Você está na página 1de 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak antara lain adenoma,
hamartoma, dan tumor ganas adalah karsinoma bronkogenik. Kanker paru adalah
pembunuh nomor satu diantara pria di USA. Namun karena paru ini meningkat
dengan angka yang lebih besar pada wanita dibanding pada pria dan sekarang
melebihi kanker payudara sebagai peyebab paling umum kematian akibat kanker
pada wanita.1
Pada hampir 70% pasien kanker paru mengalami penyebaran ketempat limfatik
regional dan tempat lain pada saat di diagnosis. Sebagai akibat, angka survival pasien
kanker paru adalah rendah. Bukti-bukti menunjukkan bahwa karsinoma cenderung
untuk timbul di tempat jaringan parut sebelumnya dalam paru. Sebagian besar kanker
paru berasal dari sel-sel yang di dalam paru, tetapi kanker paru juga bisa berasal dari
kanker dibagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru. Kanker paru merupakan
kanker yang paling sering terjadi, baik pada pria maupun pada wanita.1
Data dari WHO (2010) menunjukkan bahwa pada laki-laki, jenis kanker yang
terbanyak di Indonesia adalah kanker paru, sedangkan pada perempuan adalah kanker
payudara. Menurut data rawat inap rumah sakit, insidensi kanker tertinggi di
Indonesia secara umum adalah kanker payudara sebanyak 8.082 kasus (18,4%),
diikuti dengan kanker leher rahim 4.544 kasus (10.3%), kanker hati dan saluran
empedu 3.618 kasus (8,2%), leukemia 3.189 kasus (7,3%), Limphoma Non Hodgkin
2.862 kasus (6,5%), kanker bronkhus dan paru 2.537 kasus (5,8%), kanker ovarium
2.314 kasus (5,3%), kanker rektosigmiod rektum dan anus 1.861 kasus (4,2%),
kanker kolon 1.635 kasus (3,7%), dan kanker kelenjar getah bening 1.022 kasus
(2,3%).3
The World Cancer Report mengestimasi bahwa terdapat 12,4 juta kasus baru
dan 7,6 juta kematian pada tahun 2008 (IARC, 2008). Angka estimasi jumlah kasus

1
baru ini sedikit lebih rendah daripada estimasi WHO (2010). Kejadian kanker yang
terbanyak adalah kanker paru (1,52 juta kasus), kanker payudara (1,29 kasus) dan
kanker kolorektal (1,15 juta kasus). Sedangkan kematian tertinggi disebabkan oleh
karena kanker paru (1,31 juta kematian), kanker lambung (780.000 kematian) dan
kanker hati (699.999 kematian).2
Di Indonesia, hasil survei Riset Kesehatan Dasar menunjukkan angka
prevalensi penyakit tumor/kanker sebesar 4,3 per 1000 penduduk (Kementerian
Kesehatan, 2007). Kanker sebagai penyebab kematian menempati urutan ke tujuh
(5,7% dari seluruh penyebab kematian) setelah kematian akibat stroke, tuberkulosis,
hipertensi, cedera, perinatal, dan diabetes melitus.3
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas
atau epitel bronkus. Penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi
paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan
faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain. Modalitas terapi pada kanker paru dibedakan atas small cell
carcinoma dan non-small cell carcinoma, dan penatalaksanaan kanker paru pada
kedua jenis tersebut berbeda sesuai dengan staging masing-masing. Penemuan anti
kanker terbaru berupa targeted therapy dan imunotherapy diharapkan dapat memberi
survival yang lebih baik pada penderita kanker Selain itu, pengobatan paliatif,
suportif, dan rehabilitasi juga mempunyai peran yang sangat penting dalam
penanganan pasien dengan kanker paru.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan selyang tidak normal,
tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.Proses keganasan pada epitel
bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahanpertama yang terjadi pada masa
prakanker disebut metaplasia skuamosa yangditandai dengan perubahan bentuk epitel
dan menghilangnya Silia.5

2.1 Anatomi Paru

Saluran pernafasan dimulai dari hidung, nasofaring, mulut, orofaring, laring,


trachea, bronkhus kiri dan kanan, bronkhiolus dan alveolus. Paru – paru merupakan
organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau thoraks
kedua paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluh darah besar. Paru kanan lebih besar dari paru kiri.12
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di
dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum
sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru
mempunyai apeks (bagian atas paru-paru) dan basis. Pembuluh darah paru-paru dan
bronkial, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan
membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri dan
dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru-paru kiri dibagi menjadi dua
lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan
segmen bronkusnya. Paru-paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru-paru
kiri dibagi menjadi 9 segmen. Proses patologis seperti atelektasis dan pneumonia

