Você está na página 1de 14

JOURNAL READING

Vernal Keratoconjunctivitis in Public Primary School Children in


Nigeria: Prevalence and Nomenclature

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Mata


RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Pembimbing :
dr. Dwijo Pratiknjo, Sp.M

Disusun Oleh :
Sendy Widyadiandini
1710221011

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RST DR. SOEDJONO TK. II MAGELANG
PERIODE 21 MEI – 30 JUNI 2018
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING
Vernal Keratoconjunctivitis in Public Primary School Children in
Nigeria: Prevalence and Nomenclature

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Kepaniteraan Klinik


Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit Tentara Tk. II dr. Soedjono Magelang

Oleh :

Sendy Widyadiandini
1710221011

Magelang, Juni 2018


Telah dibimbing dan disahkan oleh :

Pembimbing

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan journal reading ini dengan judul “Vernal Keratoconjunctivitis in Public
Primary School Children in Nigeria: Prevalence and Nomenclature”
Penulisan journal reading ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit TK II dr. Soedjono. Penulis
banyak dibantu oleh berbagai pihak. Sebagai penghargaan, dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Dwijo
Pratiknjo, Sp.M selaku pembimbing dalam penyusunan makalah ini. Terima kasih
juga kepada paramedik serta seluruh staf Departemen Ilmu Kesehatan Mata dan
semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini, serta kepada
teman-teman yang selalu ada untuk berbagi dalam berbagai hal.
Penulis menyadari sepenuhnya berbagai kekurangan yang masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bertujuan untuk
membangun dan mengembangkan makalah ini kamu terima dengan lapang dada
dan senang hati. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

Magelang, Juni 2018

Penulis
Artikel Penelitian

KeratoKonjungtivitis Vernal Pada Siswa Sekolah Dasar Di Nigeria :


Prevalensi Dan Nomenclature

Roseline E. Duke,1 Friday Odey,2 and Stefan De Smedt3


1
University of Calabar Teaching Hospital, Calabar Children’s Eye Center, Department of
Ophthalmology, Calabar, Cross River State, Nigeria
2
University of Calabar Teaching Hospital, Department of Pediatrics, Calabar, Cross River State,
Nigeria
3
Department of Ophthalmology, AZ Sint-Maarten Hospital, Mechelen, Belgium

Objektif : Penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi tentang prevalensi


dan pola keratokonjungtivitis vernal pada siswa SD di Cross River State, Nigeria.
Metode : Menggunakan survey secara cross sectional, melingkupi 5 sekolah dasar
dengan teknik multistage sampling. Pemeriksaan mata secara menyeluruh
dilakukan pada 1226 siswa. Hasil : prevalensi keratokonjungitivitis vernal sekitar
18,1% pada populasi penelitian, dengan rasio laki laki dan perempuan 1.8 :1 ,
tingkat keparahan klinis pada 223 anak dengan keratokonjungtivitis vernal yaitu :
43 (19,3%) dalam fase tidak aktif, 134 (60,1%) ringan, 44 (19,7%) sedang dan 2
(0,9%) berat. Tipe klinis yang dilaporkan yaitu : limbal 67 (30,0%), tarsal 105
(47,1%) dan tipe campuran (Mixed) berjumlah 51 orang (22,9%). Kesimpulan :
keratokonjungtivitis vernal umumnya terjadi dalam kondisi kronis dan merupakan
permasalahan yang penting untuk kesehatan masyarakat. Diagnostik klinis
sederhana dalam nomenclature yang mendeskripsikan keratoonjungtivis vernal
untuk pelayanan kesehaan primer sangat diperlukan.
Pendahuluan
Keratokonjungtivitis vernal merupakan masalah kesehatan yang penting,
terutama pada daerah yang panas dan kering di Africa, yang merupakan penyakit
alergi kronis pada mata yang terjadi predominan pada anak anak dan menyebabkan
gangguan penglihatan sedang hingga berat pada anak, peningkatan progressivitas
terjadi ketika bersamaan dengan terjadinya campak, defisiensi vitamin A dan
opthalmia neonatorum pada beberapa negara dalam dekade terakhir, dan kasus
tersebut menyebabkan kebutaan. Kejadian keratokonjungtivitis vernal paling sering
terjadi pada anak anak di Nigeria, dilaporkan sebagai penyebab paling tinggi anak
anak mendatangi poli klinik mata (21%), manifestasi klinis biasanya ringan dan self
limiting, 10% berisiko menjadi buruk dan terancam mengalami kebutaan pada usia
dewasa. Karena risiko tersebut, pentingnya untuk mendiagnosis dan mengelola
keratokonjungtivitis vernal secara baik pada pelayanan kesehatan mata primer
dengan menggunakan pengklasifikasian penyakit tersebut. Penelitian ini berfungsi
untuk mengetahui prevalensi dan pola Keratokonjungitivitis vernal pada anak
sekolah dasar di Cross River State, Nigeria, serta untuk mengembangkan
pengklasifikasian konjungtivitis vernal pada pengaturan pelayanan kesehatan mata
tingkat primer.

