Você está na página 1de 8

ANATOMI DAN FISIOLOGI HEMATOLOGI

Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sum-sum
tulang, dan nodus limfa.

1. Darah
Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Volume darah manusia sekitar 7% - 10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Cairan
darah tersusun atas komponen sel darah yang tersuspensi dalam plasma darah. Komponen sel
darah dibagi menjadi eritrosit (sel darah merah, normalnya 5000 per mm 3 darah) dan leukosit
(sel darah putih, normalnya 5000-10.000 per mm3 darah).
Selain itu, dalam suspensi plasma juga terdapat kepingan darah yang tidak berinti yang
disebut trombosit (normalnya 150.000-450.000 trombosit per mm3 darah). Komponen seluler
darah umumnya menyususn 40%-45% volume darah. Fraksi darah yang ditempati eritrosit
disebut hematokrit. Hematokrit pada wanita rata-rata 42% dan untuk pria sedikit lebih tinggi,
yaitu 48%. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak, dan kental. Warnanya ditentukan oleh
hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah. Darah bersirkulasi di dalam sistem
vaskuler dan berperan sebagai penghubung antara organ tubuh, membawa oksigen yang
diabsorbsi oleh paru, dan nutrisi yang diabsorbsi oleh traktus gastrointestinal ke sel tubuh untuk
metabolisme sel.
Darah berperan dalam homeostasis dengan berfungsi sebagai medium untuk membawa
berbagai bahan ke sel dan dari sel, menyangga perubahan pH, mengangkut kelebihan panas ke
permukaan tubuh untuk dikeluarkan, berperan penting dalam sistem pertahanan tubuh, dan
memperkecil kehilangan darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah. Darah juga
membawa hormon dan antibodi ke tempat sasaran dan tujuan.
Untuk menjalankan fungsinya, darah harus tetap berada dalam keadaan cair normal. Karena
berupa cairan, selalu terdapat bahaya kehilangan darah dari sistem vaskuler akibat trauma. Untuk
mencegah bahaya ini, darah memiliki mekanisme pembekuan yang sangat peka yang dapat
diaktifkan setiap saat diperlukan untuk menyumbat kebocoran pada pembuluh darah.

2. Sum-sum tulang
Sum-sum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah rongga tulang
panjang. Sum-sum merupakan 4%-5% berat badan total, sehingga yang merupakan yang paling
besar dalam tubuh.
Sum-sum bisa berwarna merah atau kuning. Sum-sum merah merupakan tempat produksi
sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedangkan
sum-sum kuning tersusun oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah.
Sum-sum sangat banyak mengandung pembuluh darah dan tersusun atas jaringan ikat yang
mengandung sel bebas. Pada orang dewasa, sum-sum tulang terbatas, terutama pada rusuk,
kolumna vertebralis, dan tulang pipih lainnya.