3
seringkali hanya terbatas pada satu lobus dan segmen saja. Karena itu pengetahuan
tentang anatomi segmen-segmen paru penting sekali, tidak hanya untuk ahli radiologi,
bronkoskopi dan ahli bedah toraks, tetapi juga bagi perawat dan ahli terapi
pernapasan, perlu mengetahui dengan tepat letak lesi agar dapat menerapkan keahlian
mereka sebagaimana mestinya. 12
Suatu lapisan tipis yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastis,
dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi
setiap paru-paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan viseralis terdapat
suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan
itu bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru-paru,
yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek akan saling melekat jika ada air.
Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya
sulit untuk dipisahkan. Jalan napas yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah :
1) Hidung
2) Pharynx
3) Larynx
4) Trachea
5) Bronchus dan bronchiolus.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh membran
mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka dari itu ; disaring,
dihangatkan, dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa
respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet.
Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblek dan
kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut
yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat
dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam
rongga hidung, dan ke superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke
faring. Dari sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar. Air untuk
kelembaban diberikan untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplay ke udara
inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. 12

4
Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian rupa sehingga bila udara
mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan
kelembabannya mencapai 100 %. Udara mengalir dari faring menuju laring atau
kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan
untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk
segitiga yang bermuara ke dalam trachea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan
pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
12

Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi fungsinya sebagai


organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas,
penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dan epiglotis yang
berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam
esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, maka laring
yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret
keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.
Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentu seperti sepatu 5 inchi.
Struktur trachea dan bronchuskuda yang panjangnya dianalogkan dengan sebuah
pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon tracheal bronchial.
Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama bronchus kiri dan cabang utama
bronchus kanan dinamakan Karina. Karena banyak mengandung saraf dan dapat
menimbulkan bronkospasm hebat dan batuk, kalau saraf-saraf terangsang. 12
Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih
pendek lebih besar dan merupakan lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal.
Baliknya bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea
yang dengan sudut yang lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus
kanan kalau udara tidak tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah jalan,
maka tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps. Cabang
utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segumen bronchus.

5
Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang dinamakan
bronchioulus terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang
mengandung alveolus. 12
Semua saluran udara di bawah tingkat bronchiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis.
Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas. 12

Asinus terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang memiliki


kantong udara kecil atau alveoli yang berhasil dari dinding mereka, puletus alviolaris
yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus hanya mempunyai satu
lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil dibandingkan dengan tebal
garis tengah sel darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta
alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan tenis.
Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan
inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu ekspirasi. Paru-paru merupakan
organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di dalam rongga thoraks. Setiap paru-

6
paru mempunyai apex dan basic. Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, syaraf dan
pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar
paru-paru. 9
Pleura ada 2 macam yaitu pleura parietal yang melapisi rongga dada/thoraks
dan pleura viceralis yang menutupi setiap paru. Diantara pleura parietal dan pleura
viceral, terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua
permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah
pemisahan thoraks dan paru-paru. Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu
arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchialis menyediakan darah
teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan paru-paru. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengeluarkan
darah vena campuran ke paru-paru di mana darah itu mengambil bagian dalam
pertukaran gas. 12

2.3 Epidemiologi
Karsinoma paru merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi akibat
keganasan di Amerika Serikat dan negara- negara industri. Secara umum, kanker paru
terbagi atas 2 jenis yaitu non-small cell carcinoma ( sekitar 85 % dari semua kanker
paru) dan small cell carcinoma ( sekitar 15 % kanker paru).Risiko terjadinya kanker
paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan dan risiko
meningkat sesuai dengan usia.1
American Cancer Society mengestimasikan kanker paru di Amerika Serikat
pada tahun 2010 sebagai berikut1 :
- Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750 orang laki-
laki dan 105.770 orang perempuan).
- Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 157.300 kasus (86.220 pada
laki-laki dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28% dari semua kasus
kematian karena kanker.

7
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau
inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor
penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan
lain-lain. Dibawah ini diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker
paru :

a. Merokok
Berdasarkan penelitian menyatakan bahwa merokok merupakan penyebab
utama kanker paru, dengan periode laten antara dimulainya merokok dengan
terjadinya kanker paru adalah 15-50 tahun. Selain itu, jumlah pack rokok dalam 1
tahun yang dihabiskan dan usia dimulainya merokok, sangat erat dihubungkan
dengan risiko terjadinya kanker paru. Variasi geografik dan pola dari insidensi kanker
paru baik pada laki-laki maupun perempuan berhubungan dengan kebiasaan
merokok. Di Asia kebiasaan merokok masih tinggi, tetapi angka kebiasaan merokok
pada laki-laki berkurang. Angka kebiasaan merokok pada perempuan Asia masih
rendah, tetapi sekarang semakin meningkat pada perempuan-perempuan usia muda.5

b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,
atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup,
dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko
mendapat kanker paru meningkat dua kali. Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker
paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi pada perokok pasif.5

c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan

8
dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih
sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling
rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian
dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah
cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan
dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.5

d. Paparan zat karsinogen


Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru.
Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kirakira sepuluh kali
lebih besar daripada masyarakat umum.5

e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker
paru.5

f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan
bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting
dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan
onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc)dan menonaktifkan gen-gen penekan
tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2).5

g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik

9
berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari
merokok dihilangkan.5

