Dari hasil wawancara dengan perawat, pelaksanaan ronde keperawatan di ruang
interna optimal (dari 70,% perawat ruangan), hal ini dikarenakan jumlah pasien yang lebih banyak dari jumlah perawat. Dan hanya 70% perawat yang tahu tentang ronde keperawatan. Tim yang dibentuk dalam pelaksanaan ronde keperawatan cukup mampu dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini dikarenakan 70% perawat ruangan mau dan ingin berubah dalam pelaksanaan ronde yang lebih optimal. Tim yang dibentuk berkisar 3-4 orang atau perawat yang dipimpin oleh karu. Topic dan kasus yang dibahas dalam ronde keperawatan sesuai dengan masalah yang ada di ruangan dan yang lebih memerlukan perhatian khusus, misalnya TF. Dari hasil observasi, ronde keperawatan dilaksanakan dan diikuti hampir 72,7% perawat ruangan dan 50% dari keluarga pasien yang terlibat. Ronde dilaksanakan sekitar 15-30 menit sekitar pukul 10.00 dan dibuka oleh karu. Discharge Planning
Dari hasil observasi yang dilakukan, discharge planning sudah dilakssanakan,
akan tetapi hanya dilaksanakan oleh sebagian perawat dan hanya dilaksanakan saat pasien akan pulang dan isinya hanya penjelasan tentang penyakit yang diderita pasien dan cara mengatasi penyakitnya jika kambuh. Dalam melakukan discharge planning perawat ridak pernah memberikan brosur maupun leaflet pada pasien, sehingga pasien kadang lupa tentang penjelasan yang sudah diberikan oleh para perawat. Dari hasil angket yang sudah disebarkan dan wawancara ytang sudah dilakukan pada perawat diruangan, didapatkan hasil bahwa beberapa perawat (72,7%) mengatakan sudah memahami discharge planning dan sisanya belum memahami apa sebenarnya discharge planning yang benar, kemudian hanya (54,5%) perawat yang bersedia melakukan discharge planning (72,7%) perawat mengatakan bahwa discharge planning hanya dilakukan saat pasien akan pulang. Kemudian (63,6%) perawat mengatakan bahwa mereka pernah diberi tugas untuk melakukan discharge planning, akan tetapi perintah untuk melakukan discharge planning hanya dilakukan berupa perintah lisan oleh kepala ruangan. Dari (63,6%) perawat mengatakan mereka melakukan discharge planning dengan hanya menggunakan media lisan, yaitu hanya berbicara dengan pasien dan keluarga pasien. Sedangkan bahasa yang digunakan oleh perawat tersebut kebanyakan adalah bahasa Indonesia dalam memberikan discharge planning dan sisanya menggunakan bahasa jawa dalam memberikan discharge planning. Kemudian ada (72,7%)perawat mengatakan bahwa mereka tidak pernah melakukan pendokumentasian setelah melakukan discharge planning. Sedangkan dari hasil wawancara dengan kepala ruangan, didapatkan bahwa memang selama ini tidak pernah diberikan brosur maupun leaflet saat melakukan discharge planning dan juga tidak disediakan anggaran khusus dalam pelaksanaan discharge planning.