Você está na página 1de 15

Sifat–sifat asam amino

Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non
polar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam
karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang
terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organik. Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organik.

Perbedaan sifat antara asam amino dengan asam karboksilat dan amina terlihat pula
pada titik leburnya. Asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan asam karboksilat atau amina. Kedua sifat fisika ini menunjukkan bahwa asam amino
cenderung mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi dan bukan
sekedar senyawa yang mempunyai gugus –COOH dan gugus –NH2. Hal ini tampak pula pada
sifat asam amino sebagai elektrolit.

Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H +,
sedangkan gugus amina akan menerima ion H+,sebagaimana dituliskan dibawah ini.

-COOH -COO- + H+

-NH2 + H+ -NH3+

Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutandapat membentuk ion
yang bermuatan positif dan juga bermuatan

-
+H3N CH COO
R

Ion amfoter (zwitterion)

Negatif (zwitter ion) atau ion amfoter. Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan.
Apabila larutan asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan
terdapat dalam bentuk (I) karna konsentrasi ion OH - yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+
yang terdapat pada gugus –NH3+.
-
NH2 CH COO +H3N CH COOH
R R

Dalam basa bentuk (I) dalam asam bentuk (II)

Sebaliknya apabila ditambahkan asam kedalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+
yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO-, sehingga terbentu gugus –COOH. Dengan
demikian asam amino terdapat dalam bentuk (II) (Poedjiadi, 2015).
Asam amno monokarboksilat, seperti alanin merupakan suatu asam berbasa dua yang
terprotonasi sempurna,dapat memberikan kedua protonnya bila dititrasi sempurna dengan
basa. Titrasi dua tingkat dengan basa ini dapat digambarkan dengan reaksi sebagai berikut:

-
+ OH - +
N H3 CHR COOH H3N+ CHR COO + H

-
+ OH - +
N H3 CHR COOH NH2 CHR COO + H

Kurva titrasi berdwifasa (biphasic) untuk alanindapatdilihat pada gambar 2.8. nilai pK’
kedua tingkat disosiasi terletak cukup berjauhan. Pada pK’ 1 (2,34) jumlah donorproton (NH3+
—CHR—COOH) setara (ekivalen) dengan jumlah akseptor proton (NH3+—CHR—COOH-).
Pada pJ’2 (9,69) jumlah molekul NH3+—CHR—COOH dan NH3+—CHR—COOH-.
Ekivalen nilai pK’ ini ditentukan secara matematika dengan menggunakan rumus Henderson-
hasselbach:

( akseptor proton )
pH = pK’ + log
( donor proton )

pada pH 6,02, tempat titik penyimpanan kurva, jumlah muatan positif dan negatif pada
molekul sama sehingga tidak akan ada gerakan ion bila asam amino ini diletakkan dalam
medan listrik. Keadaan pH demikian disebut pH isoelektrik ( = pH1) yang secara perhitungan
ditulis :

pH1 = 1/2 (pK’1 + pK’2)


gambar 2.8 kurva titrasi alanin dengan basa.

Bentuk ion alanin digambarkan didalam kotak-kotak

Pada asam amino yang mempunyai gugus atau gugus karboksilat lebih dari satu,
misalnya asam glutamat, pH1 dapat ditentukan dengan mengetahui persamaan reaksi
disosiasinya:

- - -
COOH COOH COOH COOH COOH
+ + +
HC HC NH 3 HC NH 3 HC NH 3 HC NH 2
NH 2 + - -
H OH - OH
CH 2 CH 2 OH CH 2 CH 2
CH 2
CH CH CH + CH + CH
+ H
H H -
COOH COOH COOH COOH COOH
K'2 K'3
K' K'1

(III) (IV) (V)


(I) (II)

Bentuk molekul yang mempunyai muatan positif dan negatif dalam julah sama adalah bentuk
III, maka III adalah bentuk isoelektrik sehingga nilai pH1 = 1/2 (pK’1 + pK’2)