2.4 Klasifikasi Tumor Paru


Klasifikasi kanker paru primer pada umumnya berdasarkan jenis histologi,
dimana setiap jenis histologi memiliki riwayat alami dan respon terhadap pengobatan
yang berbeda. Berdasarkan modalitas terapi karsinoma bronkogenik terdiri dari
kanker paru jenis karsinoma sel kecil dan kanker paru jenis karsinoma bukan sel
kecil. Gambaran histologi kanker paru bukan sel kecil adalah epidermoid,
adenokarsinoma, tipe sel besar dan campuran dari ketiganya.
Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi.6
Karsinoma sel skuamosa berasal dari epitel skuamosa metaplastik bronkus.
Kanker ini ditandai dengan pleomorfisme sitologi nyata, jembatan intraseluler
(desmosome) di antara sel tumor dan keratinisasi sitoplasma. Karsinoma sel skuamosa
lebih didominasi oleh pria dan cenderung tetap terlokalisasi dibandingkan tipe
lainnya sehinga mengakibatkan massa besar diparu yang dapat disertai kavitas
sentral.6,7
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru
yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan
epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara
khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral
di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang
melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar
getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada
laki-laki daripada perempuan . 6,7
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan
dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer
segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada
paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan

10
limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer
menyebabkan gejala-gejala.Adenokarsinoma memperlihatkan susunan seluler seperti
kelenjar bronkus, mengandung mukus, sering di perifer segmen bronkus, kadang
dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi
sering meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini. Secara klinis
tidak menunjukan gejala sampai terjadi metastase yang jauh.7
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam
klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang
besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti
bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.7
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang
terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini
kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan
bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran
mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor
sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crushartifact” pada
sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada
pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan
sedikit sitoplasma yang saling berdekatan.6-7
Karsinoma sel besar adalah sel ganas yang besar dan deferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti yang bermacam. Sel ini cenderung
timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ektensif dan
cepat ketempat yang jauh.5

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis baik tanda maupun gejala kanker paru sangat bervariasi.
Faktor-faktor seperti lokasi tumor, keterlibatan kelenjar getah bening di berbagai

11
lokasi, dan keterlibatan berbagai organ jauh dapat mempengaruhi manifestasi klinis
kanker paru.
Manifestasi klinis kanker paru dapat dikategorikan menjadi :
a. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)
Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa produksisputum.
Produksi sputum yang berlebih merupakan suatu gejala karsinoma sel bronkoalveolar
(bronchoalveolar cell carcinoma). Hemoptisis (batuk darah) merupakan gejala pada
hampir 50% kasus. Hemoptisis pada perokok sebaiknya dicurigai karena kanker paru.
Hemoptysis dapat berupa blood streak pada sputum dan dapat terjadi periode yang
panjang. Batuk darah massif dapat terjadi karena sifat vaskuler kanker paru.Nyeri
dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor atau nyeri
yang lebih berat olehkarena adanya invasi ke dinding dada atau mediastinum. Susah
bernafas (dyspnea) dan penurunan berat badan juga sering dikeluhkan oleh pasien
kanker paru. Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia segmental mungkin terjadi
karena lesi obstruktif dalam saluran nafas. Mengi unilateral dan monofonik jarang
terjadi karena adanya tumor bronkial obstruksi. Stridor dapat ditemukan bila trakea
sudah terlibat.4
b. Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal
Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker paru ke
struktur/organ sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa disebabkan oleh
keterlibatan pleura atau perikardial. Efusi pleura dapat menyebabkan sesak nafas, dan
efusi perikardial dapat menimbulkan gangguan kardiovaskuler. Tumor lobus atas
kanan atau kelenjar mediastinum dapat menginvasi atau menyebabkan kompresi vena
kava superior dari eksternal. Dengan demikian pasien tersebut akan menunjukkan
suatu sindroma vena kava superior, yaitu nyeri kepala, wajah sembab/plethora, lehar
edema dan kongesti, pelebaran vena-vena dada. Tumor apeks dapat meluas dan
melibatkan cabang simpatis superior dan menyebabkan sindroma Horner, melibatkan
pleksus brakialis dan menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan atrofi dari otot-
otot kecil tangan. Tumor di sebelah kiri dapat mengkompresi nervus laringeus

