid, dll), riwayat kesehatan reproduksi, riwayat seksual, riwayat pemakaian
obat(misalnya : obat jantung), pola aktivitas sehari – hari.
4. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breath)
1) RR= 18 x/menit
2) Tidak ada suara nafas tambahan
3) Tidak menggunakan alat bantu pernafasan
b. B2 (Blood)
1) Tekanan darah : 60/40 mmHg
2) Nadi : 50x/menit
3) Suhu : 39o C
4) Hb : 5 gr/Dl
5) Leukosit : 15.000

20
6) Akral dingin
7) CRT > 2 detik
c. B3 (Brain)
- Stupor, tidak mengalami gangguan tidur
a. B4 (Bladder) : -
b. B5 (Bowel)
- Nyeri di daerah perut
- Penurunan nafsu makan
- Frekuensi BAB 1 x/hari, berbau khas, konsistensi padat
c. B6 (Bone)
- Turgor kulit baik
- Pergerakan dalam batas normal
d. Psikologis
- Ansietas
e. Sosial
Hubungan dengan suami dan keluarga : baik
3.3.1. Pemeriksaan laboratorium
a. darah : leukosit naik 15.000
Hb : 5 gr/Dl

21
B. Analisis Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 S :- Perdarahan Resiko syok


O: hemorrhagic
· Suhu pasien biasanya ≥ 39o,
hipovolemik
hb 5 gr/dl
· Pasien biasanya
mengeluarkan banyak darah syok
· Biasanya darah yang keluar +
1 liter

2 S: Gangguan aktivitas
Perdarahan
· Biasanya pasien merasa
lemas
O: Anemia
· Biasanya nadi lemah (50
x/menit) dan pasien terlihat
Kelemahan
pucat

Gangguan aktivitas

3 S: Gangguan rasa
Keguguran janin
· Biasanya pasien mengeluh nyaman : nyeri
nyeri di perut dan pasien
merintih kesakitan Rangsangan pada uterus
O:
P = Aborsi Prostaglandin
Q = Severe pain

22
R = Abdomen Dilatasi serviks
S = (skala ± 8)
T = Current
Nyeri

4 S:- Resiko Tinggi infeksi


Keguguran janin
O:
· Leukosit klien biasanya
15.000, Lepasnya buah kehamilan
· Suhu 39oC dari implantasinya

Terputusnya pembuluh
darah ibu

Perdarahan

Resiko terjadi infeksi

5 S: Cemas
Keguguran janin
· px biasanya mengatakan
ketakutan tidak bisa memberi
keturunan Terganggunya psikologis
O: ibu
· px akan terlihat gelisah dan
akralnya dingin Kecemasan

C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko syok hemorrhagic b.d perdarahan
2. Gangguan aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d kerusakan jaringan intrauteri

23
4. Resiko tinggi infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab
5. Cemas b.d kurang pengetahuan
D. Intervensi

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o Keperawa
tan
1 Resiko Tidak terjadi Mandiri :
syok devisit volume
1. Cek Airway, Breathing,
1. Sebagai pertolongan pertama
hemorrhag cairan, and Circulation pada keadaan syok
ic b.d seimbang 2. Penderita dibaringkan
2. Mencegah gangguan perfusi
Perdaraha antara intake dalam posisi serebral dan untuk auto transfusi
n dan output trendelenburg, yaitu
baik jumlah posisi telentang biasa
maupun dengan kaki sedikit tinggi
3. Pengeluaran cairan pervaginal
kualitas 30 derajat sebagai akibat abortus memiliki
3. Monitor kondisi TTV karekteristik bervariasi
tiap 2 jam 4. Jumlah cairan ditentukan dari
jumlah kebutuhan harian ditambah
dengan jumlah cairan yang hilang
4. Monitor input dan pervaginal
output cairan
1. Tranfusi mungkin diperlukan
pada kondisi perdarahan massif
Kolaborasi :
1. Berikan sejumlah cairan
pengganti harian(NaCl
2. Penilaian dapat dilakukan secara
0.9%, RL, Dekstran), harian melalui pemeriksaan fisik
plasma dan transfusi
3. Untuk mencegah atau
darah menanggulangi asidosis