Harga pK’ untuk beberapa asam amino dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 harga pK’ dari gugus yang berionisasi dalam asam amino (Muhammad , 2012).
Asam amina pK’1 pK’2 pK’3
gugus-COOH gugus-NH3+ gugus-R
Glisin 2,34 9,6
Alanin 2,34 9,69
Lesin 2,36 9,60
Serin 2,21 9,15
Treonin 2,63 10,43
Glutamin 2,17 9,13
Asam aspartat 2,09 9,82 3,86
Asam glutamat 2,19 9,67 4,25
Histidin 1,82 9,17 6,0
Sistein 1,71 10,78 8,33
Tirosin 2,20 9,11 10,07
Lisina 2,18 8,95 10,53
Arginin 2,17 9,04 12,48

Dalam suatu sistem elektroforesis yang mempunyai elektroda positif dan negatif, asam
amino akan bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan ion asam amino
yang terdapat dalam larutan. Oleh karena muatan ion itu tergantung pada pH larutan, maka
pH larutan dapat diatur sedemikian rupa, sehingga ion asam amino tidak bergerak kearah
elektroda positif maupun negatif dalam sistem elektroforesis. pH yang demikian ini disebut
titik isoelektrik. Dari tabel 4-2 dibawah ini terlihat bahwa titik isoelektrik beberapa asam
amino berbeda-beda besarnya.

Tabel 4-2 titik isoelektrik asam amino

Asam amino Titik isoelektrik


Alanin 6,00
Arginin 10,76
Asam aspartat 2,77
Asam glutamat 3,22
Glisin 5,97
Histidin 7,59
Leusin 5,98
Lisin 9,74
Fenilalanin 5,48
Prolin 6,30
Serin 5,68
Triptofan 5,89
Tirosin 5,66
Valin 5,96
Sumber: Orten, J.M. dan O.W. Neuhaus, Biochemistry, edisi ke-8.
Pada titik isoelektrik terdapat keseimbangan antara bentuk-bentuk asam amino sebagai
ion amfoter, anion dan kation (Poedjiadi, 2015). Asam amino sebagai senyawa amfoterik
ialah asam amino mengandung gugus asam maupun gugus basa. Oleh karena itu, asam amino
mampu membawa muatan listrik netto, yang tergantung pada sifat larutan (Kuchel dan
Gregory, 2006). Tetapi sebagian besar molekul asam amino terdapat dalam bentuk ion
amfoter dan sedikit sekali yang terdapat dalam bentuk kation dan anion dalam jumlah yang
sam.

-
+H3N CH COOH +H3N CH COO
R H+ + R

Kation (A+) ion amfoter (A)

- -
+H3N CH COO NH2 CH COO
R R + H+

ion amfoter (A) anion (A-)

Apabila bentuk kation diberi simbol A+, bentuk amfoter A dan bentuk anion A-, maka
keseimbangan diatas dapat dituliskan sebagai berikut:

K1 K2
A+ H+ + A dan A A+ + H+

Tetapan keseimbagan K1 dan K2 besarnya dinyatakan sebagai berikut:

−¿¿
+¿¿ A
H ¿
¿ + ¿
K1 = A+¿ K2 =
H¿
(A)¿ ¿
¿ ¿
¿

Dengan demikian

+¿¿
H H +¿
+
(A ) = ¿ (A-) = ( K 2)( A )
(A)¿ ¿
¿

Oleh karena pada titik isoelektrik (A+) = (A-), maka


+¿¿
H H +¿
¿ = K 2( A)
(A)¿ ¿
¿

K 1 K2 ( A )
(H+)2 = = K1K2.
( A)

-2 log (H+) = -log K1 – log K2.

2 pH = pK1 + pK2

Jadi pada titik isoelektrik pH = ½ ( pK1 + pK2)

Dengan menggunakan rumus diatas kita dapat menghitung pH pada titik isoelektrik dari
harga K1 dan K2, yaitu masing-masing konstanta atau tetapan keasaman (K a) gugus –COOH
pada bentuk aktion dan gugus –NH3+ pada ion amfoter.

