Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh :
Tansah Rahmatullah
Abstract
E-commerce transactions have some very special characteristics that lead to the rather
complicated tax implications of the activities it undertakes. In an e-commerce transaction it is
difficult to determine where e-commerce transactions take place. If the tax payable by the
taxpayer is based on the taxpayer's place of residence, is it difficult to determine where the
taxpayer is located, and which country is entitled to collect taxes to be paid by the virtual
store? This is the cause of complications in tax collection on e-commerce transactions
because it can lead to double taxation (double taxation) and harm the parties either the seller
or the buyer.
Fulfillment of taxation obligations in addition to using fiscal juridical approach, the
approach from the administrative point also needs to be considered. Transactions via e-
commerce are difficult to track without the availability of necessary data or information,
especially if the transactions are made through servers located abroad.
Based on the research results, in the context of Income Tax, the Income Tax Law does not
cover the definition of "permanent establishment" form of the ISP, therefore Article 2
paragraph (5) of the Income Tax Law should ideally be amended and supplemented. The
enactment of taxes on e-commerce transactions should pay attention to technical aspects
related to these activities, when a server must be known and have a definite location of course
this is greatly avoided by the organizers of electronic transactions because it involves the
problem of data security. Required refinement of tax rules relating to Value Added Tax (PPN)
and Incoming Tax (PPh)in an attempt to find a breakthrough of tax revenues PPN and PPh
from the existing e-commerce sector.
Abstrak
1
atas kegiatan transaksi e-commerce harus memperhatikan aspek teknis yang berkaitan dengan
kegiatan tersebut, ketika sebuah server harus diketahui dan memiliki lokasi yang pasti
tentunya hal ini sangat dihindari oleh para penyelenggara transaksi elektronik karena
menyangkut masalah keamanan data.Diperlukan penyempurnaan aturan pajak yang berkaitan
dengan pajak PPN dan PPh dalm upaya mencari terobosan penerimaan pajak PPN dan PPh
dari sector e-commerce yang ada saat ini.
2
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan internet diawali dengan proyek riset yang disponsori oleh Militer
Amerika Serikat pada tahun 1960 bernama ARPANET (Advanced Research Projects Agency
Network). Project ini pada awalnya dimaksudkan untuk menciptakan alat komunikasi yang
mempunyai daya pegas dan aman serta memungkinkan terciptanya koordinasi antar aktivitas
militer. 1
saat ini digunakan oleh berjuta-juta orang yang tersebar di dunia. Teknologi internet
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian dunia. Perekonomian dunia
mengalami perubahan yang sangat drastis disebabkan oleh berkembangnya kegiatan finansial,
produksi, investasi dan perdagangan secara global dengan internet sebagai media teknologi
dunia sehingga batas-batas antar Negara dalam berbagai praktik bisnis seakan-akan tidak
berlaku lagi. 2
Internet telah pula mengubah cara dan sarana transaksi bisnis. Melalui internet
transaksi-transaksi bisnis yang selama ini dilakukan di dunia nyata dengan menggunakan
kertas kini dapat dilakukan secara elektronik (digital). Transaksi perdagangan tradisional yang
berlangsung di dunia nyata dilakukan dengan menggunakan media kertas artinya komunikasi
dilakukan dengan surat menyurat diatas kertas. Surat tersebut kemudian dikirim melalui pos,
1
Suseno, Sigit, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Bandung: Refika Aditama, 2012 (hlm.1)
2
Hendra Halwani dalam Buku EKonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi sebagai dikutip oleh Dr, Shinta
Dewi, SH. LLM. dalam Buku Cyberlaw Perlindungan Privasi atas Informasi Pribadi dalam E-commerce
Menurut Hukum Internasional, Bandung:Widya Padjadjaran, 2009 (hlm.1)
3
kurir, atau bahkan dikirimkan oleh pegawai perusahaan, dan lain-lain seperti faksimili,
Berbeda halnya dengan internet, komunikasi melalui internet adalah komunikasi yang
terjadi di dunia virtual dimana manusia yang berada di dunia nyata dapat mengirimkan tulisan
melalui hubungan surat elektronik (e-mail) atau dengan kata lain tidak ada kertas (paperless)
Indonesia, jumlah transaksi online atau yang dikenal dengan e-commerce pun semakin
meningkat. Menurut lembaga riset MarkPlus Insight, Indonesia adalah salah satu pengguna
internet terbesar di dunia. Pada tahun 2013 pengguna internet di Indonesia mencapai 74,57
juta. Dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa, penetrasi internet di Indonesia mencapai
sekitar 30% dari total populasi. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar e-
Angka ini melampaui pertumbuhan e-commerce di negara Tirai Bambu China yang hanya
sebesar 61 persen. Dalam laporan per Juni lalu, e-Marketer menyebutkan nilai transaksi e-
commerce di Indonesia tahun 2013 diperkirakan sebesar USD1,8 miliar atau sekitar Rp18
triliun.4
Sistem berbelanja online di Indonesia terbagi melalui tiga saluran. Pertama, lewat toko
online, seperti lazada.com dan zalora.co.id. Kedua, melalui platform yang mempertemukan
penjual dengan pembeli, sekaligus menjadi forum bagi keduanya, contohnya kaskus.co.id dan
internet yang diprediksi mencapai 149 juta pada dua tahun mendatang, popularitas sosial
media dan penetrasi telepon seluler yang bisa menjadi peranti akses internet, maka
3
Syahdeini, Sutan Remy, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Jakarta:PT. Pustaka Utama Grafiti, 2009
(hlm.5)
4
Nur Arianto, Ekstensifikasi Pajak dari Transaksi Perdagangan Online, dalam Artikel Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan, hlm. 2
4
diperkirakan transaksi e-commerce akan semakin melonjak di tahun-tahun berikutnya. Salah
memprediksi di 2015 nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai USD10 miliar atau
sekitar Rp100 triliun, dan memprediksi ledakan e-commerce akan terjadi di tahun 2020.5
Kegiatan usaha e-commerce dapat dilakukan melalui apa yang disebut Application
Service Provider (ASP) 6yang biasanya menjadi sarana utama bagi pelaku usaha di bidang ini.