24
2. Evaluasi status
hemodinamika

2. Setelah kebebasan jalan


nafas terjamin untuk
meningkatkan oksigenasi
dapat diberi oksigen
100% kira- kira 5 liter pm
melalui jalan nafas dan
bila perlu penderita diberi
cairan bikarbonat natricus
2 Gangguan Klien dapat Mandiri :
Aktivitas melakukan 1. pantau tingkat
1. Mungkin klien tidak mengalami
b.d aktivitas tanpa kemampuan klien untuk perubahan berarti, tetapi
kelemahan adanya beraktivitas perdarahan masif perlu diwaspadai
, komplikasi untuk menccegah kondisi klien
penurunan lebih buruk.
sirkulasi 2. Aktivitas merangsang
2. Monitor pengaruh peningkatan vaskularisasi dan
aktivitas terhadap kondisi pulsasi organ reproduksi
uterus/kandungan 3. Mengistiratkan klilen secara
3. Bantu klien untuk optimal
memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari 4. Mengoptimalkan kondisi klien,
4. Bantu klien untuk pada abortus imminens, istirahat
melakukan tindakan mutlak sangat diperlukan
sesuai dengan
5. Menilai kondisi umum klien
kemampuan / kondisi
klien

25
5. Evaluasi perkembangan
kemampuan klien
melakukan aktivitas
3 Gangguan Klien dapat Mandiri :
rasa beradaptasi 1. Monitor kondisi nyeri 1. Pengukuran nilai ambang nyeri
nyaman : dengan nyeri yang dialami klien dapat dilakukan dengan skala
Nyeri b.d yang dialami maupun deskripsi
Kerusakan Edukasi:
jaringan 2. Terangkan nyeri yang2. Meningkatkan koping klien
intrauteri diderita klien dan dalam melakukan guidance
penyebabnya mengatasi nyeri

Kolaborasi :
3. Kolaborasi pemberian 3. Mengurangi onset terjadinya
analgetika nyeri dapat dilakukan dengan
pemberian analgetika oral maupun
sistemik dalam spectrum
luas/spesifik
4 Resiko Tidak terjadi Mandiri :
tinggi infeksi selama
1. Monitor kondisi
1. Perubahan yang terjadi pada
Infeksi b.d perawatan keluaran atau dischart dishart dimonitor setiap saat
perdaraha perdarahan yang keluar; jumlah, dischart keluar. Adanya warna
n, kondisi warna, dan bau yang lebih gelap disertai bau tidak
vulva enak mungkin merupakan tanda
lembab infeksi
2. Inkubasi kuman pada area genital
2. Lakukan perawatan yang relatif cepat dapat
vulva menyebabkan infeksi

1. Infeksi dapat timbul akibat


Edukasi: kurangnya kebersihan genital

26
1. Terangkan pada klien
pentingnya perawatan
2. Berbagai manivestasi klinik
vulva selama masa dapat menjadi tanda nonspesifik
perdarahan infeksi; demam dan peningkatan
2. Terangkan pada klien rasa nyeri mungkin merupakan
cara mengidentifikasi gejala infeksi
tanda infeksi 3. Pengertian pada keluarga sangat
penting artinya untuk kebaikan ibu;
senggama dalam kondisi
perdarahan dapat memperburuk
3. Anjurkan pada suami kondisi system reproduksi ibu dan
untuk tidak melakukan sekaligus meningkatkan resiko
hubungan senggama infeksi pada pasanganyang lebih
selama masa perdarahan luar

1. Berbagai kuman dapat


teridentifikasi melalui dischart

Kolaborasi:
1. Lakukan pemeriksaan
biakan pada dischart
5 Cemas b.d Tidak terjadi Mandiri :
kurang kecemasan, 1. Monitor tingkat
1. Ketidaktahuan dapat menjadi
pengetahu pengetahuan pengetahuan/ persepsi dasar peningkatan rasa cemas
an klien dan klien dan keluarga
keluarga terhadap penyakit. 2. Kecemasan yang tinggi dapat
terhadap 2. Monitor derajat menyebabkan penurunan
penyakit kecemasan yang dialami penialaian objektif klien tentang
meningkat klien. penyakit.
3. Kelibatan klien secara aktif
dalam tindakan keperawatan