Metodologi Penelitian
Study Setting
Dilakukan di Calabar, bagian selatan LGA di Cross State River, Nigeria,
antara September hingga Desenber 2014 di musim kering. Dengan luas area 264
km dan populasi 191.603 Calabar termasuk pada daerah tropis dengan curah hujan
ketika musim penghujan sangat deras, berkisaran 1300mm/sqm hingga
3000mm/sqm, dengan rata rata 3000mm dan kelembapan relative dibawah 85%.
Dengan rata rata suhu berkisar diantara 30 derajat, dan vegetasi hutan mangrove,
hutan hujan, savannah juga pegunungan. Daerah ini mempunyai ciri khas curah
hujan maksimal ketika bulan July dan September. Masyarakat Calabar selatan
predominant bekerja sebagai nelayan, petani, dan mayoritas berperkonomian
dibawah rata rata.
Populasi Study
Yaitu seluruh siswa pendidikan sekolah dasar di Calabar selatan, Cross River
State. Kriteria inklusi, siswa usia 4-15 tahun pada sekolah dasar dan siswa sekolah
dasar yang tidak hadir pada pemeriksaan mata yang dilakukan pada hari tersebut.
Kriteria eksklusi penyebab lain keratonjungtivitis alergi yaitu dibedakan dengan
seasonal allergic conjungtivitis, dan perennial allergic conjungtivitis dengan adanya
papilla pada tarsal dan juga limbal , juga dibedakan dengan atopic conjungtivitis
yang lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua, serta riwayat atopi pada wajah
dan siku dengan menggunakan Hanifan and Rajka Diagnostic Criteria for Atopic
Dermatitis. Study dilakukan secara cross sectional.

Perhitungan Besar Sampel


Di dapatkan 50 anak perkelas, dan untuk sekolah umum terdapat 6 kelas
sehingga total persekolah yaitu 300 anak. Dengan kerangka sampling 1500 terdiri
dari seluruh siswa yang terdaftar sekolah dasar umum di Calabar. Beberapa dari
mereka tidak hadir pada hari pemeriksaan sehingga harus dikunjungi dan orangtua
diundang sehari setelahnya untuk dilakukan wawancara dan juga sebelumnya telah
dilakukan inform concent.

Metode Sampling
Menggunakan metode multistage sampling dimana terdapat 21 sekolah dasar
di Calabar, langkah pertama dipilih 5 sekolah dasar secara acak lalu dilakukan
simple random sampling untuk memilih kelas dari sekalah yang telah terpilih dari
tingkat dasar 1 hingga tingkat dasar 6, dipilih 6 kelas untuk penelitian, untuk
penentuan siswa yg terlibat dalam penelitian, dilakukan random sampling untuk
mendapatkan 50 siswa perkelas jika jumlah siswa perkelas tersebut berjumlah lebih
dari 50 siswa.

