Você está na página 1de 21

REFLEKSI KASUS JUNI 2018

DEMAM TYPHOID

Nama : Adelia Nur Fitriana


No. Stambuk : N111 17 099
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala utama demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Demam tifoid pada anak
umumnya bersifat ringan dan mempunyai potensial sembuh spontan, namun
demam tifoid yang berat atau dengan komplikasi harus di tangani secara adekuat.1
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhosa dan hanya didapatkan
pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi.1
Di Indonesia demam tifoid dapat dijumpai sepanjang tahun (endemik).
Diperkirakan antara 350-850 per 100.000 penduduk per tahun atau lebih kurang
sekitar 600.000 - 1,5 juta kasus pertahun. Penyakit ini menyerang semua umur
namun sebagian besar pada anak berkisar antara 5-9 tahun.2
Salmonella enterica serotipe typhi, sebagai penyebab demam tifoid
merupakan basil Gram negatif. Masa inkubasi dalam tubuh penderita selama 7-14
hari. Selama masa inkubasi tersebut mungkin akan ditemukan gejala prodromal
yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak
bersemangat. Kemudian, menyusul gejala klinis seperti demam, gangguan
pencernaan, dan gangguan kesadaran.3,4
Diagnosis dini adalah suatu hal yang penting disamping tindakan
pencegahannya. Diagnosis demam tifoid dibuat berdasarkan gejala dan tanda
klinis, pemeriksaan darah lengkap dan uji serologis widal. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan biakan untuk menemukan kuman penyebab.5
Penatalaksanaan dari demam tifoid yaitu dapat berupa medikamentosa dan
non-medikamentosa. Pemberian antibiotik perlu dilakukan untuk membunuh
kuman dan mencegah pasien menjadi karier. Tirah baring juga direkomendasikan
selama 3-5 hari setelah bebas demam.1
Dibawah ini akan dibahas sebuah kasus demam tifoid yang didapatkan di
ruang perawatan 2 kamar pipit RS Bhayangkara Palu tanggal 12 Juni 2018.

1
BAB II
KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. I
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 12 tahun
Alamat : Jln. Maleo
Agama : Islam
Waktu Masuk : 12 Juni 2018
Tempat Pemeriksaan : Ruang Perawatan 2 Kamar Pipit RS Bhayangkara

B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan demam yang
dirasakan sejak 7 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Demam
timbul mendadak, dan hilang timbul, demam timbul hanya pada sore –
malam hari dan turun pada pagi hari. Demam tidak turun dengan
pemberian obat penurun panas. Selain itu pasien juga mengeluhkan
tidak buang air besar sejak 7 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
mual (+) dengan muntah (+) sebanyak 3 kali sebelum masuk rumah
sakit yang berisi makanan dan air. Flu (-), batuk (-), sakit menelan (-),
mimisan (-), perdarahan gusi (-), sakit kepala (-), BAK lancar.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki keluhan sama di dalam keluarga.
e. Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga dengan sosial-ekonomi menengah.

2
f. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan
Pasien adalah anak yang aktif dan juga memiliki kebiasaan jajan
sembarangan, dan jarang mencuci tangan saat makan.
g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien lahir secara normal di RS, cukup bulan, langsung
menangis, dan dibantu oleh bidan .Berat badan lahir 3.000 gram,
panjang badan tidak diketahui. Selama kehamilan, ibu pasien tidak
menderita sakit ataupun masalah lainnya.
h. Kemampuan dan Kepandaian Bayi
Tumbuh dan kembang anak sesuai dengan usianya, dan saat ini
anak tidak mengalami keterlambatan atau gangguan tumbuh dan
kembang.
i. Anamnesis Makanan
ASI : 0 – 6 bulan
Susu formula : 4 bulan – 2 tahun
Bubur : 6 bulan – 11 bulan
Nasi: 11 bulan – sekarang
j. Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 39 kg
Tinggi Badan : 148 cm
Status Gizi : gizi baik (CDC : 98,7%)
Tanda Vital
Denyut Nadi : 102×/menit, kuat angkat, irama reguler
Respirasi : 20 ×/menit, reguler
Suhu axilla : 38,2 0C
1. Kepala:

