Você está na página 1de 27

Nama : Siti Rodianah

Nim : 150711009

PEMERIKSAAN FISIK DASAR


Pengkajian Umum

 Diawali dengan wawancara dan observasi penampilan dan perilaku pasien.

 Tentukan tingkat kesadaran (kualitatif/kuantitatif)

 Mengukur TTV, BB dan TB

 Antropometri (kepala, dada dan lingkar abdomen bayi)

PEMERIKSAAN FISIK DASAR

 Meliputi Kepala Hingga Kaki (Head To Toe)

 Dengan Cara:

1. Inspeksi

2. Auskultasi

3. Palpasi

4. Perkusi

Inspeksi

 Menggunakan penglihatan, pendengaran dan penghidu untuk mendeteksi karakteristik


normal atau tanda fisik tertentu dari bagian atau fungsi tubuh

 Diperlukan pengalaman untuk membedakan kondisi abnormal

 Harus seksama, sistematis dalam mengamati suatu bagian tubuh

 Penerangan/pencahayaan penting  untuk mendapatkan kecermatan

 Tiap bagian tubuh dilihat: ukuran, bentuk, warna, posisi, kesimetrisan dan adanya
abnormalitas.

 Pemeriksaan rongga tubuh  perlu cahaya tambahan


 Penghiduan  perlu pengalaman. Jika ragu konsultasi Teman Sejawat (TS) atau
Senior

 Saat inspeksi juga perlu mendengarkan suara dari bagian tubuh ttt tanpa bantuan alat.

Auskultasi

 Mendengarkan Bunyi Yang Terbentuk Dalam Organ Tubuh Untuk Mendeteksi


Perbedaan AbnormalMenggunakan Stetoskop

 Diperlukan Pengalaman Mendengarkan Berbagai Tipe Bunyi Normal Bagian-Bagian


Tubuh.

 Bel Untuk Bunyi Bernada Rendah Misalnya Jantung Dan Vaskuler;


DiafragmaUntuk Bunyi Nada Tinggi Seperti Paru Dan Usus

 Karakteristik Bunyi Yang Perlu Dikaji:

 Frekuensi, dihitung permenit

 Kepekakan, lembut ke keras

 Kualitas, misalnya desiran, tiupan, nguk, derap kuda berjalan (gallop)

 Durasi, lamanya bunyi  dinyatakan dalam detik atau menit

 Auskultasi Diperlukan Pada Setiap Sisi.

Palpasi

 Merasakan/meraba/menyentuh dengan kedua tangan pada bagian tubuh untuk


mengetahui tanda khusus dari fisik, mendeteksi jaringan, bentuk, persepsi getaran,
pergerakan dan konsistensi.

 Sering digunakan bersamaan dengan inspeksi.

 Untuk kenyamanan posisi pasien perlu rileks

 Minta pasien untuk menarik napas dalam untuk pasien yang dicurigai nyeri tekan

 Kuku jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat, gunakan sentuhan perlahan

 Perabaan yang baik dengan tekanan ringan dan sebentar-sebentar.

 Setiap yang nyeri tekan harus diperiksa lebih lanjut.

 Tehnik palpasi tergantung dari bagian tubuh mana dan kondisi pasien.

Metode Palpasi:
1. Palpasi ringan; dengan jari tekan perlahan dan lembut diatas permukaan kulit ( 1 cm)

2. Palpasi dalam; untuk memeriksa keadaan organ dan massa; kulit ditekan  2,5 cm.
Hati-hati jangan sampai cedera internal

3. Palpasi bimanual; kedua tangan untuk mempalpasi dalam; satu tangan meraba dengan
releks dan tangan lainnya diletakkan diatas kulit pasien untuk menekan secara aktif.

Perkusi

 Mengetok permukaan tubuh dengan jari untuk menghasilkan getaran yang menjalar
melalui jaringan tubuh.

 Karakter bunyi dapat menentukan lokasi, ukuran, dan kepadatan struktur dibawah
kulit untuk mengkonfirmasi abnormalitas dari kajian palpasi dan auskultasi

 Diperlukan pengetahuan mengenai kepadatan berbagai organ

Tehnik:

1. Jari tengah tangan yang tidak dominan diletakkan dipermukaan kulit yang akan
diperkusi dengan lembut (telapak tangan dan jari tidak menyentuh permukaan kulit)

2. Pukul dengan cepat menggunakan jari tengah dominan keatas jari tengah yang tidak
dominan yang sudah diletakkan diatas kulit (ayunan hanya dengan palu tangan)

Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

 Bandingkan hasil pemeriksaan pasien dengan kisaran normal.

 Pahami kisaran normal termasuk berdasarkan kelompok usia.

 Kaji riwayat medik pasien dan pelajari obat-obat yang dikonsumsi yang mungkin
berpengaruh pada TTV.

 Kendalikan faktor lingkungan.

 Menentukan frekuensi pemeriksaan TTV berdasarkan kondisi pasien.

 Pastikan alat yang tepat dan alat berfungsi baik.

 Metoda yang sistimatis dan terorganisir.

 Jika ditemukan perubahan segera beritahu dokter.

 Pahami implikasi klinis ketidaknormalan pasien dari aspek TTV.


Kapan TTV diperiksa?

 Saat masuk RS/pelayanan kesehatan

 Di RS secara rutin atau berdasarkan pesan dokter.

 Sebelum, selama dan sesudah operasi/tindakan invasif diagnostik

 Sebelum, selama dan sesudah pemberian obat-obat yang berpengaruh terhadap


kardiovaskuler, respirasi dan fungsi regulasi suhu tubuh

 Saat terjadi perubahan kondisi pasien misalnya gelisah, penurunan kesadaran, nyeri
yang meningkat, dll.

 Sebelum, selama dan sesudah intervensi keperawatan yang diperkirakan


mempengaruhi TTV, misal ambulasi, mobilisasi, latihan ROM, dll.

 Setiap saat jika pasien mengeluh dan adanya distress fisik non spesifik, misalnya rasa
aneh, perbedaan rasa, dll.

Pengkajian Integumen

Alat: Pencahayaan Yang Cukup, Sarung Tangan

Persiapan Pasien:

 Posisi disesuaikan

 Area yang akan diperiksa diupayakan terbuka penuh.

 Jika tertutup kosmetik k/p bersihkan dahulu

Riwayat

 Tanyakan: adanya lesi, kemerahan, memar.