Wawancara dan Pemeriksaan


Seluruh siswa dilakukan pengumpulan data klinis dan demografik dari siswa
yang terlibat dalam penelitian serta orangtua dari siswa tersebut di wawancarai dan
dilakukan pemeriksaan mata pada siswa oleh team peneliti yang terdiri atas perawat
bidang mata, ophtometrist dan ophthalmologist. Data demografis termasuk data
sekolah, data pribadi siswa, serta data klinis yang meliputi riwayat sistemik dan
mata, antropometri, pemeriksaan dermatologi, pemeriksaan system respirasi,
pemeriksaan penglihatan, autorefraksi dan pemeriksaan mata lainnya yang
dilakukan oleh optahlomologist.

Definisi operasional
Penyakit vernal pada mata meliputi atas tarsal, limbal dan juga campuran
keratokonjungtivitis vernal yang sama seperti yang didefinisikan penelitian lainnya.
Vernal konjungtivitis diartika sebagai muculnya papilla pada konjungtiva dengan
diameter >1mm pada tarsus bagian atas yang diketahui pula sebagai tarsal vernal.
Sedangkan vernal keratokonjungtivitis didefinisikan sebagai adanya papilla dengan
diameter >1mm pada tarsus bagian atas serta adanya papilla pada limbal dengan
atau tanpa adanya trantas dot. Untuk vernal limbitis didefinisikan tanpa adanya
papilla berdiameter >1mm didaerah tarsus bagian atas dan adanya papilla pada
limbal, yang sering disebut dengan tipe limbal vernal. Vernal keratokonjungtivitis
terdiagnosis pada anak anak jika memiliki gejala persistent seperti edema difusa
pada konjungtiva palpebral, penebalan atau hipertrofi papilla, konjungtivitis papilla
dengan ukuran yang besar dan inflitrasi limbal.

Management Data dan Analisis


Menggunakan Microsoft Excel dan SPSS versi 20 untuk Windows. Deskripsi
statistic digunakan untuk merangkum variabel dan menggunakan uji Chi Square
dan Pearson’s Correlation untuk mengukur kolerasi dan asosiasi dengan derajat
kepercayaan 95% dan nilai signifikan pada p< 0.05.

Hasil
Dari total 1500 siswa yang diperkirakan untuk ditelusuri di 5 sekolah dasar.
123 (8.2%) anak yang terdaftar pada sekolah tidak hadir ke sekolah pada hari
pemeriksaan. 8 anak dapat dilakukan pemeriksaan tersebut di rumahnya dan tidak
memiliki konjungtivitis vernal. Dan beberapa anak yang tak bisa dilakukan
pemeriksaan dikarenakan tidak dapat dijangkau lokasinya untuk di periksa. 151
orangtua tidak bersedia untuk di inform concernt. Sehingga 1226 anak yang dapat
diinterview dan dilakukan pemeriksaan. Table 1 menampilkan demografi pada
populasi.

Prevalensi keratokonjungtivitis vernal terdapat pada 223 anak (18.1%),


dengan pria berjumlah 145 (65%) dan perempuan 78 (35%) dan rata rata usia
9.3±2.39 dan 9.32±2.12 untuk laki laki dan perempuan secara statistic tidak
signifikan p=0.094, ratio antara laki laki dan perempuan 1.8:1 yang juga tidak
spesifik signifikan secara statistic.
Table 2 mendeskripsikan dari tingkat keparahan Keratokonjungtivitis vernal.
Table 3 menggambarkan tipe klinis dari Keratokonjungtivitis vernal dan
penggolongan yang di sarankan. Hubungan antara frekuensi diagnosis
Keratokonjungtivitis vernal dan suhu lingkungan pada hari pemeriksaan dilakukan
di sekolah dilaporkan pada table 4. Terdapat hubungan yang signifikan antara
frekuensi diagnosis Keratokonjungtivitis dengan suhu lingkungan.