3. Eritrosit (sel darah merah)


Sel darah merah dibentuk di dalam sum-sum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan
tak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa, dan dari sum-sum dalam batang iga-
iga dan dari sternum.
Sel darah merah normal berbentuk cakram bikonkaf, cekung pada kedua sisinya, sehingga
jika dilihat dari samping nampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak belakang.
Diameternya sekitar 8µm, namun sangat fleksibel sehingga mampu melewati kapiler yang
diameternya 4µm.
Sel darah merah dewasa terutama tersusun oleh hemoglobin. Adanya sejumlah besar
hemoglobin memungkinkan sel darah merah menjalankan fungsi utamanya, yaitu transport
oksigen antara paru dan jaringan.
a. Produksi eritrosit (eritropoesis)
Eritoblas muncul dari sel stem primitif dalam sum-sum tulang. Eritoblas adalah sel berinti
yang dalam proses pematangan di sumsum tulang menimbun hemoglobin dan secara bertahap
kehilangan intinya. Pada tahap ini, sel dikenal sebagai retikulosit. Pematangan lebih lanjut
menjadi eritrosit, disertai dengan menghilangnya material berwarna gelap dan sedikit penyusutan
ukuran. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam sirkulasi.
Untuk produksi eritrosit normal, sumsum tulang memerlukan besi, vitamin B12, asam folat,
piridoksin (vitamin B6), dan faktor lainnya. Defisiensi faktor-faktor tersebut selama eritropoesis
akan mengakibatkan penurunan produksi sel darah merah dan menyebabkan anemia.
b. Destruksi sel darah merah
Rata-rata rentang hidup sel darah merah yang bersirkulasi adalah 120 hari. Sel darah merah
tua dibuang dari darah oleh sistem retikuloendotelial, khususnya dalam hati dan limfa. Sel
retikuloendotelial mengahasilkan pigmen yang disebut bilirubin, berasal dari hemoglobin yang
dilepaskan dari sel darah merah rusak. Bilirubin merupakan hasil sampah yang dieksresikan
dalam empedu. Besi yang dibebaskan dalam hemoglobin selama pembentukan bilirubin,
diangkut dalam plasma ke sumsum tulang dalam keadaan terikat pada protein yang dinamakan
transferin, yang kemudian diolah lagi untuk menghasilkan hemoglobin baru untuk pembentukan
sel darah merah baru.
c.Fungsi eritrosit
Fungsi utama sel darah merah adalah membawa oksigen dari paru ke jaringan karena
kandungan hemoglobinnya yang tinggi. Selain itu, fungsi penting lain adalah kemampuannya
mengikat oksigen dengan longgar dan reversibel. Dalam darah vena, hemoglobin bergabung
dengan ion hidrogen yang dihasilkan oleh metabolism sel sehingga dapat menyangga kelebihan
asam.

4. Leukosit (sel darah putih)


Leukosit (sel darah putih) adalah unit-unit yang dapat bergerak (mobile) dalam system
pertahanan tubuh. Leukosit dibagi ke dalam dua kategori, yaitu granulosit dan agranulosit.
a. Granulosit (sel polimorfonuklear)
Granulosit ditentukan oleh adanya granula dalam sitoplasmanya. Sel ini terbentuk dalam
sumsum merah tulang. Sel ini berisi sebuah nucleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya
berbulir, karena itu disebut sel berbulir atau granulosit.
Granulosit dibagi ke dalam tiga sub grup yang ditandai dengan perbedaan kemampuannya
mengikat warna seperti yang terlihat dalam pemeriksaan mikrokospis, yaitu:
 Eosinofil memilki granula berwarna merah terang dalam sitoplasmanya dan
berperan penting dalam reaksi alergi.
 Basofil memiliki granula berwarna biru dan berperan dalam mengeluarkna dua
zat kimia, yaitu histamin (penting dalam respon alergi) dan heparin (membantu
membersihkan partikel lemak dari darah).
 Netrofil memiliki granula berwarna ungu pucat dan merupakan spesialis fagositik
yang penting untuk memakan bakteri dan debris.

b. Agranulosit (sel mononuclear)


Leukosit mononuclear (limfosit dan monosit) adalah sel darah putih denagn inti satu lobus
dan sitoplasmanya bebas granula. Dalam darah orang dewasa normal, limfosit berjumlah sekitar
30% dan monosit sekitar 5% dalam total leukosit.
 Limfosit limfosit matang adalah sel dengan sitoplasma sedikit, diproduksi
terutama oleh nodus limfe dan jaringan limfoid usus, limpa, dan kelenjar timus dari sel
prekursor yang berasal sebagai sel stem sumsum. Fungsi limfosit terutama
menghasilkan substansi yang membantu penyerangan benda asing. Selain itu, limfosit
juga memilki perangkat pertahanan berupa antibody dan respons imun seluler.
 Monosit monosit adalah leukosit yang terbesar. Diproduksi oleh sumsum tulang
dan dapat berubah menjadi histiosit jaringan, termasuk sel Kupfer di hati, makrofag
peritoneal, makrofag alveolar, dan komponen lain sistem retikuloendotelial.

5. Trombosit dan hemostasis


Trombosit adalah fragmen sel yang berasal dari megakariosit besar (fragmentasi sel raksasa
sumsum tulang) di sumsum tulang. Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2-4µm,
yang terdapat dalam sirkulasi plasma darah, dan produksinya diatur oleh trombopoetin.
Trombosit berperan penting dalam hemostasis, penghentian perdarahan dari pembuluh
darah yang cedera. Tiga langkah utama dalam hemostasis adalah spasme vaskuler, pembentukan
sumbat trombosit, dan pembentukan bekuan. Spasme vaskuler mengurangi aliran darah melalui
pembuluh yang cedera, sementara agregasi trombosit di tempat cedera pembuluh dengan cepat
menambal defek yang terjadi. Trombosit mulai berkumpul apabila berkontak dengan kolagen di
dinding pembuluh yang rusak.