 Pekerjaan yang mengakibatkan terpapar matahari, pelindung matahari, perubahan


warna kulit.

 Adakah trauma kulit?

 Alergi yang mengakibatkan kemerahan, gatal, bintik-bintik.

Riwayat

 Apakah pasien menggunakan obat topikal?

 Perawatan kulit: apakah ke salon, menggunakan lampu pemanas, obat?

 Keluarga yang menderita ggn kulit, kanker, jamur?


Tehnik Pengkajian

 Kewaspadaan: Cuci Tangan, Kenakan Sarung Tangan Untuk Memeriksa Kulit Lesi
Terbuka Atau Lesi Lembab/Basah.

 Inspeksi:

 warna, ukuran lesi, bentuk, lokasi, kulit pucat, edema, perhatikan sekitar lesi, balutan
dan traksi.

 warna bibir, kuku, telapak tangan, dan konjungtiva, sklera.

 Palpasi kulit untuk merasakan kelembaban, edema, konsistensi, mobilitas, nyeri tekan.

 Edema pitting: tekan 5 detik dan lepaskanamati kedalaman edema

 Palpasi dengan punggung tangan untuk meraba suhu,

 Tekan secara ringan untuk memeriksa kelembutan, ketegangan dan kedalaman lesi.

 Cubit dan angkat kulit punggung tangan atau lengan bawah kemudian lepaskan 
untuk mengkaji turgor.

Pengkajian Kuku

Alat: Cahaya Cukup, Sarung Tangan (Bila Ada Lesi).

Riwayat:

 Trauma?

 Bagaimana merawat kuku dan pekerjaan psien?

 Apakah pasien melihat adanya perubahan kuku?

 Kebiasaan menggigit kuku?

 Resiko dan masalah kuku: DM, gemuk

Tehnik Pengkajian

 Inspeksi warna dasar kuku, ketebalan, bentuk, tekstur, kondisi jaringan sekitar kuku.

 Inspeksi sudut antara kuku dan dasar kuku.

 Palpasi dasar kuku.

 Kaji pengisian kapiler kuku: amati warna dasar kuku, genggam tangan pasien, tekan
lembut tapi cukup kuat kearah dasar kuku dan lepaskan. Amati warna dasar
kembalinya warna seperti semula berapa detik.
Rambut Dan Kulit Kepala

Alat: Pencahayaan Cukup, Sarung Tangan Digunakan Jika Ada Lesi Dan Kutu

Persiapan Pasien

 Jelaskan Bahwa Ini Merupakan Bagian Pemeriksaan Seluruh Tubuh Dan Pentingnya
Untuk Memisah-Misah Rambut.

Riwayat

 Apakah pasien menggunakan wig, jika ya minta dilepaskan

 Apakah pasien merasakan adanya perubahan dari pertumbuhan rambutnya.

 Identifikasi bahan-bahan untuk perawatan rambut.

 Kaji resiko kerja

 Kaji aktivitas fisik, OR, penggunaan pengaman

 Apakah pasien sedang dalam pengobatan kemoterapi?

 Apakah pasien mengalami gangguan neurologis?

Tehnik Pengkajian

 Perhatikan posisi kepala terhadap bahu dan tubuh

 Inspeksi ukuran dan bentuk kepala, sebaran rambut, ketebalan, tekstur, lubrikasi
batang rambut.

 Palpasi kepala untuk memeriksa adanya nodul

 Pisahkan bagian-bagian rambut kulit kepala.

 Inspeksi apakah ada lesi pada kulit kepala.

 Inspeksi folikel rambut kulit kepala dan daerah pubis. Perhatikan adanya kutu.

Pengkajian Mata

 ALAT: bacaan, kartu Snellen, layar berlampu, kapas pembersih, senter,

 INSPEKSI: bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera dan pupil

 Bola Mata: amati adanya protrusis, gerakan mata, medan penglihatan dan visus.
 Kelopak Mata:

 Pasien diminta melihat kedepan

 Bandingkan kelopak mata kanan dengan kiri

 Anjurkan pasien memejamkan kedua mata

 Amati bentuk dan adanya semua kelainan kulit kepopak mata.

 Amati pertumbuhan rambut mata, posisi bulu mata.

 Amati dan catat jika ada kelopak yang jatuh/terkulai (ptosis) dan masing-
masing keluasan membuka mata.

 Mengamati kunjungtiva dan sklera:

 Pasien diminta melihat kedepan.

 Perhatikan konjungtiva terhadap kemerahan, vaskularisasi dan lokasinya.

 Buka kelopak mata bawah dengan cara menarik menggunakan ibu jari.

 Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva.

 Buka kunjungtiva atas dengan cara dibalik kelopak matanya dan amati
keadaannya.

 Iris dan pupil:

 Periksa menggunakan senter, perhatikan ukuran pupil, kesimetrisan, reaksi


terhadap cahaya.

• Inspeksi gerakan bola mata:

 Pasien diminta memandang lurus kedepan.

 Perhatikan apakah bola mata diam atau bergerak spontan (nistagmus=goyang)

 Amati apakah arah pandangan kedua bola mata lurus ataukan ada deviasi.

Lapang Pandang:

 Posisi pemeriksa didepan pasien.

 Kaji kedua mata secara terpisah.

 Pasien diminta melihat lurus kedepan untuk mempfokuskan pada satu titik pandang,
misalnya hidung pemeriksa.

 Gerakkan jari dari samping, dekatkan ke mata pasien dan pasien diminta memberitahu
jika mulai melihat jari anda.
 Periksa juga mata sebelahnya dengan cara yang sama.

Ketajaman Penglihatan/Visus

 Atur tempat duduk pasien dengan jarak 5-6 cm dari kartu snelen.

 Atur penerangan yang memadai.

 Pasien diminta menutup mata kiri dengan telapak tangannya.

 Lakukan pemeriksaan mata kanan dengan cara suruh pasien membaca dari huruf
terbesar hingga huruf yang tak terbaca oleh pasien atau sampai deret huruf ke 5atau 6.

 Lakukan terhadap mata kiri dengan cara yang sama.

Palpasi

Tujuan: untuk mengetahui tekanan bola mata.