Diskusi
Vernal keratokonjungtivitis umumnya bersifat kambuhan dan merupakan
reaksi inflamasi alergi bilateral pada mata yang dimediasi oleh aktivitas igE yang
terjadi pada anak anak dan dewasa muda pada dua dekade terakhir. Informasi
tentang Keratokonjungtivitis vernal pada beberapa negara seperti Nigeria telah
berbasis umum di data rumah sakit. Sebagian besar pada data rumah sakit
menunjukan prevalensi Keratokonjungtivitis vernal antara 2-6% pada seluruh usia.
Pada populasi penelitian , prevalensi sebesar 18.1% pada anak usia sekolah dasar,
dimana hasil tersebut lebih besar dari prevalensi yang dilaporkan sebelumnya
dengan design penelitian yang sama di Afrika.
Hasil lebih besar pada penelitian yang dilakukan dikarenakan seleksi bias
yang minimal, serta siswa dengan keadaan ringan maupun kondisi
Keratokonjungtivitis vernal yang sedang tidak aktif termasuk dalam perhitungan
penelitian dan merupakan yang paling banyak di derita oleh siswa. Dan orang tua
rata-rata tidak memeriksakan keadaan mata anaknya ke rumah sakit bila dengan
gejala ringan atau dalam kondisi tidak aktif, sehingga tidak terhitung pada data di
rumah sakit. Hasil tersebut sama dengan yang didapatkan pada penelitian di
Rwanda yang menyatakan prevalensi Keratokononjungtivitis vernal pada populasi
penelitian lebih besar dari yang didata sebelumnya , pada usia 0-14 tahun sebanyak
42%.
Walaupum tidak signifikan secara statistic dengan jenis kelamin, lebih
banyak laki laki yang terdiagnosis Keratokonjungtivitis vernal. Dan hal tersebut
juga sejalan dengan data yang di dapatkan sebelumnya, dimana hal tesebut telah
menjadi pola di Nigeria dan beberapa negara lainnya. Onset Keratokonjungtivitis
vernal biasanya terjadi setelah usia 5 tahun dan gejala berkurang ketika telah
pubertas dan mulai menghilang ketika menginjak usia 25 tahun. Diagnosis
Keratokonjungtivitis vernal ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis,
riwayat sebelumnya pada pasien dan munculnya gejala dan tanda klinis pada
pasien. Gejala utama yang sering terjadi adalah gatal pada mata yang berhubungan
dengan lakrimasi, fotofobia, sensasi benda asing pada mata dan rasa terbakar.
Mucus yang tebal pada mata dan kelopak mata kadang terjadi, gejala tersebut dapat
terjadi sepanjang tahun namun lebih sering terjadi ketika musim panas atau musim
kering. Pada penelitian yang dilakukan sekarang, tipe klinis yang paling dominan
adalah tipe tarsal. Tipe palpebral secara demografi lebih banyak terjadi pada daerah
Eropa dan Amerika, sedangkan tipe mixed dan limbal banyak diremukan di Asia
dan Afrika.
Penegakan diagnosis lebih awal sangat dianjurkan untuk membantu
tatalaksana pada Keratokonjungtivitis vernal. Meskipun Keratokonjungtivitis
vernal pada kasus berkaitan dengan keterlibatan kornea namun pada kondisi tidak