3
Bentuk : Normocephalus
Rambut : Warna hitam, tampak kering, tidak mudah
dicabut, tebal, alopecia (-)
2. Mata:
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik(-/-)
Refleks cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Cekung : (-/-)
3. Hidung:
Pernafasan cuping hidung : (-)
Epistaksis : (-)
Rhinorrhea : (-)
4. Mulut:
Bibir :Kering, sianosis (-), stomatitis (-)
Gigi : karies (-)
Gusi : perdarahan (-)
Lidah:
Tremor: (-)
Kotor/Berselaput : (+)
Warna : Tepi lidah tampak hiperemis
5. Telinga:
Otorhea : (-)
6. Leher:
Kelenjar getah bening : Pembesaran(-/-), nyeri tekan (-)
Kelenjar Tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Faring : Hiperemis(-)
Tonsil : T1-T1
7. Toraks:
a. Dinding Dada/Paru:

4
Inspeks : Pergerakan dinding dada simetris bilateral kanan =
kiri, retraksi(-),bentuk simetris bilateral
Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocalfremitus simetris
kanan = kiri, nyeri tekan (-).
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Vesicular (+/+)Rhonchi (-/ -),Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah medial
linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
Auskultasi : Bunyi jantungSI / SII murni reguler, murmur (-),
gallop (-).
8. Abdomen:
Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
Auskultasi : Peristaltik (+)
Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium(-), distensi (-).
Hati : Hepatomegali (-)
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
9. Anggota Gerak:
a. Ekstremitas superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)
b. Ekstremitas inferior:Akral hangat (+/+), edema (-/-)
10. Genitalia:Dalam batas normal
+/+
11. Otot-Otot: Eutrofi +/+, kesan normal

5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin 12/06/2018
Jenis
Hasil Rujukan Interpretasi
Pemeriksaan
Hemoglobin 13,6 g/dl 12 – 16 Normal
Leukosit 9,4 x 103/uL 4 – 10 Normal
Eritrosit 5,02 x 106/uL 4,0 – 5,0 Normal
Platelet 230 x 103/uL 150 – 450 Normal
Hematokrit 39, 9% 40 – 50 Normal

Pemeriksaan serologi widal 12/06/2018

Jenis Pemerikasaan Hasil

- S. Typhi O 1/320

- S. P. Thypi. H 1/160

- S. P. Thypi AH Negatif

- S. P. Thypi HB Negatif

E. RESUME
Pasien anak perempuan, 12 tahun,masuk dengan keluhan febris sejak 7
SMRS, febris naik turun, dan meningkat menjelang sore dan malam hari,
dan menurun pada pagi dan siang hari. Keluhan nausea (+), vomitus (+) dan
konstipasi (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran compos mentis,denyut
nadi 102×/menit kuat angkat, respirasi 20×/menit, suhu axilla 38,20C, lidah
berselaput putih dengan tepi lidah hiperemis. Hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan leukosit 9,4 x 103/uL ,Eritrosit 5,02 x106/uL, Hb
13,6 g/dL, hematokrit 39,9%, dan platelet 230 x 103/uL. Hasil pemeriksaan
penunjang untuk serologi widal menunjukkan adanya hasil Salmonella
Para Thypi 0 dengan hasil 1/320 dan Salmonella Para Thypi H 1/160.

6
F. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Demam Tifoid

G. TERAPI
Non-Medikamentosa
- Tirah baring sampai 5 hari bebas demam
- Diet makanan biasa/lunak dan rendah serat
- Menjaga higienitas personal
Medikamentosa
- IVFD RL 12 tpm
- Chloramphenicol 250 mg 4 x caps II
- Paracetamol 3x1 tab