ASP menyediakan disk space untuk disewa pengusaha untuk menawarkan produksinya.
karakteristik yang sangat khusus sehingga mengakibatkan implikasi pajak yang agak rumit
dari kegiatan tersebut. Hal ini terjadi karena Transaksi elektronik antara e-merchant (pihak
yang menawarkan barang atau jasa melalui internet) dengan e-customer, (pihak yang membeli
barang atau jasa melalui internet) terjadi di dunia maya atau di internet, dan pada umumnya
dokumen yang digunakan dalam transaksi tersebut bukanlah paper document, melainkan
Menurut Prof. William Fox dan Donald Bruce dari Universitas Tennessee,7e-commerce
pengganti dan perluasan dari remote sales yang pajaknya tidak pernah dikumpulkan. Kedua,
e-commerce yang merupakan subtitusi atau perluasan juga tidak terjangkau oleh peraturan
pajak atau retribusi lokal, sekalipun yang terbaru. Inilah yang ditunding mengapa banyak
pemerintah melihat e-commerce sebagai salah satu penyebab terbesar hilangnya penerimaan
5
Pemerintah Amerika Serikat sendiri pada bulan maret tahun 2000 dengan alasan defisit
anggaran belanja Negara, mulai memberlakukan pajak atas e-commerce atau e-trading dalam
Proyek yang dikenal dengan nama Streamlined Sales Tax Project (SSTP)8. Menurut Alisa
Shelton sebagaimana dikutip oleh Agung Budilaksono (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan
Cukai) dalam artikelnya9, SSTP ini berbenturan dengan keputusan Mahkamah Agung
Amerika yang menyebutkan secara jelas bahwa internet dan catalogue merchants tidak dapat
dipungut pajak penjualannya, karena keduanya tidak memenuhi syarat kehadiran fisik (Nexus)
Proyek SSTP ini muncul sebagai tanggapan terhadap upaya Kongres Amerika yang
perdagangan online. Larangan tersebut dianggap oleh pemerintah akan memiliki konsekuensi
keuangan yang serius bagi Negara. Hal ini terutama didukung oleh pernyataan Mahkamah
Agung Amerika yang tertuang dalam Internet Tax Freedom Act yang ternyata sangat di
setujui oleh Senat Amerika Serikat. Isi dariInternet Tax Freedom Actsendiri adalah melarang
semua negara bagian dan lokal di Amerika untuk memajaki informasi & perdagangan melalui
Internet.
Indonesia sendiri Sejak 1 Januari 2014, Pemerintah telah menetapkan aturan mengenai
batasan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu pengusaha yang omzetnya mencapai Rp4,8 miliar.
Dengan demikian, semua pelaku usaha termasuk pebisnis online yang omzetnya mencapai
jumlah tersebut, wajib memungut PPN atas setiap transaksinya. Namun belum ada kepastian
bahwa apakah setiap transaksi online yang dilaksanakan oleh pengusaha e-commerce baik
badan usaha atau orang pribadi yang sudah tergolong PKP, telah memungut PPN dan
8
SSTP tujuannya adalah untuk menyederhanakan dan modernisasi sistem penjualan, penggunaan pengumpulan
pajak dan administrasi di Amerika Serikat, mengeliminasi terjadinya perbedaan di antara tingkatan pajak Negara,
dan juga dapat menghapus hambatan utama dalam pengumpulan pajak pada penjualan online, sekaligus berusaha
meyakinkan Kongres dan pengadilan, dalam upaya memperoleh dukungan untuk dapat mengumpulkan pajak
secara teratur
9
http://www.bppk.depkeu.go.id/webbc/images/stories/file/2011/artikel/upload%205%20agustus%202011/AGUN
G%20BL%20BAGAIMANA%20PERLAKUAN%20PAJAK%20UNTUK%20TRANSAKSI%20E-
COMMERCE%20DI%20INDONESIA.pdf (diakses pada tanggal 06/4/2018 7.52 pm)
6
menyetorkan ke kas negara. Hal inilah yang cukup sulit dideteksi, dikarenakan transaksi e-
Ada banyak kendala yang dihadapi untuk pengenaan pajak atas transaksi online.
Transaksi e-commerce terjadi dalam waktu yang singkat, sehingga sangat sulit untuk melacak
siapa saja pelaku transaksinya. Bentuk barang atau jasa yang diperdagangkan kebanyakan
berformat digital (nonfisik) seperti software, video, musik, e-magazine, sehingga cukup
menyulitkan dalam penentuan obyek pajaknya. Di samping itu, bukti transaksinya adalah
bukti elektronis sehingga membuat transaksi e-commerce semakin susah untuk dideteksi. Dan
kendala yang terakhir adalah bahwa transaksi online tak hanya terjadi di dalam wilayah
pabean Indonesia saja, namun terkadang menembus batas geografis negara lain. Karena
sifatnya lintas negara, banyak perusahaan e-commerce yang menjalankan bisnis secara online
di suatu negara, meskipun tidak ada keberadaan secara fisik perusahaan di negara tersebut.