aktif atau kondisi ringan hal tersebut bisa tidak ditemukan. Pengklasifikasian baru
ini membantu untuk memudahkan untuk mendiagnosis dan memberikan terapi serta
untuk mengurangi progressifitas penyakit dari tahun ke tahun, dan penyakit vernal
pada mata bisa melingkupi spectrum tarsal, limbal dan tipe mixed, yaitu vernal
konjungtivitis di definisikan sebagai adanya papilla konjungtiva dengan diameter
lebih dari 1 mm pada tarsal bagian atas yang equivalent dengan tipe vernal tarsal,
lalu vernal limbitis didefinisikan tidak adanya papilla conjungtival berdiameter
lebih dari 1mm pada tarsal bagian atas namun terdapat papilla pada limbal atau
terdapat trantas dots. Sedangkan untuk tipe mixed vernal yaitu adanya papilla
konjungtiva dengan diameter lebih dari 1mm pada bagian tarsal atas serta adanya
papilla pada limbus baik ada maupun tanpa trantas dots. Sehingga tipe mixed
keratokonjuntivitis vernal pun dapat terdiagnosis pada pelayanan kesehatan primer
pada tingkat primer dan dapat di tatalaksana.
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan keratokonjungtivitis vernal
diantaranya adalah genetic, endokrin, neurogenic, iklim, dan social ekonomi.
Vernal keratokonjungtivitis bisa terjadi sepanjang tahun, walaupun pada beberapa
penelitian menyebutkan keratokonjungtivitis muncul pada sepertiga awal musim
kering dan penelitian yang lain mengatakan muncul dua pertiga akhir di musim
kering. Dan eksaserbasi dapat muncul dipengaruhi paparan ulang allergen, sinar
matahari, angin, dan juga debu. Pada musim kering dengan peningkatan suhu
lingkungan menaikan kasus keratokonjungtivitis dan juga kejadian eksaserbasi
terutama tipe limbal. Pada kasus ringan pada musim kering berubah menjadi kasus
sedang, namun patofisiologi tentang terjadinya hal tersebut masih belum jelas.
Keterbatasan penelitian ini penelitian dilakukan oleh satu ophtalmologist
tanpa kolaborasi dengan klinisi lainnya. Hal ini penting agar tidak terjadi
missdiagnosis vernal keratokonjungtivitis . Selain itu untuk mendapatkan data
sosiodemografi dari orangtua partisipan sedikit terhambat dikarenakan unsur
tradisi dan budaya, dan hanya 80% dari populasi target yang dapat berpartisipasi
pada penelitian.
Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa estimasi populasi anak
yang terkena keratokonjungtivitis vernal cukup besar dan dapat memberikan
gambaran untuk perkembangan penyakit kronis dan implikasinya untuk pelayanan
kesehatan, serta menjadi bukti bahwa keratokonjungtivitis vernal merupakan salah
satu penyakit yang diperhitungkan di Nigeria sehingga modifikasi sederhana untuk
membantu menegakan diagnosis dan pengklasifikasian di sarankan untuk
digunakan pada pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. R. Duke, E. Otong, M. Iso et al., “Using key informants to estimate prevalence


