Você está na página 1de 9

Tugas-Tugas Kuliah

SELASA, 19 JUNI 2012

makalah euthanasia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Ada dua masalah dalam bidang kedikteran atau kesehatan yang berkaitan dengan aspek hukum
yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu, sehingga dapat digolongkan ke dalam masalah
klasik dalam bidang kedokteran yaitu tentang abortus provokatus dan euthanasia. Dlam lafal
sumpah dokter yang disusun oleh Hippokrates (460-377 SM), kedua masalah ini telah ditulis dan
telah diingatkan. Sampai kini tetap saja persoalan yang timbul berkaitan dengan masalah ini tidak
dapat diatasi atau diselesaikan dengan baik, atau dicapainya kesepakatan yangdapat diteroma oleh
semua pihak. Di satu pihak tindakan abortus provokatus dan euthanasia pada beberapa kasus dan
keadaan memang diperlukan sementara di lain pihak tindakan ini tidak dapat diterima,
bertentangan dengan hukum, moral dan agama.
Mengenai masalah euthanasia bila ditarik ke belakang boleh dikatakan masalahnya sudah ada
sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang tak tersembuhkan, sementara pasien sudah
dalam keadaan merana dan sekarat. Dalam situasi demikian tidak jarang pasien memohon agar
dibebaskan dari penderitaan ini dan tidak ingin diperpanjang hidupnya lagi atau di lain keadaan
pada pasien yang sudah tidak sadar, keluarga orang sakit yang tidak tega melihat pasien yang
penuh penderitaan menjelang ajalnya dan minta kepada dokter untuk tidak meneruskan
pengobatan atau bila perlu memberikan obat yang mempercepat kematian. Dari sinilah istilah
euthanasia muncul, yaitu melepas kehidupan seseorang agar terbebas dari penderitaan atau mati
secara baik.
Masalah makin sering dibicarakan dan menarik banyak perhatian karena semakin banyak
kasus yang dihadapi kalangan kedokteran dan masyarakat terutama setelah ditemukannya tindakan
didalam dunia pengobatan dengan mempergunakan tegnologi canggih dalam menghadapi
keadaan-keadaan gawat dan mengancam kelangsungan hidup. Banyak kasus-kasus di pusat
pelayanan kesehatanterurtama di bagian gawat darurat dan di bagian unit perawatan intensif yang
pada masa lalu sudah merupakn kasus yang sudah tidak dapat dibantu lagi.

1.2.RUMUSAN MASALAH
1.2.1. Apa pengertian dari Euthanasia?
1.2.2. Apa saja jenis-jenis Euthanasia?
1.2.3. Bagaimana tinjauan Etis terhadap Euthanasia?
1.2.4. Bagaimana tinjauan Yuridis terhadap Euthanasia?

1.3.TUJUAN
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian dari Euthanasia
1.3.2. Untuk mengetahui jenis-jenis Euthanasia
1.3.3. Untuk mengetahui tinjauan etis tehadap euthanasia
1.3.4. Untuk mengetahui tinjauan yuridis terhadap euthanasia

1.4.METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN EUTHANASIA


Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti baik,
tanpa penderitaan dan thanatos berarti mati. Dengan demikian euthanasia dapat diartikan mati
dengan baik tanpa penderitaan. Ada yang menerjemahkan mati cepat tanpa derita.
Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka dari itu
dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan kematian, namun untuk
mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya. Dalam
arti yang demikian itu euthanasia tidaklah bertentangan dengan panggilan manusia untuk
mempertahankan dan memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi
kesusilaan. Artinya dari segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang yang
bersangkutan menghendakinya.
Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih menunjukkan perbuatan
yang membunuh karena belas kasihan, maka menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia
dapat diterangkan sebagai pembunuhan yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu
kesengsaraan dan penderitaan. Inilah konsep dasar dari euthanasia yang kini maknanya
berkembang menjadi kematian atas dasar pilihan rasional seseorang, sehingga banyak masalah
yang ditimbulkan dari euthanasia ini. Masalah tersebut semakin kompleks karena definisi dari
kematian itu sendiri telah menjadi kabur.
Beberapa pengertian tentang terminologi euthanasia:
a. Menurut hasil seminar aborsi dan euthanasia ditinjau dari segi medis, hukum dan psikologi,
euthanasia diartikan:
 Dengan sengaja melakukan sesuatu untuk mengakhiri hidup seorang pasien.
 Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu (palaten) untuk memperpanjang hidup pasien
 Dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri atas permintaan atau tanpa permintaan
pasien.
b. Menurut kode etik kedokteran indonesia, kata euthanasia dipergunakan dalam tiga arti:
 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, untuk yang beriman
dengan nama Allah dibibir.
 Ketika hidup berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberinya obat penenang.
 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri
dan keluarganya.
Dari beberapa kategori tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur euthanasia adalah
sebagai berikut:
a. Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
b. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien.
c. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan kembali.
d. Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya.
e. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.
2.2. JENIS-JENIS EUTHANASIA
Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara pelaksanaanya, dari mana datang
permintaan, sadar tidaknya pasien dan lain-lain. Secara garis besar euthanasia dikelompokan
dalam dua kelompok, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Di bawah ini dikemukakan
beberapa jenis euthanasia:
1. Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup
seorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-
obatan yang bekerja cepat dan mematikan. Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan
a. Euthanasia aktif langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui tindakan medis yang
diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup pasien. Misalnya dengan memberi tablet sianida
atau suntikan zat yang segera mematikan
b. Euthanasia aktif tidak langsung, yang menunjukkan bahwa tindakan medis yang dilakukan tidak
akan langsung mengakhiri hidup pasien, tetapi diketahui bahwa risiko tindakan tersebut dapat
mengakhiri hidup pasien. Misalnya, mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.

2. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan
yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal
setelah tindakan pertolongan dihentikan.
3. Euthanasia volunter
Euthanasia jenis ini adalah Penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat kematian atas
permintaan sendiri.
4. Euthanasia involunter
Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak
sadar yang tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya. Dalam hal ini dianggap famili
pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit
dibedakan dengan perbuatan kriminal.
Selain kategori empat macam euthanasia di atas, euthanasia juga mempunyai macam yang lain,
hal ini diungkapkan oleh beberapa tokoh, diantaranya Frans magnis suseno dan Yezzi seperti
dikutip Petrus Yoyo Karyadi, mereka menambahkan macam-macam euthanasia selain euthanasia
secara garis besarnya, yaitu:
1. Euthanasia murni, yaitu usaha untuk memperingan kematian seseorang tanpa memperpendek
kehidupannya. Kedalamnya termasuk semua usaha perawatan agar yang bersangkutan dapat mati
dengan "baik".
2. Euthanasia tidak langsung, yaitu usaha untuk memperingan kematian dengan efek samping,
bahwa pasien mungkin mati dengan lebih cepat. Di sini ke dalamnya termasuk pemberian segala
macam obat narkotik, hipnotik dan analgetika yang mungkin "de fakto" dapat memperpendek
kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja
3. Euthanasia sukarela, yaitu mempercepat kematian atas persetujuan atau permintaan pasien.
Adakalanya hal itu tidak harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari pasien atau bahkan
bertentangan dengan pasien.
4. Euthanasia nonvoluntary, yaitu mempercepat kematian sesuai dengan keinginan pasien yang
disampaikan oleh atau melalui pihak ketiga (misalnya keluarga), atau atas keputusan pemerintah.

2.3. TINJAUAN ETIS EUTHANASIA


A. Tinjauan Kedokteran
Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia sebab profesi kedokteran adalah
untuk menyembuhkan dan bukan untuk mematikan. Profesi medis adalah untuk merawat
kehidupan dan bukan untuk merusak kehidupan. Sumpah Hipokrates jelas-jelas menolaknya,
“Saya tidak akan memberikan racun yang mematikan ataupun memberikan saran mengenai hal
ini kepada mereka yang memintanya.” Sumpah ini kemudian menjadi dasar sumpah seluruh
dokter di dunia, termasuk di Indonesia. Mungkin saja sumpah ini bukan Hipokrates sendiri yang
membuatnya.
Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter kepada
pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan
mengakhiri hidup seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan
sembuh lagi. Tetapi apabila pasien sudah dipastikan mengalami kematian batang otak atau
kehilangan fungsi otaknya sama sekali, maka pasien tersebut secara keseluruhan telah mati
walaupun jantungnya masih berdenyut. Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan oleh
dokter yang berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal
itu dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman, selain harus pula
dipertimbangkan keinginan pasien, kelurga pasien, dan kualitas hidup terbaik yang diharapkan.
Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah memperpendek atau
mengakhiri penderitaan pasien dan bukan mengakhiri hidup pasien. Sampai saat ini, belum ada
aturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang euthanasia. Pasal-pasal KUHP justru
menegaskan bahwa euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan dilarang. Demikian pula
dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Hakikat profesi kedokteran adalah menyembuhkan
dan meringankan penderitaan. Euthanasia justru bertentangan radikal dengan hakikat itu.
Namun, beberapa ahli hukum juga berpendapat bahwa tindakan melakukan perawatan medis
yang tidak ada gunanya secara yuridis dapat dianggap sebagai penganiayaan. Ini berkaitan dengan
batas ilmu kedokteran yang dikuasai oleh seorang dokter. Tindakan di luar batas ilmu kedokteran
tersebut dapat dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis.
Apabila suatu tindakan dapat dinilai tidak ada gunanya lagi, dokter tidak lagi berkompeten
melakukan perawatan medis.