6. Plasma darah
Plasma adalah suatu cairan kompleks yang berfungsi sebagai medium transportasi untuk
zat-zat yang diangkut dalam darah. Semua konstituen plasma dapat berdifusi bebas menembus
dinding kapiler kecuali protein plasma, yang tetap berada di dalam plasma dan melakukan
berbagai fungsi. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain. Apabila plsma dibiarkan
membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang
sama dengan plasma, kecuali kandungan fibrinogen dan beberapa faktor pembekuan.
a. Protein plasma
Protein plasma adalah sekelompok konstituen plasma yang berukuran besar dan berada
dalam bentuk disperse koloid. Terdapat tiga kelompok protein plasma, yaitu albumin, globulin,
dan fibrinogen.
 Albumin protein plasma yang paling banyak mengikat zat (misalnya bilirubin,
garam empedu, dan penisilin) untuk transportasi melalui plasma dan sangat berperan
dalam menentukan tekanan osmotik koloid.
 Globulin terdapat tiga sub kelas, yaitu globulin alfa (α), beta (β), dan gamma (γ).
1. Globulin alfa dan beta spesifik mengikat dan mengangkut sejumlah zat
dalam plasma, misalnya hormone tiroid, kolesterol, dan besi.
2. Globulin gamma adalah immunoglobulin (antibodi) yang penting bagi
mekanisme pertahanan tubuh.
 Fibrinogen fibrinogen adalah faktor kunci dalam proses pembekuan
darah.
Protein-protein plasma biasanya disintesis oleh hati, kecuali globulin gamma, yang
dihasilkan oleh limfosit, salah satu jenis sel darah putih.

7. Pembekuan darah
Pembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan darah di transformasi menjadi
material semisolid yang dinamakan bekuan darah. Bekuan darah terutama tersusun atas sel-sel
darah yang terperangkap dalam jaringan-jaringan fibrin. Fibrin dibentuk oleh protein dalam
plasma melalui urutan reaksi yang kompleks. Berbagai faktor terlibat dalam tahap-tahap reaksi
pembentukan fibrin.
Apabila jaringan mengalami cedera, jalur ekstrinsik akan diaktivasi dengan pelepasan
substansi yang dinamakan tromboplastin. Kemudian tromboplastin mengalami konversi menjadi
thrombin, yang pada gilirannya mengkatalisir fibrinogen menjadi fibrin. Kalsium merupakan
kofaktor yang diperlukan dalam berbagai reaksi ini. Pembekuan darah melalui jalur instrinsik
diaktivasi saat lapisan kolagen pembuluh darah terpajan. Faktor pembekuan kemudian secara
berurutan akan diaktifkan sampai pada akhirnya terbentuk fibrin. Meskupun lebih lama, urutan
kejadian ini yang lebih sering terjadi pada pembekuan darah in vivo.
Jalur instrinsik juga bertanggung jawab dalam permulaan pembekuan darah yang terjadi
akibat bersentuhan dengan gelas atau bahan asing lainnya, seperti apabila darah diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung. Oleh sebab itu, antikoagulan harus sering ditambahkan dalam
tabung reaksi ketika mengambil spesimen darah untuk uji diagnostik.
Bekuan yang terbentuk dalam tubuh dapat larut oleh kerja sistem fibrinolitik, yang terdiri
atas plasmin dan berbagai emzim proteolitik. Melalui kerja sistem ini, bekuan akan dilarutkan
ketika jaringan mulai menyembuh dan sistem vaskuler kembali ke keadaan dasar normal.