12
rekurens yang berjalan di atas arcus aorta dan menyebabkan suara serak dan paralisis
pita suara kiri. Invasi tumor langsung atau kelenjar mediastinum yang membesar
dapat menyebabkan kompresi esophagus dan akhirnya disfagia.4
c. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis
Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma paraneoplastik. Biasanya
hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor, melainkan karena zat hormon/peptida
yang dihasilkan oleh tumor itu sendiri. Pasien dapat menunjukkan gejala-gejala
seperti mudah lelah, mual, nyeri abdomen, confusion, atau gejala yang lebih spesifik
seperti galaktorea (galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi pada
karsinoma sel kecil dan beberapa sel menunjukkan karakteristik neuro-endokrin.
Peptida yang disekresi berupa adrenocorticotrophic hormone (ACTH), antidiuretic
hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin dan hormon paratiroid. Walaupun kadar
peptide-peptida ini tinggi pada pasien-pasien kanker paru, namun hanya sekitar 5%
pasien yang menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh (clubbing finger) dan
hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA) juga termasuk manifestasi non
metastasis dari kanker paru. Neuropati perifer dan sindroma neurologi seperti
sindroma miastenia Lambert-Eaton juga dihubungkan dengan kanker paru.4
Penurunan berat badan >20% dari berat badan sebelumnya (bulan sebelumnya)
sering mengindikasikan adanya metastasis. Pasien dengan metastasis ke hepar sering
mengeluhkan penurunan berat badan. Penurunan berat badan merupakan gejala
nonspesifik dan merupakan gambaran klinis yang dapat meningkatkan kecurigaan
keganasan pada paru dan adanya proses metastase. Kehilangan berat badan memiliki
hubungan dengan gambaran kanker paru yang advance dan mempunyai prognosis
yang jelek. Kanker paru umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal, tulang,
otak, dan kulit. Keterlibatan organ-organ ini dapat menyebabkan nyeri local.
Metastasis ke tulang dapat terjadi ke tulang mana saja namun cenderung melibatkan
tulang iga, vertebra, humerus, dan tulang femur. Bila terjadi metastasis ke otak, maka
akan terdapat gejala-gejala neurologi, seperti confusion, perubahan kepribadian, dan
kejang. Kelenjar getah bening supraklavikular dan servikal anterior dapat terlibat

13
pada 25% pasien dan sebaiknya dinilai secara rutin dalam mengevaluasi pasien
kanker paru. 4

2.6 Penegakan Diagnosis


2.6.1 Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk
diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit
kanker paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang bercampur darah,
sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat
badan menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung.9

Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta
faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama
dapat berupa: (1) Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga
purulen), (2) Batuk darah, (3) Sesak napas, (4) Suara serak, (5) Sakit dada, (6) Sulit /
sakit menelan, (7) Benjolan di pangkal leher, (8) Sembab muka dan leher, kadang-
kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.Gejala dan keluhan yang
tidak khas seperti: (1) Berat badan berkurang, (2) Nafsu makan hilang, (3) Demam
hilang timbul, (4) Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary
osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.9
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru
adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen
yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.9
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa
perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah beningdan
tanda tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura. Pemeriksaan
fisik sangat penting dalam mendiagnosis suatu penyakit. Tumor paru ukuran kecil dan
terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan fisik.
Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila isertai atelektasis sebagai akibat kompresi

14
bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang
informatif. Pada pasien kanker paru dapat ditemukan demam, kelainan suara
pernafasan pada paru,pembesaran pada kelenjar getah bening, pembesaran hepar,
pembengkakan pada wajah, tangan, kaki, atau pergelangan kaki, nyeri pada tulang,
kelemahan otot regional atau umum, perubahan kulit seperti rash, daerah kulit
menghitam, atau bibir dan kuku membiru, pemeriksaan fisik lainnya yang
mengindikasikan tumor primer ke organ lain.9
2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru.
Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
padaorgan-organ lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena
metastasis.
2.6.4 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan
untuk mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaranradiologi yang
bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukankeganasan tumor dengan
melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening, danmetastasis ke organ lain.
a. Photo Thoraks
Sebagian besar kanker paru pada awalnya dideteksi dengan foto polos toraks.
Kelainan dapat dilihat apabila masa tumor berukuran lebih dari 1 cm, adapun tanda
yang mendukung keganasan diantaranya tepi yang irreguler, identasi pleura, tumor
satelit. Pada foto toraks dapat ditemukan invasi ke dinding dada, efusi pleura, dan
metastase intra pulmonal. Foto polos toraks tidak sensitif untuk mengukur ada

15
tidaknya keterlibatan lymphnode mediastinum karena kanker paru, untuk itu
diperlukuan tindakan non-invasif maupun invasif lebih lanjut.7,9
b. CT Scan Thoraks
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi komputer.
Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker paru dengan
dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi
komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di sekitar lesi
serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga mempunyai resolusi
yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh
struktur normal yang berdekatan. CT-Scan dapat membantu evaluasi efusi pleura
pada pasien dengan kanker paru, dapat menunjukkan ada atau tidaknya cairan, kontur
cavum pleura, dan massa pada dinding pleura.8
c. MRI Thoraks
MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker paru. Pada keadaan
khusus, MRI dapat digunakan untuk mendeteksi area yang sulit diinterpretasikan
pada CT scan toraks seperti diafragma atau bagian apeks paru (untuk mengevaluasi
keterlibatan pleksus brakial atau invasi ke vertebra).Magnetic Resonance Imaging
dapat berguna untuk mengevaluasi tumor pada sulkus superior, khususnya jika ada
kemungkinan invasi ke plexus brachialis atau tulang belakang.8
d. PET scan (Positron Emission Tomography)
PET scan merupakan teknologi yang relatif baru. Molekul glukosa yang
memiliki komponen radioaktif diinjeksikan ke dalam tubuh kemudian scan diambil.
Banyaknya radiasi yang digunakan sangat kecil. Sel-sel kanker mengambil lebih
banyak glukosa daripada sel yang normal karena sel-sel kanker bertumbuh dan
bermultiplikasi dengan cepat. Oleh karena itu, jaringan dengan sel kanker tampak
lebih terang dari pada jaringan yang normal. Tumor primer, kelenjar getah bening
dengan sel-sel keganasan, dan tumor metastasis tampak sebagai spot yang terang
pada PET scan.8
2.6.5 Sitologi Sputum