27
3. Bantu klien merupakan support yang mungkin
mengidentifikasi berguna bagi klien dan
penyebab kecemasan meningkatkan kesadaran diri klien.
4. Peningkatan nilai objektif
terhadap masalah berkontibusi
menurunkan kecemasan.
4. Asistensi klien
menentukan tujuan
1. Konseling bagi klien sangat
perawatan bersama. diperlukan bagi klien untuk
meningkatkan pengetahuan dan
Edukasi : membangun support system
1. Terangkan hal-hal keluarga; untuk mengurangi
seputar aborsi yang perlu kecemasan klien dan keluarga
diketahui oleh klien dan
keluarga

2. ENDOMETRITIS
A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
- Malaise, letargi.
- Kelelahan/keletihan yang terus menerus.
2. Sirkulasi
- Takikardi.
3. Eliminasi
- Diare mungkin ada.
- Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.
4. Integritas ego
- Ansietas jelas (poritunitis).
5. Makanan atau cairan

28
- Anoreksia, mual/muntah.
- Haus, membran mukosa kering.
- Distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis).
6. Neurosensori
- Sakit kepala.
7. Nyeri/ketidaknyamanan.
- Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen.
- Nyeri abdomen bawah/uterus serta nyeri tekan.
- Nyeri/kekakuan abdomen.
8. Pernapasan
- Pernapasan cepat/dangkal (berat/pernapasan sistemik).
9. Keamanan
- Suhu 38 derajat celcius atau lebih terjadi jika terus-menerus, di luar 24 jam pascapartum.
- Demam ringan.
- Menggigil.
- Infeksi sebelumnya.
- Pemajanan lingkungan.
10. Seksualitas
- Pecah ketuban dini/lama, persalinan lama.
- Hemorargi pascapartum.
- Tepi insisi: kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, drainase purulen.
- Subinvolusi uterus mungkin ada.
- Lokhia mungkin bau busuk/tidak bau, banyak/berlebihan.
11. Interaksi sosial
- Status sosio ekonomi rendah.

B. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang tidak
adekuat.
3. Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat infeksi.

29
4. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan interupsi pada proses
pertalian, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.

C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Resiko tinggi Tidak terjadi infeksi
terhadap infeksi selama perawatan 1) Tinjau ulang catatan prenatal, intrapartum
b/d prosedur dan pascapartum.
invasif 2) Pertahankan kebijakan mencuci tangan
dengan ketat untuk staf, klien dan pengunjung.
3) Berikan dan instruksikan klien dalam hal
pembuangan linen terkontaminasi.
4) Demonstrasikan massase fundus yang tepat.
5) Pantau suhu, nadi, pernapasan.
6) Observasi/catat tanda infeksi lain.
7) Pantau masukan oral/parenteral.
8) Anjurkan posisi semi fowler.
9) Selidiki keluhan-keluhan nyeri kaki dan
dada.
10) Anjurkan ibu bahwa menyusui secara
periodik memeriksa mulut bayi terhadap adanya
bercak putih.
11) Kolaborasi dengan medis.

2 Kekurangan Klien dapat terpenuhi


nutrisi kurang dari kebutuhan nutrinya 1) Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat
kebutuhan tubuh besi dan vitamin C bila masukan oral dibatasi.
b/ d masukan yang 2) Tingkatkan masukan sedikitnya 2000
tidak adekuat. ml/hari jus, sup dan cairan nutrisi lain.

30
3) Anjurkan tidur/istirahat adekuat.
4) Kolaborasi dengan medis.

3 Nyeri akut b/d Klien dapat beradaptasi


respon tubuh dan dengan nyeri yang
1) Kaji lokasi dan sifat ketidakmampuan/nyeri.
sifat infeksi. dialami 2) Berikan instruksi mengenai membantu
mempertahankan kebersihan dan kehangatan.
3) Instruksikan klien dalam melakukan teknik
relaksasi.
4) Anjurkan kesinambungan menyusui saat
kondisi klien memungkinkan.
5) Kolaborasi dengan medis:

D. EVALUASI

1. Diagnosa Keperawatan I

a. Mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab secara individual. Melakukan


perilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan tepat, menurunkan risiko komplikasi.
b. Pemulihan tepat waktu.