Hal ini tentu akan menimbulkan kesimpangsiuran mengenai negara mana yang berhak
teritorial suatu negara. Tak hanya pengenaan PPN dalam transaksi online, tetapi para
pengusaha e-commerce tentunya wajib dikenakan juga Pajak Penghasilan (PPh). Saat ini
memang belum ada aturan khusus mengenai perlakuan PPh atas pengusaha e-commerce,
sehingga masih mengikuti ketentuan pajak penghasilan secara umum. Khusus untuk pelaku
pengusaha e-commerce orang pribadi, pengenaan pajak pada dasarnya dipersamakan dengan
toko konvensional. Sesuai dengan PER-32/PJ/2010 tentang pelaksanaan pengenaan PPh pasal
25 bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, pengusaha ecommerce orang pribadi
dikenakan PPh sebesar 0,75% dari omzet setiap bulannya. Dengan berlakunya PP Nomor 46
tahun 2013, maka perlakuan pajak pengusaha e-commerce dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4,8 milliar dikenakan pajak sama dengan pajak UMKM, yaitu 1% dari omzet.
10
Nur Arianto, Op.cit, hlm. 3
7
Namun persoalan akan timbul lagi manakala pajak penghasilan akan dikenakan
terhadap pengusaha ecommerce yang keberadaan fisiknya tidak ada di Indonesia. Dalam
Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang PPh, dijelaskan mengenai pengertian Bentuk Usaha Tetap
(BUT) mencakup 3 hal, yaitu pertama ada keberadaan fisik tempat usaha baik berupa tanah,
gedung, peralatan dan mesin. Kedua, adanya aktivitas atau kegiatan usaha yang dilakukan di
Indonesia. Dan yang ketiga, adanya agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak
untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak
Indonesia sulit untuk dikategorikan sebagai BUT. Pasalnya, beberapa perusahaan e-commerce
beserta seluruh asetnya tidak terletak di Indonesia dan tidak melaksanakan kegiatan yang
secara fisik di Indonesia. Padahal bisa saja pendiri dan pemegang saham perusahaan e-
commerce tersebut adalah orang Indonesia, dan notabene target konsumennya adalah orang
Indonesia sendiri. Pengertian BUT sebetulnya dapat dikembangkan jika melibatkan lokasi
server perusahaan tersebut, dan hal ini seharusnya bisa menjadi pintu masuk dalam
mengenakan pajak dalam transaksi e-commerce. Namun sayangnya istilah server belum
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Kajian Yuridis Penjualan Online Melalui Internet ditinjau dari Aspek Hukum
Pajak”.
Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
hukum pajak?
8
2. Apa Faktor-faktor penghambat penjualan online dikenakan wajib pajak
usaha?
pajak usaha?
1. Manfaat teoritis
mengenai Penjualan Online melalui internet ditinjau dari aspek hukum pajak
2. Manfaat Praktis
c. Dapat dijadikan pedoman bagi para pihak atau peneliti lain yang ingin
pajak
9
d. Penelitian ini sebagai bahan latihan dalam penulisan karya ilmiah sekaligus
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
peradaban manusia secara global. Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi juga
telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless). Globalisasi yang ditandai dengan
nilai ekonomi tinggi karena tidak semua pihak mampu memproses dari suatu data yang
Pada awal tahun 1990-an mulai dikenal perdagangan secara elektronik (electronic
aktivitas transaksi tidak dapat lagi dibatasi dengan batasan geografis karena internet
Dalam konteks hukum, Prof. Dr. H. Ahmad M. Ramli, SH., MH., FCBArb menulis
12
dalam bukunya bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah
melahirkan suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber. Istilah “hukum siber”
diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan
untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang
11
Edmon Makarim dalam Kompilasi Hukum Telematika, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2003 sebagaimana
dikutip oleh Dr, Shinta Dewi, SH. LLM. dalam Buku Cyberlaw Perlindungan Privasi atas Informasi Pribadi
dalam E-commerce Menurut Hukum Internasional, Bandung:Widya Padjadjaran, 2009 (hlm.2)
12
M. Ramli, Ahmad, Cyberlaw dan HAKI dalam SIstem Hukum Indonesia, Bandung:Refika Aditama, 2010
(hlm. 1)
11
juga digunakan adalah Hukum Teknologi Informasi (Law of Information Technology),
Istilah hukum siber digunakan dengan dilandasari oleh pemikiran bahwa cyber jika
diidentikan dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan
pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi
kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai “maya” (sesuatu
Julian Ding dalam bukunya e-commerce: Law & Practice sebagaimana dikutip Sutan
14
Remy , mengemukakan bahwa e-commerce sebagai suatu konsep tidak didefinisikan. E-
commerce memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda. Hal itu seperti kita
mendefinisikan seekor gajah, yaitu tergantung dari di bagian mana dari gajah itu kita lihat
atau pegang, maka akan berbeda pula definisi yang dapat diberikan.
between a vendor and a purchaser or parties in similar contractual relationships for the
executed or entered into in an electronic medium (or digital medium) where the
physical presence of the parties is not required, and the medium exist in a public
network or system as opposed to a private network (closed system). The public network
or system must be considered an open system (e.g. the Internet or the World Wide Web).
13
Syahdeini, Sutan Remy, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Jakarta:PT. Pustaka Utama Grafiti, 2009
(hlm.6)
14
ibid
12
The transactions are concluded regardless of national boundaries or local
requirements”.
komersial antara vendor dan pembeli atau pihak dalam hubungan kontrak yang sama untuk
penyediaan barang, jasa atau akuisisi "hak". Transaksi komersial ini dieksekusi atau
dimasukkan ke dalam media elektronik (atau media digital) di mana kehadiran fisik dari para
pihak tidak diperlukan, dan media yang ada di jaringan publik atau sistem yang bertentangan
dengan jaringan pribadi (sistem tertutup). Jaringan publik atau sistem harus dianggap sebagai
sistem terbuka (misalnya internet atau World Wide Web). Transaksi disimpulkan terlepas dari
Meskipun istilah e-commerce baru memperoleh perhatian beberapa tahun terakhir ini,
tetapi e-commerce telah muncul dalam berbagai bentuknya sudah lebih dari 20 tahun.
