Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non
polar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam
karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang
terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organik. Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organik.
Perbedaan sifat antara asam amino dengan asam karboksilat dan amina terlihat pula
pada titik leburnya. Asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan asam karboksilat atau amina. Kedua sifat fisika ini menunjukkan bahwa asam amino
cenderung mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi dan bukan
sekedar senyawa yang mempunyai gugus –COOH dan gugus –NH2. Hal ini tampak pula pada
sifat asam amino sebagai elektrolit.
Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H +,
sedangkan gugus amina akan menerima ion H+,sebagaimana dituliskan dibawah ini.
-COOH -COO- + H+
-NH2 + H+ -NH3+
Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutandapat membentuk ion
yang bermuatan positif dan juga bermuatan
-
+H3N CH COO
R
Negatif (zwitter ion) atau ion amfoter. Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan.
Apabila larutan asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan
terdapat dalam bentuk (I) karna konsentrasi ion OH - yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+
yang terdapat pada gugus –NH3+.
-
NH2 CH COO +H3N CH COOH
R R
Sebaliknya apabila ditambahkan asam kedalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+
yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO-, sehingga terbentu gugus –COOH. Dengan
demikian asam amino terdapat dalam bentuk (II) (Poedjiadi, 2015).
Asam amno monokarboksilat, seperti alanin merupakan suatu asam berbasa dua yang
terprotonasi sempurna,dapat memberikan kedua protonnya bila dititrasi sempurna dengan
basa. Titrasi dua tingkat dengan basa ini dapat digambarkan dengan reaksi sebagai berikut:
-
+ OH - +
N H3 CHR COOH H3N+ CHR COO + H
-
+ OH - +
N H3 CHR COOH NH2 CHR COO + H
Kurva titrasi berdwifasa (biphasic) untuk alanindapatdilihat pada gambar 2.8. nilai pK’
kedua tingkat disosiasi terletak cukup berjauhan. Pada pK’ 1 (2,34) jumlah donorproton (NH3+
—CHR—COOH) setara (ekivalen) dengan jumlah akseptor proton (NH3+—CHR—COOH-).
Pada pJ’2 (9,69) jumlah molekul NH3+—CHR—COOH dan NH3+—CHR—COOH-.
Ekivalen nilai pK’ ini ditentukan secara matematika dengan menggunakan rumus Henderson-
hasselbach:
( akseptor proton )
pH = pK’ + log
( donor proton )
pada pH 6,02, tempat titik penyimpanan kurva, jumlah muatan positif dan negatif pada
molekul sama sehingga tidak akan ada gerakan ion bila asam amino ini diletakkan dalam
medan listrik. Keadaan pH demikian disebut pH isoelektrik ( = pH1) yang secara perhitungan
ditulis :
Pada asam amino yang mempunyai gugus atau gugus karboksilat lebih dari satu,
misalnya asam glutamat, pH1 dapat ditentukan dengan mengetahui persamaan reaksi
disosiasinya:
- - -
COOH COOH COOH COOH COOH
+ + +
HC HC NH 3 HC NH 3 HC NH 3 HC NH 2
NH 2 + - -
H OH - OH
CH 2 CH 2 OH CH 2 CH 2
CH 2
CH CH CH + CH + CH
+ H
H H -
COOH COOH COOH COOH COOH
K'2 K'3
K' K'1
Bentuk molekul yang mempunyai muatan positif dan negatif dalam julah sama adalah bentuk
III, maka III adalah bentuk isoelektrik sehingga nilai pH1 = 1/2 (pK’1 + pK’2)
Harga pK’ untuk beberapa asam amino dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2 harga pK’ dari gugus yang berionisasi dalam asam amino (Muhammad , 2012).
Asam amina pK’1 pK’2 pK’3
gugus-COOH gugus-NH3+ gugus-R
Glisin 2,34 9,6
Alanin 2,34 9,69
Lesin 2,36 9,60
Serin 2,21 9,15
Treonin 2,63 10,43
Glutamin 2,17 9,13
Asam aspartat 2,09 9,82 3,86
Asam glutamat 2,19 9,67 4,25
Histidin 1,82 9,17 6,0
Sistein 1,71 10,78 8,33
Tirosin 2,20 9,11 10,07
Lisina 2,18 8,95 10,53
Arginin 2,17 9,04 12,48
Dalam suatu sistem elektroforesis yang mempunyai elektroda positif dan negatif, asam
amino akan bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan ion asam amino
yang terdapat dalam larutan. Oleh karena muatan ion itu tergantung pada pH larutan, maka
pH larutan dapat diatur sedemikian rupa, sehingga ion asam amino tidak bergerak kearah
elektroda positif maupun negatif dalam sistem elektroforesis. pH yang demikian ini disebut
titik isoelektrik. Dari tabel 4-2 dibawah ini terlihat bahwa titik isoelektrik beberapa asam
amino berbeda-beda besarnya.