2. Diagnosa Keperawatan II

Memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibuktikan oleh pemulihan luka tepat waktu, tingkat energi
tepat, penurunan berat badan dan Hb/Ht dalam batas normal yang diharapkan pasca partum.

3. Diagnosa Keperawatan III

a. Mengidentifikasi/menggunakan tindakan kenyamanan yang tepat secara individu.


b. Melaporkan ketidaknyamanan hilang atau terkontrol.

31
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Abortus hanya dipraktikkan dalam klinik atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah
dan organisaso-organisasi profesi medis.

2. Aborsi hanya dilakukan oleh tenaga profesional yang terdaftar dan memperoleh izin untuk itu, yaitu
dokter spesialis kebidanan dan genekologi atau dokter umum yang mempunyai kualifikasi untuk
itu.

3. Aborsi hanya boleh dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu (untuk usia diatas 12
minggu bila terdapat indikasi medis).

4. Harus disediakan konseling bagi perempuan sebelum dan sesudah abortus.

5. Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri
pada jaringan

B. SARAN

Abortus hendaknya dilakukan jika benar-benar terpaksa karena bagaimanapun didalam


kehamilan berlaku kewajiban untuk menghormati kehidupan manusia dan abortus hendaknya
dilakukan oleh tenaga profesional yang terdaftar.

32
Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC

Reeder, Sharon J. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga. Jakarta: EGC

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius : Jakarta.

Marylin E. D. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Tridasa Printer : Jakarta

Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Volume 2. Jakarta ; EGC

Varney, H. (2002). Buku Saku Bidan.Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H. (2002). Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

33
KEPERAWATAN MATERNITAS
“Asuhan keperawatan pada kasus abortus dan endometritis”

DOSEN PEMBIMBING :

Ns.Elvia Metti S.Kep,Sp.Mat

KELOMPOK 5

Kelas IIB

Annisa Sholihat (163110196)


Faras Fajri (1631102)
Masyithah Amaturahimi (163110212)
Satya Ajirahayu (163110221)
Tiya Putri Yuni (1631102)

PRODI DIII KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES PADANG
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

34
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUS DAN ENDOMETRITIS ”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas Keperawatan Maternitas.
Dalam penyelesaian makalah penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan serta arahan
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih.

Walaupun pelaksanaan penulisan makalah ini telah dilakukan secara maksimal, namun
makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kekeliruan. Karena itu kritikan dan saran yang bersifat
membangun dalam penyempurnaan makalah ini sangat di harapkan.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak terutama buat
penulis sendiri. Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri semoga makalah ini bernilai
sebagai amalan ibadah hendaknya Amiin.

Padang, Februari 2018

35
Penulis
(Kelompok 5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................................. i


Daftar Isi ....................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B.Tujuan.............................................................................................................................. 2
C. Manfaat penulisan .................................................................................................... 2
BAB II Landasan Teori ............................................................................................................... 3
A. Pengertian Abortus . ......................................................................................................3

B. Epidemiologi abortus .....................................................................................................3

C. Klasifikasi Abortus. ............................................................................................................... 4

D. Etiologi Abortus ............................................................................................................8


E. Patofisiologis Abortus. ................................................................................................10
F. Pemeriksaan Ginekologis. ..............................................................................................11
G. Komplikasi ....................................................................................................................11
H. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................11
I. Penatalaksanaan Abortus........................................................................................12
J. Definis endometrits................................................................................................13
K. Etiologi endometritis..............................................................................................13
L. Klasifikasi endometritis..........................................................................................14
M. Patofisiologu endometritis................................................................................................16

36
N. Manifestasi klinis...............................................................................................................16
O. Komplikasi.........................................................................................................................17
P. Penatalaksanaan...............................................................................................................18
Q. Pemeriksaan diagnostik...................................................................................................18

BAB III Asuhan Keperawatan ................................................................................................. 19


1. Abortus .................................................................................................................................. 19
2. Endometritis ......................................................................................................................... 28
BAB IV Penutup.....................................................................................................................32
A. Kesimpulan ..................................................................................................................32
B. Saran.............................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 33

37

Você também pode gostar