Sebagai contoh kita hitung pH larutan asam amino pada titik isoelektrik berikut ini.

1. Larutan glisin. Struktur glisin dapat digambarkan dalam tiga bentuk, yaitu:
(a) (b) (c)
-
COOH COO -
COO
NH 3 C H NH 3 C H
NH 2 C H
+ H + H
H
Muatan total +1 0 -1
pKa1 = 2,34
Jadi harga pH pada titik isoelektrik: PI = ½ (2,34 + 9,6) = 5,97

2. Larutan asam aspartat. Struktur asam aspartat dapat digambarkan dalam empat bentuk,
sebagai berikut:

(a) (b) (c) (d)


- - -
COOH COO COO COO

NH 3 C H NH 3 C H NH 3 C H NH 2 C H
+ CH 2 + CH 2 + CH 2 CH 2
- -
COOH COOH COO COO
Muatan total +1 0 -1 -2
Untuk gugus α-COOH pKa1 = 2,1
Β-COOH pKa2 = 3,86
Α-NH3+ pKa3 = 9,82
Berdasarkan data diatas maka:
PI = ½ (2,1 + 3,86) 2,98

3. Larutan lisin. Struktur lisin dapat digambarkan dalam empat bentuk sebagai berikut:
(a) (b) (c) (d)
- - -
COOH COO COO COO
+
H3 N C H
+
H3 N C H H2 N C H H 2N C H
CH 2 CH 2 CH 2 CH 2

CH 2 CH 2 CH 2 CH 2

CH 2 CH 2 CH 2 CH 2

CH 2 CH 2 CH 2 CH 2
+ + +
NH 3 NH 3 NH 3 NH 2
Muatan total +2 +1 0 1
Untuk gugus α-COOH pKa1 = 2,18
+
α-NH3 pKa2 = 8,95
[]-NH3+ pKa3 = 10,53
Jadi besarnya pH pada titik isoelektrik adalah:
pI = ½ (8,95+10,53) = 9,74

Terbentuknya ion amfoter atau ion dwikutub pada asam amino ini mempunyai pengaruh pada
titrasi asam amino. Sebagai contoh berikut ini diberikan kurva titrasi 100 ml larutan 0,1 M
alanin HCl dengan larutan KOH. Gambar 4-1.
gambar 4-1. Kurva titrasi larutan alanin HCl dengan larutan KOH, (a) tanpa formaldehida; (b) dengan
formaldehida

Dari kurva tersebut terlihat bahwa untuk mencapai pKa 1 dibutuhkan 0,5 mol KOH per
mol alanin HCl dan untuk mencapai titik ekuivalensi pertama dibutuhkan 1,0 mol KOH.
Selanjutnya untuk mencapai pKa2 dibutuhkan 1,5 mol KOH dan untuk mencapai titik
ekuivalensi kedua dibutuhkan 2,0 mol KOH.
Pada titik akhir titrasi atau titik ekuivalensi kedua tercapai pH sekitar 12. Dengan
indikator fenolftalein atau timolftalein titik akhir titrasi initidak dapat terlihat dengan jelas.
Sorensen mengamati bahwa apabila kepada larutan asam amino ditambahkan larutan
formaldehida, larutan asam amino tersebut akan bersifat lebih asam dari pada semula.
Penambahan formaldehida menghasilkan derivat dihidroksimetil. Derivat yang terbentuk ini
mempunyai sifat keasaman yang lebih kuat dari pada senyawa semula.
- HCHO - HCHO -
H3C CH COO H3C CH COO H3C CH COO