Teknologi Electronic Data Interchange (EDI) dan Electronic Funds Transfer (EFT)
diperkenalkan untuk pertama kalinya di akhir tahun 1970-an. Pertumbuhan dan penggunaan
Credit Cards, Automated Teller Machines, dan Telephone Banking di tahun 1980-an juga
penyimpanan dan pengambilan data (retrieval) dari multi media; bidang-bidang bisnis seperti
dan pembayaran (billing and payment), dan manajemen jaringan distribusi (supply chain
management); dan aspek-aspek hukum seperti information privacy, hak milik intelektual
lainnya.
13
Pada saat ini, kita menggunakan peralatan elektronik untuk melaksanakan transaksi
komersial sedemikian rupa sehingga kita merasa tidak perlu mengacuhkan implikasiimplikasi
yang akan ditimbulkannya. Misalnya penarikan uang dari ATM, membayar bensin di pompa
bensin dengan menggunakan ATM Cards atau Credit Cards atau Debit Cards. Penggunaan
ATM Cards atau Credit Cards di dalam perdagangan telahmenjadi suatu yang biasa karena
kita tidak lagi merasa bahwa kegiatan-kegiatan tersebut adalah sesuatu yang tidak biasa.
oleh para ahli dan pelaku bisnis dicoba dirumuskan definisinya. Secara umum e-commerce
dapat didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi perdagangan atau perniagaan barang atau
E-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas,
tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga kolaborasi di antara mitra bisnis,
pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dll. Selain teknologi jaringan, E-commerce juga
memerlukan teknologi basis-data atau pangkalan data (databases), e-surat atau surat
elektronik (e-mail), dan bentuk teknologi non komputer yang lain seperti halnya sistem
E-commerce digunakan sebagai transaksi bisnis antara perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lain, antara perusahaan dengan pelanggan (customer), atau antara
perusahaan dengan institusi yang bergerak dalam pelayanan publik. Sasaran e-commerce
adalah menciptakan lingkungan komersial yang baru dalam segala bentuknya di abad
elektronik. Di mana beberapa tahap yang umumnya terdapat diantara penjual dan pembeli
dalam transaksi komersial dapat diintegrasikan sekaligus dan otomatis secara elektronik
14
E-commerce pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali
(website). Menurut Riset Forrester, e-commerce dunia telah menghasilkan penjualan sampai
senilai AS$12,2 milyar pada tahun 2003. Menurut laporan yang lain pada bulan oktober 2006
yang lalu, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat diperkirakan
Ada dua jenis e-commerce. Yang pertama adalah front-end e-commerce, yaitu transaksi
melalui e-commerce antara pengusaha (baik pribadi maupun badan hukum) dengan
konsumen. Jenis lainnya adalah back-end e-commerce, yaitu transaksi antara para pengusaha
menyangkut transaksi informasi internal dengan masing-masing pengusaha atau antara para
individu atau perusahaan. Yang termasuk dalam e-commerce adalah transaksi-transaksi dari
togovernment/B2G). Hal pokok dari e-commerce adalah pada sistem dan prosedur dimana
segala tipe dokumen keuangan dan informasi dihubungkan. Hal ini termasuk transaksi kartu
kredit online, e-cash (kas elektronik), e-billing (tagihan elektronik), e-cheque (cek elektronik),
Scisco16, bahwa :
15
http://www.bppk.depkeu.go.id/webbc/images/stories/file/2011/artikel/upload%205%20agustus%202011/AGU
NG%20BL%20BAGAIMANA%20PERLAKUAN%20PAJAK%20UNTUK%20TRANSAKSI%20E-
COMMERCE%20DI%20INDONESIA.pdf
16
Catur Muliastuti, Lia,Tesis : Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli Melalui Media
Internet, PPS UNDIP, Semarang, 2010.
15
“Electronic Commerce or e-commerce, the exchange of goods and services by means of
the internet or other computer networks. Ecommerce follows the same basic principles
as traditional commerce –that is, buyers and sellers come together to exchange goods
for money. But rather than conducting business in the traditional way – in stores and
other “brick and mortar” buildings or through mail order catalogs and telephone
Computers.”
prinsip dasar yang sama dengan perdagangan tradisional yaitu, pembeli dan penjual datang
bersama-sama guna saling menukarkan barang-barang untuk uang. Tetapi tidak sebagaimana
melakukan bisnis dalam cara tradisional – dalam toko – toko dan gedung – gedung “yang
terbagi atas unit dan kelompok” atau melalui katalog surat pesanan dan operator telepon –
dalam e-commerce pembeli dan penjual melakukan transaksi bisnis melalui jaringan
komputer.
Bahwa jasa keuangan merupakan suatu segmen terbesar dari e-commerce. Untuk suatu
imbalan yang kecil, para perantara (brokerages) Investasi online dalam perdagangan saham
(stock) atas nama klien mereka. Para perantara saham secara online biasanya mengenakan
beban imbalan yang lebih rendah daripada perantara saham tradisional. Situs – situs yang lain
membantu konsumen mencari hipotik (mortgages) dan pinjaman online lainnya. Situs
menyewakan mobil dan booking hotel. Wisatawan dapat merencanakan semua detail
perjalanan bisnis atau liburan mereka, melakukan pesanan dan membeli tiket di situs itu juga.
Situs – situs seperti itu juga menawarkan peta, literatur perjalanan dan informasi booking
untuk perjalanan.