16
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan
dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan
gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu
dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan. Pemeriksaan sputum adalah
salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan sitologik.
Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling sederhana dan murah untuk
mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan ini akan
memberi hasil yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya sentral.
Pemeriksaan ini juga seringdigunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada
golongan risiko tinggi. 9
2.6.6 Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan medis yang bertujuan untuk melakukanvisualisasi
trakea dan bronkus, melalui bronkoskop, yang berfungsi dalam prosedur diagnostik
dan terapi penyakit paru. Bronkoskopi dengan tujuan diagnostik dapat diandalkan
untuk mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas.
Pemeriksaan ada tidaknya massa intra bronkus atau perubahan mukosa saluran nafas,
seperti terlihat kelainan mukosa, misalnya berbenjol-benjol, hiperemis, atau stenosis
infiltratif, mudah berdarah. Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran
kelenjar getah bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat
pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkusyang abnormal
sebaiknya diikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau
kerokan bronkus.9
Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam
bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku (Rigid) dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur
(BSOL)/Fleksibel.9
Ada beberapa teknik diagnostik yang biasanya dilakukan pada tindakan
bronkoskopi, terutama bronkoskopi serat optik lentur/fleksibel, yaitu washing, sikatan
bronkus/brushing, bronchoalveolar lavage/BAL, biopsi bronkus, dan juga sitologi

17
sputum post bronkoskopi. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan sitologi
dilakukan dari sikatan bronkus (brushing), biopsi bronkus, sikatan bronkus dalam
larutan saline, cucian bronkus (washing), dan tiga buah sampel sputum post
bronkoskopi selama 16-20 jam setelah tindakan post bronkoskopi.9
2.6.7 Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan
histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat
torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan
mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak. Pengambilan jaringan dapat juga
dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih
panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor yang
ada. 9
2.7 Tatalaksana
Penatalaksanaan pada kanker paru meliputi terapi paliatif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin termasuk meminimalkan
keluhan/gejala, terutama pada stadium IIIb dan IV. Pengobatan paliatif untuk kanker
paru meliputi radioterapi, kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi, dan psikososial. 8-9
2.7.1 Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total
berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan padakanker
paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2N0 M0),
kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahantergantung pada
luasnya pertumbuhan tumor di paru.8-9
2.7.2 Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru dengan
tumor yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi dapat dilakukan padaNCLC
stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukanpembedahan,
misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga teknikpembedahan sulit
dilakukan dan keadaan umum pasien tidak mendukung untukdilakukan pembedahan.

18
Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagaikombinasi dengan pembedahan atau
kemoterapi.8-9

2.7.3 Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum diberikan
pada SCLC atau pada kanker paru stadium lanjut yang telahbermetastasis ke luar paru
seperti otak, ginjal, dan hati. Kemoterapi dapatdigunakan untuk memperkecil sel
kanker, memperlambat pertumbuhan, danmencegah penyebaran sel kanker ke organ
lain. Tidak jarang kemoterapidiberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan
atau radioterapi. Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk
membunuh selkanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu seri
pengobatan,dalam periode yang memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-
bulan agar kondisi tubuh penderita dapat pulih.8-9

2.8 Efusi Pleura


Akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabilitas
pembuluh darah karena reaksi inflamasi oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal
dan viseral. Mekanisme yang lain adalah invasi langsung sel tumor yang berdekatan
dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe dan gangguan absorbsi oleh pembuluh
limfe pleura parietal.10
Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10 – 20 ml cairan yang
berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas.
Akumulasi cairan melebihi volume normal dan menimbulkan gangguan jika cairan
yang diproduksi oleh pleura parietal dan viseral tidak mampu diserap oleh pembuluh
limfe dan pembuluh darah mikropleura viseral atau sebaliknya yaitu apabila produksi
cairan melebihi kemampuan penyerapan. Akumulasi cairan pleura melebihi normal
dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain infeksi dan kasus keganasan di
paru atau organ luar paru.8
Efusi pleura dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan jenis cairan yang terbentuk
yaitu transudat, eksudat dan hemoragik.

19
1. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Transudat
dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites oleh karena sirosis hepatis, syndroma vena cava
superior, tumor, meig syndrome.

2. Efusi pleura eksudat disebabkan oleh infeksi seperti penyakit TB, pneumonia
dan tumor, infark paru, radiasi, penyakit kolagen.