Caranya:

1. Pasien diminta duduk

2. Anjurkan memejamkan mata

3. Lakukan palpasi pada masing-masing bola mata menggunakan kedua jari tangan kita.

Mata yang teraba keras = TIO meningkat

Pengkajian funduskopimenggunakan oftalmoskop (pengkajian tk mahir/spesialis)

Pengkajian Telinga

Dengan cara inspeksi dan palpasi:

1. Pasien posisi duduk

2. Posisi pemeriksa menghadap telinga yang akan diperiksa

3. Pencahayaan gunakan, autoskop, lampu kepala atau cahaya lain yang tidak perlu
dipegangi oleh pemeriksa.

4. Amati telinga luar: ukuran, bentuk, warna, lesi dan massa.

5. Lanjutkan pengkajian palpasi dengan memegang telinga dengan jempol dan jari
telunjuk.

6. Palpasi dengan sistematis dari jaringan lunak kemudian yang keras.

7. Bandingkan dengan telinga lainnya.


8. Periksa lobang telinga dengan cara menarik keatas daun telinga (dewasa) dan
kebawah (anak)

9. Amati adanya radang, s erumen, perdarahan

Pemeriksaan Pendengaran

 Mengetahui fungsi pendengaran secara sederhana.

 Pemeriksaan yang lebih teliti menggunakan garputala (cara Swabach, Rinne dan
Weber) atau tes audiometri

Tehnik pemeriksaan sederhana:

1. Atur posisi pasien dengan jarak 4,5 – 6 meter membelakangi pemeriksa.

2. Anjurkan pasien menutup salah satu telinganya.

3. Bisikkan suatu kata atau bilangan, pasien diminta mengulangi/mengucapkan yang ia


dengar.

4. Periksa telinga yang lainnya dengan cara yang sama.

5. Bandingkan kemampuan mendengar antara telinga kiri dan telinga kanan.

Cara lain adalah dengan menggunakan detik arloji, yaitu pasien ditanya apakah
mendengar ketika sebuah arloji didekatkan ketelinganya.

Tes Schwabach

 Membandingkan pendengaran pasien dengan pemeriksa (asumsinya pendengaran


pemeriksa “normal”)

 Garputala digetarkan dan didekatkan kepada telinga pasien hingga menurut pasien
tidak terdengar.

 Garputala dialihkan kedekat telinga pemeriksa.

 Jika pemeriksa masih mendengar  Swchabach lebih pendek

Pemeriksaan Rinne

 Untuk mengetahui konduksi udara dengan tulang.

 Dilakukan diruangan yang tenang.

Caranya:

 Vibrasikan garputala

 Letakkan garputala pada mastoid kiri pasien


 Anjurkan pasien memberitahu jika getaran mulai tidak terdengar suara getaran.

 Kemudian angkat garputala dan pindahkan kedekat lubang telinga luar. Jika pasien
masih mendengar suara garputala berarti masih normal oleh karena konduksi udara
lebih baik daripada konduksi tulang.

Pemeriksaan Weber

 Untuk mengetahui lateralisasi fibrasi yang dirasakan telinga kanan maupun kiri.

 Letakkan garputala yang sudah difibrasi ke dahi pasien.

 Tanyakan ke pasien telinga mana yang mendengar getaran lebih keras.

 Normalnya kedua telinga bisa mendengar secara seimbang sehingga getaran dirasakan
ditengah-tengah kepala.

Pemeriksaan Hidung dan Sinus

 Tujuan: untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung.

 Alat-alat: otoskop, spekulum hidung, cermin kecil dan lampu.

 Pemeriksaan dengan inspeksi dan palpasi meliputi hidung bagian luar dan dalam
termasuk pemeriksaan kepatenan hidung.

Inspeksi dan Palpasi Hidung Luar dan Dalam:

1. Pemeriksa duduk menghadapi pasien

2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar sisi depan, samping dan
atas.Perhatikan bentuk atau tulang hidung dari ketiga sisi.

3. Amati kulit hidung terhadap pembengkakan dan warnanya.

4. Amati kesimetrisan lubang hidung.

5. Palpasi hidung luar dan catat abnormalitas

Inspeksi hidung bagian dalam

1. Pemeriksa duduk dihadapan pasien

2. Tutup satu lubang hidung dengan satu tangan pemeriksa, pasien diminta
menghembuskan udara lewat hidung yang tidak ditutup.

3. Ganti periksa lobang hidung satunya. Normalnya dapat dirasakan dengan mudah
keluarnya udara dari hidung yang tidak ditutup.
Pengkajian Mulut dan Faring

Inspeksi

1. Amati adakah kelainan kongenital, warna bibir, mukosa, ulkus, massa.

2. Amati geligi dengan pasien diminta buka mulut

3. Kalau perlu gunakan sudip ledah.

4. Periksa setiap gigi dan bandingkan dengan sisi kanan, kiri, atas dan bawah.

5. Lanjutkan pengamatan terhadap lidah.

6. Amati seluruh selaput lendir mulut.

7. Lanjutkan memeriksa faring dengan cara membuka mulut, tekan lidah kebawah dan
pasien diminta berkata “ah”. Amati kesimetrisan ovula, peradangan atau adanya lesi
di faring.

Palpasi Mulut:

 Dengan hati-hati dan cegah agar tidak muntah akibat palpasi kita.

 Lakukan secara sistematis untuk merasakan pembesaran, permukaan, pembengkakan.

 Catat adanya kelainan.

Pemeriksaan Leher

 Inspeksi : diperhatikan bentuk leher, warna kulit, bentuk otot-otot leher, denyutan
vana yugularis interna, nadi arteria karotis komunis dan cabang-cabangnya, benjolan
dan kedudukan trakhea.

 Bentuk leher Panjang dan ramping  orang-orang ektomorf, kaheksia, tbc paru

 Pendek dan gemuk  orang endomorf, obesitas, sindroma cushing, miksudema,


kretinismus dan lipomatosis kervisalis

 Lebar kesamping seperti leher bunglon  khas sindroma Turner, bentuk tubuh kecil
dengan hipogenesis genetalia dan alat kelamin dalam

Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis Interna pada pemeriksaan cardio-vaskuler

Pemeriksaan Kelenjar Limfe:

 Parotis, posterior aurikularis, oksipitalis, sub maksilaris, servikalis superfisialis, dan


profundus serta supraklavikularis.
Pemeriksaan Glandula Tiroidea:

 Istmus sedikit dibawah tulang rawan krikoid, setinggi trakhea ke-2 dan ke-4

 Memeriksa bentuk  kepala ditengadahkan

 Perhatikan simetrinya.