-
+H3N CH COOH +H3N CH COO
R H+ + R
- -
+H3N CH COO NH2 CH COO
R R + H+
Apabila bentuk kation diberi simbol A+, bentuk amfoter A dan bentuk anion A-, maka
keseimbangan diatas dapat dituliskan sebagai berikut:
K1 K2
A+ H+ + A dan A A+ + H+
−¿¿
+¿¿ A
H ¿
¿ + ¿
K1 = A+¿ K2 =
H¿
(A)¿ ¿
¿ ¿
¿
Dengan demikian
+¿¿
H H +¿
+
(A ) = ¿ (A-) = ( K 2)( A )
(A)¿ ¿
¿
K 1 K2 ( A )
(H+)2 = = K1K2.
( A)
2 pH = pK1 + pK2
Dengan menggunakan rumus diatas kita dapat menghitung pH pada titik isoelektrik dari
harga K1 dan K2, yaitu masing-masing konstanta atau tetapan keasaman (K a) gugus –COOH
pada bentuk aktion dan gugus –NH3+ pada ion amfoter.
Sebagai contoh kita hitung pH larutan asam amino pada titik isoelektrik berikut ini.
1. Larutan glisin. Struktur glisin dapat digambarkan dalam tiga bentuk, yaitu:
(a) (b) (c)
-
COOH COO -
COO
NH 3 C H NH 3 C H
NH 2 C H
+ H + H
H
Muatan total +1 0 -1
pKa1 = 2,34
Jadi harga pH pada titik isoelektrik: PI = ½ (2,34 + 9,6) = 5,97
2. Larutan asam aspartat. Struktur asam aspartat dapat digambarkan dalam empat bentuk,
sebagai berikut:
NH 3 C H NH 3 C H NH 3 C H NH 2 C H
+ CH 2 + CH 2 + CH 2 CH 2
- -
COOH COOH COO COO
Muatan total +1 0 -1 -2
Untuk gugus α-COOH pKa1 = 2,1
Β-COOH pKa2 = 3,86
Α-NH3+ pKa3 = 9,82
Berdasarkan data diatas maka:
PI = ½ (2,1 + 3,86) 2,98
3. Larutan lisin. Struktur lisin dapat digambarkan dalam empat bentuk sebagai berikut:
(a) (b) (c) (d)
- - -
COOH COO COO COO
+
H3 N C H
+
H3 N C H H2 N C H H 2N C H
CH 2 CH 2 CH 2 CH 2
CH 2 CH 2 CH 2 CH 2
CH 2 CH 2 CH 2 CH 2
CH 2 CH 2 CH 2 CH 2
+ + +
NH 3 NH 3 NH 3 NH 2
Muatan total +2 +1 0 1
Untuk gugus α-COOH pKa1 = 2,18
+
α-NH3 pKa2 = 8,95
[]-NH3+ pKa3 = 10,53
Jadi besarnya pH pada titik isoelektrik adalah:
pI = ½ (8,95+10,53) = 9,74
Terbentuknya ion amfoter atau ion dwikutub pada asam amino ini mempunyai pengaruh pada
titrasi asam amino. Sebagai contoh berikut ini diberikan kurva titrasi 100 ml larutan 0,1 M
alanin HCl dengan larutan KOH. Gambar 4-1.
gambar 4-1. Kurva titrasi larutan alanin HCl dengan larutan KOH, (a) tanpa formaldehida; (b) dengan
formaldehida
Dari kurva tersebut terlihat bahwa untuk mencapai pKa 1 dibutuhkan 0,5 mol KOH per
mol alanin HCl dan untuk mencapai titik ekuivalensi pertama dibutuhkan 1,0 mol KOH.
Selanjutnya untuk mencapai pKa2 dibutuhkan 1,5 mol KOH dan untuk mencapai titik
ekuivalensi kedua dibutuhkan 2,0 mol KOH.
Pada titik akhir titrasi atau titik ekuivalensi kedua tercapai pH sekitar 12. Dengan
indikator fenolftalein atau timolftalein titik akhir titrasi initidak dapat terlihat dengan jelas.
Sorensen mengamati bahwa apabila kepada larutan asam amino ditambahkan larutan
formaldehida, larutan asam amino tersebut akan bersifat lebih asam dari pada semula.
Penambahan formaldehida menghasilkan derivat dihidroksimetil. Derivat yang terbentuk ini
mempunyai sifat keasaman yang lebih kuat dari pada senyawa semula.