16
2.2. Tinjauan Yuridis E-commerce
Sebelum keluarnya Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE), kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan e-commerce diatur dalam
Hak Cipta, Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Undang-undang nomor 15
tahun 2001 tentang Merek, Undang-undang Telekomunikasi nomor 36 tahun 1999, Undang-
Berbelanja atau melakukan transaksi di dunia virtual melalui internet sangat berbeda
dengan melakukan transaksi di dunia nyata. Kenyataan tersebut telah menimbulkan keragu-
raguan mengenai hukum dan yurisdiksi hukum yang mengikat para pihak yang melakukan
transaksi tersebut. Ada sementara pihak yang berpendapat bahwa oleh karena transaksi
tersebut terjadi di dunia virtual, maka hukum yang berlaku di dunia nyata tidak berlaku.
Pendapat ini menjadi kuat karena pada kenyataannya tidak ada pemilik tunggal dari internet.17
Terdapat kebingungan mengenai apakah hukum perdata dan hukum pidana yang
berlaku di dunia nyata berlaku bagi internet (dunia virtual). Sementara banyak pengguna
internet yang memiliki pandangan bahwa dunia internet tidak memiliki hukum, dan sebaiknya
perbuatan hukum yang terjadi melalui atau di dunia virtual adalah sesungguhnya interaksi
antara sesama manusiadari dunia nyata, dan apabila terjadi pelanggaran hak atas perbuatan
hukum melalui atau di dunia virtual itu adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh manusia
dari dunia nyata dan hak yang dilanggar adalah hak dari manusia dari dunia nyata, maka
hukum yang berlaku dan harus diterapkan adalah hukum dari dunia nyata bukan sama sekali
17
Syahdeini, Sutan Remy, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Jakarta:PT. Pustaka Utama Grafiti, 2009
(hlm.13.)
18
Syahdeini, Sutan Remy, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Jakarta:PT. Pustaka Utama Grafiti, 2009
(hlm.15.)
17
tidak dapat digunakan. Namun karena persitiwanya berlangsung di atau melalui dunia virtual,
maka tentulah tidak sepenuhnya hukum yang berlaku bagi dunia nyata dapat digunakan.
6. Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat bukti;
8. Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa.
Sementara itu Sutan Remy dalam bukunya20 menyebut kurang lebih 11 (sebelas)
19
Ibid, hlm. 16-17
20
Syahdeini, Sutan Remy, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Jakarta:PT. Pustaka Utama Grafiti, 2009
(hlm.17.)
18
6) Perlindungan bagi konsumen dalam transaksi e-commerce
transaksi e-commerce
10) Pilihan hukum (choice of law) dalam transaksi e-commerce, yaitu pilihan mengenai
Negara mana yang akan yang akan diberlakukan dalam hal terjadi sengketa antara
11) Pilihan mengenai yurisdiksi peradilan (choice of forum) bagi pihak-pihak yang
e-commerce.
Elektronik (UU ITE) lahir dan memberikan dua hal penting yakni, pertama pengakuan
transaksi elektronik, tanda tangan elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum
perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik dapat
Dengan adanya pengakuan terhadap transaksi elektronik dan dokumen elektronik maka
1. Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal
19
3. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14
UU ITE); dan
Untuk melaksanakan kegiatan e-commerce, kita harus menyertakan informasi yang jelas
agar tidak tejadi kasus penipuan sehingga pembeli bisa lebih aman berbelanja online. Hal
Pasal 5
(1) Informasi elektronik dan atau hasil cetak dari informasi elektronik merupakan alat
(2) Informasi elektronik dan atau hasil cetak dari informasi elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
(3) Informasi elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai
(4) Ketentuan mengenai informasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
perkawinan;
tertulis;
20
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan hukum lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang
mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, maka informasi
elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat dijamin
suatu keadaan.
Pasal 15
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
Pasal 16
elektronik tersebut;
21
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,
informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
Pasal 17
ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran
Pasal 18
para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik
Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase,
22
sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang
dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat
timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional
Ditinjau dari aspek pajak penghasilan, Implikasi pajak atas kegiatan usaha e-commerce
dimana penyelenggara transaksi elektroniknya adalah subjek pajak dalam negeri timbul pada
saat pelaku kegiatan transaksi e-commerce adalah Subjek pajak yang menjadi wajib pajak
dimana syarat subjektif dan syarat objektifnya sudah terpenuhisebagaimana tercantum dalam
Pasal 2 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pasal 4
(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
23
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan
bersangkutan; dan
perusahaan pertambangan;
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
utang;
24
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
Berdasarkan keterangan diatas dan merujuk pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 23 maka
pelaku kegiatan e-commerce dimana subjek pajaknya adalah subjek pajak dalam negeri
Implikasi pajak atas kegiatan usaha e-commerce timbul dalam hal penyewa atas space di
ISP (Internet Service Provider - penyedia jasa Internet) adalah perusahaan yang berdomisili di
25
luar negeri (subjek pajak luar negeri), Pertama-tama adalah apakah dengan hadirnya
perusahaan luar negeri melalui suatu situs web, perusahaan tersebut dapat dianggap
mempunyai "Bentuk Usaha Tetap" di Indonesia. Definisi "Bentuk Usaha Tetap" yang diatur
dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Tentang PPh, mengindikasikan
Pasal 5 :
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang;
26
m. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
Dengan demikian, apabila sebuah perusahaan luar negeri melakukan kegiatan usaha
melalui website, sesuai dengan definisi, kegiatan ini tidak menimbulkan "bentuk usaha tetap".
Hal yang sama juga dapat dikatakan bila perusahaan luar negeri tersebut adalah perusahaan
yang berdomisili di negara yang mempunyai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
dengan Indonesia.
Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT) ini sangat krusial dalam P3B. Tanpa adanya
P3B, Indonesia mempunyai hak pemajakan atas imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
atau kegiatan yang dibayarkan atau yang terutang kepada Wajib Pajak luar negeri (Pasal 26
ayat (1) huruf d UU PPh). Dengan adanya P3B, imbalan dimaksud (business profits) hanya
akan dikenakan pajak di negara treaty partner (negara domisili) kecuali jika Subjek Pajak
Luar Negeri tersebut menjalankan usahanya di Indonesia melalui BUT yang terletak di
Indonesia. Ringkasnya, BUT merupakan sarana bagi Indonesia sebagai negara sumber dalam
Namun, bila kegiatan dari perusahaan tersebut memberikan jasa melalui website-nya
maka pembayaran yang diterima dari Indonesia merupakan objek pemotongan PPh Pasal 26,
27
mempunyai P3B dengan Indonesia. Undang-undang Pajak Penghasilan belum mencakup
masalah definisi "bentuk usaha tetap" dari ISP, dengan demikian Pasal 2 ayat (5) UU PPh
Jika situasi tersebut dikaitkan dengan P3B maka ada dua hal yang perlu
mempunyai aturan tersebut, dan kedua, sesuai dengan commentary dari OECD, keberadaan
ISP memenuhi ketentuan Pasal 5 dari OECD Model. Pasal 5 dari OECD Model mensyaratkan
bahwa peralatan apapun yang digunakan sebagai server, sifatnya harus tetap. Artinya server
Peluang untuk mengenakan pajak atas transaksi elektronik ini sangat besar terutama
Pajak Konsumsi yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun sampai dengan saat ini,
ketentuan perpajakan yang berlaku, yaitu UU PPN No. 42 Tahun 2009, belum mengatur
secara jelas tentang bagaimana sistem dan prosedur pengenaan PPN atas transaksi ini.
ekonomi dalam beberapa aspek. Antara lain adalah dampak dari transparannya harga-harga
yang dipasarkan melalui Internet. Para konsumen melalui Internet mampu untuk
membandingkan harga suatu barang yang ditawarkan bukan saja oleh beberapa toko atau
perusahaan yang menawarkan barang yang sama di suatu negara, tetapi juga di beberapa
Pembelian barang dari luar negeri akan menimbulkan dampak terhadap penerimaan
pajak. Di Eropa hal ini telah timbul sebagai masalah yang cukup signifikan berkenaan dengan
21
Dalam kajian Security (keamanan) di dunia computer, jika keberadaan server harus diketahui dengan
mempunyai lokasi yang tetap dan pasti maka hal ini tentu saja akan sangat beresiko mengingat server yang
dimiliki memiliki data-data rahasia dan kemungkinannya adalah hal tersebut akan memberikan peluang bagi para
pelaku tindakan kejahatan di dunia maya (cracker) untuk membobol atau melakukan pencurian terhadap isi dari
server yang sudah diketahui tersebut. Tentu saja ini sangat dihindari dan akan sangat merugikan. Oleh karena itu
kiranya perlu ada kajian yang lebih komprehensif lagi baik dari aspek legal maupun dari aspek teknisnya.
28
penerimaan pajak pertambahan nilai (value-added tax).Pada bulan Juni 2000, European
software dan video programming yang di download oleh komputer sebagai services (jasa-
jasa) dan bukan sebagai goods (barang-barang). Negara-negara Eropa mengandalkan pajak
atas konsumsi (taxes on consumption) lebih banyak daripada yang dilakukan oleh Amerika
Serikat. Pada umumnya di Eropa, jasa-jasa dipajaki di negara asal (country of origin). Dengan
demikian negara-negara Eropa tidak akan memperoleh pajak pendapatan dari jasa-jasa yang
Sutan Remy dalam22 menyebutkan bahwa The US International Revenue Code (IRC)
pada dasarnya memberikan dua kriteria untuk menentukan yurisdiksi Amerika Serikat dalam
mengenakan pajak pendapatan orang asing, atau dengan menggunakan kriteria ketiga yang
ditentukan di dalam perjanjian antar negara (treaties). Dasar pemajakan yang pertama adalah
sumber pendapatan (source of income). Menurut IRC, pendapatan kotor orang asing dikenai
pajak sebesar 30% withholding tax, apabila sumber pendapatannya berada di Amerika Serikat.
Kriteria kedua tidak terletak pada apakah pendapatan tersebut berasal dari Amerika Serikat,
tetapi didasarkan pada apakah pendapatan tersebut berkaitan secara efektif dengan
pelaksanaan perdagangan atau bisnis di Amerika Serikat. Kriteria yang ketiga, yaitu yang
berdasarkan perjanjian antar negara, didasarkan pada tempatkedudukan pihak asing yang
bersangkutan.
Kalau pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak didasarkan pada asal sumber
pendapatan, timbul masalah apabila pendapatan itu diperoleh dari transaksi ecommerce.
Dalam suatu transaksi e-commerce adalah sulit untuk menentukan di mana transaksi e-
commerce itu berlangsung. Apabila pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak didasarkan
pada tempat kedudukan pembayar pajak, adalah sulit untuk menentukan di mana tempat
22
Syahdeini, Sutan Remy, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Jakarta:PT. Pustaka Utama Grafiti, 2009
(hlm.21)
29
kedudukan dari wajib pajak. Apabila misalnya suatu toko maya (virtual store) yang dimiliki
oleh orang Indonesia, yang situsnya didaftarkan sebagai suatu dot com, maka oleh karena
cyberspace adalah borderless, di manakah tempat kedudukan yang sebenarnya dari toko maya
tersebut? Lebih lanjut masalah yang timbul ialah : Negara mana yang berhak memungut pajak
yang harus dibayar oleh toko maya milik orang Indonesia tersebut? Indonesia atau Amerika
Serikat?