 Palpasi bimanual (dengan kedua tangan) pemeriksa dari belakang pasien. Jari
telunjuk dan tengah meraba trakhea dari atas kebawah mulai dari tulang krikoid,
kemudian meraba kesamping mulai dari garis tengah trakhea setinggi istmus.

 Perhatikan bentuk, ukuran, dan konsistensinya.

 Kalau kel. Tiroid membesar  lakukan auskultasi.

Pemeriksaan Paru, Jantung dan Pembuluh Darah

Persiapan Alat

 Stetoscope

 Sphygmomanometer

 Midline/pita pengukur

 Penggaris: 2 buah

 Bantal: 1-2 buah

PEMERIKSAAN PARU

 Batas atas 3-5 cm diatas klavikula

 Batas bawah setinggi iga ke 6 pada garis midklavikularis, setinggi iga ke 8


midaksilaris dan setinggi iga 10 garis skapularis

 Batas bawah rongga pleura ± selebar dua iga dibawah batas paru

 Percabangan trakhea terletak setinggi manumbrium sterni didepan dan setinggi diskus
intervertebralis th 4-5 dibelakang

 Sebagai pedoman: sudut atas medial skapula terletak setinggi torakal 1-2, sudut
bawah medial skapula setinggi korpus vertebralis torakal 8, penonjolan jelas pada
bagian leher adalah prosesus spinosus C7
Inspeksi

 Duduk/Berbaring: Perhatikan Bentuk Maupun Gerakan Pernapasan

 Dari Belakang: Perhatikan Kemungkinan Adanya Skoliosis, Lordosis, Dan Kelainan


Tulang Belakang.

 Perhatikan Pula Bentuk Toraks Deformitas, Gerakan Dinding Toraks Waktu Bernapas

Bentuk Toraks

 Normal: Simetris, Dalam Potongan Melintang Merupakan Elips Dengan Jarak


Transversal Lebih Panjang Daripada Jarak Anteroposterior (7 : 5)

 Abnormal:

 Thorax phthisis (panjang dan gepeng)

 Thorax en bateau (dada burung)

 Thorax rakhitis: seperti dada burung atau panjang gepeng

 Thorax Tong (thorax emphysematosus = barrel chest): potongan melintang


bentuknya hampir bulat

 Thorax pectus excavatus (dada cekung) kelainan kongenital herediter

 Asimetri, deformitas toraks: akibat deformitas tulang belakang, karena mencembung


atau mencekung salah satu sisi.

Pernapasan

Normal:

 Laki Dewasa: 18-22 X/M, Wanita Lebih Cepat, Anak 40 X/M, Teratur, Tambah
Cepat Bila Aktivitas Dan Emosi.

 Perbandingan Napas Dengan Nadi  1 : 4

 Irama Pernapasan Terdiri Dari Inspirasi (Lebih Pendek) Dan Ekspirasi

Jenis Pernapasan

 Wanita  pernapasan torakalis

 Laki dan anak  pernapasan abdominalis

 Takhipnoe (cepat)  aktivitas berat, tegang dan emosi sbg hal normal, tetapi jika
pada kondisi demam, penyakit paru dan jantung adalah sebagai hal yang patologis

 Bradipnoe (lambat) keracunan obat barbiturat, uremia, koma DM, miksudema dan
proses desak ruang intrakranium
 Cheyne Stokes: pernapasan sangat dalam, berangsur-angsur menjadi dangkal dan
berhenti sama sekali(apnoe) selama beberapa detik, kemudian timbul lagi.  kondisi
gawat pada keracunan obat bius, penyakit jantung, paru, ginjal kronik dan perdarahan
SSP

 Biot: pernapasan dalam dan dangkal, disertai masa apnoe yang tidak teratur.  pada
kasus meningitis

 Kusmaul: inspirasi sama dengan ekspirasi sama panjang dan sama kedalamannya,
sehingga seluruh pernapasan menjadi lambat dan dalam.

Tanda lain pada pernapasan

 Gesernya tempat denyutan jantung dan gesernya letak trakhea dan mediastinum sbg
akibat proses tumor paru atau fibrosis

 Pelebaran vena-vena  sebagai akibat vena kava superior mengalami penyumbatan

 Penonjolan dada setempat dan berdenyut  aneurisma aorta atau neoplasma yang
kaya pembuluh darah

Palpasi Toraks

Urutan:

1. Memeriksa kelainan pada dinding toraks

2. Mencari tanda-tanda yang mencerminkan kelainan jantung dan aorta

3. Memeriksa tanda-tanda kelainan paru

Memeriksa kelainan pada dinding toraks

 Periksa bagian-bagian yang nyeri, bengkak dan menonjol.

 Periksa hati-hatiterasa nyeri, panas, kulit keras, jika ditekan tambah nyeri?

 Penonjolan/pembengkakan setempat  besarnya, batasnya, konsistensinya, suhunya,


teraba denyut?, dapat digerakkan dari dasarnya?

Tanda-tanda penyakit jantung dan aorta

 Denyutan jantung: bergeser ke-medial atau lateral?

 Bila bergesernya bersamaan dengan bergesernya trakhea berarti juga bergesernya


mediastinum.
Tanda-tanda kelainan paru

 Pasien duduk atau berbaring

 Palpasi dada bagian depan, dada belakang dengan meletakkan kedua tangan hingga
kedua ibu jari tangan berada diatas sternum atau tulang belakang.

 Getaran suara (vocal fremitus): getaran yang dirasakan oleh pemeriksa pada saat
kedua telapak tangan diletakkan pada dada dan pasien diminta mengucapkan kata-
kata “satu, dua, tiga”, “tujuh puluh tujuh”, “delapanpulu delapan”. Periksa seluruh
dinding toraks dan bandingkan kanan dan kiri.

Fremitus vocal mengeras, terjadi pada

1. Pneumonia lobaris, tuberkulosa, infark dan tumor paru

2. Atelektasis/kolaps paru dengan bronkus utuh dan tidak tersumbat

3. Kavitasi yang letakknya dekat permukaan paru

Fremitus vokal lemah atau hilang

1. Rongga pleura terisi air, darah, nanah, udara atau jaringan pleura menjadi tebal

2. Bronkhus tersumbat

3. Jaringan paru tidak elastik lagi

4. Paru fibrotik

5. Kaverne paru

Perkusi

Cara: Letakkan falangs terakhir dan dan sebagian dari falangs kedua jari tengah tangan kiri
pada tempat yang akan diperkusi. Jari lainnya dan telapak tangan tidak boleh melekat pada
tempat itu. Dengan ujung jari tengah tangan kanan kita mengetuk jari tengah tangan kiri yang
diletakkan pada permukaan toraks.