3. Efusi pleura hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru, tuberkulosis.

Gambar 2.2 Gambaran Cairan Pleura

Hubungan antara keganasan dan efusi pleura. Akumulasi efusi di rongga pleura
terjadi akibat peningkatan permeabiliti pembuluh darah karena reaksi inflamasi yang
ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal dan/ atau viseral.
Mekanisme lain yang mungkin adalahterjadi peningkatan permeabiliti yang
disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain tumor necrosing factor-

20
α (TNF-α), tumor growth factor-β (TGF β) dan vascular endothelial growth factor
(VEGF). Penulis lain mengaitkan EPG dengan gangguan metabolisme, menyebabkan
hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang memudahkan perembesan
cairan ke rongga pleura. Teori lain menyebutkanterjadiinvasi langsung tumor yang
berdekatan dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau
tumor primer pleura (mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh
limfe pada pleura parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi
cairan di rongga pleura.8
Foto toraks posteroanterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaanefusi
pleura pada pemeriksaan fisis dan jika volume cairan tidak terlalu banyak dibutuhkan
foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat. Pada kasus
dengan jumlah cairan sedikit atau penyulit lain, USG toraks sangat membantu untuk
memastikan cairan dan sekaligus memberikan penanda (marker) lokasi untuk
torakosentesis dan biopsi pleura. Pada Efusi pleura dengan volume cairan sedikit dan
tidak terlihat pada foto toraks dapat dideteksi dengan CT-scan toraks dan sekaligus
dapat melihat kelainan di parenkim paru serta mediastinum dan pembesaran kelenjar
getah bening.Magnetic resonance imaging (MRI) tidak terlalu dibutuhkan kecuali
untuk evaluasi keterlibatan dinding dada atau ekstensitransdiafragmatik pada kasus
mesotelioma dan prediksi untuk pembedahan.Positron emission tomography (PET)
scan selalu positif pada efusi pleura ganas tetapi peranutamanya adalah untuk
evaluasi stadium lanjut mesotelioma ganas.11
Penatalaksanaan efusi pleura harus segera dilakukan sebagai terapi paliatif
setelah diagnosis dapat ditegakkan. Tujuan utama penatalaksanaan segera ini adalah
untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan dan meningkatkan kualitas hidup
penderita.11

2.9 Prognosis
Secara keseluruhan, 5- years survival rate pasien dengan kanker paru sekitar

21
14%. Gambaran ini tidak berubah selama 20 tahun. Kurva harapan hidup bervariasi
berdasarkan stadium, dimana pada stadium dini, pasien mempunyai usia harapan
hidup lebih baik apabila dibanding pasien yang mempunyai stadium lanjut. Yang
terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium penyakit. Pada
kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan, kemungkinan
hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan hidup setelah
dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I, sebesar 35-40% pada stadium II,
sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang dari 10% pada stadium IV.
Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai dengan
1 tahun. Hal ini tergantung pada status penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk
kasus SCLC, kemungkinan hidup rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan.
Sedangkan ketahanan hidup SCLC tanpa terapi hanya 3-5 bulan.5

22
BAB III
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien:
a. Nama : Tn.JI
b. Usia : 55 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-Laki
d. Alamat : BR.Bunutin
e. Pekerjaan : Swasta
f. Status perkawinan : Menikah
g. Agama : Hindu
h. MRS : 16 Juni 2018
i. No. RM : 274149
2. Anamnesa :
a. Keluhan utama : Nyeri Dada kanan
b. Riwayat Penyakit : Pasien datang sadar ke RSUD Bangli, mengeluh
lemas kurang lebih dua minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit, dan
memberati sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa lemas

23
hingga tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. Nafsu makan dan minum pasien
menurun, pasien juga merasakan mual dan muntah muntah. BAB dan BAK
pasien normal.
c. Riwayat penyakit terdahulu
 Pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama 2 bulan yang lalu.
Terdiagnosis anemia aplastic sejak 5 tahun yang lalu
 Hipertensi : (-)
 Diabetes Melitus : (-)
 Penyakit Jantung : (-)
 Asma : (-)
d. Riwayat penyakit keluarga
 Keluhan yang sama : (-)
 Hipertensi : (-)
 Diabetes Melitus : (-)
 Penyakit Jantung : (-)
 Asma : (-)
e. Riwayat sosial
 Merokok : (-)
 Minum Alkohol : (-)
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu 36,5 0C
b. Keadaan umum : tampak lemah
c. GCS: E4 V5 M6
d. Kepala : normocepali

24
e. Mata : Anemis (+/+), Ikterus (-/-), Refleks Pupil (+/+) isokor,
f. THT : Tonsil : T1/T1
Faring : hiperemis (-),
Bibir : sianosis (-)
g. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
JVP : 2 cmH20
i. Thoraks : Simetris (+)
 Jantung :
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas atas : ICS 2 PSL
Batas kanan : ICS 5 PSL dextra
Batas kiri : ICS 5 MCL sinistra
- Auskultasi : S1 tunggal, S2 tunggal, ireguler
 Pulmo :
- Inspeksi : tidak ada gerakan nafas yang tertinggal, tidak nampak adanya
masa, tidak ada tampak adanya tanda-tanda peradangan.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal vremitus dada kanan dan kiri sama.
- Perkusi : sonor di seluruh lapang thoraks
- Auskultasi : vesikuler (+/+)
ronki (-/-)
whezzing (-/-)
j. Abdomen :
- Inspeksi : distensi (-)
- Auskultasi : BU (+) N
- Palpasi : nyeri tekan (-)
Hepar teraba (-), lien teraba (-), ginjal teraba (-)
- Perkusi : timpani