7
FOLLOW UP
Hari/Tanggal: 13 Juni 2018
S Demam hari ke 8 ,demam naik turun,mual (-) muntah (-),
sakit menelan (-), batuk (-), flu (-)
BAB (-) sudah 8 hari. BAK lancar.
O Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Denyut Nadi : 100x/menit, kuat angkat
Respirasi : 20 x/menit
Suhu Tubuh : 37,4C
Berat Badan : 39 kg
Status Gizi : gizi baik
Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Vesicular +/+, Rhonchi-/-, Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, Cardiomegali (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen
- Palpasi : Hepatomegali(-) ,nyeri tekan (-)
epigastrium.
Pemeriksaan Lain
- Lidah kotor : (+), tepi lidah hiperemis (+)
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
A Demam tifoid
P Non-Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet makanan biasa/lunakdan rendah serat
Medikamentosa
- IVFD RL 12 tpm
- Chloramphenicol 250 mg 4 x caps II
- Paracetamol 3x1 tab

8
Hari/Tanggal: 14 Juni 2018
S Demam (-) bebas demam hari 1,mual (-) muntah (-), sakit
menelan (-), batuk (-), flu (-)
BAB (+) 1x. BAK lancar.
O Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Denyut Nadi : 80x/menit, kuat angkat
Respirasi : 20 x/menit
Suhu Tubuh : 36,7 C
Berat Badan : 39 kg
Status Gizi : gizi baik
Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Vesicular +/+,Rhonchi -/-, Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (-), kesan normal
- Perkusi : Timpani (-) diseluruh abdomen
- Palpasi : Hepatomegali(-), nyeri tekan (-)
epigastrik
Pemeriksaan Lain
- Lidah kotor : (-)
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
A Demam tifoid
Non-Medikamentosa
- Tirah baring
P
- Diet makanan biasa/lunak dan rendah serat
Medikamentosa
- IVFD RL 12 tpm
- Chloramphenicol 250 mg 4 x caps II
- Paracetamol 3x1 tab (bila demam)
Hari/Tanggal: 15 Juni 2018

9
S Demam (-) bebas demam hari 2, mual (-) muntah (-),
sakit menelan (-), batuk (-), flu (-)
BAB (+) BAK lancar.
O Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Denyut Nadi : 100 x/menit, kuat angkat
Respirasi : 20 x/menit
Suhu Tubuh : 36,6º C
Berat Badan : 46 kg
Status Gizi : gizi baik

Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Vesicular +/+,Rhonchi -/-, Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen.
- Palpasi : Nyeri tekan (-) epigastrium
Pemeriksaan Lain
- Lidah kotor : (-)
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
A Demam tifoid
P Non-Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet makanan biasa
Medikamentosa
- IVFD RL 12 tpm
- Chloramphenicol 250 mg 4 x caps II
- Paracetamol 3x1 tab (bila demam)

10
BAB III
DISKUSI

Diagnosis demam tifoid pada kasus ini ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil
anamnesis, ditemukan febris, dirasakan sejak 7 hari SMRS, febris intermitent,
meningkat pada menjelang malam hari. penurunan nafsu makan, mual,muntah
dan konstipasi.Pada pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran compos mentis,
denyut nadi 102 ×/ menit kuat angkat, respirasi 20 ×/menit, suhu axilla 38,20 C,
lidah berselaput putih dengan tepi lidah hiperemis.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukosit 9,4 x 103/uL
,Eritrosit 5,02 x106/uL, Hb 13,6 g/dL, hematokrit 39,9%, dan platelet 230 x
103/uL. Hasil pemeriksaan penunjang untuk serologi widal menunjukkan adanya
hasil Salmonella Para Thypi 0 dengan hasil 1/320 dan Salmonella Para Thypi
H 1/160.
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama
didaerah illeosecal) dengan gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan
saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini ditandai oleh demam
berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur
endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel
fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.2
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhosa yang
merupakan kuman gram negatif, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini
dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih
rendah , serta mati pada suhu 70°C ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini
diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.4 Salmonella memiliki:
Antigen O (somatic), yaitu komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang
stabil pada panas, antigen H (flagellum), yaitu protein yang labil terhadap panas
dan antigen Vi yaitu polisakarida kapsul. Mempunyai makromolekular
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin.1,5