- HCHO - HCHO -
H3C CH COO H3C CH COO H3C CH COO
N N N
CH 2OH
CH 2OH HOH 2C
H H
H
Harga pKa2 untuk alanin ialah 9,7 sedangkan untuk derivat alanin tersebut ialah 6,5.
Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya dua buah gugus –CH 2OH terikat pada atom N,
ion H+ menjadi lebih mudah dilepaskan, sehingga titik ekuivalensi kedua berada antara OH
antar 8,0 dan 9,0. Dengan demikian fenolftalein dapat digunakan sebagai indikator dalam
titrasi asam amino dengan basa. Dari dua buah kurva tersebut (kurva a dan kurva b) tampak
bahwa adanya formaldehida tidak mempengaruhi jumlah basa yang dibutuhkan. Selain
reaksi-reaksi dengan asam dan basa, asam amino juga dapat bereaksi dengan senyawa lain,
sesuia sifat gugus –COOH dan gugus –NH2. Gugus karboksilat dapat bereaksi dengan
alkohol dalam suasana asam sehinggamembentuk ester.
+
- H R'OH
H3N+ CH COO H3N+ CH COOH H3N+ CH COOR'
R R R
Ester yang berbentuk dapat direaksikan lebih lanjut dengan NH3 sehingga menghasilkan
suatu amida. Apabila dalam reaksi ini tidak
NH3
H3N+ CH COOR'
berlebih
H3N+ CH CONH2 + R'OH
R R
Digunakan NH3, tetapi gugus amino dari asam amino yang lain, akan terjadi suatu dipeptida
yaitu senyawa yang terdiri atas dua molekul asam amino yang berikatan. Ikatan yang terjadi
antara dua asam amino tersebut dinamakan ikatan peptida. Jadi pada satu molekul dipeptida
terdapat satu ikatan peptida. Suatu senyawa yang terdiri atas tiga buah asam amino yang
berikatan tersebut suatu tripeptida. Pada satu molekul tripeptida ini terdapat dua buah ikatan
peptida.
- C - NH -
O
ikatan peptida
Melalui suatu proses tertentu sejumlah besar molekul asam amino dapat membentuk
suatu senyawa yang memiliki banyakikatan peptida. Molekul senyawa ini merupakan suatu
molekul besar atau makromolekul yang terdiri atas banyak molekul asam amino dan
karenanya disebut polipeptida. Protein adalah salah satu makromolekul yang terdiri atas
sejumlah besar asam amino.
Suatu peptida yang mempunyai dua buah ikatan peptida atau lebih dapat bereaksi
dengan ion CU++ dalam suasana basa dan membentuk suatu senyawa kompleks yang
berwarna biru ungu. Reaksi ini dikenal dengan reaksi biuret. Disamping itu gugus karboksil
pada asam amino dapat dilepaskan dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu
amina. Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas
nitrogen yang dapat diukur volumenya van slyke menggunakan reaksi ini untuk menentukan
gugus amino bebas pada asam amino peptida maupun protein.
Dengan ninhidrin sebagai oksidator lunak asam amino bereaksi sebagai berikut:
O
O
HO C
C OH
C + R CH COOH C C + R CH + NH 3 + CO 2
NH 2 O
OH H C
C
ninhidrin O
O hidrindantin
Dan selanjutnya ninhidrin bereaksi dengan hidrindantin dan amonia membentuk suatu hasil
reaksi yang berwarna biru.
O O O O
OH HO C C
C C
C + NH 3 + C C C N C C + 3H 2O
OH
C H C C C
ninhidrin biru O
O O OH
hidrindantin
Gugus amino pada asam amino dapat pula bereaksi dengan dansiklorida. Reaksi ini
menghasilkan derivat densil asam amino.
H3C CH3 H3C CH3
N N
H2 N CH CO 2H+ + HCl
R
O S O O S O
asam amino
Cl HN CH CO 2H
R
densiklorida derivat densil asam amino
Oleh karena senyawa ini berfluoresensi, reaksi tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui adanya asam amino walaupun konsentrasinya sangat kecil.
Suatu reaksi antara fenilisotiosianat dengan asam amino telah dikemukakan oleh
Edman dan karenanya disebut reaksi Edman.
N C S + NH 2 CH CO 2H NH C HN CH CO 2H
R S R
O +
H
C
N CH R
C NH
S
Reaksi ini menghasilkan asam amino feniltiokarbamil, yang dalam suasana asam
membentuk fenilhidantion dengan cara siklisasi. Reaksi Edman hanya dapat berlangsung
dengan gugus –NH2 yang terdapat pada asam amino ujung suatu peptida. Karena dapat
digunakan untuk penentuan asam amino ujung pada molekul peptida. Secara bersama gugus
–COOH dan gugus –NH2 dapat bereaksi dengan ion logam berat dengan membentuk
senyawa kelat. Ion-ion tersebut adalah CU++, Co++, Mn++ dan Ca++. Glisin dapat bereaksi
dengan ion Ca++ dan membentuk kalsiumdiglisianat.