 Suara Perkusi Normal Adalah resonan, bunyinya “dug-dug-dug”

 Sangat resonan suaranya “dang-dang-dang” berarti tempat perkusi banyak udara,


misalnya o.k pneumotoraks

 Agak menggendang “dung-dung-dung” disebut sub-timpani, seperti perkusi kotak


kosong. Terjadi pada pleura yang terisi udara

 Hiper resonan, y.i lebih resonan dari biasa tetapi belum spt sub timpani, suaranya
“deng-deng-deng”,
Perkusi yang kurang resonan

 Redup”deg-deg-deg” pada pleura menebal atau “bleg-bleg-bleg” pada udema paru.

 Pekakseperti perkusi paha. Terdapat pada rongga pleura terisi nanah/cairan, tumor
atau fibrosis

 Redup jantung, didada kiri segitiga

 Redup hati, pada bagian bawah dada sisi kanan.

 Redup limpa, terdapat di bagian bawah toraks kiri.

Auskultasi

 Kulit dikeringkan dan keringat dibersihkan lebih dahulu

 Saat di auskultasi pasien harus bernapas dengan mulut terbuka secara teratur dan
cukup dalam tetapi tidak boleh bersuara.

Suara dasar pernapasan

 Trakheobronkhial: auskultasi pada trakhea

 Jika terdengar suara diluar daerah tsbcuriga adanya kaverne

 Bronkhovesikuler: didaerah bronkhi (sternum bagian atas), sekitar torakal 3-4 di


daerah interskapuler dan di infraklavikuler

 Vesikuler : pada jaringan paru yang sehat  antara inspirasi dan ekspirasi tidak
terputus.

 S.n vesikuler yang tidak normal lemah atau sama sekali tak terdengar

Resonan VokalSaat auskultasi pasien mengucapkan kata-kata “satu, dua,tiga”

 Resonan meningkatse-olah2 suara datang dari dekat

 Bronkhofonisuara pada bronkhus yang dikelilingi jaringan paru padat.

 Resonan hampir tak terdengar atau sama sekali hilang cairan dalam rongga pleura

Suara tambahan, ada 2 macam:

 Ronkhi: Suara Yang Terjadi Pada Bronkhi Karena Penyempitan Lumen Bronkhus.
Terdengar Sebagai Suitan Nada Tinggi Atau Nada Rendah Menderu.

 Krepitasi: Seperti hujan rintik-rintik, berasal dari bronkhus, alveoli, atau kavitasi
dalam paru yang mengandung cairan, atau pergesekan membran pleura.
PEMERIKSAAN KARDIOVASKULER TORAKS

Inspeksi

 Bentuk Prekordium Normal Adalah Simetrik Perhatikan Adanya Dada Cekung,


Gembung Sesisi

 Denyut Apeks JantungPs Berbaring/Duduk. Orang Sehat Tampak Pada Sela Iga Ke
5 Kiri (± 7-9 Cm Dari Grs Midsternum). Anak2 Pada Sela Iga Ke 4.Perhatikan
Adanya Pergeseran

 Denyutan Pada Dada Bagian AtasCuriga Adanya Aneurisma Aorta

Palpasi Prekordium

 Meneliti Denyutan Dan Getaran (“Thril”)

 Memeriksa Gerakan Trakhea

Perkusi Prekordium

 Meneliti adanya efusi prekordium dan aneurisma aorta  daerah redup melebar.

Auskultasi Jantung

 BJ 1 timbul akibat penutupan katup mitralis dan trikuspidalisbunyi “Lub”

 BJ 2 timbul akibat penutupan katup aorta dan pulmonalis bunyi “dhug”

 BJ 3 terdengar samar setelah BJ 2akibat getaran otot2 papilaris dan khorda tendine
katup mitralis dan trikuspidalis waktu terisi dara yang masuk dengan deras

 BJ 4 tidak terdengar.

Irama Jantung Abnormal

 Irama triple, y.i pengulangan tiga BJ

 Irama gallop, irama kuda berlari  pada payah jantung

Bising Jantung

Adalah suara yang dibangkitkan oleh pusaran abnormal aliran darah dalam jantung
dan pembuluh darah

Macamnya: bising mitralis, aorta, insufisiensi mitralis, insufisiensi aorta, bising


trikuspidalis, stenosis pulmonalis, ASD,VSD,PDA,Tetralogi Fallot, dll
Pemeriksaan Abdomen

 ADOMENdari arkus kostal sampai garis lipat paha

 Dibagi menjadi 9 kawasan dimana masing-masing dapat dipakai untuk menentukan


organ yang ada dibawahnya.

 Kawasan itu adalah hipokhondrium kanan, epigastrium, hipokhondrium kiri, lumbal


kiri, umbilikal, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium, iliaka kiri

Urutan Pemeriksaan Abdomen

1. Inspeksi

2. Auskultasi

3. Perkusi

4. Palpasi

Kekeliruan dalam urutan akan berpengaruh pada gerakan dan suara peristaltik.

Inspeksi Perut

 PERMUKAAN PERUT: kulit tegang, licin, tipis, tebal, kuning, adanya pelebaran
pembuluh vena

 LINGKAR PERUT: gunakan pita pengukur

 BENTUK PERUT: simetrik, pembesaran asimetrik,, pembesaran setempat

 GERAKAN DINDING PERUT: kesesuaian dengan gerakan diafragma

 DENYUTAN PADA DINDING PERUT: diepigastrium pada orang kurus, tumor


yang menekan aorta, dll

Auskultasi Abdomen

Untuk memeriksa:

1. Bunyi peristaltik usus

2. Bunyi gerakan cairan

3. Bising pembuluh darah

Lakukan Pemeriksaan Diseluruh Kawasan Abdomen Dengan Cermat Dengan Waktu Yang
Cukup ( 1-3 Menit)
Perkusi Abdomen

 Menentukan: pembesaran organ, adanya udara bebas, cairan bebas dalam rongga
perut

 Bunyi perkusi abdomen normal TIMPANI

 Daerah pekak hepar bisa menghilang, jika ada udara bebas di dalam rongga abdomen

 Daerah yang mengandung cairan akan didapatkan suara pekak

 Shifting dullnespekak alih jika cairan bebas tidak memenuhi rongga abdomen

Palpasi Abdomen

 Berbaring terlentang, bernapas tenang dengan mulut terbuka, pasien diajak bercakap-
cakap atau menekuk tungkainya kearah lutut (untuk memeriksa perut bagian atas).
Untuk perut bagian bawah tungkai pasien diluruskan

 Diperhatikan: tempat yang nyeri, bagian perut yang tegang, organ didalam perut,
cairan bebas dalam perut, palpasi lubang hernia

 Garis Schuffner, titik Mc Burney

Pemeriksaan Ekstremitas

Meliputi:

 Inspeksi

 Palpasi

 Uji pergerakan dan kekuatan otot

 Uji gerakan koordinasi

 Uji sensibilitas

 Refleks

Inspeksi kulit

 Ikhterus, sianosis ujung jari tangan dan kaki, purpura/ptekhie, bercak merah,
perubahan warna kulit setempat, kulit atrofik, rambut kulit, kuku.