of severe visual impairment and blindness in children in Cross River
State,Nigeria,” Journal of AAPOS, vol. 17, no. 4, pp. 381–384, 2013.
2. S. De Smedt, G. Wildner, and P. Kestelyn, “Vernal keratoconjunctivitis: an
update,” British Journal of Ophthalmology, vol. 97, no. 1, pp. 9–14, 2013.
3. C. Gilbert and A. Foster, “Childhood blindness in the context of VISION 2020:
the right to sight,” Bulletin of theWorld Health Organization, vol. 79, no. 3, pp.
227–232, 2001.
4. P. Gogate, K. Kalua, and P. Courtright, “Blindness in childhood in developing
countries: time for a reassessment?” PloS Medicine, vol. 6, no. 12, Article
IDe1000177, 2009.
5. C. U. Ukponmwan, “Vernal keratoconjunctivitis in Nigerians: 109 consecutive
cases,” Tropical Doctor, vol. 33, no. 4, pp. 242–245, 2003.
6. R. Duke, “Pediatric eye care: common causes of blindness and visual
impairment in children in a hospital setting,”Mary Slessor Journal of Medicine,
vol. 9, no. 2, pp. 63–67, 2009.
7. J. H. Sandford-Smith, “Vernal eye disease in Northern Nigeria,” Tropical and
Geographical Medicine, vol. 31, no. 3, pp. 321–328, 1979.
8. A. I. Ajaiyeoba, “Prevalence of atopic diseases in Nigerian children with vernal
kerato-conjunctivitis,”West African Journal of Medicine, vol. 22, no. 1, pp. 15–
17, 2003.
9. S. K. De Smedt, J. Nkurikiye, Y. S. Fonteyne, S. J. Tuft, C. E. Gilbert, and P.
Kestelyn, “Vernal keratoconjunctivitis in school children in Rwanda: clinical
presentation, impact on school attendance, and access tomedical care,”
Ophthalmology, vol. 119, no. 9, pp. 1766–1772, 2012.
10. S. Bonini, M. Coassin, S. Aronni, and A. Lambiase, “Vernal
keratoconjunctivitis,” Eye, vol. 18, no. 4, pp. 345–351, 2004.
11. M. Sacchetti, I. Baiardini, A. Lambiase et al., “Development and testing of the
quality of life in children with vernal keratoconjunctivitis questionnaire,”
American Journal of Ophthalmology, vol. 144, no. 4, pp. 557–563.e2, 2007.
12. Nigerian National Population Gazett, Clan Edict Formation, 1st edition, 1976.
13. D. I. Eni and J. Efiong, “Seasonal variation in hydrochemical parameters of
ground water in calabar soyth, Cross River State, Nigeria,” British Journal of
Arts and Social Sciences, vol. 3, no. 1, pp. 2046–9578, 2011.
14. S. Bonini, M. Sacchetti, F. Mantelli, and A. Lambiase, “Clinical grading of
vernal keratoconjunctivitis,” Current Opinion in Allergy and Clinical
Immunology, vol. 7, no. 5, pp. 436–441, 2007.
15. S. De Smedt, J. Nkurikiye, Y. Fonteyne et al., “Vernal keratoconjunctivitis in
school children in Rwanda and its association with socio-economic status: a
population-based survey,” The American Journal of Tropical Medicine
andHygiene, vol. 85, no. 4, pp. 711–717, 2011.
16. S. Resnikoff, G. Cornand, G. Filliard, and L. Hugard, “Limbal vernal
conjunctivitis in the tropics,” Revue Internationale du Trachome, vol. 3-4, pp.
53–71, 1988.
17. A. Lambiase, S. Minchiotti, A. Leonardi et al., “Prospective, multicenter
demographic and epidemiological study on vernal keratoconjunctivitis: a
glimpse of ocular surface in Italian population,” Ophthalmic Epidemiology, vol.
16, no. 1, pp. 38–41, 2009.
18. A. Leonardi, F. Busca, L. Motterle et al., “Case series of 406 vernal
keratoconjunctivitis patients: a demographic and epidemiological study,” Acta
Ophthalmologica Scandinavica, vol. 84, no. 3, pp. 406–410, 2006.
19. E. J. Aniah and P. B. Utang, “Population structure: educational facilities and
environmental implications in the Cross River Region, Nigeria,”Global Journal
of Social Sciences, vol. 3, no. 1-2, pp. 47–51, 2004.
20. E. N. Onwasigwe, R. E. Umeh, N. O. Magulike, and C. N. Onwasigwe, “Vernal
conjunctivitis in Nigeria children,” Orient Journal of Medicine, vol. 6, pp. 21–
23, 1994.
21. S. Majekodunmi, “Vernal conjunctivitis in Nigerian children,”Journal of
Pediatric Ophthalmology and Strabismus, vol. 15, no. 3, pp. 176–178, 1978.
22. M. Sacchetti, A. Lambiase, F. Mantelli, V. Deligianni, A. Leonardi, and S.
Bonini, “Tailored approach to the treatment of vernal keratoconjunctivitis,”
Ophthalmology, vol. 117, no. 7, pp. 1294–1299, 2010.
23. A. Leonardi, “Allergy and allergic mediators in tears,” Experimental Eye
Research, vol. 117, pp. 106–117, 2013.
24. V. M. Utz and A. R. Kaufman, “Allergic eye disease,” Pediatric Clinics of North
America, vol. 61, no. 3, pp. 607–620, 2014.

Você também pode gostar

  • Refrat GBS
    Refrat GBS
    Documento14 páginas
    Refrat GBS
    bella cindy
    Ainda não há avaliações
  • Referat GBS
    Referat GBS
    Documento18 páginas
    Referat GBS
    bella cindy
    Ainda não há avaliações
  • Sle
    Sle
    Documento37 páginas
    Sle
    bella cindy
    Ainda não há avaliações
  • Trauma Penis
    Trauma Penis
    Documento21 páginas
    Trauma Penis
    bella cindy
    Ainda não há avaliações