O O
- -
C O O C
++
Ca kalsiumdiglisinat
H 3C NH 2 NH 2 CH 3
Selain gugus –COOH dan gugus –NH2 , gugus –Rpada molekul asam amino tertentu
dapat pula mengadakan reaksi denganion atau senyawa lain. Gugus sulfhidril (-SH) pada
molekul sistein dapat bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg++.
SH CH 2 CH COOH + Ag
+
Ag
+
CH 2 CH COOH + H
++
NH 2 NH 2
sistein sisteinperakmerkaptida
Dengan proses oksidasi dua molekul sistein dapat bereaksi dan membentuk molekul sistin.
Oksidasi dapat berlangsung dengan bantuan ion besi (Poedjiadi, 2015).
S S
SH SH
CH 2
CH 2
CH 2 CH 2 HC NH 2
HC NH 2 + HC NH 2 HC NH 2
COOH
COOH COOH COOH
Selain itu, sam amino dapat membentuk ester, bila direaksikan dengan alkohol dengan
bantuan katalisator asam. Ester ini mudah menguap yang selanjutnya dapat dipisahkan
dengan jalan penyulingan bertingkat (Martoharsono, 2012).
Sifat-sifat protein
Beberapa sifat fisik dan kimia protein adalah sebagai berikut:
a. Protein merupakan ion dipolar amfoterik (zwitterions) dan mengandung gugus asam dan
basa seperti asam amino. Protein akan membentuk ion positif dalam larutan asam dan
membentuk ion negatif pada suasana basa
b. Kebanyakan protein lebil dan mudah dimodifikasi akibat perubahan lingkungannya,
perubahan pH, radiasi ultraviolet, pemanasan dan sebagainya. Akibat perubahan
lingkungan ini, maka suatu protein akan mengalami perubahan konformasi alamiah yang
tidak menentu (denaturasi). Protein dalam air mempunyai piskositas atau kekentalan yang
relatif lebih besar daripada viskositas air pelarutnya. Viskositas protein ini tergantung pada
jenis protein, bentuk molekul, konsentrasi serta suhu larutan (Hamid, 2005)
Menurut Ana poedjiadi dalam bukunya, sifat-sifat protein terbagi menjadi 5 yaitu:
1. Ionisasi
Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang
mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan
membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada
titik isoelektrik protein mempunyai muatan positif dan negatifyang sama, sehingga tidak
bergerak kearah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan diantara kedua
elektroda tersebut. Ionisasi protein dapat digambarkan sebagai berikut:
+ -
+
+
protein H +protein
kation ion zwitter
+protein
-
H
+
+ protein
-
5. Sistem koloid
Pada tahun 1961 Thomas Graham membagi zat-zat kimia dalam dua kategori, yaitu zat yang
dapat menembus membran atau kertas perkamen dan zat yang tidak dapat menembus
membran. Oleh karena yang mudah menembus membran adalah zat yang dapat mengkristal,
maka golongan ini disebut kristaloid, sedangkan golongan lain yang tidak dapat menembus
membran disebut koloid. Istilah ini hingga sekarang masih digunakan meskipun sekarang
telah banyak zat-zat yang termasuk koloid yang dapat dikristalkan. Pengertian koloid pada
waktu ini lebih banyak dihubungkan dengan besarnya molekul atau pada bobot molekul yang
besar. Molekul yang besar atau molekul makro apabila dilarutkan dalam air mempunyai sifat
koloid, yaitu tidak dapat menembus membran atau kertas perkamen, tetapi tidak cukup besar
sehinggatidak dapat mengendap secara alami. Protein mempunyai molekul besar dan
karenanya larutan protein bersifat koloid. Sistem koloid adalah sistem yanag heterogen,
terdiri atas dua fase, yaitu partikel kecil yang terdispersi dan medium atau pelarutnya. Protein
dalam larutan membentuk partikel-partikel kecil. Pada umumnya partikel koloid mempunyai
ukuran antara 1 milimikron samapai 100 milimikron, namun batas ini tidak selalu tetap,
mungkin lebih besar. Besar kecilnya partikel tergantung pada besarnya bobot molekul
protein. Bobot molekul beberapa protein telah ditentukan berdasarkan kecepatan
pengendapan dengan menggunakanultrasentrifuga yang mempunyai kecepatan putar kira-kira
60.000 putaran per menit. Bobot molekul beberapa protein dapat dilihat pada tabel 4-6.
(Poedjiadi, 2015).