25
h. Ektermitas : akral hangat, sianosis (-),jari tabuh (-), CRT <2, edema(-).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium 23-05-2017
Tes Nilai Nilai rujukan
WBC 3,6 3.5 – 10.0
LYM% 49.2 15.0 – 50.0
GRA% 44.6 35.0 – 80.0
RBC 1.09 ↓ 3.50 – 5.50
HGB 4.0 ↓ 11.5 – 16.5
HCT 11.4 35.0 – 55.0
MCV 104.2 ↑ 75.0 – 100.0
MCH 36,6 ↑ 25.0 – 35.0
MCHC 30.8 31.0 – 38.0
PLT 69 ↓ 150 – 400
MPV 8.6 8.0 – 11.0
PCT 0.06 0.01 – 9.99

Tes Nilai Satuan Normal


GDS 98 mg/dl 75-115
Albumin 4.28 g/dL 3.2-5.1
Urea UV 0.41 mg/dl 10-50
Ceatinie 24 mg/dl 0.6-1.1

b. Pemeriksaan RontgenThorax AP (23-05-2018)

26
 Corakan bronkovaskular kesan normal
 Tidak tampak bercak, cavitas, kalsifikasi maupun fibrosis pada kedua
lapang paru
 Cor dalam batas normal, Aorta tidak dilatasi
 Kedua sinus lancip dan kesan baik
 Tulang tulang rongga dada yang kesan intak.
Kesan : normal

5. Diagnosis
 Pansitopenia sc susp, Anemia Aplastik
 Anemia berat
6. Terapi
 IVFD PRC 1 kolf/hari  target Hb < 9 g/dl
 Furosemid 3x20mg (iv)
 Omeprazole 2x20 mg (iv)
7. Rencana Kerja:
 Cek DL
 Cek BUN, SC
 Cek GDS

27
 Cek Albumin
 Cek Bilirubin total dan biliribun indirek

Follow Up
FOLLOW UP 24-05-2018 FOLLOW UP 25-05-2018
Subject Subject
Keluhan : lemas (+), gusi berdarah (+), Keluhan : lemas (+), gusi berdarah (-),
mimisan (-) demam (-) mimisan (-) demam (-)
Object Object
Tanda vital : Tanda vital :
TD : 110/70, Nadi 88x/menit, RR 20 TD : 110/80, Nadi 80x/menit, RR 20
x/menit, Suhu 37 0C x/menit, Suhu 370C
Mata : Anemis +/+ ikterus -/- Mata : Anemis -/- ikterus -/-
Thorax : Thorax :
cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-) cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
pulmo : vesicular : +/+, wheezing -/-, pulmo : vesicular : +/+, wheezing -/-,
rhonki -/- rhonki -/-
Abdomen ; BU(+)N, distensi -. Abdomen ; BU(+)N, distensi -.
Extremitas ; hangat +/+ edem -/- Extremitas ; hangat +/+ edem -/-
+/+ -/- +/+ -/-
Assesment : Assesment :
Pansitopenia sc susp, Anemia Aplastik Pansitopenia sc susp, Anemia Aplastik
Terapi : Terapi :
- O2 nasal kanul 2 liter/menit - O2 nasal kanul 2 liter/menit
- IVFD NaCl 0.9% 20 tpm - IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
- Tranfusi PRC  Hb > 10gr (kolf-1) - Tranfusi PRC  Hb > 10gr (kolf-2)
- Paracetamol 3x500 mg - Paracetamol 3x500 mg
- Metylprednisolon 2x8mg iv
Monitoring
Monitoring
Keluhan
Keluhan
Vital Sign
Vital Sign

28
Tanda perdararan Tanda perdararan

FOLLOW UP 26-05-2018 FOLLOW UP 27-05-2018


Subject Subject
Keluhan : lemas (-), makan minum Keluhan : lemas (+), gusi berdarah (-),
membaik mimisan (-) demam (-)
Object Object
Tanda vital : Tanda vital :
TD : 110/60, Nadi 68x/menit, RR 20 TD : 110/80, Nadi 80x/menit, RR 20
x/menit, Suhu 36,80C x/menit, Suhu 360C
Mata : Anemis +/+ ikterus -/- Mata : Anemis -/- ikterus -/-
Thorax : Thorax :
cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-) cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
pulmo : vesicular : +/+, wheezing -/-, pulmo : vesicular : +/+, wheezing -/-,
rhonki -/- rhonki -/-
Abdomen ; BU(+)N, distensi -. Abdomen ; BU(+)N, distensi -.
Extremitas ; hangat +/+ edem -/- Extremitas ; hangat +/+ edem -/-
+/+ -/- +/+ -/-
Assesment : Assesment :
Pansitopenia sc susp, Anemia Aplastik Pansitopenia sc susp, Anemia Aplastik
Terapi : Terapi :
- O2 nasal kanul 2 liter/menit - O2 nasal kanul 2 liter/menit
- IVFD NaCl 0.9% 20 tpm - IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
- Tranfusi PRC  Hb > 10gr (kolf-3) - Tranfusi PRC  Hb > 10gr (kolf-4)
- Paracetamol 3x500 mg - Paracetamol 3x500 mg
- Metylprednisolon 2x8mg iv - Metylprednisolon 2x8mg iv