Tabel 1 Faktor-faktor pembekuan darah (Brunner & Suddarth, KMB Vol.3, 2001)

Bilangan Sinonim Bilangan Versi kontemporer


resmi resmi
I Fibrinogen I Fibrinogen
II Protrombin II Protrombin
III Tromboplastin jaringan III Faktor jaringan
IV Kalsium IV Kalsium
V Labil V Factor labil
VI PF3 (aktivitas koagulan trombosit)
VI PF4
VII Faktor stabil VII Factor stabil
VIII Faktor antihemofilik VIII AHF (faktor antihemofilik)
VIII vWFb (faktor von Willebrand)
VIII Rag (antigen yang sesuai)
IX Faktor Christmas IX Faktor Christmas
X Faktor Stuart-Power X Faktor Stuart-Power
XI (anteseden) plasma XI Antesden plasma tromboplastin
tromboplastin
XII XII HF (Faktor Hageman)
Faktor Hageman
XII PK (Prekalikrein Fletcher)
XII HMWK (Kininogen berat molekul
tinggi)
XIII XIII
Faktor stabilisasi fibrin Faktor stabilisasi fibrin

Keterangan:
Angka romawi dan sinonim yang dipakai pada setiap faktor pembekuan dibakukan oleh Komite
Internasional Faktor Pembekuan Darah yang ditulis dilajur sebelah kiri. Perhatikan tidak adanya
faktor VI. Versi yang ditulis dikolom sebelah kanan merangkum faktor pembekuan yang lebih
baru diteliti, namun belum dibakukan secara resmi.
(Green D. General consideration of coagulation proteins. Ann Clin Lab Sci 8[2] : 95-105)

Pengobatan Thalasemia

Pengobatan yang diberikan tergantung dari jenis thalasemia yang dialami dan kondisi
penderita. Menurut Hoffbrand, Pettit, & Moss (2005), pengobatan yang biasa diberikan pada
penderita thalasemia antara lain:

1. Transfusi PRC. Transfusi hanya diberikan bila Hb <8g/dL. Sekali diputuskan untuk diberi
transfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dL tidak melebihi 15 g/dL.
 Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum transfusi di atas 5 g/dL,
diberikan 10-15 mg/kgBB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 mL/kgBB dalam
waktu 3-4 jam.
 Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb <5 g/dL,
dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kgBB dengan kecepatan tidak lebih
dari 2 mL/kgBB/jam. Sambil menunggu persiapan transfusi darah diberikan oksigen
dengan kecepatan 2-4 1/menit.
 Setiap selesai pemberian satu seri transfusi, kadar Hb pasca transfusi diperiksa 30
menit setelah pemberian transfusi terakhir.
 Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi, yaitu Desferal
secara IM atau IV.
2. Usaha untuk mencegah penumpukan besi (hemochromatosis) akibat transfusi dan akibat
patogenesis dari thalassemia dapat dilakukan dengan pemberian iron chelator yaitu
desferoksamin (desferal R) sehingga mengingkatkan ekskresi besi dalam urine. Desferal
diberikan dengan infusion bag atau secara subkutan.
3. Pemberian asam folat 5 mg/hari secara oral untuk mencegah krisis megaloblastik.
4. Usaha untuk mengurangi proses hemolisis dengan splenektomi jika splenomegali cukup
besar dan terbukti adanya hipersplenisme sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan
tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisiko mengalami ruptur.
 Hipersplenisme dini ditandai dengan jumlah transfusi melebihi 250 mL/kgBB
dalam 1 tahun terakhir dan adanya penurunan Hb yang drastis.
 Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya pansitopenia.
 Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat fungsi limpa
dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.
5. Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah
infeksi virus
tersebut melalui transfusi darah.
6. Terapi definitif dengan transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap
kasus baru dengan talasemia mayor. Transplantasi yang berhasil akan memberikan
kesembuhan permanen.
7. Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati, endokrin
termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata, dan tulang.

Anonim.(2009).Thalasemia.
(http://medicastore.com/seminar/84/Terobosan_Baru_Pengobatan_Thalasemia_A.html,
diperoleh tanggal 21 November 2009)

Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan medical bedah. Ed.8. Vol.2. Jakarta : EGC
Hoffbrand, A.V, Pettit, J.E, & Moss, P.A.H. (2005). Kapita selekta hematologi. Ed.4. Jakarta:
EGC

Pearce, E.C. (2001). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia

Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia. Ed.2. Jakarta : EGC

Você também pode gostar