11
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti
ingesti organisme, yaitu: (1) penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch, (2)
bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus
limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal sistem
retikuloendotelial, (3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, dan (4)
produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.4
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih
bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang
pada gejala atau tanda kllinis, akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis
demam tifoid pada anak, terutama pada penderita yang lebih muda. Masa
inkubasi rata-rata bervariasi antara 7-20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3
hari dan terpanjang 60 hari. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih
bervariasi, secara garis besar gejalanya yang ditimbulkan yaitu demam satu
minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan, gangguan kesadaran. Dalam
minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang
meningkat. Setelah minggu ke dua, gejala atau tanda klinis menjadi makin jelas,
berupa demam remitten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung
mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat.4
Pada pasien ini didapatkan, demam selama 7 hari, gangguan saluran
pencernaan (mual, muntah dan konstipasi), lidah tifoid, pembesaran hati & limpa
(-), dan tanpa adanya gangguan kesadaran.
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.
typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum
atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan
lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. 6
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi

12
maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis yang dapat
digunakan pada demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes TUBEX®; (3)
metode enzyme immunoassay (EIA); (4) metode enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA); dan (5) pemeriksaan dipstik.7
Salah satu pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan pada demam
tifoid adalah uji widal, yaitu pemeriksaan serologi terhadap antigen O, H, dan Vi
dari Salmonella. Nilai normal dari uji widal adalah ≤ 1/40. Apabila titer O
aglutinin sekali periksa >1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali
maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan
dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedangkan Vi aglutinin
dipakai pada deteksi pembawa kuman S.typhi (carrier).
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan uji widal dan hasil pemeriksaan
penunjang untuk serologi widal menunjukkan adanya hasil Salmonella Para
Thypi 0 dengan hasil 1/320 dan Salmonella Para Thypi H 1/160. Yang berarti uji
widal positif terdapat infeksi salmonella.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yakni:1
a. Pemeriksaan Darah Rutin
1. Gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada
permulaan sakit.
2. Mungkin terdapat pula anemia dan trombositopenia ringan.
Pada kasus ini, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukosit 9,4 x
103/uL ,Eritrosit 5,02 x106/uL, Hb 13,6 g/dL, hematokrit 39,9%, dan platelet 230
x 103/uL. Pada demam tifoid jumlah leukosit dapat normal, menurun, atau
meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya
normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan
limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan
mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak
mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk
dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan
tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis
demam tifoid

13
Sebagian besar pasien demam tifoid/paratifoid dapat diobati dirumah dengan
tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta
pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat dirumah sakit
agar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi
kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan
antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis
infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia.2
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain :2
1. Kloramfenikol
Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap
Kloramfenikol di berbagai daerah, Kloramfenikol tetap digunakan sebagai
obat pilihan pada kasus demam tifoid. Sejak ditemukannya obat ini oleh
Burkoder sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang dapat
menurunkan demam lebih cepat disamping harganya murah dan terjangkau
oleh penderita. Kekurangan kloramfenikol antara lain ialah reaksi
hipersensitifitas, reaksi toksik, grey syndrome, kolaps, dan tidak bermanfaat
untuk pengobatan karier.
Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis. Dosis
yang dianjurkan ialah 50 – 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari atau 5-7
hari bebas panas. Untuk neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari,
dan bila terpaksa, dosis tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama 10
hari.
2. Tiamfenikol
Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan Kloramfenikol karena
susunan kimianya hampir sama dan hanya berbeda pada gugusan R-nya.
Dengan pemberian Tiamfenikol, demam turun setelah 5 – 6 hari. Komplikasi
hematologi pada penggunaan Tiamfenikol jarang dilaporkan. Dosis oral
dianjurkan 50 – 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari.
3. Kotrimoksasol
Pendapat mengenai Efektifitas kotrimksasol terhadap demam tifoid masih
kontroversial. Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan untuk