 Bentuk anggota gerak: bahu, siku, tangan, panggul, lutut, tungkai bawah dan
kaki.Berbagai penyakit akan mengakibatkan perubahan bentuk pada organ tersebut.

 Catat dan informasikan kepada semua profesi yang terkait.


Palpasi anggota gerak
 Meneliti: nadi, konsistensi otot, kelenjar di aksila dan inguinal

Menguji Pergerakan dan Kekuatan Otot

Gangguan-gangguan yang mengakibatkan keluhan anggota gerak: nyeri, lemah otot,


lemah neuromuskuler

Diuji dengan gerakan aktif dan pasif

Tentukan kekuatan ototnya dengan rentang 0-5

Uji gerakan koordinasi


Periksa terhadap ataksia, dismetria (salah mengukur), gerakan berlawanan dengan
cepat (disdiadokhokinesia), ataksia badan.
Uji sensibilitas: parestesia, baal (kebas), kebal terhadap rangsang nyeri, suhu dan
raba, nyeri spontan, neuralgia, dll
Uji Refleks: refleks fisiologis (biseps, triseps, tendon lutut) dan refleks patologis
(brudzinsky, babinzky, chadock)

JURUSAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


KEPERAWATAN PEMERIKSAAN FISIK
POLTEKKES ( PHYSICAL ASSESMENT)
DEPKES MALANG

Pengertian Melakukan pemeriksaan pada klien dengan teknik cephalocaudal melalui


inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
Tujuan Untuk menilai status kesehatan kesehatan klien , mengidentifikasi faktor
resiko kesehatan dan tindakan pencegahan, mengidentifikasi pemeriksaan
penunjang yang perlu dilakukan, mengevaluasi terhadap perawatan dan
pengobatan pada klien.
Persiapan Alat :
- Status klien
- Dracing car beralas/baki beralas yang berisi alat2: tensimeter,
termometer, stetoskop, jam tangan, Botol 3 buah berisi cairan (air
bersih, desinfektant, air sabun ), kertas tissue, lampu senter, otoskop,
opthalmoskop (kalau perlu), meteran, refleks hammer, garputala
(kalau perlu), spekulum hidung, spatel lidah, kaca laring, sarung
tangan, bengkok, kassa steril, timbangan berat badan, bahan
aromatik, alat tulis
Klien dan lingkungan :
- Posisi
- Sampiran
- Pengosongan rektum dan kandung kemih (kalau perlu)
Prosedur Kerja 1. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada klien
2. Catat nama klien dan tanggal pemeriksaan
3. Cuci tangan
4. Lakukan pemeriksaan keadaan umum / penampilan umum klien
5. Lakukan pemeriksaan tanda vital
- suhu tubuh
- denyut nadi
- pernafasan
- tekanan darah
6. Lakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan jika memungkinkan
7. Lakukan pemeriksaan kepala dan leher :
a. Kepala :
- Amati bentuk kepala, keadaan kulit kepala, keadaan rambut dan
wajah
- Rada ubun-ubun (bila umur < 2 tahun) dan adanya benjolan
- Amati kelengkapan dan kesimetrisan mata, pupil (ukuran, bentuk,
respon terhadap cahaya), kornea, konjungtiva, warna sklera
- Amati dan palpasi kelopak mata/palpebra
- Lakukan test ketajaman penglihatan dengan kartu snellen (kp)
- Ukur tekanan bola mata dengan tonometer (kp)
- Lakukan test luas lapang pandang (kp)