N N N
CH 2OH
CH 2OH HOH 2C
H H
H
Harga pKa2 untuk alanin ialah 9,7 sedangkan untuk derivat alanin tersebut ialah 6,5.
Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya dua buah gugus –CH 2OH terikat pada atom N,
ion H+ menjadi lebih mudah dilepaskan, sehingga titik ekuivalensi kedua berada antara OH
antar 8,0 dan 9,0. Dengan demikian fenolftalein dapat digunakan sebagai indikator dalam
titrasi asam amino dengan basa. Dari dua buah kurva tersebut (kurva a dan kurva b) tampak
bahwa adanya formaldehida tidak mempengaruhi jumlah basa yang dibutuhkan. Selain
reaksi-reaksi dengan asam dan basa, asam amino juga dapat bereaksi dengan senyawa lain,
sesuia sifat gugus –COOH dan gugus –NH2. Gugus karboksilat dapat bereaksi dengan
alkohol dalam suasana asam sehinggamembentuk ester.
+
- H R'OH
H3N+ CH COO H3N+ CH COOH H3N+ CH COOR'

R R R
Ester yang berbentuk dapat direaksikan lebih lanjut dengan NH3 sehingga menghasilkan
suatu amida. Apabila dalam reaksi ini tidak
NH3
H3N+ CH COOR'
berlebih
H3N+ CH CONH2 + R'OH

R R
Digunakan NH3, tetapi gugus amino dari asam amino yang lain, akan terjadi suatu dipeptida
yaitu senyawa yang terdiri atas dua molekul asam amino yang berikatan. Ikatan yang terjadi
antara dua asam amino tersebut dinamakan ikatan peptida. Jadi pada satu molekul dipeptida
terdapat satu ikatan peptida. Suatu senyawa yang terdiri atas tiga buah asam amino yang
berikatan tersebut suatu tripeptida. Pada satu molekul tripeptida ini terdapat dua buah ikatan
peptida.
- C - NH -
O

ikatan peptida
Melalui suatu proses tertentu sejumlah besar molekul asam amino dapat membentuk
suatu senyawa yang memiliki banyakikatan peptida. Molekul senyawa ini merupakan suatu
molekul besar atau makromolekul yang terdiri atas banyak molekul asam amino dan
karenanya disebut polipeptida. Protein adalah salah satu makromolekul yang terdiri atas
sejumlah besar asam amino.
Suatu peptida yang mempunyai dua buah ikatan peptida atau lebih dapat bereaksi
dengan ion CU++ dalam suasana basa dan membentuk suatu senyawa kompleks yang
berwarna biru ungu. Reaksi ini dikenal dengan reaksi biuret. Disamping itu gugus karboksil
pada asam amino dapat dilepaskan dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu
amina. Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas
nitrogen yang dapat diukur volumenya van slyke menggunakan reaksi ini untuk menentukan
gugus amino bebas pada asam amino peptida maupun protein.

Dengan ninhidrin sebagai oksidator lunak asam amino bereaksi sebagai berikut:
O
O
HO C
C OH

C + R CH COOH C C + R CH + NH 3 + CO 2
NH 2 O
OH H C
C
ninhidrin O
O hidrindantin
Dan selanjutnya ninhidrin bereaksi dengan hidrindantin dan amonia membentuk suatu hasil
reaksi yang berwarna biru.
O O O O
OH HO C C
C C
C + NH 3 + C C C N C C + 3H 2O
OH
C H C C C
ninhidrin biru O
O O OH
hidrindantin
Gugus amino pada asam amino dapat pula bereaksi dengan dansiklorida. Reaksi ini
menghasilkan derivat densil asam amino.
H3C CH3 H3C CH3
N N

H2 N CH CO 2H+ + HCl

R
O S O O S O
asam amino
Cl HN CH CO 2H
R
densiklorida derivat densil asam amino
Oleh karena senyawa ini berfluoresensi, reaksi tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui adanya asam amino walaupun konsentrasinya sangat kecil.
Suatu reaksi antara fenilisotiosianat dengan asam amino telah dikemukakan oleh
Edman dan karenanya disebut reaksi Edman.

