Você está na página 1de 14

ASKEP FILARIASIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang


merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan
ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan biopsikososial dan
spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga,
masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencankup seluruh siklus
kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan
serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan serta pemeliharaan
kesehatan khususnya pada klien. (Perry, Potter. 2005)

Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai
diberitakan sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada
beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak 1500
tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun 1800
untuk mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru
ditahun 1970, obat yang lebih tepat untuk mengobati filarial ditemukan.
Rubrik ini berusaha menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan
mengapa penanggulangan Penyakit Kaki Gajah harus segera
dilaksanakan. Penyakit filaria yang disebabkan oleh cacing khusus cukup
banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah
Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di
Indonesia menemukan bahwa cacing jenis Brugia dan Wuchereria
merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara
cacing jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur,
khususnya di pulau Timor. Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai
sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik, Afrika, Amerika
Selatan dan kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui
nyamuk dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah
tepi) ditemukan di Indonesia sebagian besar lainnya memiliki periodisitas
nokturnal dengan nyamuk Culex, nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk
Anopheles. Nyamuk Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah
urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat ditemukan di
daerah-daerah rural. (Riyanto,harun.2010)

Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang


disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, dan bila tidak dapat pengobatan
daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan
alat kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita
tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada
orang lain sehinggamenjadi beban keluarga. Berdasarkan laporan dari
hasil survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di
647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten sebagai lokasi endemis, dengan
jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survei laboratorium, melalui
pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti
sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta
orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk
penularannya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai
tuntas. (Chairufatah,alex.2009)

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan penyakit filariasis adalah


penyakit endemis yang apabila tidak ditangani secara cepat akan
memperluas penyebaran dan penularannya kepada manusia. Oleh karena
itu kita perlu mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang terkait
dengannya. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka saya selaku
penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit filariasis.
(Riyanto, harun.2005)

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
 Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit filarisis.
1.2.2 Tujuan Khusus
 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada psien dengan
penyakit filarisis.
 Mahasiswa mampu menganalisa data sesuai dengan
pengkajian pada pasien dengan penyakit.
 Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan pada
pasien dengan penyakit filarisis.
 Mahasiswa mampu membuat rencana asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit filarisis.
 Mahasiswa mampu melakukan implementasi asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit filarisis.
 Mahasiswa mampu mengevaluasi intervensi keperawatan yang
telah dilakukan pada pasien dengan penyakit filarisis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teoritis
2.1.1 Definisi

Filariasis atau lebih dikenal sebagai elephantiasis (kaki gajah) adalah


penyakit akibat nematode yang seperti cacing yaitu Wuchereria
bancrofti. Brugia malayi dan brugia timori yang dikenal sebagai filarial.
Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak-kanak dan manifestasi yang
dapat terlihat muncul belakangan, menetap dan menimbulkan
ketidakmampuan menetap. (Yuliana elin,2011)

2.1.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria


Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang
dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening
dan darah. infeksi cacing ini menyerang jaringan viscera, parasit ini
termasuk kedalam superfamili Filaroidea, family onchorcercidae.

Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama
4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina
menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam
darah terutama malam hari.

Ciri-ciri cacing dewasa atau makrofilaria :

a. Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di


dalam sisitem limfe.
b. Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm
c. Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm
d. Berkembang secara ovovivipar
A. Mikrofilaria :
1) Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya
puluhan ribu
2) Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um
B. Faktor yang mempengaruhi perkembangan makrofilaria:
1) Lingkungan fisik : Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
2) Lingkungan biologic : lingkungan Hayati yang mempengaruhi
penularan; hutan, reservoir, vector
3) Lingkungan sosial ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan
perilaku, adat istiadat, Kebiasaan dsb,
4) Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb
2.1.3 Patofisiologi
Parasit

Menuju pemb. Limfa

Perubahan dari larva
Stadium3

Parasit Dewasa Berkembang biak

Menyebabkan antigen

Meyebabkan dilatasi
Parasit Kumpulan Pemb. Limfa

Mengangktifkan Cacing filarial

Mengaktifkan Sel T Dewasa Penyebab
Pembengkakan pemb. Limfa

Penyumbatan Pemb. Limfa
↓↓
Kerusakan struktur IgE berikatan
NYERI
↓↓
KERUSAKAN INTEGRITAS
Mediator Inflamasi
KULIT

Kelenjar getah bening
Adanya inflamasi pada kulit
↓↓
HIPERTERMI
HARGA DIRI RENDAH
2.1.4 Manifestasi klinis

Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa


pada sistem limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis.
Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas dengan gejala klinis yang
disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan
limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi
menahun dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari
satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi
dapat dibagi menjadi:
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai
terjadinya mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 3¬7
bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di daerah endemik yang
menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun
tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa
kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik
mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga
munculnya gejala klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis
yang disertai panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya
unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat mikrofilaremik
ataupun amikrofilaremik.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut
pertama. Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan
limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan
terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta
membebani keluarganya.
2.1.5 Komplikasi
a. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena Elephantiasis
tungkai
b. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan,
skrotum, penis,vulva vagina dan payudara,
c. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pada saluran
limfe testis berulang: pecahnya tunika vaginalis Hidrokel
adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan
normal, cairan yang berada di dalam rongga itu memang ada
dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan
reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
d. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya
saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan
masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih.
2.1.6 Pemeriksaan diagnosis
a. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting dalam menentukan
angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic Disease
Rate). Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang
mendukung dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan tanda
limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan gejala
menahun.
b. Diagnosis Parasitologis
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya
mikrofilaria pada pemeriksaan darah kapiler jari pada malam
hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit setelah
diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat
ditentukan species cacing filaria.
c. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum
dan kelenjar limfe inguinal penderita akan memberikan
gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau
albumin yang dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan
adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita
yang mikrofilaremia asimtomatik.
d. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan
prepaten, inkubasi, amikrofilaremia dengan gejala menahun,
occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau antigen dengan
cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan
mikrofilaremia, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi
lama. Deteksi antigen merupakan deteksi metabolit, ekskresi
dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis
parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni
menunjukkan korelasi yang cukup baik dengan mikrofilaremia
W. bancrofti di Papua New Guinea.
2.1.7 Penatalaksanaan

Diet ilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang


ampuh, baik untuk filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat
makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman dan murah,
tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan
lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau tanpa
demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh,
persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien, alergi,
muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam,
berupa limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien, hidrokel,
funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping sistemik terjadi beberapa
jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan lebih
sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal
terjadi beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan
setelah beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan
pada penderita dengan gejala klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi
dengan obat simtomatik.

Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas:


1. Pemberantasan nyamuk dewasa
a. Anopheles : residual indoor spraying
b.Aedes : aerial spraying
2. Pemberantasan jentik nyamuk
a. Anopheles : Abate 1%
b.Culex : minyak tanah
c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan,
mengeringkan rawa dan saluran air
3. Mencegah gigitan nyamuk
a. Menggunakan kawat nyamuk/kelambu
b.Menggunakan repellent
Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya
perlu dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik
untuk menunjang penanggulangan filariasis. Sasaran penyuluhan
adalah penderita filariasis beserta keluarga dan seluruh penduduk
daerah endemis, dengan harapan bahwa penderita dengan gejala klinik
filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia diperiksa
darah kapiler jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur
serta menghindarkan diri dari gigitan nyamuk.. Evaluasi hasil
pemberantasan dilakukan setelah 5 tahun, dengan melakukan
pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah tepi untuk deteksi
mikrofilaria.

