Você está na página 1de 12

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEFISIT

PERAWATAN DIRI

Nama : SISPANDI
NIM : 17.027

PUSKESMAS TAMAN KROCOK - BONDOWOSO

PRODI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA
MALANG
TAHUN 2018
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias,
makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk
dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).

B. Jenis–Jenis Perawatan Diri


1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan
kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah :
2004, 79 ).
C. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
8. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,
gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas
kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata
dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai
dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan
gangguan interaksi sosial.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a) Fisik
Badan bau, pakaian kotor.
Rambut dan kulit kotor.
Kuku panjang dan kotor
Gigi kotor disertai mulut bau
penampilan tidak rapi
b) Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif.
Menarik diri, isolasi diri.
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
Interaksi kurang.
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok
gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. . Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawatt
E. Mekanisme Koping
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi diri, menarik diri
d. Intelektualisasi

F. Rentang Respon Kognitif


Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat
merawat diri sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a) Bina hubungan saling percaya.
b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a) Bantu klien merawat diri
b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a) Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b) Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c) Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya,
kamar mandi yang dekat dan tertutup.

G. Pohon Masalah
a) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b) Isolasi social
c) Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.

H. Diagnosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu:
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri.
3. Isolasi Sosial.

I. Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan
kebersihan diri.
Tujuan Khusus
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria evaluasi
Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:
a. Wajah cerah, tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Menerima kehadiran perawat
e. Bersedia menceritakan perasaannya
IntervensI
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.


Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan,
mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti
mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali
pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan
sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika
panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai
sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih
sehari–hari, dan merapikan penampilan.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan
diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan
sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara


mandiri.
Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri
secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti
baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan
untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.

TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.


Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan


diri.
Kriteria evaluasi
a. Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang berhubungan dengan
kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien
dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan
membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
b. Intervensi
c. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien
menjaga kebersihan diri.
d. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan
klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang
telah dialami di RS.
e. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS.
f. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam
menjaga kebersihan diri klien.
g. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga
kebersihan diri.
h. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
i. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-
lain.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon
Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006.
Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan
Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC

Você também pode gostar