N C S + NH 2 CH CO 2H NH C HN CH CO 2H
R S R
O +
H
C
N CH R
C NH
S
Reaksi ini menghasilkan asam amino feniltiokarbamil, yang dalam suasana asam
membentuk fenilhidantion dengan cara siklisasi. Reaksi Edman hanya dapat berlangsung
dengan gugus –NH2 yang terdapat pada asam amino ujung suatu peptida. Karena dapat
digunakan untuk penentuan asam amino ujung pada molekul peptida. Secara bersama gugus
–COOH dan gugus –NH2 dapat bereaksi dengan ion logam berat dengan membentuk
senyawa kelat. Ion-ion tersebut adalah CU++, Co++, Mn++ dan Ca++. Glisin dapat bereaksi
dengan ion Ca++ dan membentuk kalsiumdiglisianat.
O O
- -
C O O C
++
Ca kalsiumdiglisinat

H 3C NH 2 NH 2 CH 3
Selain gugus –COOH dan gugus –NH2 , gugus –Rpada molekul asam amino tertentu
dapat pula mengadakan reaksi denganion atau senyawa lain. Gugus sulfhidril (-SH) pada
molekul sistein dapat bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg++.
SH CH 2 CH COOH + Ag
+
Ag
+
CH 2 CH COOH + H
++

NH 2 NH 2
sistein sisteinperakmerkaptida

Dengan proses oksidasi dua molekul sistein dapat bereaksi dan membentuk molekul sistin.
Oksidasi dapat berlangsung dengan bantuan ion besi (Poedjiadi, 2015).
S S
SH SH
CH 2
CH 2
CH 2 CH 2 HC NH 2
HC NH 2 + HC NH 2 HC NH 2
COOH
COOH COOH COOH

sistein sistein sistin

Selain itu, sam amino dapat membentuk ester, bila direaksikan dengan alkohol dengan
bantuan katalisator asam. Ester ini mudah menguap yang selanjutnya dapat dipisahkan
dengan jalan penyulingan bertingkat (Martoharsono, 2012).

Sifat-sifat protein
Beberapa sifat fisik dan kimia protein adalah sebagai berikut:
a. Protein merupakan ion dipolar amfoterik (zwitterions) dan mengandung gugus asam dan
basa seperti asam amino. Protein akan membentuk ion positif dalam larutan asam dan
membentuk ion negatif pada suasana basa
b. Kebanyakan protein lebil dan mudah dimodifikasi akibat perubahan lingkungannya,
perubahan pH, radiasi ultraviolet, pemanasan dan sebagainya. Akibat perubahan
lingkungan ini, maka suatu protein akan mengalami perubahan konformasi alamiah yang
tidak menentu (denaturasi). Protein dalam air mempunyai piskositas atau kekentalan yang
relatif lebih besar daripada viskositas air pelarutnya. Viskositas protein ini tergantung pada
jenis protein, bentuk molekul, konsentrasi serta suhu larutan (Hamid, 2005)

Menurut Ana poedjiadi dalam bukunya, sifat-sifat protein terbagi menjadi 5 yaitu:
1. Ionisasi
Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang
mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan
membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada
titik isoelektrik protein mempunyai muatan positif dan negatifyang sama, sehingga tidak
bergerak kearah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan diantara kedua
elektroda tersebut. Ionisasi protein dapat digambarkan sebagai berikut:
+ -
+
+
protein H +protein
kation ion zwitter

+protein
-
H
+
+ protein
-

ion zwitter anion


Protein mempunyaititik isoelektrik yang berbeda beda sebagaimana tertera pada
tabel 4-5. Titik isoelektrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat
fisika dan kimiaerat hubungannya dengan pH isoelektrik ini. Pada pH diatas titik
isoelektrik protein bermuatan positif.