terdapat 28 jenis transaksi e-commerce yang dilakukan melalui sebuah website dan
Transaksi ini adalah pembelian melalui online catalog. Apabila produk yang
diperdagangkan bukan termasuk barang dan atau jasa sebagaimana diatur pasal 4A UU
PPN, maka transaksi tersebut merupakan penyerahan kenapajak dan terutang PPN
Transaksi ini adalah pembelian produk melalui “online catalog of software” secara
digital. Dalam hal ini software adalah Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud sesuai
Transaksi ini adalah pemesanan secara online atas digital product dari online catalog.
dagang, lisensi, dan lain-lain) berdasarkan ketentuan pasal 4 huruf (d) UU PPN adalah
23
http://www.bppk.depkeu.go.id/webbc/images/stories/file/2011/artikel/upload%205%20agustus%202011/AGU
NG%20BL%20BAGAIMANA%20PERLAKUAN%20PAJAK%20UNTUK%20TRANSAKSI%20E-
COMMERCE%20DI%20INDONESIA.pdf (diakses pada tanggal 11/04/2018 7.52 pm)
30
4) Updates and adds on
Merupakan kegiatan update dan penambahan kelengkapan atas suatu software. Software
adalah BKP (tidak berwujud) sesuai dengan pasal 1 ayat 3 UU PPN dan pasal 4 A UU
PPN, sehingga kegiatan update dan/atau penambahan fasilitas atas software tersebut
dalam jangka waktu tertentu untuk keperluan promosi penjualan. Transaksi ini masuk
Transaksi ini pembeli mendapatkan hak untuk memakai software atau produk digital
lainnya satu kali. Software atau produk digital lainnya adalah BKP tidak berwujud,
Di dalam transaksi ini pemakai mempunyai hak tetap untuk memakai produk software
server dan pemakai menerima bantuan teknik. Fasilitas atau hak untuk menempatkan
software dan bantuan teknik merupakan jasa kena pajak sesuai pasal 1 ayat 6 dan pasal
Merupakan perjanjian dengan provider pemilik hak cipta untuk mengakses software.
Pada transaksi ini ASP memperoleh lisensi untuk memakai suatu aplikasi software , dan
memberikan akses kepada pelanggan untuk aplikasi software , dan memberikan akses
31
kepada pelanggan untuk aplikasi software tersebut. Hal ini termasuk barang kena pajak
tidak terwujud sesuai dengan pasal 1 ayat 3 dan pasal 4A UU dari software vendor
kepada ASP yangberupa lisensi. Oleh karena itu transaksi ini masuk kategori terutang
PPN.
Membayar provider aplikasi software sejumlah fee, yaitu sejumlah persen dari
penerimaan dari pelanggan ASP. Fee yang dibayar merupakan pemanfaatan atas barang
kena pajak tidak berwujud sesuai dengan pasal 1 ayat 3 UU PPN, sehingga terkena
pajak PPN.
Transaksi ini adalah pemberian tempat pada server untuk ditempati website. Hal ini
masuk kategori jasa kena pajak yang berdasarkan pasal 1 ayat 6 dan pasal 4A UU PPN,
dikategorikan sebagai jasa kena pajak sehingga kegiatan ini terutang PPN
software updates dengan bantuan teknik. Hal ini dikategorikan sebagai jasa kena pajak
berdasarkan pasal 1 ayat 6 dan pasal 4A UU PPN sehingga kegiatan ini terutang PPN
Penempatan data computer pelanggan dalam server yang dimiliki dan dioperasikan oleh
yang dikategorikan sebagai penyerahan jasa kena pajak berdasarkan pasal 1 ayat 6 dan
32
Bantuan teknik termasuk saran-saran untuk instalasi, informasi untuk memecahkan
masalah yang berupa technical support, trouble shooting database, yang dilakukan
Merupakan penyerahan informasi kepada pelanggan yang menurut pasal 1 ayat 6 dan
pasal 4A UU PPN dikategorikan sebagai jasa kena pajak sehingga kegiatan ini terutang
PPN
Data Produk yang diserahkan dalam bentuk informasi dengan tambahan analisis atas
data pelanggan, yang menurut pasal 1 ayat 6 dan pasal 4A UU PPN dikategorikan
Merupakan transaksi pembayaran atas fee iklan yang muncul setiap user meng-klik web
site tertentu. Hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat 6 dan pasal 4A UU PPN juga
Informasi teknis yang bersifat rahasia, merupakan jasa kena pajak yang terkena PPN
Informasi yang dikirim kepada pelanggan, juga masuk kategori kegiatan terkena PPN
33
Akses terhadap website tertentu termasuk informasi, music, video, game, dan kegiatan
lainnya.
Hak untuk mendisplay barang yang diterima oleh merchant merupakan jasa kena pajak,
Sales referral program yang diterima oleh online provider dari operator website.
Operator website membayar content provider atas cerita-cerita baru, informasi dan
Pengguna mengakses database copyrighted audio dan/atau materi visual lainnya dan
Pelanggan membayar secara periodic biaya untuk mengakses website yang berisi
“digital copyrighted content” seperti music. Kegiatan ini masuk kategori terutang PPN
34
BAB III
METODE PENELITIAN
kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang belaku dalam
masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normatif
berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum
dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi, perbandingan hukum dan
metode penelitian hukum normatif untuk meneliti dan menulis pembahasan skripsi ini
sebagai metode penelitian hukum. Penggunaan metode penelitian normatif dalam upaya
penelitian dan penulisan skripsi ini dilatari kesesuaian teori dengan metode penelitian yang
dibutuhkan penulis.
tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu
yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Metode pendekatan dalam penelitian
karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus
24
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2004,
Hal. 52
25
Peter Mahmud Marzuki .Penelitian Hukum. Cet 2. Jakarta: Kencana., 2008, Hal 29
35
3.3. Sumber Data
kedudukan mengikat secara yuridis. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penelitian dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan
atau materi yang berkaitan dan menjelaskan mengenai permasalahan dari bahan hukum
primer yang terdiri dari buku-buku dan literature-literatur terkait Penjualan Online di tinjau
permasalahan penelitian. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara
dan konstruksi. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data penelitian hukum normatif
dengan cara data yang diperoleh di analisis secara deskriptif kualitatif yaitu analisa
terhadap data yang tidak bisa dihitung. Bahan hukum yang diperoleh selanjutnya dilakukan
diolah menjadi data informasi. Hasil analisa bahan hukum akan diinterpretasikan
menggunakan metode interpretasi (a) sistematis; (b) gramatikal; dan (c) teleologis.26
26
Soejono Soekantor dan Sri Mamudji. Hal. 251-252
36
Pemilihan interpretasi sistematis ditujukan untuk menetukan struktur hukum dalam
ditafsirkan adalah pasal-pasal suatu undang-undang, ketentuan yang sama apalagi satu asas
dalam peraturan lainnya juga harus dijadikan acuan. Dalam penafsiran ini mencari
tersebut menentukan makna selanjutnya. Akan tetapi, dalam hubungan tatanan hukum yang
tidak terkodifikasi, merujuk pada sistem dimungkinkan sepanjang karakter sistematis dapat
mean?) yaitu metode penafsiran hukum pada makna teks yang di dalam kaidah hukum
dinyatakan. Penafsiran dengan cara demikian bertitik tolak pada makna menueut
pemakaian bahasa sehari-hari atau makan teknis-yuridis yang lazim atau dianggap sudah
baku.
Interpretasi gramatikal dalam penelitian ini terkait dengan makna teks dalam tujuan
pemberian izin pertambangan panas bumi sedangkan, interpretasi teleologis(what does the
articles would like to archieve) yang merupakan yang metode penafsiran yang difokuskan
pada penguraian atau formulasi kaidah-kaidah hukum menurut tujuan dan jangkauannya.
Tekanan tafsiran pada fakta bahwa kaidah hukum terkandung tujuan atau asas sebagai
landasan dan bahwa tujuan atau asas tersebut memengaruhi interpretasi. Dalam penafsiran
Hoft, penafsiran teleologis memiliki fokus perhatian bahwa fakta pada norma hukum
memperhitungkan konteks kemasyarakatan aktual. Cara ini tidak terlalu diarahkan untuk
37
dan kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis guna memperoleh
secara deduktif yaitu dari hal yang bersifat umum menunju yang hal bersifat khusus.27
27
B. Arief Sidharta (Penerjemah), Meuwissen tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan
Filsafat Hukum. Bandung. PT Rafika Aditama , 2009, Hal. 56-57
38
Daftar Pustaka
I. BUKU
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti. 2004,
Dewi, Shinta, Cyberlaw Perlindungan Privasi atas Informasi Pribadi dalam E-commerce
Menurut Hukum Internasional, Bandung:Widya Padjadjaran, 2009
Hutagaol, John, Perpajakan Isu-isu Kontemporer, Yogyakarta:Graha Ilmu, 2007
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Filsafat Ilmu, Metode Penelitian, dan Karya Tulis Ilmiah
Hukum, (Metode Penelitian Hukum), Monograf, Program Studi Magister Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Islam Nusantara, Bandung, 2012
M. Ramli, Ahmad, Cyberlaw dan HAKI dalam SIstem Hukum Indonesia, Bandung:Refika
Aditama, 2010
Suseno, Sigit, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Bandung: Refika Aditama, 2012
Syahdeini, Sutan Remy, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Jakarta:PT. Pustaka Utama
Grafiti, 2009
Suseno, Sigit, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Bandung: Refika Aditama, 2012
Shinta Dewi, Buku Cyberlaw Perlindungan Privasi atas Informasi Pribadi dalam E-
commerce Menurut Hukum Internasional, Bandung:Widya Padjadjaran, 2009
Peter Mahmud Marzuki .Penelitian Hukum. Cet 2. Jakarta: Kencana., 2008.
B. Arief Sidharta (Penerjemah), Meuwissen tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum,
Teori Hukum dan Filsafat Hukum. Bandung. PT Rafika Aditama , 2009
39
IV. INTERNET
http://feriantoraharjo.files.wordpress.com/2011/08/ch_06.pdf (11/6/2013 6.51 pm)
http://web.unair.ac.id/admin/file/f_33720_bab11-12-13.pdf (11/6/2013 6.53 pm)
http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00538-AK%20Bab2001.pdf (11/6/2013 6.53 pm)
http://eprints.undip.ac.id/23920/1/Lia_Catur_Muliastuti.pdf (11/6/2013 7.17 pm)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22364/4/Chapter%20I.pdf (11/6/2013 7.37
pm)
http://eprints.undip.ac.id/18698/1/SUPRIHONO.pdf ((11/6/2013 7.38 pm)
http://underlaw98.tripod.com/azam2.pdf (11/6/2013 7.46 pm)
http://www.bppk.depkeu.go.id/webbc/images/stories/file/2011/artikel/upload%205%20agustu
s%202011/AGUNG%20BL%20BAGAIMANA%20PERLAKUAN%20PAJAK%20U
NTUK%20TRANSAKSI%20E-COMMERCE%20DI%20INDONESIA.pdf
(11/6/2013 7.52 pm)
http://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2012/12/pp-nomor-82-tahun-2012-tentang-
penyelenggaraan-sistem-dan-transaksi-elektronik.pdf (11/6/2013 7.53 pm)
http://www.reocities.com/siliconvalley/8972/resource/hukum/hukum_eb.pdf (11/6/2013 7.54
pm)
http://www.cob.sjsu.edu/nellen_a/Part6.pdf (14/6/2013 8.57 am)
40