b. Mata :
- Amati kelengkapan dan kesimetrisan mata, pupil, kornea,
konjungtiva, sklera
- Amati dan palpasi kelopak mata/palpebra
- Lakukan test ketajaman penglihatan dengan kartu snellen (kp)
- Ukur tekanan bola mata dengan tonometer (kp)
- Lakukan test luas lapang pandang (kp)
c. Hidung :
- Amati posisi septum nasi
- Amati lubang hidung spt kelembaban, mukosa, sekret dan adanya
polip, kalau perlu gunakan spekulum
- Amati adanya pernafasan cuping hidung
d. Telinga
- Amati dan raba bentuk telinga, ukuran telinga dan ketegangan daun
telinga
- Amati lubang telinga : adanya serumen, benda asing, membran
timpani
- Raba pembesaran kelenjar limfe di depan telinga, belakang telinga
- Kalau perlu lakukan test pendengaran dengan memakai garpu tala
e. Mulut dan faring :
- Amati keadaan bibir
- Amati warna bibir
- Amati keadaan gusi dan gigi
- Amati keadaan lidah
- Lakukan pemeriksaan rongga mulut (kalau perlu menggunakan
spatel lidah)
f. Leher :
- Amati dan raba posisi trakea
- Amati dan raba pembesaran kelenjar tiroid
- Amati dan raba bendungan vena jugularis
- Raba nadi karotis
- Raba pembesaran kelenjar limfe di leher, supra klavikula
8. Lakukan pemeriksaan kulit/integumen dan kuku
a. Amati kebersihan kulit dan adanya kelainan
b. Amati warna kulit
c. Raba kehangatan kulit, kelembaban, tekstur dan turgor
d. Amati bentuk dan warna kuku
e. Amati warna telapak tangan
f. Cek CRT ( 21apillary refill time )
9. Lakukan pemeriksaan ketiak dan payudara (kalau perlu)
a. Amati ukuran, bentuk dan posisi, adanya perubahan warna,
pembengkakan dan luka
b. Raba adanya benjolan, nyeri tekan dan sekret
c. Raba pembesaran kelenjar limfe di ketiak
10. Lakukan pemeriksaan thorak bagian depan :
a. Inspeksi bentuk dada , kesimetrisan pergerakan dada, adanya retraksi
interkosta
b. Palpasi kesimetrisan pergerakan dada
c. Palpasi taktil fremitus
d. Palpasi ictus cordis pada area intercosta ke-5 mid klavikula kiri
e. Lakukan perkusi dada
f. Auskultasi suara nafas : trakeal, brinkhial, bronkovesikuler dan
vesikuler
g. Auskultasi suara nafas tambahan : ronkhi, wheezing, rales, pleural
friction rub
h. Auskultasi bunyi jantung I dan II serta bunyi jantung tambahan
(kalau ada)
i. Auskultasi bising jantung/murmur
11. Lakukan pemeriksaan thorak bagian belakang
a. Inspeksi bentuk dada , kesimetrisan pergerakan dada, adanya retraksi
interkosta
b. Palpasi kesimetrisan pergerakan dada
c. Palpasi taktil fremitus
d. Lakukan perkusi dada
e. Auskultasi suara nafas : trakeal, brinkhial, bronkovesikuler dan
vesikuler
f. Auskultasi suara nafas tambahan : ronkhi, wheezing, rales, pleural
friction rub
12. Lakukan pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi bentuk, adanya massa dan pelebaran pembuluh darah pada
abdpmen
b. Auskultasi bising usus
c. Perkusi bunyi abdomen, cek adanya ascites
d. Palpasi nyeri, adanya benjolan, turgor
e. Palpasi hepar
f. Palpasi lien
g. Palpasi titik Mc,. Burney
h. Palpasi adanya retensio urine
i. Palpasi massa feses
13. Lakukan pemeriksaan genetalia dan daerah sekitarnya (bila perlu) :
a. Genetalia pria
- Amati kebersihan rambut pubis, kulit sekitar pubis, kelainan kulit
penis dan skrotum, lubang uretra
- Raba adanya benjolan atau kelainan pada penis, skrotum dan testis
b. Genetalia wanita
- Amati rambut pubis, kulit sekitar pubis, bagian dalam labio mayora
dan labio minora, klitoris, lubang uretra dan perdarahan
- Raba daerah inguinal
c. Anus
- Amatu adanya lubang anus (pada bayi baru lahir), kelainan pada
anus, perineum, benjolan, pembengkakan
- Raba adanya nyeri
14. Lakukan pemeriksaan muskuloskeletal (ekstremitas) :
a. Inspeksi kesimetrisan otot
b. Inspeksi struktur dan bentuk tulang leher, tulang belakang,
ekstremitas atas dan bawah untuk mengetahui adanya lordosis,
khyposis dan skoliosis
c. Amati ROM dan gaya berjalan
d. Palpasi adanya oedem
e. Uji kekuatan otot
f. Amati adanya kelainan pada ekstremitas
15. Lakukan pemeriksaan neurologi :
a. Lakukan pemeriksaan tingkat kesadaran dengan GCS ( Glasgow
Coma Scale)
b. Periksa tanda rangsangan menineal/otak : adanya sakit kepala, kaku
kuduk, muntah, kejang, penurunan kesadaran dan febris
c. Periksa fungsi motorik : ukuran otot, gerakan yang tidak disadari
d. Periksa fungsi sensorik :
- Anjurkan klien menutup mata, usapkan kapas pada wajah, lengan
dan tungkai. Tanyakan respon klien
- Anjurkan klien menutup mata, sentuhkan peniti atau benda tajam
yang lain pada kulit. Anjurkan klien mengatakan tajam, tumpul atau
tidak tahu.
- Anjurkan klien menutup mata, sentuhkan tabung berisi air hangat
dan dingin. Anjurkan klien mengatakan panas, dingin atau tidak
tahu.,
e. Periksa saraf kranialis :
- Nervus Olfaktorius : Anjurkan klien menutup mata dan anjurkan
klien mengidentifikasi bau yang diberikan
- Nervus Optikus : Gunakan Snellen chart pada jarak 5 meter dan
periksa lapang pandang klien dengan menyalakan sebuah benda
yang bersinar dari samping belakang ke depan
- Nervus Oculomotorius : Tatap mata klien dan anjurkan klien untuk
menggerakkan mata dari dalam ke luar dan dengan menggunakan
lampu senter uji reaksi pupil dengan memberi rangsangan sinar ke
dalamnya.
- Nervus Trochlearis : Anjurkan klien melihat ke bawah dan
kesamping dengan menggerakkan tangan pemeriksa.
- Nervus Trigeminus :
 Cabang dari optalmikus : Anjurkan klien melihat ke atas, dengan
menggunaka kapas sentuhkan pada kornea samping untun melihat
refleks kornea. Untuk sensasi kulit wajah, usapkan kapas pada dahi
dan paranasalis klien
 Cabang dari maksilaris : Sentuhkan kapas pada wajah klien dan uji
kepekaan lidah dan gisi
 Cabang dari mandibularis : Anjurkan klien untuk menggerakkan atau
mengatupkan raqhangnya dan memegang giginya. Untuk sensasi
kulit wajah, sentuhkan kapas pada kulit wajah
- Nervus Abdusen : Anjurkan klien melirik ke samping kiri kanan
dengan bantuan tangan pemeriksa
- Nervus Facialis : Anjurkan klien tersenyum, mengangkat alis,
mengerutkan dahi. Dengan menggunakan garam dan gula, uji rasa
2/3 lidah depan klien.
- Nervus Auditori : Gunakan garputala untuk menguji pendengaran
klien
- Nervus Glossopharingeal : Anjurkan klien berkata”ah ” untuk
melihat refleks, anjurkan klien untuk menggerakkan lidah dari sisi ke
sisi, atas ke bawah secara berulang-ulang
- Nervus Vagus : Anjurkan klien berkata ” ah” , observasi gerakan
palatum dan faring, perhatikan kerasnya suara
- Nervus Ascesorius : Anjurkan klien utuk menggeleng dan menoleh
ke kiri, kanan dan anjurkan klien mengangkat salah satu bahunya
keatas dengan memberi tekanan pada bahu tersebut, Amati
kekuatannya
- Nervus Hipoglosal : Anjurkan klien un tuk menjulurkan dan
menonjolkan lidah pada garis tengah kemudian dari sisi ke sisi
16. Lakukan pemeriksaan refles fisiologis :
a. Reflek Biseps : Posisikan lengan klien dalam fleksi pronasin pegang
siku dan lakukan perkusi pada insertio muskulus biseps brachi.
Perhatikan reaksi/gerakan yang terjadi.
b. Reflek Triseps : Fleksikan lengan klien pada siku dan letakkan
tangan klien pada lengan bawah pemeriksa. Lakukan perkusi pada
insertio muskulus triseps brachi. Perhatikan reaksi/gerakan yang
terjadi.
c. Reflek Patella : Atur tungkai klien semifleksi dan terayun. Lakukan
perkusi pada tendo patella. Perhatikan reaksi/gerakan yang terjadi.
d. Reflek Brachiradialis : Letakkan lengan bawah klien pada
abdomen atau samping lengan kliendengan rileks. Lakukan perkusi
pada radius 2-5 cm dari pergelangan. Perhatikan reaksi/gerakan yang
terjadi.
e. Reflek Pektoralis : Atur lengan klien semi abduksi. Lakukan
perkusi pada lipatan tendon anterior aksila.
f. Reflek fleksor jari-jari : Pegang pergelangan tangan klien, ajurkan
rileks. Letakkan jari pemeriksa di atas jari klien. Lakukan perkusi di
atas jari pemeriksa. Perhatikan reaksi/gerakan yang terjadi.
g. Reflek Achiles : Tumit dalam keadaan rileks dan kaki lurus.
Lakukan perkusi pada tendon achiles. Perhatikan reaksi/gerakan
yang terjadi.
17. Lakukan pemeriksaan refleks patologis :
a. Reflek Babinski : Lakukan penggoresan pada telapak kaki dengan
menggunakan benda tumpul. Dari belakang menyusuri bagian lateral
dan menyeberang ke medial menuju ibu jari kaki. Perhatikan
reaksi/gerakan yang terjadi.
b. Reflek Chaddock : Lakukan penggoresan dengan menggunakan
benda tumpul pada tepi kaki mulai dari maleolus lateralis menuju
kelingking. Perhatikan reaksi/gerakan yang terjadi.
c. Reflek Schaeffer : Lakukan penekanan pada tendon achiles.
Perhatikan reaksi/gerakan yang terjadi.
d. Reflek Gordon : Lakukan penekanan pada muskulus
gastroknemius. Perhatikan reaksi/gerakan yang terjadi.
e. Reflek Bing : Lakukan penggoresan secara nerulang-ulang pada
bagian lateral/sisi luar kali. Perhatikan reaksi/gerakan yang terjadi.
f. Reflek Gonda : Tariklah jari-jari kaki dengan cepatdan hati-hati
mulai dari kelingking. Perhatikan reaksi yang terjadi pada ibu jari
kaki.
18. Rapikan klien
19. Bersihkan alat dan rapikan kembali tempat pemeriksaan
20. Cuci tangan
21. Catat hasil pemeriksaan