Tabel 4-5. Titik isoelektrik berbagai protein

Protein : Sumber : pH isoelektrik


Albumin telur : Telur : 4,55-4,90
Insulin : Pankreas : 5,30-5,35
Albumin serum : Darah : 4,88
Kasein : Susu sapi : 4,6
Gelatin : Kulit sapi : 4,80-4,85
Globulin serum : Darah : 5,4-5,5
Fibroin : Sutera : 2,0-2,4
Gliadin : Terigu : 6,5
Oleh karena itu untuk mengendapkan protein dengan ion logam, diperlukan pH
larutan diatas titik isoelektrik, sedangkan pengendapan oleh ion negatif memerlukan pH
dibawah titik isoelektrik. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein antara lain
ialah Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat
mengendapkan protein ialah ion salisilat, triklorasetat, pikrat, tanat dan sulfosalisilat.
Berdasarkan sifat tersebut putih telur atau susu dapat digunakan sebagai antidotum atau
penawar racun apabila orang keracunan logam berat.
2. Denaturasi
Beberapa jenis protein sangat peka terhadap perubahan lingkungannya. Suatu
protein mempunyai arti bagi tubuh apabila protein tersebut didalam tubuh dapat
melakukan aktifitas biokimiawi yang menunjang kebutuhan tubuh. Aktifitas ini banyak
tergantung pada struktur dan konformasi molekul protein yang tepat.apabila konformasi
molekul protein berubah, misalnya oleh peruban suhu, pH atau karena terjadinya suatu
reaksi dengan senyawa lain, ion-ion logam, maka aktifitas biokimiawinya akan berkurang.
Enzim adalah suatu protein yang mempunyai aktivitas biokimiawi sebagai katalis dalam
tubuh. Oleh perubahan suhu atau pH, aktivitas enzim akan mengalami perubahan. Karena
itu tiap enzim mempunyai pH dan suhu tertentu yang menyebabkan aktivitasnya mencapai
keadaan optimum. Ion-ion logam berat yang masuk kedalam tubuh akan bereaksi dengan
sebagian protein, sehingga menyebabkan terjadinya koagulasi atau penggumpalan.
Dengan demikian protein tersebut mengalamiperubahan konformasi serta posisinya,
sehingga aktivitasnya berkurang atau kemampuannya menunjang aktivitas organ tubuh
tertentu hilang dan dikatakan tubuh mengalami keracunan. Perubahan konformasi alamiah
menjadi suatu konformasi yang tidak menentu merupakan suatu proses yang disebut
denaturasi. Proses denaturasi ini kadang-kadang dapat berlangsung secara reversibel,
kadang kadang tidak. Penggumpalan protein biasanya didahului oleh proses proses
denaturasi yang berlangsung dengan baik pada titik isolistrik protein tersebut.
Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50 0C atau lebih.
Koagulasi ini hanya terjadi apabila larutan protein berada pada titik isolistriknya.
Proteinyang terdenaturasi pada titik isolistriknya masih dapat larut pada pH diluar titik
isolistrik tersebut. Air ternyata diperlukan untuk proses denaturasi oleh panas. Putih telur
yang kering dapat pipanaskan hingga 1000C dan tetap dapat larut dalam air.disamping oleh
pH, suhu tinggi dan ion logam berat, denaturasi dapat pula terjadi oleh adanya gerakan
mekanik, alkohol, aseton, eter, dan detergen.
3. Viskositas
Viskositas adalah tahapan yang timbul oleh adanya gesekan antara molekul-molekul
didalam zat cair yang mengalir. Suatu larutan protein dalam air mempunyai viskositas atau
kekentalan yang relatif lebih besar daripada viskositas air sebagai pelarutnya. Pada
umumnya viskositas suatu larutan tidak ditentukan atau diukur secara absolut,tetapi
ditentukan viskositas relatif, yaitu dibandingkan terhadap viskositas zat cair tertentu.alat
yang digunakan untuk menentukan viskositas ini ialah viskometer ostwald.pengukuran
viskositasdengan alat ini didasarkan pada kecepatan aliran suatu zat cair atau larutan
melalui suatu pipa tertentu. Serum darah misalnya, mempunyai kecepatan aliran yang
lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan aliran air. Apabila viskositas air diberi harga
satu, maka viskositas serum darah mempunyai harga kira-kira antara 1,5 sampai 2,0.
Viskositas larutan protein tergantung pada jenis protein, bentuk molekul,konsentrasi serta
suhu larutan. Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi teetapi berbanding terbalik
dengan suhu. Larutan suatu protein yang bentuk molekulnya panjang, mempunyai
viskositas lebih besar dari pada larutan suatu protein yang berbentuk bulat. Pada titik
isolistrik viskositas larutan protein mempunyai harga kecil.
4. Kristalisasi
Banyak protein yang telah dapat diperoleh dalam bentuk kristal. Meskipun
demikian proses kristalisasi untuk berbagai jenis protein tidk selalu sama , artinya ada
yang dengan mudah dapat terkristalisasi, tetapi ada pula yang sukar. Beberapa enzim
antara lainpepsin, tripsin, katalase, dan urease telah dapat diperoleh dalam bentuk kristal.
Albumin pada serum atau telur sukar di kristalkan. proses kristalisasi protein sering
dilakukan dengan jalan penambahan garam amoniumsulfat atau NaCl pada larutan dengan
pengaturan pH pada titik isoelektriknya. Kadang-kadang dilakukan pula penambahan
aseton atau alkohol dalam jumlah tertentu. Pada dasarnya semua usaha yang dilakukan itu
dimaksudkan untuk menurunkan kelarutan protein dan ternyata pada titik isolistrik
kelarutan protein paling kecil, sehingga mudah dapat dikristalkan dengan baik.