2.2 Landasan Teoritis Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan imun. Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui
gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva stadium III.
Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari,
demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah
bekerja berat.
b. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola
tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon
fisiologi aktivitas ( Perubahan TD, frekuensi jantung)
c. Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD menurunnya volume nadi perifer,
perpanjangan pengisian kapiler.
d. Integritas dan EgoGejala : Stress berhubungan dengan
perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, putus asa, dan
sebagainya.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri,
marah.
e. Integumen
Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor
jelek.
f. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.
g. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
h. Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status
indera peraba, kelemahan otot.
Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.
i. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit
defisiensi imun, demam berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar
limfe.
k. Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi,
kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik
diri.
m. Pemeriksaan diagnosis
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga
dapat menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik
imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah
mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler
diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacing dewasa di tali
sperma pria atau kelenjer mamae wanita.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada
kelenjar getah bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Kurang pengetahuan berhubungan inefektif informasi
2. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan
pada anggota tubuh
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit
imun, lesi pada kulit
4. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
2.2.3 Intervensi
I. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada
kelenjar getah bening
No.
Intervensi
1. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial
Rasional: Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di
hipotalamus, mengurangi panas tubuh yang
mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga
pengeluaran panas secara konduksi.
2. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh
Rasional: Untuk mengetahui kemungkinan perubahan
tanda-tanda vital.
3. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan
sesuai kebutuhan, misalnya sediakan selimut yang tipis
Rasional: Dapat membantu dalam mempertahankan /
menstabilkan suhu tubuh pasien.
4. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
Rasional: Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat
terpenuhi.
5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap
keringat jika panas tinggi
Rasional: Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat
maka akan mengurangi penguapan.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
pengobatan (anti piretik).
Rasional: Diharapkan dapat menurunkan panas dan
mengurangi infeksi.
II. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
No.
Intervensi
1. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi),
ajarkan teknik relaksasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan
kembali perhatian dapat meningkatkan koping.
2. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan
frekuensi nyeri).
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya dalam
mengatasi nyeri
3. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera
apabila ada nyeri
Rasional : Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan
merangsang sistem syaraf simpatis, mengakibatkan
kerusakan lanjutan
4. Alihkan perhatian klien dari nyeri yang dialami
Rasional : Untuk Mengatasi nyeri
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
pengobatan (obat anelgetik).
Rasional: Diberikan untuk menghilangkan nyeri.
III. Kurang pengetahuan berhubungan inefektif informasi
No
Intervensi
1. Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang
penyakitnya
Rasional : Klien memperoleh informasi untuk dapat
melakukan pengobatan secara mandiri
2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar,
memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional: Klien dapat informasi yang benar dari
perawat untuk dapat merasakan manfaat
penanganannya lebih baik
3. Nasehati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga
lingkungan
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, tidak
memperparah komplikasi yang timbul
IV. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan
pada anggota tubuh
No
Intervensi
1. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
Rasional: Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah
kekakuan sendi
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
Rasional: Meningkatkan istirahat dan ketenangan,
menyediakan enegi untuk penyembuhan
3. Berikan lingkungan yang tenang
Rasional: tirah baring lama dapat meningkatkan
kemampuan
4. .Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
Rasional: Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien
dan memudahkan pilihan intervensi
5. Observasi ukuran diameter pada tungkai kaki klien
Rasional: untuk mengetahui perubahan ukuran pada
tungkai kaki klien
V. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit
imun, lesi pada kulit
No
Intervensi
1. Ubah posisi tempat tidur dan kursi sesering mungkin
Rasional: Mengurangi resiko abrasi kulit dan
penurunan tekanan yang dapat menyebabkan kerusakan
aliran darah seluler
2. Gunakan pelindungan kaki, bantalan busa atau air pada
waktu berada di tempat tidur dan pada waktu duduk
dikursi
Rasional: Tingkatkan sirkulasi darah pada permukaan
kulit untuk mengurangi panas atau kelembaban
3. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin
Rasional: Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat
pada daerah yang bereksiko yang terinfeksi dan
nekrotik
4. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak
Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan meningkatkan
partisipasi pasien
5. Kolaborasi: Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan
sirkulasi dan mencegah terjadinya decubitus
Rasional :Mungkin membutuhkan perawatan
professional untuk masalah yang dialami
Bab III
3.1 Kesimpulan

Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan


binatang yang disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang disebut
filaridae., dimana cacing dewasanya hidup dalam cairan san saluran
limfe, jaringan ikat di bawah kulit dan dalam rongga badan. Cacing
dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat ditemukan dalam
darah, hidrokel, kulit sesuai dengan sefat masing-masing spesiesnya.

Penyakit filariasis banayak ditemukan di berbagai negara tropik dan


subtropik, termasuk Indonesia. Prevalensi tidak banyak berbeda menurut
jenis kelamin, usia maupun ras. Penyakit filariasis dapat disebabkan oleh
berbagai macam spesies, sehingga gambaran klinisnya spesifik untuk
masing-masing spesies, misalnya bentuk limfatik biasnya digunakan
sebagai tanda bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, dimana parasit dapat
menyumbat saluran limfe dengan manifestasi terbentuknya elefantiasis,
sedangkan Loa loa ditandai dengan calabar swelling. Onchocerca
volvulus menyebabkan kebutaan dan pruritus pada kulit.

Diagnosis penyakit ini dengan ditemukannya mikrofilaria dalam


darah, sedangkan bila tidak ditemukan mikrofilaria maka diagnosis dapat
berdasarkan riwayat asal penderita, biopsi kelenjar limfe, dan
pemeriksaan serologis.Prinsip terapi ialah dengan menggunakan
kemoterapi untuk membunuh filaria dewasa dan mikrofilarianya serta
mengobati secara simpotomatik terhadap reaksi tubuh yang timbul akibat
cacing yang mati. Dapat juga dilakukan pembedahan.Pencegahan
penularan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan
seperti DEC ataupun dengan mengontrol vektor. Penyakit ini sangat
berbahaya dan hampir diseluruh dunia dapatditemukan penyakit ini
karena mudahnya dalam penyebaran penyakit ini. Beberapa asuhan
keperawatan secara teoritis yang mungkin yang mungkin

muncul pada penderita penyakit ini yaitu :


1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada
kelenjar getah bening.
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe.
3. Kurang pengetahuan berhubungan inefektif informasi.
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan
pada anggota tubuh.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit
imun, lesi pada kulit.
6. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik.

3.2 Saran

Demikianlah makalah ini yang kami susun. Diharapkan dengan


adanya makalah ini bisa menambah wawasan mengenai penyakit
Filariasis. Selain itu juga mampu memahami secara teoritis mengenai
penyakit ini serta mampu membuat asuhan keperawtan tentang kasus
Filariasis.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu untuk


mengetahui lebih banyak tentang penyakit Filariasis.

kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat


kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk
dapat memperbaiki penulisan makalah selanjutnya.

Você também pode gostar