Monitoring Monitoring
Keluhan Keluhan

29
Vital Sign Vital Sign
Tanda perdararan Tanda perdararan

 Pemeriksaan laboratorium 27-05-2017


Tes Nilai Nilai rujukan
WBC 4,6 3.5 – 10.0
LYM% 43.4 15.0 – 50.0
GRA% 52.8 35.0 – 80.0
RBC 2.76 ↓ 3.50 – 5.50
HGB 8.7 ↓ 11.5 – 16.5
HCT 24.7 ↓ 35.0 – 55.0
MCV 89.3 75.0 – 100.0
MCH 31,4 25.0 – 35.0
MCHC 35.2 31.0 – 38.0
PLT 60 ↓ 150 – 400
MPV 9.8 8.0 – 11.0
PCT 0.05 0.01 – 9.99

FOLLOW UP 28-05-2018
Subject
Keluhan : lemas (-), perdarahan -
Object
Tanda vital :
TD : 110/80, Nadi 82x/menit, RR 20
x/menit, Suhu 36,20C
Mata : Anemis -/- ikterus -/-
Thorax :
cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
pulmo : vesicular : +/+, wheezing -/-,
rhonki -/-

30
Abdomen ; BU(+)N, distensi -.
Extremitas ; hangat +/+ edem -/-
+/+ -/-
Assesment :
Pansitopenia sc susp, Anemia Aplastik 
membaik
Terapi :
- Metylprednisolon 2x8mg iv
- Omeprazole 1x20mg iv

 Pemeriksaan laboratorium 28-05-2017


Tes Nilai Nilai rujukan
WBC 6,0 3.5 – 10.0
LYM% 34.5 15.0 – 50.0
GRA% 61.5 35.0 – 80.0
RBC 3.42 3.50 – 5.50
HGB 10.6 ↓ 11.5 – 16.5
HCT 27,9 35.0 – 55.0
MCV 87.3 ↑ 75.0 – 100.0
MCH 31,0 25.0 – 35.0
MCHC 35.5 31.0 – 38.0
PLT 57 ↓ 150 – 400
MPV 9.2 8.0 – 11.0
PCT 0.5 0.01 – 9.99

31
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulang
Pada pasien perempuan sekitar 27 tahun ini, herdasarkan hasil anamnesis,
pasien mengeluh lemas sejak kurang lebih dua minggu yang lalu sebelum masuk
rumah sakit, dan memberat sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Nafsu makan
dan minum pasien juga menurun. Pasien mempunyai riwayat penyakit dahulu yang
sama dengan riwayat penyakitnya sekarang, Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
hasil pemeriksaan penunjang laborarium darang lengkap, memperlihatkan pasien
mengalami anemia aplastik.
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang
ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia
aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga
menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan
trombositopenia. Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan
yaitu transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG,
siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid

32
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organisation (WHO). [Online].; 2013 [cited 2013 May 13.
Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/index.html
2. Anonim. Prevalensi Kanker di Indonesia dan Dunia.2008. IRAC.
3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Laporan Nasional.2007.Available
from: http://fisio-
poltekes.ac.id/fisioterapi/images/stories/laporanNasional.pdf.
4. Bakhtiar, Arief dan Soeprijanto, Bambang. 2006. Kanker Paru dan
Penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 6 Nomor 1.
5. Jusuf A, Haryanto A, Syahrudin E. 2005. Kanker Paru Jenis Karsinoma
Bukan Sel Kecil. Jakarta : Indah Offset Cittra Grafika.
6. Wulandari L. 2006. Epidermal Grow Factor Reseptor thyrosine Kinase
Inhibitor Terobosan Baru Dalam Terapi Kanker Paru dalam PKB VII Ilmu
Penyakit Paru. Surabaya.
7. Murray R. 2004. Kanker Gen Kanker dan Faktor Pertumbuhan dalam
Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta: EGC.
8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Kanker Paru, Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

33
9. Billello S.K, Murin S, Matthay A.R. 2002. Epidemiology, Ethiology, and
Preventive of Lung Cancer in Lung Cancer Clinics in Chest Medecine.
Saunders Company.
10. Lam PT, Leung MW, Tse CY. 2007. Identifying prognostic factors for survival in
advanced cancer patients: A prospective study. Hong Kong: Med J.
11. American Thoracic Society. 2000. Management of malignant pleural effusions.
Am J Respir Crit Care Med.
12. Snell. 2010. Fisiologi Sel Manusia. Penerbit EGC. Jakarta.

34

Você também pode gostar