Tingkat Kesadaran

1. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap


dirinya maupun terhadap Ilmiah
2. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya.
3. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus tidur
bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-
ronta.
4. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat sadar bila
dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali.
5. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak
terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
6. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap
pertanyaan, tidakdapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang nyeri
hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik.
7. Coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan respons terhadap
pertanyaan,tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri. Untuk
mengukur tingkat kesadaran tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan
menggunakan GlasgowComa Scale atau GCS.
Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS)
Teori GCS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Teasdale dengan Jennett
yang bertujuan untuk mengukur dan merekam tingkat keadaan seseorang. GCS adalah skala
yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien yang dilakukan dengan menilai
respon pasien terhadap rangsang yang diberikan oleh pemeriksa. Pada pemeriksaan GCS,
respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata (Eye),
pembicaraan (Verbal) dan gerakan (Motorik). Hasil pemeriksaan tersebut dinyatakan dalam
derajat (score) dengan rentang angka 1 sampai 6 tergantung respon yang diberikan. Ketiga
jenis respon tersebut kemudian dinilai dan dicatat pada grafik yang sesuai dan skor
keseluruhan dibuat dengan menjumlahkan nilai ketiganya. Namun pada praktiknya terdapat
perbedaan antara hasil pemeriksaan GCS pada orang dewasa dan pemeriksaan GCS pada bayi
karena terdapat perbedaan respon antara orang dewasa dan bayi pada saat mereka menerima
rangsangan.
Penilaian GCS pada orang dewasa adalah sebagai berikut:
1. Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka
mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan
nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang),
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata tidak jelas
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar/menarik tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya
posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya
extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Penilaian GCS pada bayi/anak adalah sebagai berikut :


1. Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : Patuh pada perintah/suara
(2) : dengan rangsangan nyeri
(1) : tidak ada respon
2. Verbal (respon verbal) :
(5) : mengoceh
(4) : menangis lemah
(3) : menangis (karena diberi rangsangan nyeri)
(2) : merintih (karena diberi rangsangan nyeri)
(1) : tidak ada respon
3. Motorik (Gerakan) :
(6) : spontan
(5) : menarik (karena sentuhan)
(4) : menarik (karena rangsangan nyeri)
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E-V-
M dan selanjutnya nilai GCS tersebut dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi atau GCS
normal adalah 15 yaitu E V M dan nilai GCS terendah adalah 3 yaitu E V M . Berikut
beberapa penilaian GCS dan interpretasinya terhadap tingkat kesadaran :
Nilai GCS (15-14) : Composmentis
Nilai GCS (13-12) : Apatis
Nilai GCS (11-10) : Delirium
Nilai GCS (9-7) : Somnolen
Nilai GCS (6-5) : Sopor
Nilai GCS (4) : semi-coma
Nilai GCS (3) : Coma
Beberapa kondisi yang membuat seseorang menurun tingkat kesadarannya, seperti
stroke, stroke ringan, cedera kepala, pendarahan otak, dan lain-lain.
Daftar Pustaka

1. Lumban Tobing, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik Dan Mental, Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, Balai Penerbit FKUI, cetakan ke-7, Jakarta, 2005

2. Potter. A. Patricia, Pengkajian Kesehatan, Seri Pedoman Praktis, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, edisi 3, 1996

3. Priharjo R, Pengkajian Fisik Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, cetakan


II, 1996

4. Priguna Sidharta, Pemeriksaan Klinis Umum, PT Dian Rakyat, Cetakan ketiga, 1983

Você também pode gostar