5. Sistem koloid

Pada tahun 1961 Thomas Graham membagi zat-zat kimia dalam dua kategori, yaitu zat yang
dapat menembus membran atau kertas perkamen dan zat yang tidak dapat menembus
membran. Oleh karena yang mudah menembus membran adalah zat yang dapat mengkristal,
maka golongan ini disebut kristaloid, sedangkan golongan lain yang tidak dapat menembus
membran disebut koloid. Istilah ini hingga sekarang masih digunakan meskipun sekarang
telah banyak zat-zat yang termasuk koloid yang dapat dikristalkan. Pengertian koloid pada
waktu ini lebih banyak dihubungkan dengan besarnya molekul atau pada bobot molekul yang
besar. Molekul yang besar atau molekul makro apabila dilarutkan dalam air mempunyai sifat
koloid, yaitu tidak dapat menembus membran atau kertas perkamen, tetapi tidak cukup besar
sehinggatidak dapat mengendap secara alami. Protein mempunyai molekul besar dan
karenanya larutan protein bersifat koloid. Sistem koloid adalah sistem yanag heterogen,
terdiri atas dua fase, yaitu partikel kecil yang terdispersi dan medium atau pelarutnya. Protein
dalam larutan membentuk partikel-partikel kecil. Pada umumnya partikel koloid mempunyai
ukuran antara 1 milimikron samapai 100 milimikron, namun batas ini tidak selalu tetap,
mungkin lebih besar. Besar kecilnya partikel tergantung pada besarnya bobot molekul
protein. Bobot molekul beberapa protein telah ditentukan berdasarkan kecepatan
pengendapan dengan menggunakanultrasentrifuga yang mempunyai kecepatan putar kira-kira
60.000 putaran per menit. Bobot molekul beberapa protein dapat dilihat pada tabel 4-6.
(Poedjiadi, 2015).

Tabel 4-6 bobot molekul beberapa protein

Protein : Bobot molekul


Sitokrom c : 11.600
Ribonuklease : 13.500
Tripsin : 24.000
Laktoglobulin : 35.000
Hemoglobin : 64.500
Heksokinase : 96.000
Laktat dehidrogenase : 150.000
Urease : 483.000
Miosin : 620.000
Imunoglobulin : 960.000
Lipoprotein : 3-20 juta

Você também pode gostar