B. Tinjauan Filosofis-Etis
Dari segi filosofis, persoalan euthanasia berhubungan erat dengan pandangan otonomi dan
kebebasan manusia di mana manusia ingin menguasai dirinya sendiri secara penuh sehingga dapat
menentukan sendiri kapan dan bagaimana ia akan mati (hak untuk mati). Perdebatan mengenai
euthanasia dapat diringkas sebagai berikut: atas nama penghormatan terhadap otonomi manusia,
manusia harus mempunyai kontrol secara penuh atas hidup dan matinya sehingga seharusnya ia
mempunyai kuasa untuk mengakhiri hidupnya jika ia menghendakinya demi pengakhiran
penderitaan yang tidak berguna.
Banyak pakar etika menolak euthanasia dan assisted suicide. Salah satu argumentasinya
menekankan bahaya euthanasia disalahgunakan. Jika kita mengizinkan pengecualian atas larangan
membunuh, sebentar lagi cara ini bisa dipakai juga terhadap orang cacat, orang berusia lanjut, atau
orang lain yang dianggap tidak berguna lagi. Ada suatu prinsip etika yang sangat mendasar yaitu
kita harus menghormati kehidupan manusia. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia
kepada suatu tujuan tertentu. Prinsip ini dirumuskan sebagai “kesucian kehidupan” (the sanctity of
life). Kehidupan manusia adalah suci karena mempunyai nilai absolut dan karena itu dimana-mana
harus dihormati.
Masing-masing orang memiliki martabat (nilai) sendiri-sendiri yang ada secara intrinsik (ada
bersama dengan adanya manusia dan berakhir bersama dengan berakhirnya manusia). Keberadaan
martabat manusia ini terlepas dari pengakuan orang, artinya ia ada entah diakui atau tidak oleh
orang lain. Masing-masing orang harus mempertanggungjawabkan hidupnya sendiri-sendiri dan
oleh karena itu masing-masing orang memiliki tujuan hidupnya sendiri. Karena itu, manusia tidak
pernah boleh dipakai hanya sebagai alat/instrumen untuk mencapai suatu tujuan tertentu oleh
orang lain.
Meski demikian, tidak sedikit juga yang mendukung euthanasia. Argumentasi yang banyak
dipakai adalah hak pasien terminal: the right to die. Menurut mereka, jika pasien sudah sampai
akhir hidupnya, ia berhak meminta agar penderitaannya segera diakhiri. Beberapa hari yang tersisa
lagi pasti penuh penderitaan. Euthanasia atau bunuh diri dengan bantuan hanya sekedar
mempercepat kematiannya, sekaligus memungkinkan “kematian yang baik”, tanpa penderitaan
yang tidak perlu.

2.4. TINJAUAN YURIDIS EUTHANASIA


Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada pengaturan
(dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang euthanasia. Tetapi
bagaimanapun karena masalah euthanasia menyangkut soal keamanan dan keselamatan nyawa
manusia, maka harus dicari pengaturan atau pasal yang sekurang-kurangnya sedikit mendekati
unsur-unsur euthanasia itu. Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah
apa yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
Kitab undang-undang Hukum Pidana mengatur sesorang dapat dipidana atau dihukum jika ia
menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati. Ketentuan
pelangaran pidana yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif tedapat padapasal 344 KUHP.
Pasal 344 KUHP:
Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya
dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa alasan kuat
untuk membantu pasien atau keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien,
ancaman hukuman ini harus dihadapinya.
Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu
diketahui oleh dokter, yaitu:
Pasal 338 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati,
dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara selama-
lamanya seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 359 KUHP:
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya
lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
Selanjutnya di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan
kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia, yaitu:

Pasal 345 KUHP:


Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain unutk membunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya
empat tahun.
Kalau diperhatikan bunyi pasal-pasal mengenai kejahatan terhadap nyawa manusia dalam
KUHP tersebut, maka dapatlah kita dimengerti betapa sebenarnya pembentuk undang-undang
pada saat itu (zaman Hindia Belanda) telah menganggap bahwa nyawa manusia sebagai miliknya
yang paling berharga. Oleh sebab itu setiap perbuatan apapun motif dan macamnya sepanjang
perbuatan tersebut mengancam keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka hal ini dianggap
sebagai suatu kejahatan yang besar oleh negara.
Adalah suatu kenyataan sampai sekarang bahwa tanpa membedakan agama, ras, warna kulit
dan ideologi, tentang keamanan dan keselamatan nyawa manusia Indonesia dijamin oleh undang-
undang. Demikian halnya terhadap masalah euthanasia ini.

BAB III
PENUTUP
2.1. SIMPULAN
 Euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka menurut
pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan yang sistematis
karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan penderitaan.
 Euthanasia dapat dikelompkkan menjadi euthanasia aktif, euthanasia pasif, euthanasia volunter,
dan uethanasia involunter.
 Menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang sakit
meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh lagi
 Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada pengaturan (dalam
bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang euthanasia. Maka satu-satunya yang
dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah apa yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Indonesia.
2.2.SARAN
Dalam makalah ini penulis memberikan saran kepada kepeda para pemberi layanan kesehatan
khususnya para dokter untuk tidak melakukan euthanasia, karena jika dilihat dari segi hak asasi
manusia steiap orang berhak untuk hidup. Dan jika dilihat dari segi agama, yang mempunyai kuasa
atas hidup manusia adalah Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah Jusuf: Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta, 2005
http://Hukum-
Kesehatan.web.id/AspekHukumdalamPelaksanaanEuthanasiadi Indonesia«HukumKesehat
an.htm
http:// Johnkoplo’sWeblog.com/Euthanasia Tinjauan dari Segi Medis, Etis, dan Moral

Você também pode gostar