14
kasus yang resisten terhadap kloamfenikol, penyerapan di usus cukup baik,
dan kemungkinan timbulnya kakambuhan pengobatan pengobatan lebih
kecil dibandingkan kloramfenikol. Kelemahannya ialah dapat terjadi skin
rash (1 – 15%), sindrom Steven Johnson, agranulositosis, trombositopenia,
anemia megaloblastik, hemolisis eritrosit terutama pada penderita G6PD.
Dosis oral yang dianjurkan adalah 30 – 40 mg/kgBB/hari. Sulfametoksazol
dan 6 – 8 mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan dalam 2 kali
pemberian, selama 10 – 14 hari.
4. Ampisilin dan Amoksisilin
Merupakan derivat Penisilin yang digunakan pada pengobatan demam tifoid,
terutama pada kasus yang resisten terhadap Kloramfenikol. Pernah
dilaporkan adanya Salmonella yang resisten terhadap Ampisilin di Thailand.
Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkan
dengan Kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta
kurang toksik. Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3 – 18%), dan diare
(11%).
Ampisilin mempunyai daya antibakteri yang sama dengan Ampisilin, terapi
penyerapan peroral lebih baik sehingga kadar oabat yang tercapai 2 kali
lebih tinggi, dan lebih sedikit timbulnya kekambuhan (2 – 5%) dan karier (0
– 5%).
Dosis yang dianjurkan adalah :
 Ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari.
 Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari.
Pengobatan demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak
memberikan keuntungan yang lebih baik bila diberikan obat tunggal.
5. Seftriakson
Dosis yang dianjurkan adalah 50 – 100 mg/kgBB/hari, tunggal atau dalam 2
dosis iv.
6. Sefotaksim
Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3- 4
dosis iv.

15
7. Siprofloksasin
Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 – 400 mg oral pada anak berumur
lebih dari 10 tahun.

Pada kasus ini diberikan sediaan chloramphenicol kapsul 250 mg, dimana
untuk anak pada kasus ini dengan BB 39 kg, diberikan 4 x II kapsul per hari.
Selain itu diberikan pengobatan simtomatik yaitu paracetamol dengan dosis 10 –
15 mg/kgBB/hari diberikan sebanyak 3-4 kali sehari. Untuk anak pada kasus ini
Diberikan sediaan paracetamol tablet 500mg, dimana untuk anak ini diberikan 3
x 500 mg per hari bila demam.
Adapun terapi non medikamentosa yang dapat diberikan pada kasus demam
tifoid yaitu :3
a. Penderita yang dirawat harus tirah baring.
b. Menjaga nutrisi cairan oral dan parenteral
c. Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya yang
rendah selulosa (rendah serat) dan menghindari makanan yang sifatnya
iritatif, untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita
tifoid, diklasifikasikan atas ; diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada minggu ketiga demam tifoid,
yaitu:3
a. Komplikasi di dalam usus (Intraintestinal)
1. Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika di lakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat
disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau selain itu dan terjadi pada
bagian distal ileum.Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
disertai ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak

16
hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada
foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang (defense muscular) dan nyeri pada tekanan. 8
b. Komplikasi di luar usus (Ekstraintestinal)
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefelopati, pneumonia, syok septik,
pielonefritris,endocarditis, osteomyelitis.3
Adapun pada kasus ini, anak tidak disertai komplikasi, baik komplikasi di
dalam usus maupun di luar usus.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena tidak di dapatkan komplikasi
yang berat. Dengan pengobatan yang tepat dan teratur, pasien dapat kembali
beraktivitas seperti semula. Pasien juga diharapkan untuk tidak lagi makan
sembarangan untuk menghindari infeksi Salmonella kembali.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

2. Rampengan, 20013.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 2. EGC,

Jakarta.

3. Sidabutar S, Satari HI. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak:

Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari Pediatri. 2010; 11 (6): 434-439.

4. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak

Infeksi Dan Penyakit Tropis. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Hal 367-75.

5. Widagdo, 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam.

Sagung Seto, Jakarta.

6. Lubis R. Faktor Resiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Penderita yang

Dirawat di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Tesis; 2008.

7. Septiawan, 2013. Pemeriksaan Immunoglobulin M Anti Salmonella Dalam

Diagnosis Demam Tifoid. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah . Denpasar : 2013.

8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of

Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: 2007.

18
19
20

Você também pode gostar